• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Input-Output Pemupukan Beberapa Varietas Jagung di Lahan Kering. Muh. Taufik dan Muhammad Thamrin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Input-Output Pemupukan Beberapa Varietas Jagung di Lahan Kering. Muh. Taufik dan Muhammad Thamrin"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

TAUFIK DAN THAMRIN: ANALISIS INPUT-OUTPUT USAHATANI JAGUNG

Analisis Input-Output Pemupukan Beberapa Varietas Jagung

di Lahan Kering

Muh. Taufik dan Muhammad Thamrin

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 17,5 Makassar, Sulawesi Selatan

ABSTRACT. I nput-Output Anal ysis of Ferti liz ation on Selected Maize Varieties in Dryland Area. Field experiment

was conducted at the experimental farm of Jeneponto, South Sulawesi from November 2005 to April 2006, to determine the growth and yield of some selected maize varieties due to fertilization. Four maize varieties (Srikandi Kuning, Sukmaraga, Lamuru, and BISI-2) and two fertilization levels: farmer’s practice (250 kg urea/ha) and

higher recommended rate in the area (250 kg urea, 100 kg ZA, 100 kg SP36, and 100 kg KCl/ha) were arranged in a factorial treatments on a complete block design, replicated three times. Results showed that Srikandi Kuning variety produced higher yield than BISI-2. Recomended fertilizer rate gave almost double grain yield as compared to that of farmer’s practice. Higher yield was supported

by taller plant and bigger kernel size, and it gave 76% competitive advantages over farmer’s practice.

Keywords: Maize, dryland, fertilization, variety

ABSTRAK. Informasi takaran pemupukan yang optimal pada

usahatani jagung belum banyak tersedia, sehingga pupuk yang diberikan adakalanya kurang atau berlebihan. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan (KP) Jeneponto Sulawesi Selatan, dari bulan Nopember 2005 sampai April 2006, untuk mengetahui pertumbuhan dan hasil beberapa varietas jagung dengan pemupukan dan analisis input-outputnya. Empat varietas jagung (Srikandi Kuning, Sukmaraga, Lamuru, BISI-2) dan dua tingkat pemupukan yakni; cara petani (urea 250 kg/ha), dan anjuran (urea 250 kg, ZA 100 kg, SP36 100 kg, KCl 100 kg/ha) disusun menurut rancangan acak kelompok faktorial dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah varietas dan kedua pemupukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas Srikandi Kuning memberikan hasil lebih tinggi dari varietas BISI-2, tetapi relatif sama dengan varietas Sukmaraga dan Lamuru. hasil jagung yang diberi pupuk anjuran hampir dua kali lipat lebih tinggi dari cara petani. Hal ini ditunjang oleh penampilan tanaman yang lebih baik dan bobot 1.000 biji lebih tinggi (ukuran biji lebih besar). Untuk itu, keuntungan yang diperoleh dari perlakuan pemupukan anjuran 75,71% lebih tinggi bila dibanding pemupukan cara petani. Kata kunci: Jagung, lahan kering, pemupukan, varietas

P

ha (Ditjen Bina Produksi Tanaman Pangan 2007).roduktivitas jagung nasional baru mencapai 3,1 t/ Di tingkat penelitian, produktivitas berkisar antara 4,5-10,0 t/ha, bergantung pada kondisi lahan dan tingkat penerapan teknologi (Subandi 2003; Balitsereal 2007).

Di antara komponen teknologi produksi, varietas unggul (baik hibrida maupun bersari bebas) mempunyai peranan penting dalam peningkatan produktivitas jagung. Selain varietas, pemupukan juga berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas jagung. Data menunjukkan bahwa tanaman jagung yang kekurangan nitrogen hasilnya turun sampai 30%. Fosfor berperan

dalam pembentukan bunga, buah, biji, dan per-kembangan akar yang pada gilirannya meningkatkan kualitas tanaman. Kekurangan fosfor mempengaruhi aspek metabolisme dan pertumbuhan tanaman, khususnya pembentukan tongkol dan biji tidak normal (Sutoro et al. 1988). Demikian juga kalium, tanaman jagung yang kekurangan kalium mengakibatkan hasilnya turun sampai 10%.

Di Kabupaten Jeneponto, jagung ditanam di lahan kering dengan produktivitas yang masih rendah, rata-rata 3,5 t/ha (BPS Jeneponto 2007). Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain terjadinya fluktuasi curah hujan pada periode tumbuh tanaman, mutu benih kurang baik, dan kurangnya input pupuk yang digunakan petani.

Jenis jagung hibrida terutama BISI-2 banyak diminati petani di Kabupaten Jeneponto, karena tidak rebah, tahan penyakit bulai, dan bijinya cepat kering setelah panen. Namun belum semua petani mampu membeli benih BISI-2 karena harganya yang cukup mahal, 43,4% dari total biaya produksi jagung. Petani yang belum menggunakan BISI-2 kebanyakan melakukan regenerasi benih sendiri dari jenis hibrida atau benih bersari bebas (Saenong et al. 2004 ). Penggunaan benih regenerasi, terutama dari jenis hibrida, menyebabkan tingginya variabilitas keragaan tanaman dan produktivitas menurun. Dalam menunjang pengembangan usahatani jagung di Jeneponto khususnya dan Sulawesi Selatan pada umumnya perlu ditemukan varietas pengganti dari jenis bersari bebas yang harga benihnya cukup murah dan terjangkau oleh petani.

Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa jagung bersari bebas mempunyai produktivitas yang cukup tinggi. Varietas Lamuru mampu menghasilkan 8,1 t/ha di Pangkep (Wahid 2004), Srikandi Kuning 7,9 t/ha, Sukmaraga 8,5 t/ha, dan Kresna 7 t/ha (Subandi dan Syafruddin 2004). Varietas unggul jagung bersari bebas belum banyak diketahui petani, terutama di Jeneponto. Pemupukan merupakan tindakan budi daya penting, karena pencapaian produktivitas yang tinggi sangat bergantung pada dosis, waktu pemberian, jenis, dan cara aplikasi pupuk. Jagung membutuhkan hara N 120-180 kg/ha (Halliday and Trenkel 1992), sedangkan N

(2)

yang terangkut oleh tanaman jagung hingga panen 129-165 kg N/ha dengan tingkat hasil 9,5 t/ha (Barber and Olson 1968 dalam Halliday and Trenkel 1992) Petani di Jeneponto umumnya hanya menggunakan pupuk urea 250 kg/ha tanpa SP36 dan KCl. Tanah di daerah pertanaman jagung umumnya miskin hara sehingga diperlukan tambahan pupuk dalam jumlah yang mencukupi (Thamrin dan Tandisau 2005; 2006). Kondisinya lebih diperburuk dengan cara pemberian pupuk yang hanya ditempatkan di atas permukaan tanah tanpa penimbunan. Menurut Akil (2006), pemberian pupuk secara ditugal di samping tanaman dapat meningkatkan efisiensi pupuk sebesar 49% dibandingkan dengan yang diberikan di atas permukaan tanah. Penggunaan pupuk oleh petani belum rasional dan belum berimbang. Rekomendasi pemakaian pupuk yang ada masih bersifat umum, sementara kondisi lahan berbeda sesuai dengan karakterisik tanah. Hal tersebut menyebabkan penggunaan pupuk tidak efisien sehingga pendapatan petani belum optimal.

Sebagai upaya peningkatan produktivitas jagung, pada tahun 2005/2006 di Kebun Percobaan (KP) Jeneponto telah dilakukan penelitian untuk mengetahui daya hasil dan efektivitas pemupukan pada beberapa varietas jagung bersari bebas.

BAHAN DAN METODE

Pengkajian dilaksanakan di KP Jeneponto, Sulawesi Selatan, berlangsung dari bulan Nopember 2005 sampai April 2006. Pengkajian menggunakan rancangan acak kelompok faktorial 4 x 2 dengan tiga ulangan. Varietas yang diuji (A) yaitu: Srikandi kuning (A1); Sukmaraga (A2); Lamuru (A3); dan BISI-2 (A4), sedangkan pemupukan terdiri atas dua cara yaitu cara petani (B1) hanya menggunakan pupuk urea 250 kg/ha, dan pemupukan 250 kg urea, 100 kg ZA, 100 kg SP36, dan 100 kg KCl/ ha (B2). Varietas jagung Srikandi Kuning yang dilepas pada tahun 2004 merupakan jagung berprotein tinggi (Quality Protein Maize, QPM). Setiap perlakuan menggunakan petak yang berukuran 10 m x 5,5 m dengan delapan kombinasi perlakuan. Dengan demikian terdapat 24 petak percobaan. Penanaman dilakukan secara tugal dengan jarak tanam 75 cm x 40 cm, dua tanaman per lubang. Penanaman dan pemeliharaan tanaman dilakukan oleh petani dengan bimbingan teknis langsung dari teknisi lapangan.

Untuk cara petani, pemupukan pertama diaplikasi-kan 1/3 dosis urea pada 10 HST, dan 2/3 dosis sisanya diaplikasi pada umur 40 HST. Pemupukan sesuai anjuran, aplikasi pupuk pertama dilakukan pada umur 7 HST dengan takaran semua SP36, KCl, ZA, dan 1/3 urea,

kedua pada umur 40 HST dengan 2/3 dosis urea. Penyiangan dilakukan dua kali, yaitu pada umur 14 HST dan 45 HST, menggunakan alat berupa sangko dan sabit. Pengamatan dilakukan terhadap tanaman dengan mengambil 15% dari populasi sampel, setelah dikeluar-kan tanaman pinggir. Hal yang diamati adalah tinggi tanaman, bobot 1.000 biji, dan hasil biji kering kadar air 14%, kemudian dilakukan analisis input-output berdasarkan harga di tingkat petani setempat. Data dianalisis dengan metode varians menggunakan statistik, sedang analisis ekonomi didasarkan pada nilai input-output.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keragaan Varietas

Analisis statistik menunjukkan bahwa interaksi varietas dan cara pemupukan tidak nyata dalam hal tinggi tanaman, bobot 1.000 biji, dan hasil. Namun keragaan varietas berbeda nyata dalam hal tinggi tanaman, bobot 1.000 biji, dan hasil. Cara pemupukan juga nyata pengaruhnya keempat parameter tersebut (Tabel 1).

Tinggi tanaman merupakan salah satu penciri varietas. Kendali genetik terhadap sifat ini cukup besar, tetapi kendali faktor lingkungan juga turut menentukan. Selain itu tinggi tanaman juga menjadi indikator pertumbuhan tanaman untuk varietas yang sama. Tanaman yang lebih tinggi sampai pada batas tertentu umumnya mempunyai pertumbuhan yang lebih baik. Pada Tabel 1 tampak bahwa tanaman Srikandi Kuning nyata lebih tinggi dari varietas Lamuru tetapi tidak nyata dibandingkan Sukmaraga dan BISI-2. Pertumbuhan Srikandi Kuning rata-rata 17,7% lebih tinggi dari Lamuru 7,5% dari Sukmaraga, dan 8,3% dari BISI-2.

Bobot 1.000 biji adalah komponen penentu produktivitas. Data pada Tabel 1 memperlihatkan

Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman, bobot 1.000 biji, dan hasil jagung. Jeneponto, 2007.

Tinggi Bobot

Varietas tanaman 1.000 biji Hasil (cm) (g) (t/ha) Srikandi Kuning 192,0 a 280,5 a 5,3 a Sukmaraga 177.5 ab 273,5 ab 4,6 ab Lamuru 158,5 b 271,5 ab 4,2 ab Bisi-2 176,0 ab 239,0 b 3,3 b KK ( %) 15,6 9,4 18,6

Angka selajur yang dikuti oleh huruf yang sama tidak nyata menurut uji 0,05 BNT.

(3)

hubungan antara bobot biji dengan produktivitas yang sangat kuat, yang ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi sebesar 0,84 (r = 0,84). Bobot biji Srikandi Kuning nyata lebih tinggi dibandingkan dengan BISI-2, tetapi tidak berbeda nyata dengan bobot biji Sukmaraga dan Lamuru.

Varietas yang adaptif dengan kondisi lingkungan wilayah pengembangan akan menjadi pilihan bagi petani. Pada Tabel 1 tampak bahwa produktivitas dari varietas yang diuji masih di bawah potensi genetiknya. Hal ini terjadi karena kondisi wilayah yang kurang mendukung. Selama periode pertumbuhan tanaman seringkali curah hujan sangat rendah. Lokasi pengkajian termasuk daerah dengan tipe iklim C, rata-rata curah hujan tahunan 665 mm. Untuk wilayah yang mempunyai periode hujan singkat dan berpeluang mengalami kekeringan sebaiknya menanam varietas komposit yang toleran kekeringan seperti Lamuru (Badan Litbang Pertanian 2008).

Dari percobaan ini terlihat bahwa hasil jagung masih rendah dibandingkan dengan potensi yang dapat dicapai. Penyebab rendahnya hasil adalah curah hujan yang tidak menguntungkan, baik jumlah maupun pe-nyebaran, serta adanya serangan belalang. Di beberapa tempat tanaman sempat mengalami kekeringan berat pada awal pertumbuhan hingga berumur 2 bulan (Gambar 1). Hal ini mengakibatkan hasil rendah. Di lokasi percobaan belalang mulai menyerang pada saat tanaman berumur sekitar 2 bulan dan berkembang secara cepat, sehingga merusak daun tanaman.

Produktivitas Srikandi Kuning nyata lebih tinggi dari BISI-2, tetapi tidak nyata dengan Sukmaraga dan

Lamuru. Produktivitas Srikandi Kuning rata-rata 5,3 t/ha atau 59,3% lebih tinggi dari BISI-2.

Pemupukan merupakan tindakan penting pada budi daya jagung. Kesalahan dalam pemupukan bukan saja tidak meningkatkan produktivitas tetapi juga me-nimbulkan pemborosan. Pada wilayah pengembangan jagung yang intensif seperti Jawa Timur, pemberian pupuk 700-800 kg urea/ha dengan hasil jagung mencapai 10-12 t/ha. Pemberian pupuk dalam jumlah tersebut termasuk sangat tinggi dan tidak efisien. Menurut Tanaki et al. (1988) jumlah pupuk N yang diberikan ke tanah hanya dapat diserap 55-60%. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian 180 kg N/ha (400 kg urea/ha) merupakan takaran yang optimum untuk tanaman jagung.

Pada Tabel 2 tampak bahwa tinggi tanaman, bobot 1.000 biji, dan hasil biji kering nyata meningkat bila dipupuk lengkap sesuai anjuran. Tinggi tanaman, bobot 1000 biji, dan hasil pada perlakuan lengkap (B2) masing-masing 28,9%; 24,1%; dan 92,8% lebih tinggi dibanding cara pemupukan petani (B1). Pemupukan yang di-praktekkan petani hanya menggunakan urea 250 kg/ha tanpa SP36 dan KCl. Unsur P dibutuhkan tanaman sebagai bahan senyawa dalam sel dan organella. Fosfat berhubungan dengan senyawa metabolisme, seperti asam nucleat dan nukleotida sebagai bahan pengendali genetik. Tanaman yang kekurangan P mengalami gangguan pertumbuhan dan produktivitas (Buckman and Brady 1984). Menurut Mollah et al. (2006), perlakuan pupuk lengkap (N, P, dan K) memberikan hasil yang lebih tinggi. Selanjutnya Tandisau et al. (2005) mengungkapkan bahwa pemupukan yang tidak

Gambar 1. Curah hujan 10 tahun terakhir di Jeneponto (1994-2003 dan tahun 2004-2005).

10 0 50 100 150 200 250

APR MEI JUN JUL AGS SPT OKT NOP DES JAN PEB MAR

Bulan C u ra h h u ja n (m m ) 1994-2003 2004-2005 Panen Tanam 10 0 50 100 150 200 250

APR MEI JUN JUL AGS SPT OKT NOP DES JAN PEB MAR

Bulan C u ra h h u ja n (m m ) 1994-2003 2004-2005 Panen Tanam

(4)

lengkap pada tanaman jagung akan menyebabkan kualitas pertumbuhan berkurang, dan hasil turun 10-30%.

Analisis Input-Output

Pendapatan yang layak merupakan sasaran akhir dari sistem usahatani dengan harapan akan memberikan kesejahteraan bagi petani dan keluarganya. Namun petani hanya menggunakan urea saja karena mereka tidak memiliki dana tunai untuk membeli SP36 dan KCl. Hal ini berpengaruh terhadap produktivitas dan pendapatan. Pada Tabel 3 diperlihatkan analisis pendapatan menurut cara pemupukan.

Pada Tabel 3 tampak bahwa penggunaan pupuk pada tanaman jagung menurut anjuran layak secara ekonomi. Tambahan pengorbanan biaya pembelian pupuk sebesar Rp 490.000 menambah pendapatan Rp 1.951.667. Kenyataan ini menunjukkan bahwa pemupukan menurut anjuran lebih menguntungkan dibandingkan dengan pemupukan cara petani.

Analisis input-output dimaksudkan untuk me-ngetahui rasio antara input pupuk yang digunakan dan output atau hasil yang diperoleh. Dalam konteks ini, dosis pemupukan digunakan untuk mengukur output akibat pengorbanan satuan input.

Pada Tabel 4 dapat dilihat fenomena yang menarik. Walaupun rasio input-output dari masing-masing varietas pada pemupukan cara petani lebih besar dibandingkan dengan pemupukan anjuran, tetapi

penerimaan lebih besar pada pemupukan anjuran. Hal ini disebabkan karena input pupuk yang digunakan petani lebih rendah. Artinya masih terdapat peluang untuk menambah input. Rasio input-ouput pada cara petani mencapai16,1 yang berarti setiap penambahan satuan input pupuk mendatangkan penerimaan sebesar Rp 7-16. Sementara pada pemupukan anjuran, setiap pengeluaran satuan input pupuk akan mendatangkan penerimaan sebesar Rp 5-7.

Rasio input-output tertinggi pada pemupukan anjuran adalah varietas Srikandi Kuning, kemudian diikuti oleh Sukmaraga, Lamuru, dan BISI-2. Pada pemupukan cara petani, nilai rasio input-output terbesar dicapai oleh Srikandi kuning. Pemilihan dosis pupuk berdasarkan capaian produktivitas tidak selamanya tepat. Dari sudut pandang agribisnis, pemilihan dosis pemupukan seharusnya juga mempertimbangkan rasio input-output.

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Varietas jagung bersari bebas Srikandi Kuning paling potensial dikembangkan pada lahan kering di Jeneponto, dengan produktivitas 59% lebih tinggi dari BISI-2, 14% dari Sukmaraga, dan 27% dari Lamuru. Srikandi Kuning juga mempunyai nilai rasio input-output tertinggi pada pemupukan menurut cara petani.

Tabel 2. Rata-rata tinggi tanaman, bobot 1.000 biji, dan produktivitas jagung menurut perlakuan pemupukan.

Tinggi Bobot

Pemupukan tanaman 1.000 biji Produktivitas (cm) (g) (t/ha)

Cara petani 148,6 b 232,8 b 2,8 b Anjuran 191,6 a 289,0 a 5,3 a

Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 0,05 BNT

Tabel 3. Analisis pendapatan usahatani jagung berdasarkan pemupukan.

Pemupukan Fisik pupuk Nilai Nilai produksi Pendapatan (kg/ha) (Rp) (Rp) (Rp)

Cara petani 250 urea 325.000 2.895.000 2.570.000 Anjuran 250 urea + 815.000 5.336.667 4.521.667

100 SP36 + 100 KCl + 100 ZA

Selisih - 490.000 2.441.667 1.951.667

Tabel 4. Rasio input-ouput pemupukan varietas jagung bersari bebas, 2007.

Pemupukan cara petani Pemupukan anjuran Varietas

Nilai input Nilai output Rasio Nilai input Nilai output Rasio (Rp ‘000) (Rp ‘000) (Rp’000) (Rp’000)

Srikandi Kuning 275 4.420 16,1 875 6.160 7,0

Sukmaraga 275 3.300 12,0 875 5.950 6,8

Lamuru 275 2.940 10,6 875 5.400 6,2

(5)

2. Rekomendasi pemupukan jagung 250 urea + 100 Za + 100 SP 36 + 100 KCl kg/ha perlu diterapkan di tingkat petani. Rekomendasi pemupukan ini mampu meningkatkan produktivitas sebesar 84% dan keuntungan sebesar 76%.

3. Produktivitas dan pendapatan pada perlakuan cara petani masih dapat ditingkatkan dengan penambahan input pupuk.

DAFTAR PUSTAKA

Akil, M. 2006. Evaluasi cara pemberian bentuk dan formulasi pupuk an organik pada tanaman jagung. Prosiding Seminar Nasional Hasil-hasil Penelitian dan Pengkajian Spesifik Lokasi. BP2TP. Bogor.

Badan Litbang Pertanian. 2008. Pengelolaan tanaman terpadu jagung. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.

Balitsereal. 2007. Panduan teknologi produksi jagung bersari bebas. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros.

BPS Kab. Jeneponto. 2007. Jeneponto dalam angka. Kerja sama Bappeda dengan Biro Pusat Statistik Jeneponto.

Buckman, H.O. dan N.C. Brady 1984. The nature and properties of soil. TheMacmillan Company, New York.

Ditjen Tanaman Pangan.2007. WWW.deptan.go.id

Halliday, D.J. and M.E. Trenkel. 1992. IFA world fertilizer use manual. International Fertilizer Industry Association. Paris. Mollah, A., Hermansyah, dan Yunus Musa. 2006. Kajian pemupukan

dan varietas jagung pada tiga wilayah pengembangan. Prosiding Seminar Nasional Hasil-hasil Penelitian dan Pengkajian Spesifik Lokasi. BP2TP. Bogor.

Saenong, S., Syafaruddin, Yamin Sunuseng, dan Rahmawati. 2004. Teknologi produksi dan prosessing benih jagung menunjang

ketersediaan benih di pedesaan. Prosiding Seminar Nasional. Kerjasama Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dengan BPTP Sulsel. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. p.222-237. Subandi. 2003. Peranan benih berkualitas varietas unggul dalam

meningkatkan produksi jagung. Makalah pada Sosialisasi Produksi Benih Jagung Unggul Nasional dan Distribusinya. Maros, 15-21 Desember 2003. Balitsereal.

Subandi dan Syafruddin. 2004. Pengelolaan tanaman jagung di Sulawesi Selatan menunjang Sulawesi Corn Belt. Prosiding Seminar Nasional. Kerja sama Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dengan BPTP Sulsel. Pusat Penelitian dan Pengembagngan Pertanian. p. 211-222.

Sutoro, Y. Sulaiman, dan Iskandar. 1988. Budi daya jagung. Dalam

Subandi, M. Syam, dan A. Wijono (Eds.). Jagung. Puslitbangtan. Bogor.

Tandisau, F., Amir Syam, Muh. Thamrin dan Sahardi. 2005. Pengelolaan hara P dan K spesifik lokasi pada jagung lahan kering di Sulawesi Selatan. Makalah pada Workshop Pengelolaan Hara Spesifik Lokasi (PHSL) Jagung di Brastagi, 1-4 Mei 2005. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.

Wahid, S. 2004. Uji adaptasi/multilokasi jagung berpotensi hasil tinggi di Sulawesi Selatan. Laporan Hasil Penelitian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan.

Tanaki, J.D., P.G. Patel, dan S.D. Tahnki. 1988. Response of hybrid maize (Zea Mays L.) to graded levels of nitrogen, phosphorus, and potash in the summer season. Gujrat Agril. Univ. Res. J. 14:55-57.

Thamrin, M., dan P. Tandisau. 2005. Peningkatan produktivitas jagung hybrid melalui teknologi pemupukan spesifik lokasi lahan kering iklim kering. Prosiding Seminar. Jagung. Balitsereal. Maros.

Thamrin, M., dan P. Tandisau. 2006. Perbaikan teknologi pemupukan N, P, dan K dengan pendekatan omision plot pada jagung dilahan kering iklim kering. Prosiding Seminar.

Gambar

Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman, bobot 1.000 biji, dan hasil jagung. Jeneponto, 2007.
Gambar 1. Curah hujan 10 tahun terakhir di Jeneponto (1994-2003 dan tahun 2004-2005).
Tabel 4. Rasio input-ouput pemupukan varietas jagung bersari bebas, 2007.

Referensi

Dokumen terkait

Klon CIP 392781.1 lebih toleran terhadap penyakit layu bakteri, meskipun hasil panen klon/varietas yang diuji masih rendah tetapi hasil panen CIP 392781.1 lebih tinggi

sereus untuk mengembangkan potensi lingkungan melalui budidaya ramah lingkungan sebagai alternatif matapencahrian. Kelima , ada sarana kramba apung yang digunakan oleh

Tabel 4.3 memperlihatkan tidak didapatkan perbedaan bermakna antara proporsi rumah positif larva di daerah kontrol dan intervensi sebelum pemberian Bti yang berarti

Karbohidrat netral terdistribusi pada kelenjar esofagus dengan reaksi positif kuat sedangkan lamina epitel serta jaringan ikat longgar di lamina propria dengan reaksi

Para siswa pada umumnya hanya tahu soal meminjam dan membaca buku perpustakaan saja dan itupun dilakukan dalam waktu yang teramat singkat, yaitu pada jam-jam

Bila dalam pemeriksaan tersebut terdapat barang dagangan yang cukup banyak sementara di dalam manifest diberitahukan nihil, atau barang larangan yang mem-

Untuk itulah menarik untuk melihat bagaimana merancang arsitektur yang tak hanya kontekstual akan iklim lingkungannya namun juga jamannya melalui arsitektur De Driekleur,

Hasil uji regresi linear berganda selanjutnya di uji F (pengujian simultan) untuk mengetahui bahwa variabel bebas (Apoteker Pengelola Apotek) secara simultan