• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEMUAN BEBERAPA MASALAH HUKUM ACARA DALAM PRAKTEK PERADILAN DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN TINGGI AGAMA BANDUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TEMUAN BEBERAPA MASALAH HUKUM ACARA DALAM PRAKTEK PERADILAN DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN TINGGI AGAMA BANDUNG"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh : DRS. H.MUHTADIN,S.H

TEMUAN BEBERAPA MASALAH

HUKUM ACARA DALAM PRAKTEK

PERADILAN DI WILAYAH HUKUM

PENGADILAN TINGGI AGAMA

(2)

ASAS-ASAS HUKUM ACARA

PERDATA

• BERACARA HARUS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG

 Waktu mengadili perkara di hadapan Pengadilan Negeri,

tidak dapat diperhatikan acara yang lebih atau lain dari pada yang ditentukan dalam reglemen ini (Pasal 393 HIR.).

• ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATA

 Hakim bersifat menunggu (Ps. 56 (1) UU. No.

7/1989, Ps.10 (1) UU. No. 48/2009).

 Hakim Pasif (Pasal 130 dan 178 ayat 2 dan 3

HIR.).

 Sidang terbuka untuk umum ( Ps. 59 (1) UU.

No. 7/1989, Ps. 13 (1) UU. No. 48/2009).

(3)

 Mendengar kedua belah pihak, audi et

alteram partem (Ps. 131 HIR.).

 Putusan harus disetai alasan-alasan (Pasal

184 (1) dan 319 HIR., 62 (1) UU. No. 7/1989, 50 (1) dan 53 (2) UU. No. 48/2009)

 Beracara dikenakan baiya (Pasal 121 ayat 4,

182, dan 183 HIR.).

 Negara menanggung biaya perkara bagi

pencari keadilan yang tidak mampu (Ps. 56 (2) UU. 48/2009).

 Tidak ada keharusan mewakilkan (Pasal 123

(4)

HUKUM ACARA PERADILAN

AGAMA

Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan

dalam lingkungan Peradilan Agama (Pasal 54

UU. No. 7/1989).

Hukum Acara Peradilan Umum: HIR./R.Bg.

Yang diatur secara khusus dalam

Undang-undang

ini:

pemeriksaan

sengketa

perkawinan (Pasal 65 – 91 UU. No.7/1989).

Yang tidak diatur dalam aturan umum dan

khusus, mempedomani sumber hukum acara

lainnya, Rv., yurisprudensi, dan praktek

peradilan.

(5)

TEMUAN BEBERAPA MASALAH HUKUM ACARA DALAM PRAKTEK PERADILAN AGAMA

1. PEMANGGILAN

 Sering terjadi verzet karena panggilan tidak

patut.

 Bertita acara pemanggilan (relaas) tidak jelas dan tidak lengkap sehingga hakim ragu dalam menilai sah tidaknya panggilan.

 Panggilan tidak disampaikan di tempat

tinggal/diamnya pihak yang dipanggil.

 Pemanggilan dilakukan bukan pada hari dan jam

kerja.

(6)

2.

UPAYA PERDAMAIAN/MEDIASI

 Hanya satu pihak (Penggugat) yang hadir,

hakim berusaha mendamaikan.

 Penunjukan mediator dengan putusan sela  Ketua Majelis menunjuk dirinya sebagai

mediator.

 Ketua Majelis dalam penundaan sidang

diikuti penetapan jadwal mediasi.

 Hari sidang pertama langsung mediasi.

(7)

3.

PEMERIKSAAN PERKARA

 Pemeriksaan perkara tidak tuntas.

 Hakim hanya memperhatikan

jawab-menjawab secara tertulis, hal-hal penting lainnya tidak ditanyakan

 Saksi tidak ditanyakan sebab-sebab

pengetahuannya

 Terjadi kerancuan dalam perkara perceraian

berdasarkan Pasal 19 f PP. No. 7/1975 antara mendengar keluarga (Pasal 22 ayat (2) PP. No. 9/1975 dengan mendengar saksi keluarga (Pasal 76 ayat (1) UU. No.9/1975).

(8)

 Tuntutan provisi, UBV, dan dwangsom sering

tidak dipertimbangkan.

 Eksepsi kompetensi tidak diputus lebih

dahulu.

 Penggantian majelis tidak dibuat PMH baru.  Kartu keanggotaan advokat yang habis masa

berlakunya sering menjadi masalah.

 Penetapan Concervatoir Beslaag (CB)

dengan putusan sela.

(9)

 Pemerikasaan setempat kadang diikuti dengan pemeriksaan saksi-saksi.

4.

KUMULASI

 Penggabungan antara perkara perceraian dengan

penguasaan anak, nafkah, dan harta bersama sering dinyatakan tidak dapat diterima, karena:

 Pertimbangan beda hukum acaranya

 Perkara perceraian berlaku acara khusus yang sifat

pemeriksaannya tertutup untuk umum

 Perkara-perkara akibat perceraian berlaku acara umum

yang sifat pemeriksaannya terbuka untuk umum

 Mengacu pada Surat MARI No.: 17/TUADA-AG/IX/2009

perihal Kumulasi Perceraian dengan Harta Bersama, Nafkah anak, dan Hadlonah

(10)

5.

PUTUSAN

 Jawaban Tergugat, replik, dan duplik

dicantumkan seutuhnya.

 Pertimbangan hukum tidak jelas alur berpikir

(logika hukumnya) sehingga hakim memutuskan demikian.

 Amar putusan tidak jelas dan tidak tegas.  Mengabulkan lebih dari yang dituntut.

 Amar putusan dalam berita acara

persidangan berbeda dengan yang tercantum dalam putusan.

(11)

6.

EKSEKUSI

 Pernah terjadi kesalahan dalam aanmaning.  Kesalahan terjadi karena Ketua Pengadilan

Agama tidak mempelajari isi putusan secara cermat hanya mempercayakan panitera.

 Putusan yang akan dieksekusi amarnya tidak

(12)

ATURAN HUKUM ACARA YANG SEHARUSNYA DILAKSANAKAN

1.

PEMANGGILAN

 Psl. 121 ayat (2) HIR., panggilan kepada

Tergugat disertai salinan dan pemberitahuan

 Pasal 22 HIR., tempo hari pemanggilan tidak

boleh kurang dari tiga hari kerja.

 Pasal 390 ayat (1) HIR., surat panggilan

harus disampaikan di tempat tinggal/diamnya. Jika tidak bertemu, kepada Kepala Desa/Lurah

(13)

 Pasal 390 ayat (2) HIR., Kalau sudah

meninggal kepada ahli warisnya. Jika tidak ada disampaikan kepada Kades/Lurah di tempat tinggal terakhirnya

 Pasal 390 ayat (3) HIR.,jika tidak diketahui

tempat tinggal/diamnya disampaikan kepada Bupati. Perkara perceraian, diumumkan sesuai Pasal 27 PP. No.9/1975

 Berita acara ditulis secara jelas dan lengkap

sesuai keadaan senyatanya menurut undang-undang

(14)

2.

UPAYA PERDAMAIAN/MEDIASI

 Upaya perdamaian harus mengacu pada

Pasal 130 HIR., implementasinya sesuai dengan PERMA No. 1/2008, antara lain:

 Setiap Hakim wajib mengikuti prosedur

penyelesaian sengketa melalui mediasi yang diatur dalam Perma (Pasal 2 ayat 2).

 Hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh

mediasi (Pasal 7 ayat 1).

 Hakim wajib menjelaskan prosedur mediasi

dalam Perma kepada para pihak (Pasal 7 ayat 6)

 Hakim wajib menunda proses persidangan

perkara untuk menempuh mediasi (Ps. 7 ayat 5).

(15)

 Dalam pertimbangan putusan wajib menyebutkan

bahwa perkara yang bersangkutan telah

diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan (Pasal 2 ayat 4).

 Para pihak berhak memilih mediator, antara lain: Hakim bukan pemeriksa perkara, dan Hakim Majelis pemeriksa perkara (Pasal 8 ayat (1) huruf a dan d).

 Jika pihak-pihak gagal memilih mediator, Ketua Majelis segera menunjuk Hakim bukan pemeriksa

pokok perkara yang bersertifikat untuk

(16)

 Jika tidak ada Hakim bukan pemeriksa pokok perkara yang bersertifikat, Ketua Majelis menunjuk Hakim pemeriksa pokok perkara baik bersertifikat maupun tidak bersertifikat (Pasal 11 ayat 6).

 Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal

pertemuan mediasi kepdada para pihak untuk dibahas dan disepakat (Pasal 15 (1).

 Mediator wajib menyatakan secara tertulis bahwa proses mediasi telah gagal (Pasal 7 ayat 1).

 Catatan: Ketua Majelis hanya membuat penetapan penunjukan mediator kalau yang menjadi mediator adalah hakim.

(17)

3.

PEMERIKSAAN PERSIDANGAN

 Meskipun yang dikejar kebenaran formil, menurut Dr. Wiryono Projodikoro, S.H. hakim dalam mengejar kebenaran tidak boleh lijdelijk (menunggu dan menyerah) melainkan leluasa penuh akan meminta keterangan kepada para pihak tentang apa saja yang dianggap perlu untuk menjatuhkan putusan yang tepat. (Pasal 132 HIR.).

 Dalam perkara perceraian alasan Pasal 19 f PP.

No.9/1975, imperatif bagi hakim untuk mendengar saksi-saksi keluarga atau orang yang dekat dengan kedua belah pihak (Pasal 76 ayat (1) UU. No. 7/1989).

(18)

 Pasal 171 ayat (1) dan (2) HIR:

(1). Tiap-tiap kesaksian harus berisi sebab pengetahuannya.

(2). Pendapat-pendapat atau persangkaan

yang istimewa, yang disusun dengan kata akal, bukan kesaksian.

 Kerancuan antara mendengar keluarga dan

saksi keluarga (Pasal 22 ayat 2 PP. No. 9/1975, Pasal 76 ayat 1 UU. No. 7/1989, kembali pada asas hukum acara dan kaidah-kaidah hukum.

(19)

 Hakim wajib mengadili atas segala bagian

gugatan (178 ayat 2 HIR.), tuntutan provisionil, uitvoerbar bij voorraad, dan dwangsom.

 Eksepsi kewenangan baik relatif maupun

absolut harus diputus lebih dahulu (Pasal 133, 134, 136 HIR.

 Eksepsi selain kewenangan diputus

bersama-sama dengan pokok perkara (136 HIR.)

 Putusan sela cukup dalam berita acara. Boleh

minta salinan atas biaya sendiri (Pasal 185 HIR.).

(20)

 Hakim hanya boleh menyidangkan perkara

atas penunjukan Ketua Pengadilan. Karena itu penggantian majelis harus dengan PMH baru (Pasal 92 dan 93 UU. No. 7/1989).

 Penetapan selain produk peradilan tidak

menggunakan titel ekskutorial (Pasal 57 ayat (1) dan (2), baca sampai Pasal 64 UU. No. 7/1989).

 Kartu anggota advokat yang habis masa

berlakunya (Ps. 2(2), 3(2), 4(1), 30(1 dan 2), UU. No.23/2004).

 CB cukup dengan penetapan Ketua Majelis,

bukan Putusan Sela (Pasal 227 ayat (1) HIR.).

(21)

 Pemeriksaan setempat (descente), hanya

dilakukan untuk memeriksa obyek sengketa yang tidak mungkin di periksa di depan sidang, gedung, batas tanah (Pasal 153 HIR., 211 Rv.).

 Kumulasi antara cerai talak/cerai gugat

dengan penguasaan anak, nafkah, hadlanah, dan harta bersama sebagai lex specialis, dibenarkan undang-undang (Pasal 66 ayat 5 dan 86 ayat 2 UU. No.7/1989).

 Surat Tuada Uldilag tgl. 25-9-2009 No.

17/TUADA-AG/IX/2009, himbauan kepada pencari keadilan, tidak mengikat hakim.

(22)

5.

PUTUSAN

 Jawaban, replik, duplik, dimuat secara singkat

dan jelas (184 ayat 1 HIR.).

 Putusan harus memuat alasan-alasan dan

dasar-dasar, pasal-pasal dari aturan yang bersangkutan, atau sumber hukum tak tertulis yang dipakai (Ps. 62(1) UU.7/1989, 50(1) dan 53 (2) UU. No. 48/2009).

 Diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum

(Ps. 60 UU.No.7/1989, Ps. 13(2) UU.48/2009)

 Ditandatangani Ketua, Hakim, dan Panitera

sidang (Pasal 184 ayat 3 HIR., Pasal 62 ayat (2) UU. No. 7/1989).

(23)

 Amar putusan harus jelas dan tegas, contoh

yang tidak jelas dan tidak tegas: menolah dan tidak menerima selaian dan selebihnya.

 Amar putusan yang tercantum dalam berita

acara persidangan harus sama dengan yang tercantum dalam putusan.

(24)

6.

EKSEKUSI

 Asas-asas eksekusi:

 Putusan harus sudah BHT

 Putusan tidak dilaksanakan oleh Tergugat secara sukarela

 Amar putusan bersifat condemnatoir

 Eksekusi atas perintah dan dibawah pimpinan

Ketua Pengadilan Agama dilaksanakan oleh Panitera atau jurusita

 Eksekusi harus sesuai dengan amar putusan.

(25)

 Prosedur Eksekusi

 Permohonan yang menang kepada Ketua PA

(Pasal 196 HIR.).

 Aanmanning, maksimal 8 hari setelah

diaanmanning (Pasal 196 HIR.).

 Surat perintah eksekusi, berbentuk penetapan (beschiking), ditujukan kepada Panitera/Jst. Dan sebut namanya.

 Pelaksaan oleh Panitera/Jst. (197 (1) HIR.), dibantu dua orang saksi (197 (6) HIR.), dilaksanakan di tempat obyek, dibuat berita acara, berita acara ditandatangani oleh Panitera/Jst., 2 orang saksi, Kades/Lurah/Camat, Tereksekusi.

(26)

 Penangguhan Eksekusi

 Eksekusi tidak dapat ditunda kecuali ada alasan hukum sifatnya eksepsional dan sementara, antara lain:

o Perikemanusiaan o Derden verzet

o Obyek eksekusi masih dalam perkara lain o Peninjauan kembali

o Pengapusan dwangsom.

(27)

 Eksekusi Tidak Dapat Dilaksanakan

 Harta kekayaan tereksekusi tidak ada.  Putusan amarnya bersifat deklaratoir.

 Obyek eksekusi di tangan pihak ketiga yang tidak ikut digugat.

 Eksekusi terhadap penyewa.

 Obyek eksekusi dijaminkan kepada pihak ketiga.  Tanah yang akan dieksekusi tidak jelas batasnya.  Dua putusan yang saling berbeda.

Referensi

Dokumen terkait

maka diperoleh model terbaik untuk pemodelan pengaruh iklim terhadap angka kejadian Demam Berdarah Dengue adalah menggu- nakan regresi Binomial Negatif. Faktor-faktor

mengatakan bahwa mutasi jabatan ini bukan sesuatu yang luar biasa, sebagai kepala sekolah dia juga menyampaikan beberapa hal yang terkait dengan tanggungjawabnya sebagai kepala

bisa mendapatkan informasi yang mendalam (in-depth interview) karena peneliti dapat menjelaskan pertanyaan yang tidak dimengerti, peneliti dapat mengajukan pertanyaan, informan

Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang yaitu substansi kajian penelitian terdahulu yaitu dana Qardhul Hasan diperuntukan pada CSR atau tanggung jawab sosial

Survei Mawas Diri (SMD) merupakan salah satu perwujudan kegiatan identifikasi upaya kesehatan pengembangan untuk mengetahui ada tidaknya masalah

MALUKU UTARA SULAWESI SELATAN SULAWESI UTARA SULAWESI BARAT GORONTALO SULAWESI

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan tentang perbedaan rata-rata abnormal return selama periode pengamatan yaitu lima hari (2, 3, 4, 7, 8 Mei 2018) sebelum

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai identifikasi keragaman gen FSHR pada sapi lokal Indonesia yang terdiri atas sapi Bali, Aceh, Pesisir, PO,