• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN TINGKATKEMANDIRIAN PERSONAL HYGIENE PADA ANAK RETARDASI MENTAL DISLB NEGERI 2 YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Tingkat Kemandirian Personal Hygiene pada Anak Retardasi Mental di SLB Nege

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN TINGKATKEMANDIRIAN PERSONAL HYGIENE PADA ANAK RETARDASI MENTAL DISLB NEGERI 2 YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Tingkat Kemandirian Personal Hygiene pada Anak Retardasi Mental di SLB Nege"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN TINGKATKEMANDIRIAN PERSONAL HYGIENE PADA

ANAK RETARDASI MENTAL DISLB NEGERI 2 YOGYAKARTA

NASKAH PUBLIKASI

Disusun Oleh : Ummi Zubaidah

201310104383

PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK JENJANG D IV SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH

(2)
(3)

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN TINGKAT KEMANDIRIAN PERSONAL HYGIENE PADA

ANAK RETARDASI MENTAL DI SLB NEGERI 2 YOGYAKARTA1

Ummi Zubaidah2, Suharni3

Abstract : To investigate the correlation between parenting model with level of independence of personal hygiene in children with mental retardation.Sampling technique using total sampling as many as 46 respondents consist of mothers of children with mental retardation in SLB Negeri 2 Yogyakarta using a questionnaire as a data collection tool. The result of the study is it can be concluded that there are significant effect of parenting modelon thelevel of independence of personal hygiene in children with mental retardation in SLB Negeri 2 Yogyakarta with statistical test results obtained p value = 0.02 < α (0.05).

Keywords: Personal HygieneIndependence, Mental Retardation, Parenting Model

PENDAHULUAN

Setiap anak diharapkan tumbuh dan berkembang secara sehat baik fisik, mental, dan sosial sesuai dengan bertambahnya usia. Tercapainya tumbuh kembang optimal tergantung pada potensi biologiknya, yang merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang saling berkaitan yaitu faktor genetik, lingkungan, bio-psiko-sosial dan perilaku. Namun pada kenyataannya tidak semua anak dapat melalui masa tumbuh kembangnya dengan optimal karena mengalami gangguan pada proses tumbuh kembangnya. Gangguan-gangguan tersebut berupa gangguan bicara, gangguan pendengaran, keadaan cacat pada anak sindrom down, palsi serebralis, autisme, retardasi mental (Soetjiningsih, 2006).

Pola asuh yang tepat akan memberikan ruang gerak bagi perkembangan anak secara umum yang meliputi perkembangan intelektual, perkembangan emosi, perkembangan kreatifitas, perkembangan religius dan perkembangan sosial. Pola asuh menggambarkan kemampuan orang tua menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh dan berkembang dengan sebaik–baiknya secara fisik, mental, dan sosial (Ayuningsih, 2009).

Anak dengan retardasi mental merupakan anak dalam keterlambatan (disability) secara umum dalam perkembangan kemampuan intelektual dan adaptif yang diukur berdasarkan tes intelegensi dan kamampuan fungsional (Jeffrey, 2010). Menurut Depdiknas (2003) retardasi mental didefenisikan sebagaikecacatan yang seringterjadipadaanak denganmemperlihatkanfungsiintelektualdankemampuandalamperilakuadaptif di bawahusianyasehinggakurangmampumengembangkanketerampilandankebiasaan-kebiasaan yang dimilikianakusianya.

(4)

dari upaya pendidikan secara keseluruhan dan pendidikan kesehatan pada khususnya, karena menjaga kebersihan pribadi secara optimal tidak mungkin dapat terwujud tanpa adanya penanaman sikap hidup bersih dan teladan dari orang tua dan masyarakat sekitarnya (Aziz, 2009).

WHO memperkirakan bahwa 154 juta orang menderita depresi dengan prevalensi satu dari lima anak-anak menderita ganguan mental, gangguan dalam perawatan primer meliputi gangguan pemusatan perhatian/hyperactivi, gangguan perilaku, delirium, gangguan kecemasan umum, gangguan stres pasca trauma dan gangguan separation anxiety. Secara keseluruhan prevalensi setiap tahun gangguan mental berkisar dari 4% sampai 26 % dan di Amerika Serikat gangguan mental di kalangan anak-anak dan remaja yang menerima perawatan medis sebesar 15 % - 30 % (WHO, 2008)

Berdasarkan penelitian survey rumah tangga yang dilakukan dinegara berkembang oleh UNICEF dan Uneversity of Wisconsin (2008) menunjukkan hasil pemantauan kondisi kesehatan pada wanita dan anak-anak sebanyak 52,4% anak usia 6-9 tahun yang berada disekolah dan mengalami disability tidak mampu melakukan aktivitas harian secara mandiri.

Menurut Pusat Data dan Informasi Kesehatan Sosial (Pusdatin Kesos, 2009) mencatat bahwa jumlah penyandang retardasi mental sebagai salah satu bentuk kecacatan (disability) di Indonesia, sebanyak 15,41% dari jumlah kasus gangguan mental sebanyak 1,1 juta jiwa, sedangkan tahun 2013 dari total sample anggota rumah tangga sejumlah 1.027.763 (93,0%) jiwa jumlah angka nasional anak dengan disability sebanyak 11%, prevalensi bervariasi dari setiap provinsi dimulai dari yang terendah di Papua Barat 4,6% sampai tertinggi di Sulawesi Selatan 23,8% dan provinsi DIY menunjukkan kejadian sebesar 11,5%. (Riskesdas, 2013).

Pemerintah sebagai pihak penjamin ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dengan penyandang cacat dan salah satunya adalah anak dengan retradasi mental harus mampu hidup mandiri dan produkstif secara sosial ekonomi tercantum dalam undang-undang No 36 tahun 2009 (Efendi, 2006).

Undang-Undang RI No 4 tahun 1997, tentang penyandang cacat menyatakan bahwa penyandang cacat mempunyai hak yang sama dalam berbagai aspek kehidupan dan penghidupan. Hak tersebut diperjelas dengan Undang-Undang No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, yang menegaskan bahwa semua anak termasuk anak penyandang cacat mempunyai hak untuk kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi serta hak untuk didengar pendapatnya (Depkes, 2011).

Tujuan penelitian ini Diketahuinya hubungan pola asuh orang tua dengan tingkat kemandirian personal hygiene pada anak retardasi mental di SLB Negeri 2 Yogyakarta.

METODE PENELITIAN

(5)

validitas dan reliabilitas dilakukan dengan menggunakan pearson product moment. Perhitungan uji statistik dilakukan dengan uji korelasispearman rank dengan derajat kesalahan 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1.

Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Ibu, Suku, Tingkat Pendidikan, Status Pekerjaan Ibu di SLB Negeri 2 Yogyakarta

Sumber : Data primer, 2014

Berdasarkan pada tabel 1 dapat diketahui umur reponden diperoleh hasil bahwa jumlah terbanyak yaitu ibu pada kelompok umur >30 tahun yaitu sebanyak 44 orang (91,3%), dan ibu pada kelompok umur antara 20-30 tahun sebanyak 4 orang (8,7%). Sebagian besar responden ibu memiliki latar belakang suku jawa sebanyak 45 orang (97,8%) dan ibu dengan latar belakang suku selain jawa sebanyak 1 orang (2,2%). Selain itu, sebagian besar responden dengan tingkat pendidikan ibu paling banyak pada jenjang SMA sebanyak 20 orang (43,5%) dan dapat diketahui bahwa sebagian besar responden tidak bekerja sekitar 30 orang (65,2%) dan responden yang bekerja sebesar 16 orang (34,8%).

Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Wong et all (2001) dalam Supartini (2004) bahwa usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi orang tua untuk dapat menjalankan peran pengasuhan, karena kematangan usia akan menyebabkan peran pengasuhan yang diberikan orang tua menjadi lebih

No Karakteristik N %

(6)

optimal dalam menjalankan peran pengasuhan diperlukan baik kekuatan fisik dan psikososial untuk melakukannya.

Selain itu, pendidikan orang tua juga berpengaruh terhadap pola asuh yang diterapkan pada anaknya. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa orang tua di SLB Negeri 2 Yogyakarta sebanyak 20 orang (43,5%) telah menempuh pendidikan sekolah menengah atas (SMA). Hal ini berarti ibu-ibu di SLB Negeri 2 Yogyakarta telah menyelesaikan wajib belajar 9 tahun.

Hasil riset dari Sir Godfrey Thomson dalam Judy et al (2012) menunjukkan bahwa pendidikan diartikan sebagai pengaruh lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap atau permanen di dalam kebiasaan tingkah laku, pikiran dan sikap. Pendidikan orang tua akan mempengaruhi pengetahuan orang tua dalam perawatan anak yang nantinya akan mempengaruhi persiapan mereka menjalankan pengasuhan.

Faktor lain yang berperan dalam pengasuhan anak adalah faktor budaya. Sebagian besar ibu di SLB Negeri 2 Yogyakarta adalah suku Jawa sebanyak 45 orang (97,8%), sebagaimana kita ketahui budaya jawa sangat memegang teguh prinsip mereka dalam merawat anaknya. Meskipun tidak ada perbedaan yang mencolok antara budaya jawa dan laian-lain dalam merawat anaknya. Para orang tua tidak memandang anak mereka secara posesif. Selama dalam pengasuhannya, anak harus menuruti petunjuk-petunjuknya, tetapi anak mempunyai kesempatan untuk tumbuh dan berkembang secara mandiri.

Faktor lain yang juga berperan dalam pola asuh orang tua adalah jenis pekerjaan orang tua. Data yang didapatkan menunjukkan bahwa sebagian besar ibu di SLB Negeri 2 Yogyakarta sebanyak 30 orang (65,2%) adalah ibu yang tidak bekerja, hal ini memungkinkan orang tua lebih banyak meluangkan waktu untuk bersama anaknya jika dibandingkan dengan ibu yang bekerja. Hal ini memungkinkan ibu yang tidak bekerja lebih banyak memberikan pengasuhan secara penuh kepada anaknya dalam mengarahkan kemandiriannya jika dibandingkan dengan ibu yang bekerja.

Pernyataan tersebut kurang sesuai dengan yang dikemukakan oleh Supartini (2004), mengatakan bahwa pekerjaan orang tua merupakan sumber penghasilan bagi keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan fisik, psikologis dan spiritual. Jika orang tua memiliki pekerjaan yang mapan maka kesejahteraan keluarga juga meningkat dan peran pengasuhan pun dapat terlaksana dengan baik. Hal ini sebenarnya kembali pada kemampuan orang tua itu sendiri dalam membagi waktu bersama anaknya yaitu antara pekerjaan dengan kebersamaan dengan anak-anaknya

Tabel 2.

Karakteristik Responden Berdasarkan Urutan Anak dan Jenis Kelamin Anak

No Karakteristik N %

1 Urutan anak a. 1 b. 2

11 12 11

(7)

Sumber : Data primer, 2014

Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa sebagian besar urutan anak dari responden memiliki persentase yang hampir seimbang adalah urutan anak kedua sebanyak 12 orang (26,1%) dan urutan anak diatas tiga sebanyak 12 orang (26,1%). Dan sebanyak 11 orang (23,9%) anak pada urutan kesatu dan urutan ketiga. Serta dapat diketahui bahwa sebagian besar jenis kelamin anak dari responden adalah laki-laki yaitu sebanyak 27 orang (58,7%) dan anak dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 19 orang (41,3%).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Siagian (2010) kematangan sosial dan kemampuan intelegensi anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan anak perempuan, serta pada umumnya anak laki-laki akan lebih diberikan kebebasan orang tua untuk lebih mengeksplorasi dirinya dibandingkan dengan anak perempuan.hal tersebut yang akan menjadikan persentase kemampuan anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki.

Tabel 5.

Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Tingkat Kemandirian Personal

Hygiene pada Anak Retardasi Mental di SLB Negeri 2 Yogyakarta

Pola

Berdasarkan analisis data diperoreh hasil bahwa orang tua yang memiliki pola asuh dalam kategori baik dan tingkat kemandirian personal hygiene dalam kategori baik adalah sebanyak 27 orang (58,7%), orang tua dengan pola asuh dalam kategori baik dan tingkat kemandirian personal hygiene dengan kategori cukup sebanyak 6 orang (13,0%), orang tua dengan pola asuh dalam kategori baik dan tingkat kemandirian personal hygiene penerapan pendidikan seks dengan

(8)

kategori kurang sebanyak 0 orang (0%). Pola asuh orang tua kategori cukup dengan tingkat kemandirian personal hygiene dalam kategori baik sebanyak 7 orang (15,2%), pola asuh orang tua kategori cukup dengan tingkat kemandirian personal hygiene dalam kategori cukup sebanyak 5 orang (10,9%), serta pola asuh orang tua kategori cukup dengan tingkat kemandirian personal hygiene dalam kategori kurang sebanyak 0 orang (0%). Selanjutnya pola asuh orang tua dalam kategori kurang dengan penerapan pendidikan seks dalam kategori kurang adalah sebanyak 1 orang (2,2%).

Pola asuh orang tua adalah suatu kecenderungan yang relatif menetap dari orang tua dalam memberikan didikan, bimbingan dan perawatan kepada anak-anaknya. Siswanto (2010) menyatakan bahwa pola asuh merupakan Kemampuan orang tua menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh dan berkembang dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental, dan sosial. Anak dapat tumbuh dan berkembang secara maksimal jika orang tua memahami bagaimana harus bersikap dan menentukan tipe pola asuh yang sesuai dengan perkembangan anaknya.

Pola asuh yang tepat akan memberikan ruang gerak bagi perkembangan anak secara umum yang meliputi perkembangan intelektualnya, perkembangan emosinya, perkembangan kreatifitasnya, perkembangan religiusnya dan perkembangan sosialnya (Siswanto, 2010).

Ibu-ibu di SLB Negeri 2 Yogyakarta menerapkan pola asuh yang berbeda kepada anaknya antara orang tua yang satu dengan yang lainnya. Sebagian besar ibu telah menerapkan pola asuh dengan kategori baik sebanyak 33 orang (71,7%), pola asuh dengan kategori cukup 12 orang (26,1%), pola asuh dengan kategori sebanyak 1 orang (2,2%).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 33 orang ibu yang menerapkan pola asuh kategori baik sebanyak 34 anak mencapai kemandirian dalam personal hygiene. 12 orang Ibu yang menerapkan pola asuh dengan kategori cukup kepada anaknya menghasilkan 11 orang anak yang cukup mandiri dalam personal hygiene. Terdapat 1 ibu yang menerapkan pola asuh dengan kategori kurang menghasilkan anak yang tidak mandiri dalam personalhygiene sebanyak 1 orang.

Hasil penelitian tersebut memperkuat teori yang dikemukakan oleh Baumrind dalam Judy et al (2012) yang mengatakan bahwa pola asuh yang baik akan terbukti optimal karena hal ini menyebabkan perilaku bertanggung jawab dan kompeten dalam anak-anak. Selain itu Maccoby dalam Judy et al (2012) berpendapat bahwa anak-anak dengan jenis orang tua yang memberikan hubungan dan bimbingan yang baik menunjukkan kepercayaan diri yang tinggi, mencapai kapasitas akademik mereka, memiliki perkembangan kognitif yang kuat, melatih kreatifitas, menunjukkan perilaku moral seperti kejujuran dan dapat dipercaya serta kompeten dalam keterampilan hidup.

(9)

sebagaimana di jelaskan dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 9 yang berbunyi:

Artinya: Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatirterhadap (kesejahteraan) nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar. (An-Nisa/4:9).

Data distribusi pola asuh orang tua menunjukkan bahwa ada orang tua yang menerapkan pola asuh dengan kategori kurang sebanyak 1 orang (2,2%) yang akan mengakibatkan anak dengan kemandirian yang kurang. Ibu-ibu di SLB Negeri 2 Yogyakarta sebanyak 12 orang (26,1%) masih menerapkan pola asuh dalam kategori kurang dalam hal bimbingan dan hubungannya dengan anaknya atau bahkan pola asuh yang diberikan adalah pola asuh yang memberikan kasih sayang lebih pada anaknya namun dengan sedikit bimbingan yang diberikan orang tua kepada anaknya. Pola asuh ini menghasilkan anak dengan tingkat kemandirian cukup dikarenakan kurangnya bimbingan yang diberikan oleh orang tua.

Hasil penelitian ini memperkuat teori Meuler dalam Sujata (2010) dalam penelitiannya menemukan hasil bahwa anak-anak yang diasuh oleh orang tua dengan bimbingan yang kurang atau terlalu memaksakan kehendaknya banyak menunjukkan ciri-ciri adanya sikap menunggu dan menyerahkan segala-galanya pada pengasuhnya. Orang tua yang bersikap sangat otoriter menyebabkan semakin berkurangnya ketidaktaatan anak, bersikap menunggu, tidak dapat merencanakan sesuatu, daya tahan kurang, dan menunjukkan ciri – ciri takut.

Metode ini efektif untuk jangka pendek, tetapi metode ini jarang berhasil untuk jangka panjang karena fokusnya adalah pada akibat-akibat perilaku eksternal dari pada nilai-nilai yang diresapi (Baumrind dalam Judy et al, 2012), menurut Parker (2005) juga menyatakan bahwa sikap otonomi terkait adanya kontrol yang berlebihan dari orang tua maka jangkauan anak untuk memutuskan sesuatu yang menyangkut dirinya sendiri menjadi sangat terbatas. Ketika orang tua berdiri terlalu jauh jauh dibelakang dan melepaskan tanggung jawabnya untuk memberikan perhatian yang semestinya, anak-anak bisa menyalahgunakan tanggung jawab dan kontrol yang diberikan kepada mereka. Oleh karena itu, perlu adanya pengkajian dan pengamatan terhadap perkembangan dan kondisi anak supaya orang tua tidak terlalu menekan ataupun terlalu melepas tanggung jawabnya sebagai proses upaya meningkatkan perkembangan kemandirian anak-anaknya.

(10)

SIMPULAN DAN SARAN 1) Simpulan

Sebagian besar responden (ibu) yang memiliki anak retardasi mental di SLB Negeri 2 Yogyakarta menerapkan pola asuh dengan pola bimbingan dan hubungan dengan kategori baik kepada anaknya yaitu sebanyak 33 orang (71,7%).Tingkat kemandirian anak retradsai mental di SLB Negeri 2 Yogyakarta dengan kategori baik dalam hal personal hygiene yaitu sebanyak 34 anak (73,9%).Ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan tingkat kemandirian personal hygiene anak retradsai mental di SLB Negeri 2 Yogyakarta dengan nilai p value = 0,02<0,05.

2) Saran

Penelitian juga dapat dilakukan dengan metode kualitatif (wawancara) untuk melihat pengaruh pengasuhan secara objektif.

Rekomendasi terhadap guru untuk menjelaskan kepada orang tua dengan memberikan pendidikan atau promosi kesehatan bagaimana teknik mendidik anak terkait dengan personalhygiene secara lebih efektif.

Terhadap orang tua dan masyarakat untuk dapat membentuk kemandirian pada anak, diharapkan agar lebih meningkatkan sikap positif dalam mendidik dan menerapkan pola asuh yang tepat kepada anaknya dan juga memberikan semangat serta dorongan kepada putra-putrinya agar menggali potensi dan kemampuan diri dengan memberikan banyak kegiatan yang positif agar anak dapat belajar mandiri khususnya dalam hal personal hygiene

DAFTAR RUJUKAN

Al-Hikmah. (2010). Al-Quran Dan Terjemahnya. Departemen Agama RI: CV Penerbit Diponegoro.

American Psychiatric Association (APA). (2000). DSM-IV-TR: diagnostic and statistical manual of mental disorders. Washington DC: American Psychiatric Association.

Anwar, M. (2000). Peranan Gizi dan Pola Asuh dalam MeningkatkanKualitas Tumbang Anak. http / anak.ad.co.k/berita baru/berita. Ap?Id = 169.

Diakses 13 Februari 2014 .

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.

Ayuningsih, D. (2009). Psikologi Perkembangan Anak I. Yogyakarta: Pustaka Media.

Aziz, A. (2009). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta: Salemba Medika.

Azwar. (2010). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Media.

(11)

Departemen Kesehatan (Depkes). 2013. Tersedia dalam:

<http://www.Gizikia.Depkes.Go.Id/Pedoman-Yankes-Anak-Di-Slb-Bagi-Petugas-Kesehatan.pdf> Diakses 8 Februari 2014 .

Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Pedoman Guru PendidikanMerawatDiriUntukAnakRetardasi Mental.Jakarta : CV Karya Sejahtera.

Delphie, B. (2006). Pembelajaran Anak Tuna Grahita (Suatu Pengantar Dalam Pendidikan Inklusi). Bandung: Rafika Aditama.

Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Anak. (2010). Pedoman pelayanan kesehatan anak di sekolah luar biasa bagi petugas kesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Efendi, M. (2006). Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi aksara.

Green, L. & Krouter M. (2000). Health Promotion Planning An Educational And Enviorenment Approach Second Edition. London: Myfield Publishing Company.

Hurlock, E.B. (2006). Perkembangan Anak Jilid 2. Jakarta: Erlangga. Irianti, E. S. (2012). Psikologi Anak dan Pendidikan. Tersedia dalam: <Http://www.academia.edu/5782481> Diakses 8 April2014 .

Jeffrey S., Spencer A., & Beberly G. (2010). Abnormal Psichologi in A Changing World Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Judy et all. (2012). Sukses Membesarkan Anak Dengan Pemberdayaan

Hubungan. Alih Bahasa: Eddy Susanto. Tangerang: KharismaPublishing

Group. Available: http://repository.unej.ac.id. Accessed 18 Februari 2014 .

Kannisius. (2006). Membuat Prioritas,Melatih Anak Mandiri. Yogyakarta:Pustaka Media.

Kaski, M. (2000). Aetiology of mental retardation: General issues and prevention. New York: Oxford University Press.

Lie, A., & Prasati S. (2004). 101 Cara Membina Kemandirian dan Tanggung Jawab Anak. Jakarta : Elex Media Computindo.

Lumbantobing. (2006). Anak dengan Mental Terbelakang. Jakarta: FK UI.

Luttenberg D, A P M de Brouwer, T kleefstra, et al. Chromosomal copy number changes in patients with non-syndromic X linked mental retardation detected by array CGH. Journal of Medical Genetics (2006);43:362-370. Maramis, W. F. (2005). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga

University Pres.

Nursalam. (2008). Konsep Dan Penerapan Metodolpgi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, Dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Notoatmodjo, S. (2010). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2012). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehtan. Jakarta: Rineka Cipta.

(12)

Lor Kecamatan Balung Kabupaten Jember. Tersedia dalam: <http://digilib.unej.ac.id/> Diakses 24 Januari 2014 .

Parker. (2005). Menumbuhkan Kemandirian Dan Harga Diri Anak. Alih Bahasa: Bambang Wibisono. Jakarta: Prestasi Pustakaraya

Pooter, P. A., & Perry, A. G. (2005). Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC. Profil Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta. (2012). Tersedia dalam:

<http://dinkes.jogjaprov.go.id/64370-Profil-Kes-DIY-2012.pdf.> Diakses 8 Februari 2014 .

Pusat data dan informasi kesehatan sosial. (http://www.kemsos.go.id. Diakses 2 Februari 2014) .

Rahayyu, I. T., & Tristiadi, A. (2004). Observasi dan Wawancara Edisi 1. Malang: Bayumedia Publising.

Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). (2013). Tersedia dalam:

<http://depkes.go.id/riskesdas2013.pdf> Diakses 8 Februari 2014 . Santrock, J.W. (2002). Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.

Setiadi. (2007). Konsep & Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Siagian. (2010). Hubungan Intelegensi Dengan Kematangan Sosial Pada Anak

Retardasi Mental di SLB/C Surakarta. Tersedia dalam:

<http://digilib.uns.ac.id/> Diakses 24 Januari 2014 .

Siswanto, H. (2010). Pendidikan anak usia dini. Yogyakarta: Pustaka Rihama. Soetjiningsih. (2002). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC

Soetjiningsih. (2006). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC Sugiyono. (2010). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Somatri, S. (2006). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Rafika Aditama. Suherman. (2002). Buku Saku Perkembangan Anak. Jakarta: EGC.

Sujata. (2010). Pola Asuh Ibu yang Memiliki Anak Tunggal. Universitas Gunadarma.

Surahmat, W. (2001). Pengantar Penelitian Dasar, Metode, Teknik. Bandung : Tarsita.

Supartini, Yupi, (2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.

Suririnah. (2010). Buku Pintar Mengasuh Anak Balita. Jakarta: Gramedia Pustaka Tarwoto & Wartonah. (2003). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses

Keperawatan Ed.4. Jakarta: Salemba Medika.

Gambar

Tabel 1.
 Tabel 5. Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Tingkat Kemandirian Personal

Referensi

Dokumen terkait

Ini sesuai dengan hasil pengamatan dan pengalaman peneliti di lapangan mengenai pem- belajaran Mikro Ekonomi di program studi Pendidikan Ekonomi Fakultas Keguruan dan

2. Upaya BP4 dalam mengatasi problematika perceraian di wilayah Astanajapura dan Pangenan lebih memilih bersifat preventif yaitu sebagai pencegah dari pada

Pentanahan peralatan adalah tindakan pengamanan dengan cara menghubungkan badan peralatan atau instalasi yang diproteksi dengan hantaran netral yang

Praktikan dipercaya untuk melakukan penanganan pada telepon masuk pada PT. Innovasi Sarana Grafindo, karena dalam bidang Customer.. Service dan Telemarketing

PENERAPAN MOD EL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PAD A MATA PELAJARAN KEAMANAN PANGAN D I SMK.. Universitas Pendidikan Indonesia

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah: (1) apakah hasil belajar siswa Sekolah Dasar Trayu 01 Kecamatan Singorojo Kabupaten Kendal tahun pelajaran 2006/2007 pada

Adanya hubungan hubungan antara kemandirian belajar dengan hasil belajar keterampilan dasar praktik klinik mahasiswa semester I prodi D IV bidan pendidik STIKES

DAFTAR HADIR PANITIA WORKSHOP PHOTOGRAPHY MATHEMATICS JOURNALISM CLUB 2012. HIMATIKA FMIPA UNIVERSITAS