GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TERHADAP UPAYA PENANGANAN DIARE SECARA DINI PADA BALITA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS KECAMATAN GUNUNGSITOLI UTARA
TAHUN 2015
SKRIPSI
OLEH
HASTRI RIZKA RAHMI LAIA NIM : 111000293
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TERHADAP UPAYA PENANGANAN DIARE SECARA DINI PADA BALITA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS KECAMATAN GUNUNGSITOLI UTARA
TAHUN 2015
Skripsi ini diajukan sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
OLEH:
HASTRI RIZKA RAHMI LAIA NIM : 111000293
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Diare merupakan salah satu penyebab utama tingginya angka kematian anak di dunia, hal ini tidak terlepas dari perilaku ibu dalam mengasuh anak. Adapun yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah kebanyakan ibu mengangap penyakit yang diderita oleh balitanya merupakan penyakit biasa yang akan sembuh dengan sendirinya sehingga kejadian awal diare tidak tertangani dengan baik. Tujuan dari penelitian ini adalah melihat bagaimana pengetahuan dan sikap ibu dalam penanganan diare secara dini pada balita.
Metode penelitian berupa penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif. Sampel dalam penelitian ini adalah 74 orang dengan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Sumber Informasi, Pengetahuan, Sikap dan Tindakan ibu dilihat dengan menggunakan kuesioner penelitian.
Hasil penelitian menunjukan bahwa, sumber informasi yang didapat ibu dalam kategori kurang sebanyak 30 orang (40,5%) dan dalam kategori baik 28 orang (37,8%), pengetahuan ibu dalam kategori kurang sebanyak 35 orang (47,3%) dan dalam kategori baik sebanyak 25 orang (33,8%), Sikap ibu dalam kategori kurang sebanyak 33 orang (44,6%) dan dalam kategori baik sebanyak 24 orang (32,4%), Tindakan ibu dalam kategori kurang sebanyak 33 orang (44,6%) dan dalam kategori baik sebanyak 26 orang (35,1%).
Dari hasil penelitian ini dapat terlihat sumber informasi, pengetahuan dan sikap yang kurang baik terhadap penanganan diare secara dini pada balita akan mempengaruhi upaya penanganan diare secara dini yang kurang baik juga terhadap balita. Sehingga disarankan informasi tentang diare perlu di sampaikan oleh semua pihak terutama pihak puskesmas dan para kader posyandu diharapkan selalu memberikan informasi tentang penanganan diare secara dini pada balita kepada ibu contohnya dalam kegiatan posyandu.
ABSTRACT
Diarhea is one of the main causes of the high rate of children death in the world, this can't be separated from the mother's behavior in taking care of children. Now something that becomes a problem in this research is that most of mothers consider the disease that the toddlers have is the common disease that will recover by itself so the first indication of diarhea can't be handled well. The goal of this research is to observe how the knowledge and the respond of mothers in handling the diarhea as soon as possible to the toddlers.
The research methodology is the quantitative research that has descriptive characteristic. The sample in this research are the 74 people with the technique of taking sample purposive sampling. The sources of information, knwoledge, respond, and the action of mothers are observed by using the questionnaire of research.
The result the research shows that, the information sources of the mothers in the bad the category are about 30 people (40,5%) and in the good category are 28 people (37,8%), the knowledge of mothers in the bad category are 35 people (47,3%) and in the good category are 25 people (33,8%), the respond of mothers in the bad category are 33 people (44,6%) and in the good category are 24 people (32,4%), the action of mothers in the bad category are 33 people (44,6%) and in the good category are 26 people (35,1%).
From this result of research can be seen the sources of information, knowledge and the bad respond to the handling of diarhea as soon as possible to the toddlers will influence the effort in the bad handling the diarhea as soon as possible also to the toddlers. So, the information is suggested about diarhea needs to be informed to the all parties especially the Community Health Center and the Integrated Service Post framework are expected that always give information about the handling of diarhea as soon as possible of the toddlers to mothers, for example the activities in the Integrated Service Post.
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kepada Allah SWT serta shalawat beriring salam bagi
Rasulullah SAW atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi yang
berjudul “Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu Terhadap Upaya Penanganan Diare secara Dini pada Balita di Wilayah Kerja UPTD
Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara tahun 2015” dapat selesai.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara. Banyak pengalaman yang diperoleh dalam menyelesaikan skripsi
ini.
Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan juga dukungan
dari berbagai pihak, baik moril maupun materil. Untuk itu, disampaikan rasa
terma kasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S. selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Tukiman, M.K.M., selaku Ketua Departemen Pendidikan
Kesehatan dan Ilmu Perilaku sekaligus Dosen Penguji II yang telah
memberikan kritik dan saran serta motivasi untuk perbaikan skripsi ini.
3. Ibu dr. Linda T Maas, MPH selaku Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan, ilmu, arahan, motivasi, serta dukungannya dalam
4. Bapak Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes., dan Drs. Eddy Syahrial, M.S selaku
Dosen Penguji yang telah memberikan kritik dan saran serta motivasi untuk
perbaikan skripsi ini.
5. Ibu Fitri Ardiani S.K.M, MPH selaku Dosen Pembibing Akademik.
6. Kepala Dinas Kesehatan Gunungsitoli dan Kepala UPTD Puskesmas
Kecamatan Gunungsitoli Utara atas dukungan dan bantuan selama penulis
mengadakan penelitian.
7. Sembah sujud kepada kedua orang tua terkasih dan teristimewa Papa
tersayang H.Asaludin, S.H, M.H dan Ibunda tercinta Hj.Siti Hasnah Arab,
S.Pd.I yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang, cinta, perhatian
semangat, dukungan moral, spiritual, dan juga material yang tiada batasnya.
8. Saudara-saudaraku terkasih Abangda Brigadir Asfil saputra Laia, Azwardin
Laia, S.K.M, Ahmad Arfan Syam Laia, S.E dan Kakak tersayang Maserlian
Tanjung, S.Pd.I serta keponakan tercinta Ahmad Asyraf Nabawi Laia dan
Aidil Akbar Laia terimakasih untuk cinta, dukungan dan doanya.
9. Sahabat-sahabatku Asih, Awil, Utet, Mita, Debi, Aya, Berkah, Bayu, Dita,
Bobo, Luluk, Erizka, Aa, Ita, terimakasih untuk waktu, tenaga, pikiran dan
motivasinya dalam pengerjaan skripsi ini.
10. Rekan-rekan seperjuangan di Peminatan Pendidikan Kesehatan dan Ilmu
Kesehatan, Putri, Kipa, Ayu, Alfeny, Adel, Oya, Gaby, Rici, Ivo, Yolanda,
Nadia, Desy, Aida, Felany, Arum serta kakak-kakak seperjuangan Kak Hesti,
Kak Melda, Kak Deo, Kak Ina, Kak Ima terimakasih untuk waktu, tenaga,
11. Sahabat-sahabatku Hasan, Tari, Vitri, dan Sahabat-sahabatku dari kecil Kak
Nani dan Risni, terimakasih untuk dukungan dan motivasinya dalam
pengerjaan skripsi ini.
12. Teman-teman FKM USU angkatan 2011, senior-senior FKM USU, Kelompok
17 PBL, serta kepada Haris, Harun, Bang Ali, Dika, Rahmi yang tidak bisa
disebutkan satu persatu terimakasih atas dukungan dan motivasinya dalam
pengerjan skripsi ini.
13. Terkhusus Kepada Pak Warsito terimakasih atas segala dukungan, bantuan
dan motivasinya dalam pengerjaan skripsi ini.
14. Seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah banyak
memberikan bantuan dan dorongan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.
Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran
yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan menuju yang lebih baik.
Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi siapapun yang membacanya.
Medan, Oktober 2015
Penulis,
2.2.3 Penyebab Diare Pada Balita ... 29
2.2.4 Penanganan dan Pencegahan Diare Secara Dini ... 33
2.2.5 Pedoman WHO Dalam Penanganan Diare ... 34
2.2.6 Pencegahan Perilaku Berisiko Terjadinya Diare pada Balita ... 41
2.3 Landasan Teori ... 42 Pengolahan dan Analisis Data ... 53
3.7.1 ... Pengolahan Data... 53
3.7.2 Analisis Data ... 53
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 54
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 54
4.2 Karakteristik Responden ... 55
4.3 Sumber Informasi Responden ... 56
4.3.1 Sumber Informasi Responden tentang Penyakit Diare ... 57
4.3.2 Sumber Informasi Responden tentang cara Penanganan Diare .... 57
4.3.3 Sumber Informasi Responden tentang cara Pengobatan Diare ... 58
4.3.4 Sumber Informasi Responden Kerentanan terhadap Diare ... 59
4.3.5 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sumber Informasi .. 60
4.4 Pengetahuan Responden... 61
4.5 Sikap Responden ... 67
4.6 Tindakan Responden ... 70
BAB V PEMBAHASAN ... 75
5.1 Gambaran Karakteristik ... 75
5.1.1 Gambaran Umur Responden ... 75
5.1.2 Gambaran Pendidikan Responden ... 76
5.1.3 Gambaran Pekerjaan Responden ... 77
5.1.4 Gambaran Jumlah Anak Responden ... 77
5.2 Gambaran Sumber Informasi Responden ... 78
5.3 Gambaran Pengetahuan Responden ... 79
5.4 Gambaran Sikap Responden ... 81
5.5 Gambaran Tindakan Responden ... 82
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 84
6.1 Kesimpulan ... 84
6.2 Saran ... 85
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Aturan Pemakaian Oralit ... 36
Tabel 2.2 Makanan yang Direkomendasikan dan yang perlu Dihindari .. 39
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Ibu Pada Balita Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara Tahun 2015 ... 55
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sumber
Informasi Tentang Penyakit Diare ... 57
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sumber
Informasi Tentang Penanganan Diare Secara Dini ... 58
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sumber Informasi Tentang Cara Pengobatan Diare ... 58
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sumber Informasi Tentang Siapa yang Paling Rentan Terkena Penyakit Diare.... 59
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sumber Informasi Berdasarkan Media yang Paling Baik Menyampaikan Informasi Tentang Diare dan Pencegahannya ... 60
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Sumber Informasi Responden Terhadap Upaya Penanganan Diare Secara Dini Pada BalitaDi Wilayah
Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara
Tahun 2015 ... 61
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan
Tentang Pengertian Diare ... 61
Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan
Tentang Penyebab Diare ... 62
Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan
Tentang Penularan Dire ... 62
Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan
Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan
Tentang Membuat Larutan Garam ... 63
Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan
Tentang Komplikasi pada Balita yang Diare ... 63
Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan
Tentang Waktu Penanganan Diare ke Fasilitas Kesehatan ... 64
Tabel 4.15 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang Tindakan yang dilakukan untuk Menghindari Diare
pada Balita ... 64
Tabel 4.16 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang Makanan yang dihindari ketika Balita terkena
Diare ... 65
Tabel 4.17 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan
Tentang Langkah Pertama Penanganan Diare secara Dini ... 65
Tabel 4.18 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang Faktor Resiko yang Mengakibatkan terjadi Diare
pada Balita ... 65
Tabel 4.19 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Terhadap Upaya Penanganan Diare Secara Dini Pada Balita Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara Tahun 2015 ... 66
Tabel 4.20 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap Terhadap Upaya Penanganan Diare Secara Dini pada Balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara
Tahun 2015 ... 67
Tabel 4.21 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Sikap Terhadap Upaya Penanganan Diare Secara Dini Pada Balita Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara Tahun 2015 ... 70
Tabel 4.22 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Terhadap Upaya Penanganan Diare Secara Dini pada Balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara
Tabel 4.23 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Tindakan Terhadap Upaya Penanganan Diare Secara Dini pada Balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skema Mengenai Reciprocal Determinism ... 26
Gambar 2.2 Kerangka Teori Penelitian ... 43
DAFTAR ISTILAH
Singkatan Singkatan dari
WHO World Health Organization
KLB Kejadian Luar Biasa
AKABA Angka Kematian Balita
MDGs Melenium Development Goals
CFR Case Fatality Rate
IR Incident Rate
AKB Angka Kematian Bayi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Hastri Rizka Rahmi Laia
Tempat Lahir : Gunungsitoli
Tanggal Lahir : 28 Desember 1992
Suku Bangsa : Nias
Agama : Islam
Nama Ayah : H.Asaludin Laia
Suku Bangsa Ayah : Nias
Nama Ibu : Hj.Siti Hasnah Arab
Suku Bangsa Ibu : Nias
Pendidikan Formal
1. Tahun 1999-2005 : SD Negeri 074044 Dahana Bawodesolo 2. Tahun 2005-2008 : SMP Negeri 1 Telukdalam
ABSTRAK
Diare merupakan salah satu penyebab utama tingginya angka kematian anak di dunia, hal ini tidak terlepas dari perilaku ibu dalam mengasuh anak. Adapun yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah kebanyakan ibu mengangap penyakit yang diderita oleh balitanya merupakan penyakit biasa yang akan sembuh dengan sendirinya sehingga kejadian awal diare tidak tertangani dengan baik. Tujuan dari penelitian ini adalah melihat bagaimana pengetahuan dan sikap ibu dalam penanganan diare secara dini pada balita.
Metode penelitian berupa penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif. Sampel dalam penelitian ini adalah 74 orang dengan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Sumber Informasi, Pengetahuan, Sikap dan Tindakan ibu dilihat dengan menggunakan kuesioner penelitian.
Hasil penelitian menunjukan bahwa, sumber informasi yang didapat ibu dalam kategori kurang sebanyak 30 orang (40,5%) dan dalam kategori baik 28 orang (37,8%), pengetahuan ibu dalam kategori kurang sebanyak 35 orang (47,3%) dan dalam kategori baik sebanyak 25 orang (33,8%), Sikap ibu dalam kategori kurang sebanyak 33 orang (44,6%) dan dalam kategori baik sebanyak 24 orang (32,4%), Tindakan ibu dalam kategori kurang sebanyak 33 orang (44,6%) dan dalam kategori baik sebanyak 26 orang (35,1%).
Dari hasil penelitian ini dapat terlihat sumber informasi, pengetahuan dan sikap yang kurang baik terhadap penanganan diare secara dini pada balita akan mempengaruhi upaya penanganan diare secara dini yang kurang baik juga terhadap balita. Sehingga disarankan informasi tentang diare perlu di sampaikan oleh semua pihak terutama pihak puskesmas dan para kader posyandu diharapkan selalu memberikan informasi tentang penanganan diare secara dini pada balita kepada ibu contohnya dalam kegiatan posyandu.
ABSTRACT
Diarhea is one of the main causes of the high rate of children death in the world, this can't be separated from the mother's behavior in taking care of children. Now something that becomes a problem in this research is that most of mothers consider the disease that the toddlers have is the common disease that will recover by itself so the first indication of diarhea can't be handled well. The goal of this research is to observe how the knowledge and the respond of mothers in handling the diarhea as soon as possible to the toddlers.
The research methodology is the quantitative research that has descriptive characteristic. The sample in this research are the 74 people with the technique of taking sample purposive sampling. The sources of information, knwoledge, respond, and the action of mothers are observed by using the questionnaire of research.
The result the research shows that, the information sources of the mothers in the bad the category are about 30 people (40,5%) and in the good category are 28 people (37,8%), the knowledge of mothers in the bad category are 35 people (47,3%) and in the good category are 25 people (33,8%), the respond of mothers in the bad category are 33 people (44,6%) and in the good category are 24 people (32,4%), the action of mothers in the bad category are 33 people (44,6%) and in the good category are 26 people (35,1%).
From this result of research can be seen the sources of information, knowledge and the bad respond to the handling of diarhea as soon as possible to the toddlers will influence the effort in the bad handling the diarhea as soon as possible also to the toddlers. So, the information is suggested about diarhea needs to be informed to the all parties especially the Community Health Center and the Integrated Service Post framework are expected that always give information about the handling of diarhea as soon as possible of the toddlers to mothers, for example the activities in the Integrated Service Post.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan di negara
berkembang terutama di Indonesia, baik di perkotaan maupun di pedesaan.
Penyakit diare bersifat endemis juga sering muncul sebagai Kejadian Luar Biasa
(KLB) dan diikuti korban yang tidak sedikit. Diare adalah suatu kondisi dimana
seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, serta frekuensinya
lebih dari 3 kali sehari. Untuk mengatasi penyakit diare dalam masyarakat baik
tata laksana kasus maupun untuk pencegahannya sudah cukup dikuasai, akan
tetapi permasalahan tentang penyakit diare masih merupakan masalah yang relatif
besar (Suraatmadja, 2010).
Menurut WHO (World Health Organization) dalam Buletin Jendela Data Informasi Kemenkes RI tahun 2011, melaporkan bahwa penyebab utama
kematian pada balita adalah diare (post neonatal) 14%, penumonia (post neonatal) 14%, malaria 8%, penyakit tidak menular (post neonatal) 4%, injuri (post neonatal) 3%, HIV (Human Immunodefficiency Virus) / AIDS (Acquired Immunodefficiency System) 2%, campak 1%, dan lainnya 13%. Kematian pada bayi < 1 bulan (newborns death) 41%. Kematian pada bayi umur < 1 bulan akibat diare yaitu 2%. Terlihat bahwa diare sebagai salah satu penyebab utama tingginya
angka kematian anak di dunia (Depkes RI, 2011).
Dalam menentukan derajat kesehatan di Indonesia, terdapat beberapa
balita, status gizi dan angka harapan hidup waktu lahir. Angka kesakitan balita
menjadi indikator kedua dalam menentukan derajat kesehatan anak, karena nilai
kesakitan merupakan cerminan dari lemahnya daya tubuh anak balita. Angka
kesakitan tersebut juga dapat dipengaruhi oleh status gizi, jaminan pelayanan
kesehatan anak, perlindungan kesehatan anak, faktor sosial ekonomi dan
pendidikan ibu (Hidayat, 2008).
Saat ini upaya mewujudkan generasi Indonesia yang lebih sehat masih
membutuhkan perhatian semua pihak. Salah satu indikator yang lazim digunakan
untuk melihat derajat kesehatan masyarakat adalah Angka Kematian Balita
(AKABA) atau Infant Mortality Rate (IMR). Sesuai dengan target Melenium
Development Goals (MDGs) poin 4, yaitu Indonesia harus mampu menurunkan
angka kematian balita sebesar dua pertiganya, antara 1990 dan 2015. Data tersebut
menggambarkan bahwa upaya untuk mewujudkan dan menjaga anak Indonesia
sehat masih menjadi tantangan besar semua pihak (Profil kesehatan Indonesia,
2010).
Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen
Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada
tahun 2000 IR penyakit Diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374
/1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1000 penduduk dan tahun 2010
menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering
terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69
Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%).
dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%) sedangkan tahun 2010 terjadi KLB
diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian 73 orang
(CFR 1,74 %).
Masih seringnya terjadi wabah atau kejadian luar biasa (KLB) diare
menyebabkan pemberantasannya menjadi suatu hal yang penting. Di Indonesia
KLB diare masih terus terjadi hampir disetiap musim sepanjang tahun. KLB diare
menyerang hampir semua propinsi di Indonesia (Widoyono, 2008).
Menurut hasil Riskesdas tahun 2013, insiden diare pada balita sebesar
6,7% sedangkan period prevalence diare pada seluruh kelompok umur berdasarkan gejala sebesar 7% dan pada balita sebesar 10,2%. Jumlah penderita
pada KLB diare tahun 2013 menurun secara signifikan dibandingkan tahun 2012
dari 1.654 kasus menjadi 646 kasus pada tahun 2013. Angka kematian (CFR)
akibat diare tertinggi di Sumatera Utara yaitu sebesar 11,76%. Proporsi kasus
diare yang ditangani di Sumatera Utara adalah 41,34% sedangkan sisanya 58,66%
tidak mendapatkan penanganan. Berdasarkan karakteristik penduduk, kelompok
umur balita adalah kelompok yang paling tinggi menderita diare. Karakteristik
diare balita tertinggi terjadi pada kelompok umur 12-23 bulan yaitu sebesar 7,6%
(Depkes RI, 2013).
Menurut Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2010, dari
594.147 perkiraan kasus diare yang ditemukan dan ditangani sebanyak 243.214
kasus atau 44,29% sehingga angka kesakitan Incident Rate (IR) akibat diare per
1.000 penduduk mencapai 18,73%. Angka ini mengalami peningkatan pada tahun
1.000 penduduk, rendahnya IR dikhawatirkan bukan merefleksikan menurunnya
kejadian penyakit diare pada masyarakat tetapi lebih dikarenakan banyaknya
kasus yang tidak terdata (under-reporting cases). Dari 33 kabupaten/kota yang
ada, terdapat 2 kabupaten/kota yang melaporkan tidak ada kasus diare (nol) yaitu
Kabupaten Labuhan Batu Selatan dan Nias Utara. Penemuan dan penanganan
kasus diare tertinggi di Kabupaten Simalungun yaitu 129,39% dan terendah di
Kabupaten Labuhan Batu Utara 2,78% (Dinkes Provinsi Sumatera Utara , 2011).
Kelangsungan hidup anak ditunjukkan dengan Angka Kematian Bayi
(AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA/AKBAL). Angka Kematian Bayi
dan Balita Indonesia adalah tertinggi di negara ASEAN lainnya. Penyebab
kematian anak terbanyak saat ini masih diakibatkan oleh diare dan pneumonia
(Anik, 2010). Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2009,
diare adalah penyebab kematian kedua pada anak dibawah 5 tahun. Angka
kematian balita Indonesia tergolong tinggi jika dibandingkan dengan
negara-negara anggota ASEAN, yakni 3,4 kali lebih tinggi dari Malaysia, selanjutnya 1,3
kali lebih tinggi dari Filipina. Indonesia menduduki rangking ke-6 tertinggi
setelah Singapura (3 per 1.000), Brunei Darussalam (8 per 1.000), Malaysia (10
per 1.000), Vietnam (18 per 1.000) dan Thailand (20 per 1.000) (Sadikin, 2011).
Penyebab langsung diare antara lain infeksi bakteri virus dan parasit,
malabsorbsi, alergi, keracunan bahan kimia maupun keracunan oleh racun yang
diproduksi oleh jasad renik, ikan, buah dan sayur-sayuran. Jenis-jenis infeksi yang
umumnya menyerang diare adalah infeksi bakteri oleh kuman E.Coli, Salmonella,
patogenik (memanfaatkan kesempatan ketika kondisi tubuh lemah) seperti
pseudomonas, infeksi basil (disentri), infeksi virus enterovirus dan adenovirus,
infeksi parasit oleh cacing (askari) dan infeksi jamur (Widjaya, 2012).
Cara paling ideal untuk mencegah ataupun melawan penyakit yang
sewaktu-waktu bisa menyerang tubuh balita adalah dengan membuat kualitas
kesehatan dan daya tahan tubuh anak menjadi lebih baik. Jika balita memiliki
tubuh yang sehat dan selalu terjaga, maka balita tidak akan mudah jatuh sakit.
Untuk membentuk anak yang sehat baik fisik maupun mental tidak lepas dari
peran orang tua dalam melakukan upaya pemeliharaan, pencegahan dan
perawatan kepada anaknya (Sudarmoko, 2011).
Tubuh balita masih sangat rentan terhadap unsur asing karena balita belum
memiliki sistem kekebalan tubuh yang memadai. Pada usia ini, anak masih rawan
dengan berbagai gangguan kesehatan baik jasmani maupun rohani. Sehingga, jika
ibu tidak hati-hati dengan kebersihan dirinya sendiri, secara tidak langsung ibu
memberikan media penyakit pada tubuh balita. Misalnya saja, setelah kerja
seharian ibu lupa mencuci tangan dan langsung menimang balita. Secara tidak
langsung kuman atau apapun yang menempel pada tangan akan berpindah pada
tubuh balita. Jika tangan ibu mengandung kuman atau bakteri, maka balita akan
mudah terinfeksi suatu penyakit (Sudarmoko, 2011).
Diare pada anak merupakan masalah yang sebenarnya dapat dicegah dan
ditangani. Terjadinya diare pada balita tidak terlepas dari peran faktor perilaku
yang menyebabkan penyebaran kuman, terutama yang berhubungan dengan
tinggal. Faktor perilaku yang menyebabkan penyebaran kuman dan meningkatkan
resiko terjadinya diare yaitu tidak memberikan ASI ekslusif secara penuh pada
bulan pertama kehidupan, tidak mencuci bersih botol susu anak, penyimpanan
makanan yang salah, menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci
tangan pada saat memasak, makan, sebelum menyuapi anak, sesudah buang air
besar, sesudah membuang tinja anak, dan tidak membuang tinja dengan benar.
Faktor lingkungan yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini
akan berinteraksi dengan perilaku manusia (Assiddiqi, 2009).
Balita yang sangat rentan kondisi kesehatannya membutuhkan
pengawasan dan perawatan sebaik mungkin. Untuk bisa memberikan penanganan
yang tepat pada anak, ada baiknya bila ibu mengenali organisme-organisme awal
pembawa bermacam penyakit yang mungkin bisa menyerang, seperti kuman,
bakteri, virus, parasit dan lain sebagainya (Nagiga dan Arty, 2009).
Penyakit diare sering disebut gastroenteritis, menyebabkan banyak
kematian pada anak kecil. Kematian karena penyakit diare disebabkan oleh
dehidrasi. Diare dan muntah menyebabkan hilangnya air dan garam dari dalam
tubuh (Biddulph dan Stace,1999).
Diare bukan merupakan ancaman yang serius bagi kehidupan balita dan
tidak akan menjadi masalah utama masyarakat jika orang tua melaksanakan
tugasnya di bidang kesehatan dalam penanganan diare dengan tepat. Pencegahan
diare diantaranya adalah perilaku sehat dan penyehatan lingkungan (Depkes
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menurunkan angka kejadian diare
dengan harapan masalah diare dapat teratasi dan anak tidak mengalami dehidrasi
sedang atau berat yang memerlukan perawatan dirumah sakit. Namun pada
kenyataannya, berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT),Studi
Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dari tahun ke tahun diketahui
bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia
(Depkes RI,2011).
Penyakit diare ini adalah penyakit yang multifaktoral, dimana dapat
muncul karena akibat tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang kurang serta
akibat kebiasaan atau budaya masyarakat yang salah. Oleh karena itu keberhasilan
menurunkan serangan diare sangat tergantung dari sikap dan pengetahuan setiap
anggota masyarakat, terutama membudayakan pemakaian larutan oralit pada anak
yang menderita diare. Saat ini upaya yang sedang digalakkan dan dikembangkan
pada masyarakat luas untuk menanggulangi diare dengan upaya rehidrasi oral
(oralit) dan ternyata dapat menurunkan angka kematian dan kesakitan karena diare
(maryunani, 2010).
Pengetahuan ibu memengaruhi tindakan ibu terhadap pencegahan penyakit
diare. Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif menjelaskan bahwa
pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan (1)
Tahu (know) tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya.(2) Memahami (comprehension) memahami diartikan sebagai suatu
kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan
aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). (4) Analisis (analysis)
analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke
dalam komponen-komponen. (5) sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk kepada
suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di
dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. (6) Evaluasi (evaluation) evaluasi ini
berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap
suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria
yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada
(Notoatmodjo, 2012).
Dari hasil penelitian tindakan ibu tentang penanganan awal diare dalam
mencegah terjadinya dehidrasi pada balita dapat dilihat tindakan ibu masih kurang
baik karena tindakan ibu belum sesuai dengan tatacara atau panduan tentang cara
melakukan pencegahan maupun penanganan dehidrasi akibat diare pada anak. Hal
ini sejalan dengan penelitian Andika (2012) dimana tindakan responden sebanyak
68% masih kurang dalam melakukan penatalaksanaan asuhan perawatan penyakit
diare pada anak. Peneliti berasumsi jika tindakan ibu tidak diperbaiki maka akan
dapat menyebabkan kondisi dehidrasi anak semakin parah sehingga yang ibu
perlukan adalah mencari dan memperoleh informasi yang sesuai mengenai
tindakan yang benar tentang cara melakukan pencegahan dan penanganan
dehidrasi akibat diare pada anak.
Menurut penelitian Wulandari (2013), mengenai tingkat pengetahuan ibu
Mulyo VI Pringanom Masaran Sragen Tahun 2013 yaitu pengetahuan yang cukup
(63,26%) tentang penanganan diare, kemungkinan dipengaruhi oleh faktor
pengalaman ibu, informasi dan media.
Pada Tahun 2014 Jumlah penyakit diare di Kota Gunungsitoli adalah
sejumlah 12.840 kasus dimana terdapat 540 kasus diare pada balita. Kota
Gunungsitoli merupakan Kota yang terdapat di Pulau NIAS yang terbagi dalam
beberapa kecamatan yaitu Gunungsitoli, Gunungsitoli Utara, Gunungsitoli Barat,
Gunungsitoli Selatan, Gunungsitoli Idanoi dan Gunung sitoli Alo’oa.
Gunungsitoli Utara merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di
bagian utara Kota Gunungsitoli yang terdiri dari 10 Desa yaitu Desa Afia, Desa
Olora, Desa Lasarasowu, Desa Lolo Ana’a, Desa Lolo Moyo, Desa Teluk
Belukar, Desa Tetehosi Afia, Desa Hambawa, Desa Gawu-gawu Bu’uso, Desa
Hilimbowo Olora dan Desa Hiligodu Ulu.
Berdasarkan profil Puskesmas Gunungsitoli Utara tahun 2014 jumlah
Diare pada Balita adalah sejumlah 74 kasus. Namun berdasarkan hasil survei
pendahuluan masih banyak ibu yang tidak membawa balitanya ke fasilitas
pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pengobatan pada saat menderita diare
sehingga kasus tersebut tidak terlaporkan. Kebanyakan ibu menganggap kalau
penyakit yang diderita oleh balitanya adalah hanya penyakit biasa yang akan
sembuh dengan sendirinya sehingga kejadian awal diare tidak tertangani dengan
baik sehingga hal ini menjadi permasalahan dalam pengetahuan dan sikap ibu
Berdasarkan data dan hasil penelitian di atas, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Gambaran Pengetahuan dan sikap Ibu
terhadap Upaya Penanganan Diare secara Dini pada Balita di Wilayah Kerja
UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara Tahun 2015”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka
permasalahan yang diangkat adalah bagaimana gambaran pengetahuan dan sikap
ibu terhadap upaya penanganan diare secara dini pada balita di wilayah kerja
UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap ibu terhadap upaya
penanganan diare secara dini pada balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas
Kecamatan Gunungsitoli Utara 2015 .
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk menggambarkan pengetahuan ibu tentang penanganan diare secara
dini pada balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan
Gunungsitoli Utara 2015.
2. Untuk menggambarkan sikap ibu tentang penanganan diare secara dini
pada balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli
Utara 2015.
3. Untuk menggambarkan tindakan ibu dalam melakukan penanganan diare
secara dini pada balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai masukan bagi petugas kesehatan agar memperhatikan perilaku
para ibu setempat dalam mengatasi penyakit diare pada balita.
2. Sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang membutuhkan baik dari
kalangan akademis, masyarakat dan peneliti.
3. Sebagai pengembangan wawasan keilmuan peneliti dalam hal memahami
tentang pengetahuan dan sikap ibu terhadap penanganan masalah diare
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1Perilaku
2.1.1 Definisi Perilaku
Perilaku dari segi biologis adalah kegiatan atau aktivitas organisme
(makhluk hidup) yang bersangkutan. Secara umum yang dimaksud perilaku
adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung
maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Sunaryo (2006), perilaku adalah
aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respon serta dapat diamati
secara langsung maupun tidak langsung. Robert Kwick (1974) menyatakan bahwa
perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan
bahkan dapat dipelajari. Skinner dan Allport (1993) seorang ahli psikologi,
merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap
stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses
adanya rangsangan pada seseorang dan kemudian orang tersebut memberikan
respons. Namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik
atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang
membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan
perilaku. Dimana determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Faktor internal ialah karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat
bawaan, misalnya: tingkat emosional, jenis kelamin, genetik, tingkat
2. Faktor eksternal ialah lingkungan baik, lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi dan sebagainya. Faktor lingkungan merupakan faktor dominan yang
mewarnai seseorang (Notoatmodjo, 2007) .
2.1.2 Domain Perilaku
Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan membagi
perilaku manusia kedalam tiga domain, ranah atau kawasan yaitu: kognitif
(cognitive), afektif (affective) dan psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil
pendidikan kesehatan yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan (Notoatmodjo,
2007).
1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Tanpa pengetahuan
seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan
tindakan terhadap masalah yang dihadapi. Ada empat macam pengetahuan
(Widodo, 2006), yaitu:
1. Pengetahuan Faktual (Factual knowledge)
Pengetahuan yang berupa potongan-potongan informasi yang terpisah-pisah
atau unsur dasar yang ada dalam suatu disiplin ilmu tertentu. Pengetahuan faktual
pada umumnya merupakan abstraksi tingkat rendah. Ada dua macam pengetahaun
faktual yaitu pengetahuan tentang terminologi (knowledge of terminology)
mencakup pengetahuan tentang label atau simbol tertentu baik yang bersifat
(knowledge of specidetails and element) mencakup pengetahuan tentang kejadian, orang, waktu dan informasi lain yang sifatnya sangat spesifik.
2. Pengetahuan Konseptual
Pengetahuan yang menunjukkan saling keterkaitan antara unsur-unsur
dasar dalam struktur yang lebih besar dan semuanya berfungsi bersama-sama.
Pengetahuan konseptual mencakup skema, model pemikiran dan teori baik yang
implisit maupun eksplisit. Ada tiga macam pengetahuan konseptual, yaitu
pengetahaun tentang kelasifikasi dan kategori, pengetahuan tentang prinsip dan
generalisasi dan pengetahuan tentang teori, model dan stuktur.
3. Pengetahuan Prosedural
Pengetahuan tentang bagaimana mengerjakan sesuatu, baik yang bersifat
rutin maupun yang baru. Seringkali pengetahuan prosedural berisi
langkah-langkah atau tahapan yang harus diikuti dalam mengerjakan suatu hal tertentu.
4. Pengetahuan Metakognitif
Mencakup pengetahuan tentang kognisi secara umum dan pengetahuan
tentang diri sendiri. Penelitian-penelitian tentang metakognitif menunjukkan
bahwa seiring dengan perkembangannya siswa menjadi semakin sadar akan
pikirannya dan semakin banyak tahu tentang kognisi dan apabila siswa bisa
mencapai hal ini maka mereka akan lebih baik lagi dalam belajar. Dimensi proses
kognitif dalam taksonomi yang baru yaitu:
1. Menghafal (Remember)
Menarik kembali informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang.
mengkondisikan agar “mengingat” bisa menjadi bagian belajar bermakna, tugas
mengingat hendaknya selalu dikaitkan dengan aspek pengetahuan yang lebih luas
dan bukan sebagai suatu yang lepas dan terisolasi. Kategori ini mencakup dua
macam proses kognitif: mengenali (recognizing) dan mengingat (recalling). 2. Memahami (Understand)
Mengkonstruk makna atau pengertian berdasarkan pengetahuan awal yang
dimiliki, mengaitkan informasi yang baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki
atau mengintegrasikan pengetahuan yang baru ke dalam skema yang telah ada
dalam pemikiran siswa. Karena penyusunan skema adalah konsep, maka
pengetahuan konseptual merupakan dasar pemahaman. Kategori memahami
mencakup tujuh proses kognitif: menafsirkan (interpreting), memberikan contoh
(exemplifying), mengkelasifikasikan (classifying), meringkas (summarizing), menarik inferensi (inferring), membandingkan (comparing) dan menjelaskan
(explaining)
3. Mengaplikasikan (Applying)
Mencakup penggunaan suatu prosedur guna menyelesaikan masalah atau
mengerjakan tugas. Oleh karena itu mengaplikasikan berkaitan erat dengan
pengetahuan prosedural. Namun tidak berarti bahwa kategori ini hanya sesuai
untuk pengetahuan prosedural saja. Kategori ini mencakup dua macam proses
kognitif: menjalankan (executing) dan mengimplementasikan (implementing). 4. Menganalisis (Analyzing)
Menguraikan suatu permasalahan atau obyek ke unsur-unsurnya dan
besarnya. Ada tiga macam proses kognitif yang tercakup dalam menganalis
membedakan (differentiating), mengorganisir (organizing) dan menemukan pesan tersirat (attributting).
5. Mengevaluasi
Membuat suatu pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar yang ada.
Ada dua macam proses kognitif yang tercakup dalam kategori ini memeriksa
(checking) dan mengritik (critiquing). 6. Membuat (create)
Menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu bentuk kesatuan. Ada tiga
macam proses kognitif yang tergolong dalam kategori ini, yaitu: membuat
(generating), merencanakan (planning) dan memproduksi (producing) (Widodo, 2006).
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden (Notoatmodjo, 2007).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain:
1. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada orang
lain agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi
pendidikan seseorang makin mudah pula bagi mereka untuk menerima informasi
2. Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh
pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.
3. Umur
Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek
fisik dan psikologis (mental), dimana pada asfek psikologi ini taraf berpikir
seseorang semakin matang dan dewasa.
4. Minat
Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi
terhadap seseuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba menekuni suatu
hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang mendalam.
5. Pengalaman
Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami oleh individu baik
dari dalam dirinya ataupun dari lingkungannya. Pada dasarnya pengalaman
mungkin saja menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi individu yang
melekat menjadi pengetahuan pada individu secara subjektif.
6. Informasi
Kemudahan seseorang untuk memperoleh informasi dapat membantu
mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru (Wahid dkk,
2007) .
2. Sikap
Sikap adalah merupakan reaksi atau respons seseorang terhadap suatu
yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu
tindakan atau aktivitas tapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku (Wahid
dkk, 2007).
Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen
pokok :
1. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total
attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini,pengetahuan, pikiran, keyakinan,
dan emosi memegang peranan penting.
Menurut WHO, adapun ciri-ciri sikap sebagai pribadi terhadap objek atau
stimulus berikut:
1. Pemikiran dan perasaan (Thoughts and feeling) hasil pemikiran dan perasaan
seseorang, atau lebih tepat diartikan pertimbangan-pertimbangan pribadi
terhadap objek atau stimulus.
2. Adanya orang lain yang menjadi acuan (Personal refrences) merupakan faktor penguat sikap untuk sikap untuk melakukan tindakan akan tetapi tetap
mengacu pada pertimbangan-pertimbangan individu.
3. Sumber daya (Resources) yang tersedia merupakan pendukung untuk bersikap positif atau negative terhadap objek atau stimulus tertentu dengan
4. Sosial budaya (Culture) berperan besar dalam mempengaruhi pola pikir seseorang untuk bersikap terhadap objek atau stimulus tertentu (Notoatmodjo,
2007).
Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan :
1. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan (obyek).
2. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
3. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Fungsi sikap dibagi menjadi empat golongan, yakni :
1. Sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Sikap adalah sesuatu yang bersifat
communicable artinya sesuatu yang mudah menjalar sehingga mudah pula menjadi milik bersama.
2. Sebagai alat pengatur tingkah laku. Kita tahu bahwa tingkah laku anak kecil
atau binatang umumnya merupakan aksi-aksi yang spontan terhadap
orang dewasa dan yang sudah lanjut usianya, perangsang itu pada umumnya
tidak diberi reaksi secara spontan akan tetapi terdapat adanya proses secara
sadar untuk menilai perangsang-perangsang itu. Jadi antara perangsang dan
reaksi terhadap sesuatu yang disisipkannya yaitu sesuatu yang berwujud
pertimbangan-pertimbangan atau penilaian-penilaian terhadap perangsang itu.
Jadi antara perangsang dan reaksi terhadap sesuatu yang disisipkannya yaitu
sesuatu yang berwujud pertimbangan-pertimbangan atau penilaian-penilaian
terhadap perangsang itu sebenarnya bukan hal yang berdiri sendiri tetapi
merupakan sesuatu yang erat hubungannya dengan cita-cita orang, tujuan
hidup orang, peraturan-peraturan kesusilaan yang ada dalam bendera,
keinginan-keinginan pada orang itu dan sebagainya.
3. Sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman. Dalam hal ini perlu
dikemukakan bahwa manusia di dalam menerima pengalaman-pengalaman
dari dunia luar sikapnya tidak pasif tetapi diterima secara aktif artinya semua
pengalaman yang berasal dari luar itu tidak semuanya dilayani oleh manusia
tetapi juga manusia memilih mana-mana yang perlu dan mana yang tidak
perlu dilayani. Jadi semua pengalaman ini diberi penilaian lalu dipilih.
4. Sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering mencerminkan kepribadian
seseorang. Ini sebabnya karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang
mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat sikap-sikap pada
obyek-obyek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut.
Jadi sikap sebagai pernyataan pribadi. Apabila kita akan mengubah sikap
tersebut dengan mengetahui keadaan sikap itu kita akan mengetahui pula
mungkin tidaknya sikap tersebut dapat diubah dan bagaimana cara mengubah
sikap-sikap tersebut (Purwanto, 1999).
Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap seseorang antara lain:
1. Sikap akan terwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat
itu.
2. Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada
pengalaman orang lain.
3. Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada
banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang.
4. Nilai di dalam suatu masyarakat apa pun selalu berlaku nilai-nilai yang
menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup dalam
bermasyarakat.
3. Tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain
adalah fasilitas dan faktor dukungan (support) praktik ini mempunyai beberapa tingkatan :
1. Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang
akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai
dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat kedua.
3. Mekanisme (mecanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah
mancapai praktik tingkat tiga.
4. Adopsi (adoption)
Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang
dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi
kebenaran tindakan tersebut (Notoatmodjo, 2007).
Faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan seseorang antara lain:
1. Imitasi
Tindakan manusia untuk meniru tingkah pekerti orang lain yang berada di
sekitarnya.
2. Sugesti
Seseorang menerima suatu cara penglihatan atau pedoman-pedoman tingkah
laku dari orang lain tanpa kritik terlebih dahulu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sugesti:
Hambatan berfikir orang yang memberikan sugesti bersikap over
pandangan,pihak penerima tidak diberi pertimbangan-pertimbangan atau
Keadaan pikiran yang terpecah-pecah seseorang pikirannya mengalami
kelelahan/kebingungan karena mengahadapi kesulitan-kesulitan sehingga ia
tidak bisa berfikir.
Otoritas kecenderungan seseorang atau sekelompok orang untuk menerima
pandangan-pandangan atau sikap-sikap tertentu dari orang yang dianggap
ahli.
Mayoritas seseorang menerima saja suatu sikap atau pandangan karena di
dukung atau di sokong oleh orang banyak (mayoritas).
Will Of Believe sikap menerima pandangan atau sikap orang lain karena
sebelummnya di dalam dirinya telah ada sikap atau pandangan yang sama.
3. Identifikasi
Seseorang ketika ia mulai sadar bahwa di dalam kehidupan ini ada
peraturan-peraturan yang harus di penuhi,di pelajari atau di taatinya.
4. Simpati
Faktor tertariknya seseorang atau sekelompok orang terhadap seseorang atau
kelompok orang lain.
2.1.3 Perubahan Perilaku
Menurut WHO yang dikutip dalam Notoatmodjo (2007), perubahan
perilaku dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu:
a. Perubahan Alamiah (Natural Change)
Perilaku manusia selalu berubah sebagian perubahan itu disebabkan
perubahan lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka
anggota-anggota masyarakat didalamnya juga akan mengalami perubahan.
b. Perubahan Terencana (Planned Change)
Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh
subjek. Didalam melakukan perilaku yang telah direncanakan dipengaruhi oleh
kesediaan individu untuk berubah, misalnya apabila terjadi suatu inovasi atau
program-program pembangunan didalam masyarakat, maka yang sering terjadi
adalah sebagian orang sangat cepat menerima inovasi atau perubahan tersebut dan
sebagian orang lagi sangat lambat menerima inovasi atau perubahan tersebut.
c. Kesediaan untuk Berubah (Readiness to change)
Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan di
dalam masyarakat,maka yang sering terjadi adalah sebagian orang yang sangat
cepat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut (berubah perilakunya),dan
sebagian orang lain sangat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut.Hal
ini di sebabkan setiap orang mempunyai kesediaan untuk berubah (readiness to
change) yang berbeda-beda.
2.14 Teori Perubahan Perilaku
Banyak teori tentang determinan perilaku salah satunya adalah social
Learning Theory (SLT). Social Learning Theory (SLT) adalah suatu teori
pembelajaran yang berfokus pada lingkungan atau faktor eksternal. Social
Learning Theory (SLT) di perkenalkan pertama kali oleh bandura pada tahun
Social Learning Theory (SLT) merupakan suatu kombinasi antara perilaku
dan kognitif teori dimana individu tersebut mempelajari perilaku melalui
observasi dan kemudian mengimitasi atau mengadopsi perilaku tersebut. Dalam
SLT ini, lingkungan mempengaruhi perilaku individu, sehingga individu tersebut
berperilaku seperti apa yang ada di lingkungan.
Pada saat suatu perilaku baru di perkenalkan hanya melalui kegiatan
observasi, maka berdasarkan teori social learning, hal tersebut dapat dikatakan
proses pembelajaran dan penambahan pengetahuan kognitif seseorang. Teori
Social Learning yang di kemukakan oleh Bandura menekankan bahwa kondisi
lingkungan dapat memberikan dan memelihara respon-respon tertentu pada diri
seseorang. Asumsi dasar dari teori ini yaitu sebagian besar perilaku individu
diperoleh dari hasil belajar melalui observasi atas perilaku yang ditampilkan oleh
individu-individu lain yang menjadi model.
Konsep penting yang dikemukakakn Bandura adalah reciprocal
determinism, yaitu seseorang atau individu akan bertingkah laku dalam suatu
situasi yang ia pilih secara aktif. Dalam menganalisa perilaku seseorang terdapat
3 komponen yaitu individu sendiri, lingkungan, serta perilaku individu tersebut.
Gambar 2.1 Skema Mengenai Reciprocal Determinism
Berdasarkan Skema konsep Reciprocal Determinism di atas dapat
dijabarkan bahwa dalam Social Learning Theory menekankan pada hubungan
antara individu tersebut, perilaku, dan lingkungan. Pada aspek individu, hal yang
mempengaruhi adalah kepribadian, karakteristik seseorang, proses kognisi, self
regulation atau kemampuan seseorang untuk dapat mempengaruhi adalah nature
atau alamiah, frekuensi, dan intensitas. Pada aspek lingkungan, hal yang
mempengaruhi adalah rangsangan atau stimulus, baik secara sosial maupun
secara fisik. Individu akan memunculkan satu bentuk perilaku yang sama
meskipun pada lingkungan yang serupa, namun individu akan bertindak setelah
ada proses kognisi atau penilaian terhadap lingkungan sebagai stimulus yang akan
ditindaklanjuti.
Menurut Bandura (1977) dalam Feldman (2003), dalam melakukan proses
modeling kegiatan observasi terdapat empat langkah yaitu: Individu
(Karakteristik, Kognisi, Kepribadian, Kemampuan
mengatur diri sendiri)
Lingkungan
Stimulus/Rangsangan: Sosial dan fisik
Perilaku (Alamiah, Frekuensi,
1. Attention (Perhatian)
Dalam belajar menimbulkan suatu perhatian. Apapun yang mengganggu
perhatian seseorang terhadap apa yang sedang di observasi, maka hal tersebut
akan berdampak negatif bagi pembelajarannya. Sebaliknya, apapun yang dapat
menjadikan seseorang tersebut tertarik pada suatu situasi, maka seluruh
perhatian akan tertuju pada sesuatu hal yang sedang di pelajari.
2. Retention (daya ingat)
Kemampuan untuk menyimpan informasi adalah proses yang sangat penting
dalam pembelajaran melalui observasi, Retensi di pengaruhi oleh beberapa
faktor, tetapi kemampuan untuk menyimpan informasi selanjutnya dan
berperilaku menjadi sangat penting bagi pembelajaran melalui observasi.
3. Reproduction (Perkembangan)
Pada saat seseorang telah memberikan perhatian pada model dan menyimpan
segala bentuk perilaku, maka pada tahap ini adalah menampilkan perilaku baru
yang telah di observasinya.
4. Motivation (motivasi)
Agar pembelajaran melalui observasi tersebut berhasil, maka seseorang
tersebut harus termotivasi untuk mengadopsi dan meniru perilaku yang
menjadi model tersebut. Penguatan (Reinforcement) dan hukuman
2.2 Diare
2.2.1 Pengertian Diare
Diare merupakan penyakit yang lazim ditemukan pada masa balita. Diare
merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti
biasanya. Perubahan yang terjadi berupa peningkatan volume, keenceran dan
frekuensi dengan atau tanpa lendir darah, seperti lebih dari tiga kali sehari dan
pada neonatus lebih dari empat kali sehari (Hidayat,2008). Menurut Anik
Maryunani (2010), diare merupakan buang air besar dalam bentuk cairan lebih
dari tiga kali dalam satu hari dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih.
Diare dapat terjadi dengan dua macam mekanisme, yang pertama disebut
diare sekretorik, yaitu usus mensekresikan cairan secara berlebihan akibat
kerusakan dinding usus. Kerusakan dinding usus ini dapat terjadi akibat
penempelan virus, bakteri jahat atau parasit pada dinding usus. Yang kedua
disebut sebagai diare osmotik, dimana tidak terjadi penyerapan air dalam usus,
sehingga cairan yang masuk dalam tubuh melalui saluran pencernaan keluar
begitu saja bersama tinja (Assiddiqi,2009).
Berdasarkan lamanya, diare dibagi menjadi tiga, yaitu: diare akut, diare
persisten dan diare kronis. Diare akut adalah diare yang berlangsung kurang dari
dua minggu, diare persisten berlangsung selama dua sampai empat minggu, dan
diare kronis berlangsung lebih dari 4 minggu (Sofwan, 2010).
Diare akut pada anak termasuk penyakit yang dapat sembuh dengan
sendirinya (self-limited disease), hanya terkadang para orang tua khawatir melihat
lebih tertangani dengan optimal dan cepat sembuh. Dehidrasi atau kekurangan
cairan merupakan penyebab utama kematian akibat diare, dan anak akan mudah
sekali kekurangan cairan-cairan karena komposisi air didalam tubuhnya yang
lebih besar ketimbang orang dewasa. Prinsip terapi diare yang umumnya
diberikan pada anak sekarang ini adalah pengantian cairan yang hilang dari dalam
tubuh (Sofwan, 2010).
2.2.2 Diare Pada Balita
Diare pada anak (balita) merupakan masalah pencernaan. Diare yang
terjadi pada anak merupakan salah satu alasan umum yang membuat orangtua
membawa anaknya kedokter. Anak di bawah usia dua tahun mengalami dua
sampai tiga kali diare setiap tahunnya. Diare akut memegang porsi terbesar
dengan angka kejadian sekitar 85% dari seluruh kejadian diare pada anak. Angka
kematian dilaporkan sekitar 8 dari 1.000 anak dan kebanyakan disebabkan oleh
dehidrasi (Sofwan, 2010).
Diare sifatnya bisa menular. Penyakit ini dapat ditularkan melalui tinja
yang mengandung kuman diare, air sumur atau air tanah yang telah tercemar
kuman diare, makanan dan minuman yang telah tekontaminasi kuman penyebab
diare atau lantaran tidak mencuci tangan sebelum memberikan makanan atau
minuman pada balita (Hamdani,2008).
2.2.3 Penyebab Diare Pada Balita
Tubuh balita masih sangat rentan terhadap unsur asing karena balita
belum memiliki sistem kekebalan tubuh yang memadai. Sehingga jika anggota
langsung dapat memberikan media penyakit pada tubuh balita. Misalnya saja,
setelah kerja seharian ibu lupa mencuci tangan dan langsung menimang balita.
Secara tidak langsung kuman atau apapun yang menempel pada tangan ibu akan
berpindah pada tubuh bayi. Jika tangan ibu mengandung kuman atau bakteri,
maka balita akan mudah terinfeksi suatu penyakit (Sarasvati, 2010).
Diare pada balita pada umumnya dapat dilihat dari jumlah cairan yang
keluar melalui BAB yang lebih banyak dari cairan yang masuk. Frekuensi BAB
yang lebih dari tiga kali sehari. Jadi, harus diberi banyak cairan supaya tidak
terjadi dehidrasi (Nagiga dan Arty, 2009).
Pola buang air besar (BAB) pada balita berbeda dengan orang dewasa.
Pada orang dewasa, buang air besar lebih dari tiga kali sehari dengan konsistensi
yang cair sudah bisa dianggap diare, sedangkan pada balita hal tersebut dikatakan
normal. Orang tua memiliki peranan penting dalam menilai pola buang air besar
anak sehari-hari. Anak dikatakan diare jika buang air besar lebih sering, lebih
encer, dan lebih banyak dari biasanya. Selain itu perlu juga diperhatikan warna
dan baunya. Karena ada kemungkinan warna dan bau BAB yang tidak seperti
biasanya disebabkan oleh infeksi atau sebab lainnya (Sofwan, 2010).
Pada balita konsistensi tinja lebih diperhatikan daripada frekuensi buang
air besar (BAB). Hal ini dikarenakan frekuensi BAB pada balita lebih sering
dibandingkan orang dewasa, bisa sampai lima kali dalam sehari. Frekuensi BAB
yang sering pada balita belum tentu dikatakan diare apabila konsistensi tinjanya
seperti sehari pada umumnya. Yang perlu diketahui adalah orangtua tidak
akan mati, tapi justru akan berkumpul didalam usus. Lebih baik kuman
dikeluarkan dulu melalui BAB. Setelah kuman habis otomatis diare akan berhenti
dengan sendirinya (Sarasvati, 2010).
Diare bisa disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain akibat infeksi usus,
karena kekurangan gizi, kelaparan, kekurangan zat putih telur, atau yang paling
umum adalah karena tidak tahan terhadap makanan tertentu. Diare dapat disertai
dengan rasa nyeri pada perut (kram) karena aktivitas usus yang berlebihan,
kehilangan nafsu makan, muntah, dan penurunan berat badan (Maryunani, 2010).
Banyak hal yang dapat menyebabkan diare, dibawah ini akan dijelaskan
penyebab diare (Sarasvati, 2010) yaitu:
1. Infeksi virus
Virus yang paling banyak menimbulkan diare adalah rotavirus. Infeksi karena
rotavirus ditemukan pada anak sekitar 60% dan merupakan penyebab diare berair
(watery diarrhea) yang seringkali dikaitkan dengan dehidrasi. 2. Infeksi bakteri
Bakteri seperti Shigella, Vibrio cholera, Salmonella (non thypoid), Campylobacter jejuni maupun Esherichia coli bisa merupakan penyebab diare pada anak.
3. Parasit
Infeksi akibat parasit juga dapat menyebabkan diare. penyakit giardiasis
misalnya. Penyakit ini disebabkan parasit mikroskopik yang hidup dalam usus.
4. Antibiotik
Jika anak (balita) mengalami diare selama pemakaian antibiotik, mungkin hal
ini berhubungan dengan pengobatan yang sedang dijalaninya. Antibiotik bisa saja
membunuh bakteri baik dalam usus selama pengobatan. Konsultasikan pada
dokter mengenai hal ini. Namun, jangan hentikan pengobatan pada anak sampai
dokter memberikan persetujuan.
5. Makanan dan minuman
Terlalu banyak jus, terutama jus buah yang mengandung sorbitol dan
kandungan fruksosa yang tinggi atau terlalu banyak minuman manis dapat
membuat perut balita kaget dan menyebabkan diare.
6. Alergi makanan
Alergi makanan merupakan reaksi sistem imun tubuh terhadap makanan yang
masuk. Alergi makanan dapat menyebabkan berbagai reaksi dalam waktu singkat
maupun setelah beberapa jam, salah satunya adalah reaksi yang menyebabkan
diare.
7. Intoleransi makanan
Berbeda dengan alergi makanan, intoleransi makanan tidak dipengaruhi oleh
sistem imun. Contohnya intoleransi makanan adalah intoleransi laktosa. Anak
yang mengalami intoleransi laktosa, artinya anak tersebut tidak cukup
memproduksi lactase suatu enzim yang dibutuhkan untuk mencerna laktosa (yaitu
2.2.4 Penanganan dan Pecegahan Diare Secara Dini Pada Balita
Sakit adalah suatu kondisi yang dapat menimpa setiap orang. Kondisi ini
sebagian dapat diupayakan pencegahannya. Orangtua khususnya ibu harus
mengetahui bagaimana harus bersikap menghadapi kondisi anak yang sedang
sakit sebelum mendapatkan perawatan petugas kesehatan, antara lain meliputi
pengetahuan umum mengenai diagnosis penyakit seperti (panas, batuk, flu, diare,
dan luka), tindakan yang diperlukan, pengobatan, dan upaya lainnya yang
berkaitan. Orang tua sebaiknya mampu memberikan pengobatan yang efektif
(Widoyono, 2010).
Penanganan diare pada anak (balita) cukup sederhana yaitu dengan
memberikan cairan oralit sesuai dengan jenis atau tingkat diare yang diderita
anak. Diare pada anak termasuk penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya
(self limited disease), hanya terkadang para orangtua khususnya ibu khawatir melihat keadaan anaknya sehingga perlu diterapi dan penanganan agar penyakit
dapat lebih tertangani dengan optimal dan cepat sembuh (Purnamasari, 2011)
Diare umumnya ditularkan melalui 4 F, yaitu Food, Feces, Fly and Finger. Oleh karena itu upaya pencegahan diare yang praktis adalah dengan memutus rantai penularan tersebut. Beberapa upaya yang mudah diterapkan
adalah :
- Penyiapan makanan yang higienis
- Penyediaan air minum yang bersih
- Kebersihan perorangan