• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Jakarta, Ibukota Indonesia, berada di daerah dataran rendah, bahkan di bawah permukaan laut yang terletak antara 6°12’ LS and 106°48’ BT. Propinsi DKI Jakarta terdiri dari 5 kawasan administratif dan 1 kepulauan, yaitu Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu. Kota Jakarta kini adalah berawal dari kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa yang berkembang menjadi kota dan pada masa kolonial berubah nama menjadi Batavia. Kota Batavia kini dikenal dengan sebutan Kota Tua yang terletak di wilayah Jakarta Utara dan Jakarta Barat..

Dilihat dari lokasi dan jalur lintasan dari timur-barat dan utara-selatan, Kota Tua memiliki posisi yang sangat strategis terhadap kota Jakarta. Pada masa lalu Kota Tua, yang dikenal dengan Oud Batavia ini, merupakan gerbang utama untuk masuk ke Jakarta melalui jalur laut. Hal ini menjadikan Oud Batavia (Kota Tua) sebagai salah satu jalur distribusi barang yang sangat penting dengan pusat di sekitar kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa. Selain itu, selain Pelabuhan Tanjung Priuk. Kota Tua memiliki akses darat yang cukup baik, yaitu adanya jalan tol lingkar luar Jakarta, jalan arteri serta jalur kereta api yang juga melayani antar kota. Kota Tua juga dikelilingi oleh sentra-sentra primer baru yang berkembang di Jakarta dengan lokasi cukup dekat dengan Kota Tua. Perkembangan sentra-sentra primer baru ini sebagai implikasi dari pesatnya perkembangan perekonomian Jakarta yang memicu terjadinya persaingan pembangunan sentra-sentra bisnis baru

4.2. Gambaran Umum Kota Tua Jakarta 4.2.1. Batas Kawasan Kota Tua

Berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta No. 34 Tahun 2006 tentang Penguasaan Perencanaan dalam Rangka penataan kawasan Kota Tua dinyatakan luas kawasan Kota Tua Jakarta yaitu ± 846 ha. Secara administratif kawasan Kota Tua Jakarta meliputi empat wilayah kecamatan pada dua wilayah kotamadya yaitu

(2)

Kecamatan Penjaringan dan Kecamatan Pademangan yang termasuk wilayah Kotamadya Jakarta Utara, serta Kecamatan Tamansari dan Kecamatan Tambora yang termasuk wilayah Kotamadya Jakarta Barat (Tabel 7).

Tabel 7. Wilayah Administratif Kota Tua Jakarta

Wilayah Administratif Kecamatan Kelurahan % overlapping

area di Kota Tua

Jakarta

Jakarta Utara Penjaringan Penjaringan 26.24%

Pademangan Ancol 20.73%

Jakarta Barat Tambora Roa Malaka 100.00%

Pekojan 86.93% Tambora 100.00%

Jembatan Lima 76.44% Taman Sari Pinangsia 71.70%

Glodok 100.00% Keagungan 61.21% Sumber : Sumber : BPS (2006), dianalisis oleh URDI (2007)

Gambar 12 menunjukkan bahwa tidak semua wilayah kecamatan-kecamatan tersebut masuk dalam batas Kawasan Kota Tua Jakarta karena delineasi wilayah perencanaan tidak didasarkan pada batas wilayah administrasi.

Gambar 12. Batas Administratif Kawasan Kota Tua Jakarta Jakarta Utara Jakarta Barat Penjaringan Pademangan Tambora Taman Sari

(3)

Batas Kawasan Kota Tua Jakarta yang dimaksud dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13 . Peta Batas Kawasan Kota Tua Jakarta

4.2.2. Kondisi Kependudukan Kawasan Kota Tua

Populasi penduduk dari 9 kelurahan adalah 196.987 dari total 1.144 Ha dan kepadatan penduduk sekitar 172 per Ha. Walaupun luas Kota Tua Jakarta adalah 1,73% dari luas total Jakarta, namun populasinya sekitar 2,64% dari Jakarta (Tabel 8), sehingga kepadatannya lebih tinggi dibanding rata-rata kepadatan Jakarta (Gambar 14).

(4)

Tabel 8. Kepadatan Penduduk di Kota Tua Jakarta Tahun 2006

Kota Tua Jakarta Jakarta

Utara Jakarta Barat Total Jakarta Utara Jakarta Barat 9 kelurahan 2 kelurahan 7 kelurahan

Populasi 196,987 73,124 123,863 7,571,866 1,182,749 1,565,708 % 100% 37.12% 62.88% 2.64% 6.18 7.91% Luas (ha) 1,144.16 772.71 371.45 66,152.00 14,188.00 12,615.00 % 100% 67.54% 32.46% 1.73% 5.45% 2.94% Kepadatan (penduduk/ha) 172 95 333 113 83 124

Sumber: BPS (2006), dianalisis oleh URDI (2007)

Gambar 14. Kepadatan Penduduk di Kota Tua Jakarta (Sumber: BPS (2006), dianalisis oleh URDI dalam PRCUD, 2007)

Kecamatan Ancol Populasi 17.361 Luas (ha) 377.28 Kepadatan 46 % Area di Kota Tua 20.73% Kecamatan Roa Malaka

Populasi 4.428 Luas (ha) 53.01 Kepadatan 84 % Area di Kota Tua 100.00% Kecamatan Pinangsia Populasi 16.649 Luas (ha) 96.00 Kepadatan 173 % Area di Kota Tua 71.70% Kecamatan Pekojan Populasi 34.226 Luas (ha) 77.80 Kepadatan 440 % Area di Kota Tua 86.93% Kecamatan Pekojan Populasi 19.137 Luas (ha) 46.31 Kepadatan 413 % Area di Kota Tua 76.44% Kecamatan Glodok Populasi 11.073 Luas (ha) 38.00 Kepadatan 291 % Area di Kota Tua 100.00% Kecamatan Tambora Populasi 12.693 Luas (ha) 26.33 Kepadatan 448 % Area di Kota Tua 100.00% Kecamatan Keagungan Populasi 25.657 Luas (ha) 32.00 Kepadatan 802 % Area di Kota Tua 61.21% Kecamatan Penjaringan Populasi 55.763 Luas (ha) 395.43 Kepadatan 141 % Area di Kota Tua 26.24

(5)

4.3. Sistem Transportasi dan Sirkulasi

Dalam rangka pengembangan sistem transportasi dan sirkulasi, kawasan Kota Tua Jakarta memiliki posisi yang sangat strategis karena terletak pada simpul dan jalur pergerakan yang menghubungkan antar moda angkutan darat, laut dan udara. Untuk angkutan darat ditunjang dengan adanya Stasiun Jakarta Kota yang melayani rute kereta api didalam kota Jakarta dan daerah lain diluar Jakarta. Selain itu, pada kawasan ini terdapat jalan-jalan arteri primer, seperti arah barat-timur terdapat jalan Mangga Dua, Jembatan Batu, Asemka, Petongkangan, Perniagaan/KH.M.Mansyur dan arah utara–selatan terdapat jalan Gajah Mada/Hayam Wuruk, Pintu Besar Utara/Selatan. Kawasan Kota Tua juga terbelah oleh Jalan Tol dalam kota yang menuju Bandara Internasional Soekarno-Hatta dan Pelabuhan Tanjung Priok. Didalam kawasan sendiri, terdapat Pelabuhan Sunda Kelapa, yang berfungsi sebagai pelabuhan antar pulau (inter-insuler) bagi barang dan orang. Pelabuhan Sunda Kelapa ini memiliki nilai historis yang sangat penting sebagai cikal bakal berkembangnya kegiatan di kawasan Kota Tua.

4.3.1. Sistem Sirkulasi Kendaraan

Sistem sirkulasi pada kawasan ini direncanakan cukup efisien dengan menggunakan pola jalan yang berbentuk grid. Namun pola grid tersebut belum termanfaatkan secara efektif mengingat dukungan pelayanan angkutan umum yang masih terbatas pada jalan-jalan utama kawasan. Hal ini menyebabkan terjadinya kelebihan volume kendaraan pada jalan-jalan tertentu, sedangkan jalan-jalan lainnya kurang dimanfaatkan. Beban jalan yang terlalu tinggi ini menyebabkan terjadinya kemacetan pada titik-titik tertentu terutama pada waktu puncak pagi dan sore hari.

Selain masih kurangnya pelayanan angkutan umum yang melalui kawasan Kota Tua, sampai saat ini belum terlihat keterkaitan antar moda, misalnya bagaimana menghubungkan antara ‘busway’, kereta api dan angkutan umum didalam kawasan. Oleh karena belum adanya sistem sirkulasi kendaraan yang terpadu, maka yang muncul adalah terminal-terminal bayangan yang muncul sporadis dan tidak teratur.

(6)

4.3.2. Sirkulasi Manusia

Pada awalnya, pengembangan Kawasan Kota Tua Jakarta lebih diarahkan sebagai kawasan yang memperhatikan jalur pejalan kaki seperti halnya konsep pengembangan kota di Eropa dan lain-lain. Hal ini dapat dilihat dari disain jalan yang memberikan ruang bagi para pejalan kaki. Namun saat ini banyak jalur pejalan kaki yang tidak dapat dimanfaatkan dan bahkan pada beberapa ruas jalan sudah rusak dan hilang sama sekali. Kondisi ini diperparah dengan banyaknya para Pedagang Kaki Lima yang menempati jalur-jalur yang sebenarnya untuk para pejalan kaki. Selain itu jalur pedestrian di kawasan Kota Tua saat ini belum tertata dengan baik, seperti tidak adanya pohon-pohon peneduh dan jalur hijau lainnya.

4.3.3. Perparkiran

Sampai saat ini sepertinya belum ada suatu konsep penataan sistem perparkiran di Kawasan Kota Tua. Hal ini dapat dilihat dengan masih banyaknya badan jalan yang digunakan untuk parkir (on-street parking) yang dapat menimbulkan kemacetan. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap sistem perparkiran di kawasan ini, adalah terbatasnya ketersediaan lahan yang dapat dijadikan sebagai tempat parkir. Sehingga yang berkembang adalah tempat-tempat parkir sementara dan cenderung liar yang dikelola oleh pihak-pihak tertentu, dimana dari segi keamanan tidak dapat dijamin.

4.4. Kegiatan Perekonomian di Kawasan Kota Tua

Kawasan Kota Tua Jakarta pada masa lalu merupakan pusat kegiatan ekonomi dimana aktivitas perdagangan antar negara, antar pulau dilakukan melalui Pelabuhan Sunda Kelapa yang terletak di kawasan ini. Seiring dengan berkembangnya kegiatan ekonomi di kawasan ini, maka tumbuh pula kegiatan-kegiatan jasa dan pelayanan yang terkait dengan perdagangan, seperti: pergudangan, perusahaan ekspedisi dan perkantoran. Kegiatan perdagangan di kawasan ini melibatkan para saudagar dan pedagang yang berasal dari berbagai bangsa, yaitu: Cina, India, Arab dan Eropa dengan berbagai kultur yang berbeda.

(7)

Meskipun tidak seramai dahulu, kegiatan-kegiatan perdagangan dan perekonomian lainnya, masih tetap berjalan di kawasan ini (Gambar 15). Kegiatan ekonomi yang ada merupakan bagian dari sejarah dan perkembangan Kawasan Kota Tua dan memiliki karakter khusus sebagai ciri dari kawasan ini. Kegiatan ekonomi tersebut terdapat di kawasan Pecinan yaitu Pancoran, Glodok dan Pintu Kecil. Selain itu kegiatan ekonomi terdapat di kawasan Pasar Ikan.

Gambar 15. Beragam Kegiatan Ekonomi di Kawasan Kota Tua (Sumber: PRCUD, 2007)

Di antara kawasan Pecinan dan kawasan Pasar Ikan juga berkembang berbagai kegiatan ekonomi yang menunjang perdagangan dan lain-lain. Kawasan ini secara fisik dihubungkan dengan adanya Kali Besar dan dapat dikembangkan

Perdagangan Pasar Pagi

Toko Obat Cina, Pancoran Makanan Ringan

Kedai Kopi, Pancoran Tekstil Pintu Kecil Penjualan Ikan, Pasar Ikan

(8)

sebagai ’poros ekonomi’ pada kawasan Kota Tua. Kawasan penghubung tersebut dapat dikembangkan fungsi-fungsi ekonomi baru untuk mengakomodasi dinamika perkembangan dan kebutuhan masa dengan memperhatikan aspek pelestarian kawasan. Kegiatan ekonomi yang menjadi ciri khas tersebut akan hilang jika tidak segera diselamatkan sebagai akibat tekanan ekonomi dan tekanan kegiatan ekonomi baru.

4.5. Kegiatan Sosial Budaya

Kegiatan-kegiatan sosial budaya yang sampai saat ini masih dapat dinikmati antara lain festival-festival kebudayaan, wisata museum, wisata kampung tradisional di beberapa sub kawasan di Kota Tua, wisata pasar tradisional dan kegiatan sosial budaya yang didukung oleh kegiatan ekonomi yang telah membudaya di kawasan Kota Tua. Kawasan Kota Tua sendiri telah menjadi tempat percampuran sosial atau percampuran masyarakat dari berbagai negara. Sebagai kota pelabuhan berskala internasional, pedagang dari berbagai tempat datang ke tempat ini untuk berdagang dan sebagian tinggal di tempat ini. Bukti-bukti tentang adanya kelompok masyarakat yang berbeda-beda pada kawasan ini dapat dilihat dari nama-nama daerah yang terdapat di sekitar kawasan ini, seperti kampung Pekojan yang menunjukkan daerah permukiman masyarakat Koja (India). Selain itu dapat dilihat dari peninggalan-peninggalan arsitektur, seperti rumah-rumah Cina, rumah-rumah di Pekojan, bangunan Eropa peninggalan Belanda dan kampung nelayan tradisional di kampung Luar Batang.

4.6. Tata Guna Lahan

Selaras dengan Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Propinsi DKI Jakarta 2010, maka dihasilkan tata guna lahan yang diperbolehkan dan dianjurkan pada kawasan Kota Tua Jakarta. Tata guna lahan yang diperbolehkan di Kota Tua adalah sebagai fasilitas umum, fasilitas pemerintahan, komersial (karya bangunan umum dengan fasilitasnya), campuran hunian dan komersial (wisma dengan bangunan umum dan fasilitasnya),

(9)

hunian (wisma dengan fasilitasnya), ruang terbuka hijau aktif (karya taman dan fasilitasnya) dan/ penyempurna hijau binaan) dan ruang terbuka hijau pasif (penyempurna hutan lindung dan fasilitasnya) (Gambar 16).

Gambar 16. Tata Guna Lahan Kota Tua Jakarta (Sumber: Dinas Tata Kota DKI Jakarta, 2007)

(10)

4.7. Kajian yang Pernah dilakukan Terkait Kota Tua Jakarta

Kajian atau penelitian lain yang telah dilakukan terkait dengan pengembangan Kota Tua Jakarta adalah sebagai berikut:

1. The Kota Project Jakarta, Indonesia tahun 1991 yang dilakukan oleh TU Delft dan Universitas Indonsesia dengan ruang lingkup kawasan Kota Tua dan Sunda Kelapa secara khusus

2. Panduan Rancang Kota, pada tahun 1996 yang dilakukan oleh Dinas Tata Kota dan PT Lenggogeni dengan ruang lingkup Taman Fatahillah dan sekitarnya.

3. The Jakarta Venue Heritage, pada tahun 1997 yang dilakukan oleh Badan Pengelola Kawasan Wisata Bahari Sunda Kelapa dengan ruang lingkup kawasan Sunda Kelapa dan sekitarnya.

4. Rencana Pengembangan Kawasan Bersejarah Jakarta Lama, pada tahun 1997 yang dilakukan oleh Dinas Tata Bangunan dan Pemugaran dan PT Wastu Adi Olah Putra dengan ruang lingkup kawasan Jakarta Lama.

5. Pedoman Penyusunan Penataan Lingkungan Pemugaran, pada tahun 2001 yang dilakukan oleh Dinas tata Kota dan Pusat Studi Urban Desain (PSUD) dengan ruang lingkup kawasan Kota Tua berdasarkan rekonstruksi batas Benteng Batavia. 6. Penyusunan Pola/Strategi Peningkatan Fungsi Kota Tua, pada tahun 2003 dengan

ruang lingkup sub kawasan Kota Tua: Pancoran dan Glodok .

7. Penyusunan Rencana Induk dan Rencana Tindak Pengembangan Kawasan Kota Tua, pada tahun 2004 yang dilakukan oleh Dinas Tata Kota dan Urban Regional Development Institute (URDI).

8. Pengkajian Aspek Ketatakotaan Pada Kawasan Kota Tua, pada tahun 2005 yang dilakukan oleh Dinas Tata Kota DKI Jakarta dan PT. Gafa Multi Consultant.

Gambar

Tabel 7. Wilayah Administratif Kota Tua Jakarta
Gambar 13 . Peta Batas Kawasan Kota Tua Jakarta   4.2.2. Kondisi Kependudukan Kawasan Kota Tua
Tabel 8. Kepadatan Penduduk di Kota Tua Jakarta Tahun 2006
Gambar 16. Tata Guna Lahan Kota Tua Jakarta (Sumber: Dinas Tata Kota DKI  Jakarta, 2007)

Referensi

Dokumen terkait

Dari paparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Strategi Pembelajaran Ekspositori adalah strategi pembelajaran yang menekankan pada proses

Nilai tercatat aset tetap yang tidak digunakan lagi atau dijual atau diserahkan pada Pemerintah, dikeluarkan dari laporan keuangan konsolidasian interim, dan

Indomobil Sukses Internasional Tbk Lampiran 8: Model ARMA Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Lampiran 9: Correlogram ARMA. Lampiran 10:

Banyak yang masih belum menyadari sebaik-baiknya mengenai pengertian dan penghayatan akan keselamatan kerja meskipun sebagian besar telah dilakukan. Haruslah dipahami

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2015. 104

Pada bab sebelumnya telah dibahas latar belakang, alur pikir, pengertian, dan kebutuhan untuk sebuah Hotel Resort di Pantai Karang Taraje, Banten sebagai fasilitas akomodasi wisatawan

PENATAAN PENGGAL JALAN PEMUDA PECINAN MAGELANGi. DENGAN KONSEP

Hasil penilaian pada putaran kedua adalah berupa rata-rata nilai kematangan untuk setiap atribut dan kriteria, nilai kematangan proses-proses penyelarasan, nilai