PUSKESMAS WOHA BIMA
Diajukan sebagai syarat meraih gelar Sarjana pada Fakultas Kedokteran Universitas Mataram
Oleh Nurfarhati H1A012043
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
Pemahaman Informasi Medis pada Pasien Rawat Jalan di Puskesmas Woha Bima
Nama Mahasiswa :Nurfarhati
Nomor Mahasiswa :H1A012043
Fakultas :Kedokteran
Karya Tulis Ilmiah ini telah diterima sebagai salah satu syarat meraih gelar Sarjana pada Fakultas Kedokteran Universitas Mataram.
Mataram, 6 Desember 2015
Pembimbing Utama
dr. Hamsu Kadriyan, SpTHT.,M.Kes NIP. 19730525 200112 1 001
Pembimbing Pendamping
dr. Muthia Cenderadewi NIP. 19850128 201012 2 003
HALAMAN PENGESAHAN
Nomor Mahasiswa : H1A 012 043
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 14 Desember 2015
Ketua :
dr.
Hamsu Kadriyan, Sp.THT -KL , M.Kes NIP. 19730525 200112 1 001
Anggota :
dr.
Muthia Cenderadewi NIP . 19850128 201012 2 003
Anggota :
dr.
Yunita Sabrina, M.Sc,Ph.D NIP.19760624 2001 12 2 001
Mengetahui,
Dekan FK Universitas Mataram,
dr.
Hamsu Kadriyan, Sp.THT -KL , M.Kes
NIP. 19730525 200112 1 001
PRAKATA
menyelesaikan pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Mataram untuk
meraih gelar Sarjana. Karya tulis ini berjudul: Faktor – Faktor yang
Mempengaruhi Tingkat Pemahaman Informasi Medis pada Pasien Rawat Jalan di
Puskesmas Woha Bima
Selama proses penyusunan karya tulis ini, penulis mendapatkan banyak
bimbingan, bantuan dan dukungan dari pihak baik dalam institusi maupun dari
luar institusi Fakultas Kedokteran Universitas Mataram. Pada kesempatan ini,
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Terima kasih kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karuniannya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan Karya
Tulis Ilmiah ini.
2. Harta yang sangat berharga Ibu Tercinta Flora dan Bapak Terhebat Syahlan
yang telah membesarkan dan mendidik saya. Saya berterima kasih kepada
beliau berdua karena dengan dukungan beliau berdualah saya dapat
melanjutkan pendidikan hingga perguruan tinggi. Terima kasih banyak atas
cinta, kasih sayang dan doa yang tiada henti, juga perhatian, nasihat, motivasi,
dan support yang tidak ternilai harganya hingga saya menjadi perempuan
mandiri hingga dititik ini. Saya menyadari bahwa tanpa beliau berdua,
mustahil saya bisa menjadi seperti sekarang.
4. Prof Ir. H. Sunarpi, Ph.D selaku rektor universitas mataram.
5. dr. Hamsu Kadriyan SpTHT, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Mataram yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.
6. dr. Hamsu Kadriyan SpTHT, M.Kes selaku pembimbing utama yang
membimbing dan memberi banyak masukan serta saran dengan penuh
kesabaran selama proses penyusunan karya tulis ini.
7. dr. Muthia Cenderadewi selaku pembimbing pendamping yang selalu
memberi bimbingan, petunjuk, dan masukan dengan penuh kesabaran selama
penulisan demi kelancaran proses penyusunan karya tulis ini.
8. dr. Ganis Kristanto, selaku kepala Puskesmas Woha Bima yang telah
mempermudah perijinan pelaksanaan penelitian ini.
9. Hartini Ahadiyatur Ru’yi dan Maya Farahiya yang merupakan teman satu tim
penelitian dan sahabat seperjuangan dalam menyusun, menjalani, dan
menyelesaikan penelitian ini.
10. Teman seperjuangan “Diskotik” (kk Hul, kk Aten, Mbak may, kk yan, kk is)
yang telah mewarnai kehidupan penulis selama kuliah di FK Unram
11. Teman sejawat “Dennias” (Dedew, Ana, Nita, Mbak can, Mbak may, Kk is)
yang telah mengajari banyak hal baik secara langung maupun tidak langsung
kepada penulis selama kuliah di FK Unram
mendengarkan keluh kesah saya hingga sekarang.
14. Abang Vito yang telah membantu mengajarkan SPSS pada kami bertiga
15. Teman-teman seperjuangan FK Unram 2012 MUSKULUS yang telah
memberikan dukungan dan bantuan selama proses perkuliahan.
16. Seluruh dokter dan petugas kesehatan di Puskesmas Woha Bima yang telah
bersedia memberikan bantuan tanpa lelah selama pengambilan data.
17. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas segala
dukungan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih
jauh dari sempurna. Semoga tulisan ini dapat memberikan sumbangan ilmiah
dalam masalah kesehatan dan memberikan manfaat bagi pembaca yang
memerlukannya.
Mataram, 6 Desember 2015
Penulis
karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat orang lain yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali
yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Mataram, 6 Desember 2015
Penulis
HALAMAN JUDUL... i
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 6
2.1 Hubungan Pasien dengan Dokter... 6
2.1.1 Komunikasi Efektif Dokter Pasien... 6
2.1.2 Komunikasi Efektif dan Hubungan Pasien dengan Dokter... 9
2.2 Kewajiban dan Hak Dokter... 11
2.2.1 Kewajiban Profesi Dokter... 11
2.1.2 Hak-Hak Profesi Seorang Dokter... 11
2.3 Kewajiban dan Hak Pasien... 12
2.4.1 Kewajiban Puskesmas... 13
2.4.2 Hak Puskesmas... 15
2.5 Informasi Medis... 18
2.5.1 Definisi Informasi Medis... 18
2.5.2 Manfaat Informasi Medis... 18
2.5.3 Sumber-Sumber Informasi Medis... 19
2.5.4 Bentuk-bentuk Informasi Medis... 20
2.5.5 Informasi antar dokter-pasien... 25
2.5.6 Masalah dalam penympaian informasi... 27
2.5.6.1 Faktor Dokter... 27
2.5.6.2 Faktor Pasien... 28
2.5.6.3 Faktor Lingkungan... 28
2.6 Kerangka Konsep... 30
2.7 Hipotesis... 31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 32
3.1 Rancangan Penelitian... 32
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian... 32
3.3 Populasi Penelitian... 32
3.6 Definisi Operasional Variabel Penelitian... 35
3.7 Instrumen Penelitian... 45
3.9.3 Analisis Multivariat... 47
3.10 Alur Penelitian ... 48
3.11 Jadwal Pelaksanaan Penelitian... 49
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 50
4.1 Hasil Penelitian... 50
4.1.1 Karasteristik Penelitian... 50
4.1.2 Analisis Data... 54
4.1.2.1 Presentase Variabel... 54
4.1.2.2 Uji Chi-Square... 57
4.1.2.3 Uji Regresi Logistik... 57
4.1.2.4 Koefisien Regresi Logistik... 58
4.1.2.5 Kekuatan Faktor Resiko (EXP B)... 58
4.2 Pembahasan... 59
4.2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pemahaman. . 59
4.2.2 Kelemahan Penelitian... 62
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 64
Gambar 2.1 Bagan Teori Komunikasi... 6 Gambar 2.6 Kerangka Konsep... 30 Gambar 3.10 Alur Penelitian... 48
Tabel 3.11. Rencana Penelitian... 49
Tabel 4.1. Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin ... 50
Tabel 4.2. Distribusi pasien berdasarkan kelompok umur ... 51
Tabel 4.3. Distribusi pasien berdasarkan tingkat pendidikan ... 51
Tabel 4.4. Distribusi pasien berdasarkan pekerjaan ... 52
Tabel 4.5. Distribusi tingkat pengetahuan pasien dalam menggali suatu informasi berdasarkan kategori baik dan kurang baik ... 52
Tabel 4.6. Distribusi kemampuan dokter dalam berkomunikasi berdasarkan kategori baik dan kurang baik ... 53
Tabel 4.7. Distribusi keadaan lingkungan berdasarkan kategori baik dan kurang baik ... 53
Tabel 4.8. Distribusi tingkat pemahaman pasien berdasarkan kategori baik dan kurang baik... 54
Tabel 4.1.2.1. Persentase Variabel ... 55
Tabel 4.9. Hasil uji variable dengan chi-square ... 57
Tabel 4.10. Variabel dengan uji regresi logistik ... 58
Tabel 4.11 Variables in the equation ... 58
Tabel 4.11. Nilai OR atau EXP(B) ... 58
Lampiran 3 Hasil input spss... 79 Lampiran 4 Foto-Foto... 99
Menkes Permenkes UU
CUKB SPSS OR EXP(B)
Menteri Kesehatan
Peraturan Menteri Kesehatan Undang-Undang
Cara Uji Klinik yang Baik
Statistical Product and Service Solution Odds Ratio
Exponent (B)
Nurfarhati, Hamsu Kadriyan, Muthia Cenderadewi
Latar belakang : Komunikasi merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai oleh dokter karena komunikasi menentukan keberhasilan dalam membantu penyelesaian masalah kesehatan pasien. Pemahaman informasi medis yang diterima pasien sering kali berbeda bahkan ada pasien yang tidak mengerti tentang informasi yang disampaikan tersebut. Oleh sebab itu penelitian ini mencoba mencari faktor apa saja yang dapat mempengaruhi tingkat pemahaman informasi medis pada pasien di Puskesmas Woha Bima.
Metode : Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional analytic, sampel dipilih menggunakan teknik convinience sampling dari pasien rawat jalan yg memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Analisa statistik menggunakan analisa deskriptif, analisa bivariat dengan metode chi square, dan analisis multivariat dengan uji regresi logistik untuk menguji kekuatan dari faktor dokter, faktor pasien, dan faktor lingkungan.
Hasil: Persentase pasien dengan tingkat pemahaman baik yang berobat ke Puskesmas Woha Bima adalah sebanyak 32 orang (61%) dan persentase pasien dengan tingkat pemahaman kurang baik sebanyak 20 orang (38%). Faktor yang mempengaruhi tingkat pemahaman informasi medis (p<0,05) pasien rawat jalan di Puskesmas Woha Bima yaitu faktor variabel pasien.
Kesimpulan: Faktor pasien didapatkan mempengaruhi tingkat pemahaman pasien terhadap informasi medis.
Kata kunci : Informasi medis, Tingkat pemahaman, Pasien, Dokter, Lingkungan.
Background: Communication is one of the competencies that must be mastered by the doctor because it determine the success in helping to resolve the patient's health problems. Patients understending of medical information is often differ from what was meant to be delivered by medical personnel. Therefore the objective of this study is to do determine to determine the factors that can affect the level of understanding in patients at puskesmas Woha Bima.
Methods: The research used a cross sectional study design. Samples, who fulfill inclusion criteria, were selected by using convenience sampling technique. Data collected using questionare. Statistical analysis were performed, which included descriptive analysis, bivariate analysis (chi square method), and multivariate analysis (logistic regression) to test the strength of each risk factors.
Results: The percentage of patients with good understanding of the medical treatment in the Puskesmas Woha Bima is 61% and the percentage of patients with poor level understending was 38% respondents. Patient factor was found to be correled with level of understanding of medical information outpatient in Puskesmas Woha Bima.
Conclution: Patient factor affect patients level of understanding for medical information.
Key words: Medical Information, Level of Understanding, Patient, Doctor, Environment.
1.1 Latar Belakang
Profesi dokter merupakan profesi yang mempunyai tujuan mulia bagi
masyarakat, karena tujuan dasar ilmu kedokteran adalah meringankan sakit,
penderitaan fisik, psikis, dan sosial pada pasien dan masyarakat. Profesi dokter
sangat mulia karena berkaitan dengan hal yang berharga dalam hidup seseorang
yaitu masalah kesehatan dan kehidupan. Salah satu prinsip dasar etik kedokteran
yaitu primum non necere yaitu yang terpenting adalah tidak merugikan pasien baik secara sosial maupun ekonomi. Di dalam pelayanan kedokteran, terdapat dua
pihak yang saling berhubungan, yaitu dokter dan pasien. Jika tidak tercipta
hubungan antara dokter dengan pasien, maka tidak akan terjadi suatu pelayanan
kedokteran (Hanafiah dan amir, 2012).
Dalam profesi kedokteran, komunikasi dokter-pasien merupakan salah satu
kompetensi yang harus dikuasai karena komunikasi menentukan keberhasilan
dalam membantu penyelesaian masalah kesehatan pasien. Selama ini komunikasi
dapat dikatakan terabaikan, baik dalam pendidikan maupun dalam praktik
kedokteran/kedokteran gigi. Akibatnya, dokter bisa saja tidak mendapatkan
keterangan yang cukup untuk menegakkan diagnosis dan menentukan
perencanaan dan tindakan lebih lanjut. Dari sisi pasien, umumnya pasien merasa
dalam posisi lebih rendah di hadapan dokter (superior-inferior), sehingga takut
bertanya dan bercerita atau hanya menjawab sesuai pertanyaan dokter saja. Tidak
mudah bagi dokter untuk mendapat keterangan dari pasien. Perlu dibangun
hubungan saling percaya, keterbukaan, kejujuran dan pengertian akan kebutuhan,
harapan, maupun kepentingan masing-masing. Dengan terbangunnya hubungan
ini, pasien akan memberikan keterangan yang benar dan lengkap sehingga dapat
membantu dokter dalam menegakkan diagnosis dan menentukan perencanaan dan
tindakan lebih lanjut (Konsil Kedokteran Indonesia, 2006).
Salah satu hal yang sangat penting sebelum melakukan pelayanan kedokteran/
pelayanan kesehatan bagi pasien yaitu informed consent/ persetujuan tindakan medis/
persetujuan tindakan kedokteran. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 290/Menkes/Per/III/2008, persetujuan tindakan kedokteran adalah
persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah penjelasan
secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan
dilakukan terhadap pasien (Permenkes, 2008).
Informed consent memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan dokter yang sebenarnya tidak diperlukan dan secara medis tidak ada dasar kebenaran
yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya serta memberi perlindungan hukum
kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat negatif, dan pada setiap tindakan
medis melekat suatu resiko. Menurut Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran yang
diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), suatu persetujuan dianggap sah
apabila pasien telah diberi penjelasan/ informasi, pasien atau yang sah mewakilinya
dalam keadaan cakap (kompeten) untuk memberikan keputusan/ persetujuan, dan
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pemahaman
pasien, mengingat kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan informasi medis
terus meningkat. Faktor-faktor tersebut antara lain budaya, kebiasaan dan tingkat
pendidikan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fong Ha dkk di Royal
Perth Australia pada tahun 2010 menunjukan bahwa kebanyakan keluhan tentang
dokter terkait dengan masalah komunikasi bukan kompetensi klinis. Penelitian
lain yang dilakukan oleh Putra dkk pada tahun 2011 di RSUP NTB menunjukkan
hasil presentase pasien dengan tingkat pemahaman baik yang berobat ke RSUP
NTB adalah sebanyak 78 orang (26%), sedangkan pasien dengan tingkat
pemahaman buruk sebanyak 222 orang (74 %). Gambaran ini menunjukkan
bahwa komunikasi yang buruk dapat menurunkan tingkat pemahaman pasien
terhadap informasi medis (Putra, dkk, 2011; Fong Ha, dkk, 2010).
Kabupaten Bima, memiliki perbedaan dengan Kota Mataram dalam hal
demografi, baik dalam hal jumlah penduduk, kepadatan, pendapatan serta
pendidikan. Adapun alasan pemilihan lokasi karena tersedianya sampel yang
memadai dan belum pernah dilakukan penelitian mengenai pemahaman informasi
medis sebelumnya di Puskesmas wilayah NTB. Oleh karena berbagai
permasalahan tersebut maka peneliti memutuskan untuk melakukan penelitian
mengenai Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pemahaman Informasi
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana tingkat pemahaman informasi medis pasien di Puskesmas
Woha Bima?
1.2.2 Bagaimana distribusi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat
pemahaman informasi medis pada pasien di Puskesmas Woha Bima?
1.2.3 Bagaimana pengaruh faktor dokter, faktor pasien, dan faktor lingkungan
terhadap tingkat pemahaman informasi medis pada pasien di Puskesmas
Woha Bima?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Mengetahui tingkat pemahaman informasi medis pada pasien di
Puskesmas Woha Bima
1.3.2 Mengetahui distribusi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat
pemahaman informasi medis pada pasien di Puskesmas Woha Bima
1.3.3 Mengetahui pengaruh faktor dokter, faktor pasien dan faktor lingkungan
terhadap tingkat pemahaman informasi medis pada pasien di Puskesmas
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini yaitu
1. Bagi dokter
Dokter dapat lebih memperhatikan pelayanan terhadap pasien terutama
kawajibannya memberikan informasi medis secara jelas, lengkap, dan
dapat dimengerti sepenuhnya oleh pasien
2. Bagi Puskesmas
Memberikan gambaran faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat
pemahaman pasien terhadap informasi medis sehingga pelayanan kepada
pasien dapat diperbaiki atau ditingkatkan.
3. Bagi Peneliti dan Masyarakat
a. Menambah wawasan peneliti dan pembaca tentang factor-faktor yang
dapat mempengaruhi tingkat pemahaman informasi medis
2.1 Hubungan pasien dengan dokter
2.1.1 Komunikasi efektif dokter pasien
Komunikasi merupakan sebuah proses penyampaian pikiran-pikiran atau
informasi kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain tersebut
dapat mengerti dengan baik apa yang dimaksud oleh penyampai pikiran-pikiran atau
informasi tersebut (Wasisto, 2008). Proses komunikasi yang baik dan efektif terdiri
dari beberapa elemen penting seperti digambarkan dalam skema berikut:
Gambar 2.1 (Sumber: David, 1960 dan Wasisto, 2008)
Pesan yang disampaikan pada suatu komunikasi dimulai dari sumber sebagai
pembuat atau pengirim informasi. Dalam komunikasi antar manusia, sumber bisa
terdiri dari satu orang, tetapi bisa juga dalam bentuk kelompok misalnya partai,
organisasi atau lembaga. yang disampaikan dalam bentuk verbal, tulisan, nonverbal,
atau bisa juga gabungan dari ketiganya. Pesan ini disampaikan melalui saluran
(channel) tertentu yang sesuai dengan kebutuhan saat komunikasi tersebut (David, 1960 dan Wasisto, 2008).
Dalam komunikasi, media adalah alat yang dapat menghubungkan antara
sumber dan penerima yang sifatnya terbuka, dimana setiap orang bisa melihat,
membaca dan mendengarnya. Media dalam komunikasi dapat dibedakan ke dalam
dua kategori, yakni berupa media cetak dan media elektronik. Media cetak seperti
halnya surat kabar, majalah, buku, brosur, stiker, buletin, spanduk, poster, dan
sebagainya. Sedangkan media elektronik antara lain: radio, film, televisi, komputer,
dan sebagainya. Penerima pesan (receiver) akan menerima pesan yang telah disampaikan oleh pengirim pesan dan menerjemahkan (decoding) pesan tersebut sesuai pesan yang dikirim oleh pengirim pesan (David, 1960 dan Wasisto, 2008).
Pengaruh atau efek adalah perbedaan terhadap apa yang dipikirkan, dirasakan,
dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh
tersebut bisa terjadi pada pengetahuan, sikap dan tingkah laku seseorang, karena
pengaruh juga bisa diartikan perubahan atau penguatan keyakinan pada pengetahuan,
sikap dan tindakan seseorang sebagai akibat penerimaan pesan. Umpan balik
merupakan salah satu bentuk dari pada pengaruh yang berasal dari penerima. Akan
tetapi umpan balik bisa juga berasal dari unsur lain seperti media dan pesan, meski
perubahan sebelum dikirim dan alat yang digunakan untuk menyampaikan pesan
tersebut mengalami gangguan sebelum sampai ke tujuan. Umpan balik penting
sebagai proses klarifikasi untuk memastikan tidak terjadi kesalah pahaman (David,
1960 dan Wasisto, 2008).
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi komunikasi dokter-pasien,
antara lain:
1. Faktor Pasien: dapat berupa masalah fisik, faktor psikologis, pengalaman
perawat medis sebelumnya, dan pengalaman perawat medis saat ini.
2. Faktor Dokter: pelatihan dalam keterampilan berkomunikasi, percaya diri
dalam kemampuan berkomunikasi, kepribadian, faktor fisik (contoh :
kelelahan), dan faktor psikologis (contoh : cemas).
3. Pengaturan suasana saat anamnesis, misalnya: Privasi, Lingkungan yang
nyaman, Pengaturan tempat duduk yang tepat (Effendy, 2004).
Hal-hal yang dapat menghambat komunikasi antara dokter-pasien antara lain,
penggunaan istilah-istilah medis/ilmiah, pseudo-komunikasi (tetap berkomunikasi
dengan lancar padahal pasien tidak sepenuhnya mengerti atau mempunyai persepsi
yang berbeda tentang apa yang dibicarakan), komunikasi non verbal (mimik muka,
nada suara, gerakan yang mungkin mempengaruhi pemahaman pesan/ informasi yang
Komunikasi yang baik dilakukan antara dokter dan pasien merupakan faktor
pendukung keberhasilan dari informed consent. Seorang dokter yang bisa menjelaskan dengan baik dan diterima oleh pasiennya dengan jelas tentang tindakan
medis yang akan dilakukan, akan memudahkan dokter tersebut dalam memperoleh
persetujuan tindakan medis (Rumanti, 2002).
Efektifitas komunikasi akan terjadi secara maksimal jika dalam proses tersebut
paling tidak harus memenuhi lima komponen berikut:
1. Adanya kesamaan kepentingan antara komunikator dengan komunikan
2. Adanya sikap yang saling mendukung dari kedua belah pihak
3. Terdapat sikap positif dari keduanya, yaitu sikap saling menerima pikiran
atau ide yang disampaikan
4. Sikap terbuka antara kedua pihak
5. Masing-masing pihak mencoba menempatkan diri pada mitra wicaranya
(Rumanti, 2002).
2.1.2 Komunikasi efektif dan hubungan pasien dengan dokter
Komunikasi dapat efektif apabila pesan dapat diterima dan dimengerti
sebagaimana dimaksud oleh pengirim pesan, pesan diterima oleh penerima pesan dan
tidak didapatkan hambatan dalam hal itu. Komunikasi efektif antara dokter dan
memberikan dukungan pada pasien, dengan demikian lebih efektif dan efisien bagi
keduanya (Hardjana, 2003).
Dalam dunia kedokteran ada 2 pendekatan komunikasi yang digunakan:
1. Disease centered communication style atau doctor centered communication style adalah komunikasi berdasarkan kepentingan dokter mendiagnosis, termasuk penyelidikan dan penalaran klinik mengenai
tanda dan gejala-gejala.
2. Illness centered communication style atau patient centered communication style adalah Komunikasi berdasarkan apa yang dirasakan pasien tentang penyakit yang secara individu merupakan pengalaman
unik. Di sini termasuk pendapat pasien, kekhawatirannya, harapannya,
yang menjadi kepentingannya serta apa yang dipikirkannya (Wasisto,
2008).
Pada dasarnya komunikasi efektif adalah menyatukan sudut pandang pasien
2.2 Kewajiban dan Hak Dokter
2.2.1 Kewajiban – kewajiban Profesi Dokter
Kewajiban-kewajiban dokter (De beroepsplichten van de arts) dapat dibedakan dalam lima kelompok, yaitu :
a. Kewajiban yang berhubungan dengan fungsi sosial dari memelihara kesehatan
b. Kewajiban yang berhubungan dengan standar medis
c. Kewajiban yang berhubungan dengan tujuan ilmu kedokteran
d. Kewajiban yang berhubungan dengan prinsip keseimbangan (proportionaliteits beginsel)
e. Kewajiban yang berhubungan dengan hak pasien (Soerjono dan Herkunto, 1987).
2.2.2 Hak-hak profesi seorang dokter
a. Hak untuk bekerja menurut standar profesi medis
b. Hak menolak melaksanakan tindakan medis yang ia tidak dapat pertanggung
jawabkan secara profesional
c. Hak untuk menolak suatu tindakan medis yang menurut suara hatinya (conscienci) tidak baik
d. Hak untuk mengakhiri hubungan dengan seorang pasien jika ia menilai bahwa
kerjasama antara pasien dia tidak ada lagi gunanya
e. Hak atas privacy dokter
f. Hak atas itikad baik dari pasien dalam melaksanakan kontrak terapeutik
h. Hak dalam menghadapi pasien yang tidak puas terhadapnya
i. Hak untuk membela diri
j. Hak memilih pasien (Soerjono dan Herkunto, 1987).
2.3Kewajiban dan Hak Pasien 2.3.1 Kewajiban Pasien
Kewajiban–kewajiban pasien perlu ditaati, Hal ini memang sangat dibutuhkan
dalam transaksi terapeutik sebab jika tidak dilaksanakan oleh pasien harapan untuk
sembuh tidaklah tercapai. Kewajiban-kewajiban itu harus dipenuhi oleh pasien yakni
kesembuhan atas penyakit yang dideritanya. Adapun kewajiban-kewajiban yang
dimaksud adalah sebagai berikut :
a. Memberikan informasi kepada dokter tentang penyakit yang dideritanya dengan
lengkap
b. Mematuhi petunjuk-petunjuk dokter
c. Mematuhi privacy dokter
d. Memberikan imbalan / honorarium kepada dokter (Soerjono dan Herkunto, 1987).
2.3.2 Hak-hak Pasien
Hak untuk menentukan diri sendiri adalah dasar dari hak-hak pasien. Dikenal
berbagai hak pasien sebagai berikut :
a. Hak atas pelayanan medis dan perawatan
c. Hak atas rahasia kedokteran
d. Hak memilih dokter dan rumah sakit
e. Hak untuk menolak dan menghentikan pengobatan
f. Hak untuk tidak terlalu dibatasi kemerdekaannya selama proses pengobatan pasien
boleh melakukan hal-hal yang lain asal tidak membahayakan kesehatannya
g. Hak untuk mengadu dan mengajukan gugatan
h. Hak atas ganti rugi
i. Hak atas bantuan hukum
j. Hak untuk mendapatkan nasehat uintuk ikut serta dalam eksperimen
k. Hak atas perhitungan biaya pengobatan dan perawatan yang wajar dan penjelasan
perhitungan tersebut (Soerjono dan Herkunto, 1987).
2.4 Kewajiban dan Hak Puskesmas
2.4.1 Kewajiban Puskesmas
Kewajiban puskesmas belum diatur secara jelas dalam undang-undang.
Namun, dalam Peraturan Menteri Kesehatan no. 128 tahun 2004 tentang Kebijakan
Dasar Puskesmas, diatur tentang upaya kesehatan wajib, fungsi dan tugas, dan azas
penyelenggaraan puskesmas yang konteksnya hampir mirip dengan kewajiban
1. Menggerakan Pembangunan Kesehatan Berwawasan Kesehatan
a. Berupaya menggerakkan lintas sektor dan dunia usaha di wilayah kerjanya
agar menyelenggarakan pembangunan yang berwawasan kesehatan,
b. Aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan
setiap program pembangunan di wilayah kerjanya
c. Mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa
mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
2. Berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan
masyarakat :
a. Memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan
masyarakat untuk hidup sehat.
b. Berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk
pembiayaan.
c. Ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program
kesehatan.
3. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh,
terpadu dan berkesinambungan mencakup:
a. Pelayanan kesehatan perorangan
4. Melakukan koordinasi dengan sektor terkait dalam pemberian pelayanan
kesehatan seperti Rumah Sakit Umum, Posyandu, Polindes dan jaringan
pelayanan kesehatan lain dan dalam fungsi pembinaan (Dinkes Kabupaten dan
Kantor Kecamatan);
5. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah
kerjanya;
6. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan
pemerataan kesehatan yang diselenggarakan;
7. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan
masyarakat beserta lingkungannya;
8. Meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas agar terwujud
derajat kesehatan yang setinggi- tingginya (Permenkes, 2004).
2.4.2 Hak Puskesmas
Hak puskesmas belum di atur secara khusus dalam perundang-undangan.
Namun di dalam Undang-Undang Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia
nomor 75 tahun 2004 mengatur Penyelenggaran Fungsi Puskesmas, Sebagai Berikut:
Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Masyarakat tingkat pertama di wilayah
a. melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan
masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan
b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan
c. melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat
dalam bidang kesehatan
d. menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan
masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang
bekerjasama dengan sektor lain terkait
e. melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya
kesehatan berbasis masyarakat
f. melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia Puskesmas
g. memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan
h. melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu, dan
cakupan Pelayanan Kesehatan dan
i. memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk
dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan
penyakit (Permenkes, 2004).
Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Perorangan tingkat pertama di wilayah
a. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dasar secara komprehensif,
berkesinambungan dan bermutu
b. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan upaya promotif
dan preventif
c. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang berorientasi pada individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat
d. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan keamanan dan
keselamatan pasien, petugas dan pengunjung
e. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan prinsip koordinatif dan kerja
sama inter dan antar profesi
f. melaksanakan rekam medis
g. melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan akses
Pelayanan Kesehatan
h. melaksanakan peningkatan kompetensi Tenaga Kesehatan
i. mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya dan
j. melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan Sistem
2.5 Informasi Medis
2.5.1 Pengertian Informasi Medis
Informasi Medis merupakan suatu pengelolaan informasi secara sistematis
dalam rangka penyelengggaraan pelayanan kepada masyarakat (Sanjoyo R, 2013).
Komunikasi kesehatan yang berlangsung positif memberikan dampak penting bagi
pasien, dokter, dan orang lain. Seorang dokter lebih cenderung melakukan diagnosis
yang lebih akurat dan komprehensif guna mendeteksi tekanan emosional pada pasien,
pasien yang memiliki rasa puas dengan perawatan dan kurang cemas, dan setuju
dengan mengikuti saran yang diberikan (Lloyd dan Bor, 1996).
Pertukaran informasi (exchange of information) antara dokter dan pasien sangat penting menurut Ong, (1975), Dari sudut pandang kedokteran, dokter harus
mendapatkan informasi dari pasien untuk menyakini diagnosis yang tepat dan
rencana perawatan. Dari perspektif lain, pasien harus mengetahui dan memahami dan
merasa dikenal dan dipahami. Dalam rangka untuk memenuhi kedua kebutuhan ini,
perlu bergantian antara pemberian informasi dan bertukar informasi.
2.5.2 Manfaat Informasi Medis
Informasi sangat beragam, baik dalam jenis, tingkatan maupun bentuknya.
Manfaat informasi bagi setiap orang berbeda-beda. Adapun manfaat dari informasi
menurut Sutanta (2003), adalah:
Dengan informasi akan menambah pengetahuan bagi penerima yang dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk mendukung proses
pengambilan keputusan.
2. Mengurangi ketidakpastian pemakai informasi
Informasi akan mengurangi ketidakpastian terhadap apa yang akan terjadi
dapat diketahui sebelumnya, sehingga kemungkinan menghindari keraguan
pada saat pengambilan keputusan tersebut.
3. Mengurangi resiko kegagalan
Adanya informasi akan mengurangi resiko kegagalan terhadap apa yang akan
terjadi dapat diantisipasi dengan baik, sehingga kemungkinan terjadinya
kegagalan akan dapat dikurangi dengan cara pengambilan keputusan yang
tepat.
4. Mengurangi keanekaragaman yang tidak diperlukan
Mengurangi keanekaragaman yang tidak perlu akan menghasilkan keputusan
yang lebih terarah.
5. Memberikan standar, aturan-aturan, keputusan dan ukuran-ukuran, untuk
menentukan pencapaian, sasaran dan tujuan.
2.5.3 Sumber-sumber informasi
Sumber informasi sangat penting bagi seseorang dalam menentukan sikap
atau keputusan bertindak. Sumber informasi itu ada di mana-mana, di pasar-pasar,
sekolah, rumah, lembaga-lembaga kesehatan dan lain lainnya, buku-buku, majalah,
bisa tercipta informasi yang kemudian direkam dan disimpan melalui media
elektronik ataupun media cetak (Sutanta, 2003).
Menurut Yusup (2009) sumber-sumber informasi banyak jenisnya. Majalah,
buku, radio, surat kabar, tape recorder, CD-ROM, disket komputer, brosur, pamplet,
dan media rekaman informasi lainnya merupakan tempat terdapatnya informasi.
Menurut WHO 2010, sistem informasi kesehatan merupakan salah satu dari 6
komponen utama dalam sistem kesehatan di suatu Negara. Keenam komponen sistem
kesehatan tersebut adalah:
1. Service delivery (pelaksanaan pelayanan kesehatan)
2. Medical product, vaccine, and technologies (produk medis, vaksin, dan teknologi kesehatan)
3. Health worksforce (tenaga medis)
4. Health system financing (system pembiayaan kesehatan)
5. Health information system (sistem informasi kesehatan) 6. Leadership and governance (kepemimpinan dan pemerintah)
2.5.4 Bentuk-bentuk Informasi 2.5.4.1 Informasi Verbal
Informasi verbal merupakan Infromasi yang menggunakan kata-kata, lisan
maupun tulisan. Infromasi ini paling banyak digunakan dalam hubungan antar
pemikiran, gagasan, atau maksud mereka, menyampaikan data, fakta, dan informasi
serta menjelaskannya, saling bertukar perasaan dan pemikiran, saling berdebat, dan
bertengkar (Sutanta, 2003).
Contoh komunikasi verbal yang sering digunakan oleh tenaga kesehatan adalah
melakukan diagnosis penyakit, melakukan pemeriksaan fisik seperti inspeksi, palpasi,
perkusi, auskultasi, melakukan injeksi terhadap pasien, observasi pasien dan lain-lain
(Sutanta, 2003).
2.5.4.2 Informasi Non-Verbal
Informasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan kata-kata.
Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang
lain. Dokter perlu menyadari pesan verbal dan non-verbal yang disampaikan oleh
pasien (Sutanta, 2003).
Beberapa contoh komunikasi non-verbal adalah sebagai berikut:
1. Metakomunikasi
Komunikasi tidak hanya tergantung pada pesan tetapi terhadap hubungan antara
pembicara dengan lawan bicaranya. Metakomunikasi adalah suatu komentar terhadap
isi pembicaraan dan sifat hubungan antara yang berbicara, yaitu pesan di dalam pesan
yang menyampaikan sikap dan perasaan pengirim terhadap pendengar.
Penampilan seseorang merupakan suatu hal pertama yang diperhatikan selama
komunikasi interpersonal. Kesan pertama timbul antara 20 detik sampai 5 menit
pertama. Delapan puluh empat persen dari kesan terhadap seserang berdasarkan
penampilannya (Lalli Ascosi, 1990 dalam Potter dan Perry, 1993). Bentuk fisik, cara
berpakaian dan berhias menunjukkan kepribadian, status sosial, pekrjaan, agama,
budaya dan konsep diri. Dokter yang memperhatikan penampilan dirinya dapat
menimbulkan citra diri dan profesional yang positif.
3. Intonasi (Nada Suara)
Nada suara pembicara mempunyai dampak yang besar terhadap arti pesan yang
dikirimkan, karena emosi seseorang dapat secara langsung mempengaruhi nada
suaranya. Dokter harus menyadari emosinya ketika sedang berinteraksi dengan klien,
karena maksud untuk menyamakan rsa tertarik yang tulus terhadap klien dapat
terhalangi oleh nada suara Pasien
4. Ekspresi wajah
Hasil suatu penelitian menunjukkan enam keadaan emosi utama yang tampak melalui
ekspresi wajah: terkejut, takut, marah, jijik, bahagia dan sedih. Ekspresi wajah sering
digunakan sebagai dasar penting dalam menentukan pendapat interpesonal. Kontak
mata sangat penting dalam komunikasi interpersonal. Orang yang mempertahankan
kontak mata selama pembicaraan diekspresikan sebagai orang yang dapat dipercaya,
memandang ke bawah ketika sedang berbicara dengan klien, oleh karena itu ketika
berbicara sebaiknya duduk sehingga Dokter tidak tampak dominan jika kontak mata
dengan klien dilakukan dalam keadaan sejajar.
5. Sikap tubuh dan langkah
Sikap tubuh dan langkah menggambarkan sikap; emos, konsep diri dan keadaan fisik.
Dokter dapat mengumpilkan informasi yang bermanfaat dengan mengamati sikap
tubuh dan langkah klien. Langkah dapat dipengaruhi oleh faktor fisik seperti rasa
sakit, obat, atau fraktur.
6. Sentuhan
Kasih sayang, dudkungan emosional, dan perhatian disampaikan melalui sentuhan.
Sentuhan merupakan bagian yang penting dalam hubungan dokter-pasien, namun
harus mnemperhatikan norma sosial. Bradley & Edinburg (1982) dan Wilson &
Kneisl (1992) menyatakan bahwa walaupun sentuhan banyak bermanfaat ketika
membantu klien, tetapi perlu diperhatikan apakah penggunaan sentuhan dapat
dimengerti dan diterima oleh klien, sehingga harus dilakukan dengan kepekaan dan
7. Kontak Mata
Kontak mata merupakan alat komunikasi nonverbal paling penting. Hal ini
memungkinkan Anda untuk berhubungan dengan audiens dalam memproyeksikan kesungguhan dan keterbukaan, dan menjaga perhatiannya. Kontak mata memberikan
informasi sosial terhadap orang yang Anda ajak mendengarkan dan berbicara. Terlalu
banyak kontak mata akan dipandang sebagai seseorang yang agresif, kontak mata
Anda yang terlalu sedikit, dapat dipandang sebagai seseorang yang tidak memiliki
kepentingan didepan lawan bicara Anda.
9. Paralanguage
Merupakan suara-suara/vokal nonverbal yang merupakan aspek-aspek dari
percakapan, seperti kecepatan berbicara: volume, ritme; bentuk-bentuk vokal:
tertawa, pekikan, rintihan, uh, ahh, dan sebagainya.
10. Diam
Diam bukan berarti tidak melakukan komunikasi. Diam sapat diartikan sebagai
berikut:
a. Memberi kesempatan berpikir
b. Menyakiti
c. Mengisolasi diri sendiri
d. Mencegah komunikasi
f. Tidak menyampaikan sesuatupun (Sutanta, 2003).
2.5.5 Informasi antar Dokter-Pasien
Hak atas informasi disebut dengan The Right of Information. Dalam hal ini, pihak yang bertanggung jawab memberikan informasi mengenai pasien adalah
dokter. Artinya bahwa dokter berkewajiban menyampaikan informasi medis kepada
pasien baik diminta maupun tidak. Informasi yang harus diberikan dokter kepada
pasien tersebut antara lain :
a. Hasil Pemeriksaan atau Diagnosis
Yaitu pengenalan keadaan atau gejala-gejala penyakit. Diagnosa ini harus
disusun berdasarkan keterangan dan keluhan yang disampaikan pasien
mengenai penyakitnya pada dokter. Setelah itu pasien memiliki hak untuk
mengetahui hasil pemeriksaan yang telah dilakukan. Apabila infomasi sudah
diberikan, maka keputusan selanjutnya berada di tangan pasien.
b. Terapi, atau Cara-cara Pengobatan dan Alternatif Lain
Setelah dilakukan pemeriksaan, dokter akan menentukan terapi yang sesuai
dengan keluhan penyakit pasien tersebut. Selain itu, dokter harus
mengungkapkan beberapa alternatif dalam proses diagnosis dan terapi. Dokter
harus menjelaskan prosedur, keberhasilan dan kerugian serta komplikasi yang
mungkin timbul.
Resiko yang mungkin terjadi dalam terapi harus diungkapkan disertai upaya
antisipasi yang dilakukan dokter untuk terjadinya hal tersebut. Hal-hal yang
dijadikan pedoman adalah sifat risiko, berat ringannya risiko, dan kapan risiko
tersebut akan terjadi. Selain itu dokter juga harus menjelaskan risiko jika
pasien menolak salah satu atau seluruh pengobatan yang ditawarkan oleh
dokter.
d. Penderitaan Sakit dan Ketidaknyamanan
Apabila dalam menjalani pengobatan, kemungkinan pasien akan mengalami
suatu perasaan sakit atau perasaan yang lain. Untuk inilah dokter juga harus
menjelaskan kemungkinan-kemungkinan tersebut kepada pasien.
e. Prognosis
Merupakan penjelasan atas jalannya penyakit agar pasien benar-benar
mengetahui keadaan yang sebenarnya dan apa yang terjadi padanya. Pasien
berhak mengetahui
semua prognosis, komplikasi, ketidaknyamanan, biaya, kesulitan dan risiko
dari setiap pilihan termasuk tidak mendapat pengobatan atau tidak mendapat
tindakan apapun.
f. Keuntungan Pengobatan
Pengobatan yang dianjurkan oleh dokter kepada pasien diharapkan agar
terwujud kesembuhan atau setidaknya mengurangi rasa sakit pasien. Maka
dari itu jalannya pengobatan tersebut harus memberikan keuntungan, sehingga
Penyampaian informasi pada pasien harus diberikan dengan bahasa yang
dapat diterima, dipahami, dimengerti dan sejelasjelasnya oleh pasien (PerMenkes,
2008).
2.5.6 Masalah dalam penyampaian informasi antar Dokter-Pasien
2.5.6.1 Faktor Dokter
Kendala yang umunnya terjadi dalam penyampaian informasi antara lain
heterogennya tingkat pengetahuan pasien tentang istilah medis, kondisi pasien yang
tidak mendukung terjadinya proses diskusi yang tidak lancar. Faktor dokter juga
terdapat kendala yaitu informasi yang diberikan oleh dokter secara tidak lengkap, dan
terdapat bagian yang tidak diinformasikan kepada pasien.
Masalah lain yang ditemukan dalam penyampaian informasi yaitu sering terjadi
salah tafsir dari dokter bila dalam penyampaiaan informasi seakan-akan beranggapan
bahwa:
b. Sudah sepenuhnya memberikan informasi kepada pasien
c. informasi menjadi adekuat setelah memperoleh tanda tangan dari pasie tersebut
2.5.6.2 Faktor Pasien
Kendala yang umumnya terjadi dalam penyampaian informasi adalah
tingkat pengetahuan pasien tentang istilah medis, kondisi pasien yang tidak
mendukung, proses diskusi yang tidak lancar. Kendala-kendala seperti itu akan
mempengaruhi pemahaman pasien atas informasi yang diberikan sehingga
pasien sulit memberikan jawaban yang relevan untuk penanganan yang
diberikan (Biben, 2005).
Usia juga berpengaruhi terhadap penyampaian infromasi. Sebagian besar pada
usia lanjut mempengaruhi tingkat penyerapan dan ingatan informasi yang diterima
sehingga akan mengganggu penerimaan informasi yang diberikan. Pada orang dengan
usia lanjut paling sering terjadi depresi karena pada usia ini orang akan merasa
kehilangan cinta kasih dari orang-orang yang berarti disekitarnya selain itu pada usia
tua pasien sudah mulai mengalami gangguan dalam proses komunikasi baik
mendengar atau pun mengingat sesuatu . Emosi juga akan tidak stabil karena status
sosialnya berubah, misalnya yang biasa dihormati karena jabatannya kini tidak lagi
setelah dia sudah pension (Biben, 2005).
2.5.6.3 Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi penyampaian informasi seperti
sosial budaya, dimana hal ini ditandai masalah adat istiadat seperti harga diri yang
sering menjadi kendala juga karena ramainya pasien yang berkunjung sehingga waktu
untuk memberikan informasi kurang dan bisa juga oleh karena tempat peraktik yang
tidak mendukung seperti tempat yang terlalu sempit, dipinggir jalan yang ramai, atau
tempat yang kotor (Soewono, 2005).
2.7 Kerangka KonsepKemampuan komunikasi dokter (perkenalan, identitas, kemampuan menggali informasi mengenai identitas dan keluhan, kemampuan menjelaskan tindakan medis,
Keterangan : = variabel yang diteliti --- = variabel yang tidak diteliti
Faktor Dokter Faktor Pasien Faktor Lingkungan
Kemampuan dokter dalam Tingkat Pemahaman Informasi Medis
2.7 Hipotesis
H0 : Tidak terdapat pengaruh masing-masing faktor terhadap tingkat
pemahaman informasi medis pada pasien di Puskesmas Woha Bima
H1: Terdapat pengaruh masing-masing faktor terhadap tingkat pemahaman
3.1 Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian analitik observasional
dengan rancangan penelitian cross-sectional analytic pada pasien yang berkunjung ke Puskesmas Woha Bima. Metode penelitian cross-sectional dipilih karena sampel diambil dalam satu waktu yang kemudian dilakukan analisis. Setiap pasien yang
datang ke Puskesmas Woha Bima akan dilakukan wawancara dan ditanya mengenai
beberapa hal sesuai dengan pertanyaan yang telah disediakan pada kuesioner.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian yaitu di Puskesmas Woha Bima. Waktu penelitian dilakukan
dari bulan Juni hingga Juli 2015
3.3 Populasi Penelitian
Pasien yang datang di Puskesmas Woha Bima yang termasuk dalam kriteria
inklusi. Populasi penelitian ini dianggap sebagai suatu populasi terjangkau.
3.4 Sampel
3.4.1 Pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random sampling
yang merupakan teknik pengambilan sampel yang dilakukan secara acak sehingga
setiap kasus dalam populasi memiliki kesempatan yang sama besar untuk dipilih
sebagai sampel penelitian. Sampel yang diambil adalah semua pasien rawat jalan
yang datang memeriksakan diri di Puskesmas Woha Bima setiap hari sesuai dengan
kriteria inklusi.
3.4.2 Besar sampel
Untuk pengambilan minimal jumlah pasien dalam penelitian ini, digunakan
konsensus (role of thumb):
a. Hitung besar sampel yang diperkirakan mengalami dengan efek positif yaitu 10
kali jumlah variabel bebas yang diteliti
b. Hitung besar sampel total dengan melakukan koreksi tehadap nilai yang
didapatkan pada langkah sebelumnya dengan daktor insiden,dengan
menggunakan rumus:
Jumlah sampel pada penelitian dengan jumlah variabel 3 dan perkiraan nilai insidensi
(I) pada penelitian sebelumnya sebesar 74%
Jadi jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu 40 orang.
3.4.3 Kriteria inklusi
Kriteria inklusi sampel adalah:
a. Pasien rawat jalan yang datang memeriksakan diri atau melakukan pengobatan di
Puskesmas Woha Bima.
b. Bersedia diikutsertakan dalam penelitian dan diwawancarai
c. Setidaknya berumur 17 tahun dan tidak lebih dari 65 tahun.
3.4.4 Kriteria Eksklusi
Yang termasuk dalam kriteria eksklusi sampel :
3.5 Variabel Penelitian 3.5.1 Variabel tergantung
Variabel tergantung pada penelitian ini adalah tingkat pemahaman pasien dari
informasi medis.
3.5.2 Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu faktor-faktor dokter, pasien, dan
lingkungan.
3.6 Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Tingkat pemahaman informasi medis
Pemahaman pasien dikatakan baik jika pasien mengerti dan dapat
menjelaskan sedikitnya 4 dari informasi medis tersebut serta dikatakan pasien
tidak paham jika kurang dari 4 informasi medis tersebut. Tingkat pemahaman
informasi medis adalah tingkat pemahaman pesien terhadap 6 informasi yang
meliputi Tindakan dokter, Penyakit yang diderita, Resiko tindakan, Tujuan
tindakan, prognosis, serta komplikasi dari tindakan medis. Pengukuran
dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan skala pengukuran
menggunakan skala nominal.
2. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pemahaman pasien tentang
informasi medis yang berasal dari pasien, dokter, dan lingkungan
Hal-hal yang berperan penting dalam proses penyampaian informasi
medis meliputi Persiapan penyampaian berita, persiapan fisik, berbicara
kepada pasien dan merespon apa yang disampaikan, feed back dan
memberikan informasi seperti yang terangkum dalam 20 pertanyaan
kuesioner. Dokter yang baik adalah dokter yang mendapat penilaian
positif dari pasien minimal 11 pertanyaan yang diajukan dari kuesioner.
Dokter yang tidak baik adalah dokter yang mendapat penilaian positif dari
pasien kurang dari 11 pertanyaan yang diajukan kuesioner. Pengukuran
dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan skala pengukuran dengan
skala nominal.
Faktor resiko dokter yang ditanyakan dalam kuesioner yaitu:
1) Dokter memperkenalkan diri
Menanyakan diri memiliki arti yang sangat besar pengaruhnya
dalam percakapan sehari-hari, seperti menandakan kesopanan dan
rasa percaya pasien terhadap dokter.
2) Dokter menanyakan nama pasien
Menayakan nama pasien merupakan suatu kewajiban dokter guna
melengkapi identitas medis pasien. Selain itu juga merupakan salah
3) Dokter menanyakan umur pasien
Umur pasien merupakan sesuatu yang penting untuk mengetahui
pemahaman, pengetahuan dan untuk kelengkapan informasi medis
yang harus ditanyakan oleh dokter
4) Dokter menanyakan pekerjaan pasien
Pekerjaan pasien ditayakan untuk menentukan status sosial serta
pada beberapa kasus dapat membantu untuk menjelaskan proses
dari penyakit yang diderita oleh pasien.
5) Dokter menanyakan alamat
Alamat pasien dapat digunakan untuk melengkapi identitas dari
pasien.
6) Dokter menanyakan keluhan pasien
Keluhan yang dialami pasien merupakan sesuatu yang harus
ditanyakan oleh seorang dokter untuk, mengetahui penyebab,
melakukan tindakan dan memberikan obat terhadap Diagnosis
penyakit yang diderita pasien tersebut.
7) Dokter mendengarkan dengan baik setiap keluhan pesien
Mendengarkan keluhan pasien dengan baik dapat mengarahkan
dokter menuju suatu diagnosis yang tepat. Selain itu dokter yang
mendengarkan dengan baik keluhan pasien merupakan dokter yang
memiliki rasa empati yang baik terhadap pasien.
Menjelaskan penyebab dan mekanisme gejala dilakukan untuk
memberikan penjelasan kepada pasien mengenai penyebab penyakit
yang dialami.
9) Dokter menjelaskan diagnosis dari penyakit yang diderita pasien
Penjelasan tentang diagnosis dari penyakit pasien merupakan
kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang dokter.
10) Dokter menjelaskan tatacara tindakan yang akan dilakuakan kepada
pasien
Penjelasan tatacara tindakan merupakan kewajiban seorang dokter
dan hak pasien.
11) Dokter menjelaskan alternatif tindakan medis yang akan dilakukan
Menjelaskan alternatif tindakan merupakan kewajiban dari dokter
ketika penyakit yang diderita oleh pasien tersebut memiliki
alternatif tindakan lain.
12) Dokter menjelaskan risiko dari tindakan alternatif yang akan
dilakukan kepada pasien
Menjelaskan resiko dari setiap tindakan merupakan kewajiban dari
seorang dokter kepada pasien.
13) Dokter menjelaskan komplikasi yang mungkin terjadi
Penjelasan komplikasi dari suatu penyakit merupakan kewajiban
dari dokter kepada pasien agar pasien mengetahui jika terjadi
14) Dokter menjelaskan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
Penjelasan prognosis kepada pasien perlu diberikan oleh dokter
kepada pasien untuk mengetahui kemungkinan presentase
kesembuhan dan perburukan dari penyakit yang diderita pasien
15) Dokter menggunakan istilah-istilah medis yang tidak pasien pahami
Hal ini penting untuk membentuk suatu komunikasi yang efektif
antara pasien dengan dokter dan Untuk mengetahui apakah dokter
telah menggunakan bahasa yang mudah pahami pasien atau tidak.
16) Dokter menjelaskan istilah-istilah medis tersebut
Penjelasan tentang istilah medis yang digunakan oleh dokter untuk
mengetahui apakah dokter tersebut menggunakan bahasa yang
mudah pahami pasien atau tidak.
17) Dokter menjelaskan istilah kedokteran yang berkaitan dengan
penyakit pasien
18) Dokter menjelaskan istilah kedokteran yang tidak dimengerti tanpa
penjelasan lebih lanjut
19) Dokter memberikan umpan balik atau menanyakan kembali kepada
pasien akan sesuatu yang belum dimengerti oleh pasien
Umpan balik merupakan salah satu bentuk komunikasi efektif
dimana kedua pihak melakukan komunikasi dua arah.
20) Dokter melakukan kontak mata atau melihat kearah pasien saat
Kontak mata Merupakan salah satu sikap profesional dokter dalam
menerapkan komunikasi efektif antara pasien dengan dokter yang
harus ditunjukkan seorang dokter.
b. Faktor pasien
Karakteristik pasien yang berperan penting dalam proses penyampaian
informasi medis meliputi tingkat pendidikan, usia, tipe pasien, dan
pengetahuan tentang alat-alat kedokteran yang terangkum dalam
pertanyaan kuesinoer. Pasien dikatakan baik jika pasien menilai positif
dirinya sendiri minimal 5 pertanyaan yang diajukan dari kuesioner. Pasien
dikatakan tidak baik jika menilai positif dirinya sendiri kurang dari 5
pertanyaan yang diajukan dari kuesioner. Pengukuran dilakukan dengan
menggunakan kuesioner dan skala pengukuran dengan menggunakan
skala nominal.
Faktor resiko pasien yang ditanyakan dalam kuesioner yaitu:
1) Pasien memiliki televisi (TV)
Televisi merupakan media elektronik yang mempunyai efek yang
paling besar terhadap khalayak dibanding dengan media elektronik
lainnya seperti radio, karena televisi merupakan media audiovisual
yang bersifat informatif, hiburan, pendidikan, dan juga alat kontrol
sosial. Pasien yang mempunyai televisi akan memiliki informasi
2) Pasien berlangganan koran
Koran merupakan media cetak yang memberitakan kejadian
sehari-hari dalam kehidupan manusia. Sering dijadikan masyarakat untuk
mencari informasi. Pasien yang berlangganan koran akan memiliki
informasi yang lebih dari orang yang tidak membaca koran.
3) Pasien mengakses internet
Internet merupakan media elektronik yang menyediakan informasi
yang sangat luas. Informasi yang kita inginkan dapat segera kita
ketahui sesuai dengan keinginan kita. Pasien yang mengakses
internet akan memiliki informasi yang lebih dari pasien yang tidak
mengakses internet.
4) Aktivitas membaca, menonton, atau mengakses tema kesehatan
Aktivitas ini akan menjelaskan kebiasaan dan tingkat pengetahuan
pasien tentang suatu tema kesehatan. Pasien yang pernah membaca,
menonton, atau mengakses tema kesehatan akan memiliki
pengetahuan lebih banyak dari pasien yang tidak pernah membaca,
menonton, atau mengakses tema kesehatan.
5) Tema kesehatan yang pernah dibaca, ditonton, atau diakses
Tema kesehetan yang pernah dibaca, ditonton, atau diakses oleh
pasien digunakan untuk mengetahui tema apa saja yang pernah
diperoleh oleh pasien.
Pasien yang pernah mengikuti penyuluhan kesehatan akan memiliki
pengetahuan lebih banyak dari pasien yang tidak pernah mengikuti
penyuluhan kesehatan.
7) Tema penyuluhan kesehatan yang pernah diikuti
Tema penyuluhan kesehetan yang pernah diikuti pasien digunakan
untuk mengetahui tema apa saja yang pernah diperoleh oleh pasien.
8) Pasien menyampaikan keluhan kepada dokter
Pasien yang menyampaikan keluhannya kepada dokter akan
memudahkan dalam proses komunikasi dengan dokter dan dalam
menentukan suatu diagnosis
9) Pasien menanyakan penyebab keluhan
Pasien yang menanyakan penyebab keluhannya kepada dokter
adalah pasien tersebut memiliki rasa ingin tahu pada penyakit yang
dialami.
10) Paien menanyakan komplikasi kepada dokter
Pasien menanyakan komplikasi kepada dokter adalah pasien
memiliki rasa ingin tahu bagaimana dampak dari penyakit yang
dialami.
11) Pasien menanyakan prognosis kepada dokter
Pasien yang ingin mengetahui kemungkinan sembuh atau tidak
c. Faktor lingkungan
Karakteristik lingkungan yang penting menurut Soewono (2005) dalam
proses penyampaian informasi medis meliputi keadaan tempat
pemeriksaan, ketersediaan media dalam penyampaiaan informasi, jumlah
kunjungan pasien tiap harinya, dan budaya setempat yang terangkum
dalam 10 pertanyaan kuesioner. Lingkungan dikatakan baik jika pasien
menilai positif pada kondisi lingkungan minimal 6 pertanyaan yang
diajukan dari kuesioner. Lingkungan dikatakan tidak baik jika kurang dari
6 pertanyaan yang diajukan dari kuesioner. Pengukuran menggunakan
kuesioner dengan skala nominal.
Faktor resiko lingkungan yang ditanyakan dalam kuesioner yaitu:
1) Ruang pemeriksaan yang nyaman
Ruang pemeriksaan yang nyaman dan bersih akan memberikan rasa
aman dan nyaman kepada pasien dalam menyampaikan atau
menerima informasi dari dan kepada dokter.
2) Suhu ruang pemeriksaan
Suhu ruangan akan memepengaruhi rasa nyaman kepada pasien
dalam menyampaikan atau menerima informasi dari dan kepada
dokter.
3) Luas ruang pemeriksaan
Luas ruang pemeriksaan akan mempengaruhi kenyamanan pasien
memberikan rasa nyaman kepada pasien dibandingkan dengan
ruangan yang sempit.
4) Penerangan ruang pemeriksaan
Penerangan yang baik dalam ruang pemeriksaan akan
mempermudah dokter dalam melakukan komunikasi dan
pemeriksaan.
5) Ruang pemeriksaan yang terlihat dari luar atau tidak
Ruangan pemeriksaan yang tidak terlihat dari luar akan lebih
membuat pasien nyaman saat dilakukan pemeriksaan dibandingkan
ruangan yang terlihat dari luar.
6) Lingkungan yang berisik atau tidak
Lingkungan yang berisik akan mengganggu proses komunikasi
dokter dengan pasien. Penyampaian informasi dari pasien ke dokter
atau sebaliknya akan maksimal dalam kondisi yang nyaman atau
tidak berisik.
7) Kebersihan ruangan
Kebersihan ruangan akan mempengaruhi kenyaman pasien.
Lingkungan yang bersih akan membuat pasien lebih nyaman
berkomunikasi dengan dokter bagitu juga sebaliknya.
Ruangan pemeriksaan yang berbau tidak enak akan mempengaruhi
kenyaman pasien. Lingkungan yang berbau tidak enak akan
membuat pasien tidak nyaman begitu juga sebaliknya.
9) Terdapat media untuk informasi pasien (buku, gambar, poster, dll)
Ketersediaan media informasi seperti buku, gambar, atau poster
untuk menjelaskan kepada pasien akan membuat pasien lebih
mengerti penjelasan dari dokter.
10) Lama pasien menunggu
Pasien yang lama menunggu giliran pemeriksakan cenderung akan
membuat pasien merasa bosan dan akan mempengaruhi
kenyamanan pasien.
3.7 Alat Penelitian
Alat atau instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan
kuesioner. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini sebelumnya telah
dilakukan uji validitas dan realibilitas.
Uji validitas merupakan uji yang dilakukan untuk mengukur sah atau tidaknya
suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner
mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut dan
mengukur apakah pertanyaan dalam kuesioner yang disusun benar-benar dapat
Reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan
indikator dari variabel konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika
jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisiten atau stabil dari waktu ke
waktu.
3.8 Pengumpulan Data Penelitian
Sumber-sumber data penelitian adalah data primer dimana data-data yang
dikumpulkan diperoleh secara langsung dari pasien.
Sebelum dilakukan analisis, data yang diperoleh terlebih dahulu dilakukan
editing, coding, dan entry data dengan menggunakan program SPSS.
3.9 Analisis Data
3.9.1.Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui:
a. Persentase faktor resiko ditampilkan dalam bentuk tabel
b. Persentase tingkat pemahaman ditampilkan dalam bentuk tabel
3.9.2.Analisis Bivariat
Analisis bivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Chi Square. Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel dokter, pasien,
3.9.3.Analisis Multivariat
Analisis multivariate digunakan untuk mengetahui besarnya faktor resiko, dokter,
pasien, dan lingkungan terhadap tingkat pemahaman yang dilakukan dengan
3.10 Alur Penelitian
3.11 Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Populasi pasien yang berobat di Puskesmas
Woha Bima
Sampel
Consecutive sampling
Laporan Penelitian Jumlah data
editing, coding, cleaning dan entry data
Pengumpulan data
(kuisioner) Kriteria inklusi
Jadwal pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1. Rencana kegiatan dan waktu pelaksanaan penelitian
Rencana Kegiatan Maret April Mei Juni Juli Agt Sept
Penyusunan proposal dan kuesioner
Persiapan penelitian dan pembuatan Ethical
Clearance
Pengambilan data
Analisis data Penyusunan
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1. Karakteristik Pasien
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil sampel pasien rawat jalan yang
datang untuk memeriksakan diri ke Puskesmas Woha Bima. Oleh karena keterbatasan
populasi, sampel dipilih berdasarkan teknik consecutive sampling dimana semua subyek data yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi masuk dalam sampel
penelitian sampai jumlah subyek terpenuhi. Penelitian menggunakan kuesioner yang
terdiri dari beberapa kelompok pertanyaan dan sampel penelitian dipilih secara acak
berdasarkan kriteria inklusi dan didapatkan jumlah sampel sebanyak 52 orang.
Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan kuesioner dapat dibuat tabel
karakteristik sampel berdasarkan jenis kelamin, umur, perkerjaaan, dan tingkat
pendidikan.
Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin
Tabel 4.1. Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin
Jenis kelamin Jumlah (Orang) Persentase (%)
Laki-laki 19 36,5
Perempuan 33 63,5
Total 52 100,0
Dari tabel 4.1. terlihat bahwa distibusi pasien laki-laki (36,5%) lebih sedikit dibandingkan dengan pasien perempuan (63,5%).
Distribusi pasien berdasarkan kelompok umur
Tabel 4.2. Distribusi pasien berdasarkan kelompok umur
Umur Jumlah (Orang) Persentase (%)
17-25 18 34,6
memeriksakan diri yaitu kelompok usia 17-25 tahun (34,6%) dan disusul dengan
kelompok umur 26-35 tahun (25,0%)
Ditribusi pasien berdasarkan tingkat pendidikan
Tabel 4.3. Distribusi pasien berdasarkan tingkat pendidikan
Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)
Tidak pernah bersekolah 0 0,0
Tidak tamat SD atau sederajat
2 3,8
Tamat SD atau sederajat 7 13,5
Tamat SMP atau sederajat 5 9,6
Tamat SMA atau sederajat 24 46,2
Tamat Perguruan Tinggi atau sederajat
14 26,9
Total 52 100
Tingkat pendidikan yang terbanyak dalam penelitian ini yaitu sampel berpendidikan
terakhir SMA yaitu 24 orang (46,2%) dan perguruan tinggi 14 orang (26,9%).
Pekerjaaan Jumlah (Orang) Persentase (%)
sebanyak 15 orang (28,8%) dan wiraswasta 12 orang (23,1%).
Distribusi pasien berdasarkan kategori baik dan kurang baik
Tabel 4.5. Distribusi tingkat pengetahuan pasien dalam menggali suatu informasi berdasarkan kategori baik dan kurang baik
Kategori Jumlah (Orang) Persentase (%)
Kurang baik 12 23,1
Baik 40 76,9
Total 52 100
Mayoritas pasien yang menjadi sampel dalam penelitian ini masuk dalam kategori
pasien baik yaitu sebanyak 40 orang (76,9%) dan diikuti oleh kategori pasien kurang
baik sebanyak 12 orang (23,1%).
Distribusi dokter berdasarkan kategori baik dan kurang baik
Tabel 4.6. Distribusi kemampuan dokter dalam berkomunikasi berdasarkan kategori baik dan kurang baik
Kategori Jumlah (Orang) Persentase (%)