• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu Terhadap Upaya Penanganan Diare secara Dini pada Balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu Terhadap Upaya Penanganan Diare secara Dini pada Balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara tahun 2015"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan di negara

berkembang terutama di Indonesia, baik di perkotaan maupun di pedesaan.

Penyakit diare bersifat endemis juga sering muncul sebagai Kejadian Luar Biasa

(KLB) dan diikuti korban yang tidak sedikit. Diare adalah suatu kondisi dimana

seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, serta frekuensinya

lebih dari 3 kali sehari. Untuk mengatasi penyakit diare dalam masyarakat baik

tata laksana kasus maupun untuk pencegahannya sudah cukup dikuasai, akan

tetapi permasalahan tentang penyakit diare masih merupakan masalah yang relatif

besar (Suraatmadja, 2010).

Menurut WHO (World Health Organization) dalam Buletin Jendela Data Informasi Kemenkes RI tahun 2011, melaporkan bahwa penyebab utama

kematian pada balita adalah diare (post neonatal) 14%, penumonia (post neonatal) 14%, malaria 8%, penyakit tidak menular (post neonatal) 4%, injuri (post neonatal) 3%, HIV (Human Immunodefficiency Virus) / AIDS (Acquired Immunodefficiency System) 2%, campak 1%, dan lainnya 13%. Kematian pada bayi < 1 bulan (newborns death) 41%. Kematian pada bayi umur < 1 bulan akibat diare yaitu 2%. Terlihat bahwa diare sebagai salah satu penyebab utama tingginya

angka kematian anak di dunia (Depkes RI, 2011).

Dalam menentukan derajat kesehatan di Indonesia, terdapat beberapa

(2)

balita, status gizi dan angka harapan hidup waktu lahir. Angka kesakitan balita

menjadi indikator kedua dalam menentukan derajat kesehatan anak, karena nilai

kesakitan merupakan cerminan dari lemahnya daya tubuh anak balita. Angka

kesakitan tersebut juga dapat dipengaruhi oleh status gizi, jaminan pelayanan

kesehatan anak, perlindungan kesehatan anak, faktor sosial ekonomi dan

pendidikan ibu (Hidayat, 2008).

Saat ini upaya mewujudkan generasi Indonesia yang lebih sehat masih

membutuhkan perhatian semua pihak. Salah satu indikator yang lazim digunakan

untuk melihat derajat kesehatan masyarakat adalah Angka Kematian Balita

(AKABA) atau Infant Mortality Rate (IMR). Sesuai dengan target Melenium

Development Goals (MDGs) poin 4, yaitu Indonesia harus mampu menurunkan

angka kematian balita sebesar dua pertiganya, antara 1990 dan 2015. Data tersebut

menggambarkan bahwa upaya untuk mewujudkan dan menjaga anak Indonesia

sehat masih menjadi tantangan besar semua pihak (Profil kesehatan Indonesia,

2010).

Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen

Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada

tahun 2000 IR penyakit Diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374

/1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1000 penduduk dan tahun 2010

menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering

terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69

Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%).

(3)

dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%) sedangkan tahun 2010 terjadi KLB

diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian 73 orang

(CFR 1,74 %).

Masih seringnya terjadi wabah atau kejadian luar biasa (KLB) diare

menyebabkan pemberantasannya menjadi suatu hal yang penting. Di Indonesia

KLB diare masih terus terjadi hampir disetiap musim sepanjang tahun. KLB diare

menyerang hampir semua propinsi di Indonesia (Widoyono, 2008).

Menurut hasil Riskesdas tahun 2013, insiden diare pada balita sebesar

6,7% sedangkan period prevalence diare pada seluruh kelompok umur berdasarkan gejala sebesar 7% dan pada balita sebesar 10,2%. Jumlah penderita

pada KLB diare tahun 2013 menurun secara signifikan dibandingkan tahun 2012

dari 1.654 kasus menjadi 646 kasus pada tahun 2013. Angka kematian (CFR)

akibat diare tertinggi di Sumatera Utara yaitu sebesar 11,76%. Proporsi kasus

diare yang ditangani di Sumatera Utara adalah 41,34% sedangkan sisanya 58,66%

tidak mendapatkan penanganan. Berdasarkan karakteristik penduduk, kelompok

umur balita adalah kelompok yang paling tinggi menderita diare. Karakteristik

diare balita tertinggi terjadi pada kelompok umur 12-23 bulan yaitu sebesar 7,6%

(Depkes RI, 2013).

Menurut Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2010, dari

594.147 perkiraan kasus diare yang ditemukan dan ditangani sebanyak 243.214

kasus atau 44,29% sehingga angka kesakitan Incident Rate (IR) akibat diare per

1.000 penduduk mencapai 18,73%. Angka ini mengalami peningkatan pada tahun

(4)

1.000 penduduk, rendahnya IR dikhawatirkan bukan merefleksikan menurunnya

kejadian penyakit diare pada masyarakat tetapi lebih dikarenakan banyaknya

kasus yang tidak terdata (under-reporting cases). Dari 33 kabupaten/kota yang

ada, terdapat 2 kabupaten/kota yang melaporkan tidak ada kasus diare (nol) yaitu

Kabupaten Labuhan Batu Selatan dan Nias Utara. Penemuan dan penanganan

kasus diare tertinggi di Kabupaten Simalungun yaitu 129,39% dan terendah di

Kabupaten Labuhan Batu Utara 2,78% (Dinkes Provinsi Sumatera Utara , 2011).

Kelangsungan hidup anak ditunjukkan dengan Angka Kematian Bayi

(AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA/AKBAL). Angka Kematian Bayi

dan Balita Indonesia adalah tertinggi di negara ASEAN lainnya. Penyebab

kematian anak terbanyak saat ini masih diakibatkan oleh diare dan pneumonia

(Anik, 2010). Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2009,

diare adalah penyebab kematian kedua pada anak dibawah 5 tahun. Angka

kematian balita Indonesia tergolong tinggi jika dibandingkan dengan

negara-negara anggota ASEAN, yakni 3,4 kali lebih tinggi dari Malaysia, selanjutnya 1,3

kali lebih tinggi dari Filipina. Indonesia menduduki rangking ke-6 tertinggi

setelah Singapura (3 per 1.000), Brunei Darussalam (8 per 1.000), Malaysia (10

per 1.000), Vietnam (18 per 1.000) dan Thailand (20 per 1.000) (Sadikin, 2011).

Penyebab langsung diare antara lain infeksi bakteri virus dan parasit,

malabsorbsi, alergi, keracunan bahan kimia maupun keracunan oleh racun yang

diproduksi oleh jasad renik, ikan, buah dan sayur-sayuran. Jenis-jenis infeksi yang

umumnya menyerang diare adalah infeksi bakteri oleh kuman E.Coli, Salmonella,

(5)

patogenik (memanfaatkan kesempatan ketika kondisi tubuh lemah) seperti

pseudomonas, infeksi basil (disentri), infeksi virus enterovirus dan adenovirus,

infeksi parasit oleh cacing (askari) dan infeksi jamur (Widjaya, 2012).

Cara paling ideal untuk mencegah ataupun melawan penyakit yang

sewaktu-waktu bisa menyerang tubuh balita adalah dengan membuat kualitas

kesehatan dan daya tahan tubuh anak menjadi lebih baik. Jika balita memiliki

tubuh yang sehat dan selalu terjaga, maka balita tidak akan mudah jatuh sakit.

Untuk membentuk anak yang sehat baik fisik maupun mental tidak lepas dari

peran orang tua dalam melakukan upaya pemeliharaan, pencegahan dan

perawatan kepada anaknya (Sudarmoko, 2011).

Tubuh balita masih sangat rentan terhadap unsur asing karena balita belum

memiliki sistem kekebalan tubuh yang memadai. Pada usia ini, anak masih rawan

dengan berbagai gangguan kesehatan baik jasmani maupun rohani. Sehingga, jika

ibu tidak hati-hati dengan kebersihan dirinya sendiri, secara tidak langsung ibu

memberikan media penyakit pada tubuh balita. Misalnya saja, setelah kerja

seharian ibu lupa mencuci tangan dan langsung menimang balita. Secara tidak

langsung kuman atau apapun yang menempel pada tangan akan berpindah pada

tubuh balita. Jika tangan ibu mengandung kuman atau bakteri, maka balita akan

mudah terinfeksi suatu penyakit (Sudarmoko, 2011).

Diare pada anak merupakan masalah yang sebenarnya dapat dicegah dan

ditangani. Terjadinya diare pada balita tidak terlepas dari peran faktor perilaku

yang menyebabkan penyebaran kuman, terutama yang berhubungan dengan

(6)

tinggal. Faktor perilaku yang menyebabkan penyebaran kuman dan meningkatkan

resiko terjadinya diare yaitu tidak memberikan ASI ekslusif secara penuh pada

bulan pertama kehidupan, tidak mencuci bersih botol susu anak, penyimpanan

makanan yang salah, menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci

tangan pada saat memasak, makan, sebelum menyuapi anak, sesudah buang air

besar, sesudah membuang tinja anak, dan tidak membuang tinja dengan benar.

Faktor lingkungan yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini

akan berinteraksi dengan perilaku manusia (Assiddiqi, 2009).

Balita yang sangat rentan kondisi kesehatannya membutuhkan

pengawasan dan perawatan sebaik mungkin. Untuk bisa memberikan penanganan

yang tepat pada anak, ada baiknya bila ibu mengenali organisme-organisme awal

pembawa bermacam penyakit yang mungkin bisa menyerang, seperti kuman,

bakteri, virus, parasit dan lain sebagainya (Nagiga dan Arty, 2009).

Penyakit diare sering disebut gastroenteritis, menyebabkan banyak

kematian pada anak kecil. Kematian karena penyakit diare disebabkan oleh

dehidrasi. Diare dan muntah menyebabkan hilangnya air dan garam dari dalam

tubuh (Biddulph dan Stace,1999).

Diare bukan merupakan ancaman yang serius bagi kehidupan balita dan

tidak akan menjadi masalah utama masyarakat jika orang tua melaksanakan

tugasnya di bidang kesehatan dalam penanganan diare dengan tepat. Pencegahan

diare diantaranya adalah perilaku sehat dan penyehatan lingkungan (Depkes

(7)

Berbagai upaya telah dilakukan untuk menurunkan angka kejadian diare

dengan harapan masalah diare dapat teratasi dan anak tidak mengalami dehidrasi

sedang atau berat yang memerlukan perawatan dirumah sakit. Namun pada

kenyataannya, berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT),Studi

Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dari tahun ke tahun diketahui

bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia

(Depkes RI,2011).

Penyakit diare ini adalah penyakit yang multifaktoral, dimana dapat

muncul karena akibat tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang kurang serta

akibat kebiasaan atau budaya masyarakat yang salah. Oleh karena itu keberhasilan

menurunkan serangan diare sangat tergantung dari sikap dan pengetahuan setiap

anggota masyarakat, terutama membudayakan pemakaian larutan oralit pada anak

yang menderita diare. Saat ini upaya yang sedang digalakkan dan dikembangkan

pada masyarakat luas untuk menanggulangi diare dengan upaya rehidrasi oral

(oralit) dan ternyata dapat menurunkan angka kematian dan kesakitan karena diare

(maryunani, 2010).

Pengetahuan ibu memengaruhi tindakan ibu terhadap pencegahan penyakit

diare. Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif menjelaskan bahwa

pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan (1)

Tahu (know) tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya.(2) Memahami (comprehension) memahami diartikan sebagai suatu

kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan

(8)

aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). (4) Analisis (analysis)

analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke

dalam komponen-komponen. (5) sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk kepada

suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di

dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. (6) Evaluasi (evaluation) evaluasi ini

berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap

suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria

yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada

(Notoatmodjo, 2012).

Dari hasil penelitian tindakan ibu tentang penanganan awal diare dalam

mencegah terjadinya dehidrasi pada balita dapat dilihat tindakan ibu masih kurang

baik karena tindakan ibu belum sesuai dengan tatacara atau panduan tentang cara

melakukan pencegahan maupun penanganan dehidrasi akibat diare pada anak. Hal

ini sejalan dengan penelitian Andika (2012) dimana tindakan responden sebanyak

68% masih kurang dalam melakukan penatalaksanaan asuhan perawatan penyakit

diare pada anak. Peneliti berasumsi jika tindakan ibu tidak diperbaiki maka akan

dapat menyebabkan kondisi dehidrasi anak semakin parah sehingga yang ibu

perlukan adalah mencari dan memperoleh informasi yang sesuai mengenai

tindakan yang benar tentang cara melakukan pencegahan dan penanganan

dehidrasi akibat diare pada anak.

Menurut penelitian Wulandari (2013), mengenai tingkat pengetahuan ibu

(9)

Mulyo VI Pringanom Masaran Sragen Tahun 2013 yaitu pengetahuan yang cukup

(63,26%) tentang penanganan diare, kemungkinan dipengaruhi oleh faktor

pengalaman ibu, informasi dan media.

Pada Tahun 2014 Jumlah penyakit diare di Kota Gunungsitoli adalah

sejumlah 12.840 kasus dimana terdapat 540 kasus diare pada balita. Kota

Gunungsitoli merupakan Kota yang terdapat di Pulau NIAS yang terbagi dalam

beberapa kecamatan yaitu Gunungsitoli, Gunungsitoli Utara, Gunungsitoli Barat,

Gunungsitoli Selatan, Gunungsitoli Idanoi dan Gunung sitoli Alo’oa.

Gunungsitoli Utara merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di

bagian utara Kota Gunungsitoli yang terdiri dari 10 Desa yaitu Desa Afia, Desa

Olora, Desa Lasarasowu, Desa Lolo Ana’a, Desa Lolo Moyo, Desa Teluk

Belukar, Desa Tetehosi Afia, Desa Hambawa, Desa Gawu-gawu Bu’uso, Desa

Hilimbowo Olora dan Desa Hiligodu Ulu.

Berdasarkan profil Puskesmas Gunungsitoli Utara tahun 2014 jumlah

Diare pada Balita adalah sejumlah 74 kasus. Namun berdasarkan hasil survei

pendahuluan masih banyak ibu yang tidak membawa balitanya ke fasilitas

pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pengobatan pada saat menderita diare

sehingga kasus tersebut tidak terlaporkan. Kebanyakan ibu menganggap kalau

penyakit yang diderita oleh balitanya adalah hanya penyakit biasa yang akan

sembuh dengan sendirinya sehingga kejadian awal diare tidak tertangani dengan

baik sehingga hal ini menjadi permasalahan dalam pengetahuan dan sikap ibu

(10)

Berdasarkan data dan hasil penelitian di atas, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “Gambaran Pengetahuan dan sikap Ibu

terhadap Upaya Penanganan Diare secara Dini pada Balita di Wilayah Kerja

UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara Tahun 2015”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka

permasalahan yang diangkat adalah bagaimana gambaran pengetahuan dan sikap

ibu terhadap upaya penanganan diare secara dini pada balita di wilayah kerja

UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli Utara.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap ibu terhadap upaya

penanganan diare secara dini pada balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas

Kecamatan Gunungsitoli Utara 2015 .

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk menggambarkan pengetahuan ibu tentang penanganan diare secara

dini pada balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan

Gunungsitoli Utara 2015.

2. Untuk menggambarkan sikap ibu tentang penanganan diare secara dini

pada balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Gunungsitoli

Utara 2015.

3. Untuk menggambarkan tindakan ibu dalam melakukan penanganan diare

secara dini pada balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Kecamatan

(11)

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai masukan bagi petugas kesehatan agar memperhatikan perilaku

para ibu setempat dalam mengatasi penyakit diare pada balita.

2. Sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang membutuhkan baik dari

kalangan akademis, masyarakat dan peneliti.

3. Sebagai pengembangan wawasan keilmuan peneliti dalam hal memahami

tentang pengetahuan dan sikap ibu terhadap penanganan masalah diare

Referensi

Dokumen terkait

Menimbang, bahwa salah satu Kuasa Hukum Penggugat yang bernama ADVOKAT II., adalah Advokat Magang/ pemegang Izin Sementara Praktek Advokat, maka ia terikat dan

Perubahan Warna Pada Ekor Benih Ikan Koki Peningkatan warna pada ekor ikan koki selama 40 hari perlakuan terdapat fluktuasi pada perlakuan D (penambahan 10% TKU)

Mohon sekiranya dapat diberikan ijin bagi mahasiswa S1 prodi Administrasi Publik Fakultas ISIP Universitas Diponegoro untuk dapat melaksanakan penelitian dan mengumpulkan data

Sesuai dengan potensi yang dimiliki masing-masing daerah kabupaten yang ada di Propinsi Sulawesi Tengah, mempunyai peluang yang cukp besar untuk dikembangkan sebagai

Maka mohon sekiranya dapat diberikan ijin melaksankan wawancara di kantor .... Cengkeh

Secara retrospektif, mungkin terdapat fase prodromal dengan gejala-gejala dan perilaku kehilangan minat dalam bekerja, adalam aktivitas (pergaulan) sosial, penelantaran

Berdasarkan hasil analisia univariat pada tabel 2 disamping menunjukkan bahwa lovestyle remaja lebih banyak dengan tipe ludus (33%) dan storge (29%), mempunyai sikap seksual

Dengan adanya program ini maka pihak pengurus masjid Abubakar Sidik dapat melakukan perhitungan zakat dengan cepat dan akurat, ini sangat membantu sekali karena program zakat ini