• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Japanese Art and Popular Culture menyebutkan bahwa daruma adalah salah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Japanese Art and Popular Culture menyebutkan bahwa daruma adalah salah"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1 Latar Belakang

Menurut McFarland dalam bukunya “Daruma, The Founder of Zen in Japanese Art and Popular Culture” menyebutkan bahwa daruma adalah salah satu kunci penting untuk memahami kebudayaan Jepang. Daruma merupakan sebuah boneka berwarna merah yang dapat dijatuhkan kemudian bangkit kembali. Daruma dapat dengan mudah ditemui di Jepang, baik di tempat umum seperti toko, kantor, restoran, penginapan, hotel, pabrik, museum, galeri seni maupun di rumah-rumah (McFarland, 1987:11). Daruma mempunyai ciri-ciri yang sangat mudah dikenali yaitu boneka bulat, berwarna merah kecuali bagian muka, mata yang besar dan terbuka lebar, mempunyai rahang dengan jenggot yang lebat, dan hidung yang mancung.

Daruma dikenal sebagai sebuah boneka pembawa keberuntungan juga dikenal sebagai tokoh menyebarkan agama Buddha di Jepang. Daruma adalah seorang biksu agama Buddha yang datang dari India pada tahun 552 M ke negara T‟ang atau sekarang disebut Tiongkok. Pada kebudayaan Tiongkok terdapat boneka yang mempunyai ciri-ciri yang mirip dengan boneka daruma yaitu

(2)

futouou. Futouou digunakan sebagai alat untuk menentukan giliran pada acara minum sake. Dalam perkembangan perdagangan jalur sutra, terjadinya kontak antara kebudayaan Tiongkok dengan kebudayaan Barat. Jalur sutra merupakan jalur penting dalam perdangangan Tiongkok dengan Asia Tengah, Asia Selatan, Asia Barat, Eropa dan Afrika. Salah satu bentuk kebudayaan Timur Tengah yang masuk ke Tiongkok adalah boneka shukoshi. Boneka shukoshi merupakan sebuah mainan kayu yang digunakan pada saat akan minum sake. Boneka ini akhirnya sampai di Jepang menjadi boneka daruma okiagari yang kemungkinan mendapat pengaruh budaya dari budaya India, Timur Tengah, China dan Jepang.

Dalam penelitian ini, penulis akan mencoba melihat bagaimana nilai-nilai kearifan boneka daruma yang terdapat dalam masyarakat Jepang. Boneka daruma dalam masyarakat Jepang digunakan sebagai jimat keberuntungan yang masih populer sampai sekarang. Karakter orang Jepang yang mempengaruhi kemajuan teknologi. Oleh karena itu, penulis ingin mengetahui mengenai nilai-nilai kearifan masyarakat Jepang. yang terdapat dalam boneka daruma.

1.2 Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah diambil rumusan masalah sebagai berikut.

(3)

2. Apa saja nilai-nilai kearifan masyarakat Jepang yang terdapat dalam boneka daruma?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejarah boneka daruma dan nilai-nilai kearifan boneka daruma yang terdapat pada masyarakat Jepang.

1.4 Tinjauan Pustaka

McFlarland dalam buku berjudul “Daruma, The Founder of Zen in Japanese Art and Popular Culture” menerangkan bahwa daruma sebagai simbol dari Jepang adalah sebuah produk dari berbagai sumber yaitu sejarah, legenda, pengalaman mistis, persaingan sekte, artistik jenius, gambaran dan daya cipta populer, dan aspirasi untuk keseluruhan dan kemakmuran yang tidak terpuaskan.

Penelitian mengenai boneka daruma juga pernah dilakukan oleh Natasha Badruddin, mahasiswa sastra Jepang Universitas Indonesia yang berjudul “Pergeseran Makna dan Fungsi Ikon Daruma di Jepang, sebuah analisis perbandingan semiotik”. Penelitian tersebut membandingkan ikon daruma awalnya sebagai pendiri aliran Zen di Jepang. Kemudian pada abad ke-13 daruma dikenal sebagai ikon tokoh keagamaan Buddha. Sedangkan ikon daruma sampai sekarang dikenal sebagai ikon pembawa keberuntungan dalam sebuah boneka kerajinan yang berasal dari daerah Takasaki, Perfektur Gunma.

(4)

Penelitian mengenai boneka daruma juga dilakukan oleh Herlina Maria Sucova. Seorang mahasiswa Sekolah Tinggi Bahasa Asing (STBA) LIA dengan judul penelitian “Komersialisasi Boneka Daruma sebagai Bagian dari Shomin Shika”. Penelitian ini memperlihatkan boneka daruma sebagai hasil dari komersialisasi yang terjadi akibat pengaruh Shomin Shika. Shomin shika merupakan peristiwa gagal panen yang menyebabkan kelaparan berkepanjangan pada abad ke-17 di daerah Takasaki, Perfektur Gunma.

Selain itu, penelitian boneka daruma juga dilakukan oleh Agnes C. Bondaar yang merupakan seorang mahasiswa Universitas Sumatera Utara. Penelitian berjudul “Fungsi Boneka Daruma bagi Masyarakat Jepang” yang menyimpulkan bahwa boneka daruma sebagai boneka yang paling identik dengan masyarakat Jepang, boneka daruma merupakan boneka yang menggabarkan harapan dan keinginan bagi atlet sumo dengan adanya kanji katsu yang berarti menang, boneka daruma sebagai simbol keberuntungan, boneka daruma memberikan nilai positif agar masyarakat selalu optimis dan pantang menyerah.

Penelitian boneka daruma yang lain yaitu mengenai pandangan masyarakat Jepang mengenai mitos boneka daruma sebagai pembawa keberuntungan. Penelitian tersebut dilakukan oleh Oktaviani Yesi Lestari, seorang mahasiswa Universitas Kristen Maranatha, Bandung. Hasil dari penelitian

(5)

tersebut adalah dalam masyarakat Jepang yang masih percaya dan ada pula yang tidak mempercayai mitos boneka daruma.

Penelitian mengenai boneka daruma juga dilakukakan oleh Ester Veronika. Seorang mahasiswa Universitas Bina Nusantara pada tahun 2007 dengan penelitian berjudul “Pengaruh Agama Buddha pada Eksistensi Boneka daruma dalam Dunia Politik Jepang”. Penelitian tersebut mengenai pengaruh agama Buddha yang terdapat pada boneka daruma dan bagaimana eksistensi boneka daruma dalam dunia politik Jepang. Sedangkan penelitian ini membahas tentang nilai-nilai kearifan masyarakat Jepang yang terdapat dalam boneka daruma.

1.5 Landasan Teori

Kebudayaan adalah hasil cipta, rasa dan karsa manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang kompleks melingkupi pengetahuan, keyakinan, seni, susila, hukum adat dan kebiasaan. Kebudayaan menurut Koentjaraningrat, kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu kata budhayah dari asal kata Budhi yang berarti akal. Kebudayaan dapat diartikan sebagai hal-hal yang berhubungan dengan akal.

Nilai kearifan adalah sebuah nilai yang dianut sebuah masyarakat tertentu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(2002) kata “arif” mempunyai makna „bijaksana‟, „cerdik dan pandai‟, „berilmu‟, „paham‟, „memahami‟ dan „mengerti‟. Kearifan dapat diartikan sebagai kebijaksanaan dan kecedikaan. Kearifan budaya

(6)

menurut Rahyono adalah bentuk kecerdasan yang dihasilkan oleh masyarakat yang memiliki kebudayaan tersebut. Nilai kearifan merupakan kecerdasan yang diperoleh berdasarkan pengalaman yang dialami sendiri sehingga menjadi milik bersama. Pengembangan dan penerapan kearifan lokal memiliki peranan penting dan strategis dalam rangka upaya pencerdasan bangsa. Puspowardoyo via Rahyono (2007:8) menjelaskan kearifan lokal mempunyai ketahanan terhadap unsur-unsur yang datang dari luar dan mampu berkembang untuk masa mendatang. Nilai-nilai kearifan yang terkandung pada sebuah kebudayaan berkaitan dengan pembangunan karakter orang-orang yang mempunyai kebudayaan tersebut.

Akulturasi terjadi karena adanya pertemuan dua kebudayaan yang berbeda secara internsif dan menyebabkan perubahan-perubahan besar dalam pola kebudayaan salah satu atau kedua kebudayaan tersebut (Haviland, 1993: 280). Perubahan merupakan salah satu karakteristik dari kebudayaan. Perubahan yang terjadi dalam masyarakat dapat disebabkan oleh adanya perubahan lingkungan yang menuntut sebuah perubahan yang dapat diterima dalam kebudayaan. Perubahan dalam masyarakat juga dapat disebabkan oleh adanya perbedaan cara dalam penerimaan sebuah kebudayaan dalam diri individu. Hal ini dapat menyebabkan perubahan cara penafsiran suatu masyarakat terhadap nilai-nilai dan norma-norma kebudayaannya.

(7)

Perubahan kebudayaan terjadi apabila terdapat penemuan baru kemudian terjadi difusi. Difusi adalah salah satu bentuk penyebaran kebudayaan dengan memasukan unsur kebudayaan baru dari masyarakat lain. Difusi terjadi apabila adanya penerimaan unsur-unsur kebudayaan dari satu masyarakat ke masyarakat yang lain. Penerimaan sebuah kebudayaan berkaitan erat dengan wibawa penemu dan kelompok-kelompok yang meniru. Setelah adanya difusi mengakibatkan terjadinya kehilangan unsur kebudayaan. Pada akhirnya terjadilah akulturasi yaitu perubahan-perubahan besar dalam kebudayaan yang terjadi akibat adanya kontak antarkebudayaan yang berlangsung dalam waktu yang lama.

Perubahan kebudayaan terjadi dengan adanya penemuan baru yang berasal dari seseorang di dalam suatu kebudayaan yang menemukan cara, alat, atau prinsip baru. Kemudian penemuan tersebut diterima oleh masyarakat dan menjadi milik bersama. Penemuan baru yang bersifat primer dalam masyarakat adalah penemuan prinsip baru secara tidak sengaja. Penemuan primer dapat mendorong munculnya pertumbuhan kebudayaan yang cepat dan mendorong adanya penemuan-penemuan lain. Penerimaan sebuah kebudayaan baru tergantung apakah kebudayaan tersebut lebih baik dari metode atau objek yang diganti.

1.6 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kepustakaan deskripsi-analisis. Metode kepustakaan adalah cara untuk mencari dan mengumpulkan buku-buku yang berhubungan dengan masalah yang akan

(8)

dibahas. Menurut Koentjaraningrat (1976: 30), penelitian yang bersifat deskriptif yaitu memberikan gambaran yang secermat mungkin mengenai individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu.

Metode deskriptif-analisis adalah melakukan penelitian dengan cara mendeskripsikan data-data yang diperoleh dari bacaan rujukan kemudian menganalisisnya. Metode deskriptif adalah prosedur pemecahan masalah yang diteliti dengan menggambarkan keadaan objek. Tujuan menggunakan metode ini adalah menggambarkan secara sistematis dan akurat fakta-fakta dan pengaruhnya pada objek. Fakta dapat dikatakan sebagai pernyataan deskriptif yang sudah merupakan abstraksi dari kejadian-kejadian konkret yang terjadi dalam masyarakat. Teknik pengumpulan data dengan melakukan studi kepustakaan dengan tujuan memperoleh sebanyak mungkin informasi yang sesuai dengan masalah yang diteliti.

1.7 Sistematika Penulisan

Skripsi ini akan terbagi ke dalam empat bab dengan rincian sebagai berikut: Bab I Pendahuluan berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, landasan teori, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab II Sejarah boneka daruma berisi mengenai pengertian boneka daruma, pasar boneka daruma di Jepang, jenis-jenis boneka daruma di Jepang, warna boneka daruma, sejarah boneka daruma di China, dan sejarah boneka daruma di Jepang.

(9)

Bab III Nilai-nilai kearifan masyarakat Jepang yang terdapat pada boneka daruma berisi analisis nilai-nilai kearifan masyarakat Jepang yang terdapat pada boneka daruma dilihat dari karakter fisik boneka daruma.

Bab IV Penutup berisi kesimpulan yaitu berdasarkan sejarah boneka daruma merupakan hasil akulturasi kebudayaan Timur Tengah, Tiongkok dan China. Nilai-nilai kearifan masyarakat Jepang dapat dilihat dari karakteristik fisik boneka daruma.

Diakhir skripsi ini terdapat daftar pustaka yang memuat daftar bacaan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pemeriksaan ini didapatkan adanya peningkatan spesifisitas (dibanding-kan dengan pemeriksaan tumor marker tunggal) yang berguna sebagai alat diagnosa,

Hasil analisis sidik ragam jumlah buah yang diperoleh pada perlakuan P1 (100% pupuk NPK Phonska) dan P2 (75% NPK Phonska + 25 % pupuk kandang) menghasilkan huruf yang

Dinding superior kavum nasi bagian anterior yang miring dibentuk oleh tulang hidung; bagian posterior yang miring dibentuk oleh tulang sfenoid; dan bagian media

Penggunaan fabrik kapas menjadi pilihan dalam rekaan ini dengan menggunakan warna putih pada keseluruhan pakaian kecuali pada bahagian awning, pengikat kepala,

Dari hasil analisa hubungan kedua variable diatas dengan menggunakan uji statistic chi-square menunjukan chi-square = 8,523 dengan tingkat hubungan yang kuat, sedangkan

e) Sasaran program Tersedianya parameter pengendalian penduduk dengan indikator kinerja persentase desa/kelurahan yang meliliki data mikro tingkat capaian realisasari

Menurut Willems, mungkin metodenya tersebut belum dapat menghasilkan estimasi usia kronologis anak yang akurat pada populasi lain, tetapi penelitian Ye X et al pada

Peningkatan kompetensi peserta PEDAMBA: Kelas Pemanfaatan Software Tracker dalam pelajaran Fisika Tahap ke-I” dapat dilihat dari hasil evaluasi pelaksanaan