1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Keterampilan sosial menjadi keterampilan yang penting dikuasai setiap
anak. Menurut Plato (Makmun, 2003:105), “secara potensial (fitrah) manusia
dilahirkan sebagai makhluk sosial (zoon politicon)”. Oleh karena itu, sebagai
makhluk sosial, anak harus dapat mengembangkan keterampilan sosialnya sebagai
bekal untuk memenuhi tugas-tugas perkembangan yang menjadi harapan
masyarakat atau social expectations. Akan tetapi, tidak semua anak memiliki
keterampilan sosial dan kemampuan menuntaskan tugas-tugas perkembangannya.
Salah satu indikator ialah munculnya permasalahan yang dialami anak seperti
ingin menang sendiri, merasa berkuasa, tidak mau berteman atau memilih-milih
teman, bersikap agresif, dan tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan
(Syaodih,1995:29).
Anak-anak yang kurang memiliki keterampilan sosial sangat
memungkinkan untuk ditolak oleh rekan yang lain. Anak yang tidak memiliki
keterampilan sosial (tidak mampu bekerjasama, menyesuaikan diri, berinteraksi
dengan baik, mengontrol diri, berempati, menaati aturan serta menghargai orang
lain) akan sangat mempengaruhi perkembangan anak lainnya. Sebaliknya,
2
teman sebaya, penerimaan dari guru, dan sukses belajarnya (Kurniati, 2006b:
112).
Berdasarkan hal tersebut, maka keterampilan sosial menjadi kebutuhan
bagi setiap individu untuk dapat diterima di lingkungan sosialnya, termasuk anak
tunarungu. Tunarungu merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan
keadaan kehilangan pendengaran yang dialami oleh seseorang. Secara umum
tunarungu dikategorikan kurang dengar dan tuli, sebagaimana yang diungkap
Hallahan dan Kauffman (1991:26) bahwa “Tunarungu adalah suatu istilah umum
yang menunjukkan kesulitan mendengar yang meliputi keseluruhan kesulitan
mendengar dari yang ringan sampai yang berat, digolongkan ke dalam tuli dan
kurang dengar”.
Berdasarkan hambatan tersebut, maka dapat mengakibatkan kesulitan
dalam belajar di sekolah dan dalam berkomunikasi dengan orang yang dapat
mendengar sehingga berdampak pada perkembangan sosial dan keragaman
pengalamannya. Sebagian besar perkembangan sosial anak didasarkan atas
komunikasi lisan, begitu pula perkembangan komunikasi itu sendiri, sehingga
gangguan dalam proses pendengaran akan menimbulkan hambatan dalam
berinteraksi dan berkomunikasi.
Masalah mendasar yang dialami oleh anak tunarungu adalah hambatan
dalam perkembangan bahasa, sehingga anak mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi dengan lingkungannya. Anak yang dari lahir sudah mengalami
kehilangan pendengaran tidak mendapatkan rangsangan bunyi/suara dari
3
anak tunarungu, tidak terjadi umpan balik dan proses meniru ucapan, maka alat
bicaranya pun tidak terlatih untuk mengucapkan kata-kata atau berkata. Alat
bicaranya menjadi kaku, dalam arti mereka mengalami kesulitan untuk
mengungkapkan sesuatu tanpa terlatih berbicara, karena alat bicara tidak bisa
bergerak secara otomatis, melainkan harus mengeja. Oleh karena itu banyak anak
tunarungu sulit untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang lain dan mereka
juga sulit untuk bisa berinteraksi dengan orang lain, sulit mengungkapkan isi
hatinya, disebabkan dari masukan bahasa yang diterimanya sangat kurang,
sehingga bahasanya pun kurang berkembang. Kekurangan anak tunarungu dalam
perolehan bahasa secara verbal, maka kompensasi komunikasinya adalah dengan
menggunakan bahasa isyarat. Kurangnya masukan bahasa yang bisa diterima oleh
anak tunarungu akhirnya menyebabkan banyak dari mereka sulit berkomunikasi
dengan orang lain. Dengan keterbatasannya dalam berkomunikasi ini maka
banyak mempengaruhi keterampilan sosial anak tunarungu. Memang tidak semua
dari anak tunarungu memiliki keterampilan sosial yang kurang baik, tetapi banyak
juga dari mereka yang selalu merasa rendah diri dan sensitif (mudah curiga) jika
berhadapan dengan orang lain pada umumnya. Banyak dari mereka yang menarik
diri dari lingkungannya karena keterbatasan bahasa yang dimiliki, sehingga
mereka kesulitan untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Setiap anak, termasuk anak tunarungu membutuhkan orang lain dalam
membantu perkembangan keseluruhan dirinya, dan orang yang paling pertama
bertanggung jawab adalah kedua orang tua atau keluarganya. Keluarga sebagai
4
dalam mengembangkan keterampilan sosial anak tunarungu. Robandi, dkk.
(2007:175) menyatakan bahwa:
Disebut sebagai lembaga pertama karena pada umumnya setiap anak dilahirkan dan kemudian dibesarkan pada awal pertama dalam lingkungan keluarga. Kemudian disebut sebagai lembaga utama bagi anak, karena keberhasilan pendidikan dalam keluarga ketika anak berada dalam usia dini
atau sering disebut masa golden age.
Karena itulah keluarga dipandang sebagai lembaga pertama dan utama
bagi anak. Hubungan anak dengan orang tua dan anggota keluarga lainnya
menjadi landasan sikap anak terhadap orang lain, benda dan kehidupan secara
umum. Keluarga merupakan primary group bagi anak yang pertama-tama
mendidiknya dan merupakan lingkungan sosial pertama di mana anak
berkembang sebagai mahluk sosial. Merawat dan mengasuh anak bukan hanya
memenuhi kebutuhan fisik atau jasmaninya saja, melainkan juga pada pemenuhan
optimalisasi perkembangan yang lain seperti emosi, sosial, bahasa, motorik dan
kognitif. Hofman (Syaodih, E, 1999:5) menyatakan bahwa “perlakuan orang tua
dalam pengasuhan anak sangat menentukan perilaku anak menjadi perilaku yang
prososial atau anti sosial”. Sejalan dengan ini, Santrock (2002:257) menyatakan
bahwa:
Kasih sayang pengasuhan selama beberapa tahun pertama kehidupan merupakan ramuan kunci dalam perkembangan sosial anak, meningkatkan kemungkinan anak akan berkompeten secara sosial dan menyesuaikan diri dengan baik pada tahun-tahun prasekolah dan sesudahnya.
Perbedaan pola asuh yang diterapkan orang tua kepada anaknya turut
berpengaruh pada perkembangan sosial anak. Penelitian sebelumnya yang
5
pengalaman pengasuhan yang baik menunjukkan pemenuhan kriterianya dalam
semua item (perkembangan sosial dan emosi, komunikasi, kognitif dan
pengetahuan umum), dibandingkan dengan 30% anak-anak yang tidak mendapat
pengalaman pengasuhan yang baik”.
Berdasarkan hal tersebut, maka orangtua dituntut untuk lebih optimal,
dalam memberikan didikan, bimbingan, pengasuhan juga arahan pada anak
khususnya anak tunarungu yang memiliki hambatan pendengaran dalam mencapai
suatu kematangan sosial untuk bekalnya menghadapi kehidupan yang lebih luas,
kompleks dan beragam. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini
bermaksud untuk melihat pola asuh orangtua anak tunarungu usia dini yang
memiliki keterampilan sosial baik di SLB Prima Bhakti Mulia, Kota Cimahi.
B. Identifikasi dan Rumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Keterbatasan bahasa yang dialami oleh anak tunarungu, tentunya akan
berdampak pada kehidupannya khususnya dalam kemampuan bicaranya.
Kemampuan berbicara seseorang sangat dipengaruhi oleh pengalaman bahasa
yang dimilikinya. Secara umum anak tunarungu secara potensial sama dengan
anak pada umumnya, tetapi secara fungsional perkembangan kognitif anak
tunarungu dipengaruhi oleh tingkat kemampuan bahasanya.
Selain hambatan tersebut di atas, ketunarunguan dapat mengakibatkan
6
perkembangan kepribadian anak menuju proses kedewasaan. Egosentrisme yang
melebihi anak pada umumnya, mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang
lebih luas, ketergantungan terhadap orang lain, lebih mudah marah dan cepat
tersinggung, pemalu dan terkadang menarik diri apabila berada dalam suatu
situasi yang baru dimana orang-orang yang hadir lebih beragam (cenderung
menarik diri dan sulit beradaptasi dengan lingkungan yang baru).
Berdasarkan hal tersebut, dalam mendukung keterampilan sosial anak
tunarungu dibutuhkan peran serta keluarga khususnya orangtua dalam
menerapkan pola asuh. Karena keterampilan sosial merupakan salah satu
keterampilan yang penting bagi anak, keterampilan sosial perlu dimiliki dan
dikembangkan oleh anak sejak dini untuk mencegah kegagalan dan kesulitan di
masa sekolah dan masa dewasa kelak.
Hasil temuan tentang keterampilan sosial (Field & Roopnarine, 1982;
Doyle, Connoly & Rivest, 1980; Ladd, et al., 1992; dalam Spodek, 1993: 71)
menyebutkan, keterampilan sosial anak lebih bergantung pada “kualitas
pertemanan” dengan orang-orang yang telah dikenal atau familiar sebelumnya,
yaitu lingkungan keluarga. Sejalan dengan hasil temuan Field & Roopnarine;
Doyle, Connoly & Rivest; Ladd, et al., Nasution (2010: 1) mengungkapkan, anak
akan baik perkembangan keterampilan sosialnya apabila pola asuh yang diberikan
orang tuanya baik pula. Pendapat yang mengungkapkan keterampilan sosial anak
lebih baik jika dikembangkan melalui lingkungan keluarga didasari alasan
7
mengembangkan dan menanamkan berbagai kebiasaan dan norma perilaku
sebagai bekal kehidupan pribadi di keluarga dan masyarakat (Pemerintah Provinsi
Jawa Barat, 2003:1).
Hasil studi pendahuluan memperlihatkan bahwa sebagian anak-anak
tunarungu memiliki keterampilan sosial yang baik, tetapi ada pula anak-anak
tunarungu yang keterampilan sosialnya kurang baik, padahal anak-anak tunarungu
tersebut relatif sama dalam hal kemampuan kognitif maupun tingkat kehilangan
pendengarannya. Sehubungan dengan itu, yang menjadi pertanyaan adalah
bagaimana pola asuh orangtua mempengaruhi keterampilan sosial anak
tunarungu? Berdasarkan permasalahan itulah peneliti ingin menelusuri bagaimana
keluarga memperlakukan anak tunarungu di rumah sehingga mereka (anak
tunarungu) ini memiliki keterampilan sosial yang baik.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka masalah yang akan dikaji
dalam penelitian ini adalah: “pola asuh orangtua anak tunarungu usia dini yang
memiliki keterampilan sosial baik di SLB Prima Bhakti Mulia, Kota Cimahi”
dengan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana keterampilan sosial anak tunarungu usia dini di Sekolah Luar
Biasa Prima Bhakti Mulia Kota Cimahi?
2. Bagaimana pola asuh orangtua dari anak tunarungu usia dini yang memiliki
8
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini terdiri atas tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan
umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk pola asuh orangtua
dilihat dari keterampilan sosial anak tunarungu usia dini di Sekolah Luar Biasa
Prima Bhakti Mulia Kota Cimahi.
Sedangkan tujuan penelitian secara khusus adalah untuk:
1. Mengetahui gambaran keterampilan sosial anak tunarungu usia dini di
Sekolah Luar Biasa Prima Bhakti Mulia Kota Cimahi.
2. Mengetahui pola asuh orang tua anak tunarungu usia dini yang memiliki
keterampilan sosial baik.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bernilai guna baik untuk keperluan teoritik
maupun secara aplikatif. Adapun manfaatnya adalah sebagai berikut:
1. Teoritik, untuk pengembangan ilmu pengetahuan dibidang pendidikan anak
berkebutuhan khusus, khususnya dalam bidang intervensi dini dimana
diharapkan orangtua dapat mengintervensi anaknya secara dini dengan
menerapkan pola asuh yang baik agar dapat mengoptimalkan keterampilan
sosial anaknya.
2. Aplikatif, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat secara
9
keterampilan sosialnya kurang baik; sebagai masukan untuk menerapkan pola
asuh yang lebih baik untuk meningkatkan keterampilan sosial anaknya.
3. Peneliti lain; hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan rujukan untuk
penelitian lebih lanjut, khususnya dalam rangka untuk menerapkan dan
mengembangkan pola asuh orangtua untuk meningkatkan keterampilan sosial
bagi anak tunarungu.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam tesis ini dibagi dalam lima bab, setiap bab
dirinci dalam beberapa sub bab sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan, berisi latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II : Kajian pustaka, meliputi: pengertian keterampilan sosial, kategori
keterampilan sosial, faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan sosial,
pengertian pola asuh orangtua, dimensi pola asuh orangtua, pengaruh pola asuh
orangtua terhadap keterampilan sosial anak, tunarungu usia dini, keterampilan
sosial dan pola asuh orangtua, juga penelitian-penelitian terdahulu.
BAB III : Metodologi penelitian, meliputi: lokasi dan informan penelitian, desain
penelitian, metode penelitian, definisi istilah, instrumen penelitian, teknik
pengumpulan data penelitian, teknik keabsahan data, dan analisis data.
BAB IV : Hasil penelitian dan pembahasan, meliputi: deskripsi hasil data
10
wawancara pola asuh orangtua dari anak tunarungu usia dini yang memiliki
keterampilan sosial baik, beserta pembahasan.