• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bantenesia - FISIP Untirta Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Bantenesia - FISIP Untirta Repository"

Copied!
358
0
0

Teks penuh

(1)

Penulis :

A

AbbdduullHHaammiidd,,AAgguussSSjjaaffaarrii,,AArreennaawwaattii,,GGaanndduunnggIIssmmaannttoo,, I

ImmaannMMuukkhhrroommaann,,IIppaahhEEmmaaJJuummiiaattii,,KKaanndduunnggSSaappttooNNuuggrroohhoo,,NNeekkaaFFiittrriiyyaahh,,

R

Raahhmmaawwaattii,,RRaannggggaaGG.. GGuummeellaarr,,RRiinnyyHHaannddaayyaannii,,TTiittiiSSttiiaawwaattii,,YYeenniiWWiiddyyaassttuuttii

(2)

Nugroho, Kandung Sapto dan Fuad, Anis BANTENESIA

Serang: FISIP Untirta Press, 2012 ix, 216 hlm, 21 cm

Hak Cipta 2012, FISIP Untirta Press

++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apa pun, termasuk dengan cara penggunaan mesin fotokopi, tanpa izin sah dari penerbit

++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ Cetakan Pertama Februari 2012

2012

Kandung Sapto Nugroho & Anis Fuad BANTENESIA Desain cover oleh FISIP Untirta Press

++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ Dicetak di Pandu Yudha Krisna Murti Offset

++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ FISIP Untirta Press

Jl. Raya Jakarta Km. 4

Phone (0254) 280330 Ext 281254

(3)

Editor:

KANDUNG SAPTO NUGROHO ANIS FUAD

Penulis :

A

AbbdduullHHaammiidd,,AAgguussSSjjaaffaarrii,,AArreennaawwaattii,,GGaanndduunnggIIssmmaannttoo,, I

ImmaannMMuukkhhrroommaann,,IIppaahhEEmmaaJJuummiiaattii,,KKaanndduunnggSSaappttooNNuuggrroohhoo,,NNeekkaaFFiittrriiyyaahh,,

R

Raahhmmaawwaattii,,RRaannggggaaGG.. GGuummeellaarr,,RRiinnyyHHaannddaayyaannii,,TTiittiiSSttiiaawwaattii,,YYeenniiWWiiddyyaassttuuttii

(4)

Nugroho, Kandung Sapto dan Fuad, Anis BANTENESIA

Serang: FISIP Untirta Press, 2012 ix, 215 hlm, 21 cm

Hak Cipta 2012, FISIP Untirta Press

++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apa pun, termasuk dengan cara penggunaan mesin fotokopi, tanpa izin sah dari penerbit

++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ Cetakan Pertama Februari 2012

Kandung Sapto Nugroho & Anis Fuad BANTENESIA Desain cover oleh FISIP Untirta Press

(5)

iii | B A N T E N E S i A

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penyusun panjatkan atas kehadirat

Allah SWT yang terus memberikan rizki dan hidayah-Nya kepada kita

semua diberikan kecerahan dan keberkahan. Penyusun merasa sangat

bersyukur karena dapat menyelesaikan tugas penyusunan buku

BANTENESiA guna menambah khasanah keilmuan dalam bidang ilmu

sosial, berguna juga bagi para pengambil kebijakan public sepertinya

lebih dikenal dengan istilah research based policy, karena ketika kebijakan

yang disusun tidak berdasarkan permasalahan yang benar maka

kebijakan akan gagal, sehingga sebelum sebuah kebijakan disyahkan

sebaiknya dikaji dengan riset atau kajian ilmiah, sehingga dapat

meminimalisir kegagalan sebuah kebijakan.

Buku ini merupakan publikasi dari hasil-hasil penelitian yang

dilakukan oeh para dosen di lingkungan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten yang berisi lika-liku

masalah social yang terjadi di Banten. Penyusunan buku ini adalah

dalam rangka memberikan sumbang saran untuk perbaikan Banten ke

depan, karena pada dasarnya buku merupakan ruang diskusi terbuka

untuk memberikan sumbangan pemikiran dari akademisi yang akan

menempakan akademisi bukan hanya sebagai menara gading ilmu

(6)

iv|B A N T E N E S i A

seluruh stakeholders. Buku ini masih jauh dari sempurna, sehingga

kami tetap berupaya untuk membuka ruang kritik dan saran yang

membangun melalui media email; kandungsaptonugroho@gmail.com.

Terakhir semoga buku ini bermanfaat untuk Banten ke depan. Amin.

Februari 2012

(7)

v | B A N T E N E S i A

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR MATRIK ... xi

DAFTAR GRAFIK ... xii

POLITISASI BIROKRASI ERA PILKADA LANGSUNG Pengalaman Beberapa Daerah Oleh : Abdul Hamid ... 1

WAJAH PEMULUNG DI PROVINSI BANTEN Studi Kasus di TPS Desa Cilowong Oleh: Agus Sjafari ... 27

PERAN SOCIAL MEDIA NETWORKING FOR GOV 2.0 DI INDONESIA Oleh : Anis Fuad ... 53

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KUALITAS PELAYANAN RSUD SERANG PROVINSI BANTEN TAHUN 2010 Oleh: Arenawati ... 77

DASAWARSA BANTEN MEMBANGUN Sebuah Telaah Kritis Oleh : Gandung Ismanto ... 101

(8)

vi|B A N T E N E S i A

ANGGOTA DPRD PROVINSI BANTEN PERIODE 2009-2014 Studi Kasus Atas Dugaan Manipulasi Laporan Reses Anggota DPRD Provinsi Banten Tahun Kegiatan 2010

Oleh: Iman Mukhroman ... 121

ANALISIS LINGKUNGAN DALAM MENENTUKAN TUJUAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA BANTEN

Oleh : Ipah Ema Jumiati ... 141

”PRESTASI” BANTEN DAN PANDANGAN POLITIK

MAHASISWA DALAM PEMILIHAN GUBERNUR BANTEN 2011 Oleh : Kandung Sapto Nugroho ... 185

PENGARUSUTAMAAN GENDER VERSUS JAWARA DI BANTEN Refleksi Empat Tahun Penerapan dan Problematika Program

Pengarusutamaan Gender di Provinsi Banten

Oleh : Neka Fitriyah ... 205

PROBLEMATIKA PENGELOLAAN ASSET DAERAH DAN PEMECAHANNYA DI KABUPATEN PANDEGLANG

Oleh : Rahmawati ... 233

PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN PADA MUATAN LOKAL DALAM PRESPEKTIF KOMUNIKASI ISTRUKSIONAL Studi Kasus Pelajaran Metode Penelitian Di SMA CMBBS

Pandeglang Banten

Oleh : Rangga Galura Gumelar ... 263

POLA MOBILITAS MAHASISWA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

(9)

vii | B A N T E N E S i A

PETA MASALAH ANAK JALANAN DAN MODEL PEMECAHANNYA BERBASIS PEMBERDAYAAN KELUARGA DI KOTA SERANG PROVINSI BANTEN

Oleh : Titi Stiawati ... 289

TINJAUAN FENOMENOLOGIS

PERAN STRATEGIS PEREMPUAN DALAM KEHIDUPAN SOSIAL DI PROVINSI BANTEN

Oleh : Yeni Widyastuti ... 311

(10)

viii|B A N T E N E S i A

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. The Public Private Continum ... 84

Gambar 2. Model Persepsi Kualitas Jasa ... 85

Gambar 3. Peta Problematik Pengarusutamaan Gender Di

Provinsi Banten ... 226

(11)

ix | B A N T E N E S i A

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Persepsi Masyarakat Terhadap Kenyamanan Ruang

Tunggu ... 87

Tabel 2. Persepsi Masyarakat Terhadap Kemampuan Memberikan

Jasa Yang Dapat Dipercaya ... 88

Tabel 3. Persepsi Masyarakat Terhadap Ketanggapan RSUD Serang

Dalam Menangani Pasien ... 89

Tabel 4. Persepsi Masyarakat terhadap Kompetensi yang dimiliki

Pegawai RSUD Serang ... 90

Tabel 5. Persepsi Masyarakat terhadap keramahan dari petugas

RSUD Serang ... 91

Tabel 6. Persepsi Masyarakat Atas Kejujuran Petugas RSUD

Serang ... 92

Tabel 7. Persepsi masyarakat terhadap keamanan tempat parkir di

RSUD Serang ... 93

Tabel 8. Persepsi masyarakat terhadap Keterjangkauan lokasi

RSUD ... 94

Tabel 9. Ketersampaian Informasi Yang Disampaikan Petugas

RSUD Serang ... 95

Tabel 10. Perhatian Petugas Terhadap Kebutuhan Pasien ... 96

Tabel 11. Kategorisasi Persepsi Masyarakat Terhadap Kualitas

(12)

x|B A N T E N E S i A

Tabel 12. Identifikasi Faktor Internal Dan Eksternal ... 164

Tabel 13. Pengukuran Strengths-Opportunities (SO) FISIP Untirta 172 Tabel 14. Pengukuran Weaknesses-Opportunities (WO) FISIP Untirta ... 174

Tabel 15. Pengukuran Strengths-Threaths (ST) FISIP Untirta... 175

Tabel 16. Pengukuran Weaknesses-Threats (WT) FISIP Untirta .... 177

Tabel 17. Perbandingan Human Development Index Provinsi Banten dengan HDI Nasional ... 188

Tabel 18. Tabulasi Silang Pilihan Politik Mahasiswa dengan Jenis Kelamin Responden ... 200

Tabel 19. Perencanaan Asset Daerah ... 252

Tabel 20. Penganggaran Asset Daerah ... 253

Tabel 21. Pengadaan Asset Daerah ... 253

Tabel 22. Penggunaan Asset Daerah ... 254

Tabel 23. Penatausahaan Asset Daerah ... 255

Tabel 24. Pemeliharaan Asset ... 257

Tabel 25. Pengendalian dan Pengawasan Asset ... 258

Tabel 26. Penghapusan Asset ... 260

Tabel 27. Pemindahtangan Asset ... 256

(13)

xi | B A N T E N E S i A

DAFTAR MATRIK

Matrik 1.Strengths Weaknesses Opportunites Threats ... 149

(14)

xii|B A N T E N E S i A

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1. Grafik Distribusi Frekuensi Total Nilai Jawaban Persepsi

Responden Terhadap Kualitas Pelayanan RSUD Serang ... 97

(15)

1 | B A N T E N E S i A

POLITISASI BIROKRASI ERA PILKADA LANGSUNG

Pengalaman Beberapa Daerah

Oleh: Abdul Hamid1

Pendahuluan

Wacana desentralisasi kerapkali mengikuti wacana demokrasi.

Karena itu ketika rezim otoriter Soeharto diruntuhaan oleh gerakan

massa setelah sebelumnya dihantam krisis ekonomi, maka wacana

desentralisasi mengikuti di belakangnya. Hal ini bisa dipahami karena

selama 32 tahun orde baru, negara dikelola secara terpusat. Daerah

diikat dengan jargon persatuan dan kesatuan. Dinamika politik

lokalpun amat tidak menarik karena hanya merupakan representasi

kepentingan Jakarta. Tak berhenti sebatas wacana, desentralisasi

menjadi kebijakan dengan lahirnya UU No. 22 tahun 1999 tentang

Otonomi Daerah dan UU 25 No. 1999 tentang Perimbangan Keuangan

Pusat dan Daerah.

1

(16)

2 | B A N T E N E S i A

Sejak itulah kemudian politik lokal di Indonesia menjadi fenomena

yang amat seksi bagi para pengamat dan akademisi. Selain hubungan

pusat-daerah yang terus menerus tarik menarik, kompetisi aktor-aktor

lokal dalam merebut kekuasaan merupakan tontonan yang seru.

Apalagi kemudian lahir UU No 32 Tahun 2004 yang memberi

kesempatan kepada masyarakat untuk memilih pemimpinnya secara

langsung. Kompetisi antar aktor politik lokal berlangsung sengit untuk

memperebutkan sumber daya politik yang juga berarti akses ke sumber

daya ekonomi. Salah satu aktor yang amat penting diamati dan

nampaknya berperan penting dalam politik lokal adalah birokrasi

pemerintah daerah.

Birokrasi

Sejatinya birokrasi harusnya melayani masyarakat. Ia hadir dalam

masyarakat untuk melayani kompleksitas persoalan di masyarakat

modern. Secara ideal, Weber (dalam Thoha, 2003) misalnya menyajikan

beberapa ciri yang harus dimiliki birokrasi, yaitu:

1. Individu pejabat secara personal bebas, akan tetapi dibatasi oleh

jabatannya manakala ia menjalankan tugas-tugas atau

kepentingan individual dalam jabatannya. Pejabat tidak bebas

menggunakan jabatannya untuk keperluan dan kepentingan

pribadinya, termasuk keluarganya

2. Jabatan-jabatan itu disusun dalam tingkatan hierarki dari atas ke

(17)

3 | B A N T E N E S i A

bawahan, dan ada pula yang menyandang kekuasaan lebih besar

dan ada yang lebih kecil

3. Tugas dan fungsi masing-masing jabatan dalam hierarki itu secara

spesifik berbeda satu sama lainnya

4. Setiap jabatan mempunyai kontrak jabatan yang harus dijalankan.

Uraian tugas masing-masing pejabat merupakan domain yang

menjai wewenang dan tanggungjawab yang harus dijalankan

sesuai dengan kontrak

5. Setiap pejabat diseleksi atas dasar kualifikasi profesionalitasnya,

idealnya hal tersebut dilakukan melalui ujian yang kompetitif

6. Setiap pejabat mempunyai gaji, termasuk hak untuk menerima

pensiun sesuai dengan tingkatan hierarki jabatan yang

disandangnya. Setiap pejabat bisa memutuskan untuk keluar dari

pekerjaannya dan jabatannya sesuai dengan keinginannya dan

kontraknya bisa diakhiri dalam keadaan tertentu

7. Terdapat struktur pengembangan karier yang jelas dengan

promosi berdasarkan senioritas dan merit sesuai dengan

pertimbangan yang obyektif

8. Setiap pejabat sama sekali tidak dibenarkan menjalankan

jabatannya dan resources instansinya untuk kepentingan pribadi

dan keluarganya

9. Setiap pejabat berada dibawah pengendalian dan pengawasan

(18)

4 | B A N T E N E S i A

Salah satu aspek yang penting agar birokrasi tampil professional

adalah dengan menjaga jarak dengan kekuatan-kekuatan politik.

Namun ini bukanlah hal mudah karena birokrasi justru dipimpin oleh

pemimpin politik. Birokrasi tidak hadir dalam ruang kosong. Bulat –

lonjong birokrasi banyak ditentukan oleh kekuasaan yang

memayunginya.

Netralitas menjadi hal yang paling sulit dilakukan oleh birokrasi.

Thoha (2003) mendefinisikan netralitas birokrasi sebagai suatu system

dimana birokrasi tidak akan berubah dalam melakukan pelayanan

pelayanan kepada masternya, biarpun masternya berganti dengan

master yang lain. Pemberian pelayanan tidak bergeser sedikitpun

walaupun masternya berubah. Birokrasi dalam memberikan pelanan

berdasarkan profesionalisme, bukan karena kepentingan politik.

Birokrasi di Indonesia, sejatinya tak pernah netral dan tumbuh

menjadi birokrasi ideal seperti ciri di atas. Ia tumbuh dan berkembang

melayani kekuasaan sejak diciptakan di masa pra kolonial sampai era

reformasi. Birokrasi di Indonesia di awal pembentukannya memang

kepanjangan tangan pemerintah kolonial, bukan diciptakan untuk

melayani masyarakat. Pemerintah hindia belanda terkenal memakai

dual system pemerintahan, yakni BB dan kaum priyayi, penguasa lokal

dengan struktur pemerintahan yang disusun oleh Belanda. Sering

sistem pemerintahan kolonial ini disebut indirect rule, pemerintahan

(19)

5 | B A N T E N E S i A

Pangreh praja ini bukan merupakan korps pegawai yang seragam,

tapi terdiri dari penguasa lokal yang sejak abad ke-19 (1830) disusun

oleh Hindia Belanda. Dipertahankannya para penguasa bumiputera

oleh Hindia Belanda bukan karena alasan historis, yakni aliansi Priyayi

dengan VOC, tapi karena manfaat yang bisa diambil oleh dari priyayi

(Hok Ham, 2002).

Di masa kemerdekaan, pembentukan partai politik dengan

maklumat wakil presiden No x 1945, membuat elit politik terbelah

kedalam partai-partai politik. Elit yang menduduki jabatan politik di

pemerintahan lantas menggiring bawahannya di pemerintahan untuk

masuk ke golongan politik sang elit. Era orde lama merupakan masa

dimana birokrasi betul-betul terpolarisasi berdasarkan partai sang

pemimpin.

Setelah pemilihan umum 1955, gejala seperti itu semakin jelas.

Tidak jarang terjadi suatu departemen yang dipimpin oleh suatu

menteri dari partai tertentu, maka seluruh departemen mulai dari

tingkat pusat sampai ke desa menjadi sewarna politik menterinya.

Dahulu kementrian dalam negeri dari PNI, maka mulai dari pegawai di

kementrian sampai lurah dan kepala desa di Indonesia adalah berpartai

PNI. Demikian pula kementerian agama yang dipimpin oleh menteri

dari partai NU, maka mulai dari menteri, pejabat-pejabat di

kementerian agama, sampai ke kantor urusan agama (KUA) di

(20)

6 | B A N T E N E S i A

Hal yang sama terjadi di era orde baru. Pada masa tahun 1965

sampai dengan tahun 1998, PNS diharuskan menjadi anggota Golkar.

Keanggotaan PNS dijaring melalui mekanisme KORPRI yang berafiliasi

ke Golkar. Mau tidak mau semua PNS menjadi anggota Golkar

meskipun hati nuraninya menolak. (Irsyam, 2001).

Paska jatuhnya Soeharto, ada beberapa aturan yang

mengharuskan PNS bersikap netral. BJ Habibie, Presiden pertama

setelah lengsernya Soeharto, mengeluarkan PP Nomor 5 Tahun 1999,

yang menekankan kenetralan pegawai negeri sipil (PNS) dari partai

politik. Aturan ini diperkuat dengan pengesahan UU Nomor 43 Tahun

1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian untuk menggantikan UU

Nomor 8 Tahun 1974. Tapi muncul juga kecenderungan parpolisasi

departemen seperti era orde lama. Sekjen yang seharusnya diisi birokrat

karier misalnya diisi oleh orang dekat partai seperti yang terjadi di

Departemen Kehutanan dan Perkebunan di era Kabinet Abdurahman

Wahid.

Contoh lain adalah dukung mendukung dalam pemilu dan

pemilihan Presiden 2004. Misalnya adalah beredarnya surat Wakil

Bupati Subang, Maman Yudia perihal dana sukses Mega-Hasyim yang

ditujukan kepada para pimpinan dinas/instansi/badan/kantor

se-Kabupaten Subang2 atau pengerahan kepala desa dan PNS oleh tim

kampanye Mega-Hasyim di Tabanan, Bali. 3.

2

Pikiran Rakyat, 17 Juni 2004

3

(21)

7 | B A N T E N E S i A

Jika selama ini kajian politisasi birokrasi lebih banyak bicara sekup

nasional, maka tulisan ini justru akan bicara tentang politisasi birokrasi

di daerah. Birokrasi di daerah mengalami politisasi yang cukup parah

semenjak otonomi daerah diberlakukan. Apalagi semenjak pemilihan

kepala daerah (pilkada) dilakukan secara langsung. Terdapat

kecendrungan birokrasi dijadikan mesin politik. Hal ini tentu saja bisa

berdampak buruk kepada reformasi birokrasi yang berkeinginan

mendudukkan birokrasi pada tempatnya yang ideal, melayani

masyarakat. Tulisan ini memilih tidak menyajikan perdebatan teoritis,

tapi lebih mengetengahkan potret gamblang politisasi birokrasi secara

empiris dalam pilkada Banten 2007.

Pilkada Langsung

Pilkada langsung adalah upaya membangun demokrasi di level

lokal. Selama orde baru dan di awal reformasi kepala daerah dipilih

oleh DPRD dan kemudian ditetapkan oleh Pemerintah di atasnya.

Proses seperti ini pada prakteknya membuat pemilihan kepala daerah

menjadi tidak demokratis. Intervensi pusat kedalam proses pilkada

acapkali terjadi. Kasus terakhir yang menonjol nadalah pembatalan

penetapan Alzier sebagai Gubernur Provinsi Lampung oleh Megawati,

padahal yang bersangkutan mendapatkan suara mayoritas di DPRD.

Pemilihan Kepala daerah dirancang untuk mengembalikan

kedulatan rakyat. Rakyat bisa memilih langsung pemimpin yang

(22)

8 | B A N T E N E S i A

Pemilihan Kepala Daerah Langsung (Pilkada Langsung) adalah

pelaksanaan dari UU No. 32 tahun 2004 yang dioperasionalisasikan

melalui PP No. 6 tahun 2005. Pilkada langsung merupakan upaya

menjadikan pemimpin daerah dipilih langsung oleh masyarakat.

Sebelumnya, sesuai UU No. 5 1974 di era Soeharto dan UU No. 22 tahun

1999 di awal era reformasi, pemilihan dilakukan oleh DPRD.

Menurut Departemen Dalam Negeri (2005), ada beberapa alasan

mengapa pilkada langsung harus dilaksanakan, antara lain:

1. Pasal 6 A UUD 1945 presiden dan wapres dipilih langsung oleh

rakyat

2. Pasal 18 UUD 1945 Gubernur, Bupati, Walikota dipilih secara

Demokratis

3. Kepala Desa Dipilih Langsung Rakyat

4. Money Politics Lebih sulit dilakukan

5. Hubungan Checks and Balances Lebih Baik

6. Konstruksi Pemda sudah tidak Kondusif lagi untuk

menghadapi realitas persaingan

7. Kesamaan sistem dengan di Pusat

8. Lebih akuntabel, kepada rakyat

9. Stabilitas politik yang lebih kuat

Untuk mengikuti pilkada, seorang calon harus mendapatkan

dukungan partai politik atau gabungan partai politik. Dalam pasal 59

(23)

9 | B A N T E N E S i A

gabungan partai politik yang mendapatkan sekurang-kurangnya 15%

(lima belas persen) dari jumlah kursi DPRD atau 15% (lima belas

persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam Pemilihan Umum

anggota DPRD di daerah yang bersangkutan yang boleh mengajukan

calon kepala daerah. Sejak tahun 2008, calon perseorangan

diperbolehkan mengikuti pencalonan sebagai Kepala Daerah dengan

syarat dukungan dengan jumlah tertentu. Namun apakah pilkada

langsung serta merta membawa kebaikan bagi semua pihak?

Bagaimana dengan pengaruhnya terhadap birokrasi di daerah?

Pilkada dan Politisasi Birokrasi

Memenangi pilkada hanya butuh satu hal, yaitu dukungan

mayoritas pemilih. Partai politik sebagai kendaraan wajib dalam

Pilkada langsung seharusnya tampil sebagai mesin politik utama.

Namun, birokrasi – terutama bagi incumbent – adalah senjata yang

amat tangguh.

Dengan sisem yang hierarkis dan jangkauan sampai ke pelosok

dan tentu saja sumber daya yang berlimpah, siapapun yang menguasai

birokrasi memiliki potensi besar memenangi pilkada langsung. Apalagi

birokrasi masih sering dianggap dan menganggap dirinya di atas

masyarakat.

Mengamati pilkada di berbagai tempat di Indonesia, ada beberapa

bentuk politisasi birokrasi:

(24)

10 | B A N T E N E S i A

Menjelang pilkada, biasanya muncul berbagai bentuk dukungan

bagi incumbent. Di Depok, salah satu pola yang dilakukan adalah pola

kedekatan personal dan getok – tular. Seorang PNS yang menjadi tim

sukses akan mengajak jaringan pertemanannya menjadi tim sukses juga.

Namun hal ni bersifat tidak memaksa. Bisa dikatakan terdapat

kubu-kubu dukungan di tubuh birokrasi Kota Depok dalam menghadapi

Pilkada. Pejabat di level atas seperti di level Kepala Dinas sampai Camat

dan Lurah memiliki kecenderungan mendukung Badrul kamal.

Sedangkan PNS di level bawah terbelah antara mendukung Yuyun dan

Yus.4

Munculnya dukungan dari kalangan PNS ini bukan karena mobilisasi dari atasan, namun lebih karena ‚kesadaran‛ untuk mempertahankan jabatan dan meningkatkan karir. Karena itu banyak

PNS yang datang menghadap kepada kandidat untuk menyatakan

dukungan dan berharap diperhatikan karirnya jika si kandidat

memenangkan pilkada. Seorang pejabat di level kepala dinas bahkan

mengeluarkan dana pribadi seratusan juta rupiah dalam bentuk logistic

kampanye untuk keperluan pemenangan seorang kandidat5.

Hal ini diakui oleh seorang PNS di Kota Depok

Netralitas itu setipis kulit bawang. Gampang diucapkan, tapi sulit untuk dilaksanakan. PNS serba salah, netral salah, berpihak juga salah. Jika berpihak juga seperti berjudi, untung kalau yang didukung menang, kalau kalah, ya apes namanya6.

4

Wawancara konfidensial dengan dua orang PNS di Kota Depok.

5

Amri Yusra

6

(25)

11 | B A N T E N E S i A

PNS lain yang mengaku bersikap netral justru malah menyesal

karena tidak berpihak dalam Pilkada tahun 2005. Karirnya macet dan ia

menyaksikan bahwa birokrat yang pandai berpolitiklah yang karirnya

melaju. Padahal ia memiliki prestasi menonjol yang mengharumkan

nama Depok di tingkat Provinsi. Sikap frustasinya ditunjukkan dengan

mengajukan pindah ke daerah lain.7

Kasus yang cukup menonjol adalah sinyalemen keberpihakan

Camat Sukmajaya terhadap kandidat Incumbent. Camat Sukmajaya

mengadakan kegiatan gerak jalan pada tanggal 22 Mei 2005. Kegiatan

ini diikuti oleh Badrul Kamal dan dianggap sebagai kegiatan kampanye

terselubung oleh lawan-lawan politiknya. Diungkapkan juga bahwa

berbagai terdapat kegiatan pengarahan oleh Camat kepada RT/RW

untuk mendukung kandidat tertentu. 8

Dalam pelaksanaan kampanye, keberpihakan salah satu lurah juga

disinyalir terjadi. Kampanye pasangan Nur Mahmudi – Yuyun

Wirasaputra misalnya tak mendapatkan izin untuk dilakukan di

lapangan utama depan Kelurahan Pondok Petir. Hal ini dikarenakan

Lurah Pondok Petir, Anshari tak memberikan izin untuk menggunakan

lapangan tersebut. Padahal, sehari-hari lapangan itu biasa digunakan

untuk berbagai kegiatan, seperti pertunjukkan pasar malam atau

upacara hari besar nasioal di lingkungan Pondok Petir. Lurah Anshari diketahui luas warga pondok petir sebagai ‚tim sukses‛ Badrul Kamal.

7

Wawancara Konfidensial dengan seoran mantan PNS di Kota Depok

8

(26)

12 | B A N T E N E S i A

Akhirnya lokasi kampanye dipindahkan ke lahan kosong yang

direncanakan dibangun kompleks perumahan.9

Puncak persoalan politisasi birokrasi adalah ketika, para Lurah

menyatakan dukungannya terhadap Keputusan Pengadilan Tinggi Jawa

Barat yang memenangkan Badrul Kamal, calon Incumbent dalam

pemilihan Walikota Depok dan menolak keputusan Mahkamah Agung

yang menganulir putusan tersebut. Sikap dukung mendukung ini

memang muncul paska pilkada dalam konteks perselisihan hasil

pemilu.

Hal ini memancing polemik dan protes keras dari masyarakat sebab

Lurah berstatus pegawai negeri sipil yang tidak boleh berpolitik. Kasus

Depok menjadi menarik karena pemenang pilkada ternyata bukan

Badrul Kamal, melainkan Nur Mahmudi Ismail10.

Seorang Lurah lain bahkan menyampaikan bahwa Camat terlibat

dalam persoalan ini. Ia merasa dikorbankan oleh Camat selaku

atasannya. Mukri Sudana, Lurah Rangkapan jaya Baru menyampaikan.

Saya disuruh Camat datang ke Rumah makan (RM) Tirta Rasa Sawangan untuk menemui Zaenudin [lurah Mampang]. Terus terang saya ditelepon tiga kali yang meminta saya menemui Zaenudin di RM Tirta Rasa. Sesampainya di sana, selain Zaenudin sudah ada Lurah Tugu yakni Tb Asnawi dan Jamhurobi [lurah Sawangan Baru]. Saya hanya 20 menit di RM itu. Saya memang tanda tangan daftar hadir tapi saya tidak tahu apaapa kecuali hanya disuruh Pak Camat ke sana. Saat itu saya tanda tangan saja, apalagi

9

Sumarno, Drama Politik Pilkada Depok. Badrul Kamal Menggugat, Nurmahmudi Menjawab. Depok: Harakatuna Publishing, 2006. p.29.

10

(27)

13 | B A N T E N E S i A

di lembaran kosong itu sudah ada tanda tangan Ali Amin [lurah Cipayungjaya] dan Mulyadi dari Ratujaya. Saya juga bertanya kok camat nggak ada tanda tangannya. Zaenudin bilang camat tanda tangannya di kelompok instansi dan dinas-dinas. Yang jelas saya merasa ditipu sama Pak Camat. Saya ingin berhadapan langsung dengan camat. Saya kecewa karena sebagai pemimpin ternyata mengorbankan anak buah. Saya nggak senang dengan pernyataan camat yang bersumpah tidak memprovokasi lurah, seperti diberitakan Monde. Munafik itu orang. Saya minta camat segera mengklarifikasi karena camat yang perintahkan para lurah. Saksinya banyak.11

Pernyataan terbuka dukung mendukung seperti yang dilakukan

lurah tersebut tentu saja menimbulkan beberapa masalah. Pertama,

pelanggaran terhadap netralitas sebagai PNS. Kedua, mempengaruhu

kualitas pelayanan publik, sulit untuk menghindari terjadinya

dskiriminasi pelayanan publik berdasarkan peta dukungan. Ketiga,

mempengaruhi hubungan kolegial lurah dengan PNS lain, hal ini bisa

memicu ketegangan, konflik atau bahkan tekanan kepada bawahan

sang lurah. Keempat, mempengaruhi pola hubungan lurah dengan

atasan, apalagi jika kemudian yang terjadi adalah pihak yang didukung

kalah, akan terjadi ketidakharmonisan hubungan dengan kepala daerah

terpilih. Kelima, ini yang paling berbahaya, pernyataan dukungan bisa

menjadi awal mobilisasi sumber daya yang dimiliki negara untuk

kepentingan pemenangan kandidat yang didukung.

2. Mobilisasi Sumber Daya Negara/ Daerah untuk Incumbent

11

(28)

14 | B A N T E N E S i A

Mobilisasi sumber daya yang paling lunak adalah pemasangan

spanduk bergambarkan calon – biasanya incumbent—di sudut-sudut

kota dan iklan di media massa. Spanduk dan iklan berisi

bermacam-macam pesan, mulai dari selamat idul fitri, selamat HUT RI, uraian

keberhasilan pembangunan sampai seruan anti narkoba. Tidak masalah

jika sang kandidat menggunakan uang pribadi. Tapi merupakan

masalah besar jika uang yang dipakai adalah uang APBD.

Dalam kasus pilkada Banten, Incumbent memiliki seorang tim

sukses yang mengoordinasi kalangan birokrasi untuk memberikan

kontribusi, ia dikenal sebagai ASDA IV atau ASDA swasta12. Lebih

spesifik sang ASDA IV melakukan intervensi di Biro Humas. Menurut

Bambang Santosa, Kabag Dokumentasi Biro Humas Pemprov Banten

membenarkan design iklan untuk media cetak bukan murni dari Biro Humas. Bambang Santoso mengatakan, ‛itu dari Pak Asda IV. Kami tidak bisa mengelak. Ibu kan Plt Gubernur Banten‛. Hal sama terjadi pada iklan kerja sama di 3 media cetak di Banten. Kerja sama itu mengekploitasi

Atut Chosiyah sebagai Plt Gubernur Banten. Pemanfaatan jaringan

birokrasi oleh LBB13 melalui Asda IV dilihat dari anggaran Biro Humas

Pemprov Banten tiba-tiba membengkak dari Rp 1,3 miliar yang

diajukan menjadi lebih Rp 2 miliar.

Sebagian besar anggaran itu untuk sosialisasi. "Semuanya didrop

dari atas, bukan inisiatif dari biro itu sendiri," kata pejabat di Pemprov

12

Sebutan ini dikenal luas di kalangan birokrat dan pengusaha. Sebetulnya ASDA (Asisten Daerah) di lingkungan Pemprov Banten hanya ada III, Asda I

13

(29)

15 | B A N T E N E S i A

Banten. Hal sama terjadi pada Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) dan

Biro Perekonomian yang membengkak 250 persen dari anggaran yang

diajukan. Sebagian besar anggaran itu untuk bantuan dan kegiatan

sosial yang bersifat pengumpulan massa. Pemasangan spanduk,

bilboard, iklan di media cetak dan elektronik justru tidak berurusan

dengan pejabat di lingkungan Pemprov Banten. Padahal semuanya

menggunakan logo dan mengatasnamakan Pemprov Banten.

Contohnya, spanduk Banten Gerbang Investasi yang marak di Cilegon,

ucapan hari raya dan sebagainya.14

Spanduk lain berusaha memunculkan image Rt. Atut Chosiyah

digambarkan sebagai ibu yang peduli AIDS, peduli Kesehatan anak

melalui kampanye PIN (Pekan Imunisasi Nasional) dan Banten Sehat

2010, Perempuan relijius dengan mengucapkan selamat perayaan hari

besar keagamaan seperti Idul Fitri, Natal, Haji dan Kurban,

digambarkan pula sebagai pendukung kegiatan-kegiatan pemuda dan

pelajar seperti festival Rock se-Banten.

Pola yang lain adalah dengan memobilisasi sumber dana untuk kegiatan ‛sinterklas‛ incumbent atau bagi-bagi bantuan untuk masyarakat maupun LSM. Menjelang pilkada, dalam APBD Perubahan

2006, terdapat penambahan anggaran Biro Kesejahteraan Rakyat (Biro

Kesra) Rp 5,7 miliar untuk ormas dan profesi dengan alasan untuk

memenuhi 5.800 proposal dari masyarakat yang masuk ke Pemprov

14

(30)

16 | B A N T E N E S i A

Banten. Dalih ini menggamangkan masyarakat yang telah rela uangnya

dipotong pajak dan retribusi untuk dikumpulkan menjadi anggaran

pemerintah. Sebab sebelumnya, Biro Kesra memperoleh alokasi

anggaran Rp 64,5 miliar, di antaranya Rp 62,5 miliar untuk bantuan

organisasi kemasyarakatan dan profesi. Dengan dalih ini, tersirat dana

di Biro Kesra telah habis dibagi-bagikan.

Sementara, justru untuk kegiatan yang berhubungan langsung

dengan kesejahteraan masyarakat justru dikurangi. Dalam nota

disebutkan, anggaran beberapa kegiatan yang menyentuh langsung

masyarakat dipangkas. Salah satunya, anggaran program peningkatan

kesejahteraan pangan dan gizi dipangkas Rp 3,2 miliar, dari Rp 13

miliar menjadi Rp 9,8 miliar.

Demikian juga anggaran pembinaan dan pengembangan usaha

bidang kelautan dan perikanan dipangkas dari Rp 2 miliar menjadi Rp 1

miliar. Anggaran penanganan masalah kemiskinan juga dipangkas dari

Rp 3 miliar menjadi Rp 2 miliar, serta anggaran pendidikan dari sekitar

Rp 75 miliar menjadi Rp 72 miliar. Pemangkasan terbesar pada

anggaran pemberantasan penyakit dan penyehatan lingkungan, dari Rp

9,7 miliar menjadi Rp 1,3 miliar15.

Di lapangan, berbagai kegiatan instansi pemerintah dibuat untuk

melambungkan popularitas Incumbent. Modusnya berupa pelibatan terjadi secara halus dalam bentuk kegiatan ‛Sinterklas‛. Dinas X misalnya membuat kegiatan safari pembangunan dengan kunjungan ke

15

(31)

17 | B A N T E N E S i A

beberapa lokasi yang dipetakan. Di lokasi Incumbent melakukan

pemberian bantuan sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.

Dana kegiatan tidak hanya diperoleh dari Dinas X tapi urunan dengan

instansi lain, setiap instansi menyumbang sekitar 10-25 juta rupiah.

Total uang yang dikeluarkan Dinas X hanya sekitar 150 juta rupiah.

Tapi karena dilakukan urunan dengan instansi lain, maka hasilnya

menjadi cukup signifikan. Menariknya, di desa-desa lokasi Safari

Pembangunan diklaim angka kemenagan mencapai 100% (seratus persen), ‛semua desa terpantau‛.16

Dalam Pilkada Kabupaten Tangerang tahun 2007, tercatat

beberapa kasus pemanfaatan fasilitas birokrasi, mulai dari pembagian

kompor gas dan minyak tanah yang diikuti kampanye incumbent,

ancaman penarikan tanah kuburan jika tak mendukung incumbent

sampai lomba ranking kemenangan incumbent di setiap TPS yang

disponsori Lurah Pamulang Timur Kabupaten Tangerang17.

3. Trend Rolling dan Mutasi Pra Pilkada

Hasil penelitian Hamid (2006) menemukan kasus yang cukup

menarik jelang pilkada Banten. Pada tahun 2005, ketika Atut menjadi

Plt Gubernur menggantikan Djoko yang diberhentikan Presiden karena

tersandung korupsi, hal utama yang dilakukan adalah mengganti

sekretaris daerah dari Chaeron Muchsin ke Hilman Nitiamidjaja dan

16

Wawancara konfidensial dengan Mr.X, pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi Banten pada tanggal 10 Januari 2007

17

(32)

18 | B A N T E N E S i A

mencopot 12 pejabat eselon 2 di lingkungan pemerintah Provinsi

Banten. Pergantian yang dilaksanakan menjelang Pilgub langsung

menimbulkan banyak praduga bahwa itu adalah upaya Atut

membersihkan loyalis Djoko dan menjamin mesin birokrasi berpihak

padanya.

Persoalan ini sempat menjadi isu politik yang cukup kuat.

Duabelas pejabat yang diganti mengadu ke para politisi di DPRD.

Fraksi PKS bahkan membentuk tim investigasi untuk mengusut kasus

ini yang hasil akhirnya merekomendasikan digunakannya hak

interpelasi anggota DPRD.

Hak interpelasi kemudian diusulkan oleh 18 anggota DPRD. Namun satu orang, Zainal Abidin Suja’i mencabut secara resmi usulannya sehingga tinggal 17 orang. Tapi kemudian upaya itu kandas.

Pasalnya dari 59 anggota dewan yang hadir dalam rapat paripurna

penyampaian hak interpelasi sebanyak 44 anggota menolak interpelasi

di lanjutkan dan hanya 15 anggota dewan yang setuju interpelasi

diteruskan.18

DPRD Banten memang mempertanyakan hal ini kepada Menpan.

Menpan baru memberikan jawaban tertulis pada tanggal 12 Maret 2007

dengan nomor B/589/M.PAN/3/2007 lalu, Intinya, pedoman

pembentukan satuan kerja di lingkungan pemerin-tah daerah harus

tetap mengacu pada PP No 8/2003 dan menganggap pembentukan Staf

18

(33)

19 | B A N T E N E S i A

Khusus Sekda di Provinsi Banten tidak sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang ada19.

Sampai Bulan Maret 2007, jumlah pejabat Staf Khusus Sekda

Banten seluruhnya sebanyak 14 pejabat mereka adalah para pejabat

eselon II. Para pejabat ini sebagai sudah ada yang pensiun dan juga

kembali diangkat menjadi pejabat struktural dan sisanya masih menjadi

pejabat Staf Khusus

Nama-nama Pejabat Staf Khusus Sekda Pemprov Banten:

1. Edi Supadiono, dari Kabupaten Lebak, saat itu menjabat sebagai

Kepala Dinas PU Lebak kemudian menjadi Staf Khusus Sekda.

2. Mudjio, tadinya sebagai Wakil Bupati Kabupaten Pandeglang

kemudian menjadi Staf Khsus Sekda yang ditugaskan di Bapedda

Provinsi Banten, serta menjadi penasehat kebijakan internal di

biro-biro Pemprov Banten.

3. Ritongga, tadinya sebagai Kepala Bawasda Banten, kemudian masih

menjadi Staf Khusus Sekda.

4. Sartono, tadinya Kepala Dinas Peridustrian, Perdagangan dan

Koperasi, kemudian menjadi staf khsus Sekda yang ditugaskan

Badan Koordinasi Penanaman Modal daerah (BKPMD) Preovinsi

Banten.

19

(34)

20 | B A N T E N E S i A

5. Saefudin, tadinya menjabat sebagai Kepala Biro Organisasi,

kemudian menjadi Staf Khsus Sekda.

6. Rochimin Sasmita, tadinya sebagai kepala Dispenda Provinsi Banten,

setelah 2 tahun menjadi Staf Khusus Sekda, sekarang pensiun.

7. Dindin Safrudin, tadinya Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan

Banten, kemudian masih menjabat sebgaia Staf Khusus Sekda.

8. Bambang Iswaji, tadinya sebagai Kepala Badan Pendidikan dan

Pelatihan Banten, setelah satu tahun setengah menjadi Staf Khusus

Sekda kemudian menjabat eselon II di STPDN.

9. Syamsul Arief, tadinya sebagai Kepala Biro Hukum, kemudian

menjabat Staf Khusus Sekda.

10.Muhamad Arslan, tadinya sebagai Kepala Biro Ekonomi setelah

menjadi Staf Khusus Sekda selama satu tahun setengah, kemudian

menjabat sebagai kepala Dinas PU Kabupaten Serang.

11.Nandi Mulya, tadinya sebagai Kepala Biro Umum Banten, kemudian

menjadi Staf Khusus Sekda yang ditugaskan di Dispenda Banten.

12.Ubaidillah, tadinya kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Banten ,

kemudian menjadi Staf Khusus Sekda.

13.Boy Tenjuri, tadinya Kepala Biro Administrasi Pembangunan,

kemudian menjadi Staf Khusus Sekda.

14.Heri Suhaeri, tadinya Kepala Biro Keuangan Banten, kemudian

(35)

21 | B A N T E N E S i A

15.Adang Kosasih, tadinya kela Biro Administrasi Pembangunan

Banten, kemudian menajdi Staf Khusus Sekda selama 2 bulan,

sekarang pensiun.

16.Harmin Lanjumin, tadinya Kepala Bapeda Banten, setelah menjadi

Staf Khusus Sekda selama 2 bulan, dan pada akhir bulan Februari,

Harmin Lanjumin meninggal dunia.

4. Trend Rolling dan Mutasi Paska Pilkada

Pilkada langsung tampaknya menjadi ajang uji loyalitas bagi

birokrat, sejauh mana mereka memiliki loyalitas terhadap sang

incumbent yang memang muncul menjadi pemenang. Hal ini terlihat

dari mutasi paska pilkada yang mengagetkan banyak pihak. Salah

satunya adalah, seorang camat di Kabupaten Pandeglang, tiba-tiba saja

melompat menjadi Kepala Biro Umum dan Perlengkapan di Provinsi

Banten. Diduga, sang camat sukses menjadi tim sukses Gubernur dalam

pilkada. Padahal secara eselon, Camat hanya eselon IIIB, sedangkan

Kepala Biro di tingkat Provinsi adalah eselon IIB.

Beberapa lama kemudian diadakan juga mutasi untuk pejabat

eselon III. Banyak pejabat eselon III yang bolak-balik dari jabatan

sebelumnya. Contohnya, Bambang Santoso yang sebelumnya menjabat

Kabag Dokumentasi Biro Humas dipindahkan ke Biro Promosi Dinas

Kebudayaan dan Pariwisata. Mutasi kali ini Bambang Santoso balik lagi

(36)

22 | B A N T E N E S i A

Hal serupa Erik Syahabudin dari Kabag di BPM dipindahkan jadi

Kabag Dikmenti Dinas Pendidikan Banten. Dia balik lagi ke BPM.

Contoh lainnya, Ajak Muslim dari Dinas Pendidikan ke BPM, balik lagi

ke Dinas Pendidikan Banten. Dari 104 pejabat eselon III tersebut, hampir

50 persen mengalami nasib serupa20.

Hal serupa terjadi di Depok. Sekitar 139 pegawai negeri sipil (PNS)

di pemerintahan kota Depok dimutasi oleh Wali Kota Depok

Nurmahmudi Ismail. Namun, mutasi eselon empat dan tiga ini tidak

berdasarkan pertimbangan Badan Pertimbangan Jabatan dan Pangkat

(Baperjakat). Ketua Badan Pertimbangan yang juga Sekertaris Daerah

Winwin Winantika mengatakan, mutasi dilakukan sepenuhnya oleh

Wali Kota Depok tanpa melalui pertimbangan dirinya sebagai Ketua

Baperjakat. Seharusnya, dalam mutasi PNS apalagi untuk eselon empat

dan tiga, seharusnya Baperjakat dilibatkan. Badan ini akan

mempertimbangkan pangkat dan jabatan PNS dalam satu bagian

tersebut. Baik pangkat dan jabatan yang rendah atau tinggi. 21

Akibat dari politisasi birokrasi adalah munculnya fenomena

pembelahan di tubuh birokrasi. Pembelahan di tubuh birokrasi

didasarkan pada afiliasi politik yang berbeda-beda di tubuh birokrasi,

terutama jika kedua incumbent (Kepala Daerah dan wakil kepala

Daerah) maju secara bersamaan. Hal ini secara mencolok bisa kita

saksikan dalam kasus Pilkada Sulawesi Selatan. Birokrasi terbelah,

20

Lagi, Mutasi Pejabat Eselon III Diwarnai Kepentingan Politik Dan Kelompok, www.bantenlink.com, 3 Maret 2007

21

(37)

23 | B A N T E N E S i A

sebagian mendukung Amin Syam (Mantan Gubernur) dan sebagian

mendukung Syahrul Yasin Limpo (Mantan Wakil Gubernur).

Pembelahan ini mencoreng wajah birokrasi dan melukai

profesionalisme mereka. Apalagi sikap dukung mendukung

ditunjukkan dalam berbagai aksi demonstrasi dan mogok kerja.

Kesimpulan

Pada akhirnya bersikap netral bukan pilihan yang tepat walaupun

benar dalam perspektif keselamatan karir seorang birokrat. Sementara

berpihakpun seperti berjudi. Jika calon yang didukung menang karir

bisa meroket, jika kalah besar kemungkinan non job atau masuk kotak.

Apa yang terjadi di lapangan betul-betul menjungkirbalikkan

bagaimana seharusnya birokrasi yang ideal. Setiap pejabat seharusnya

diseleksi atas dasar kualifikasi profesionalitasnya melalui ujian yang

kompetitif. Harusnya terdapat struktur pengembangan karier yang jelas

dengan promosi berdasarkan senioritas dan merit sesuai dengan

pertimbangan yang obyektif. Namun yang terjadi adalah hubungan

patron-client yang semakin menguat. Promosi karir bukan karena

kompetensi, tapi lebih karena jalinan hubungan politik dan kesediaan

memberikan loyalitas personal. Merit system tak berjalan, seorang

pejabat bisa terhenti kariernya seketika jika dianggap tak mampu

berjalan di jalur politik sang patron.

Birokrasi lokal terancam menjadi kerajaan dimana hubungan yang

(38)

24 | B A N T E N E S i A

Konsep abdi dalem jelas bukan konsep birokrasi modern, karena abdi

dalem mengabdi kepada Raja dan bukan kepada masyarakat. Birokrasi

kembali terjerembab kedalam keterpaksaan untuk masuk kedalam

wilayah politik. Yang paling dirugikan adalah masyarakat. Mereka

terpaksa mendapatkan pelayanan tidak maksimal atau bahkan

dialihkan haknya untuk aktivitas politik sang calon. Pilkada langsung

menjadi ancaman bagi reformasi birokrasi ketika kandidat memaksakan

dukungan dari kalangan birokrat. Lagi-lagi sejarah berulang, birokrasi

tersandera politik, hanya formatnya saja yang berbeda.

Daftar Pustaka:

Aditya Perdana (dkk), Politisasi Birokrasi Dalam Pilkada: Studi Kasus

Kota Depok Dan Kabupaten Tangerang, Laporan Penelitan Strategis Nasional UI Tahun 2009

Hok Ham, Ong. Dari Soal Priyayi Sampai Nyi Blorong, Refleksi Historis

Nusantara. (Jakarta, Kompas, 2002)

Hamid, Abdul. Pilkada Gubernur Banten, Regenerasi Sebuah hegemoni dan

Kuburan Jago-jago Tua. 2007. Report Research Banten Institute and Center for Southeast Asian Studies Kyoto University

Iberamsjah dan Abdul Hamid, Pilkada Kota Depok, (Depok, Humas

Pemerintah Kota Depok: 2006)

Sumarno, Drama Politik Pilkada Depok. Badrul Kamal Menggugat,

Nurmahmudi Menjawab. (Depok, Harakatuna Publishing: 2006)

Thoha, Miftah. Birokrasi dan Politik di Indonesia, (Jakarta,PT. raja Grafindo

(39)

25 | B A N T E N E S i A

Irsyam, Mahrus. Reformasi Birokrasi, dari Politik ke Profesional, Republika,

Rabu, 14 Maret 2001

Bahan Sosialisasi Pilkada Langsung 2005, Departemen Dalam Negeri

www.bantenlink.com

www.radarbanten.com

www.dprdbanten.net

Koran Pikiran Rakyat

Koran Radar Banten

(40)
(41)

27 | B A N T E N E S i A

WAJAH PEMULUNG DI PROVINSI BANTEN

Studi Kasus di TPS Desa Cilowong

oleh : Agus Sjafari

Pendahuluan

Masyarakat sebagai sebuah sistem sosial ternyata memiliki

unsur-unsur yang berbeda jenis, berbeda fungsi, berbeda peran dan banyak

lagi perbedaan lainnya. Sebagai sebuah sistem, perbedaan diantara

unsur-unsur tersebut memiliki keterkaitan, memiliki hubungan, yang

akhirnya menciptakan sebuah satu kesatuan yang terintegrasi.

Secara lebih spesifik bahwa dalam masyarakat terdapat berbagai

jenis fungsi dan peran yang dimainkan dan dimiliki oleh anggota

masyarakat, antara lain : peran sebagai dosen, pegawai negeri sipil,

pengusaha, pengamen, pekerja sek komersial sampai dengan pekerja

sebagai pemulung sampah.

Jenis pekerjaan yang terakhir di atas oleh sebagian kalangan

(42)

28 | B A N T E N E S i A

dikarenakan mulai dari performance dan lingkungan kerjanya di

tempat yang sangat kotor. Bayangkan saja bahwa lingkungan tempat

kerja para pemulung adalah lingkungan yang sarat dengan barang

bekas seperti halnya botol-botol bekas, mainan bekas, plastik bekas, kayu bekas, kerta serta apa saja yang identik dengan kategori ‚bekas‛.

Meskipun demikian, sejelek apapun atatus yang melekat pada diri

seorang pemulung, pada dasarnya jenis pekerjaan tersebut ternyata

sangat membantu masyarakat dilihat dari konteks sistem sosial.

Ternyata dengan berperannya seorang pemulung, segala bentuk

kotoran dan barang bekas rumah tangga dan pabrik-pabrik dapat

dimanfaatkan kembali. Karena dengan peran pemulung tersebut proses

daur ulang dapat berjalan. Tanpa adanya peran pumulung tersebut

maka segala bentuk kotoran dari barang-barang bekas tersebut akan

mengotori rumah tangga, kompleks-kompleks perumahan dan tidak

dapat dimanfaatkan kembali. Artinya teori tentang sistem sosial yang

mengatakan bahwa unsur-unsur dalam masyarakat tersebut memiliki

keterkaitan antara satu dengan yang lainnya ternyata terbukti melalui

contoh dari peran pemulung tersebut. Tanpa ada peran pemulung

tersebut, maka akan mengganggu terhadap kesatuan masyarakat

tersebut.

Salah satu yang sangat menarik dari peran pemulung tersebut

adalah bahwa pemulung pada dasarnya merupakan sebuah kelompok

(43)

29 | B A N T E N E S i A

tersebut. Adanya keterkaitan senasib dan sepenanggungan sebagai

pekerja dalam bidang yang sama, kemudian diantara mereka

membentuk kelompok-kelompok tersendiri. Di sisi lain yang

mendukung terciptanya kelompok-kelompok pemulung tersebut,

dikarenakan eksistensi manusia sebagai mahluk sosial.

Pemulung sebagai mahluk sosial, juga tidak bisa dilepaskan dari

orang-orang lain, khususnya teman – teman sejawat sebagai pemulung.

Mereka pada dasarnya tidak bisa hidup sendiri-sendiri terlepas dari

orang lain. Segala kebutuhan yang mereka ingin dapat terpenuhi

melalui kerja sama dan interaksi dengan orang. Sebagai kelompok

informal, tentunya di dalamnya juga berlangsung adanya dinamika

kelompok. Artinya bahwa dalam kelompok tersebut berlaku beberapa

ciri atau karakteristik dari dinamika kelompok. Meskipun beberapa

karakteristik tersebut tidak seketat yang terjadi pada organisasi semi

formal atau organisasi formal pada umumnya. Oleh karena itu

sangatlah menarik untuk mengkaji kelompok informal pemulung

tersebut dalam perspektif dinamika kelompok, guna engetahui lebih

jauh tentang kelompok pemulung tersebut.

TPS Cilowong merupakan salah satu tempat pembuangan sampah

terbesar untuk wilayah Provinsi Banten. Karena merupakan TPS

terbesar itulah, kemudian menjadi daya tarik bagi para pemulung untuk

mengais mata pencahariannya melalui sampah tersebut. TPS tersebut

(44)

30 | B A N T E N E S i A

keluarganya. Sebagian besar dari mereka dengan dengan rela untuk

berkotor-kotoran dan mengais rejeki melalui barang-barang bekas

tersebut, kemudia masih berjuang untuk dapat mendapatkan hasil

pencariannya agar dapat dijual kepada pengepul masing-masing.

Berdasarkan survey yang dilakukan oleh peneliti, sekitar 100-an

pemulung yang menggantungkan hidupnya dengan tumpukan sampah

tersebut. Artinya bahwa tumpukan sampah yang menggunung tersebut

telah memberikan manfaat secara ekonomis kepada mereka. Hal yang

sangat menarik untuk dianalisis adalah bahwa sebagaian besar dari

mereka tetap hidup secara berkelompok, baik ketika mereka melakukan

aktivitas kerjanya maupun di tempat tinggalnya, yang sebagian besar

berstatus kontrakan.

Hal yang terpenting yang ingin di perdalam dalam penelitian ini

adalah beberapa aspek yang terkait dengan pemulung dan keluarganya

antara lain: kebutuhan bidang pendidikan, kondisi sosial budaya,

kondisi ekonomi, kebutuhan fisik keluarga, dan peran organisasi

eksternal dalam pemberdayaan pemulung dan keluarga. Melihat

kehidupan mereka yang begitu unik tersebut, maka penulis sangat

tertarik untuk mengkaji kehidupan kelompok informal para pemulung

tersebut dari perspektif beberapa kebutuhan yang melekat pada diri

(45)

31 | B A N T E N E S i A Memahami Kelompok

Manusia dilahirkan sebagai mahluk sosial (gregariousness) yang

mengalami perkembangan dari dependen – independen –

interdependen. Ketika lahir dan selama hidup manusia sangat

membutuhkan orang lain. Berdasarkan alasan tersebut akhirnya

manusia membentuk kelompok. Kelompok merupakan interaksi antar

anggota yang tersetruktur. Yang dimaksud dengan tersetruktur adalah

terpola, tertaur dan berkelanjutan. Selain itu terdapat aturan yang

berlangsung (Margono Slamet, 2006).

Sedangkan menurut Dorwin Cartwright & Alvin Zander (1968)

merupakan sekumpulan dari individu-individu yang melakukan

hubungan yang terus menerus dengan individu yang lain. Jenis

hubungan tersebut berwujud adanya kehendak, keinginan,

ketergantungan antar anggota dan sebagainya.

Setiap kelompok selalu mempunyai pemimpin, yang bertugas

menjaga keteraturan mencapai tujuan individu dan bersama supaya

sejalan. Hakikat pemimpin adalah kemampuan mempengaruhi orang

lain. Pemimpin pada dasarnya mampu meyakinkan orang lain Jadi

kepemimpinan adalah sifat-sifat dan kemampuan yang harus dimiliki

oleh seorang pemimpin (Gannon : 1979).

Kelompok adalah dua atau lebih orang yang berhimpun atas dasar

adanya kesamaan (tujuan, kebutuhan, minat, jenis) yang saling

(46)

32 | B A N T E N E S i A

bersama, dalam kurun waktu yang relatif panjang (Margono Slamet,

2006).

Lebih lanjut Margono Slamet (2006) menyatakan bahwa ciri-ciri

kelompok tersebut antara lain:

1. Terdiri atas individu-individu, tidak harus selalu homogen, bisa

beragam, tetapi mempunyai kerjasama, tujuan, kebutuhan, dan minat

yang sama.

2. Saling ketergantungan antar individu. Ada kebutuhan yang dapat diisi

atau dipenuhiatas kehadiran individu yang lain.

3. Partisipasi terus menerus dari individu. Ketika partisipasi dirasakan

sebagai suatu kebutuhan, bukan keterpaksaaan, ini terjadi bila dia

berpartisipasi bermanfaat untuk orang lain, begitu juga sebaliknya

apabila orang lain berpartisipasi dan merasakan manfaatnya.

4. Mandiri, yang dimaksud adalah bagaimana kelompok mengatur dan

mengarahkan diri sendiri. Kalau kelompok mengatur diri berarti

mengatur untuk mencapai kebutuhan anggota dan menggerakkan

untuk kebutuhan itu. Agar kelompok efektif maka harus berorientasi

kedalam, bukan keluar.

5. Ciri selektif. Selektif dalam keanggotaan, tujuan, dan kegiatan.

6. Keragaman yang terbatas, homogenitas yang akan dicapai. Makin

(47)

33 | B A N T E N E S i A Dinamika Kelompok

Dorwin Cartwright & Alvin Zander (1968) menyatakan bahwa

Group dynamics is a field of inquiry dedicatd to advancing kenowledge about

the nature of groups, the laws of their development, and their interrelations

with individuals, other groups and larger institutions”.

Berdasarkan konsep di atas, pada dasarnya dinamika kelompok

merupakan sebuah kondisi yang menggambarkan tentang keadaan dari

kelompok, perkembangan dari kelompok tersebut, hubungan individu

dalam kelompok tersebut serta hubungan dengan kelompok lain dalam

konteks yang lebih luas. Artinya bahwa dalam dinamika kelompok

mengkaji semua aspek yang berkaitan dengan kelompok tersebut, baik

aspek yang bersifat internal dalam kelompok maupun aspek eksternal

dari kelompok tersebut, aspek individu dalam kelompok maupun aspek

dari kelompok itu sendiri.

Lebih lanjut Dorwin Cartwright & Alvin Zander (1968 : 23)

menyatakan bahwa terdapat beberapa asumsi dasar mengenai dinamika

kelompok antara lain:

1. Bahwa keberadaan kelompok tidak bisa dihindari dan berada dimana-mana.

Artinya bahwa dalam komunitas manusia pasti akan membentuk

kelompok-kelompok baik kelompok dalam ukuran besar maupun

dalam ukuran kecil. Di sisi lain setiap manusia pasti akan

(48)

34 | B A N T E N E S i A

dapat mengatur setiap kebutuhan dan kepentingan dari setiap

individu;

2. Setiap kelompok akan mampu memobilisasi kekuatan yang mampu

memberikan efek yang sangat penting bagi setiap individu. Setiap individu

akan selalu mengidentifikasikan dengan kelompoknya, baik dalam

keluarganya, pekerjaannya, lingkungan sosial dan sebagainya.

Melalui kelompok, setiap individu akan meningkatkan kapasitas dan

kualitas individunya agar dapat berkembang menjadi lebih baik.

3. Setiap kelompok juga menciptakan sebuah konsekuensi yang baik maupun

yang jelek. Kompleksitas yang ada dalam setiap kelompok tentunya

memiliki konsekuensi terhadap hal-hal yang baik, tetapi di sisi lain

juga membawa konsekuensi yang jelek. Misalnya saja dalam

kelompok terdapat adanya interaksi, integrasi, konflik dan

sebagainya. Melalui kepemimpinan dan koordinasi yang baik,

kelompok tersebut mampu meminimalisasi hal-hal yang jelek dan

memaksimalkan hal-hal yang pisitif.

4. Melalui adanya pengertian yang baik dari dinamika kelompokmembawa

konsekuensi yang layak menjadikan kelompok tersebut menjadi lebih baik

(kondusif). Melalui pengertian tentang dinamika kelompok , setiap

kelompok memberikan pelayanan yang baik kepada anggotanya,

selain itu melalui pengetahuan juga akan mampu merubah perilaku

(49)

35 | B A N T E N E S i A

memiliki kekuatan yang luar biasa untuk merubah perilaku individu

bahkan perilaku masyarakat (komunitas).

Perkembangan setiap kelompok yang dimulai dan didasari oleh

beberapa asumsi di atas semakin menempatkan kelompok tersebut

memiliki pengeruh yang besar terhadap setiap orang; memberikan

pengaruh terhadap setiap individu serta kelompok itu sendiri bahkan

terhadap masyarakat yang lebih luas.

Kelompok dibentuk untuk mempermudah anggota-anggota

mencapai sebagian apa yang dibutuhkan dan/atau dinginkan. Dengan

kesadaran semacam itu setiap anggota menginginkan dan akan

berusaha agar kelompoknya dapat benar-benar efektif dalam

menjalankan fungsinya, dengan meningkatkan mutu

interaksi/kerjasamanya dalam memanfaatkan segala potensi yang ada

pada anggota dan lingkungannya untuk mencapai tujuan kelompok.

Dinamika kelompok adalah suatau keadaan dimana suatu

kelompok dapat menguraikan, mengenali kekuatan-kekuatan yang

terdapat dalam situasi kelompok yang dapat membuka perilaku

kelompok dan anggota-anggotanya. Dinamika kelompok merupakan

tingkat kegiatan dan tingkat keefektifan kelompok dalam rangka

mencapai tujuannya (Slamet, 2006).

Lebih Lanjut Margono Slamet (2006) menyatakan bahwa dalam

psikologi sosial ada disebutkan kelompok mempunyai perilaku,

(50)

36 | B A N T E N E S i A

ini berfungsi sebagai sumber energi bagi kelompok yang bersangkutan.

Adanya keyakinan yang sama akan menghasilkan kelompok yang

dinamis.

Dari beberapa konsep tentang kelompok di atas menunjukkan

bahwa pemulung di TPS Cilowong merupakan sebuah kelompok yang

memiliki ciri – ciri dan karakteristik kelompok, meskipun belum secara

ideal mampu menerapkan ciri – ciri sebagai kelompok yang terorganisir

secara baik

Analisis Kebutuhan

Sebagai bagian dari entitas sosial, pemulung di TPS Cilowong tidak

terlepas dari beberapa kebutuhan dasar yang melekat pada dirinya.

Kebutuhan dasar tersebut antara lain: kebutuhan fisik dan non fisik

keluarga, kebutuhan ekonomi keluarga, kebutuhan pendidikan

keluarga, kebutuhan sosial, serta kebutuhan yang berhubungan dengan

peran lembaga eksternal yang mampu melakukan intervensi dalam

memperbaiki taraf hidup keluarganya. Sebagai penjelasannya dapat

dilihat dari uraian selanjutnya.

Kebutuhan Fisik Keluarga Pemulung

Gambaran secara umum mengenai kebutuhan fisik keluarga

pemulung ternyata menggambarkan kondisi fisik keluarga yang tidak

menkhawatirkan. Hal ini dapat dilihat dari kondisi fisik rumah dan

(51)

37 | B A N T E N E S i A

Keluarga pemulung di TPS Cilowong seperti halnya dengan

keluarga lainnya membutuhkan rumah yang nyaman untuk bernaung.

Sebagian besar rumah – rumah keluarga pemulung sudah dapat

dikatakan permanen, dengan perincian antara lain memiliki tembok

batu bata, lantai sudah disemen dan belum dikramik, meskipun rumah

tersebut belum dikategorikan sebagai rumah yang bagus. Salah satu

kekurangan sebagai rumah yang sehat adalah bahwa sebagian besar

rumah keluarga pemulung belum memiliki dapur yang bersih dan

sarana MCK yang sesuai dengan standar kesehatan.

Meskipun konstruksi rumah sudah permanen, namun untuk bagian

dapur sebagian besar rumah keluarga pemulung masih beralaskan

tanah dan untuk memasak masih menggunakan tungku. Dapur bagi

keluarga pemulung dipersepsikan sebagai pelengkap dalam keluarga,

bagi mereka rumah hanya tempat berteduh dan tidur. Adapun alasan

menggunakan tungku dan kayu bakar dibandingkan dengan memasak

menggunakan kompor minyak tanah ataupun kompor gas adalah

sudah terbiasa, serta secara ekonomi lebih efisien. Mereka juga mudah

untuk memperoleh kayu bakar. Khusus terkait dengan kondisi fisik di

sekitar rumah seperti jalan, sumber air bersih, dan sarana kesehatan

dapat dijelaskan lebih lanjut.

Akses jalan raya ke Desa Cilowong tergolong sangat bagus dan

sangat mudah. Hal tersebut dikarenakan kondisi jalan yang sudah

(52)

38 | B A N T E N E S i A

hari. Letak TPS Cilowong sendiri bertempat di pinggir jalan raya. Untuk

jalan desa, khususnya di sekitar TPS Cilowong sudah cukup baik, hal

ini terlihat secara fisik sudah dilapis batu dan ada yang menggunakan

paving block. Meski kondisi jalan desa belum terlalu mulus namun

sangat mudah dijangkau. Berdasarkan informasi, bahwa

pembangunannya berasal dari dana PNPM Mandiri.

Hal yang memprihatinkan terkait dengan kondisi fisik sekitar

adalah terkait dengan kebutuhan akan air bersih. Adanya TPS Desa

Cilowong ternyata berdampak terhadap pencemaran sumber air bersih.

Pencemaran sumber air bersih yang paling parang adalah di Kampung

Pasir Gadung. Kondisi tersebut selama ini sudah ditanggulangi oleh PU

bekerjasama dengan PDAM dengan menyediakan air bersih untuk

memenuhi kebutuhan warga. Namun hal tersebut hanya dapat

dipergunakan untuk air minum, tetapi untuk kebutuhan mandi dan

memasak tidak terdapat air yang bersih. Sungai yang mereka gunakan

tidaklah jernih, sedangkan mereka tidak mempunyai sumur untuk

memenuhi keperluan sehari – hari. Satu – satunya sumber air bersih

bagi mereka adalah sumur bor (jetpump) yang jumlahnya hanya satu .

Untuk mengambil air dari sumur tersebut, mereka harus mengeluarkan

uang Rp. 3000/jam. Jumlah uang tersebut terkadang dirasa berat, dan

warga terpaksa berhutang dulu untuk mendapatkan air bersih tersebut.

Warga sebenarnya ingin sekali memiliki sumber air sendiri, akan tetapi

(53)

39 | B A N T E N E S i A

sedangkan untuk membuat sumur biasa dirasa percuma karena

penggalian harus sangat dalam mengingat tempat tinggal mereka

berada di dataran tinggi.

Kebutuhan Ekonomi Keluarga

Sebagian besar warga di Desa Cilowong menggantungkan

hidupnya pada TPS yang berada di Desa Cilowong. TPS Cilowong

ternyata memberikan penghidupan ekonomi yang menguntungkan

khususnya bagi warga yang berada di sekitar TPS tersebut. Hal ini

dapat dilihat dari sebagian warganya yang bekerja sebagai pemulung.

Dengan penghasilan sekitar Rp. 400.000,- hingga Rp. 800.000,- perbulan

yang didapatkan, terlihat bahwa pekerjaan menjadi pemulung bukanlah

pekerjaan yang dianggap rendah, sebab penghasilannya dapat

digolongkan cukup lumayan meskipun belum dapat mencukupi

kehidupan sehari – hari warga setempat.

Kegiatan memulung yang dilakukan pemulung di Desa Cilowong

dimulai pada pukul 07.00 WIB dan berakhir pada pukul 16.00 WIB.

Prosesnya dimulai dari memilah sampah – sampah plastik, sampah

yang dipergunakan kembali dengan sampah – sampah lainnya. Sampah

yang laku dijual adalah sampah – sampah plastik yang dihargai Rp.200

hingga Rp.600 perkiogram dan sampah kabel yang bisa dihargai hingga

Rp.60.000 perkilogramnya. Sampah yang telah dipilih dibawa ke rumah

masing – masing atau ditinggalkan di dalah satu tempat di TPS tersebut

(54)

40 | B A N T E N E S i A

untuk dijual, pemulung membawa sampah – sampah tersebut ke

koperasi desa untuk dijual. Koperasi tersebut sangaja dibuat dan

dipimpin oleh Sekretaris Desa Cilowong dengan tujuan agar hasil kerja

pemulung dapat dihargai dengan pantas dan sampah tersebut juga

dapat didistribusikan dengan baik kepada pembeli. Pemulung tidak

perlu bunging untuk menjual barang hasil memulungnya sebab telah

disediakan koperasi ini yang dapat menampung barang hasil

pulungannya. Melalui koperasi ini, sampah – sampah tersebut dipilih

dan dijual kembali kepada perusahaan – perusahaan yang

membutuhkan di Serang dan Tangerang. Pemulung yang ada di Desa

Cilowong sebagian besar menjadi anggota yang didirikan pada tahun

2007. Selama ini koperasi pemulung tersebut masih belum berjalan

maksimal. Hal ini disebabkan karena banyaknya anggota koperasi yang

mangkir dan masih tersendat – sendat dalam membayar simpanan

wajib di koperasi tersebut.

Kualitas Pendidikan Keluarga Pemulung

Kegiatan pendidikan merupakan usaha terprogram melalui

seberapa lama keterlibatan dalam pengalaman belajar yang

dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, baik

dalam memperbaiki kualitas diri, keluarga, dan masyarakat. Khusus

terkait dengan kualitas pendidikan pemulung dapat diklasifikasikan ke

dalam dua kategori yaitu (1) Tingkat pendidikan formal; dan (2) Tingkat

(55)

41 | B A N T E N E S i A

Dilihat dari tingkat pendidikan formalnya, sebagian besar

pemulung hanya mengenyam pendidikan formal sampai pada sekolah

SD dan paling tinggi SMP, bahkan banyak pula dari para pemulung

yang tidak mengenyam bangku sekolah atau pendidikan formal. Bagi

para pemulung yang berusia lanjut tidak mengenyam pendidikan

formal (tidak bersekolah), sedangkan anak – anak atau pemuda yang

tergolong produktif lebih beruntung dari orang tuanya sehingga

berkesempatan untuk mengenyam pendidikan meskipun pendidikan

rendah. Hanya sedikit pemulung yang mampu mengenyam pendidikan

sampai ke tingkat SMA.

Sedangkan untuk pendidikan non formal ternyata lebih tragis,

bahwa kebanyakan pemulung dan keluarga pemulung yang tidak

pernah mengikuti pelatihan – pelatihan baik yang terkait dengan

kegiatan mereka sebagai pemulung maupun pelatihan – pelatihan

lainnya yang mendukung. Pekerjaan sebagai pemulung merupakan

pekerjaan yang bersifat informasl yang tidak memiliki persyaratan

dalam bentuk pendidikan formal serta keahlian khusus. Meskipun

demikian mereka tetap membutuhkan pendidikan baik formal maupun

informal dengan maksud untuk meningkatkan kecerdasan mereka,

bahkan diharapkan dapat merubah nasib mereka agar tidak selamanya

menjadi pemulung.

Warga yang bekerja sebagai pemulung terdorong oleh keadaan

Gambar

Gambar 2. Model Persepsi Kualitas Jasa
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pasal 2 ayat (1) UUK dinyatakan bahwa “debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar setidikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat

Syukur yang tak terhingga penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan nikmat dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran

Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan benih padi VUB adalah variabel luas lahan, harga benih padi VUB, harga benih padi non VUB dan pendapatan petani secara

analisis ekonomi penelitian ini meliputi B/C ratio yang digunakan untuk dapat mengetahui dengan lebih cepat manfaat yang diperoleh dari proyek penggunaan mesin untuk

Atas rahmat Allah SWT, akhirnya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “ Sistem Pakar Menentukan Kerusakan Mesin Kendaraan Bermotor Roda Dua”

Antibiotic prophylaxis in surgery is one of the matters of discussion regarding hospital use of antimicrobial agents, as surgical procedures often are associated with

Their measure of religiosity includes (i) the strength of individuals’ belief in God; (ii) the importance of religion and (iii) the individuals’ perception of their level

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh slow stroke back massage terhadap