• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu Terhadap Upaya Penanganan Diare secara Dini pada Balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu Terhadap Upaya Penanganan Diare secara Dini pada Balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara tahun 2015"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TERHADAP UPAYA PENANGANAN DIARE SECARA DINI PADA BALITA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS KECAMATAN GUNUNGSITOLI UTARA

TAHUN 2015

SKRIPSI

OLEH

HASTRI RIZKA RAHMI LAIA NIM : 111000293

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TERHADAP UPAYA PENANGANAN DIARE SECARA DINI PADA BALITA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS KECAMATAN GUNUNGSITOLI UTARA

TAHUN 2015

Skripsi ini diajukan sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH:

HASTRI RIZKA RAHMI LAIA NIM : 111000293

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

ABSTRAK

Diare merupakan salah satu penyebab utama tingginya angka kematian anak di dunia, hal ini tidak terlepas dari perilaku ibu dalam mengasuh anak. Adapun yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah kebanyakan ibu mengangap penyakit yang diderita oleh balitanya merupakan penyakit biasa yang akan sembuh dengan sendirinya sehingga kejadian awal diare tidak tertangani dengan baik. Tujuan dari penelitian ini adalah melihat bagaimana pengetahuan dan sikap ibu dalam penanganan diare secara dini pada balita.

Metode penelitian berupa penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif. Sampel dalam penelitian ini adalah 74 orang dengan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Sumber Informasi, Pengetahuan, Sikap dan Tindakan ibu dilihat dengan menggunakan kuesioner penelitian.

Hasil penelitian menunjukan bahwa, sumber informasi yang didapat ibu dalam kategori kurang sebanyak 30 orang (40,5%) dan dalam kategori baik 28 orang (37,8%), pengetahuan ibu dalam kategori kurang sebanyak 35 orang (47,3%) dan dalam kategori baik sebanyak 25 orang (33,8%), Sikap ibu dalam kategori kurang sebanyak 33 orang (44,6%) dan dalam kategori baik sebanyak 24 orang (32,4%), Tindakan ibu dalam kategori kurang sebanyak 33 orang (44,6%) dan dalam kategori baik sebanyak 26 orang (35,1%).

Dari hasil penelitian ini dapat terlihat sumber informasi, pengetahuan dan sikap yang kurang baik terhadap penanganan diare secara dini pada balita akan mempengaruhi upaya penanganan diare secara dini yang kurang baik juga terhadap balita. Sehingga disarankan informasi tentang diare perlu di sampaikan oleh semua pihak terutama pihak puskesmas dan para kader posyandu diharapkan selalu memberikan informasi tentang penanganan diare secara dini pada balita kepada ibu contohnya dalam kegiatan posyandu.

(5)

ABSTRACT

Diarhea is one of the main causes of the high rate of children death in the world, this can't be separated from the mother's behavior in taking care of children. Now something that becomes a problem in this research is that most of mothers consider the disease that the toddlers have is the common disease that will recover by itself so the first indication of diarhea can't be handled well. The goal of this research is to observe how the knowledge and the respond of mothers in handling the diarhea as soon as possible to the toddlers.

The research methodology is the quantitative research that has descriptive characteristic. The sample in this research are the 74 people with the technique of taking sample purposive sampling. The sources of information, knwoledge, respond, and the action of mothers are observed by using the questionnaire of research.

The result the research shows that, the information sources of the mothers in the bad the category are about 30 people (40,5%) and in the good category are 28 people (37,8%), the knowledge of mothers in the bad category are 35 people (47,3%) and in the good category are 25 people (33,8%), the respond of mothers in the bad category are 33 people (44,6%) and in the good category are 24 people (32,4%), the action of mothers in the bad category are 33 people (44,6%) and in the good category are 26 people (35,1%).

From this result of research can be seen the sources of information, knowledge and the bad respond to the handling of diarhea as soon as possible to the toddlers will influence the effort in the bad handling the diarhea as soon as possible also to the toddlers. So, the information is suggested about diarhea needs to be informed to the all parties especially the Community Health Center and the Integrated Service Post framework are expected that always give information about the handling of diarhea as soon as possible of the toddlers to mothers, for example the activities in the Integrated Service Post.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kepada Allah SWT serta shalawat beriring salam bagi

Rasulullah SAW atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi yang

berjudul “Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu Terhadap Upaya Penanganan Diare secara Dini pada Balita di Wilayah Kerja UPTD

Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara tahun 2015” dapat selesai.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara. Banyak pengalaman yang diperoleh dalam menyelesaikan skripsi

ini.

Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan juga dukungan

dari berbagai pihak, baik moril maupun materil. Untuk itu, disampaikan rasa

terma kasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S. selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Tukiman, M.K.M., selaku Ketua Departemen Pendidikan

Kesehatan dan Ilmu Perilaku sekaligus Dosen Penguji II yang telah

memberikan kritik dan saran serta motivasi untuk perbaikan skripsi ini.

3. Ibu dr. Linda T Maas, MPH selaku Dosen Pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan, ilmu, arahan, motivasi, serta dukungannya dalam

(7)

4. Bapak Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes., dan Drs. Eddy Syahrial, M.S selaku

Dosen Penguji yang telah memberikan kritik dan saran serta motivasi untuk

perbaikan skripsi ini.

5. Ibu Fitri Ardiani S.K.M, MPH selaku Dosen Pembibing Akademik.

6. Kepala Dinas Kesehatan Gunungsitoli dan Kepala UPTD Puskesmas

Kecamatan Gunungsitoli Utara atas dukungan dan bantuan selama penulis

mengadakan penelitian.

7. Sembah sujud kepada kedua orang tua terkasih dan teristimewa Papa

tersayang H.Asaludin, S.H, M.H dan Ibunda tercinta Hj.Siti Hasnah Arab,

S.Pd.I yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang, cinta, perhatian

semangat, dukungan moral, spiritual, dan juga material yang tiada batasnya.

8. Saudara-saudaraku terkasih Abangda Brigadir Asfil saputra Laia, Azwardin

Laia, S.K.M, Ahmad Arfan Syam Laia, S.E dan Kakak tersayang Maserlian

Tanjung, S.Pd.I serta keponakan tercinta Ahmad Asyraf Nabawi Laia dan

Aidil Akbar Laia terimakasih untuk cinta, dukungan dan doanya.

9. Sahabat-sahabatku Asih, Awil, Utet, Mita, Debi, Aya, Berkah, Bayu, Dita,

Bobo, Luluk, Erizka, Aa, Ita, terimakasih untuk waktu, tenaga, pikiran dan

motivasinya dalam pengerjaan skripsi ini.

10. Rekan-rekan seperjuangan di Peminatan Pendidikan Kesehatan dan Ilmu

Kesehatan, Putri, Kipa, Ayu, Alfeny, Adel, Oya, Gaby, Rici, Ivo, Yolanda,

Nadia, Desy, Aida, Felany, Arum serta kakak-kakak seperjuangan Kak Hesti,

Kak Melda, Kak Deo, Kak Ina, Kak Ima terimakasih untuk waktu, tenaga,

(8)

11. Sahabat-sahabatku Hasan, Tari, Vitri, dan Sahabat-sahabatku dari kecil Kak

Nani dan Risni, terimakasih untuk dukungan dan motivasinya dalam

pengerjaan skripsi ini.

12. Teman-teman FKM USU angkatan 2011, senior-senior FKM USU, Kelompok

17 PBL, serta kepada Haris, Harun, Bang Ali, Dika, Rahmi yang tidak bisa

disebutkan satu persatu terimakasih atas dukungan dan motivasinya dalam

pengerjan skripsi ini.

13. Terkhusus Kepada Pak Warsito terimakasih atas segala dukungan, bantuan

dan motivasinya dalam pengerjaan skripsi ini.

14. Seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah banyak

memberikan bantuan dan dorongan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran

yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan menuju yang lebih baik.

Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi siapapun yang membacanya.

Medan, Oktober 2015

Penulis,

(9)
(10)

2.2.3 Penyebab Diare Pada Balita ... 29

2.2.4 Penanganan dan Pencegahan Diare Secara Dini ... 33

2.2.5 Pedoman WHO Dalam Penanganan Diare ... 34

2.2.6 Pencegahan Perilaku Berisiko Terjadinya Diare pada Balita ... 41

2.3 Landasan Teori ... 42 Pengolahan dan Analisis Data ... 53

3.7.1 ... Pengolahan Data... 53

3.7.2 Analisis Data ... 53

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 54

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 54

4.2 Karakteristik Responden ... 55

4.3 Sumber Informasi Responden ... 56

4.3.1 Sumber Informasi Responden tentang Penyakit Diare ... 57

4.3.2 Sumber Informasi Responden tentang cara Penanganan Diare .... 57

4.3.3 Sumber Informasi Responden tentang cara Pengobatan Diare ... 58

4.3.4 Sumber Informasi Responden Kerentanan terhadap Diare ... 59

(11)

4.3.5 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sumber Informasi .. 60

4.4 Pengetahuan Responden... 61

4.5 Sikap Responden ... 67

4.6 Tindakan Responden ... 70

BAB V PEMBAHASAN ... 75

5.1 Gambaran Karakteristik ... 75

5.1.1 Gambaran Umur Responden ... 75

5.1.2 Gambaran Pendidikan Responden ... 76

5.1.3 Gambaran Pekerjaan Responden ... 77

5.1.4 Gambaran Jumlah Anak Responden ... 77

5.2 Gambaran Sumber Informasi Responden ... 78

5.3 Gambaran Pengetahuan Responden ... 79

5.4 Gambaran Sikap Responden ... 81

5.5 Gambaran Tindakan Responden ... 82

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 84

6.1 Kesimpulan ... 84

6.2 Saran ... 85

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Aturan Pemakaian Oralit ... 36

Tabel 2.2 Makanan yang Direkomendasikan dan yang perlu Dihindari .. 39

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Ibu Pada Balita Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara Tahun 2015 ... 55

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sumber

Informasi Tentang Penyakit Diare ... 57

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sumber

Informasi Tentang Penanganan Diare Secara Dini ... 58

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sumber Informasi Tentang Cara Pengobatan Diare ... 58

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sumber Informasi Tentang Siapa yang Paling Rentan Terkena Penyakit Diare.... 59

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sumber Informasi Berdasarkan Media yang Paling Baik Menyampaikan Informasi Tentang Diare dan Pencegahannya ... 60

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Sumber Informasi Responden Terhadap Upaya Penanganan Diare Secara Dini Pada BalitaDi Wilayah

Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara

Tahun 2015 ... 61

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan

Tentang Pengertian Diare ... 61

Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan

Tentang Penyebab Diare ... 62

Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan

Tentang Penularan Dire ... 62

Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan

(13)

Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan

Tentang Membuat Larutan Garam ... 63

Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan

Tentang Komplikasi pada Balita yang Diare ... 63

Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan

Tentang Waktu Penanganan Diare ke Fasilitas Kesehatan ... 64

Tabel 4.15 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang Tindakan yang dilakukan untuk Menghindari Diare

pada Balita ... 64

Tabel 4.16 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang Makanan yang dihindari ketika Balita terkena

Diare ... 65

Tabel 4.17 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan

Tentang Langkah Pertama Penanganan Diare secara Dini ... 65

Tabel 4.18 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang Faktor Resiko yang Mengakibatkan terjadi Diare

pada Balita ... 65

Tabel 4.19 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Terhadap Upaya Penanganan Diare Secara Dini Pada Balita Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara Tahun 2015 ... 66

Tabel 4.20 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap Terhadap Upaya Penanganan Diare Secara Dini pada Balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara

Tahun 2015 ... 67

Tabel 4.21 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Sikap Terhadap Upaya Penanganan Diare Secara Dini Pada Balita Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara Tahun 2015 ... 70

Tabel 4.22 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Terhadap Upaya Penanganan Diare Secara Dini pada Balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara

(14)

Tabel 4.23 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Tindakan Terhadap Upaya Penanganan Diare Secara Dini pada Balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Mengenai Reciprocal Determinism ... 26

Gambar 2.2 Kerangka Teori Penelitian ... 43

(16)

DAFTAR ISTILAH

Singkatan Singkatan dari

WHO World Health Organization

KLB Kejadian Luar Biasa

AKABA Angka Kematian Balita

MDGs Melenium Development Goals

CFR Case Fatality Rate

IR Incident Rate

AKB Angka Kematian Bayi

(17)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Hastri Rizka Rahmi Laia

Tempat Lahir : Gunungsitoli

Tanggal Lahir : 28 Desember 1992

Suku Bangsa : Nias

Agama : Islam

Nama Ayah : H.Asaludin Laia

Suku Bangsa Ayah : Nias

Nama Ibu : Hj.Siti Hasnah Arab

Suku Bangsa Ibu : Nias

Pendidikan Formal

1. Tahun 1999-2005 : SD Negeri 074044 Dahana Bawodesolo 2. Tahun 2005-2008 : SMP Negeri 1 Telukdalam

(18)

ABSTRAK

Diare merupakan salah satu penyebab utama tingginya angka kematian anak di dunia, hal ini tidak terlepas dari perilaku ibu dalam mengasuh anak. Adapun yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah kebanyakan ibu mengangap penyakit yang diderita oleh balitanya merupakan penyakit biasa yang akan sembuh dengan sendirinya sehingga kejadian awal diare tidak tertangani dengan baik. Tujuan dari penelitian ini adalah melihat bagaimana pengetahuan dan sikap ibu dalam penanganan diare secara dini pada balita.

Metode penelitian berupa penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif. Sampel dalam penelitian ini adalah 74 orang dengan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Sumber Informasi, Pengetahuan, Sikap dan Tindakan ibu dilihat dengan menggunakan kuesioner penelitian.

Hasil penelitian menunjukan bahwa, sumber informasi yang didapat ibu dalam kategori kurang sebanyak 30 orang (40,5%) dan dalam kategori baik 28 orang (37,8%), pengetahuan ibu dalam kategori kurang sebanyak 35 orang (47,3%) dan dalam kategori baik sebanyak 25 orang (33,8%), Sikap ibu dalam kategori kurang sebanyak 33 orang (44,6%) dan dalam kategori baik sebanyak 24 orang (32,4%), Tindakan ibu dalam kategori kurang sebanyak 33 orang (44,6%) dan dalam kategori baik sebanyak 26 orang (35,1%).

Dari hasil penelitian ini dapat terlihat sumber informasi, pengetahuan dan sikap yang kurang baik terhadap penanganan diare secara dini pada balita akan mempengaruhi upaya penanganan diare secara dini yang kurang baik juga terhadap balita. Sehingga disarankan informasi tentang diare perlu di sampaikan oleh semua pihak terutama pihak puskesmas dan para kader posyandu diharapkan selalu memberikan informasi tentang penanganan diare secara dini pada balita kepada ibu contohnya dalam kegiatan posyandu.

(19)

ABSTRACT

Diarhea is one of the main causes of the high rate of children death in the world, this can't be separated from the mother's behavior in taking care of children. Now something that becomes a problem in this research is that most of mothers consider the disease that the toddlers have is the common disease that will recover by itself so the first indication of diarhea can't be handled well. The goal of this research is to observe how the knowledge and the respond of mothers in handling the diarhea as soon as possible to the toddlers.

The research methodology is the quantitative research that has descriptive characteristic. The sample in this research are the 74 people with the technique of taking sample purposive sampling. The sources of information, knwoledge, respond, and the action of mothers are observed by using the questionnaire of research.

The result the research shows that, the information sources of the mothers in the bad the category are about 30 people (40,5%) and in the good category are 28 people (37,8%), the knowledge of mothers in the bad category are 35 people (47,3%) and in the good category are 25 people (33,8%), the respond of mothers in the bad category are 33 people (44,6%) and in the good category are 24 people (32,4%), the action of mothers in the bad category are 33 people (44,6%) and in the good category are 26 people (35,1%).

From this result of research can be seen the sources of information, knowledge and the bad respond to the handling of diarhea as soon as possible to the toddlers will influence the effort in the bad handling the diarhea as soon as possible also to the toddlers. So, the information is suggested about diarhea needs to be informed to the all parties especially the Community Health Center and the Integrated Service Post framework are expected that always give information about the handling of diarhea as soon as possible of the toddlers to mothers, for example the activities in the Integrated Service Post.

(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan di negara

berkembang terutama di Indonesia, baik di perkotaan maupun di pedesaan.

Penyakit diare bersifat endemis juga sering muncul sebagai Kejadian Luar Biasa

(KLB) dan diikuti korban yang tidak sedikit. Diare adalah suatu kondisi dimana

seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, serta frekuensinya

lebih dari 3 kali sehari. Untuk mengatasi penyakit diare dalam masyarakat baik

tata laksana kasus maupun untuk pencegahannya sudah cukup dikuasai, akan

tetapi permasalahan tentang penyakit diare masih merupakan masalah yang relatif

besar (Suraatmadja, 2010).

Menurut WHO (World Health Organization) dalam Buletin Jendela Data Informasi Kemenkes RI tahun 2011, melaporkan bahwa penyebab utama

kematian pada balita adalah diare (post neonatal) 14%, penumonia (post neonatal) 14%, malaria 8%, penyakit tidak menular (post neonatal) 4%, injuri (post neonatal) 3%, HIV (Human Immunodefficiency Virus) / AIDS (Acquired Immunodefficiency System) 2%, campak 1%, dan lainnya 13%. Kematian pada bayi < 1 bulan (newborns death) 41%. Kematian pada bayi umur < 1 bulan akibat diare yaitu 2%. Terlihat bahwa diare sebagai salah satu penyebab utama tingginya

angka kematian anak di dunia (Depkes RI, 2011).

Dalam menentukan derajat kesehatan di Indonesia, terdapat beberapa

(21)

balita, status gizi dan angka harapan hidup waktu lahir. Angka kesakitan balita

menjadi indikator kedua dalam menentukan derajat kesehatan anak, karena nilai

kesakitan merupakan cerminan dari lemahnya daya tubuh anak balita. Angka

kesakitan tersebut juga dapat dipengaruhi oleh status gizi, jaminan pelayanan

kesehatan anak, perlindungan kesehatan anak, faktor sosial ekonomi dan

pendidikan ibu (Hidayat, 2008).

Saat ini upaya mewujudkan generasi Indonesia yang lebih sehat masih

membutuhkan perhatian semua pihak. Salah satu indikator yang lazim digunakan

untuk melihat derajat kesehatan masyarakat adalah Angka Kematian Balita

(AKABA) atau Infant Mortality Rate (IMR). Sesuai dengan target Melenium

Development Goals (MDGs) poin 4, yaitu Indonesia harus mampu menurunkan

angka kematian balita sebesar dua pertiganya, antara 1990 dan 2015. Data tersebut

menggambarkan bahwa upaya untuk mewujudkan dan menjaga anak Indonesia

sehat masih menjadi tantangan besar semua pihak (Profil kesehatan Indonesia,

2010).

Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen

Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada

tahun 2000 IR penyakit Diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374

/1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1000 penduduk dan tahun 2010

menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering

terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69

Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%).

(22)

dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%) sedangkan tahun 2010 terjadi KLB

diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian 73 orang

(CFR 1,74 %).

Masih seringnya terjadi wabah atau kejadian luar biasa (KLB) diare

menyebabkan pemberantasannya menjadi suatu hal yang penting. Di Indonesia

KLB diare masih terus terjadi hampir disetiap musim sepanjang tahun. KLB diare

menyerang hampir semua propinsi di Indonesia (Widoyono, 2008).

Menurut hasil Riskesdas tahun 2013, insiden diare pada balita sebesar

6,7% sedangkan period prevalence diare pada seluruh kelompok umur berdasarkan gejala sebesar 7% dan pada balita sebesar 10,2%. Jumlah penderita

pada KLB diare tahun 2013 menurun secara signifikan dibandingkan tahun 2012

dari 1.654 kasus menjadi 646 kasus pada tahun 2013. Angka kematian (CFR)

akibat diare tertinggi di Sumatera Utara yaitu sebesar 11,76%. Proporsi kasus

diare yang ditangani di Sumatera Utara adalah 41,34% sedangkan sisanya 58,66%

tidak mendapatkan penanganan. Berdasarkan karakteristik penduduk, kelompok

umur balita adalah kelompok yang paling tinggi menderita diare. Karakteristik

diare balita tertinggi terjadi pada kelompok umur 12-23 bulan yaitu sebesar 7,6%

(Depkes RI, 2013).

Menurut Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2010, dari

594.147 perkiraan kasus diare yang ditemukan dan ditangani sebanyak 243.214

kasus atau 44,29% sehingga angka kesakitan Incident Rate (IR) akibat diare per

1.000 penduduk mencapai 18,73%. Angka ini mengalami peningkatan pada tahun

(23)

1.000 penduduk, rendahnya IR dikhawatirkan bukan merefleksikan menurunnya

kejadian penyakit diare pada masyarakat tetapi lebih dikarenakan banyaknya

kasus yang tidak terdata (under-reporting cases). Dari 33 kabupaten/kota yang

ada, terdapat 2 kabupaten/kota yang melaporkan tidak ada kasus diare (nol) yaitu

Kabupaten Labuhan Batu Selatan dan Nias Utara. Penemuan dan penanganan

kasus diare tertinggi di Kabupaten Simalungun yaitu 129,39% dan terendah di

Kabupaten Labuhan Batu Utara 2,78% (Dinkes Provinsi Sumatera Utara , 2011).

Kelangsungan hidup anak ditunjukkan dengan Angka Kematian Bayi

(AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA/AKBAL). Angka Kematian Bayi

dan Balita Indonesia adalah tertinggi di negara ASEAN lainnya. Penyebab

kematian anak terbanyak saat ini masih diakibatkan oleh diare dan pneumonia

(Anik, 2010). Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2009,

diare adalah penyebab kematian kedua pada anak dibawah 5 tahun. Angka

kematian balita Indonesia tergolong tinggi jika dibandingkan dengan

negara-negara anggota ASEAN, yakni 3,4 kali lebih tinggi dari Malaysia, selanjutnya 1,3

kali lebih tinggi dari Filipina. Indonesia menduduki rangking ke-6 tertinggi

setelah Singapura (3 per 1.000), Brunei Darussalam (8 per 1.000), Malaysia (10

per 1.000), Vietnam (18 per 1.000) dan Thailand (20 per 1.000) (Sadikin, 2011).

Penyebab langsung diare antara lain infeksi bakteri virus dan parasit,

malabsorbsi, alergi, keracunan bahan kimia maupun keracunan oleh racun yang

diproduksi oleh jasad renik, ikan, buah dan sayur-sayuran. Jenis-jenis infeksi yang

umumnya menyerang diare adalah infeksi bakteri oleh kuman E.Coli, Salmonella,

(24)

patogenik (memanfaatkan kesempatan ketika kondisi tubuh lemah) seperti

pseudomonas, infeksi basil (disentri), infeksi virus enterovirus dan adenovirus,

infeksi parasit oleh cacing (askari) dan infeksi jamur (Widjaya, 2012).

Cara paling ideal untuk mencegah ataupun melawan penyakit yang

sewaktu-waktu bisa menyerang tubuh balita adalah dengan membuat kualitas

kesehatan dan daya tahan tubuh anak menjadi lebih baik. Jika balita memiliki

tubuh yang sehat dan selalu terjaga, maka balita tidak akan mudah jatuh sakit.

Untuk membentuk anak yang sehat baik fisik maupun mental tidak lepas dari

peran orang tua dalam melakukan upaya pemeliharaan, pencegahan dan

perawatan kepada anaknya (Sudarmoko, 2011).

Tubuh balita masih sangat rentan terhadap unsur asing karena balita belum

memiliki sistem kekebalan tubuh yang memadai. Pada usia ini, anak masih rawan

dengan berbagai gangguan kesehatan baik jasmani maupun rohani. Sehingga, jika

ibu tidak hati-hati dengan kebersihan dirinya sendiri, secara tidak langsung ibu

memberikan media penyakit pada tubuh balita. Misalnya saja, setelah kerja

seharian ibu lupa mencuci tangan dan langsung menimang balita. Secara tidak

langsung kuman atau apapun yang menempel pada tangan akan berpindah pada

tubuh balita. Jika tangan ibu mengandung kuman atau bakteri, maka balita akan

mudah terinfeksi suatu penyakit (Sudarmoko, 2011).

Diare pada anak merupakan masalah yang sebenarnya dapat dicegah dan

ditangani. Terjadinya diare pada balita tidak terlepas dari peran faktor perilaku

yang menyebabkan penyebaran kuman, terutama yang berhubungan dengan

(25)

tinggal. Faktor perilaku yang menyebabkan penyebaran kuman dan meningkatkan

resiko terjadinya diare yaitu tidak memberikan ASI ekslusif secara penuh pada

bulan pertama kehidupan, tidak mencuci bersih botol susu anak, penyimpanan

makanan yang salah, menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci

tangan pada saat memasak, makan, sebelum menyuapi anak, sesudah buang air

besar, sesudah membuang tinja anak, dan tidak membuang tinja dengan benar.

Faktor lingkungan yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini

akan berinteraksi dengan perilaku manusia (Assiddiqi, 2009).

Balita yang sangat rentan kondisi kesehatannya membutuhkan

pengawasan dan perawatan sebaik mungkin. Untuk bisa memberikan penanganan

yang tepat pada anak, ada baiknya bila ibu mengenali organisme-organisme awal

pembawa bermacam penyakit yang mungkin bisa menyerang, seperti kuman,

bakteri, virus, parasit dan lain sebagainya (Nagiga dan Arty, 2009).

Penyakit diare sering disebut gastroenteritis, menyebabkan banyak

kematian pada anak kecil. Kematian karena penyakit diare disebabkan oleh

dehidrasi. Diare dan muntah menyebabkan hilangnya air dan garam dari dalam

tubuh (Biddulph dan Stace,1999).

Diare bukan merupakan ancaman yang serius bagi kehidupan balita dan

tidak akan menjadi masalah utama masyarakat jika orang tua melaksanakan

tugasnya di bidang kesehatan dalam penanganan diare dengan tepat. Pencegahan

diare diantaranya adalah perilaku sehat dan penyehatan lingkungan (Depkes

(26)

Berbagai upaya telah dilakukan untuk menurunkan angka kejadian diare

dengan harapan masalah diare dapat teratasi dan anak tidak mengalami dehidrasi

sedang atau berat yang memerlukan perawatan dirumah sakit. Namun pada

kenyataannya, berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT),Studi

Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dari tahun ke tahun diketahui

bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia

(Depkes RI,2011).

Penyakit diare ini adalah penyakit yang multifaktoral, dimana dapat

muncul karena akibat tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang kurang serta

akibat kebiasaan atau budaya masyarakat yang salah. Oleh karena itu keberhasilan

menurunkan serangan diare sangat tergantung dari sikap dan pengetahuan setiap

anggota masyarakat, terutama membudayakan pemakaian larutan oralit pada anak

yang menderita diare. Saat ini upaya yang sedang digalakkan dan dikembangkan

pada masyarakat luas untuk menanggulangi diare dengan upaya rehidrasi oral

(oralit) dan ternyata dapat menurunkan angka kematian dan kesakitan karena diare

(maryunani, 2010).

Pengetahuan ibu memengaruhi tindakan ibu terhadap pencegahan penyakit

diare. Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif menjelaskan bahwa

pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan (1)

Tahu (know) tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya.(2) Memahami (comprehension) memahami diartikan sebagai suatu

kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan

(27)

aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). (4) Analisis (analysis)

analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke

dalam komponen-komponen. (5) sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk kepada

suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di

dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. (6) Evaluasi (evaluation) evaluasi ini

berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap

suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria

yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada

(Notoatmodjo, 2012).

Dari hasil penelitian tindakan ibu tentang penanganan awal diare dalam

mencegah terjadinya dehidrasi pada balita dapat dilihat tindakan ibu masih kurang

baik karena tindakan ibu belum sesuai dengan tatacara atau panduan tentang cara

melakukan pencegahan maupun penanganan dehidrasi akibat diare pada anak. Hal

ini sejalan dengan penelitian Andika (2012) dimana tindakan responden sebanyak

68% masih kurang dalam melakukan penatalaksanaan asuhan perawatan penyakit

diare pada anak. Peneliti berasumsi jika tindakan ibu tidak diperbaiki maka akan

dapat menyebabkan kondisi dehidrasi anak semakin parah sehingga yang ibu

perlukan adalah mencari dan memperoleh informasi yang sesuai mengenai

tindakan yang benar tentang cara melakukan pencegahan dan penanganan

dehidrasi akibat diare pada anak.

Menurut penelitian Wulandari (2013), mengenai tingkat pengetahuan ibu

(28)

Mulyo VI Pringanom Masaran Sragen Tahun 2013 yaitu pengetahuan yang cukup

(63,26%) tentang penanganan diare, kemungkinan dipengaruhi oleh faktor

pengalaman ibu, informasi dan media.

Pada Tahun 2014 Jumlah penyakit diare di Kota Gunungsitoli adalah

sejumlah 12.840 kasus dimana terdapat 540 kasus diare pada balita. Kota

Gunungsitoli merupakan Kota yang terdapat di Pulau NIAS yang terbagi dalam

beberapa kecamatan yaitu Gunungsitoli, Gunungsitoli Utara, Gunungsitoli Barat,

Gunungsitoli Selatan, Gunungsitoli Idanoi dan Gunung sitoli Alo’oa.

Gunungsitoli Utara merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di

bagian utara Kota Gunungsitoli yang terdiri dari 10 Desa yaitu Desa Afia, Desa

Olora, Desa Lasarasowu, Desa Lolo Ana’a, Desa Lolo Moyo, Desa Teluk

Belukar, Desa Tetehosi Afia, Desa Hambawa, Desa Gawu-gawu Bu’uso, Desa

Hilimbowo Olora dan Desa Hiligodu Ulu.

Berdasarkan profil Puskesmas Gunungsitoli Utara tahun 2014 jumlah

Diare pada Balita adalah sejumlah 74 kasus. Namun berdasarkan hasil survei

pendahuluan masih banyak ibu yang tidak membawa balitanya ke fasilitas

pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pengobatan pada saat menderita diare

sehingga kasus tersebut tidak terlaporkan. Kebanyakan ibu menganggap kalau

penyakit yang diderita oleh balitanya adalah hanya penyakit biasa yang akan

sembuh dengan sendirinya sehingga kejadian awal diare tidak tertangani dengan

baik sehingga hal ini menjadi permasalahan dalam pengetahuan dan sikap ibu

(29)

Berdasarkan data dan hasil penelitian di atas, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “Gambaran Pengetahuan dan sikap Ibu

terhadap Upaya Penanganan Diare secara Dini pada Balita di Wilayah Kerja

UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara Tahun 2015”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka

permasalahan yang diangkat adalah bagaimana gambaran pengetahuan dan sikap

ibu terhadap upaya penanganan diare secara dini pada balita di wilayah kerja

UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap ibu terhadap upaya

penanganan diare secara dini pada balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas

Kecamatan Gunungsitoli Utara 2015 .

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk menggambarkan pengetahuan ibu tentang penanganan diare secara

dini pada balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan

Gunungsitoli Utara 2015.

2. Untuk menggambarkan sikap ibu tentang penanganan diare secara dini

pada balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli

Utara 2015.

3. Untuk menggambarkan tindakan ibu dalam melakukan penanganan diare

secara dini pada balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan

(30)

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai masukan bagi petugas kesehatan agar memperhatikan perilaku

para ibu setempat dalam mengatasi penyakit diare pada balita.

2. Sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang membutuhkan baik dari

kalangan akademis, masyarakat dan peneliti.

3. Sebagai pengembangan wawasan keilmuan peneliti dalam hal memahami

tentang pengetahuan dan sikap ibu terhadap penanganan masalah diare

(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1Perilaku

2.1.1 Definisi Perilaku

Perilaku dari segi biologis adalah kegiatan atau aktivitas organisme

(makhluk hidup) yang bersangkutan. Secara umum yang dimaksud perilaku

adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung

maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Sunaryo (2006), perilaku adalah

aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respon serta dapat diamati

secara langsung maupun tidak langsung. Robert Kwick (1974) menyatakan bahwa

perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan

bahkan dapat dipelajari. Skinner dan Allport (1993) seorang ahli psikologi,

merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap

stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses

adanya rangsangan pada seseorang dan kemudian orang tersebut memberikan

respons. Namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik

atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang

membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan

perilaku. Dimana determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Faktor internal ialah karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat

bawaan, misalnya: tingkat emosional, jenis kelamin, genetik, tingkat

(32)

2. Faktor eksternal ialah lingkungan baik, lingkungan fisik, sosial, budaya,

ekonomi dan sebagainya. Faktor lingkungan merupakan faktor dominan yang

mewarnai seseorang (Notoatmodjo, 2007) .

2.1.2 Domain Perilaku

Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan membagi

perilaku manusia kedalam tiga domain, ranah atau kawasan yaitu: kognitif

(cognitive), afektif (affective) dan psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil

pendidikan kesehatan yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan (Notoatmodjo,

2007).

1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Tanpa pengetahuan

seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan

tindakan terhadap masalah yang dihadapi. Ada empat macam pengetahuan

(Widodo, 2006), yaitu:

1. Pengetahuan Faktual (Factual knowledge)

Pengetahuan yang berupa potongan-potongan informasi yang terpisah-pisah

atau unsur dasar yang ada dalam suatu disiplin ilmu tertentu. Pengetahuan faktual

pada umumnya merupakan abstraksi tingkat rendah. Ada dua macam pengetahaun

faktual yaitu pengetahuan tentang terminologi (knowledge of terminology)

mencakup pengetahuan tentang label atau simbol tertentu baik yang bersifat

(33)

(knowledge of specidetails and element) mencakup pengetahuan tentang kejadian, orang, waktu dan informasi lain yang sifatnya sangat spesifik.

2. Pengetahuan Konseptual

Pengetahuan yang menunjukkan saling keterkaitan antara unsur-unsur

dasar dalam struktur yang lebih besar dan semuanya berfungsi bersama-sama.

Pengetahuan konseptual mencakup skema, model pemikiran dan teori baik yang

implisit maupun eksplisit. Ada tiga macam pengetahuan konseptual, yaitu

pengetahaun tentang kelasifikasi dan kategori, pengetahuan tentang prinsip dan

generalisasi dan pengetahuan tentang teori, model dan stuktur.

3. Pengetahuan Prosedural

Pengetahuan tentang bagaimana mengerjakan sesuatu, baik yang bersifat

rutin maupun yang baru. Seringkali pengetahuan prosedural berisi

langkah-langkah atau tahapan yang harus diikuti dalam mengerjakan suatu hal tertentu.

4. Pengetahuan Metakognitif

Mencakup pengetahuan tentang kognisi secara umum dan pengetahuan

tentang diri sendiri. Penelitian-penelitian tentang metakognitif menunjukkan

bahwa seiring dengan perkembangannya siswa menjadi semakin sadar akan

pikirannya dan semakin banyak tahu tentang kognisi dan apabila siswa bisa

mencapai hal ini maka mereka akan lebih baik lagi dalam belajar. Dimensi proses

kognitif dalam taksonomi yang baru yaitu:

1. Menghafal (Remember)

Menarik kembali informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang.

(34)

mengkondisikan agar “mengingat” bisa menjadi bagian belajar bermakna, tugas

mengingat hendaknya selalu dikaitkan dengan aspek pengetahuan yang lebih luas

dan bukan sebagai suatu yang lepas dan terisolasi. Kategori ini mencakup dua

macam proses kognitif: mengenali (recognizing) dan mengingat (recalling). 2. Memahami (Understand)

Mengkonstruk makna atau pengertian berdasarkan pengetahuan awal yang

dimiliki, mengaitkan informasi yang baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki

atau mengintegrasikan pengetahuan yang baru ke dalam skema yang telah ada

dalam pemikiran siswa. Karena penyusunan skema adalah konsep, maka

pengetahuan konseptual merupakan dasar pemahaman. Kategori memahami

mencakup tujuh proses kognitif: menafsirkan (interpreting), memberikan contoh

(exemplifying), mengkelasifikasikan (classifying), meringkas (summarizing), menarik inferensi (inferring), membandingkan (comparing) dan menjelaskan

(explaining)

3. Mengaplikasikan (Applying)

Mencakup penggunaan suatu prosedur guna menyelesaikan masalah atau

mengerjakan tugas. Oleh karena itu mengaplikasikan berkaitan erat dengan

pengetahuan prosedural. Namun tidak berarti bahwa kategori ini hanya sesuai

untuk pengetahuan prosedural saja. Kategori ini mencakup dua macam proses

kognitif: menjalankan (executing) dan mengimplementasikan (implementing). 4. Menganalisis (Analyzing)

Menguraikan suatu permasalahan atau obyek ke unsur-unsurnya dan

(35)

besarnya. Ada tiga macam proses kognitif yang tercakup dalam menganalis

membedakan (differentiating), mengorganisir (organizing) dan menemukan pesan tersirat (attributting).

5. Mengevaluasi

Membuat suatu pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar yang ada.

Ada dua macam proses kognitif yang tercakup dalam kategori ini memeriksa

(checking) dan mengritik (critiquing). 6. Membuat (create)

Menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu bentuk kesatuan. Ada tiga

macam proses kognitif yang tergolong dalam kategori ini, yaitu: membuat

(generating), merencanakan (planning) dan memproduksi (producing) (Widodo, 2006).

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau

responden (Notoatmodjo, 2007).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain:

1. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada orang

lain agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi

pendidikan seseorang makin mudah pula bagi mereka untuk menerima informasi

(36)

2. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh

pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.

3. Umur

Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek

fisik dan psikologis (mental), dimana pada asfek psikologi ini taraf berpikir

seseorang semakin matang dan dewasa.

4. Minat

Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi

terhadap seseuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba menekuni suatu

hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang mendalam.

5. Pengalaman

Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami oleh individu baik

dari dalam dirinya ataupun dari lingkungannya. Pada dasarnya pengalaman

mungkin saja menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi individu yang

melekat menjadi pengetahuan pada individu secara subjektif.

6. Informasi

Kemudahan seseorang untuk memperoleh informasi dapat membantu

mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru (Wahid dkk,

2007) .

2. Sikap

Sikap adalah merupakan reaksi atau respons seseorang terhadap suatu

(37)

yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu

tindakan atau aktivitas tapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku (Wahid

dkk, 2007).

Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen

pokok :

1. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek

2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek

3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total

attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini,pengetahuan, pikiran, keyakinan,

dan emosi memegang peranan penting.

Menurut WHO, adapun ciri-ciri sikap sebagai pribadi terhadap objek atau

stimulus berikut:

1. Pemikiran dan perasaan (Thoughts and feeling) hasil pemikiran dan perasaan

seseorang, atau lebih tepat diartikan pertimbangan-pertimbangan pribadi

terhadap objek atau stimulus.

2. Adanya orang lain yang menjadi acuan (Personal refrences) merupakan faktor penguat sikap untuk sikap untuk melakukan tindakan akan tetapi tetap

mengacu pada pertimbangan-pertimbangan individu.

3. Sumber daya (Resources) yang tersedia merupakan pendukung untuk bersikap positif atau negative terhadap objek atau stimulus tertentu dengan

(38)

4. Sosial budaya (Culture) berperan besar dalam mempengaruhi pola pikir seseorang untuk bersikap terhadap objek atau stimulus tertentu (Notoatmodjo,

2007).

Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan :

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus

yang diberikan (obyek).

2. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas

yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah

adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala

resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Fungsi sikap dibagi menjadi empat golongan, yakni :

1. Sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Sikap adalah sesuatu yang bersifat

communicable artinya sesuatu yang mudah menjalar sehingga mudah pula menjadi milik bersama.

2. Sebagai alat pengatur tingkah laku. Kita tahu bahwa tingkah laku anak kecil

atau binatang umumnya merupakan aksi-aksi yang spontan terhadap

(39)

orang dewasa dan yang sudah lanjut usianya, perangsang itu pada umumnya

tidak diberi reaksi secara spontan akan tetapi terdapat adanya proses secara

sadar untuk menilai perangsang-perangsang itu. Jadi antara perangsang dan

reaksi terhadap sesuatu yang disisipkannya yaitu sesuatu yang berwujud

pertimbangan-pertimbangan atau penilaian-penilaian terhadap perangsang itu.

Jadi antara perangsang dan reaksi terhadap sesuatu yang disisipkannya yaitu

sesuatu yang berwujud pertimbangan-pertimbangan atau penilaian-penilaian

terhadap perangsang itu sebenarnya bukan hal yang berdiri sendiri tetapi

merupakan sesuatu yang erat hubungannya dengan cita-cita orang, tujuan

hidup orang, peraturan-peraturan kesusilaan yang ada dalam bendera,

keinginan-keinginan pada orang itu dan sebagainya.

3. Sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman. Dalam hal ini perlu

dikemukakan bahwa manusia di dalam menerima pengalaman-pengalaman

dari dunia luar sikapnya tidak pasif tetapi diterima secara aktif artinya semua

pengalaman yang berasal dari luar itu tidak semuanya dilayani oleh manusia

tetapi juga manusia memilih mana-mana yang perlu dan mana yang tidak

perlu dilayani. Jadi semua pengalaman ini diberi penilaian lalu dipilih.

4. Sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering mencerminkan kepribadian

seseorang. Ini sebabnya karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang

mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat sikap-sikap pada

obyek-obyek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut.

Jadi sikap sebagai pernyataan pribadi. Apabila kita akan mengubah sikap

(40)

tersebut dengan mengetahui keadaan sikap itu kita akan mengetahui pula

mungkin tidaknya sikap tersebut dapat diubah dan bagaimana cara mengubah

sikap-sikap tersebut (Purwanto, 1999).

Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap seseorang antara lain:

1. Sikap akan terwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat

itu.

2. Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada

pengalaman orang lain.

3. Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada

banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang.

4. Nilai di dalam suatu masyarakat apa pun selalu berlaku nilai-nilai yang

menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup dalam

bermasyarakat.

3. Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain

adalah fasilitas dan faktor dukungan (support) praktik ini mempunyai beberapa tingkatan :

1. Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang

akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.

(41)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai

dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat kedua.

3. Mekanisme (mecanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara

otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah

mancapai praktik tingkat tiga.

4. Adopsi (adoption)

Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang

dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi

kebenaran tindakan tersebut (Notoatmodjo, 2007).

Faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan seseorang antara lain:

1. Imitasi

Tindakan manusia untuk meniru tingkah pekerti orang lain yang berada di

sekitarnya.

2. Sugesti

Seseorang menerima suatu cara penglihatan atau pedoman-pedoman tingkah

laku dari orang lain tanpa kritik terlebih dahulu.

Faktor-faktor yang mempengaruhi sugesti:

 Hambatan berfikir orang yang memberikan sugesti bersikap over

pandangan,pihak penerima tidak diberi pertimbangan-pertimbangan atau

(42)

 Keadaan pikiran yang terpecah-pecah seseorang pikirannya mengalami

kelelahan/kebingungan karena mengahadapi kesulitan-kesulitan sehingga ia

tidak bisa berfikir.

 Otoritas kecenderungan seseorang atau sekelompok orang untuk menerima

pandangan-pandangan atau sikap-sikap tertentu dari orang yang dianggap

ahli.

 Mayoritas seseorang menerima saja suatu sikap atau pandangan karena di

dukung atau di sokong oleh orang banyak (mayoritas).

 Will Of Believe sikap menerima pandangan atau sikap orang lain karena

sebelummnya di dalam dirinya telah ada sikap atau pandangan yang sama.

3. Identifikasi

Seseorang ketika ia mulai sadar bahwa di dalam kehidupan ini ada

peraturan-peraturan yang harus di penuhi,di pelajari atau di taatinya.

4. Simpati

Faktor tertariknya seseorang atau sekelompok orang terhadap seseorang atau

kelompok orang lain.

2.1.3 Perubahan Perilaku

Menurut WHO yang dikutip dalam Notoatmodjo (2007), perubahan

perilaku dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu:

a. Perubahan Alamiah (Natural Change)

Perilaku manusia selalu berubah sebagian perubahan itu disebabkan

(43)

perubahan lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka

anggota-anggota masyarakat didalamnya juga akan mengalami perubahan.

b. Perubahan Terencana (Planned Change)

Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh

subjek. Didalam melakukan perilaku yang telah direncanakan dipengaruhi oleh

kesediaan individu untuk berubah, misalnya apabila terjadi suatu inovasi atau

program-program pembangunan didalam masyarakat, maka yang sering terjadi

adalah sebagian orang sangat cepat menerima inovasi atau perubahan tersebut dan

sebagian orang lagi sangat lambat menerima inovasi atau perubahan tersebut.

c. Kesediaan untuk Berubah (Readiness to change)

Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan di

dalam masyarakat,maka yang sering terjadi adalah sebagian orang yang sangat

cepat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut (berubah perilakunya),dan

sebagian orang lain sangat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut.Hal

ini di sebabkan setiap orang mempunyai kesediaan untuk berubah (readiness to

change) yang berbeda-beda.

2.14 Teori Perubahan Perilaku

Banyak teori tentang determinan perilaku salah satunya adalah social

Learning Theory (SLT). Social Learning Theory (SLT) adalah suatu teori

pembelajaran yang berfokus pada lingkungan atau faktor eksternal. Social

Learning Theory (SLT) di perkenalkan pertama kali oleh bandura pada tahun

(44)

Social Learning Theory (SLT) merupakan suatu kombinasi antara perilaku

dan kognitif teori dimana individu tersebut mempelajari perilaku melalui

observasi dan kemudian mengimitasi atau mengadopsi perilaku tersebut. Dalam

SLT ini, lingkungan mempengaruhi perilaku individu, sehingga individu tersebut

berperilaku seperti apa yang ada di lingkungan.

Pada saat suatu perilaku baru di perkenalkan hanya melalui kegiatan

observasi, maka berdasarkan teori social learning, hal tersebut dapat dikatakan

proses pembelajaran dan penambahan pengetahuan kognitif seseorang. Teori

Social Learning yang di kemukakan oleh Bandura menekankan bahwa kondisi

lingkungan dapat memberikan dan memelihara respon-respon tertentu pada diri

seseorang. Asumsi dasar dari teori ini yaitu sebagian besar perilaku individu

diperoleh dari hasil belajar melalui observasi atas perilaku yang ditampilkan oleh

individu-individu lain yang menjadi model.

Konsep penting yang dikemukakakn Bandura adalah reciprocal

determinism, yaitu seseorang atau individu akan bertingkah laku dalam suatu

situasi yang ia pilih secara aktif. Dalam menganalisa perilaku seseorang terdapat

3 komponen yaitu individu sendiri, lingkungan, serta perilaku individu tersebut.

(45)

Gambar 2.1 Skema Mengenai Reciprocal Determinism

Berdasarkan Skema konsep Reciprocal Determinism di atas dapat

dijabarkan bahwa dalam Social Learning Theory menekankan pada hubungan

antara individu tersebut, perilaku, dan lingkungan. Pada aspek individu, hal yang

mempengaruhi adalah kepribadian, karakteristik seseorang, proses kognisi, self

regulation atau kemampuan seseorang untuk dapat mempengaruhi adalah nature

atau alamiah, frekuensi, dan intensitas. Pada aspek lingkungan, hal yang

mempengaruhi adalah rangsangan atau stimulus, baik secara sosial maupun

secara fisik. Individu akan memunculkan satu bentuk perilaku yang sama

meskipun pada lingkungan yang serupa, namun individu akan bertindak setelah

ada proses kognisi atau penilaian terhadap lingkungan sebagai stimulus yang akan

ditindaklanjuti.

Menurut Bandura (1977) dalam Feldman (2003), dalam melakukan proses

modeling kegiatan observasi terdapat empat langkah yaitu: Individu

(Karakteristik, Kognisi, Kepribadian, Kemampuan

mengatur diri sendiri)

Lingkungan

Stimulus/Rangsangan: Sosial dan fisik

Perilaku (Alamiah, Frekuensi,

(46)

1. Attention (Perhatian)

Dalam belajar menimbulkan suatu perhatian. Apapun yang mengganggu

perhatian seseorang terhadap apa yang sedang di observasi, maka hal tersebut

akan berdampak negatif bagi pembelajarannya. Sebaliknya, apapun yang dapat

menjadikan seseorang tersebut tertarik pada suatu situasi, maka seluruh

perhatian akan tertuju pada sesuatu hal yang sedang di pelajari.

2. Retention (daya ingat)

Kemampuan untuk menyimpan informasi adalah proses yang sangat penting

dalam pembelajaran melalui observasi, Retensi di pengaruhi oleh beberapa

faktor, tetapi kemampuan untuk menyimpan informasi selanjutnya dan

berperilaku menjadi sangat penting bagi pembelajaran melalui observasi.

3. Reproduction (Perkembangan)

Pada saat seseorang telah memberikan perhatian pada model dan menyimpan

segala bentuk perilaku, maka pada tahap ini adalah menampilkan perilaku baru

yang telah di observasinya.

4. Motivation (motivasi)

Agar pembelajaran melalui observasi tersebut berhasil, maka seseorang

tersebut harus termotivasi untuk mengadopsi dan meniru perilaku yang

menjadi model tersebut. Penguatan (Reinforcement) dan hukuman

(47)

2.2 Diare

2.2.1 Pengertian Diare

Diare merupakan penyakit yang lazim ditemukan pada masa balita. Diare

merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti

biasanya. Perubahan yang terjadi berupa peningkatan volume, keenceran dan

frekuensi dengan atau tanpa lendir darah, seperti lebih dari tiga kali sehari dan

pada neonatus lebih dari empat kali sehari (Hidayat,2008). Menurut Anik

Maryunani (2010), diare merupakan buang air besar dalam bentuk cairan lebih

dari tiga kali dalam satu hari dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih.

Diare dapat terjadi dengan dua macam mekanisme, yang pertama disebut

diare sekretorik, yaitu usus mensekresikan cairan secara berlebihan akibat

kerusakan dinding usus. Kerusakan dinding usus ini dapat terjadi akibat

penempelan virus, bakteri jahat atau parasit pada dinding usus. Yang kedua

disebut sebagai diare osmotik, dimana tidak terjadi penyerapan air dalam usus,

sehingga cairan yang masuk dalam tubuh melalui saluran pencernaan keluar

begitu saja bersama tinja (Assiddiqi,2009).

Berdasarkan lamanya, diare dibagi menjadi tiga, yaitu: diare akut, diare

persisten dan diare kronis. Diare akut adalah diare yang berlangsung kurang dari

dua minggu, diare persisten berlangsung selama dua sampai empat minggu, dan

diare kronis berlangsung lebih dari 4 minggu (Sofwan, 2010).

Diare akut pada anak termasuk penyakit yang dapat sembuh dengan

sendirinya (self-limited disease), hanya terkadang para orang tua khawatir melihat

(48)

lebih tertangani dengan optimal dan cepat sembuh. Dehidrasi atau kekurangan

cairan merupakan penyebab utama kematian akibat diare, dan anak akan mudah

sekali kekurangan cairan-cairan karena komposisi air didalam tubuhnya yang

lebih besar ketimbang orang dewasa. Prinsip terapi diare yang umumnya

diberikan pada anak sekarang ini adalah pengantian cairan yang hilang dari dalam

tubuh (Sofwan, 2010).

2.2.2 Diare Pada Balita

Diare pada anak (balita) merupakan masalah pencernaan. Diare yang

terjadi pada anak merupakan salah satu alasan umum yang membuat orangtua

membawa anaknya kedokter. Anak di bawah usia dua tahun mengalami dua

sampai tiga kali diare setiap tahunnya. Diare akut memegang porsi terbesar

dengan angka kejadian sekitar 85% dari seluruh kejadian diare pada anak. Angka

kematian dilaporkan sekitar 8 dari 1.000 anak dan kebanyakan disebabkan oleh

dehidrasi (Sofwan, 2010).

Diare sifatnya bisa menular. Penyakit ini dapat ditularkan melalui tinja

yang mengandung kuman diare, air sumur atau air tanah yang telah tercemar

kuman diare, makanan dan minuman yang telah tekontaminasi kuman penyebab

diare atau lantaran tidak mencuci tangan sebelum memberikan makanan atau

minuman pada balita (Hamdani,2008).

2.2.3 Penyebab Diare Pada Balita

Tubuh balita masih sangat rentan terhadap unsur asing karena balita

belum memiliki sistem kekebalan tubuh yang memadai. Sehingga jika anggota

(49)

langsung dapat memberikan media penyakit pada tubuh balita. Misalnya saja,

setelah kerja seharian ibu lupa mencuci tangan dan langsung menimang balita.

Secara tidak langsung kuman atau apapun yang menempel pada tangan ibu akan

berpindah pada tubuh bayi. Jika tangan ibu mengandung kuman atau bakteri,

maka balita akan mudah terinfeksi suatu penyakit (Sarasvati, 2010).

Diare pada balita pada umumnya dapat dilihat dari jumlah cairan yang

keluar melalui BAB yang lebih banyak dari cairan yang masuk. Frekuensi BAB

yang lebih dari tiga kali sehari. Jadi, harus diberi banyak cairan supaya tidak

terjadi dehidrasi (Nagiga dan Arty, 2009).

Pola buang air besar (BAB) pada balita berbeda dengan orang dewasa.

Pada orang dewasa, buang air besar lebih dari tiga kali sehari dengan konsistensi

yang cair sudah bisa dianggap diare, sedangkan pada balita hal tersebut dikatakan

normal. Orang tua memiliki peranan penting dalam menilai pola buang air besar

anak sehari-hari. Anak dikatakan diare jika buang air besar lebih sering, lebih

encer, dan lebih banyak dari biasanya. Selain itu perlu juga diperhatikan warna

dan baunya. Karena ada kemungkinan warna dan bau BAB yang tidak seperti

biasanya disebabkan oleh infeksi atau sebab lainnya (Sofwan, 2010).

Pada balita konsistensi tinja lebih diperhatikan daripada frekuensi buang

air besar (BAB). Hal ini dikarenakan frekuensi BAB pada balita lebih sering

dibandingkan orang dewasa, bisa sampai lima kali dalam sehari. Frekuensi BAB

yang sering pada balita belum tentu dikatakan diare apabila konsistensi tinjanya

seperti sehari pada umumnya. Yang perlu diketahui adalah orangtua tidak

(50)

akan mati, tapi justru akan berkumpul didalam usus. Lebih baik kuman

dikeluarkan dulu melalui BAB. Setelah kuman habis otomatis diare akan berhenti

dengan sendirinya (Sarasvati, 2010).

Diare bisa disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain akibat infeksi usus,

karena kekurangan gizi, kelaparan, kekurangan zat putih telur, atau yang paling

umum adalah karena tidak tahan terhadap makanan tertentu. Diare dapat disertai

dengan rasa nyeri pada perut (kram) karena aktivitas usus yang berlebihan,

kehilangan nafsu makan, muntah, dan penurunan berat badan (Maryunani, 2010).

Banyak hal yang dapat menyebabkan diare, dibawah ini akan dijelaskan

penyebab diare (Sarasvati, 2010) yaitu:

1. Infeksi virus

Virus yang paling banyak menimbulkan diare adalah rotavirus. Infeksi karena

rotavirus ditemukan pada anak sekitar 60% dan merupakan penyebab diare berair

(watery diarrhea) yang seringkali dikaitkan dengan dehidrasi. 2. Infeksi bakteri

Bakteri seperti Shigella, Vibrio cholera, Salmonella (non thypoid), Campylobacter jejuni maupun Esherichia coli bisa merupakan penyebab diare pada anak.

3. Parasit

Infeksi akibat parasit juga dapat menyebabkan diare. penyakit giardiasis

misalnya. Penyakit ini disebabkan parasit mikroskopik yang hidup dalam usus.

(51)

4. Antibiotik

Jika anak (balita) mengalami diare selama pemakaian antibiotik, mungkin hal

ini berhubungan dengan pengobatan yang sedang dijalaninya. Antibiotik bisa saja

membunuh bakteri baik dalam usus selama pengobatan. Konsultasikan pada

dokter mengenai hal ini. Namun, jangan hentikan pengobatan pada anak sampai

dokter memberikan persetujuan.

5. Makanan dan minuman

Terlalu banyak jus, terutama jus buah yang mengandung sorbitol dan

kandungan fruksosa yang tinggi atau terlalu banyak minuman manis dapat

membuat perut balita kaget dan menyebabkan diare.

6. Alergi makanan

Alergi makanan merupakan reaksi sistem imun tubuh terhadap makanan yang

masuk. Alergi makanan dapat menyebabkan berbagai reaksi dalam waktu singkat

maupun setelah beberapa jam, salah satunya adalah reaksi yang menyebabkan

diare.

7. Intoleransi makanan

Berbeda dengan alergi makanan, intoleransi makanan tidak dipengaruhi oleh

sistem imun. Contohnya intoleransi makanan adalah intoleransi laktosa. Anak

yang mengalami intoleransi laktosa, artinya anak tersebut tidak cukup

memproduksi lactase suatu enzim yang dibutuhkan untuk mencerna laktosa (yaitu

(52)

2.2.4 Penanganan dan Pecegahan Diare Secara Dini Pada Balita

Sakit adalah suatu kondisi yang dapat menimpa setiap orang. Kondisi ini

sebagian dapat diupayakan pencegahannya. Orangtua khususnya ibu harus

mengetahui bagaimana harus bersikap menghadapi kondisi anak yang sedang

sakit sebelum mendapatkan perawatan petugas kesehatan, antara lain meliputi

pengetahuan umum mengenai diagnosis penyakit seperti (panas, batuk, flu, diare,

dan luka), tindakan yang diperlukan, pengobatan, dan upaya lainnya yang

berkaitan. Orang tua sebaiknya mampu memberikan pengobatan yang efektif

(Widoyono, 2010).

Penanganan diare pada anak (balita) cukup sederhana yaitu dengan

memberikan cairan oralit sesuai dengan jenis atau tingkat diare yang diderita

anak. Diare pada anak termasuk penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya

(self limited disease), hanya terkadang para orangtua khususnya ibu khawatir melihat keadaan anaknya sehingga perlu diterapi dan penanganan agar penyakit

dapat lebih tertangani dengan optimal dan cepat sembuh (Purnamasari, 2011)

Diare umumnya ditularkan melalui 4 F, yaitu Food, Feces, Fly and Finger. Oleh karena itu upaya pencegahan diare yang praktis adalah dengan memutus rantai penularan tersebut. Beberapa upaya yang mudah diterapkan

adalah :

- Penyiapan makanan yang higienis

- Penyediaan air minum yang bersih

- Kebersihan perorangan

Gambar

Gambar 2.1 Skema Mengenai Reciprocal Determinism
Table 2.1 Aturan Pemakaian Oralit
Gambar 2.2 Kerangka Teori Penelitian
Gambar 2.3 Kerangka Konsep
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mengingat beratnya akibat yang ditimbulkan oleh penyakit diare pada balita dimana pengetahuan ibu yang masih kurang dalam penanganan diare, atau pengetahuan ibu yang baik

Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan kader tentang diare dengan sikap kader dalam pencegahan upaya diare pada balita diwilayah kerja Puskesmas Kartasura II...

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita tentang Diare terhadap Tindakan Pemberian Cairan Rehidrasi pada Anak Balita Diare (Studi Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita tentang Diare terhadap Tindakan Pemberian Cairan Rehidrasi pada Anak Balita Diare (Studi Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas

diberikan pada anak sekarang ini adalah pengantian cairan yang hilang dari dalam. tubuh

besar responden yang memiliki keterampilan cukup Penelitian mengenai tingkat pengetahuan adalah responden yang berumur kurang dan 45 jbu dalam penanganan awal diare menunjukkan

Responden yang memiliki pengetahuan baik tentang penanganan demam pada balita, tetapi melakukan penanganan demam pada balita kurang baik dikarenakan responden telah

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu balita tentang diare dengan tindakan penanganan pada balita umur 1-5 tahun di Puskesmas