Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak
PENGEMBANGAN TERNAK KAMBING TERINTEGRASI
DENGAN TANAMAN KAKAO
SANTIANANDA .A ASMARASARI dan B . TIESNAMURTI Balai Penelitian Ternak, PO Box 221 Bogo 16002
ABSTRAK
Penurunan produktivitas temak kambing antara lain disebabkan oleh kualitas pakan yang rendah, keterbatasan jumlah pemberian dan ketersediaannya yang tidak berkesinambungan . Di lain pihak, pola pemeliharaan ternak kambing yang masih bersifat tradisional, sangat bergantung pada ketersediaan hijauan yang ada di lapang . Berbagai pola pendekatan untuk memperbaiki pola budidaya kambing sudah dilakukan dan hasilnya menunjukkan bahwa pengembangan ternak kambing dengan pola integrasi dengan tanaman perkebunan cukup menjanjikan untuk diaplikasikan . Manfaatnyapun sudah dirasakan oleh petemak di daerah yang dekat dengan areal perkebunan kakao. Saat ini Indonesia memiliki luas areal kakao + 1 .191 .742 ha dengan produksi kakao 474 .000 ton. Estimasi ketersediaan sumber pakan sebesar 589 .827 ton, sehingga dapat mencukupi kebutuhan pakan sekitar 2-7 juta ekor kambing . Dengan pola integrasi kakao dan kambing, serta strategi perbibitan yang berkesinambungan diharapkan dapat meningkatkan produktivitas temak dan memperbesar peluang pengembangannya.
Kata kunci : Integrasi, kambing, kakao PENDAHULUAN
Konsep pengembangan integrasi usaha ternak-tanaman secara umum adalah dengan memberdayakan siklus ternak-tanaman . Kegiatan diarahkan untuk memperoleh sistem pemeliharaan dengan pola integrasi pada berbagai agro-ekologi dengan pendekatan
"zero wasted
dan lowcost" .
Salah satu konsep program "Integrasi Tanaman- Ternak" adalah dengan menerapkan prinsip-prinsip pertanian secara terpadu, berkelanjutan, lintas sektoral dan ramah lingkungan (BAMUALIM, 2007) . Pola integrasi antara ternak dan tanaman pada awalnya diprakarsai oleh Badan Litbang Pertanian dan dimulai pada kegiatan Peningkatan Produktivitas Padi Terpadu (P3T) dengan tujuan utama adalah rehabilitasi lahan pertanian yang telah mengalami degradasi akibat eksploitasi pemupukan, (ZAINI et al., 2002) . Pola integrasi tersebut semakin berkembang ke arah komoditas tanaman pangan (padi jagung)-ternak dan tanaman perkebunan (sawit-karet-kakao)-ternak (PRIYANTO, 2004) . Salah satu integrasi tanaman perkebunan dan ternak yang telah dirintis adalah integrasi usahatani kakao dan ternak kambing .Kakao merupakan penghasil devisa perkebunan nomor tiga setelah komoditas karet
dan minyak sawit . Kakao memiliki banyak keunggulan kompetitif .
Pertama,
besarnya peluang Indonesia menjadi penghasil kakao nomor satu karena kondisi sosio-ekologis yang lebih baik dibandingkan dengan kedua negara pesaing Indonesia, Cote d'Ivory dan Ghana .Kedua,
kakao merupakan komoditi rakyat, karena sebagian besar (86%) diusahakan oleh petani(smallholders),
sehingga program apapun yang diimplementasikan untuk peningkatan produktivitas, kualitas dan profitabilitas usahatani kakao, secara langsung akan meningkatkan taraf hidup jutaan petani dan keluarganya (RAZAK, 2005) . Usaha tani kakao telah melibatkan lebih dari 1,1 juta kepala keluarga tenaga kerja petani pedesaan yang sebagian besar berada di Kawasan Timur Indonesia .Usaha ternak kambing di Indonesia umumnya merupakan kegiatan sampingan dengan pola pemeliharaan yang masih bersifat tradisional . Ternak kambing berperan penting dalam menyumbangkan pendapatan peternak, khususnya peternak berpenghasilan rendah . Kelebihan yang diperoleh dari beternak kambing antara lain adalah mudah dipelihara, biaya pemeliharaan rendah, perputaran modal relatif cepat dan dapat dijual sewaktu-waktu . Selain itu produk yang dihasilkan ternak kambing seperti daging dan susu merupakan
sumber gizi yang potensial untuk manusia,
sementara
produk
samping
dalam
bentuk
kotoran dapat dijadikan sumber pupuk organik .
Keuntungan pola integrasi
kakao dan
ternak kambing adalah ketersediaan pakan
yang berkelanjutan dan sekaligus
kan produktivitas ternak kambing,
meningkat-kan efisiensi usaha tani, tersedianya sumber
pupuk organik yang lebih baik (kotoran ternak
kambing), menciptakan peluang kerja dan nilai
tambah, serta meningkatkan pendapatan dan
menjamin usaha tani berkelanjutan . Dalam
makalah ini akan diuraikan mengenai pola
integrasi
tanaman
kakao-kambing
dan
pengaturan produksi serta strategi perbibitan
kambing .
INTEGRASI KAKAO-KAMBING
(ZERO WASTE SYSTEM)
Usaha pengembangan ternak ruminansia
dapat dilakukan dengan menerapkan sistem
integrasi peternakan dengan perkebunan yaitu
dengan
memanfaatkan
lahan
perkebunan
sebagai
lokasi
peternakan
sapi,
kerbau,
kambing atau domba. Kegiatan ini sudah
dilakukan di berbagai daerah di Propinsi
Lampung dan Sulawesi Tengah yang memiliki
banyak perkebunan kakao dan ternak kambing .
Usaha
peternakan
dengan pola
pemeliharaan sistem semi-intensif dan gembala
ini bersifat saling menguntungkan
(simbiosis mutualisme)antara tanaman pokok dan ternak.
Adanya ternak yang digembalakan di areal
perkebunan kakao akan dihasilkan pupuk
organik berasal dari kotoran ternak dan dapat
digunakan
langsung
di
areal
perkebunan
sehingga dapat meningkatkan produksi dan
produktivitas tiap hektar kebun tanaman kakao .
Hal ini dapat mengurangi biaya yang harus
dikeluarkan
untuk memenuhui kebutuhan
pupuk . Selain itu ternak yang digembalakan di
areal perkebunan kakao akan memakan rumput
dan gulma pengganggu tanaman sehingga
menghemat biaya pengeluaran untuk pestisida
dan pemeliharaan kebun . Peternak tidak perlu
mencari pakan karena di areal perkebunan
sudah tersedia rumput dan limbah tanaman
kakao seperti cangkang kakao
yang
dapat
digunakan sebagai pakan ternak. Dengan
demikian kegiatan harian peternak untuk
mencari rumput dapat dialihkan ke kegiatan
lain yang lebih bermanfaat. Apabila kebutuhan
LokakaryaNasional Pengembangan JejaringLitkajiSistem Integrasi Tanaman - Ternak
pakan tercukupi akan berpangaruh terhadap
penampilan produksi ternak
sehingga
pendapatan peternak juga akan meningkat .
Studi terdahulu menunjukkan bahwa estimasi
jumlah ternak setiap hektar (ha) kebun kakao
dapat menampung antara 2-8 ekor kambing.
Hal ini sangat tergantung dari kesed , aan
sumber
pakan
selain
kulit
buah
kakao,
demikian pula dengan kebiasaan domba untuk
mengkonsumsinya.
Pengolahan diharapkan
dapat meningkatkan palatabilitas dari kulit
buah kakao .
Konsekuensinya,
pola
integrasi
ternak
kambing dan kakao dapat dijadikan lumbung
ternak,
penyerapan
tenaga
kerja,
adanya
sumber pendapatan baru, kesuburan lahan
perkebunan dapat ditingkatkan,
yang pada
akhirnya berpengaruh terhadap peningkatan
produktivitas tanaman kakao. Dengan melihat
potensi limbah kakao (label 1), maka akan
tersedia sumber pakan
yang
cukup untuk
kambing . Sehingga dari
1 .191 .742 ha lahan
kebun
kakao
secara
hipotetikal
dapat
menampung sekitar 2-7 juta ekor . Suatu angka
yang fantastis dan perlu diimplementasikan
secara luas .
PERKEBUNAN KAKAO SEBAGAI
SUMBER PAKAN TERNAK
Indonesia memiliki luas areal kakao
+
1 .191 .742
hektar dengan
produksi
kakao
sebesar 474 .000 ton . Produksi kakao terbesar
terdapat di Sulawesi Selatan (180 .578 ton)
dengan luas areal 224 .755 hektar, dengan laju
produktivitas sebesar 0,87% per tahun (929
kg/ha)
(DITJENBUN, 2006) .
Semakin tinggi
produksi kakao, maka semakin meningkat pula
potensi limbah kakao yang dihasilkan . Limbah
kakao
yang
terdapat di areal perkebunan
banyak yang terbuang dan dibiarkan begitu
saja hingga membusuk dan hanya sebagian
kecil yang sudah memanfaatkan sebagai pakan
ternak . Limbah kakao yang banyak digunakan
sebagai pakan ternak adalah kulit buah kakao
(KBK) . Kulit buah kakao yang tidak diolah dan
dibiarkan terbuang di area perkebunan akan
menjadi
sumber
lalat
buah.
Lalat
buah
merupakan
hama
perusak
dan
dapat
menurunkan mutu kakao . Potensi produksi
kakao maupun kulit buah kakao di Indonesia
dalam beberapa tahun terakhir dapat dilihat
pada Tabel 1 .
Sumber: a =STATISTIK PERKEBUNAN INDONESIA (2006)
b = Berdasarkan hasil perhitungan
Berdasarkan komposisi zat makanannya, kulit buah kakao setara dengan rumput gajah yang mengandung TDN 53,0% dan protein 8,75% (DARWIS et al ., 1988) sedangkan menurut HUTAGALUNG dan CHANG (1978) kulit buah kakao mengandung protein kasar 6,40% dan serat kasar 27,60% . Kandungan lignin yang tinggi (38,78%) menyebabkan kulit buah kakao tidak dapat dimanfaatkan sebagai pakan serat secara langsung . Selain itu limbah kakao juga mengandung zat alkaloid theobromine (3 .7-dimethylxantine) 0,17-0,22% yang dapat menyebabkan keracunan pada ternak (WONG dan HASAN, 1988) . Sehingga penggunaannya dalam pakan ternak perlu diperhitungkan dengan seksama . Namun pemberian pada dosis rendah dapat melancarkan sirkulasi darah (HUTCHEON, 1971 ; NICHOLSON, 1974) yang disitasi oleh BAKRIE, 1995). Alkaloid dan kadar lignin yang Tabel 2. Komposisi kulit buah, kulit biji dan biji kakao
Sumber:HUTAGALUNGdanCHANG (1978)
Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak
Tabel 1 . Potensi produksi kakao dan kulit buah kakao di Indonesia
tinggi diduga dapat menghambat pertumbuhan mikroba rumen, sehingga menyebabkan rendahnya kecernaan zat-zat makanan . Berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut, antara lain dengan melakukan beberapa pengolahan terhadap kulit buah kakao seperti amoniasi dengan urea, biofermentasi dengan isi rumen dan biofermentasi dengan kapang (Aspergillus niger, R. oiligosporus dan T reesci) . Aplikasi pengolahan daging dan kulit buah kakao dengan menggunakan biofermentasi (dengan kapang) merupakan masalah yang sering dihadapi oleh peternak karena membutuhkan keterampilan khusus dan jenis kapang yang tidak selalu tersedia di setiap daerah (DARMAWIDAH, 1998) . Komposisi kulit buah, kulit biji dan biji kakao disajikan pada Tabel 2 . Tahun Luas areal (ha) Produksi kakao (ton)' Produksi kulit buah kakao (ton) b
2002 914 .051 571 .155 327 .040
2003 959 .007 697 .166 527 .545
2004 1 .090.960 691 .704 523 .412
2005 1 .167 .046 748 .827 566 .637
2006 1 .191 .742 779.474 589 .827
Komponen Kulit buah Kulit biji Biji
Bahan kering (%) 89,50 90,10 92,00
Serat Kasar (%) 27,60 11,70 7,40
Lemak Kasar (%) 1,50 6,00 39,75
Protein Kasar (%) 6,40 20,40 14,70
N-bebas (%) 43,90 46,90 26,20
Energi total (kkal/g) 3,48 3,43 4,98
Energi metabolik (kkaUg) 2,10 2,40 3,93
Ca (%) 0,35
P (%) 0,09
Tabel 3 . Tampilan PBHH ternak dengan pakan limbah kakao Perlakuan
Penambahan konsentrat kulit buah kakao fermentasi pada kambing jahtan dan betina umur 12-24 bulan
Penambahan 50% kulit buah kakao fermentasi dalam konsentrat 300-500g/e/h pada kambing betina um'ir 2-3 bulan akhir kebuntingan dan laktasi
Penambahan kulit buah kakao 30-70% + suplemen pakan lengkap
Pemanfaatan kulit kakao dan hijauan (legum) dengan tambahan mineral blok pada kambing PE betina dara Pemberian pakan dengan 80% daun gamal + 20% daun kakao + mineral pada tipe kandang panggung .
Pemberian HMT + limbah kakao (100-200gr/e/h pada kambing muda (0-6 bulan)
Pemberian HMT + limbah kakao + enzym (1,5 gr/e/h) Keterangan : *PBHH: Pertambahan bobot hidup harian
Secara umum, respon pemberian daging dan kulit buah kakao baik yang mentah maupun yang difermentasi menunjukkan respon positif, akan tetapi tingkat respon sangat bergantung dari suplemen tambahan yang diberikan .
PENGATURAN PRODUKSI DAN STRATEGI PERBIBITAN KAMBING
Guna memenuhi pangsa pasar yang cukup tinggi akan ternak kambing, maka diperlukan suatu strategi perbibitan dan pengaturan produksi yang handal .
Pengaturan produksi kambing
Pengaturan produksi ternak dilakukan dengan melihat sumber bibit yang ada, daya dukung pakan, kemampuan petani menyedia-kan serta penyerapan pasar. Setiap peternak dapat membuat perhitungan kemampuan menghasilkan ternak persatuan waktu . Sehingga dapat direncanakan untuk mengatur perkawinan dan kebuntingan, penyapihan dan pembesaran anak . Dalam satu siklus produksi diperlukan waktu sekitar 8 (delapan) bulan untuk perkawinan, kebuntingan dan penyapihan anak sampai induk siap untuk dikawinkan kembali . Adapun tahapan yang perlu diperhatikan adalah :
1 . Perkawinan temak. Ada dua strategi perkawinan ternak yang dapat
Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak
PBHH* (grani/ekor/hari) Sumber Jantan vs betina PRABowoet al.
(82,2 vs 64,5) (2004) Perlakuan vs kontrol PRABowoet al.
= 124,6 vs 11,2 (2004) Jantan vs betina PRABowodan
(76,8 vs 58,6) BAHRI(2003) 38 menjadi 78 BAKRIEet al.
(1999) 78 DANIELet al. (2004) 119 DTTJENBUN, (2005) 140 DITJENBUN, (2005)
dilakukan, yaitu perkawinan kelompok dengan memasukkan pejantan kedalam kelompok betina untuk dua siklus birahi (sekitar 42 hari) dan mengeluarkan pejantan sesudahnya. Dengan cara ini, 98% induk biasanya akan dapat dikawini . Keuntungan sistem ini adalah mempermudah pengaturan manajemen pemeliharaan, sehingga konsentrasi peternak terfokus penuh kepada induk bunting, induk beranak maupun induk laktasi . Strategi kedua adalah mengawinkan induk setiap bulan, sehingga diharapkan akan ada sejumlah induk yang beranak setiap bulan . Cara ini akan membagi perhatian peternak, karena akan ada beberapa aktivitas berbeda setiap bulan dan membuat perhatian sedikit tersita . Misalnya akan ada kegiatan pengecekan birahi untuk perkawinan, pemantauan induk beranak maupun masa penyapihan . Peternak harus bisa memilih, cara mana yang akan dipilih agar tampilan ternak secara kesuluruhan dalam kandang dapat terjamin . Hal yang perlu diperhatikan pada masa perkawinan ternak adalah efekfushing . Fase ini dilakukan selama satu atau dua siklus birahi menjelang perkawinan . Flushing merupakan pemberian pakan berprotein tinggi pada suatu masa. Strategi ini akan meningkatkan kondisi induk dan diharapkan akan terjadi birahi dan ovulasi yang sesuai harapan .
2. Fase kebuntingan ternak. Setelah ternak
berhasil
bunting,
maka
menjaga
kebuntingan sampai saat melahirkan
(sekitar 150 hari) memerlukan perhatian
tersendiri .
Terutama
pada
fase
8
(delapan) minggu menjelang kelahiran .
Pada fase ini diperlukan lagi
flushing,
dengan
harapan
pertumbuhan janin
dapat berlangsung dengan baik sesuai
dengan pasokan
nutrisi
yang
dibutuhkan . Kelompok induk bunting
hendaknya dipisahkan dari pejantan,
supaya tidak mengganggu janin yang
dikandung .
3 . Fase kelahiran anak dan masa laktasi .
Kelahiran anak harus segera diikuti
dengan
kemampuan menyusu pada
induk . Hat tersebut akan berpengaruh
pada tampilan produksi anak pada fase
selanjutnya. Induk sebaiknya diberi
pakan bermutu pada masa laktasi (± 90
hari),
agar
anak mempunyai bobot
optimal dan dapat segera disapih dari
induk . Produksi susu induk sangat
tergantung pada mutu pakan diberikan .
1
5
5
8
3
Kawin 1
Beranak 1
Sapih 1
1
Kawin 2
Beranak 2
Kawin 3
1
Jual I
Dengan mengetahui pola produksi seperti
diatas,
maka siklus jual
kambing
dapat
direncanakan dan diketahui . Untuk itu perlu
dilakukan penjadwalan produksi sesuai dengan
jumlah ternak dalam suatu kelompok .
Strategi perbibitan kambing
Usaha
perbibitan ternak
merupakan
kegiatan yang membutuhkan waktu yang lama
dengan
biaya
yang
besar.
Hal
ini
dimungkinkan memerlukan waktu evaluasi
produktivitas yang cukup lama (3-5 generasi) .
Dengan
asumsi
satu
generasi
kambing
Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak
5
Akan tetapi biasanya produksi susu
hanya tersedia cukup sampai minggu ke
6 dan menurun sesudahnya. Oleh karena
itu perlu dilakukan penyediaan pakan .
Agar
dapat
dikawinkan
kembali
dibutuhkan waktu selama
1-2 siklus
birahi dengan harapan setelah fase
tersebut aktivitas reproduksi induk telah
normal .
4 . Fase penyapihan dan pembesaran anak .
Efek dari penyapihan menyebabkan
bobot anak sedikit berkurang, karena
peralihan dari ketergantungan akan susu
menjadi konsumsi pakan
hijauan,
sementara sistem pencernaan kambing
anak memerlukan waktu adaptasi . Oleh
karena itu, anak kambing perlu dilatih
untuk mengkonsumsi pakan konsentrat
atau hijauan menjelang saat penyapihan .
Masa pembesaran anak akan tergantung
pada tampilan lepas sapih dan akan
menentukan perkembangan anak selama
fase kehidupan
selanjutnya . berikut
ditampilkan diagaram siklus produksi
ternak kambing Gambar 1 .
13
16
bulan
3
Gambar 1 . Diagram siklus produksi ternak kambing
memerlukan waktu sekitar
3
tahun, maka
diperlukan paling tidak sekitar 15 tahun untuk
dapat membentuk satu bangsa baru, sudah
tentu dengan jumlah ternak yang cukup banyak
(sekitar 300 ekor induk untuk satu generasi) .
Pola perbibitan dapat terbagi dalam dua sistem
yaitu melalui seleksi dalam galur ternak
maupun perkawinan silang antara beberapa
bangsa
kambing .
Besarnya biaya
yang
dibutuhkan menyebabkan pihak swasta belum
berminat
untuk
menggeluti bidang
ini,
sehingga secara tidak langsung menjadi tugas
pemerintah untuk aktif berperan . Akan tetapi
tidak tertutup kemungkinan bahwa pihak
asosiasi atau himpunan peternak dalam skala
minimal dapat berperan aktif. Strategi perbibitan yang dapat diaplikasikan adalah dengan mengawinkan pejantan terbaik dengan kelompok betina untuk memperbaiki tampilan produksi turunan . Seleksi dalam suatu bangsa, yang diterapkan di lingkungan pemeliharaan berbeda dimana ternak tersebut berada akan memberikan respon yang berbeda-beda . Lingkungan yang dimaksud adalah kondisi agroklimat, mutu dan jumlah pakan yang diberikan serta jenis penyakit yang mungkin
Petani dapat dianjurkan untuk melakukan DAFTAR PUSTAKA program seleksi secara sederhana . Bobot hidup
dilakukan dengan melihat total bobot sapih dari anak yang dilahirkan . Sementara seleksi individual dilakukan dengan melihat tampilan pada umur tertentu (3, 6, 9 dan 12 bulan) . Seleksi calon pejantan dilakukan sebesar 10% dari jumlah pejantan yang ada, sementara penggantian induk dapat dilakukan sampai 50% dari betina yang ada .
PENUTUP
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perkebunan kakao sangat berpeluang untuk dijadikan basis pengembangan ternak ruminansia khususnya ternak kambing karena tersedianya sumber pakan yang berlimpah . Dengan sedikit sentuhan teknologi untuk meningkatkan kualitas pakan berbasis limbah kakao dan pengaturan produksi ternak, maka diharapkan tingkat produktivitas dapat ditingkatkan dan peluang pengembangan dapat diperbesar . Dengan demikian, populasi ternak kambing dapat meningkat dan sekaligus pendapatan peternak juga meningkat.
Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak
dapat menycrang . Salah satu kriteria seleksi yang dapat diterapkan adalah adalah bobot ternak . Secara otomatis peternak akan menjual kambing terbaik yang mempunyai harga termahal dan tetap memelihara ternak lain. Hal ini yang harus dipahami, bahwa kambing terutama pejantan yang mempunyai bobot terbaik sebaiknya tidak dijual, tetapi harus digunakan sebagai pemacek . Namun penggunaannya tetap harus terawasi, guna mencegah perkawinan sedarah .
BAKRIE, B, A . . PARAKKASI, R.G. PRATAS dan H . BURHANUDDIN . 1995 . Pengaruh penambahan kulit biji kakao dalam ransum terhadap penggunaan pakan dan metabolisme air dalam tubuh sapi Peranakan Ongole . Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Him .587-593 .
BAKRIE, B .,A . PRAnowo, M . SILALAHI, E . BASRI, R.D. TAMBUNAN, SOERACHMAN, A . SUKANDA, T. KUSNANTO dan A. MARYANTO. 1999 . Laporan akhir kajian teknologi spesifik lokasi dalam mendukung SPAKU kambing. Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Natar, Lampung .
BAMUALIM A, KUSWANDI, A. AZAHARI dan B . HARYANTO . 2007 . Sistem usahatani tanaman-ternak . Makalah disampaikan pada Seminar dan Expose Sistem Integrasi Tanaman Pangan dan Temak 22-23 Mei 2007 di KP Muara, Bogor.
DANIEL BULO, AGUSTINUS N ., KAIRUPAN dan F.F. MUNIER . 2004 . Pemanfaatan daun gamal
(Gliricidia maculata) sebagai pakan ternak
kambing pada perkebunan kakao di Sulawesi Tengah. Pros. Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Temak, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Litbang Pertanian, Bogor. Him .375-380. Tabel4 .Kriteria seleksi pada kambing
Kriteria seleksi Arah seleksi Sumber
Total bobot anak sapih per induk Bobot anak sapih (umur 90hari) Jumlah anak sekelahiran
Peningkatan bobot hidup Peningkatan bobot hidup
Fertilitas
SUTAMA (2004) SUTAMA (2004) SUTAMA (2004)
merupakan kriteria seleksi dengan nilai ekonomis tinggi dan mempunyai nilai duga heritabilitas tinggi pula, sehingga dapat dianjurkan program seleksi sederhana pada kelompok petani . Seleksi induk dapat
DARMAWIDAH, A, A . NURHAYU dan M . SARIUBANG . 1998 . Pemanfaatan kulit biji kakao . Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Litbang Pertanian, Bogor. Him . 523-525 .
DARwis, A . A ., E . E . SuKARA, TuN TEDJA dan R . PURNAWATt . 1968 . Biokonversi limbah lignoselulosa oleh Trihoderma viride dan Aspergillus niger. Laboratorium Bioindustri . PAU Bioteknologi IPB .
HUTAGALUNG, R.I. and C .C . CHANG. 1978 . Utilization of Cocoa by-Products as Animal Fed. International Conference on Cocoa and Coconut, Kuala Lumpur . 9 p .
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BALI . 2007. Pengolahan Limbah Kakao untuk Pakan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Bali bekerjasama dengan Ditjen . Perkebunan . http ://ditjenbun .dei) t an .go .id //web/remi ahbun/ pdfpengolahan%201imbah°/u2Ountldc°/upakan %20ternakpdf. Download tanggal 19 Juli 2007 .
Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak
PRABowo, A ., BAKRIE, B ., R.D . TAMBUNAN, E . BASRI, H. SURYANTO FX, N .D . SuRETNo, SOERACHMAN, AWA SUKAWA, T. KUSNANTO dan A . MARYANTO. 2000 . Laporan akhir kajian teknologi spesifik lokasi dalam mendukung SPAKU kambing. Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Natar, Lampung.
PRABowo, A. dan S . BAHRL 2004 . Kajian sistem usahatani ternak kambing pada perkebunan kakao rakyat di Lampung . Makalah disampaikan pada Workshop Crop Animal Systems Research Network (CASREN) di Bengkulu bekerja sama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Pros. Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak . Him . 366-374 . PRIYANTO, D, A . PRIYANTI dan I. INOUNU . 2004 .
Potensi dan peluang pola integrasi ternak kambing pada perkebunan kakao rakyat di Provinsi Lampung. Pros . Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Temak . Puslitbang Peternakan, Bogor . HIm . 381-388 .
RAZAK, H . A . 2005 Cocoa Village Model (CVM) . Upaya meningkatkan produktivitas dan kualitas kakao di Desa Kalonding, Kecamatan Sampaga, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat .
www .ditienbun .deptan .go .id/web/images/stori es/testing/materi%20cumut%20utk°/u2Otabloid %20 .deptan.pdf Download tanggal 19 Juli .