• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSAMAAN DIFRENSIAL BIASA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERSAMAAN DIFRENSIAL BIASA"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

PERSAMAAN DIFRENSIAL BIASA

(Buku pegangan mata kuliah Persamaan Difrensial)

Oleh

Drs. D a f i k, M.Sc. NIP. 132 052 409

Program Pendikan Matematika

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JEMBER

(2)

Untuk Keluarga Tercinta

(3)

Daftar Isi

Daftar Tabel v

Daftar Gambar vi

Kata Pengantar vii

1 Konsep Dasar 1

1.1 Klasifikasi Persamaan Difrensial . . . 1

1.2 Metoda Penyelesaian . . . 3

2 PDP Linier Order Satu 6 2.1 Solusi Analitis PDP Linier Order Satu . . . 6

2.2 Aplikasi Sederhana PDP Order Satu . . . 9

3 PDP Linier Order Dua 11 3.1 Klasifikasi . . . 11

3.2 Persamaan Karakteristik . . . 13

3.3 Bentuk Kanonis . . . 17

3.4 Sarat Bantu . . . 18 4 Identitas Pertama dan Kedua Green 20

(4)

5 Aplikasi PDP Order Dua 25

5.1 Vibrasi . . . 25

5.1.1 Vibrasi Pada Senar . . . 25

5.1.2 Vibrasi Pada Membran . . . 28

5.2 Difusi . . . 29

5.3 Aliran Panas . . . 31

5.4 Vibrasi dan Aliran Panas Stasioner . . . 32

6 Deret Fourier 34 6.1 Himpunan Fungsi Ortogonal dan Ortonormal . . . 34

6.2 Deret Fourier Diperumum . . . 36

6.3 Deret Fourier Cosinus dan Sinus . . . 37

(5)

Daftar Tabel

6.1 PDP order dua menurut jenisnya. . . 43

(6)

Daftar Gambar

2.1 Transformasi sistem koordinat . . . 7

4.1 Luas Permukaan. . . 22

4.2 Fluk medan vektor menembus permukaan. . . 22

5.1 Vibrasi senar dalam sistem koordinat . . . 26

5.2 Vibrasi senar pada daerah terbatas . . . 26

5.3 Vibrasi vertikal membran . . . 28

5.4 Vibrasi vertikal membran . . . 31

(7)

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah S.W.T karena atas anugerah dan karuniahNya penulis dapat menyelesaikan buku pegangan kuliah dengan judul ”Persamaan Diferen-sial ParDiferen-sial : Pendekatan Analitik”. Buku pegangan ini dibuat untuk membantu mahasiswa mengikuti mata kuliah Persamaan Difrensial Parsial yang selama ini masih cukup sulit menemukan buku-buku dalam bahasa Indonesia.

Dalam buku pegangan ini dijelaskan konsep Persamaaan difrensial secara umum, PDP linier order satu dan aplikasinya, PDP linier order dua yang dis-ertai penjelasan tentang teknik merubah PDP dalam bentuk kanonis, Identitas pertama dan kedua Green, Aplikasi PDP order dua dalam masalah Difusi, Vibrasi dan aliran panas dan terakhir adalah deret Fourier.

Selanjutnya dalam kesempatan ini penulis tak lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada yang terhormat:

1. Rektor Universitas Jember. 2. Dekan FKIP Universitas Jember.

3. Ketua Program Pendidikan Matematika yang telah memberikan motivasi dan rekomendasi penggunaannya dalam perkuliahan.

4. Semua pihak yang terlibat langsung maupun tak langsung dalam penyusunan vii

(8)

buku ajar ini.

Semoga bantuan rielnya mendapat balasan yang setimpal dari Allah S.W.T. Akhirnya penulis berharap semoga buku ini memberikan manfaat bagi pembaca, oleh karena itu kritik dan saran masih penulis harapkan untuk penyempurnaan-nya dikemudian hari.

Jember, Januari 2003 Penulis

(9)

Daftar Isi

(10)

Daftar Tabel

(11)

Daftar Gambar

(12)

BAB 1

Konsep Dasar

1.1

Klasifikasi Persamaan Difrensial

Pada umumnya dikenal dua jenis persamaan difrensial yaitu Persamaan Difren-sial Biasa (PDB) dan Persamaan DifrenDifren-sial ParDifren-sial (PDP). Untuk mengetahui perbedaan kedua jenis persamaan difrensial itu dapat dilihat dalam definisi berikut. Definisi 1.1.1 Persamaan DifrensialSuatu persamaan yang meliputi turunan fungsi dari satu atau lebih variabel terikat terhadap satu atau lebih variabel bebas disebut Persamaan Difrensial. Selanjutnya jika turunan fungsi itu hanya tergan-tung pada satu variabel bebas maka disebut Persamaan Difrensial Biasa (PDB)

dan bila tergantung pada lebih dari satu variabel bebas disebut Persamaan Difren-sial ParDifren-sial (PDP)

Dalam bahan ajar ini pembahasan persamaan difrensial akan difokuskan pada Persamaan Difrensial Parsial (PDP). Sehingga semua contoh soal dan aplikasinya akan dikaitkan dengan model fenomena persamaan difrensial yang terikat pada

(13)

BAB 1. KONSEP DASAR 2 beberapa variabel bebas. Secara simbolik turunan parsial ini dinotasikan dengan ∂, sehingga ∂u ∂x =ux, 2u ∂x2 =uxx, 2u ∂x∂y =uxy =uyx.

Definisi 1.1.2 Order Order suatu PDP adalah order tertinggi dari turunan dalam persamaan sehinggaF(x, y, u, ux, uy, . . . , uxx . . . xx| {z }

n

, . . .) = 0adalah berorder

n, dengan variable bebas x, y.

Definisi 1.1.3 Linieritas dan Homogenitas PDP Order n dikatakan linier bila dapat dinyatakan dalam bentuk

a0(x, y)ux+a1(x, y)uy+· · ·+ak(x, y)uxx . . . xx| {z }

n

, . . .) =F(x, y)

Selanjutnya:

1. Bila tidak dapat dinyatakan dengan bentuk diatas dikatakan tak linier 2. Bila koefisiena0(x), a1(x), . . . , an(x)konstan dikatakan mempunyai koefisien

konstan bila tidak, dikatakan mempunyai koefisien variabel.

3. Bila F(x) = 0 maka PDB tersebut dikatakan homogen bila tidak, disebut nonhomogen.

Definisi 1.1.4 Solusi PDP Solusi dari PDP adalah suatu fungsi u(x, y, . . .)

yang memenuhi persamaan diferensial minimal dari sebarang domain variabel

x, y, . . ..

Contoh 1.1.1 Beberapa contoh fenomena riel dalam PDP adalah sebagai berikut: 1. ux+uy = 0 adalah persamaan transportasi

(14)

BAB 1. KONSEP DASAR 3

3. uxx+uyy = 0 adalah persamaan Laplace

4. utt−uxx+u3 = 0 merupakan persamaan gelombang dengan interaksi

5. ut+uux+uxxx = 0 adalah persamaan gelombang despersive

6. utt+uxxx = 0 merupakan persamaan vibrasi pada balok

7. ux+uy = 0 adalah persamaan transportasi

8. ut−iuxx = 0 merupakan persamaan gelombang diskontinyu

1.2

Metoda Penyelesaian

Terdapat tiga jenis metoda yang dapat digunakan untuk menentukan solusi dari suatu PDB yaitu:

1. Metoda Analitik. Metoda ini dapat menghasilkan dua bentuk solusi yaitu bentuk eksplisit dan implisit, yang dicari melalui teknik deduktif analogis dengan menggunakan konsep-konsep matematik. Kelebihannya dapat mengetahui bentuk fungsi solusinya namun tidak cukup fleksibel un-tuk masalah-masalah yang komplek.

2. Metoda kualitatif . Solusi ini hanya dapat memberikan gambaran secara geometris bagaimana visualisasi dari solusi PDB. Dengan mengamati pola grafik gradien ”field” (direction field) maka dapat diestimasi solusi PDB itu. Keunggulannya dapat memahami secara mudah kelakuan solusi suatu PDB namun fungsi asli dari solusinya tidak diketahui, dan juga kurang fleksibel untuk kasus yang komplek.

(15)

BAB 1. KONSEP DASAR 4 3. Metoda Numerik. Pada saat sekarang metoda ini merupakan metoda yang sangat fleksibel. Metoda ini berkembangan sesuai dengan perkem-bangan komputer dan dapat menyelesaiakan suatu PDB dari level yang mudah sampai level yang komplek. Walaupun fungsi solusi tidak diketahui secara eksplisit maupun implisit namun data yang diberikan dapat divisu-alisir dalam grafik sehingga dapat dianalisis dengan baik. Namun metoda ini berdasarkan pada prinsip-prinsip aproksimasi sehingga solusi yang di-hasilkan adalah solusi hampiran (pendekatan). Sebagai konsukwensi dari penggunaan metoda ini adalah adanya evaluasi berulang dengan menggu-nakan komputer untuk mendapatkan hasil yang akurat. Salah satu metoda yang poipuler adalah metoda Beda Hingga (Beda Hingga) dan Elemen Hingga (Finite Element).

Suatu contoh diberikan persamaan difrensial uxx = 0 maka solusi analitik

diperoleh dengan mengintegralkan kedua ruas persamaan ini dua kali.

Z

uxx(x, y)dx =

Z

0dx

ux(x, y) = c ganti dengan sebarang fungsi y

= f(y) Z ux(x, y)dx = Z f(y)dx ux(x, y) = f(y)x+g(y)

merupakan solusi umum dari PDP diatas.

Untuk model uxx +u = 0 teknik penyelesaiannya dapat mengadopsi teknik

yang dipakai dalam menyelesaikan PDB order 2 dengan akar-akar komplek pada persamaan karakteristiknya yaitu u =c1eλxcosµx+c2eλxsinµx. Dalam hal ini

(16)

BAB 1. KONSEP DASAR 5 r2+ 1 = 0 sehingga akar-akarnya adalah r

12=±i, dengan demikian solusi umum

PDPnya adalah u(x, y) =f(y) cosµx+f(y) sinµx.

Sedang model sederhana lainnya adalah uxy = 0 dimana solusi analitiknya

adalah Z uxy(x, y)dx = Z 0dx uy(x, y) = f(y) Z uy(x, y)dy = Z f(y)dy ux(x, y) = F(y) +g(x)

(17)

BAB 2

PDP Linier Order Satu

2.1

Solusi Analitis PDP Linier Order Satu

Bila diberikan fungsi dengan dua variabelu(x, y) maka PDP linier order satu yang paling sederhana adalah ux = ∂u∂x = 0 atau uy = ∂u∂y = 0. Sementara dengan

aturan Chain kedua turunan parsial ini didefinisikan sebagai ∂u ∂x = ∂u ∂x ∂x ∂x + ∂u ∂y ∂y ∂x (2.1) ∂u ∂y = ∂u ∂y ∂y ∂y + ∂u ∂x ∂x ∂y (2.2)

Jumlah kedua PDP yang paling sederhana diatas dengan koefisien konstan dapat disajikan dalam

aux+buy = 0 (2.3)

PDP ini dapat diselesaikan dengan dua cara. 1. Metoda Kualitatif

Kuantitas dariaux+buy adalah turunan berarah dariudalam suatu vektor

(18)

BAB 2. PDP LINIER ORDER SATU 7 dengan arah V = [a, b] = ai +bj. Hal ini selalu bernilai nol, dengan kata lain u(x, y) pasti sama dengan konstan dalam arah V. Vektor [b,−a] adalah orthogonal terhadap V. Sedangkan garis yang sejajar dengan V adalahbx−ay=cdan persamaan ini disebut persamaan garis karakteristik. Solusi PDP diatas selalu konstan dalam masing-masing garis karakteristik ini sehingga tergantung hanya pada bx−ay. Dengan demikian solusinya adalah

u(x, y) =f(bx−ay). 2. Metoda Koordinat

Dalam sistem koordinat x, y dapat kita transformasikan kedalam sistem

y’ y

x X’

Gambar 2.1: Transformasi sistem koordinat

koordinat lainx0, y0 dimanax0 dany0 tetap saling tegak lurus, lihat Gambar

2.1. Misal ditetapkanx0 =ax+by makay0 =bx−ay. Dengan aturan Chain

turunan u(x0, y0) terhadapx dan y adalah:

∂u ∂x = ∂u ∂x0 ∂x0 ∂x + ∂u ∂y0 ∂y0 ∂x = aux0 +buy0 ∂u ∂y = ∂u ∂y0 ∂y0 ∂y + ∂u ∂x0 ∂x0 ∂y = −auy0 +bux0

(19)

BAB 2. PDP LINIER ORDER SATU 8 Selanjutnya substitusikan kedalam persamaan aux+buy = 0 didapat

a(aux0+buy0) +b(−auy0+bux0) = 0 a2u

x0 +abuy0 +b2ux0 −abuy0 = 0 (a2+b2)ux0 = 0. Dengan demikian untuk (a2 +b2)6= 0 maka

ux0 = 0 Z ux0 dx0 = Z 0dx0 u(x, y) = f(y0) sehingga u(x, y) =f(bx−ay) (2.4) merupakan solusi umum PDP diatas.

Contoh 2.1.1 Diberikan PDP 4ux 3uy = 0 dengan sarat awal u(0, y) = y3

maka solusi umum PDP ini adalahu(x, y) = f(−3x−4y). Nilai awalu(0, y) =y3

berimplikasi f(−4y) = y3. Misal w = −4y maka y = w

4 sehingga f(w) = w

3

64,

dengan demikian u(x, y) = f(−3x−4y) = (3x+464y)3.

Selanjutnya bila persamaan 2.3 dikembangkan kedalam koefisien variabel, yakni

aux+byuy = 0 (2.5)

maka vektor arah dapat ditetapkanV= [a, by]. Dalam bidang xy dapat dikatakan bahwa V adalah suatu vektor dengan gradien bya. Sehingga dydx = bya. Solusinya

(20)

BAB 2. PDP LINIER ORDER SATU 9 tentu saja adalah y =Ceabx, dan sekaligus menjadi kurva karakteristikdari PDP

jenis ini. Kemudian aturan berantai didefinisikan sebagai berikut: ∂u(x, y) ∂x = ∂u ∂x ∂x ∂x + ∂u ∂y ∂y ∂x =ux+uyyx ∂u(x, y) ∂y = ∂u ∂x ∂x ∂y + ∂u ∂y ∂y ∂y =uxxy+uy

Untuk mendaptkan persamaan aux +byuy = 0 maka pastilah ∂u(x, y) = 0

sehingga solusinya adalah konstan. Sehingga solusi u(x, Cebax) akan memenuhi

bila x = 0. Dengan demikian u(x, Cebax) = u(0, Ceab0) = u(0, C). Karena y =

Cebax maka C = e−abxy sehingga u(x, y) = u(0, e−abxy). Hal ini berarti solusi

umum PDP itu adalah

u(x, y) =f(e−b

axy) (2.6)

Untuk meyakinkan fungsi u(x, y) = f(e−b

axy) benar-benar merupakan solusi

dari PDP 2.5 dapat dilakukan substitusi langsung terhadap persamaan tersebut, yaitu dengan menentukan ux =abe−

b

axyf(e−baxy) danuy =e−abxf(e−abxy).

Contoh 2.1.2 Suatu PDP ux+yuy = 0 dengan sarat awal u(0, y) = y3 maka

solusi umum PDP ini adalah u(x, y) = f(e−xy). Nilai awal u(0, y) =y3

berimp-likasi f(y) = y3, dengan demikian u(x, y) = f(e−xy) = e3xy3.

2.2

Aplikasi Sederhana PDP Order Satu

Suatu fluida, katakan zat cair, mengalir dengan laju konstan c sepanjang pipa horisontal dengan arah positip. Sebagai contoh kongkrit amati proses penyebaran polusi air. Bila u(x, t) adalah konsentrasi dalam gram/centimeter dalam waktu

(21)

BAB 2. PDP LINIER ORDER SATU 10 t, maka model arus ini dapat dimodel dalam persamaan difrensial parsial order satu sebagai:

ut+cux= 0 (2.7)

Untuk menurunkan rumus ini, asumsikan polusi itu bergerak sepanjang [0, b] maka jumlah polusi itu adalah M =R0bu(x, t)dx dalam gram. Saat selanjutnya, t+h, polusi bergerak kearah positif sepanjang ch centimeter sehingga

M =

Z b+ch

ch

u(x, t+h)dx.

Turunkan hasil pengintegralan persamaan ini terhadap b didapat u(b, t) =u(b+ch, t+h).

Selanjutnya gunakan aturan Chain untuk menurunkannya terhadap h, maka ∂u(b, t) ∂h = ∂u(b+ch, t+h) ∂h = ∂u ∂(b+ch) ∂(b+ch) ∂h + ∂u ∂(t+h) (t+h) ∂h = ∂u ∂(b+ch)c+ ∂u (t+h) 0 = cub+ch(b+ch, t+h) +ut+h(b+ch, t+h).

Gantib+chdengan xdan t+h dengan t, maka dapat disimpulkan cut(b, t) +cux(b, t) = 0,

atau

cut+cux = 0,

(22)

BAB 3

PDP Linier Order Dua

3.1

Klasifikasi

Persamaan PDP linier order dua dapat disajikan dalam bentuk

auxx+ 2buxy+cuyy +dux+euy+f u=g. (3.1)

Misaluxx diganti dengan α2uxx,uxy denganαβ,uyy denganβ2,ux denganα,

uy dengan β maka persamaan itu menjadi

2+ 2bαβ+2+++f u=g

sehingga fungsi P(α, β) dapat didefinisikan sebagai

P(α, β) =2+ 2bαβ+2+++f, dimana fungsi ini akan memenuhi sifat

Merupakan fungsi hiperbolik bila b2ac > 0

Merupakan fungsi parabolik bila b2ac= 0

(23)

BAB 3. PDP LINIER ORDER DUA 12 Merupakan fungsi eliptik bila b2ac < 0.

Dengan demikian PDP linier order dua dapat digolongkan dalam tiga klasifikasi tersebut.

Contoh 3.1.1 Tentukan klasifikasi dari PDP berikut

3uxx+ 2uxy + 5uyy+xuy = 0

uxx+yuyy = 0

Secara umum PDP linier order dua disajikan dalam

n X i,j=1 aijuxixj+ n X i=1 biuxi+cu=d. (3.2)

Dipahami bahwauxixj =uxjxi maka koefisien-koefisien PDP itu juga akan berlaku

untuk aij =aji, dan koefisien itu dapat disajikan dalam matrik n×n A = [aij].

Nilai eigen dari matrik ini diperoleh dari menyelesaikan persamaandet(A−λI) = 0 dalam λ. Selanjutnya n merupakan order PDP,r menyatakan banyaknya nilai λyang nol dansmenyatakan banyaknya nilaiλyang positif maka klasifikasi PDP dalam bentuk itu adalah sebagai berikut:

merupakan PDPhiperbolikbila r= 0 dans= 1 ataur= 0 dans=n−1 merupakan PDPparabolik bila r >0 (atau jika det(A= 0)

merupakan PDPeliptik bila r= 0 dan s= 0 atau r = 0 dans=n merupakan PDPultrahiperbolik bila r= 0 dan 1< s < n−1

(24)

BAB 3. PDP LINIER ORDER DUA 13 Penyelesaian 3.1.1 Dengan memahami koefisien-koefisien PDP diatas maka matrik A dapat disajikan dalam:

A=       

koef ux1x1 koef ux1x1 koef ux1x1

koef ux1x1 koef ux1x1 koef ux1x1

koef ux1x1 koef ux1x1 koef ux1x1

       =        3 0 0 0 1 2 0 2 4       

Ingat ux2x3 = ux3x2 dan dibagi 2 sebab permisalan kita 2bαβ.Dengan demikian

det(A−λI) = (3−λ)λ(λ−5) = 0, dimana λ1 = 0, λ1 = 3 dan λ1 = 5. Dapat

disimpulkan bahwa r >0 sehingga persamaan diatas merupakan PDP parabolik.

3.2

Persamaan Karakteristik

Penyelesaian PDP linier order dua secara analitik jauh lebih sulit diband-ingkan PDP linier order satu. Bahkan untuk kasus-kasus tertentu PDP ini tidak dapat diselesaikan dengan cara analitik. Salah satu cara yang paling mungkin adalah mengkaji persamaan karakterirtik dari PDP tersebut.

Untuk keperluan ini akan diperkenalkan variabel bebas baru ξ dan η sebagai koordinat transformasi dari variabel bebasx, y keξ, η, dimana kedua variabel ini saling bebas (lepas) dan dinyatakan sebagai fungsi ξ = φ(x, y) dan η = ψ(x, y) sehingga φxψy −φyψx = 0.

Selanjutnya persamaan 3.1 dapat ditulis dalam

auxx+ 2buxy+cuyy+ suku-suku dengan order lebih rendah, (3.3)

dapat dapat ditransformasikan kedalam bentuk

(25)

BAB 3. PDP LINIER ORDER DUA 14 Permasalahan yang muncul sekarang, bagaimana fungsi A, B dan C direpresen-tasikan.

Untuk menentukannya, akan digunakan aturan Chain untuk u(ξ, η) dimana ∂u ∂x = ∂u ∂ξ ∂ξ ∂x + ∂u ∂η ∂η ∂x ux = uξφx+uηψx, (3.5) sedangkan ∂u ∂y = ∂u ∂ξ ∂ξ ∂y + ∂u ∂η ∂η ∂y uy = uξφy +uηψy. (3.6)

Turunkan persamaan 3.5 terhadap x satu kali didapat

uxx =uξφxx+ (uξ)xφx+uηψxx+ (uη)xψx. (3.7)

Sementara

(uξ)x = uξξφx+uξηψx

(uη)x = uηξφx+uηηψx.

Substitusikan dua persamaan terakhir ini kedalam persamaan 3.7 didapat uxx =uξξφ2x+ 2uξηφxψx+uηηψ2x+uξφxx+uηψxx. (3.8)

Selanjutnya turunkan lagi persamaan 3.5 terhadap y dan juga turunkan per-samaan 3.6 terhadap y, dengan cara yang sama didapat

uxy = uξξφxφy+uξηxψy+φyψx) +uηηψxψy+uξφxy+uηψxy (3.9)

(26)

BAB 3. PDP LINIER ORDER DUA 15 Substitusikan ekspresi uxx, uxy dan uyy kedalam persamaan 3.3 didapat

auxx+ 2buxy +cuyy+R = (aφx2 + 2bφxφy+2y)uξξ +2¡aφxψx+b(φxψy+φyψx) +cφyψy ¢ uξη +(aψ2 x+ 2bψxψy +cψy2)uηη+R.

Dengan demikian fungsi A, B dan C asosiatif dengan A = 2 x+ 2bφxφy+2y B = aφxψx+b(φxψy+φyψx) +cφyψy C = 2 x+ 2bψxψy+2y, sehingga auxx+ 2buxy+cuyy+R =Auξξ+ 2Buξη+Cuηη+R (3.11)

dimana R = (aφxx + 2bφxy +cφyy)uη + (aψxx+ 2bψxy +cψyy)uη. Bila φ dan ψ

adalah fungsi linier dari x, y maka dapat ditunjukkan bahwa R = 0. Persamaan karakteristik (3.11) dapat dipilih dalam bentuk

az2

x+ 2bzxzy +czy2 = 0. (3.12)

Selanjutnya persamaan karakteristik dari persamaan (3.1) didapat dari menyele-saikan persamaan

ady2 2bdxdy+cdx2 = 0. (3.13) Teorema 3.2.1 z(x, y) =γ merupakan persamaan karakteristik dari persamaan (3.1) jika dan hanya jika z(x, y) =γ solusi dari (3.13), dimana γ =konstanta.

(27)

BAB 3. PDP LINIER ORDER DUA 16 Bukti 3.2.1 Misalz(x, y) =γ memenuhi persamaan dari persamaan (3.12) dan z(x, y) 6= 0. Definisikan suatu fungsi y = f(x, γ) dimana fx = 0 maka dengan

aturan Chain fx = ∂f ∂x ∂x ∂x + ∂f ∂γ ∂γ ∂x = 0 ∂f ∂x = ∂f ∂γ ∂γ ∂x ∂y ∂x = zx(x, y) zy(x, y)

Sekarang bagi persamaan (3.12 dengan z2

y didapat a¡zx zy ¢2 + 2bzx zy +c= 0, Dengan demikian a¡∂y ∂x ¢2 2b∂y ∂x +c= 0 atau a¡dy dx ¢2 2bdy dx +c= 0. Dengan kata lain z(x, y) =γ solusi dari (3.13).

Contoh 3.2.1 Tentukan jenis persamaan dan kurva karakteristik PDP berikut ini:

1. 2uxx−4uxy 6uyy+ux= 0

2. 4uxx+ 12uxy 9uyy−2ux+u= 0

(28)

BAB 3. PDP LINIER ORDER DUA 17 Penyelesaian 3.2.1 No. 1, dipahami bahwa a = 2, b = −2 dan c = −6 dan b2ac= 16>0 sehingga persamaan ini merupakan PDP hiperbolik. Kemudian

dengan menggunakan koefisien-koefisien ini dihasilkan PDB 2¡dy dx

¢2

+4dy

dx−6 = 0.

Gunakan rumus abc untuk menentukan dy

dx didapat

dy

dx =−1±2.

Dengan demikian kurva karakteristiknya merupakan solusi PDB tersebut, yaitu x−y=γ, atau 3x+y=γ.

Untuk No. 2, dan 3, sebagai latihan individual.

3.3

Bentuk Kanonis

Transformasi dari persamaan difrensial parsial khusus untuk order lebih dari satu dipandang penting. Hal ini berguna dalam proses penyelesaian suatu PDP. Dengan bentuk kanonis suatu PDP dapat disederhanakan sehingga dapat diper-timbangkan apakah persamaan tersebut bisa diselesaikan secara analitik atau tidak. Bila solusi analitik dapat diraih, maka dari bentuk kanonis inilah solusi umum suatu PDP diturunkan.

Untuk keperluan ini dibutuhkan fungsi transformasi ξ = φ(x, y) dan η = ψ(x, y). Kemudian permisalkan kedua fungsi ini dalam persamaan karakteristik suatu PDP, selanjutnya lakukan transformasi. Dalam hal ini penentuan bentuk kanonis tergantung pada sisi prinsipal, artinya

1. Bila PDP itu merupakan persamaan hiperbolik maka sisi prinsipalnya adalah uξη atau uξξ−uηη atau A =C = 0 pada persamaan (3.11).

(29)

BAB 3. PDP LINIER ORDER DUA 18 2. Bila PDP itu merupakan persamaan parabolik maka sisi prinsipalnya adalah

uηη atau B =C = 0 pada persamaan (3.11).

3. Bila PDP itu merupakan persamaan eliptik maka sisi prinsipalnya adalah uξξ+uηη atau A=B = 0 pada persamaan (3.11).

Sebagai contoh akan ditentukan bentuk kanonis dari 2uxx−4uxy−6uyy+ux = 0.

PDP ini merupakan persamaan hiperbolik sehingga sisi prinsipalnya adalah uξη

atau A =C = 0 untuk persamaan (3.11). Sementara persamaan karateritiknya adalahx−y=γ dan 3x+y=γ. Tetapkanξ =φ(x, y) =x−ydanξ =ψ(x, y) = 3x+y, sehinggaφx = 1, φxx = 0, φy =−1, φyy = 0, φxy = 0;ψx = 3, φxx = 0, ψy =

1, φyy = 0, φxy = 0. Sekarang persamaan (3.11) menjadi

2(aφxψx+b(φxψy +φyψx) +cφyψy)uξη +uξφx+uηψx = 0

2(2φxψx−2(φxψy+φyψx)yψy)uξη +uξφx+uηψx = 0

2£2(1)(3)2¡(1)(1) + (−1)(3)¢6(−1)(1)¤uξη+(1) +(3) = 0

Dengan demikian bentuk kanonis PDP ini adalah 32uξη++ 3uη = 0.

Bandingkan bentuk ini dengan persamaan semula maka jelas diperoleh bentuk yang lebih sederhana. Tidak tertutup kemungkinan bentuk ini dapat diselesaikan secara analitik.

3.4

Sarat Bantu

Ada dua sarat bantu dalam PDP yaitu sarat awal dan sarat batas. Sarat awal adalah kodisi yang dipenuhi suatu PDP dalam domain Ω pada saat awal peristiwa

(30)

BAB 3. PDP LINIER ORDER DUA 19 fisika. Misal suatu persamaan dinyatakan dengan uxx−utt = 0 maka sarat awal

yang mungkin adalahu(x,0) =f(x). Sarat batas adalah sarat yang terjadi pada batas-batas domain awal dan akhir sustu PDP. Sarat batas ini dikelompokkan dalam tiga jenis sarat batas, yaitu:

sarat batas Dirichlet u=g sarat batas Neuman (flux) ∂u

∂n =g

sarat batas Campuran αu+β∂u ∂n =g

(31)

BAB 4

Identitas Pertama dan Kedua

Green

Identitas Green banyak dipakai dalam pembahasan PDP dengan order lebih tinggi dari satu, dengan demikian informasi ini sangat penting untuk dipahami. Untuk membahas identitas pertama dan kedua Green dibutuhkan konsep dan notasi vektor sehingga dalam bab ini akan didahului dengan definisi dan teorema diferensial vektor ini.

Definisi 4.0.1 Bila f = f(x, y, z) adalah fungsi dalam C1(Ω) dimana ∈ <n

maka gradf =∇f = ∂f ∂xi+ ∂f ∂yj + ∂f ∂zk

adalah gradien darif. Kemudian jikan adalah vektor satuan di<3 maka turunan

berarah dari f dalam arah n didefinisikan sebagai

∂f ∂n =∇f ·n= ∂f ∂xn1+ ∂f ∂yn2+ ∂f ∂zn3 20

(32)

BAB 4. IDENTITAS PERTAMA DAN KEDUA GREEN 21 Definisi 4.0.2 Jika w= w(x, y, z) adalah fungsi dalam C1(Ω) dimana ∈ <n,

atau w=w1(x, y, z)i+w2(x, y, z)j+w3(x, y, z)k maka divergensi dari w adalah

divw=∇ ·f = ∂w1 ∂x + ∂w2 ∂y + ∂w3 ∂z , sehingga div gradf =4f = ∇ · ∇f = · ∂x ∂y ∂z ¸ · · ∂f ∂x ∂f ∂y ∂f ∂z ¸T = 2f = 2f ∂x + 2f ∂y + 2f ∂z .

Kemudian disisi lain juga dikenal rotasi f yaitu

rotf =∇ ×f =        i j k ∂x ∂y∂ ∂z∂ f1 f2 f3       

Teorema 4.0.1 (Integral Permukaan)MisalGsuatu permukaan yang diberikan oleh z = f(x, y), dengan (x, y) di R. Jika f C1(R) dengan g(x, y, z) =

g(x, y, f(x, y)) kontinyu pada R maka Z G Z g(x, y, z)ds = Z R Z g(x, y, f(x, y) secγ dA (4.1) = Z R Z g(x, y, f(x, y) q f2 x +fy2+ 1dydx (4.2)

(33)

BAB 4. IDENTITAS PERTAMA DAN KEDUA GREEN 22 k n Gi G Z=f(x,y) Ri R yi xi γ ∆ ∆

A(Gi) ≈ sec γ A(Ri)

≈ sec γ ∆yi ∆xi

Gambar 4.1: Luas Permukaan.

Selanjutnya andaikata G suatu permukaan dua sisi yang sedemikian mulus dan anggap bahwa ia terendam di dalam fluida dengan suatu medan kecepatan kontinyu F(x, y). Jika 4S adalah luas sepotong kecil dari G, maka disana F hampir konstan, dan volume fluida 4V yang melewati potongan ini dalam arah normal satuan n, lihat Gambar 4.2 adalah 4V F ·n4S. Dengan demikian disimpulkan bahwa

fluk F yang melintasiG=RGR F ·n dS (4.3)

G n F ∆S z y x

Gambar 4.2: Fluk medan vektor menembus permukaan.

Dalam hal ini juga dapat ditunjukkan bahwa rumus fluks F yang melintasi permukaan G dapat dikembangkan melalui beberapa teorema berikut.

(34)

BAB 4. IDENTITAS PERTAMA DAN KEDUA GREEN 23 Teorema 4.0.2 (Teorema Gauss) Misal F = Mi+Nj +P k berupa medan vektor dimana M, N, P C1(S) dan M, N, P C1(∂S) dan bila n merupakan

vektor normal satuan keluar dari ∂S maka Z ∂S Z F ·n dS= Z Z S Z divF dV. Lihat Kalkulus vektor untuk pembuktian

Teorema 4.0.3 (Teorema Divergensi) Jikaadlah daerah terbatas dengan batas berupa permukaan mulus sepotong-sepotong S. Misal terdapat sebarang garis memotong S pada titik tertentu, selanjutnya untuk sebuah vektor normal satuan keluar n =n(x)dari S jugaw adalah vektor kontinyu dimanaw∈C1(Ω)

dan w∈C0( ¯Ω) maka Z Z Ω Z ∇ ·w dΩ = Z S Z w·n dS

Teorema 4.0.4 (Identitas Green) Jika u dan v adalah fungsi skalar pada

C2(Ω) dan C1( ¯Ω), maka teorema divergensi dan teorema identitas diferensial

∇ ·(u∇v) = ∇u· ∇v +u∇2v akan membentuk rumus identitas Green pertama

dan kedua sebagai berikut: Z Ω u∇2v dΩ = Z S u∂v ∂ndS− Z Ω ∇u· ∇v dΩ (4.4) Z Ω (u∇2v−v∇2u)dΩ = Z S (u∂v ∂n−v ∂u ∂n)dS (4.5) dimana ∂v ∂n = ∂v∂xn1+∂v∂yn2+∂v∂zn3 =∇ ·n

(35)

BAB 4. IDENTITAS PERTAMA DAN KEDUA GREEN 24 Bukti 4.0.1 Rumus identitas diferensial memberikan

∇ ·(u∇v) = ∇u· ∇v+u∇2v

u∇2v = ∇ ·(u∇v)− ∇u· ∇v

Z Ω u∇2v dΩ = Z Ω ∇ ·(u∇v)dΩ− Z Ω ∇u· ∇v dΩ Lihat teorema divergensi

= Z S u∇v·n dS− Z Ω ∇u· ∇v dΩ = Z S u∂v ∂n dS− Z Ω ∇u· ∇v dΩ

Selanjutnya untuk identitas Green yang kedua dapat dibuktikan sebagai berikut:

Z Ω (u∇2vv∇2u)dΩ = Z Ω u∇2v dΩ Z Ω v∇2u dΩ = Z S u∂v ∂n dS− Z Ω ∇u· ∇v dΩ Z S v∂u ∂n dS+ Z Ω ∇v· ∇v dΩ = Z S u∂v ∂n dS− Z S v∂u ∂n dS = Z S ¡ u∂v ∂n −v ∂u ∂n ¢ dS

(36)

BAB 5

Aplikasi PDP Order Dua

5.1

Vibrasi

5.1.1

Vibrasi Pada Senar

Vibrasi pada senar ini adalah suatu perumpamaan vibrasi pada dimensi satu. Pada aplikasi vibrasi dalam PDB peninjauan vibrasi ini hanya terfokus pada waktu t namun dalam PDP ini selain tergantung pada waktu posisi x juga dibicarakan. Misal y(x,t) adalah perpindahan dari titik setimbang pada saat t dan posisi x. Senar sangat fleksibel dan homogen sehingga tegangan merata disepanjang senar. Misal T(x, t) adalah besar tegangan dan ρ adalah densitas senar persatuan panjang maka dengan homogenitas senar gradien pada x+ ∆x adalah yx(x, t) atau [1yx], lihat Gambar 5.1 dan 5.2.

MisalT1 =T(x, t) danT2 =T(x+∆x, t) masing-masing tegangan kawat yang

terjadi di ujung-ujung P dan Q, maka kondisi dua gelombang, yaitu gelombang longitudinal (horisontal) dan transversal (vertikal) adalah sebagai berikut:

(37)

BAB 5. APLIKASI PDP ORDER DUA 26 1. pada gerakan horisontal

T1cosα = T2cosβ =T =Konstan

T1(1) p 1 +y2 x = pT2(1) 1 +y2 x =T =Konstan

2. pada gerakan vertikal

F = ma T2sinβ−T1sinα = ρ∆x∂ 2y ∂x2 T2yx p 1 +y2 x pT1yx 1 +y2 x = ρ∆x∂2y ∂x2. P Q x x + x l x y 0 α β ∆ T(x,t) T(x+ x,t)∆

Gambar 5.1: Vibrasi senar dalam sistem koordinat

P Q α β 1 y x 1 + yx2

(38)

BAB 5. APLIKASI PDP ORDER DUA 27 Bagi kedua ruas dengan T pada gelombang longitudinal maka

T2sinβ T2cosβ T1sinα T1cosα = ρ∆x T 2y ∂x2 1 ∆x[tanβ−tanα] = ρ 1 T 2y ∂x2.

Padahal tanβ adalah gradien padax+∆xsehingga tanβ =

µ dy dxx+∆x , demikian juga tanα adalah gradien pada x sehingga tanα=

µ dy dxx , sehingga 1 ∆x[ µ dy dxx+∆x µ dy dxx ] = ρ T 2y ∂x2. (5.1)

Ingat definisi turunan pertama dari f(x), lim ∆x→0 f(x+ ∆x)−f(x) ∆x =f 0(x) = ∂f(x) ∂x .

Dengan demikian persamaan (5.1) menjadi lim ∆x→0 1 ∆x[ µ dy dxx+∆x µ dy dxx ] = lim ∆x→0 ρ T 2y ∂x2 yxx = ρ Tytt

Dengan demikian vibrasi pada senar dalam simpangan u adalah

utt =c2uxx (5.2)

dimana c=

q

T

ρ, dan persamaan ini disebut juga persamaan umum gelombang

Selanjutnya variasi persamaan gelombang ini dinyatakan sebagai berikut: bila terdapat gaya redaman utt−c2uxx +rut= 0, r >0

bila terdapat gaya elastisitas transversal utt−c2uxx+ku= 0, k >0

bila terdapat gaya luar dan bebas dari gaya redaman dan elastisitas transver-salutt−c2uxx =f(x, t)

(39)

BAB 5. APLIKASI PDP ORDER DUA 28

5.1.2

Vibrasi Pada Membran

Misalu(x, y, t) adalah gerak vertikal membran dengan domain D dan tegan-gan T, lihat Gambar 5.3. Sebagaimana pada vibrasi senar dibawah ini akan berlaku. T p 1 +u2 x ¯ ¯ ¯ ¯ x+∆x x = T =Konstan T ux p 1 +u2 x ¯ ¯ ¯ ¯ x+∆x x = Z x+∆x x ρuttdx D u(x,t) n n n

Gambar 5.3: Vibrasi vertikal membran

Dalam dimensi dua tidak lain sama dengan turunan berarah ∂u

∂n sehingga

persamaan itu dapat ditransformasikan dalam F = Z s T∂u ∂n ds= Z D Z ρutt dxdy=ma Padahal ∂u

∂n =∇u·n =n· ∇u sehingga

= Z s T(∇u·n)ds= Z D Z ρutt dD = Z D Z ∇ ·(T∇u)dD= Z D Z ρuttdD Sehingga ∇ ·(T∇u) = ρutt,

(40)

BAB 5. APLIKASI PDP ORDER DUA 29 dimana T adalah konstanta. Rumus terakhir inilah persamaan vubrasi dalam membran yang dapat ditulis secara umum sebagai berikut:

utt =c2∇ · ∇u (5.3)

dimana c = qT

ρ. Dalam hal ini ∇ · ∇u = div gradu dan dikenal sebagai

per-samaan Laplace yang dapat dikembangkan menjadi: dalam dimensi dua ∇ · ∇u=uxx+uyy

dalam dimensi tiga ∇ · ∇u=uxx+uyy +uzz

Penulisan ∇ · ∇u= ∆usehingga bentuk terumum dari vibrasi adalah

utt =c2∆u (5.4)

5.2

Difusi

Fenomena difusi banyak terjadi pada perusahaan perusahaan yang mengeloh bahan baku cairan. Salah satu contoh adalah gerakan zat pewarna dalam zat cair. Gerakan itu terjadi dari konsentrasi yang lebih tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah. Tingkat gerakan berbanding lurus dengan arah konsentrasi (gradien berarah konsentrasi ∂u

∂n) yang selanjutnya dikenal dengan hukum difusi ”Fick”.

Misal u(x, t) adalah besar konsentrasi dengan satuan (massa per satuan pan-jang) dari zat pewarna pada posisi x pada pipa dalam waktu t, maka antara posisi x0 dan x1 jumlah massa dinyatakan dalam

M(t) =

Z x1

x0

(41)

BAB 5. APLIKASI PDP ORDER DUA 30 sehingga ∂M(t) ∂t = Z x1 x0 ut(x, t)dx. (5.5)

Dipahami juga bahwa perubahan massa tergantung pada perubahan konsentrasi masuk dan perubahan konsentrasi keluar sehingga

∂M(t)

∂t =k(ux(x1, t)−ux(x0, t)), (5.6) dimana k adalah konstanta proporsionalitas. Gabungan persamaan (5.5) dan (5.6) menghasilkan

Z x1

x0

ut(x, t)dx=k(ux(x1, t)−ux(x0, t)), (5.7)

kemudian turunkan terhadap x1

ut(x1,1) =kuxx1(x1, t),

dan ganti x1 =x sehingga ut(x, t) =kuxx(x, t) atau

ut=kuxx (5.8)

merupakan persamaan difusi yang dimaksud. Analog dengan vibrasi, persamaan difusi dapat dikembangkan menjadi

Z D Z utdD= Z s k∂u ∂n ds, lihat persamaan (5.7) Padahal ∂u

∂n =∇u·n =n· ∇u sehingga

Z D Z utdD = Z s k(∇u·n)ds = Z D Z ∇ ·(k∇u)dD = Z D Z k∇ · ∇u dD

(42)

BAB 5. APLIKASI PDP ORDER DUA 31 Sehingga ut =k∇ · ∇u yang secara umum ditulis sebagai

ut=k∆u

atau

ut =k(uxx+uyy) dalam dimensi dua (5.9)

ut =k(uxx+uyy +uzz) dalam dimensi tiga (5.10)

5.3

Aliran Panas

Penurunan rumus ini akan dikembangkan dari dua definisi khusus yang penulis anggap definisi ini dalam peristiwa fisik d=lahir dari beberapa aksioma-aksioma. Definisi 5.3.1 Misal B suatu benda pejal diruang, D sebarang daerah pejal diB

dengan batas permukaan S, lihat Gambar 5.4.

D

u(x,t)

n

n n

Gambar 5.4: Vibrasi vertikal membran

Bila u(x, y, z, t) adalah suhu di titik (x, y, z) pada B dan v kecepatan aliran panas pada B maka kecepatan itu disajikan dalam v = −k∇u dimana k adalah konduktivitas panas pada B. Jumlah panas yang keluar dari daerah D persatuan waktu adalah Hout(t) =

R

S

R

(43)

BAB 5. APLIKASI PDP ORDER DUA 32 H(t) = R RDR cρu dD, dimanacadalah kapasitas panas danρadalah rapat massa benda per satuan volum. Selanjutnya perubahan panas pada D adalah

∂H(t) ∂t = Z Z D Z cρutdD (5.11)

Definisi 5.3.2 Hukum Fourier mengatakan bahwa aliran panas dari yang bersuhu tinggi ke yang bersuhu lebih rendah sebanding dengan gradien suhu, dengan asumsi bahwa panas tidak akan lenyap kecuali meninggalkan daerah itu hanya melewati batas-batas permukaan S. Dengan demikian perubahan energi panas dalam D

sama dengan fluk panas melalui batas-batasnya, yaitu:

∂H ∂t = Z S Z k(n· ∇u)dS (5.12)

Dari (5.11) dan (5.12) dapat dikembangakan

Z Z D Z cρutdD = Z S Z k(n· ∇u)dS = Z Z D Z k∇ ·(∇u)dD = Z Z D Z k∇2u dD

atau cρut=k∇2u. Dalam bentuk yang paling umum adalah

ut=s2∆u

adalah persamaan aliran panas yang dimaksud, dimana s =

q

k

sebuah

kon-stanta.

5.4

Vibrasi dan Aliran Panas Stasioner

Bila peristiwa fisika tidak berubah dengan adanya perubahan waktu maka dikatakan ut = utt = 0 sehingga kedua peristiwa ini dapat dinyatakan dalam

(44)

BAB 5. APLIKASI PDP ORDER DUA 33 persamaan

∆u= 0 (5.13)

Persamaan ini selanjutnya dinamakan persamaan Laplace dan solusinya dikatakan fungsi harmonik. Sebagai contoh, misal kita menaruh benda panas dalam oven dan ditutup rapat-rapat. Bila tidak ada jumlah panas yang meninggalkan ruang tertutup itu suhunya akan terus konstan dan inilah yang dikatakan sebagai titik setimbang.

(45)

BAB 6

Deret Fourier

6.1

Himpunan Fungsi Ortogonal dan

Ortonor-mal

Solusi analitik berdasarkan deret Fourier dikembangkan dari konsep keortog-onalan dan keortonormalan fungsi-fungsi, oleh karena itu akan didahulukan pem-bahasan terhadap konsep ini. Suatu definisi keortogonalan dan keortonornalan yang diungkapkan oleh Powell menyebutkan bahwa

Definisi 6.1.1 Dua fungsi f dan g yang terdefinisi pada interval[a, b] dikatakan ortogonal bila Rabf(x)g(x)dx = 0.

Sebagai contoh Powell menyebutkan

Contoh 6.1.1 f(x) = sinnx, g(x) = sinmx atau f(x) = cosnx, g(x) = cosmx untuk n 6= m dan n, m bilangan asli, adalah fungsi-fungsi ortogonal pada selang interval [0, π]

(46)

BAB 6. DERET FOURIER 35 Definisi 6.1.2 Dua fungsi f dan g yang terdefinisi pada interval[a, b] dikatakan ortonormal bila f dan g ortogonal dan juga memenuhi sifat Rabf2(x)dx = 1 dan

Rb

ag2(x)dx= 1.

sebagai implikasi dari definisi ini maka Rfb(x)

af2(x)

dan Rgb(x)

ag2(x)

adalah fungsi-fungsi ortonormal pada selang [a, b], (1981 : 107-123).

Selanjutnya masih meneruskan penjelasan Powell tentang definisi himpunan fungsi ortogonal dan ortonormal

Definisi 6.1.3 Himpunan fungsi-fungsi©φ1, φ2, . . . , φn

ª

yang terdefinisi pada in-terval [a, b] dikatakan himpunan ortogonal pada selang tersebut bila

Z b

a

φn(x)φm(x)dx= 0 ∀n 6=m

dan dikatakan ortonormal bila Z b a φn(x)φm(x)dx=      0 Jikam6=m 1 Jikam=n Dengan demikian bila ©φ1, φ2, . . . , φn

ª

adalah himpunan fungsi-fungsi ortogonal maka untukγn = µ Rb a φ2n(x)dx1/2 >0, himpunan©φ1 γ1, φ2 γ2, . . . , φn γn ª adalah him-punan fungsi-fungsi ortonormal.

Definisi 6.1.4 Himpunan fungsi-fungsi©φ1, φ2, . . . , φn

ª

yang terdefinisi pada in-terval [a, b] dikatakan ortogonal terhadap fungsi bobot w(x) pada selang tersebut bila

Z b

a

w(x)φn(x)φm(x)dx= 0, ∀n6=m

dan dikatakan ortogonal terhadap fungsi bobot w(x) bila Z b a w(x)φn(x)φm(x)dx=      0 Jikam 6=m 1 Jikam =n

(47)

BAB 6. DERET FOURIER 36 Dapat dipahami bahwa definisi 6.1.3 adalah kasus khusus dari definisi 6.1.4 di-mana w(x) = 1.

6.2

Deret Fourier Diperumum

Untuk memberikan gambaran bagaimana konsep deret Fourier itu dibangun, diperlukan generalisasi dari beberapa definisi diatas. Beberapa konsep dibawah ini akan mengarahkan pada apa yang disebut dengan deret Fourier.

Definisi 6.2.1 Misal©φn(x)

ª

himpunan fungsi ortogonal pada interval[a, b]dan

f(x) adalah suatu fungsi yang terdefinisi pada selang tersebut, maka bila

cn=

Rb

afR(x)φn(x)dx b

2ndx

, deret dengan ekspresi

X

n=1

cnφn(x), x∈[a, b] (6.1)

merupakan deret Fourier diperumum dari f(x) pada interval [a, b] dimana cn

adalah koefisien Fourier dari f(x) terhadap himpunan ortogonal ©φn(x)

ª untuk

n = 1,2, . . .

Dua hal penting yang terjadi pada deret Fourier diperumum ini, 1. bila©φn(x)

ª

adalah himpunan ortonormal pada [a, b] maka cn menjadi

cn = Z b a f(x)φn(x)dx 2. bila ©φn(x) ª = ©1,cosnπx l sinnπxl ª

pada selang interval [−l, l] maka deret (6.1) menjadi a0 2 + P n=1 µ ancosnπxl +bnsinnπxl ¶ (6.2)

(48)

BAB 6. DERET FOURIER 37 dimana a0 = 1 l Z l −l f(x)dx (6.3) an = 1 l Z l −l f(x) cosnπx l dx (6.4) bn = 1 l Z l −l f(x) sinnπx l dx (6.5)

Persamaan (6.2) selanjutnya disebutDeret Fourierdarif(x) pada selang (−l, l) dana0, an, bnadalah koefisien-koefisien Fourier dengan formulasi pada (6.3), (6.4)

dan (6.5).

6.3

Deret Fourier Cosinus dan Sinus

Pada kasus-kasus khusus deret Fourier itu tidak muncul dengan dua suku namun hanya satu suku cosinus atau sinus. Deret Fourier yang seperti ini disebut deret Fourier cosinus atau sinus. Untuk menurunan rumus ini terlebih dahulu dapat diingat kembali fungsi genap dan ganjil. Sebagaimana dijelaskan dalam Seeley

Definisi 6.3.1 Fungsi f(x) dikatakan fungsi genap pada selang interval (−l, l)

apabila f(x) =f(−x) dan dikatakan fungsi ganjil bila f(x) =−f(x) untuk ∀x∈ (−l, l).

Sebagai contoh Seeley memberikan beberapa kategori Contoh 6.3.1 Fungsi-fungsi

1. f(x) = a,|x|, x2, x4, x8, x2n,cosαx,secαx adalah fungsi-fungsi genap pada

(49)

BAB 6. DERET FOURIER 38

2. f(x) = x, x3, x5, x7, x2n−1,sinαx, cosec αx,tanαx, ctan αx adalah

fungsi-fungsi ganjil pada selang interval (−l, l) dan (−∞,∞) (1982 :86-95).

Beberapa sifat yang dipenuhi fungsi-fungsi genap dan ganjil diberikan dalam aksioma berikut ini.

Aksioma 6.3.1 Bila fungsi f(x) adalah fungsi 1. fungsi ganjil pada selang interval (−l, l) maka

Z l

−l

f(x)dx= 0

2. fungsi genap pada selang interval (−l, l) maka Z l −l f(x)dx = 2 Z l 0 f(x)dx Aksioma 6.3.2 Bila

1. f dan g adalah fungsi genap pada selang interval (−l, l) maka f±g, αf, f g

dan f /g,(g 6= 0) genap pada (−l, l).

2. f dan g adalah fungsi ganjil pada selang interval (−l, l) maka f ±g, αf

ganjil sedangkan f g dan f /g,(g 6= 0) genap pada (−l, l).

3. f genap dan g ganjil pada selang interval (−l, l) maka f g dan f /g,(g 6= 0)

ganjil pada (−l, l).

Dengan demikian bila f(x) terdefinisi pada (−l, l), maka untuk f(x) genap berdasarkan aksioma 6.3.1 dan 6.3.2 deret Fourier (6.2) dari f(x) menjadi

a0 2 + X n=1 ancos nπx l (6.6)

(50)

BAB 6. DERET FOURIER 39 dimana a0 = 2 l Z l 0 f(x)dx an = 2 l Z l 0 f(x) cosnπx l dx

Deret (6.6) dikenal sebagaideret Fourier cosinus darif(x) pada selang (−l, l). Sementara untuk f(x) ganjil deret Fourier (6.2) darif(x) menjadi

X n=1 bnsin nπx l (6.7) dimana bn = 2 l Z l 0 f(x) sinnπx l dx

Deret (6.7) ini dikenal sebagaideret Fourier sinus darif(x) pada selang (−l, l). Misalf(x) terdefinisi pada selang interval (0, l), maka fungsif(x) dapat diper-luas pada selang (−l, l) sehingga f(x) genap pada selang ini dengan mengambil f(x) = f(−x) untuk (−l,0). Maka deret Fourier dari f(x) adalah

a0 2 + X n=1 ancos nπx l (6.8) dimana a0 = 2 l Z l 0 f(x)dx an = 2 l Z l 0 f(x) cosnπx l dx

Deret (6.8) merupakan deret Fourier cosinus dari f(x) pada selang (0, l). Dengan cara yang sama, f(x) dapat diperluas sehingga f(x) adalah ganjil pada selang (−l, l) dengan mengambilf(x) = f(−x) untuk (−l,0). Maka deret Fourier dari f(x) adalah X n=1 bnsin nπx l (6.9)

(51)

BAB 6. DERET FOURIER 40 dimana bn = 2 l Z l 0 f(x) sinnπx l dx

Deret (6.7) ini merupakan deret Fourier sinus dari f(x) pada selang (0, l). Sekarang kita tinjau deret Fourier dari f(x) pada selang (a, b). Ambil 2l = b−a sehingga (a, b) = (a, a+ 2l). Dengan mengambil a seagai −l dan b sebagai l maka deret Fourier dari f(x) pada selang (a, b) ditulis sebagai

a0 2 + X n=1 µ ancos 2nπx b−a +bnsin 2nπx l ¶ (6.10) dimana a0 = 2 b−a Z l −l f(x)dx an = 2 b−a Z l −l f(x) cosnπx l dx bn = 2 b−a Z l −l f(x) sinnπx l dx

Untuk lebih jelasnya dapat dikuti contoh berikut.

Contoh 6.3.2 Tentukan deret Fourier dari f(x) = x pada selang (0,1) Penyelesaian 6.3.1 Disinia= 0, b= 1 dengan demikian l =b−a= 1. Jadi

a0 = 2 1 Z 1 0 f(x)dx= 2 Z 1 0 x dx=x2 ¯ ¯ ¯ ¯ 1 0 = 1

(52)

BAB 6. DERET FOURIER 41 an = 2 Z 1 0 f(x) cos 2nπx dx= 2 Z 1 0 xcos 2nπx dx = 2 2nπ Z 1 0 x d(sin 2nπx) = 1 ¡ xsin 2nπx ¯ ¯ ¯ ¯ 1 0 Z 1 0 sin 2nπx dx¢ = 1 ¡ 0 + 1 2nπ cos 2nπx ¯ ¯ ¯ ¯ 1 0 ¢ = 1 2n2π2 ¡ cos 2nπ1¢= 0 bn = 2 Z 1 0 f(x) sin 2nπx dx= 2 Z 1 0 xsin 2nπx dx = 2 2nπ Z 1 0 x d(cos 2nπx) = 1 ¡ xcos 2nπx ¯ ¯ ¯ ¯ 1 0 Z 1 0 cos 2nπx dx¢ = 1 ¡ cos 2nπ 1 2nπ sin 2nπx ¯ ¯ ¯ ¯ 1 0 ¢ = 1 cos 2nπ = 1

Dengan demikian deret Fourier dari f(x) =x pada selang (0,1) adalah 1 2 1 π X n=1 sin 2nπx n

(53)

Soal-Soal Latihan

1. Tentukan sifat kelinieran, kehomogenan dan order dari PDP dibawah ini (a) ut−uxx = 0

(b) ut−uxx+xu= 0

(c) utt−uxx+x2 = 0

(d) ux(1 +u2x)1/2+uy(1 +u2y)1/2 = 0

2. Bila F = x5y2yz2 + 4xyz dan w = x2yzi+ 3xyz2j + (x2 z2)k maka

tentukan hal berikut ini (a) ∇F, ∇ ·w, ∇ ×w (b) ∇ · ∇F,∇ ·(∇ ×w)

(c) ∂w

∂n, dimana n adalah normal vektor satuanw.

3. Selesaikan persamaan partial order pertama berikut ini. (a) 5ut+ 3ux = 0, dengan sarat u(x,0) = sinx

(b) 3uy +uxy = 0, (Petunjuk : permisalkan v =uy)

(c) (1 +x2)u

x+uy = 0, dengan saratu(0, y) =y2

(d) 1−x2u

x+uy = 0, dengan sarat u(0, y) =y

(e) yux+xuy = 0, dengan saratu(0, y) =e−y

2

(54)

43 (f) ux+uy =ex+2y, dengan sarat u(x,0) =y

4. Berilah tandaX untuk menentukan jenis PDP order dua berikut.

No Persamaan Eliptik Parabolik Hiperbolik

1 2uxx−4uxy 6uyy+ux = 0 2 4uxx+ 12uxy + 9uyy 2ux+u= 0 3 uxx −x2yuyy = 0, (y >0) 4 e2xu xx+ 2ex+yuxy+e2yuyy = 0 5 2uxx−4uxy 6uyy+ux = 0 6 uxx+ 2uxy + 17uyy = 0 7 x2u xx+y2uyy = 0 (x >0, y >0) 8 uxx+ 2yuxy +xuyy−ux+u= 0 9 2xyuxy +xuy+yux = 0 10 uxx−8xyuxy +yux = 0 11 12yuxy −yuy +xyuxx = 0 12 20xyuxy−(1 +x)uy +x2yuxy = 0

13 xyuxy + (x21)uy+ (1 +y)ux = 0

14 14(x+ 1)yuyy+xuy +yuxy = 0

15 ux1x1 + 3ux1x2 + 3ux2x1+

ux2x2 +ux2x3 +ux3x2+

ux3x3 = 0

Tabel 6.1: PDP order dua menurut jenisnya.

5. Pada soal nomor 4 diatas, masing-masing tentukan kurva karaketeristiknya. 6. Ulangilah soal nomor 4 untuk menentukan bentuk kanonis dari

masing-masing persamaan.

7. Selesaikan persoalan dibawah ini.

(a) Suatu senar panjangnya 2 m direntangkan dan kedua ujungnya diikat. Kemudian titik tengahnya diangkat (ditarik) setinggih, dan selanjut-nya senar dilepas dengan kecepatan awal nol. Tentukan model PDP getaran senar ini lengkap dengan sarat bantunya.

(55)

44 (b) Suatu bola pejal homogen dengan jari-jari R. Misal suhu awal adal f(r), dimana variabel r adalah jarak ke titik pusat bola, dan suhu pada permukaan bola adalah nol, sehingga suhu dalam bola adalah fungsi u(r, t). Tentukan model PDP aliran panas ini.

8. Selesaikan soal-soal berikut ini.

(a) Buktikan bahwa f(x) = sinnx dan g(x) = cosmx untuk n 6= m, dan n, melemen bilangan asli adalah ortogonal

(b) Buktikan bahwaf(x) = 1 lsin nπx l danf(x) = 1lsin mπx l untukn 6=m,

dan n, melemen bilangan asli adalah ortonormal

(c) Buktikan bahwa fn(x) = sinnπx dimana n = 1,2, . . . adalah

him-punan fungsi ortogonal (d) Buktikan bahwa f(x) = 1

lsin nπx

l dimana n = 1,2, . . . adalah

him-punan fungsi ortonormal

(e) Tentukan deret Fourier dari fungsi f(x) =x, −π < x < π (f) Tentukan deret Fourier dari fungsif(x) =x2, −π < x < π

9. Selesaikan soal-soal berikut. (a) L{eat}, L{eat} (b) L{sinat}, L{cosat} (c) L{sinat}, L{cosat} (d) L1{1 s}, L1{e1at} (e) L1{ 1 s2+a2}, L1{s2+sa2} (f) sederhanakanL{ay00+by0+cy=0}

(56)

45 10. Buktikan bahwa u(x, y) = f(x)g(y) solusi dari PDP uuxy = uxuy untuk

seluruh pasangan berurut fungsi yang terdiferensialkan f dan g pada satu variabel.

11. Tunjukkan bahwa un(x, y) = sinnxsinhny merupakan solusi dari uxx +

uyy = 0 untuk setiap n >0.

12. suatu operator £dikatakn operator linier bila

£(u +v) =£u +£v £(cv) =c£v

dimana c adalah sebarang konstanta. Selanjutnya PDP £u = 0 adalah merupakan persamaan linier bila £ adalah operator yang linier. Untuk beberapa persamaan dibawah ini nyatakan ordernya, kelinierannya dan ke-homogenannya (a) ut−uxx+ 1 = 0 (b) ut−uxx+xu= 0 (c) ut−uxxt+uux = 0 (d) utt−uxx+x2 = 0 (e) iut−uxx+u/x= 0 (f) ux(1 +u2x)1/2+uy(1 +u2y)1/2 = 0 (g) ux+eyuy = 0 (h) ut+uxxxx+ 1 +u= 0

(57)

46 14. Selesaikan PDP 3uy +uxy = 0 (Petunjuk: Permisalkan v =uy).

15. Selesaikan PDP (1 +x2)u

x+uy = 0 denganu(0, y) = y2.

16. Selesaikan PDP yux+xuy = 0 dengan u(0, x) =e−y

2

. 17. Selesaikan PDP aux+buy+cu= 0.

18. Selesaikan PDP ux+uy +u=ex+2y denganu(x,0) = 0.

19. Gunakan metoda koordinat untuk menyelesaikan PDPux+2uy+(2x−y)u=

2x2+ 3xy2y2.

20. Suatu vektor didefinisikan sebagaif(x, y, z) = x2yzi+ 3xyz2j+ (x2z2)k.

Tentukan div f dan rotf.

21. Tentukan fluks keatas dari F = −yi+xi+ 9k yang melintasi permukaan bola z=p9−x2y2; 0x2+y2 4.

22. Diberikan w =w(x, y, z) = xi+yj +zk. Misal Ω adalah suatu bola yang berpusat di (0,0,0) dengan jari-jari a maka tunjukkan bahwa kasus ini memenuhi teorema divergensi diatas.

23. Amati persamaan difrensialuxx−4uxy + 4uyy = 0.

(a) Berikan informasi lengkap tentang tipe persamaan ini.

(b) Tunjukkan bahwa u(x, y) = f(y+ 2x) +xg(y+ 2x) untuk sebarang f dan g merupakan solusi persamaan tersebut. (Petunjuk : Gunakan substitusi langsung.)

(c) Untuk sarat bantu u(0, y) = e−3y+4 dan u

x(0, y) = 2y, tentukan solusi

(58)

47 24. Sebutkan jenis PDP order dua ini, (1 +x)uxx+ 2xyuxy−y2uyy = 0,

selan-jutnya tentukan kurva karakteristik dan bentuk kanonisnya.

25. (Teorema Divergensi.) Jika Ω adalah daerah sebarang dengan batas permukaan S, sedangkan n adalah vektor normal satuan kearah luar dari S maka untuk sebarang vektorv ∈Ck(Ω), k = 0,1,2 akan berlaku

Z Ω ∇ ·v dΩ = Z S v·n dS.

Selanjutnya buktikan bahwa untuk sebarang u Ck(Ω) tersebut akan

berlaku (a) Ru∇2v dΩ =R Su∂n∂v dS− R Ω∇u· ∇v dΩ (b) R¡u∇2vv∇2u¢dΩ =R S ¡ u∂v ∂n −v∂u∂n ¢ dS

26. Dalam fenomena riel suatu PDP akan muncul bersama-sama dengan sarat bantunya yaitu sarat batas dan sarat awal.

(a) Tentukan tiga jenis sarat batas yang anda ketahui (b) Bila diberikan model PDP

utt = c2uxx+h(x), 0< x < l, t >0

u(0, t) = A, ux(l, t) +αu(l, t) =A

u(x,0) = f(x), ut(x,0) =g(x)

tentukan sarat batas jenis apa yang dimiliki dan sebutkan pula sarat awalnya.

(c) Suatu kawat yang panjangnya l direntangkan dan titik tengahnya di-angkat (ditarik) setinggi h. Kemudian kawat tersebut dilepas den-gan kecepatan awal v(x) sehingga terjadi peristiwa getaran denden-gan

(59)

48 model persamaanutt =c2uxx, dimanau(x, t) menunjukkan simpangan

getaran kawat. Tentukan sarat bantu peristiwa getaran ini kemudian susun suatu model PDP lengkap dengan sarat bantunya, lihat point (b). 27. Diketahui f(x) =              1; 0< x < π 2 : π < x <f(x+ 2π)

(a) Gambarlah fungsi tersebut.

(b) Tentukan deret Fourier yang sesuai dengan f(x).

(c) Berdasarkan jawaban (b) diatas tentukan f(0), f(π) dan f(2π) (d) Dengan memasukkan nilai x= π

2 pada deret Fourier soal (b), tentukan

deret numerik untuk π

4.

28. f(x) adalah fungsi periodik dengan periode 2π, dan didefinisikan dengan f(x) =x, −π < x < π

(a) Tentukan deret Fourier yang sesuai untuk f(x). (b) Dengan memasukkan nilai x = π

2 pada deret Fourier pada soal (a),

tentukan deret berganti-ganti tanda untuk π

4

(c) Dari deret Fourier (a), hitunglah f(x) untukx=−π dan x=π. 29. HitunglahRπ0exsinnxdx

(60)

49 30. Tunjukkan bahwaf(x) yang didefinisikan oleh

f(x) =              −k; −π < x <0 k : 0< x < π f(x+ 2π)

adalah fungsi ganjil, dan gambarlah. Kemudian tentukan deret fourier sinus dari f(x).

31. Tunjukkan bahwaf(x) yang didefinisikan oleh

f(x) =              x+ 1; 0< x < π −x+ 1 : −π < x <0 f(x+ 2π)

adalah fungsi genap, dan gambarlah. Kemudian tentukan deret fourier cosinus dari f(x).

32. Deret Fourierf(x) pada selang interval (−l, l) adalah a0 2 + X n=1 ¡ ancos l x+bnsin l x ¢

dimana a0, an dan bn adalah koefisien-koefisien Fourier yang terdefinisi

se-cara khusus. Selanjutnya bila

f(x) =      0; −π 2 < x <0 2 : 0< x < π 2

Tentukan deret Fourier f(x) ini pada selang interval (−π

2,

π

Gambar

Gambar 2.1: Transformasi sistem koordinat
Gambar 4.1: Luas Permukaan.
Gambar 5.1: Vibrasi senar dalam sistem koordinat
Gambar 5.3: Vibrasi vertikal membran
+3

Referensi

Dokumen terkait

Proses audit yang dilakukan oleh auditor dapat diukur berdasarkan lamanya hari yang dibutuhkan untuk memperoleh laporan auditor independen atas audit laporan

Ekstrak air herba putri malu yang diberikan secara oral dengan dosis 5000 mg/kg BB tidak menyebabkan perubahan aktivitas pada mencit Swiss Webster betina.. LD 50

Dengan latar belakang yang telah disebutkan di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana Penerapan Hukuman dalam merubah perilaku siswa menjadi lebih baik

Penelitian dengan judul “Implementasi Dan Analisis Algoritma One Time Pad Sebagai Keamanan Data Pada Software As A Services Berbasis OwnCloud” ini disusun dalam rangkaian

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekosmopolitan petani mendengarkan radio atau menonton televisi dalam pengelolaan usa- hatani padi sawah di Desa Lamooso memiliki

lemari obat terdaftar dan diberi label dengan nama generik di samping setiap nama merek yang digunakan, tanggal kadaluwarsa dan kondisi penyimpanan, serta sesuai

El present treball ens descobreix el passat m i n er del nostre país en form a d'un ampli inventari argueològic.. Molera (La

Berdasarkan hasil penelitian ini telah diperoleh kesimpulan, sebagai berikut: Hasil penelitian tentang perspektif akuntan inter- nal pada lembaga keuangan syariah di