BAB II
TINJAUAN TEORI
A.Nifas
1. Definisi
Masa nifas adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika
alat- alat kandungan kembali seperti keaadaan sebelum hamil (Saleha,
2009). Masa nifas atau puerpurium di mulai sejak 1 jam setelah lahirnya
plasenta samapai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu (Prawirohardjo,
2006). Masa nifas atau puerpurium adalah periode waktu atau masa dimana
organ-organ reproduksi kembali kepada keadaan tidak-hamil. Masa ini
membutuhkan waktu sekitar 6 minggu (farrer, 2001). Jadi masa nifas adalah
proses penyembuhan organ-organ reproduksi, waktu kembali pada keadaan
tidak hamil membutuhkan waktu maksimal 6 bulan.
2. Tahap Masa Nifas
Masa nifas merupakan rangkaian setelah proses persalinan dilalui
oleh seorang wanita, beberapa tahapan masa nifas yang harus dipahami
adalah
a. Puerpurium dini yaitu pemulihan dimana ibu telah diperbolehkan
berdiri dan berjalan-jalan.
b. Puerpurium intermedial yaitu pemulihan menyeluruh alat-alat genital
c. Remote puerpurium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan
sehat terutama bila selama hamil atau bersalin memiliki komplikasi
(Dewi dkk, 2011).
3. Fisiologi masa nifas (menurut farrer, 2001).
a. Uterus
Pada akhir kala tiga persalinan, fundus uteri berada setinggi
umbilikus dan berat uterus 1000 gram. Uterus kemudian mengalami
involusi dengan cepat selama 7-10 hari pertama dan selanjutnya proses
involusi ini berlangsung lebih berangsur-angsur. Setelah postnatal 12
hari, uterus biasanya sudah tidak dapat diraba melalui abdomen, dan
setelah 6 minggu, ukurannya sudah kembali pada ukuran tidak hamil,
yaitu tingginya 8 cm dengan berat 50 gram. Segera setelah lahirnya
plasenta, pada uterus yang berkontraksi posisi fundus uteri berada
kurang lebih pertengahan antara umbilicus dan simpisis, atau sedikit
lebih tinggi. Uterus segera setelah kelahiran bayi, plasenta dan selaput
janin beratnya sekitar 1000 gram. Kemudian setelah 1 minggu berat
uterus menurun sekitar 750 gram dan uterus turun sampai kembali pada
berat yang biasanya pada saat tidak hamil yaitu 30 gram pada minggu
Tabel 2.1 perubahan normal pada uterus selama post partum
(menurut : pusdiknas, 2003).
Involusi uterus
Tinggi fundus Berat uterus Diameter uterus
Palpasi cervik uterus
Plasenta lahir
Setinggi pusat 1000gr 12.5cm Lembut/lunak
7 hari Pertengahan
pengeluaran darah dan jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus
selama masa nifas. Jumlah dan warna lokia akan berkurang secara
Servik mengalami involusi bersama-sama uterus. Setelah
persalinan, ostium eksterna dapat dimasuki oleh dua atau hingga tiga
Karena robekan kecil-kecil yang terjadi selama dilatasi, serviks
tidak pernah kembali keadaan sebelum hamil (nulipara) yang berupa
lubang kecil seperti mata jarum : seviks hanya kembali pada keadaan
tidak hamil yang berupa lubang yang sudah sembuh, tertutup tapi
berbentuk celah. Dengan demikian, os serviks wanita yang sudah
pernah melahirkan merupakan salah satu tanda yang menunjukan
riwayat kelahiran bayi lewat vagina.
d. Vulva dan vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan
yang sangat besar selama proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa
hari pertama sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap berada
dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu, vulva dan vagina kembali
kepada keadaan tidak-hamil dan rugae dalam vagina secara
berangsur-angsur akan muncul kembali sementara labia menjadi lebih menonjol.
Himen mengalami ruptur pada saat melahirkan bayi per
vaginam dan yang tersisa hanya sisa-sisa kulit yang disebut karunkulae
mirtiformis.
Orifisium vagina biasanya tetap sedikit membuka setelah
wanita tersebut melahirkan anak.
e. Perinium
Setelah melahirkan segera, perinium menjadi kendur karena
sebelumnya teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju.
sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendur daripada keadaan
sebelum melahirkan (nulipara).
Relaksasi dasar panggul dan otot-otot abdomen juga dapat
bertahan.
f. Payudara
Berbeda dengan perubahan atrofik yang terjadi pada
organ-organ pelvis, payudara mencapai maturitas yang penuh selama masa
nifas kecuali jika laktasi diupresi. Payudara akan menjadi lebih besar,
lebih kencang, mula-mula lebih nyeri tekan sebagai reaksi terhadap
perubahan status hormonal serta dimulainya laktasi.
g. Traktus urinarius
Buang air kecil sering sulit selama 24 jam pertama.
Kemungkinan terdapat spasme sfingter dan edema leher buli-buli
sesudah bagian ini mengalami kompresi antara kepala janin dan tulang
pubis selama persalinan.
Urin dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam waktu
12-36 jam sesudah melahirkan. Setelah plaseenta dilahirkan, kadar hormon
estrogen yang bersifat menahan air akan mengalami penurunan yang
mencolok. Keadaan ini menyebabkan diuresis. Ureter ynag berdilatasi
akan kembali normal dalam tempo 6 minggu.
h. Sistem gastrointestinal
Diperlukan waktu 3-4 hari sebelum faal usus kembali normal.
asupan makanan juga mengalami penurunan selama satu atau dua hari,
gerak tubuh berkurang dan usus bagian bawah sering kosong jika
sebelum melahirkan diberikan enema. Rasa sakit didaerah perinium
dapat menghalangi keinginan kebelakang.
i. Sistem Kardiovaskuler
Setelah terjadi diuresis yang mencolok akibat penurunan kadar
estrogen, volume darah kembali kepada keadaan tidak-hamil. Jumlah
sel darah merah dan kadar hemoglobin kembali normal pada hari ke-5.
Meskipun kadar estrogen mengalami penurunan yang sangat
besar selama masa nifas, namun kadarnya masih tetap lebih tinggi
daripada normal. Plasma darah tidak begitu mengandung cairan dan
dengan demikian daya koagulasi meningkat. Pembekuan darah harus
dicegah dengan penanganan yang cermat dan penekanan pada ambulasi
dini.
j. Perubahan psikologis
Perubahan yang mendadak dan dramastis pada status hormonal
menyebabkan ibu yang berada dalam masa nifas menjadi sensitif
terhadap faktor-faktor yang dalam keadaan normal mampu diatasinya.
Disamping perubahan hormonal, cadangan fisiknya sering sudah
terkuras oleh tuntutan kehamilanserta persalinan, keaadan kurang tidur,
lingkungan yang asing baginya dan oleh kecemasan akan bayi, suami
Depresi ringan, yang dalam bahasa inggris dikenal dengan
istilah “4th day blues (kemurungan hari keempat)”, sering terjadi dan
banyak ibu yang baru pertama kali mempunyai anak mendapatkan
dirinya menangis, paling tidak satu kali, hanya karena masalah yang
sering sepele. Sebagian ibu merasa tidak berdaya dalam waktu yang
singkat, namun perasaan ini umumnya akan menghilang setelah
kepercayaan pada diri mereka dan bayinya tumbuh. Apabila depresi
atau insomnia bertahan lebih dari 1 atau 2 hari, pasien harus dirujuk ke
bagian psikiatri untuk menyingkirkan kemungkinan psikosis nifas
(Sulistyawati, 2009).
Penyebab terbanyak dari perdarahan post partum tersebut yakni
50-60% karena kelemahan atau tidak adanya kontraksi uterus.
terbanyak dari perdarahan post partum tersebut yakni 50-60% karena
kelemahan atau tidak adanya kontraksi uterus. Salah satu usaha yang
dilakukan untuk mengembalikan perubahan- perubahan yang terjadi
pada masa hamil, persalinan dengan melaksanakan senam nifas agar
kembali seperti semula seperti sebelum hamil (Sulistyawati, 2009).
k. AdaptasiPsikologis Ibu Masa Nifas
Setelah melahirkan, ibu mengalami perubahan fisik dan
fisiologis yang juga mengakibatkan adanya beberapa perubahan dari
psikisnya. Tidak heran bila ibu mengalami sedikit perubahan perilaku
terbuka untuk bimbingan dan pembelajaran menurut (Sulistyawati,
2009).
1) Reva Rubin membagi periode ini menjadi 3 bagian, yaitu menurut
Sulistyawati (2009):
a) Periode taking in
i. Periode ini terjadi 1-2 hari sesudah melahirkan. Ibu biasanya
masih pasif dan hanya memperhatikan tubuhnya.
ii. Ibu mungkin akan mengulang-ulang menceritakan
pengalamannya waktu melahirkan
iii. Tidur tanpa gangguan sangat penting untuk mengurangi
gangguan kesehatan akibat kurang istirahat.
iv. Peningkatan nutrisi juga sangat dibutuhkan ibu untuk
pemulihan dan persiapan proses laktasi.
v. Dalam memberikan asuhan, bidan harus menjadi pendengar
yang baik bagi ibu untuk memfasilitasi kebutuhan psikologis
ibu.
b) Periode taking hold
i. Preiode ini berlangsung pada hari ke 2-4 post partum
ii. Ibu berubah menjadi perhatian dan bertangguang jawab
terhadap bayinya.
iii. Ibu berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya, BAB,
iv. Ibu akan berusaha keras untuk menguasai keterampilan
perawatan bayi.
v. Ibu biasanya agak sensitive dan merasa tidak mahir dalam
melakukan hal-hal tersebut.
vi. Bidan harus tanggap trhadap kemungkinan terhadap
perubahan yanjg terjadi.
vii. Tahap ini merupakan tahapan yang baik bagi bidan untuk
memberikan asuhan.
c) Periode letting go
i. periode ini biasanya terjadi setelah ibu pulang ke rumah.
Periode ini pun sangat berpengaruh terhadap waktu dan
perhatihan yang diberikan oleh keluarga
ii. ibu akan mengambil alih tanggung jawab pada perawatan
bayi.
iii. Depresi post partum umumnya terjadi pada periode ini.
2) Factor-faktor yang mempengaruhi suksesnya masa transisi ke
masa menjadi orang tua pada saat post partum, antara lain :
a) Respon dan dukungan keluarga dan teman
b) Ibu yang baru melahirkan teruma baru pertama kali melahirkan
akan sangat membutuhkan dukungan atau respon yang positif
dari keluarga dan teman . karena akan mempercepat proses
c) Hubungan dari pengalaman melahirkan terhadap harapan dan
aspirsasi
d) Melahirkan adalah suatu hal yang sangat mewarnai perasaan
ibu. Ia dapat merasakan bagaimana rasanya menjadi seorang
ibu. Sehingga akan memperdekat hubungan ibu dengan
ibunya.
e) Pengalaman melahirkan dan membesarkan anak yang lalu
f) Walaupun bukan lagi pengalaman pertamanya lagi, namun
kebutuhan untuk mendapatkan dukungan positif dari
lingkungannya.
g) Pengaruh budaya
h) Adanya adat istiadat yang dianut oleh lingkungan dan keluarga
sedikit banyak akan mempengaruhi keberhasilan ibu dalam
melewati saat transisi ini.
4. Kebutuhan Dasar Masa Nifas
a. Gizi
Kualitas dan jumlah makanan yang di konsumsi kan sangat
mempengaruhi produksi asi. Ibu menyusui harus mendapatkan
tambahan zat makanan sebesar 800kkal yang digunakan untuk
memproduksi asi dan untuk aktivitas ibu sendiri (Sulistyawati, 2009).
Disebut juga early ambulation. Early ambulation adalah
kebijakan untuk selekas mungkin untuk membimbing klien keluar dari
tempat tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin berjalan. Klien
sudah diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam 24-48 jam
postpartum.
1) Keuntungan early ambulation adalah :
a) Klien merasa lebih baik, lebih sehat dan lebih kuat
b) Faal usus dan kandung kecing lebih baik
c) Dapat lebih memungkinkan dalam mengajari ibu untuk
merawat atau memelihara anaknya, memandikan dan lain-lain
selama ibu masih dalam perawatan.
d) Lebih sesuai dengan keadaan Indonesia ( social ekonomis ).
Menurut penelitian-penelitain yang seksama, early ambulation
tidak mempunyai pengaruh yang buruk, tidak menyebabkan
perdarahan yang abnormal, tidak memengaruhi penyembuhan
luka episiotomy atau luka diperut, serta tidak memperbesar
kemungkinan prolapsus atau retrotexto uteri ( Saleha, 2009).
c. Eliminasi
1) Miksi
Miksi disebut normal bila dapat buang air kecil spontan
setiap 3-4 jam. Ibu diusahakan dapat buang air kecil sendiri, bila
tidak dilakukan dengan tindakan.
b) Mengompres air hangat diatas simpisisbila tidak berhasil
dengan cara diatas maka dilakukan katerisasi. Karena prosedur
katerisasi membuat klien tidak nyaman dan infeksi saluran
kencing tinggi untuk itu kateterisasi tidak dilakukan sebelum
lewat 6 jam postpartum. Douwer kateter diganti setelah 48
jam.
2) Defekasi
Biasanya 2-3 hari postpartum masih sulit buang air besar.
Jika klien pada hari ketiga belum juga bisa buang besar maka diberi
laksan supositoria dan minum air hangat. Agar dapat buang air
besar secara teratur dapat dilakukan dengan diit teratur, pemberian
cairan yang banyak, makanan cukup serat, olah raga (Dewi dkk,
2011).
c. Kebersihan diri
Mandi ditempat tidur dilakakukan sampai ibu dapat mandi
sendiri dikamar mandi, yang terutama dibersihkan adalah puting susu
dan mamae dilanjutkan perawatan perineum (Dewi dkk, 2011).
d. Istirahat
Anjurkan ibu agar istirahat cukup untuk mencegah kelelahan
yang berlebihan. Sarankan ibu untuk kembali pada kegiatan rumah
tangga secra perlahan serta untuk tidur siang atau beristirahat selagi bayi
tidur. Kurang istirahat dapat mempengaruhi ibu dalam beberapa hal :
dan memperbanyak pendarahan, menyebabkan depresi dan
ketidakmampuan untuk merawat bayi dan diri sendiri ( Saleha, 2009).
e. Seksual
Hubungan sexsual aman dilakukan begitu darah berhenti.
Namun demikian hubungan sexsual dilakukan tergantung suami istri
tersebut. Selama periode nifas hubungan sexsual juga dapat berkurang
yang disebabkan oleh:
1) Gangguan/ ketidaknyamanan fisik
2) Kelelahan
3) Ketidakseimbangan hormone
4) Kecemasan berlebihan (Yanti, 2011).
B.Fundus Uteri (Involusio Uteri)
1. Definisi involusi
Dalam masa nifas alat-alat genetalia internal maupun eksterna akan
berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil.
Perubahan-perubahan alat genital dalam keseluruhannya disebut involusi
(Wiknjosastro, 2009).
Involusi uteri adalah suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi
sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera
setelah plasenta lahir akibat kontraksi otot-otot polos uterus.
Rahim merupakan organ tubuh yang spesifik dan unik karena dapat
selnya. Secara alamiah selama kehamilan, rahim makin lama makin
membesar. Setelah persalinan rahim akan mengecil kembali perlahan-lahan
ke bentuk semula (saleha,2009).
Salah satu komponen involusio adalah penurunan fundus uteri. Di
samping involusi, terjadi juga perubahan-perubahan penting yakni laktasi
dan gangguan laktasi merupakan salah satu penyebab penurunan fundus
uteri terganggu. Apabila proses involusi ini tidak berjalan dengan baik
maka akan timbul suatu keadaan yang disebut sub involusi uteri yang akan
menyebabkan terjadinya perdarahan yang mungkin terjadi dalam masa 40
hari, hal ini mungkin disebabkan karena ibu tidak mau menyusui, takut
untuk mobilisasi atau aktifitas yang kurang (Hanifa, 2005).
2. Fisiologi
Kontrol normal perdarahan di tempat pelekatan plasenta. Lakukan
observasi ketat pada 2 jam pertama paska persalinan dan lanjutkan
pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya. Menjelang aterm,
diperkirakan bahwa sekitar 600 ml/ mnt darah mengalir melalui ruang
antarvilus. Saat plasenta terlepas, banyak arteri dan vena yang menyalurkan
darah menuju dan dari plasenta terputus secara mendadak. Di tempat
implantasi plasenta, diperlukan kontraksi dan retraksi miometrium untuk
menekan pembuluh-pembuluh tersebut dan menyebabkan obliterasi lumen
agar perdarahan dapat dikendalikan. Potongan plasenta atau bekuan darah
sehingga hemostasis di tempat implantasi tersebut terganggu. Jika
miometrium di tempat implantasi plasenta dan disekitarnya berkontraksi dan
beretraksi dengan kuat, kecil kemungkinan terjadi perdarahan yang fatal
meskipun terjadi gangguan mekanisme pembekuan yang hebat.
Selama kala tiga persalinan, akan terjadi perdarahan tak-terhindarkan
yang disebabkan oleh pemisahan parsial sementara plasenta. Sewaktu
plasenta terlepas, darah dari tempat implantasi dapat cepat lolos kedalam
vagina (pemisahan duncan) atau tersembunyi di balik plasenta dan membran
(pemisahan schultze) sampai plasenta lahir. Turunnya plasenta ditandai oleh
kendurnya tali pusat. Jika perdarahan menetap, diindikasikan pengeluaran
plasenta secara manual. Uteus harus di pijat jika tidak berkontraksi dengan
kuat (Kennethj, 2009).
3. Proses involusi uterus
Pada akhir kala III persalinan, uterus berada garis di tengah,
kira-kira 2 cm di bawah umbilikus dengan bersandar pada promontorium
sakralis. Pada saat ini besar uterus kira-kira sama dengan besar uterus
sewaktu usia kira –kira sama besar uterus sewaktu usia kehamilan 16
minggu dengan berat 1000 gram.
Peningkatan kadar estrogen dan progesteron beranggung jawab
untuk pertumbuhan masif uterus selama hamil. Pertumbuhan uterus pada
dan hipertropi, yaitu pembesaran sel-sel yang sudah ada. Pada post partum
penurunan kadar hormon – hormon ini menyebabkan autolisis.
a. Proses involusi uterus
1) Autolysis
Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi
di dalam otot uteri. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan
otot yang telah sempat mengendur hingga 10 kali panjangnya dari
semula dan lima kali lebarnya dari sebelum hamil.
2) Atrofy Jaringan
Jaringan yang berproliferasi dengan adanya estrogen
dalam jumlah besar, kemudian mengalami atrofy sebagai reaksi
terhadap penghentian produksi estrogen yang menyertai pelepasan
plasenta. Selain perubahan atrofy pada otot-otot uterus, lapisan
desidua akan mengalami atrofy dan terlepas dengan meninggalakan
lapisan basal yang akan beregenerasi menjadi endometrium yang
baru.
3) Efek Oksitosin
Hormone oksitosin yang dilepas dari kelenjar hipofisis
memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengompresi
pembuluh darah dan membantu proses homeostatis. Kontraksi dan
retraksi otot uteri akan mengurangi suplai darah ke uterus. Proses
ini akan membantu mengurangi bekas luka tempat implantasi
b. Faktor Yang Mempengaruhi Proses Involusi Uterus
1) Ambulasi
Umumnya wanita sangat lelah setelah melahirkan,
lebih-lebih bila persalinan berlangsung lama, karena si ibu harus
cukup beristirahat, dimana ia harus tidur terlentang selama 8 jama
post partum untuk memcegah perdarahan post partum. Kemudian
ia boleh miring ke kiri dan ke kanan untuk memcegah terjadinya
trombosis dan tromboemboli. Pada hari kedua telah dapat duduk,
hari ketiga telah dapat jalan-jalan dan hari keempat atau kelima
boleh pulang. Mobilisasi ini tidak mutlak, bervariasi tergantung
pada adanya komplikasi persalinan, nifas, dan sembuhnya luka.
2) Senam Nifas
Senam nifas berupa gerakan-gerakan yang berguna untuk
mengencangkan otot-otot perut yang telah menjadi longgar setelah
kehamilan. Waktu memulai senam nifas tergantung keadaan ibu
dan nasehat dokter. Bila ibu dalam keadaan normal, setelah
beberapa jam boleh dilakukan senam nifas mulai dengan
gerakan-gerakan yang amat ringan. Seperti menarik nafas panjang melalui
perut, tidur telentang lalu miring kanan, miring kiri dan seterusnya.
Senam nifas membantu memperbaiki sirkulasi darah, memperbaiki
sikap tubuh dan punggung setelah melahirkan, memperbaiki otot
tonus,pelvis dan perenggangan otot abdomen atau disebut juga
3) Proses Laktasi
Sesudah jam persalinan si ibu disuruh mencoba menyusui
bayinya untuk merangsang timbulnya laktasi, kecuali ada
kontraindikasi untuk menyusui bayinya, misalnya: menderita
thypus abdominalis, tuberkulosis aktif, thyrotoxicosis, DM berat,
psikosi atau puting susu tertarik ke dalam, leprae. Atau kelainan
pada bayinya sendiri misalnya pada bayi sumbing (labiognato
palatoschizis) sehingga ia tidak dapat menyusu oleh karena tidak
dapat menghisap, minuman harus diberikan melalui sonde. Dimana
menyusui merangsang pengeluaran hormon oksitosin yang akan
mampu meningkatkan proses kontraksi uterus yang akhirnya
memberikan dampak terhadap semakin cepatnya proses involusi
uterus
Menurut teori Cristina Ibrahim (2006) Ada pengaruh
Inisiasi Menyusui Dini dengan penurunan tinggi fundus uteri pada
ibu post partum. Hal ini dimungkinkan ibu post partum ini
melaksanakan inisiasi menyusui dini dengan segera dan sesuai
dengan tehnik yang telah diajarkan. Penurunan TFU ini bisa terjadi
dengan baik bila kontraksi dalam uterus baik dan continue (Cristina
Ibrahim, 2006).
Penelitian Wulandari (2007) tentang Hubungan Inisiasi
Menyusui Dini Terhadap Penurunan Tinggi Fundus Uteri Ibu Nifas
berada di BPS Anik S Mojosongo Surakarta yang memberikan
IMD berjumlah 16 orang (80%), yang tidak memberikan IMD
berjumlah 4 orang (20%), sehingga dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar responden melaksanakan IMD sangat
mempengaruhi terhadap penurunan TFU dengan p value 0,004.
Penelitian ini sesuai dengan pernyataan teori (Varney H,
2000) yang menyebutkan bahwa penurunan tinggi fundus uteri
dengan usia pada post partum suatu pengaruh yang baik terhadap
proses penyembuhan dan proses pemulihan kesehtan sebelum
hamil. Oleh karena itu sangat penting pula perhatikan pengawasan
terhadap tinggi fundus uteri, ibu yang paritasnya tinggi proses
involusinya lebih lambat karena semakin sering hamil uterus juga
sering kali mengalami regangan. Dalam teori ini juga dikatakan
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi involusi uterus adalah gizi,
usia, paritas, menyusui, dan senam nifas. Namun dalam lapangan
involusi uterus juga dipengaruhi faktor pengetahuan, lingkungan,
dan prilaku dimana dalam menunjang untuk mempercepat proses
involusi uterus menurut jurnal (Liana, 2013).
4) Komplikasi Persalinan
Persalinan berlangsung lama sampai terjadi persalinan
terlantar. Tindakan operasi persalinan. Tertinggalnya plasenta
selaput ketuban dan bekuan darah.
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot uterus
menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan
analgesia dan anastesia bisa memperlambat pengembalian tonus
dan motilitas ke keadaan normal.
6) Lamanya Persalinan
Persalinan yang lama, akan memberikan dampak pada
kelelahan pada ibu, yang akhirnya akan mengakibatkan otot-otot
akan kehilangan
7) Usia
Usia ibu yang relative muda dimana individu mencapai
satu kondisi vitalitas yang prima sehingga kontraksi otot dan
kembalinya alat-alat kandungan juga semakin cepat karena proses
regenerai dari sel-sel alat kandungan yang sangat bagus pada
usia-usia tersebut.
Menurut teori Farrer (2001), Usia ibu yang relatif muda
dimana individu mencapai satu kondisi vitalitas yang prima
sehingga kontraksi otot dan kembalinya alat-alat kandungan juga
semakin cepat karena proses regenerasi dari sel-sel alat kandungan
yang sangat bagus pada usia-usia tersebut.
Penelitian ini sesuai dengan pernyataan teori Varney
(2000), yang menyebutkan bahwa penurunan tinggi fundus uteri
dengan usia pada post partum suatu pengaruh yang baik terhadap
hamil. Oleh karena itu sangat penting pula perhatikan pengawasan
terhadap tinggi fundus uteri, ibu yang paritasnya tinggi proses
involusinya lebih lambat karena semakin sering hamil uterus juga
sering kali mengalami regangan. Dalam teori ini juga dikatakan
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi involusi uterus adalah gizi,
usia, paritas, menyusui, dan senam nifas. Namun dalam lapangan
involusi uterus juga dipengaruhi faktor pengetahuan, lingkungan,
dan prilaku dimana dalam menunjang untuk mempercepat proses
involusi uterus menurut jurnal (Liana, 2013)
8) Nutrisi
Faktor pemenuhan kebutuhan nutrisi juga sangat
mempengaruhi proses involusi uterus. Karena kebutuhan zat
pembangun atau protein untuk menggantikan sel-sel yang rusak
selama terjadinya proses persalinan dan selama masa nifas cukup
tinggi. Sehingga berkurangnya protein juga akan mempengaruhi
proses involusi uterus.
9) Paritas
Faktor paritas juga memiliki peranan yang cukup penting.
Ibu primipara proses involusi uterus berlangsung lebih cepat.
Sedangkan Semakin banyak jumlah anak maka proses peregangan
otot dan tingkat elastisitasnya akan berkurang.
Menurut teori Farer (2001), Faktor paritas juga memiliki
berlangsung lebih cepat. Sedangkan Semakin banyak jumlah anak
maka proses peregangan otot dan tingkat elastisitasnya akan
berkurang
Peneliti berasumsi bahwa usia sangat erat kaitannya
dengan penurunan tinggi fundus uteri, semakin tua umur seseorang
maka semakin berkurang fungsi reproduksinya yang rata-rata
dijumpai pada usia lebih dari 35 tahun dan telah melahirkan lebih
dari satu kali menurut jurnal (Liana, 2013).
10) Pekerjaan
Pekerjaan erat hubunganya dengan kemampuan untuk
memberikan asi eksklusif. Dimana ibu tidak memberikan asi secara
eksklusif karena ibu harus bekerja. Tidak diberikannya asi secara
eksklusif juga akan mempengaruhi sekresi dari hormon oksitosin
sehingga akan memberikan dampak akan semakin memanjangnya
proses involusi uterus.
4. Etiologi
Kebanyakan penyebab perdarahan postpartum adalah atonia uteri,
suatu kondisi dimana korpus uteri tidak berkontraksi dengan baik,
mengakibatkan perdarahan yang terus menerus dari plasenta (Liana, 2013).
a. Faktor resiko dari atonia uteri adalah:
1) Uterus yang teregang berlebihan (misalnya pada multigravida,
2) Kelelahan uterus (misalnya pada percepatan atau persalinan yang
lama, amnionitis)
3) Obstruksi uterus (misal pada retensio plasenta atau bagian dari janin,
plasenta akreta)
b. Penyebab terbanyak kedua adalah trauma uterus, servik dan/atau vagina.
Faktor resiko terjadinya trauma adalah :
1) Persalinan pada bayi besar
2) Instrumentasi atau manipulasi intrauterine (misalnya forsep, Vakum)
3) Persalinan pervaginam pada bekas operasi secsio cesarea.
4) Episiotomi
Gangguan koagulasi dan trombositopenia, yang terjadi sebelum atau pada
saat kala II atau III, dapat berhubungan dengan perdarahan masif.
Trauma selama persalianan dapat mengakibatkan hematom pada
perineum atau pelvis. Hematom ini dapat diraba dan seharusnya diduga
bila tanda vital pasien tidak stabil dan sedikit atau tidak ada perdarahan
luar.
Inversi uteri dapat dihubungkan dengan perdarahan kurang lebih
sebanyak 2 Liter. Tidak ada penelitian yang menunjukkan hubungan
antara tarikan pada tali pusat dan inverse urteri, meskipun banyak praktisi
Ruptur uteri dapat dihubungkan dengan perdarahan pervaginam
yang sedikt tetapi harus dipertimbangkan bila terjadi nyeri abdomen yang
hebat dan hemodinamik yang tidak stabil.
c. Faktor resiko lainnya perdarahan postpartum:
1) Preeklampsia
2) Riwayat perdarahan postpartum sebelumnya
3) Etnis Asia dan Hispanik
4) Nulipara atau multipara
d. Penyebab perdarahan postpartum disebabkan 4 T yaitu.
1) Tone (atonia uteri )
Atonia uteri dan kegagalan kontraksi dan relaksasi
miometrium dapat mengakibatkan perdarahan yang cepat dan massif
dan hipovolemik syok. Uterus yang terlalu meregang baik absolute
maupun relative, adalah factor resiko mayor untuk atonia uteri.
Uterus yang terlalu teregang dapat diakibatkan oleh gestasi
multifetal, makrosomia, polihidramnion atau abnormalitas janin (
misalnya hidrosefalus berat); suatu struktur uteri yang abnormal;
atau gangguan persalinan plasenta atau distensi dengan perdarahan
sebelum plasenta dilahirkan.
Kontraksi miometrium yang buruk dapat diakibatkan
karena kelelahan akibat persalinan yang lama atau percepatan
persalinan, khususnya jika distimulasi. Dapat juga merupakan hasil
MgSO4, beta-simpatomimetik, dan nifedipin. Penyebab lain plasenta
letak rendah, toksin bakteri, hipoksia, dan hipotermia.
2) Trauma (Trauma Uteri, Servik, atau Vagina)
Trauma dapat terjadi pada persalinan yang lama dan sulit,
khususnya jika pasien memiliki CPD (cefalopelvic
disproportion) relatif atau absolute dan uterus telah distimulasi
dengan oksitosin atau prostaglandin. Pengontrolan tekanan
intrauterin dapat mengurangi risiko terjadinya trauma. Trauma juga
dapat terjadi pada manipulasi janin intra maupun ekstra uterin.
Risiko yang paling besar mungkin dihubungkan dengan versi
internal dan ekstraksi pada kembar kedua; bagaimanapun, ruptur
uteri dapat terjadi sebagai akibat versi eksternal. Akhirnya, trauma
mengakibatkan usaha untuk mengeluarkan retensi plasenta secara
manual atau dengan menggunakan instrument. Uterus harus selalu
berada dalam kendali dengan cara meletakkan tangan di atas
abdomen pada prosedur tersebut. Injeksi salin/oksitosin intravena
umbilical dapat mengurangi kebutuhan teknik pengeluaran yang
lebih invasif.
Laserasi servikal sering dihubungkan dengan persalinan
menggunakan forceps dan serviks harus diinspeksi pada persalinan
tersebut. Persalinan per vaginam dengan bantuan (forceps atau
vakum) tidak boleh dilakukan tanpa adanya pembukaan lengkap.
sering tidak dapat menahan untuk tidak mengedan sebelum terjadi
dilatasi penuh dari serviks. Terkadang eksplorasi manual atau
instrumentasi dari uterus dapat mengakibatkan kerusakan serviks.
Sangat jarang, serviks sengaja diinsisi pada posisi jam 2 dan/atau
jam 10 untuk mengeluarkan kepala bayi yang terjebak pada
persalinan sungsang (insisi Dührssen).
Laserasi dinding vagina sering dijumpai pada persalinan
pervaginam operatif, tetapi hal ini terjadi secara spontan, khususnya
jika tangan janin bersamaan dengan kepala. Laserasi dapat terjadi
pada saat manipulasi pada distosia bahu. Trauma vagina letak rendah
terjadi baik secara spontan maupun karena episiotomi.
3) Tissue (Retensio Plasenta Atau Bekuan Darah)
Kontraksi dan retraksi uterus menyebabkan terlepasnya
plasenta. Pelepasan plasenta yang lengkap mengakibatkan retraksi
yang berkelanjutan dan oklusi pembuluh darah yang optimal.
Retensi plasenta lebih sering bila plasenta suksenturiata atau
lobus aksesoris. Setelah plasenta dilahirkan dan dijumpai perdarahan
minimal, plasenta harus diperiksa apakah plasenta lengkap dan tidak
ada bagian yang terlepas.
Plasenta memiliki kecenderungan untuk menjadi retensi pada
kondisi kehamilan preterm yang ekstrim (khususnya < 24 minggu),
dan perdarahan yang hebat dapat terjadi. Ini harus dijadikan
spontan ataupun diinduksi. Penelitian terakhir menganjurkan
penggunaan misoprostol pada terminasi kehamilan trimester kedua
mengurangi risiko terjadinya retensio plasenta dibandingkan dengan
penggunaan prostaglandin intrauterine atau saline hipertonik. Sebuah
percobaan melaporkan retensio plasenta membutuhkan dilatasi dan
kuretase dari 3.4 % misoprostol oral dibandingkan dengan 22.4 %
yang menggunakan prostaglandin intra-amnion (Chapman, 2006).
Kegagalan pelepasan menyeluruh dari plasenta terjadi pada
plasenta akreta dan variannya. Pada kondisi ini plasenta lebih masuk
dan lebih lengket. Perdarahan signifikan yang terjadi dari tempat
perlekatan dan pelepasan yang normal menandakan adanya akreta
sebagian. Akreta lengkap dimana seluruh permukaan plasenta
melekat abnormal, atau masuk lebih dalam (plasenta inkreta atau
perkreta), muungkin tidak menyebabkan perdarahan masif secara
langsung, tapi dapat mengakibatkan adanya usaha yang lebih agresif
untuk melepaskan plasenta. Kondisi seperti ini harus
dipertimbangkan jika plasenta terimplantasi pada jaringan parut di
uterus sebelumya, khususnya jika dihubungkan dengan plasenta
previa.
Semua pasien dengan plasenta previa harus diinformasikan
risiko terjadinya perdarahan post partum yang berat, termasuk
mungkin dapat menahan uterus dan mencegah terjadinya kontraksi
yang efektif.
Akhirnya, darah yang tertinggal dapat mengakibatnya
distensi uterus dan menghambat kontraksi yang efektif.
4) Trombosis
Pada awal periode postpartum, gangguan koagulasi dan
platelet biasanya tidak selalu mengakibatkan perdarahan yang
massif, hal ini dikarenakan adanya kontraksi uterus yang mencegah
terjadinya perdarahan. Fibrin pada plasenta dan bekuan darah pada
pembuluh darah berperan pada awal masa postpartum, gangguan
padahal ini dapat menyebabkan perdarahan postpartum tipe lambat
atau eksaserbasi perdarahan karena sebab lain terutama paling sering
disebabkan trauma.
Abnormalitas dapat terjadi sebelumnya atau didapat.
Trombositopenia dapat berhubungan dengan penyakit lain yang
menyertai, seperti HELLP sindrom (hemolisis, peningkatan enzim
hati, dan penurunan platelet), abruptio plasenta, sepsis. Kebanyakan
hal ini terjadi bersamaan meskipun tidak didiagnosa sebelumnya.
e. Faktor Predisposisi
1) Perdarahan oleh karena atonia uteri dapat dicegah dengan:
a) Melakukan secara rutin manajemen aktif kala III pada semua
wanita yang bersalin karena hal ini dapat menurunkan insidens
b) Pemberian misoprostol peroral 2-3 tablet (400-600 µ g) segera
setelah bayi lahir.
2) Beberapa faktor predisposisi terjadinya atonia uteri adalah:
a) Regangan rahim yang berlebihan karena kehamilan gemeli,
polihidramnion, atau anak teralu besar.
b) Kelelahan karena persalinan lama atau persalinan kasep.
c) Persalinan grande-multipara.
d) Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis atau menderita
penyakit menahun.
e) Mioma uteri yang menggangu kontraksi rahim.
f) Infeksi intrauterin (korioamnionitis).
g) Ada riwayat pernah atonia uteri sebelumnya.
5. Manifestasi klinis
Gejala dari sub involusi meliputi lochea menetap/merah segar,
penurunan fundus uteri lambat, tonus uteri lembek, tidak ada perasaan
mules pada ibu nifas akibatnya terjadinya perdarahan. Perdarahan pasca
persalinan adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml melalui jalan lahir
yang terjadi selama atau setelah persalinan kala III. Perkirakan kehilangan
darah biasanya tidak sebanyak yang sebenarnya, kadang-kadang hanya
setengah dari yang sebenarnya (Chapman, 2006).
Penurunan TFU (Tinggi Fundus Uteri) ini bisa terjadi dengan baik
1) Tanda dan gejala pada atonia uteri
a) Perdarahan pervaginam
Perdarahan yang sangat banyak dan darah tidak
merembes. Peristiwa sering terjadi pada kondisi ini adalah darah
keluar disertai gumpalan disebabkan tromboplastin sudah tidak
mampu lagi sebagai anti pembeku darah.
b) Konsistensi rahim lunak
Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan
yang membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang
lainnya.
c) Fundus uteri naik.
d) Terdapat tanda-tanda syok :
i. Nadi cepat dan lemah (110 kali/ menit atau lebih)
ii. Tekanan darah sangat rendah : tekanan sistolik < 90 mmHg
iii. Pucat
iv. Keringat/ kulit terasa dingin dan lembab
v. Pernafasan cepat frekuensi30 kali/ menit atau lebih
vi. Gelisah, binggung atau kehilangan kesadaran
vii. Urine yang sedikit ( < 30 cc/ jam)
6. Penanganan Atonia Uteri
a. Penanganan atonia uteri menurut prawiridihardjo (2006) adalah sebagai
1) Kenali dan tegakkan diagnosis kerja atonia uteri.
2) Lakukan pemasangan infus dan kompresi bimanual
3) Teruskan pemijatan uterus. Masase uterus akan menstimulasi
kontraksi uterus yang menghentikan perdarahan.
4) Jika uterus berkontraksi. Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi
perdarahan uterus berlangsung, periksa apakah perineum / vagina
dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk segera.
5) Jika uterus tidak berkontraksi maka : Bersihkanlah bekuan darah
atau selaput ketuban dari vagina & ostium serviks. Pastikan bahwa
kandung kemih telah kosong
6) Antisipasi dini akan kebutuhan darah dan lakukan transfusi sesuai
kebutuhan.
b. Jika perdarahan terus berlangsung:
1) Pastikan plasenta plasenta lahir lengkap; Jika terdapat tanda-tanda
sisa plasenta (tidak adanya bagian permukaan maternal atau
robeknya membran dengan pembuluh darahnya), keluarkan sisa
plasenta tersebut.Lakukan uji pembekuan darah sederhana.
2) Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya
bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah menunjukkan
adanya koagulopati.
c. Jika semua tindakan diatas telah dilakukan tetapi masih terjadi
perdarahan lakukan tindakan spesifik sebagai berikut :
a) Kompresi bimanual eksternal
Menekan uterus melalui dinding abdomen dengan
jalan saling mendekatkan kedua belah telapak tangan yang
melingkupi uterus. Pantau aliran darah yang ke luar. Bila
perdarahan berkurang, kompresi diteruskan, pertahankan
hingga uterus dapat kembali berkontraksi atau dibawa
kefasilitas kesehatan rujukan. Bla belum berhasil, coba dengan
kompresi bimanual internal.
b) Kompresi bimanual internal
Uterus ditekan di antara telapak tangan pada dinding
abdomen dan tinja tangan dalam vagina untuk mnejepit
pembuluh darah di dalam miometrium (sebagai pengganti
mekanisme kontraksi). Perhatikan perdarahan yang terjadi.
Pertahankan kondisi ini bila perdarahan berkurang atau
berhenti, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali. Apabila
perdarahan tetap terjadi, coba kompresi aorta abdominalis.
c) Kompresi aorta abdominalis
Raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri,
pertahankan posisi tersebut. Genggam tangan kanan kemudian
tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu
badan, hingga mencapai kolumna vertebralis. Penekanan yang
femoralis. Lihat hasil kompresi dengan memperhatikan
perdarahan yang terjadi.
2) Pada rumah sakit rujukan
a) Ligasi arteri uterine dan ovarika
b) Histerektomi
7. Kegawatdaruratan Maternal
a. Definisi Perdarahan Postpartum
Secara tradisional perdarahan postpartum adalah kehilangan
darah sebanyak 500 mL atau lebih setelah selesainya kala III. Oleh
karena itu, wanita melahirkan secara pervaginam mengeluarkan darah
sebanyak itu atau lebih, ketika diukur secara kuantitatif. Hal ini
dibandingkan dengan kehilangan darah sebanyak 1000 mL pada sectio
cesaria, 1400 mL pada histerektomi cesaria elektif, dan 3000 sampai
3500 mL untuk histerektomi cesaria emergensi (Prawirohardjo, 2006).
Perdarahan postpartum merupakan suatu komplikasi potensial
yang mengancam jiwa pada persalinan pervaginam dan sectio cesaria.
Meskipun beberapa penelitian mengatakan persalinan normal seringkali
menyebabkan perdarahan lebih dari 500 mL tanpa adanya suatu
gangguan pada kondisi ibu. Hal ini mengakibatkan penerapan definisi
yang lebih luas untuk perdarahan postpartum yang didefinisikan sebagai
perdarahan yang mengakibatkan tanda-tanda dan gejala-gejala dari
ketidakstabilan hemodinamik jika tidak diterapi. Kehilangan darah lebih
dari 1000 mL dengan persalinan pervaginam atau penurunan kadar
hematokrit lebih dari 10% dari sebelum melahirkan juga dapat dianggap
sebagai perdarahan post partum.
Wanita dengan kehamilan normal yang mengakibatkan
hipervolemia yang biasanya meningkatkan volume darah 30 – 60 %,
dimana pada rata-rata wanita sebesar 1-2 Liter. Wanita tersebut akan
mentoleransi kehilangan darah, tanpa ada perubahan kadar hematokrit
postpartum, karena kehilangan darah pada saat melahirkan mendekati
banyaknya volume darah yang ditambahkan saat kehamilan.
b. Perdarahan postpartum dibagi dalam 2 kategori yaitu :
1) Perdarahan post partum primer, bila perdarahan terjadi dalam 24 jam
pertama.
2) Perdarahan post partum sekunder, bila perdarahan terjadi setelah 24
jam pertama hingga 6 minggu setelah persalinan.
C.Senam Nifas
Untuk mengembalikan kepada keadaan normal dan menjaga
kesehatan agar tetap prima, senam nifas sangat baik dilakukan pada ibu setelah
melahirkan Ibu tidak perlu takut untuk banyak bergerak, karena dengan
ambulasi dini (bangun dan bergerak setelah beberapa jam melahirkan) dapat
membantu rahim untuk kembali kebentuk semula pada akhir kala
umbilicusdengan bagian fundus bersandar pada promontorium sakralis. Dalam
waktu12 jam, tinggi fundus mencapai kurang lebih 1 cm diatas umbilikus.
Setelah persalinan, tubuh seorang ibu baru memasuki masa pemulihan
dan perlahan kembali kekondisi semula. Tindakan tirah baring dan senam
pascapartus membantu proses fiisologis ini secara perlahan.
Manfaat senam nifas adalah memulihkan kembali kekuatan otot dasar
panggul,mengencangkan otot-otot dinding perut dan perinium, membentuk
sikaptubuh yang baik dan mencegah terjadinya komplikasi.
Komplikasi yang dapat dicegah sedini mungkin dengan melaksanakan
senam nifas adalah perdarahan post partum. Saat melaksanakan senam nifas
terjadi kontraksi otot-otot perut yang akan membantu proses involusi yang
mulai setelah plasenta keluar segera setelah proses involusi (Mochtar, 2000 ).
1. Definisi
Senam nifas adalah senam yang dilakukan setelah ibu-ibu
melahirkan yang bertujuan mempercepat penyembuhan, mencegah
timbulnya komplikasi, serta memulihkan dan menguatkan otot-otot
punggung, otot dasar panggul dan otot perut.( Dewi dkk, 2011)
Senam nifas adalah latihan jasmani yang dilakukan oleh ibu-ibu
setelah melahirkan setelah kondisi tubuhnya pulih, serta manfaat senam
nifas yaitu membantu penyembuhan rahim, perut dan otot pinggul yang
mengalami trauma serta mempercepat kembalinya bagian-bagian tersebut
2. Senam pascanatal setelah persalinan normal
a. Senam sirkulasi
Jenis senam ini harus dilakukan sesering mungkin setelah
persalinan. Senam bertujuan mempertahankan dan atau meningkatkan
sirkulsi ibu Pada masa pascapartus segera ketika ia mungkin beresiko
mengalami trombosis vena atau komplikasi sirkulasi lain. Senam dapat
dilakukan ditempat tidur beberapa kali setiap bangun tidur dan harus
dilanjutkan sampai ibu mampu mobilisasi total dan tidak ada edema
pergelangan kaki. Senam ini khususnya tepat setelah pemberian enestesi
epidural, karena pada saat ini ada risiko edema kaki dan pergelangan kaki
serta sirkulasi lebih melambat. Ambulasi dini dapat mencegah trombosis
vena profunda.
b. Senam kaki
Duduk atau berbaring dengan posisi lutut lurus. Tekuk lalu
regangkan secara perlahan sedikitnya 12 kali, ingat untuk lebih memilih
gerakan dorsifleksi bukan plantarfleksi untuk mencegah kram.
Pertahankan posisi lutuu dan paha, putar pergelangan sebesar mungkin
putarannya, sedikitnya 12 kali untuk satu arah.
1) Mengencangkan kaki
Duduk atau berbaring dengan kaki lurus. Tarik kedua kaki
ke atas pada pergelangan kaki dan tekankan bagian belakang lutut ke
tempat tidur. Tahan posisi ini dalam hitungan lima, bernafaslah
2) Nafas dalam
Pernafasan diafragma membantu mengembalikan liran vena
melalui kerja pemompaan diafragma pada vena kava inferior dan
harus diulangi beberapa kali sehari sampai ibu dapat mobilisasi.
Dalam posisi apapun, tarik nafas dalam sebanyak 3 atau 4
kali (tidak boleh lebih) untuk memungkinkan ventilasi penuh
paru-paru.
3) Dasar panggul
Senam dasar panggul menguatkan otot dasar panggul
pascapartus, tujuannya menegmbalikan fungsi penuhnya sesegera
mungkindan membantu mencegah masalah atau prolaps urune
jangka panjang. Namun kontraksi dan relaksasi otot-otot ini juga
membantu meredakan ketidaknyamanan pada perinium, rasa ini
mungkin timbul akibat persalinan, dan tujuan pemulihan dengan
meningkatkan sirkulasi lokal dan mengurangi edema. Senam dasar
panggul harus dimulai sesegera mungkin setelah persalinan untuk
mencegah hilangnya kendali kortikal pada otot-otot karena nyeri
perinium dan cemas tentang kerusakan jahitan.
a) Latihan dasar panggul
Kencangkan anus seperti defekasi, kerutkan uretra dan
vagina juga seperti menahan berkemih, kemudian lepaskan
ketiganya. Tahan dengan kuat selama mungkin sampai 10 detik,
Ulangi dengan perlahan sebanyak mungkin sampai maksimum 10
kali.
3. Senam pasca partus setelah persalinan dengan bantuan
Ibu yang baru menjalani persalinan dengan forsep atau ekstraksi
vakum akan mengalami penjahitan dan mungkin memar serta edema. Ibu ini
akan ragu-ragu melakukan senam, namun harus dianjurkan untuk
melakukan senam sirkulais dan senam dasar panggul ringan yang akan
membantu penyembuhan perinium (Brayshaw, 2007).
Posisi istirahat yang nyaman adalah berbaring miring dengan bantal
diletakan diantara kedua kakidan posisi berbaring telungkup, dengan satu
buah bantal diletakan di bawah pinggang dan lainnya di bawah kepala dan
bahu. Menyusui akan lebih nyaman dengan posisi miring daripada duduk.
4. Senam pascanatal dan saran setelah seksio sesaria
Ibu harus diajarkan bagaimana naik dan turun tempat tidur dengan
menekuk kedua lutut terlebih dahulu, tarik otot abdomennya dan berguling
ke depan, dengan dorongan tangan dan kaki. Ia akan mampu berpindah
kearah atas atau bawah. Ibu tidak diperkenankan langsung duduk dari posisi
berbaring, namun tetap brguling kesamping. Gerakan ini juga cara termudah
untuk bnagun dari tempat tidur (Brayshaw, 2007).
a. Senam sirkulasi
Senam berat untuk kaki dan tungkai yng bertujuan
meningkatkan sirkulasi merupakan hal yang sangat penting setelah SC,
epidural. Ibu harus diberi cairan tambahan dan area tungkainya akan
terasa berat sehingga ia harus dimotivasi untuk melakukan latihan
tersebut lebih teratur selama beberapa hari pertama. Tiga atau empat kali
tarik nafas dalam setelah senam kaki dan tungkai akan membantu
meningkatkan sirkulasi, sementara ibu cenderung masih imobil.
b. Senam abdomen
Senam transversus harus dilakukan sesegera ibu merasakan
kebutuhan tersebut. Ia harus mengencangkan transversusnya sebelum
melakukan aktifitas apapun dengan bayi dan bila ingin batuk. Bila ibu
mengalami nyeri pungggung postural akibat posisi berbaring di meja
bedah dankebas epidural. Ibu akan merasakan manfaat senam
mengangkat panggul secara berirama karena gerakan itu mengurangi
ketidaknyamanan.
c. Senam dasar panggul
Senam dasar panggul akan tetap penting setelah persalinan SC,
biasanya ibu post SC kondisi masih terpasang kateter, dan ibu harus
melakukan kontraksi sesekali sebelum kateter dilepas.
Senam ini lebih sesuai pada keadaan hamil, bukan setelah
persalinan, karena resikonya dapat menyebabkan regangan hebat pada
otot dasar panggul.
5. Senam yang harus dihindari
Dua latihan yang lazim “senam abdomen”, yaitu menaikkan kedua
yang beresiko tinggi untuk siapa pun dan mungkin dapat mengakibatkan
cedera kompresi terhadap diskus vertebralis atau kerusakan otot dan
ligamen. Terdapat resiko tambahan bagi ibu pasca natal karena terdapat
peregangan otot dan kelenturan ligamen.
6. Instruksi dan informasi senam pasca natal
a. Senam kaki dan tungkai
1) Tujuan senam :
untuk meningkatkan sirkulasi, khususnya aliran balik vena
karena sirkulasi melambat, khususnya setelah anestesi umum, karena
pengaruh hormonal kehamilan, kehilangan cairan pada saat
persalinan, peningkatan produk sisa, penurunan tekanan
intra_abdomen, dan imobilisasi yang relatif. Pelambatan sirkulasi
dapat mengarah pada trombosis vena profunda, pembengkakan
pergelangan kaki, embolus paru, atau ketidaknyamanan pada
tungkai.
2) Posisi awal
Berbaring atau duduk di tempat tidur, dilantai atau di kursi dengan
kedua kaki diregangkan kedepan dan disangga.
b. Senam kaki
1) Cara
a) Tekuk dan regangkan pergelangan kaki dengan cepat. Ulangi
b) Putar kedua kaki seolah membentuk lingkaran sebesar mungkin,
pertahankan lutut tetap diam. Ulangi sedikitnya 12 kali pada
setiap arah.
2) Pengencangan kaki
Tarik kedua kaki ke arah atas pada pergelangan kaki dan
tekan pada bagian belakang lutut menyentuh permukaan lantai.
Tahan sampai hitungan 5, bernafas normal, kemudian relaks. Ulangi
10 kali
Frekuensi : kapan pun mungkin, khususnya pada dini hari,
malam hari, dan ketika duduk dengan kaki ditinggikan.
Saran : Duduk dengan kaki ditinggikan dan ditopang, pilih
posisi duduk bukan berdiri, gerakan jari-jari kaki ketika berdiri,
jangan duduk atau berbaring dengan kedua kaki disilangkan, ubah
posisi dengan sering, berjalan kaki dapat membantu sirkulasi vena
profunda.
c. Senam dasar panggul
1) Tujuan senam :
Untuk melatih dan menguatkan otot-otot serta
meningkatkan proes pemulihan. Kelemahan dasar panggul karena
peregangan kehamilan atau trauma persalinan dapat menimbulkan
masalah berkemih dan seksual serta prolaps.
2) Posisi awal : posisi mana saja yang nyamanbdengan kedua kaki
3) Cara senam
Kerutkan anus seolah menahan defekasi, kerutkan uretra
dan vagina juga seperti menahan berkemih, ke,udian ketiganya
dikencangkan ke arah dalam. Tahan dengan kuat selama mungkin
sampai maksimum 10 detik, bernafas tetap normal. Lakukan
relaksasi dan istirahat sejenak selama tiga detik. Ulangi gerakan
dengan perlahan sebanyak yang anda bisasampai maksimum 10 kali.
Ulangi senam, kerutkan dan kendurkan dengan cepat sampai 10 kali
tanpa menahan kontraksi. Pastikan pasien tidak mengencangkan otot
paha dan panggul.
4) Saran :
a) Jadikan kebiasaan ini dimana saja dan kapan saja
b) Kencangkan otot dasar panggul dan transversus sebelum
melakukan setiap aktivitas fungsional
c) Hentikan aliran urine tengah hanya sesekali saja
d) Jangan menahan nafas
e) Jangan mengencangkan paha atau bokong
f) Pertama kontraksikan secara perlahan, kemudian lakukan
dengan cepat
g) Uji kekuatan pada minggu ke-8 sampai ke-12
d. Senam abdomen
Untuk memperkuat otot abdomen dan mencapai fungsi
yang sempurna korset otot alami ini. Terutama transversus akan
membantu mengembalikan stabilitas panggul. Otot abdomen
mengalami kelemahan dan peregangan karena pengaruh hormon
kehamilan dan perubahan postur selama kehamilan. Kelemahan ini
menimbulkan ketidakstabilan panggul, ketidakseimbangan otot,
masalah punggng kronis, penurunan sokongan,bentuk tubuh yang
buruk, dan penurunan harga diri.
2) Transversus
Tidak disrankan memilih posisi merangkak sampai
perdarahan berhenti sama sekali (kira-kira 4-6 minggu) karena
kemungkinan adanya emboli udara yang memasuki plasenta.
Posisi awal – berbaring miring atau terlentang : berbaring
pada salah satu sisi dengan keua lutut ditekuk ke atas dan bantal
diletakan di antara kedua tungkai atau berbaring terlentang dengan
lutut ditekuk keatas dan kaki dipijakan di atas tempat tidur.
a) Cara senam
i. Pertahankan tulang belakang tetap pada posisi tengah, tarik
napas, sambil menegmbuskan napas, secara perlahan
dorong otot abdominal bawah ke arah tulang belakang.
Tahan posisi ini sampai 10 detik, lanjutkan dengan bernapas
normal, kemudian secara perlahan relaks. Ulangi sampai 10
ii. Posisi awal – duduk tegap di kursi makan dengan kaki
dipijakan ke lantai. Letakkan tangan di abdomen di bawah
umbilikus dengan jari-jari tangan mengarah ke garis tengah
tubuh
iii. Pertahankan tulang belakang berada di posisi tengah, tarik
napas, sambil mengembuskan napas, secara perlahan tarik
otot abdomen bagian bawah menjauh dari jari yang
mengarah ke tulang belakang. Tahan posisi ini sampai 10
detik, lanjutkan bernapas normal, kemudian relaks secara
perlahan. ulangi sampai 10 kali.
iv. Pertahankan tulang belakang pada posisi tengah, tarik napas
dan embuskan, secara perlahan tarik otot abdomen bagian
bawah ke arah tulang belakang. Tahan posisi ini sampai
hitungan 10, lanjutkan bernapas normal, kemudian relaks
secara perlahan, ulangi sampai 10 kali.
b) Frekuensi :
Lakukan beberapa kali sehari pada berbagai posisi.
Senam ini dapat pula dilakukan sementara ibu sedang
menyususi, memandikan bayi, mengganti popok. Senam
transversus dan dasar panggul harus bersifat ko-aktivasi,
sebelum melakukan aktifitas seperti mengubah posisi, menaiki
3) Mengangkat panggul
Posisi awal –telentang lutut ditekuk : berbaring dengan lutut
ditekukke atas dan kaki dipijatkan pada tempat.
a) Cara senam
i. Tarik otot abdomen, kencangkan otot bokong dan tekan
sebagian punggung ke arah bawah terhadap penyangga.
Tahan posisi sampai hitungan 5, bernapas normal, kemudian
relaks. Ulangi sampai 10 kali. Gerakan ini dapat dilakukan
dengan lebih berirama untuk mengurangi ketegangan pada
puggung, kapan pun perlu. Posisi duduk tegap dikursi makan.
ii. Tarik otot abdomen, kencangkan otot bokong dan tekan
sebagian punggung kesandaran kursi. Tahan posisi ini sampai
hitungan 5m bernafas normal, kemudian relaks. Ulangi
sampai 10 kali. Posisi awal : duduk menghadap sandaran
kursi dengan posisi kedua tangan bertumpu pada sandaran
kursi.
iii. Tarik bagian abdomen, kencangkan otot bokong, sidikit
bungkukan punggung bawah, dan tahan posisi ini sampai
hitungan 5, bernapas normal, kemudian relaks.
iv. Ulangi sampai 10 Tarik otot abdomen dan dorong bagian
bokong. Tahan sampai hitungan 5, bernapas normal,
b) Frekuensi : lakukan beberapa kali sehari dengan berbagai posisi
untuk meredakan nyeri punggung.
e. Senam stabilitas batang tubuh
Untuk meningkatkan otot transversus menstabilkan panggul
ketika melakukan gerakan tungkai bawah, senam berikut dapat dilakukan
selama 5-10 hari setelah persalinan normal, bila tidak ada gangguan
muskuloskeletal panggul. Dengan posisi duduk dengan kaki berpijak
dilantai dan tangan di bagian bawah abdomen.
1) Cara senam
a) Kencangkan otot dasar panggul dan transversus dan angkat satu
lutut sehingga kaki terangkat beberapa inci dari lantai. Tahan
sampai hitungan 5 detik, pastikan bahwa panggul dan tulang
belakang tetap pada posisinya. Ulangi 5 kali untuk
masing-masing tungkai. Secara bertahap tingkatkan penahanan gerakan
sampai 10 detik dan ulangi 10 kali.
Frekuensi : dalam sehari dua sampai tiga kali
Posisi : berbaring miring dengan kedua lutut ditekuk ke depan.
b) Kencangkan otot dasar panggul an transversus dan angkat
bagian atas lutut dengan menggerakkan paha kearah luar, sambil
tumit tetap saling bersinggungan. Tahan sampai 5 detik,
pastikan panggul atau tulang belakang tidak berotasi. Ulangi 5
kali untuk masing-masing tungkai. Secara bertahap tingkatkan
Frekuensi : dalam sehari dua sampai tiga kali
Posisi awal : berbaring miring dengan lutut yang di bawah
ditekuk ke belakang.
c) Tarik abdomen bawah dan naikan tungkai atas mengarah ke atas
sejajar dengan tubuh. Tahan 5 detik pastikan punggung dan
panggul tidak berotasi. Ulangi gerakan 5 kali pada
masing-masing tungkai. Secara perlahan
7. Manfaat senam nifas
Involusio atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana
uterus kembali kekondisi sebelum hamil dengan bobot sekitar 60 gram
Salah satu usaha yang dilakukan untuk mengembalikan
perubahan-perubahan yang terjadi pada masa hamil, persalinan dengan melaksanakan
senam nifas agar kembali seperti semula seperti sebelum hamil.
Manfaat senam nifas adalah memulihkan kembali kekuatan otot
dasar panggul, mengencangkan otot-otot dinding perut dan perinium,
membentuk sikap tubuh yang baik dan mencegah terjadinya komplikasi.
Komplikasi yang dapat dicegah sedini mungkin dengan melaksanakan
senam nifas adalah perdarahan post partum. Saat melaksanakan senam nifas
terjadi kontraksi otot-otot perut yang akan membantu proses involusi yang
mulai setelah plasenta keluar segera setelah proses involusi.
Untuk mengembalikan kepada keadaan normal dan menjaga
setelah melahirkan Ibu tidak perlu takut untuk banyak bergerak, karena
dengan ambulasi dini (bangun dan bergerak setelah beberapa jam
melahirkan) dapat membantu rahim untuk kembali kebentuk semula pada
akhir kala III persalinan, uterus berada di garis tengah kira-kira 2 cm di
bawa umbilicus dengan bagian fundus bersandar pada promontorium
sakralis. Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai kurang lebih 1 cm
diatas umbilikus. Dalam beberapa hari kemudian, perubahan involusi
berlangsung dengan cepat (Bobak, 2005).
Senam nifas sebaiknya dilakukan dalam waktu 24 jam setelah
melahirkan, secara teratur setiap hari. Setelah 6 jam persalinan normal atau
8 jam setelah operasi besar, ibu sudah boleh melakukan ambulasi.
Pengamatan senam nifas belum dilakukan baik dirumah sakit
maupun di pelayanan-pelayanan tertentu, begitu juga poster-poster yang
berhubungan dengan senam nifas belum ada. Kenyataannya di masyarakat
masih banyak ibu-ibu post partum belum tahu tentang senam nifas, sehingga
ibu-ibu tidak melaksanakan. Hal ini disebabkan antara lain kurang
informasi, ibu belum menyadari tentang manfaat senam nifas.
Melakukan senam nifas akan mempengaruhi kebutuhan otot
terhadap oksigen yang mana kebutuhan akan meningkat, berarti
memerlukan aliran darah yang kuat seperti otot rahim bila dilakukan senam
nifas akan merangsang kontraksinya, sehingga kontraksi uterus akan
semakin baik, pengeluaran lochia akan lancar sehingga mempengaruhi
D.Pijat Oksitoksin
Kususnya di negara kita, meningkatnya angka kematian ibu setelah
melahirkan yang disebabkan oleh perdarahan. Salah satu cara untuk mengatasi
perdarahan itu dengan cara melakukan pijat oksitosin. Pijatan ini dapat
merangsang hormon oksitosin yang menyebabkan kontraksi uterus sehingga
proses involusi bisa berjalan normal.
Angka kematian ibu melahirkan disebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya karena pendarahan. Pendarahan menjadi penyebab utama kematian
ibu di Indonesia. Penyebab kedua ialah eklamsia lalu infeksi (Depkes RI,
2009).
Upaya pencegahan perdarahan post partum dapat dilakukan semenjak
persalinan kala 3 dan 4 dengan pemberian oksitosin. Hormon oksitosin ini
sangat berperan dalam proses involusi uterus. Proses involusi akan berjalan
dengan bagus jika kontraksi uterus kuat sehingga harus dilakukan tindakan
untuk memperbaiki kontraksi uterus (Cuningham, 2006).
Upaya untuk mengendalikan terjadinya perdarahan dari tempat plasenta
dengan memperbaiki kontraksi dan retraksi serat myometrium yang kuat
dengan pijatan oksitosin. Oleh karena itu, upaya mempertahankan kontraksi
uterus melalui pijatan untuk merangsang keluarnya hormon oksitosin
merupakan bagian penting dari perawatan post partum (Bobak, 2005).
Pijat oksitosin adalah suatu tindakan pemijatan tulang belakang mulai
parasimpatis untuk menyampaikan perintah ke otak bagian belakang sehingga
oksitosin keluar (Suhermi, 2008: Hamranani 2010).
Pijat oksitosin, yaitu pemijatan sepanjang tulang belakang (vertebrae)
sampai tulang costae kelima atau keenam akan memberikan rasa nyaman dan
rileks pada ibu setelah mengalami proses persalinan sehingga sekresi hormone
prolaktin dan oksitosin tidak terhambat (Roesli, 2008).
Hormon oksitosin akan keluar melalui rangsangan ke puting susu
melalui isapan mulut bayi atau melalui pijatan pada tulang belakang ibu bayi,
dengan dilakukan pijatan pada tulang belakang ibu akan merasa tenang, rileks,
meningkatkan ambang rasa nyeri dan mencintai bayinya , sehingga dengan
begitu hormon oksitosin keluar dan ASI pun cepat keluar (Roesli, 2008).
Pijatan ini memberikan rasa nyaman pada ibu setelah mengalami proses
persalinan dapat dilakukan selama 2-3 menit secara rutin 2 kali dalam sehari
Depkes (2009). Pijat oksitoksin ini bisa dilakukkan segera setelah ibu
melahirkan bayinya dengan durasi 2-3 menit, frekuensi pemberian pijatan 2
kali sehari. Pijatan ini tidak harus dilakukkan langsung oleh petugas kesehatan
tetapi dapat dilakukan oleh suami atau anggota keluarga yang lain. Petugas
kesehatan mengajarkan kepada keluarga agar dapat membantu ibu melakukan
pijat oksitoksin karena tekhnik pijatan ini cukup mudah dilakukkan tidak
menggunakkan alat tertentu.
Melalui pijatan atau rangsangan pada tulang belakang, neurotransmitter
akan merangsang medulla oblongata langsung mengirim pesan ke
menyebabkan buah dada mengeluarkan air susunya. Dengan pijatan di daerah
tulang belakang ini juga akan mereklaksasi ketegangan dan menghilangkan
stress dan dengan begitu hormon oksitosin keluar dan akan membantu
pengeluaran air susu ibu, dibantu dengan isapan bayi pada putting susu pada
saat segera setelah bayi lahir dengan keadaan bayi normal Guyton (2007),
Kolostrum yang menetes atau keluar merupakan tanda aktifmya refleks
oksitosin (Perinasia, 2010).
Teori yang dikemukakan oleh Jordan (2004), bahwasanya oksitosin
merupakan suatu hormon yang dapat memperbanyak masuknya ion kalsium
kedalam intrasel . Keluarnya hormon oksitosin akan memperkuat ikatan aktin
dan myosin sehingga kontraksi uterus semakin kuat dan proses involusi
uterus semakin bagus.
Jordan (2004) mengungkapkan bahwa oksitosin yang dihasilkan dari
hiposis posterior pada nucleus paraventrikel dan nucleus supra optic. Saraf
ini berjalan menuju neuro hipofise melalui tangkai hipofisis, dimana bagian
akhir dari tangkai ini merupakan suatu bulatan yang mengandung banyak
granula sekretrotik dan berada pada permukaan hipofise posterior dan bila
ada rangsangan akan mensekresikan oksitosin. Sementara oksitosin akan
bekerja menimbulkan kontraksi bila pada uterus telah ada reseptor oksitosin.
Hormon oksitoksin yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan
mengatur kontraksi uterus, mengompresi pembuluh darah dan membantu
darah ke uterus. Proses ini akan membantu mengurangi bekas luka implantasi
plasenta serta mengurangi perdarahan ( Bobak, 2005).
Hasil penelitian yang sama juga diungkapkan oleh Muarif (2004),
menyimpulkan bahwa oksitosin digunakan untuk memperbaiki kontraksi uterus
setelah melahirkan sebagai upaya untuk mencegah terjadinya perdarahan post
partum. Hasil penelitian yang sama juga dilakukan oleh Hamranani (2010)
yang menyimpulkan bahwa oksitosin digunakan untuk memperbaiki kontraksi
uterus setelah melahirkan sebagai salah satu tindakan untuk mencegah
terjadinya perdarahan post partum. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dan
hasil penelitian yang dilakukan peneliti dapat disimpulkan bahwasanya
oksitosin bermanfaat untuk memperbaiki involusi uterus dan bisa menjadi
salah satu cara untuk mengatasi perdarahan.
Hormon oksitosin disebut juga dengan hormone cinta kasih, sehingga
bila kondisi ibu senang, tenang, dan nyaman, produksi oksitosin akan
meningkat Roesli (2008). Sebaliknya sekresi okstosin akan menurun pada saat
ibu berada dalam keadaan khawatir, takut, atau bahkan cemas.
Hormon oksitosin berasal dari bagian belakang kelenjar hipofise,
seperti halnya prolaktin, oksitosin juga dihasilkan bila ujung saraf sekitar
payudara dirangsang oleh isapan mulut bayi. Oksitosin masuk ke dalam darah
menuju payudara, kejadian ini disebut refleks pengeluaran ASI atau refleks
oksitosin atau let down reflex. Bayi tidak akan mendapatkan ASI cukup bila
hanya mengandalkan refleks pembentukan ASI atau refleks prolaktin saja, ia