KONFLIK ANTAR SUKU
DALAM NOVEL PANGGIL AKU SYDNEY
KARYA FITRIYANTI KARTIKA PURNOMO
Tugas Akhir
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh
Ignatius Subono Hadinugroho NIM: 094114004
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
JURUSAN SASTRA INDONESIA, FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Konflik Antar suku dalam Novel Panggil Aku Sydney, Karya Fitriyanti Kartika Purnomo.” Tugas akhir ini merupakan prasyarat untuk mendapatkan gelar sarjana sastra di Fakultas Sastra, Program Studi Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih atas segala bantuan sehingga tugas akhir ini dapat selesai dengan baik, kepada:
1. Drs. Hery Antono, M. Hum., selaku pembimbing akademik dan ketua program studi Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. 2. S.E Peni Adji, S.S., M. Hum., selaku dosen pembimbing pertama atas waktu,
kesabaran, semangat, masukan, dan kemudahan-kemudahan yang telah diberikan kepada penulis.
3. Drs. B. Rahmanto, M. Hum., selaku dosen pembimbing kedua atas waktu, kesabaran, semangat, masukan, dan kemudahan-kemudahan yang telah diberikan kepada penulis.
4. Seluruh staf pengajar program studi Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma yang telah dengan sabar mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan.
5. Bapak dan Ibu penulis yang selalu memberikan dukungan moral dan materi sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan tugas akhir ini karena berbagai keterbatasan dan kurangnya pengetahuan. Akhir kata semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya. Terima kasih.
Yogyakarta, 25 Juli 2014 Penulis
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Ketika pertandingan dimulai, janganlah takut. Hidup itu luas & penuh tantangan. Sebagai orang sejati tidak ada salahnya kita beradu dengan tantangan. Jika kita
dapat menikmati sebuah tantangan, maka hidup itu akan terasa lebih indah. Ingat!!
kalah itu wajar, menang itu pasti.”
ABSTRAK
Hadinugroho, Ignatius Subono. 2014. “Konflik Antar Suku dalam Novel Panggil Aku Sydney, Karya: Fitriyanti Kartika Purnomo.” Skripsi pada Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Beberapa wilayah di Indonesia sering terjadi konflik yang dilatarbelakangi oleh masalah-masalah perbedaan yang berkaitan dengan fisik, kepandaian, pengetahuan, adat dan budaya, keyakinan, agama, dan sebagainya. Hal ini tentu menjadi sumber inspirasi pengarang untuk mendalami konflik-konflik dan kemudian mengungkapkannya dalam novel. Fenomena tersebut terjadi karena pengarang merupakan anggota masyarakat itu sendiri sehingga terkadang pengarang merupakan orang yang terlibat dalam fenomena dan peristiwa tertentu.
Novel Panggil Aku Sydney, karya Fitriyanti Kartika Purnomo yang merupakan alumni dari Fakultas Psikologi, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Novel ini adalah hasil cipta pengarang dalam menuangkan ide tentang pandangan manusia akan pengalaman kehidupan yang melekat dalam individu. Pandangan pengarang dituangkan lewat tokoh Sydney yang merupakan keturunan Australia-Madura, dalam konflik antar suku di Sampit, Kalimantan Tengah. Konflik antar suku digambarkan secara kuat dalam novel ini. Konflik antar-suku itu sendiri merupakan perselisihan antara dua kelompok yang memiliki ciri khas tertentu dari latar belakang yang berbeda karena suatu permasalahan tertentu.
ABSTRACT
Hadinugroho, Ignatius Subono. 2014. “Clash Civilization in the Novel Panggil Aku Sydney, Writen: Kartika Fitriyanti Purnomo.” A Thesis of Departement of Indonesian Letters, Faculty of Letters, Sanata Dharma University, Yogyakarta.
In some area in Indonesia, conflict often happens which caused by difference problems related with physic, intelegence, knowledege, culture, believe, religion, etc. This thing become the source of inspiration for writer to learn more about conflicts and describe in to novel. The phenomenon happening because the writer was a part of those citizien it self, sometimes the writer was the person who involve in the phenomenon and some event.
Novel “Panggil Aku Sydney”, written by Fitriyanti Kartika Purnomo to pass Departement of Phsycology in Islam Indonesia University. This novel the writer which describe the idea about the way of human think in life experience of individual. Idea of writer described into Sydney, a character which Autralian and madura breed, in conflict between tribe in Sampit, Central of Borneo. The conflict between tribe discribed very strongly in this novel. The conflict it self was a problem between 2 tribes which had a uniq from a difference back ground because some problem.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING...ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI...iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS...v
KATA PENGANTAR...vi
HALAMAN PERSEMBAHAN...viii
ABSTRAK...ix
ABSTRACT...x
DAFTAR ISI...xi
BAB I PENDAHULUAN...1
1.1 Latar Belakang Masalah...1
1.2 Rumusan Masalah...2
1.3 Tujuan Penelitian...2
1.4 Manfaat Penelitian...2
1.5 Tinjauan Pustaka...4
1.6 Landasan Teori...5
1.7 Metode Penelitian...21
1.8 Sistematika Penyajian...23
BAB II ALUR, TOKOH PENOKOHAN, DAN LATAR...24
2.1 Alur...24
2.1.1 Pemaparan...25
2.1.3 Klimaks...32
2.1.4 Penyelesaian...32
2.2 Tokoh Penokohan...33
2.2.1 Tokoh...34
2.2.2 Penokohan...35
2.3 Latar...43
2.3.1 Latar Tempat...44
2.3.2 Latar Waktu...45
2.3.3 Latar Sosial...46
BAB III KONFLIK ANTAR SUKU DALAM NOVEL PANGGIL AKU SYDNEY 3.1 Pengantar...50
3.2 Penyebab Konflik Antar Suku dalam Novel Panggil Aku Sydney...51
3.3 Konflik Sosial dalam Novel Panggil Aku Sydney...52
3.4 Akibat Konflik yang Terjadi dalam Novel Panggil Aku Sydney...53
BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan...56
4.2 Saran...58
DAFTAR PUSTAKA...59
LAMPIRAN...60
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai ragam budaya di
setiap daerahnya dan dihuni oleh masyarakat atau suku-suku tertentu yang berkumpul menempati daerah-daerah di berbagai pulau yang menyebar di Indonesia. Beberapa wilayah di Indonesia sering terjadi konflik yang
dilatarbelakangi oleh masalah-masalah perbedaan yang berkaitan dengan fisik, kepandaian, pengetahuan, adat dan budaya, keyakinan, agama, dan sebagainya.
Hal ini tentu menjadi sumber inspirasi pengarang untuk mendalami konflik-konflik dan kemudian mengungkapkannya dalam novel.
Pengarang sangat dipengaruhi oleh peristiwa atau situasi yang terjadi di
tengah-tengah masyarakat. Fenomena tersebut terjadi karena pengarang merupakan anggota masyarakat itu sendiri sehingga terkadang pengarang merupakan orang yang terlibat dalam fenomena dan peristiwa tertentu.
Kehidupan manusia yang digambarkan dalam sebuah karya sastra merupakan cerminan dari kehidupan sosial masyarakat yang ada. Kehidupan
manusia tersebut dituangkan dengan media bahasa ke dalam rangkaian cerita yang dapat diterima oleh masyarakat luas.
Novel Panggil Aku Sydney, merupakan hasil cipta pengarang dalam
yang merupakan keturunan Australia-Madura, dalam konflik antar suku di
Sampit, Kalimantan Tengah.
Pengarang novel Panggil Aku Sydney ini bernama lengkap Fitriyanti
Kartika Purnomo. Lahir di Kupang pada tanggal 16 Februari 1983, menyelesaikan sekolah tingkat dasar sampai menengah di Kupang. Pengarang merupakan almuni dari Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia. Saat sedang menempuh studi,
pengarang aktif di Komunitas Progresif Psikologi (KMPP), modelling, dan penulisan naskah dokumenter tentang psikologi.
Penulis menuliskan novel ini berdasarkan kisah dari seorang sumber yang mengalami kejadian secara langsung saat terjadi kerusuhan di Sampit, Kalimantan
Tengah. Ia mendapatkan ide menulis karena berawal dari sharing narasumber tentang masalah psikologis.
Melihat kisah-kisah konflik antar suku yang terjadi di Indonesia, tentu ada
perjalanan hidup seseorang yang bisa dibuat sebuah cerita yang menarik oleh penulis. Seperti novel ini yang menceritakan kisah hidup seseorang dalam konflik antara suku Dayak dengan suku Madura yang terjadi di masyarakat pada waktu
silam.
Konflik antar suku digambarkan secara kuat dalam novel ini karena
pengarang menceritakan suasana yang terjadi saat terjadi konflik antara suku Dayak dengan suku Madura melalui tokoh utama yang bernama Sydney. Konflik antar suku itu sendiri merupakan perselisihan antara dua kelompok yang memiliki
tertentu. Peneliti tertarik untuk mendalami topik tersebut karena secara umum
konflik antar-suku meninggalkan akibat bagi orang-orang yang mengalaminya.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
1.2.1 Bagaimanakah alur, tokoh penokohan, dan latar dalam novel Panggil Aku
Sydney karya Kartika?
1.2.2 Bagaimanakah konflik antar suku dalam novel Panggil Aku Sydney karya Kartika?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut :
1.3.1 Mendeskripsikan alur, tokoh penokohan, dan latar dalam novel Panggil Aku Sydney karya Kartika.
1.3.2 Mendeskripsikan konflik antar suku yang tergambar dalam novel Panggil
Aku Sydney.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat hasil penelitian ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu manfaat
teoritis dan manfaat praktis. Manfaat teoretis penelitian ini adalah sebagai contoh penerapan teori Sosiologi Sastra dalam menganalisis sebuah novel. Manfaat
praktis yang muncul dari hasil penelitian ini adalah
1.4.2 Memberikan sumbangan studi sosial tentang konflik antar-suku di
Indonesia.
1.5 Tinjauan Pustaka
Novel Panggil Aku Sydney, belum pernah dibahas sehingga peneliti tertarik untuk membahasnya. Topik tentang konflik antar-budaya pernah dibahas oleh Dhian Hari Martha Dwi Atmaja dalam skripsinya yang berjudul Konflik
Budaya dalam Novel Bumi Manusia, Karya Pramoedya Ananta Toer: Pendekatan
Fenomenologi-Sosiologis, tahun 2008. Berdasarkan pembahasan skripsinya ini,
penulis dapat menyimpulkan bahwa 1) bentuk fenomena konflik budaya terdiri dari a) konflik tentang konsep ―Nyai‖ dalam NBM sebagai kontradiksi
pemahaman budaya, b) sistem budaya demokrasi, yaitu antara nilai keterbukaan
dan ketertutupan atau éthok-éthok, c) status sosial yaitu antara nilai kesetaraan sosial dan hirarkis sosial, dan d) paham individualitas dan kebersamaan, yaitu
antara nilai individualitas dan kebersamaan, dan 2) hubungan antara konflik budaya dalam NBM dengan sejarah perkembangan kebudayaan Indonesia adalah a) konflik tentang konsep ―Nyai‖ tercermin di dalam pergaulan generasi muda
Indonesia modern, b) sistem budaya demokrasi, masih terdapatpertentangan antara keterbukaan dan ketertutupan, c) status sosial masih terdapat adanya status
akan membahas konflik budaya dalam novel Panggil Aku Sydney yang diwarnai
dengan konflik antar suku di Sampit, Kalimantan Tengah.
1.6 Landasan Teori
Dalam landasan teori ini akan dijelaskan mengenai pengertian sosiologi
sastra, alur, tokoh dan penokohan, latar sosial, pengertian konflik antar suku, konflik antara suku Dayak dengan suku Madura, pengertian pendekatan
sosiologis, dan sudut pandang.
1.6.1 Alur
Menurut Staton (dalam Nurgiantoro 2007: 113), alur adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab-akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan peristiwa yang lain.
Alur memiliki beberapa tahap yaitu pemaparan peningkatan konflik, klimaks, dan penyelesaian. Alur memiliki unsur kepadatan masing-masing tergantung dari
cerita.
Nurgiyantoro (1995: 153) membagi alur menjadi beberapa macam. Dilihat dari urutan waktu terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam karya
fiksi yang bersangkutan atau lebih tepatnya urutan penceritaan peristiwa-peristiwa yang ditampilkan, alur dibagi menjadi: a) plot lurus atau progesif, alur atau plot
sebuah novel dikatakan lurus atau progesif apabila peristiwa-peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa-peristiwa yang pertama diikuti oleh
tengah atau konflik meningkat, klimaks dan akhir atau penyelesaian; b) plot sorot
balik atau flash back, urutan kejadian yang disajikan dalam sebuah kerya fiksi dengan alur regresif tidak bersifat kronologis. Cerita tidak dimulai dari tahap awal
melainkan mungkin cerita disuguhkan mulai dari tengah atau bahkan dari tahap akhir, baru kemudian tahap awal cerita disajikan. Karya sastra dengan jenis ini, langsung menyuguhkan konflik bahkan telah sampai pada konflik yang
meruncing.
Selain itu, alur dilihat dari jumlahnya dimaksudkan sebagai banyaknya
alur yang terdapat dalam sebuah karya fiksi. Sebagai berikut: a) plot tunggal yaitu apabila karya fiksi hanya mengembangkan sebuah cerita dengan menampilkan
seorang tokoh utama protagonis yang sebagai hero. Sering dipergunakan jika pengarang ingin memfokuskan seorang tokoh tertentu sebagai hero atau permasalahan tertentu yang ditokohutamai seorang yang tertentu pula; b) plot
sub-subplot yaitu apabila karya fiksi memiliki lebih dari satu alur cerita yang dikisahkan, atau terdapat lebih dari seorang tokoh yang dikisahkan perjalanan hidup, permasalahan, dan konflik yang dihadapinya. Struktur alur yang demikian
dalam sebuah karya barangkali berupa adanya sebuah alur utama (main plot) dan plot-plot tambahan (sub-subplot).
Alur berdasarkan kepadatannya, antara lain terbagi menjadi: a) plot padat yaitu cerita yang disajikan secara cepat, peristiwa-peristiwa fungsional terjadi susul-menyusul dengan cepat, hubungan antar-peristiwa juga terjalin secara erat,
lambat di samping hubungan antarperistiwa tersebut pun tidaklah erat benar.
Artinya, antara peristiwa penting yang satu dengan yang lain diselai oleh berbagai peristiwa ―tambahan‖, atau berbagai pelukisan tertentu seperti penyituasian latar
dan suasana, yang kesemuanya itu dapat memperlambat ketegangan cerita.
Alur berdasarkan isinya, digolongkan menjadi: a) plot peruntungan, berhubungan dengan cerita yang mengungkapkan nasib, peruntungan, yang
menimpa tokoh (utama) cerita yang bersangkutan; b) plot tokohan, menyaran pada adanya sifat pementingan tokoh, tokoh yang menjadi fokus perhatian. Plot
tokohan lebih banyak menyoroti keadaan tokoh daripada kejadian-kejadian yang ada atau yang berurusan dengan pemplotan; c) plot pemikiran, mengungkapakan
sesuatu yang menjadi bahan pemikiran, keinginan, perasaan, berbagai macam obsesi, dan lain-lain hal yang menjadi masalah hidup dan kehidupan manusia.
1.6.2 Tokoh Penokohan
Mengenai tokoh, Semi (1988: 39) mengemukakan bahwa pada umumnya fiksi mempunyai tokoh utama (a central character) yaitu orang yang ambil bagian
dalam sebagian besar peristiwa dalam cerita. Biasanya peristiwa atau kejadian-kejadian itu menyebabkan terjadinya perubahan pandangan kita sebagai pembaca
terhadap diri tokoh tersebut.
Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berkelakuan di dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Tokoh dalam suatu cerita merupakan
sebuah cerita rekaan. Istilah ‗tokoh‘ menunjuk pada pelaku dalam cerita
sedangkan ‗penokohan‘ menunjukkan pada sifat, watak atau karakter yang
melingkupi diri tokoh yang ada (dalam Nurgiantoro, 2007: 164-165).
Berdasarkan perannya, tokoh dibedakan menjadi tiga, yaitu: a. Protagonis
Tokoh protagonis adalah tokoh yang paling memprakarsai dan
mempunyai peran sebagai penggerak alur. Tokoh protagonis sangat berkaitan erat dengan jalan cerita karena jika tokoh protagonis tidak
ada maka cerita juga tidak akan ada, dan tokoh protagonis juga dihadirkan pengarang agar pembaca dapat bersimpati kepadanya.
b. Antagonis
Tokoh antagonis juga berkaitan erat dengan jalan cerita. Tokoh antagonis mempunyai fungsi sebagai pembuat masalah dan
penghalang bagi tokoh protagonis. Pengarang menghadirkan tokoh antagonis agar pembaca dapat terpancing emosinya saat membaca karyanya sehingga jalan cerita menjadi terasa hidup.
c. Tritagonis
Tokoh tritagonis mempunyai fungsi sebagai penengah antara tokoh
protagonis dengan tokoh antagonis.
Berdasarkan fungsinya, tokoh dibedakan menjadi tiga, yaitu:
a. Tokoh sentral, adalah tokoh yang paling menentukan dalam seluruh
b. Tokoh utama, adalah tokoh yang diutamakan dan memegang peranan
yang sangat penting dalam cerita. Biasanya tokoh ini merupakan tokoh protagonis.
c. Tokoh pembantu, adalah tokoh yang memegang peranan sebagai pelengkap atau tambahan dalam jalan cerita agar terlihat seimbang.
Penokohan adalah hal-hal yang berkaitan dengan tokoh, dapat meliputi siapa tokoh cerita, dan karakterisasinya. Penokohan sangat berkaitan dengan peran dan fungsi dari tokoh itu sendiri. Penokohan juga merupakan pelukisan gambaran
yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. (dalam Nurgiantoro, 2007: 164-165).
Menurut Jones (dalam Nurgiyantoro, 2007: 165), penokohan adalah gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita, atau penokohan karakter adalah begaimana cara pengarang menggambarkan dan
mengembangkan watak tokoh-tokoh dalam cerita rekannya (Esten, 1994). Biasanya di dalam suatu cerita fiksi terdapat tokoh cerita atau pelaku cerita. Tokoh cerita bisa satu atau lebih. Tokoh yang paling banyak peranannya di dalam
suatu cerita disebut tokoh utama. Antara tokoh yang satu dengan yang lain ada keterkaitan. Tindakan tokoh cerita ini merupakan rangkaian peristiwa antara satu
halnya dengan mengikuti perkembangan tokoh melalui tindakan-tindakannya.
Namun definisi penokohan juga disebutkan oleh beberapa tokoh.
Menurut Sumardjo dan Saini (dalam Nurgiyantoro, 2007: 165-165),
melukiskan watak tokoh dalam cerita dapat dengan cara sebagai berikut: (1) melalui perbuatanya, terutama sekali bagaimana ia bersikap dalam menghadapi
situasi kritis, (2) melalui ucapan-ucapannya, (3) melalui gambaran fisiknya, (4) Melalui keterangan langsung yang ditulis oleh pengarang.
Sudjiman (dalam Nurgiyantoro, 2007: 165), menyebutkan ada dua metode
untuk menggambarkan watak tokoh, yaitu metode analitik dan metode dramatik. Metode analitik disebut juga metode peran, merupakan pemaparan watak tokoh
secara rinci baik ciri fisik maupun psikisnya oleh pengarang. Sedangkan metode dramatik adalah penggambaran watak tokoh melalui pikiran, ucapan, tingkah laku tokoh, lingkungan ataupun dari penampilan fisik.
1.6.3 Latar
Menurut Stanton (dalam Nurgiantoro, 2007: 35), latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam novel, semesta yang berinteraksi dengan
peristiwa-peristiwa yang berlangsung. Latar juga dapat berwujud waktu-waktu tertentu (hari, bulan, dan tahun), cuaca, atau satu periode sejarah.
Melalui analisis terhadap latar, seseorang dapat mengetahui bagaimana keadaan, pekerjaan, dan status sosial para tokoh. Seringkali latar juga berhubungan erat dengan nasib seorang tokoh dalam sebuah teks. Artinya
dikerjakan seorang pelaku. Ketika hujan dan seorang tokoh sedang berjalan, maka
ia akan mencari tempat berteduh dan jika ia mempunyai payung maka ia akan segera menembus hujan. Tapi bila tidak sangat mungkin ia akan melakukan
interaksi dengan orang yang juga tengah berteduh (Nurgiyantoro: 2007: 35). Menurut Nurgiyantoro (2007: 36), latar secara umum dibedakan menjadi tiga yaitu:
1) Latar tempat ialah tempat atau daerah terjadinya sebuah peristiwa dalam cerita. Sangat mungkin latar tempat sebuah karya fiksi terdapat di dalam ruangan dan
tidak menutup kemungkinan latar tempat terjadi di luar ruang lingkungan, di jalanan atau di sebuah kota misalnya.
2) Latar waktu ialah waktu terjadinya sebuah peristiwa dalam cerita. Latar waktu bisa berupa detik, menit, jam, jari, minggu, bulan, tahun, dan seterusnya. Tetapi juga sangat mungkin pengarang tidak menentukan secara persis tahun, tanggal
atau hari terjadinya peristiwa, namun hanya menyebutkan saat Hari Raya, Natal, tahun baru dan sebagainya yang pada akhirnya juga akan mengacu kepada waktu seperti tanggal dan bulan tergantung latar tempat dalam cerita. Misalnya tahun
baru di Indonesia identik dengan 1 Januari, namun di Arab tahun baru lebih identik pada 1 Muharram.
3) Latar sosial ialah lingkungan hidup dan sistem kehidupan yang ada di tengah-tengah para tokoh dalam sebuah cerita. Pada umumnya latar sosial berhubungan erat dengan tiga latar lainnya. Misalnya seorang mahasiswa umumnya tinggal di
dipastikan menduduki kelas sosial yang tinggi dalam sistem kehidupan bila ia
memiliki sopir dan pergi dengan alat transportasi mobil BMW.
1.6.4 Pengertian Sosiologi Sastra
Swingewood (dalam Faruk, 1999: 1-2), mendefinisikan sosiologi sebagai studi yang ilmiah dan objektif mengenai manusia dalam masyarakat, studi mengenai lembaga-lembaga dan proses-proses sosial, sedangkan Ritzer
menganggap sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang multi paradigma. Maksudnya, di dalam ilmu tersebut dijumpai beberapa paradigma yang saling
bersaing satu sama lain dalam usaha merebut hegemoni dalam lapangan sosiologi secara keseluruhan. Paradigma itu sendiri diartikannya sebagai satu citra fundamental mengenai pokok persoalan dalam suatu ilmu pengetahuan, yaitu:
paradigma fakta-fakta sosial, paradigma definisi sosial, dan paradigma perilaku sosial.
Sosiologi (dalam Damono, 1978: 6) adalah telaah yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat, telaah tentang lembaga dan proses sosial. Seperti halnya sosiologi, sastra juga berurusan dengan manusia dalam masyarakat
dengan di dalamnya terdapat usaha manusia untuk menyesuaikan diri dan usahanya untuk mengubah masyarakat itu. Pendekatan terhadap sastra yang
Menurut Damono (1978: 2), ada dua kecenderungan utama dalam telaah
sosiologis terhadap sastra, yaitu: 1) Pendekatan yang berdasarkan anggapan bahwa sastra merupakan cermin proses sosial ekonomi belaka. Pendekatan ini
bergerak dari faktor luar sastra untuk membicarakan sastra; 2) Pendekatan yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelitian. Metode yang digunakan dalam sosiologi sastra ini adalah analisis teks untuk mengetahui lebih dalam lagi
gejala di luar sastra.
Sosiologi sastra berdasarkan prinsip bahwa karya sastra merupakan
refleksi pada zaman karya sastra itu ditulis yaitu masyarakat yang melingkupi penulis, sebab sebagai anggotanya penulis tidak dapat lepas darinya. Pendekatan sosiologi bertolak dari asumsi bahwa sastra merupakan cerminan kehidupan
masyarakat, melalui karya sastra seorang pengarang mengungkapkan problem kehidupan yang pengarang sendiri ikut di dalam karya sastra menerima pengaruh
dari masyarakat dan sekaligus mampu memberi pengaruh terhadap masyarakat bahkan seringkali masyarakat sangat menentukan nilai karya sastra yang hidup di suatu zaman, sementara sastrawan itu sendiri yang merupakan anggota
masyarakat tidak dapat mengelak dari adanya pengaruh yang diterimanya dari lingkungan yang membesarkannya dan sekaligus membentuknya.
Wellek dan Warren dalam Damono (1978:3) mengemukakan tiga klasifikasi yang berkaitan dengan sosiologi sastra, antara lain:
2) Sosiologi karya sastra. Masalah yang dibahas mengenai isi karya sastra, tujuan
atau amanat, dan hal-hal lain yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri dan berkaitan dengan masalah sosial.
3) Sosiologi pembaca. Membahas masalah pembaca dan pengaruh sosial karya sastra terhadap pembaca.
Klasifikasi sosiologi sastra menurut Wellek dan Warren (dalam Damono 1978: 3-4), tidak jauh berbeda dengan klasifikasi kajian sosiologi sastra yang dikemukakan oleh Ian Watt. Ian Watt dalam eseinya yang berjudul ―Literatur
Society‖ yang membicarakan hubungan timbal balik antara sastrawan, sastra, dan
masyarakat, yaitu antara lain:
(1) Konteks sosial pengarang, ada hubungannya dengan posisi sosial masyarakat
dan kaitannya dengan masyarakat pembaca, dan faktor-faktor sosial yang mempengaruhi si pengarang sebagai perseorangan dan isi karya sastranya. Yang
terutama harus diteliti adalah (a) bagaimana si pengarang mendapatkan mata pencahariannya, apakah ia menerima bantuan dari pengayom atau dari masyarakat secara langsung, atau dari kerja rangkap, (b) profesionalisme dalam
kepengarangan: sejauh mana pengarang itu menganggap pekerjaannya sebagai profesi, dan (c) masyarakat apa yang dituju oleh pengarang dalam hubungan
antara pengarang dan masyarakat, sebab masyarakat yang dituju sering mempengaruhi bentuk dan isi karya sastra.
terutama mendapat perhatian adalah (a) sastra mungkin tidak dapat dikatakan
mencerminkan masyarakat pada waktu ditulis, (b) sifat lain dari yang lain seorang pengarang sering mempengaruhi pemilihan penampilan faktor-faktor sosial dalam
karyanya, (c) genre sastra merupakan sikap sosial kelompok tertentu, bahkan sikap sosial seluruh masyarakat, (d) sastra berusaha untuk menampilkan keadaan masyarakat secermat-cermatnya, mungkin saja tidak dipercaya sebagai cermin
pandangan sosial pengarang harus diperhitungkan apabila kita menilai karya sastra sebagai cermin masyarakat.
(3) Fungsi sosial sastra, hal yang perlu dipertanyakan adalah sampai seberapa jauh nilai sastra berkaitan dengan nilai sosial dan seberapa jauh nilai sastra dipengaruhi nilai sosial. Pada hubungan ini, ada tiga hal yang harus diperhatikan
yaitu sudut pandang ekstrinsik kaum Romantik, sastra bertugas sebagai penghibur adanya kompromi dapat dicapai dengan meninjau slogan klasik bahwa sastra
harus menggunakan sesuatu dengan cara menghibur.
Menurut Wellek dan Warren (dalam Damono 1978: 3-4), sosiologi mempermasalahkan sesuatu di sekitar sastra dan masyarakat yang bersifat
eksternal mengenai hubungan sastra dan situasi sosial tertentu, sistem ekonomi, sosial, adat-istiadat. Dalam pendekatan sosiologi ini adalah meskipun pengarang
melukiskan kondisi sosial yang berada di lingkungannya, belum tentu menyuarakan kemauan masyarakat. Pendekatan sosial memiliki segi-segi
karya sastra itu diciptakan oleh suatu kreatifitas dengan memanfaatkan faktor
imagi. Pendekatan sosiologis umum dilakukan terhadap hubungan sosial sastra dan masyarakat sebagai dokumen sosial, sebagai potret kenyataan.
Sosiologi sastra yang dimaksud dalam penelitian ini adalah melihat fenomena sosial yang terjadi di masyarakat dan lingkungan berdasarkan
pencitraan pengarang yang dituangkan dalam bentuk karya sastra. Posisi pengarang sangat penting karena pengarang itu sendiri yang berdekatan dengan fenomena-fenoma tersebut, bahkan menjadi pelaku yang terlibat di dalam
fenomena tersebut.
1.6.5 Konflik Antar Suku
Sifat masyarakat Indonesia yang heterogen atau multikultur ini rentan terhadap kemungkinan terjadinya berbagai konflik antar budaya di dalamnya melalui suku-suku tertentu. Dengan kata lain, faktor perbedaan budaya, potensial
untuk menimbulkan kesalahpahaman, pertentangan, perselisihan, pertikaian, peperangan, bahkan tidak mustahil juga menjadi pemicu dan memegang peranan penting bagi munculnya konflik antar budaya atau konflik antar suku tersebut.
Menurut Kriesberg (dalam Sunarwinadi, 2007 :1), pengertian konflik sosial yaitu hubungan dua atau lebih pihak yang memiliki keyakinan bahwa
mereka masing-masing mempunyai tujuan berbeda. Konflik antar budaya pada dasarnya sama dengan definisi sebelumnya, hanya ditambahkan faktor bahwa pihak-pihak yang terlibat di dalamnya berasal dari latar belakang budaya berbeda,
belah pihak. Karena pada kenyataannya, karakter budaya cenderung
memperkenalkan seseorang kepada pengalaman–pengalaman yang berbeda sehingga membawa kepada persepsi atau pandangan yang berbeda-beda atas
dunia luar.
Setiap konflik dalam karya fiksi memiliki konflik internal dan eksternal (dalam Susan, 2010: 98). Konflik eksternal, dapat dibedakan ke dalam dua
kategori, yaitu konflik fisik (physical conflict) dan konflik sosial (social conflict). Konflik fisik adalah konflik yang disebabkan adanya pembenturan antara tokoh
dan lingkungan alam. Misalnya, konflik atau permasalahan yang dialami seorang tokoh akibat adanya banjir besar, kemarau panjang, gunung meletus dan
sebagainya. Sedangkan konflik sosial adalah konflik yang disebabkan oleh adanya kontak sosial antarmanusia yang berwujud masalah pemburuhan, penindasan, percekcokan, peperangan, dan lain-lain (Nurgiantoro, 2010).
Konflik internal, merupakan konflik yang dialami manusia dengan dirinya sendiri dan lebih merupakan permasalahan intern seorang manusia. Misalnya, hal tersebut terjadi akibat adanya pertentangan antara dua keinginan, keyakinan,
pilihan yang berbeda, harapan-harapan atau masalah-masalah lain (Nurgiantoro 2010).
Menurut Layn (dalam Susan, 2010: 99) penyebab terjadinya konflik adalah (a) Hubungan masyarakat, menganggap bahwa konflik disebabkan oleh
konflik disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia (fisik, mental, dan sosial) yang
tidak terpenuhi atau terhalangi, (c) negosiasi prinsip, menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang
konflik oleh pihak yang mengalami konflik tersebut, (d) identitas, mengasumsikan bahwa konflik disebabkan oleh identitas yang terancam misalnya, penderitaan di masa lalu yang tidak terselesaikan, (e) kesalahpahaman antar-budaya,
mengasumsikan bahwa konflik disebabkan oleh ketidakcocokan dalam cara komunikasi antara berbagai budaya yang berbeda, (f) transformasi konflik,
mengasumsikan bahwa konflik disebabkan oleh masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah sosial, budaya dan ekonomi.
Menurut Raipeza (dalam Susan, 2010:99), konflik dapat mengakibatkan keretakan hubungan antar kelompok, perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga, dan lain-lain, kerusakan
harta benda dan hilangnya jiwa manusia, dan dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik, seperti konflik yang terjadi antara Suku Dayak dengan Suku Madura yang terjadi di Sampit, Kalimantan Tengah.
1.6.6 Konflik Antar Suku di Sampit, Kalimantan Tengah
Konflik antar suku di Sampit adalah pecahnya kerusuhan antar etnis
di Indonesia, berawal pada Februari 2001 dan berlangsung sepanjang tahun itu. Konflik ini dimulai di kota Sampit, Kalimantan Tengah dan meluas ke seluruh
pada 18 Februari 2001 ketika dua warga Madura diserang oleh sejumlah warga
Dayak. Konflik Sampit mengakibatkan lebih dari 500 kematian, dengan lebih dari 100.000 warga Madura kehilangan tempat tinggal. Banyak warga Madura yang
juga ditemukan dipenggal kepalanya oleh suku Dayak.
Konflik Sampit tahun 2001 bukanlah insiden yang terisolasi, karena telah terjadi beberapa insiden sebelumnya antara warga Dayak dan Madura. Konflik
besar terakhir terjadi antara Desember 1996 dan Januari 1997 yang mengakibatkan 600 korban tewas. Penduduk Madura pertama tiba
di Kalimantan tahun 1930 di bawah program transmigrasi yang dicanangkan oleh pemerintah kolonial Belanda dan dilanjutkan oleh pemerintah Indonesia. Tahun
2000, transmigran membentuk 21% populasi Kalimantan Tengah. Suku Dayak merasa tidak puas dengan persaingan yang terus datang dari warga Madura yang semakin agresif. Hukum-hukum baru telah memungkinkan warga Madura
memperoleh kontrol terhadap banyak industri komersial di provinsi ini seperti perkayuan, penambangan, dan perkebunan.
Sebenarnya program transmigrasi ditujukan untuk memberi dampak yang
positif yaitu mengurangi kepadatan penduduk di pulau Jawa, perataan jumlah penduduk di seluruh bagian wilayah Indonesia dan untuk membantu
pengembangan wilayah-wilayah yang masih belum kuat perekonomiannya. Namun program transmigrasi justru membawa dampak negatif salah satunya adalah penduduk asli yang merasa bahwa penduduk pendatang akan menguasai
menimbulkan korban jiwa bahkan oknum-oknum yang tidak terlibatpun terkena
imbasnya hanya karena masalah identitas suku mereka.
(Sumber : http://tirzarest.wordpress.com/2011/10/22/konflik-sampit/)
1.6.7 Pendekatan Sosiologis
Salah satu fungsi teks sastra ialah merefleksikan atau mencerminkan
realitas sosial yang terjadi dalam sebuah masyarakat. Melalui karya sastra pengarang mengungkapkan problema kehidupan yang dialami oleh sebuah masyarakat yang pengarang sendiri berada di dalamnya. Begitulah antara lain
asumsi dasar yang dikembangkan oleh pendekatan sosiologis, salah satu pendekatan yang lazim digunakan dalam pengkajian teks-teks kesastraan (Semi:
1993).
Menurut Sikana (1986:107), pendekatan sosiologis (sosiologikal) yaitu melihat konfrontasi dan konflik yang berlaku dalam masyarakat sebagai sumber
inspirasi penulis. Penulis dalam hal ini bertugas mencerminkan atau menggambarkan peristiwa yang terjadi (di dalam masyarakat tersebut). Dengan demikian, karya sastra dalam pendekatan ini dipandang sebagai medium
penggambaran kondisi sosial yang terjadi pada suatu masyarakat pada suatu kurun waktu tertentu.
1.6.8 Sudut Pandang
Sudut Pandang merupakan salah satu unsur fiksi yang dapat digolongkan
merupakan teknik yang sengaja dipilih penulis untuk menyampaikan gagasan dan
ceritanya, melalui kaca mata tokoh—atau tokoh-tokoh—dalam ceritanya.
Friedman (dalam Nurgiyantoro, 1995:117) mengemukakan
pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya bisa digunakan untuk membedakan sudut pandang. Salah satu pertanyaan itu adalah siapa yang berbicara kepada pembaca (pengarang dalam persona ketiga, atau pertama)? Secara garis besar ada dua macam sudut
pandang, yakni sudut pandang orang pertama dan sudut pandang orang ketiga. Hanya kemudian dari keduanya terbentuk variasi-variasi yang memiliki
konsekuensi berbeda-beda.
Di dalam novel Panggil Aku Sydney, pengarang menggunakan ―Aku‖
sebagai tokoh utama. Pengarang menempatkan dirinya sebagai tokoh di dalam cerita yang menjadi pelaku utama. Melalui tokoh yang bernama Sydney inilah pengarang mengisahkan kesadaran dirinya sendiri mengisahkan peristiwa atau
tindakan. Pembaca akan menerima cerita sesuai dengan yang diketahui, didengar, dialami, dan dirasakan tokoh yang Sydney ini. Tokoh yang bernama Sydney menjadi narator sekaligus pusat penceritaan kehidupan saat terjadinya konflik
yang terjadi antara suku Dayak dengan suku Madura dan kehidupan pasca konflik.
1.7 Metode Penelitian
1.7.1 Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini berbentuk penelitian pustaka karena berobjek pada sebuah teks sastra, yaitu novel. Pengumpulan data akan dilakukan dengan metode simak dan teknik catat.
Data bersumber dari novel Panggil Aku Sydney karya Fitriyanti Kartika Purnomo. Teknik yang digunakan adalah teknik catat. Adapun sumber data
adalah:
a. Judul Buku : Panggil Aku Sydney
b. Pengarang : Fitriyanti Kartika Purnomo c. Penerbit : Alenia
d. Tahun Terbit : Cetakan Pertama 2004
e. Tebal Buku : 181 halaman
1.7.2 Teknik Analisis Data
Data-data dalam penelitian ini akan dianalisis menggunakan metode analisis isi. Analisis isi berhubungan dengan alur, tokoh penokohan, latar sosial, pendekatan sosiologis dan pandangan tokoh utama terhadap konflik antar-budaya
yang bernama Sydney.
1.7.3 Teknik Penyajian Data
Metode yang digunakan dalam penyajian penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. Penelitian ini dilakukan dengan cara memaparkan alur, tokoh penokohan, latar sosial, pendekatan sosiologis dan pandangan tokoh utama yang
informasi apa adanya sesuai dengan data yang diteliti, namun memberi penjelasan
dan pemahaman.
1.8 Sistematika Penyajian
Penelitian ini akan disajikan dalam empat bab. Pada bab pertama adalah
pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, studi pustaka, landasan teori, dan metode yang digunakan
dalam penelitian ini. Bab dua adalah pembahasan yang berisi analisis alur, tokoh penokohan dan latar dalam novel Panggil Aku Sydney. Bab tiga adalah analisis tentang pembahasan konflik antar suku berdasarkan pendekatan sosiologis. Bab
empat adalah penutup yang berisi kesimpulan dan saran. Daftar pustaka berisi sumber-sumber yang berasal dari buku dan sumber online. Lampiran berisi
BAB II
ALUR, TOKOH PENOKOHAN, DAN LATAR
2.1 Alur
Novel ini menggunakan alur maju karena menceritakan kehidupan Sydney
secara urut dari awal sampai akhir. Berdasarkan kepadatannya novel ini menggunakan alur longgar karena dalam penceritaannya terdapat tarik ulur masalah yang dialami tokoh utama yang bernama Sydney sebelum menuju akhir
cerita. Tahapan alur berisi latar sosial kehidupan tokoh utama yang bernama Sydney saat masih berada di Sampit dan setelah sampai di Jakarta setelah
mengalami peristiwa konflik. Berikut ini akan dipaparkan tahapan alur:
Tahapan Alur
2.1.1 Pemaparan
Ayah Sydney mendapatkan berita melalui fax dari kedubes Australia agar keluarganya segera meninggalkan Sampit karena terjadi pertikaian antara suku
Sampit dengan suku Madura di tempat tinggal mereka. Namun, berita ini terlambat karena jalan-jalan untuk akses keluar dari daerah mereka sudah tidak
aman karena penduduk lokal, yaitu orang-orang Dayak telah memblokir akses jalan keluar wilayah tersebut. Selain itu, ayah Sydney memilih tidak meninggalkan Sampit karena rumah di Sampit ini merupakan pemberian dari
meninggalkan rumah ini karena sebagai tanda penghormatan terhadap kakek
Sydney yang telah memberikan rumah ini. Seperti terlihat dalam kutipan berikut: Malam itu lengang seperti biasanya. Ayah menerima fax dari Kedubes Australia di Indonesia untuk segera meninggalkan Sampit dan berimigrasi ke Jakarta, dan mudah bagi duta besar seperti ayah untuk mendapatkan pemukiman yang layak, setidaknya lebih layak dari rumah ini. Rumah ini adalah tawaran terakhir kakekku kepada ayah untuk meneruskan sejarah, dan ayahku menerimanya sebagai penghormatan dari kakek sebelum ia menutup kedua kelopak mata yang keriputnya sudah bergantung hampir menyentuh pipi untuk selama-lamanya. Setiap bulan sekali ayah pulang darimanapun ia pergi demi mendedikasikan dirinya atas pekerjaannya yang banyak, rumit, serumit akar yang menghujam dasar bumi, memilin, dan masing-masing pilinannya tak memiliki simpul, hanya terpilin terus sampai dasar dimana ia mengambil seluruh energi dan protein bumi. Maka di sinilah kami (hlm. 4-5).
2.1.2 Peningkatan Konflik
Peningkatan konflik terjadi karena Ibunda Sydney menerima telepon dari seseorang yang menyarankan agar keluarganya segera meninggalkan Sampit agar
nyawa mereka dapat selamat. Ayah Sydney segera menyuruh Sydney dan Sarah untuk bersembunyi di lantai atas. Kaca jendela rumah mereka pecah oleh batu
yang dilempar oleh orang-orang Sampit. Batu yang dilemparkan itu juga mengenai kepala ibunda Sydney sampai berdarah dan membuatnya jatuh tersungkur. Rumah Sydney dikepung oleh orang-orang Sampit, kemudian
Orang-orang Sampit membantai Orang-orang tua Sydney. Mereka dibantai dengan cara menyayat dengan menggunakan mandau. Setelah orang tua Sydney tewas,
waspada. Bunda tidak bicara sama sekali, tapi rau wajahnya menyimpulkan sesuatu yang buruk akan terjadi. Telpon kembali ditutup, setelah satu kalimat keluar dari mulutnya ―terima kasih‖. Aku menyentuh lengannya, ―siapa bunda?‖. Ia tetap diam. Ayah dan Sarah berdiri di depan kamar Sarah. Semua berdiri, menunggu.
―Malam ini akan ada lagi.‖ Jantungku seolah menyemburkan darah dengan kencang. Aku meraih pundaknya dan segera memeluknya.
Ayah menghampiri kami, ―Kita harus pergi dari sini, malam ini juga,‖ tegasnya sambil dengan cekatan menutup semua gorden dan mematikan lampu ruang tamu.
―Kita tidak bisa kemana-mana sekarang!‖ teriak bunda kemudian beranjak hendak mematikan lampu di ruangan tengah ketika terdengar teriakan dan suara-suara asing berkesiap memecah segala sendi kesunyian. Dan menuju kemari, ke rumah ini.
―Cepat naik ke atas!‖ Ayah berseru pada kami.
―Kami??! Mereka bisa membunuh siapa saja saat ini! Gubernur, bupati, presiden..! Jangan merasa diri ayah kebal. Ayo kita keluar dari jendela kamar Sarah sekarang!..‖
Praang!! Ada suara yang memotong kalimatku dengan lantangnya. Kaca jendela di samping persis tempat bunda berdiri berhamburan disertai sebongkah batu berukuran kepalan tangan seorang lelaki dewasa. Tak pelak, benda tak bernyawa itu menghantam kepala bunda, ia tersungkur (hlm. 8-9).
Sarah meyeruak kegelapan dan mengeluarkan lolongan panjang di samping tubuh ayah yang bersimbah darah, merubah kemeja putihnya menjadi berwarna merah pekat. Aku mencari bunda.
Sydney ditolong oleh penduduk lokal yang bernama Neni. Mereka dirawat
―Panggil saya Neni..‖ Neni..hm, andai ia tahu di Australia keluarga ayah menyebut babby sitter keponakan-keponakannya dengan nama itu. Apa Neni ini juga akan mengasuh kita?
―Saya akan merawat kalian.‖ Ia kini seperti membaca pikiranku. Aku hanya mengangguk.
―Siapa namamu?‖ Neni mengikat kain putih berisi ramuan tadi ke lenganku.
―Uuh..‖ Aku menggigit bibir. Perih. Neni hanya tersenyum dan menyuruhku untuk membiasakannya selama beberapa menit. Sepertinya ia tahu aku menyukai senyumnya, ia terus memberikannya.
―Sydney..‖ Aku memandang wajah yang sibuk dengan pekerjaannya di lenganku itu.
Ia mengangkat wajah, membalas tatapanku. Kali ini tanpa senyum, seperti memintaku mengulangi kalimat itu (hlm. 20-21).
Adik Sydney yang bernama Sarah diperkosa dan dibantai saat berada di
rumah Neni karena tidak sempat bersembunyi karena tubuhnya masih lemah saat di rumah Neni. Pemilik rumah yang bernama Neni ini yang masih keturunan asli Sampit pun ikut dibantai karena dituduh sebagai pengkhianat karena
menyembunyikan musuh. Neni dibantai dengan cara dipenggal kepalanya. ―Panggil saya Sydney...‖
Kemudian Neni berlari keluar dan terdengar suara, “ikam
Aku kedua telingaku dengan tangan sekuatnya, wajahku kubenamkan di lutut yang bertekuk. Ruangan itu hanya beberapa meter, Sarah tak mungkin luput dari pandangan mata semut sekalipun. Aku segera sadar, lukaku akan beranak-pinak.
Walau aku menutup mata dan telinga, aku tahu Neni telah menjadi korban tombak panjang itu. Walau dalam lemari ini dentuman jantungku menguasai telingaku, tapi aku tahu Sarah tengah berteriak karena sebelum lehernya terkena sayatan pisau, ia lebih dahulu diperkosa, dan kini mati dalam keadaan separuh bugil! Cukup singkat saja adegan ini kupaparkan, tapi jangan takut, sakitnya akan menemani seumur hidupku (hlm. 25-26).
Sydney bertemu lelaki agak tua yang bernama Dar sejak berada di atas
truk yang membawa mereka ke pengungsian dan mulai akrab. Di dalam perjalanan menuju pengungsian, Dar banyak menceritakan tentang pengalaman hidupnya kepada Sydney.
Malam itu aku berkenalan dengan lelaki cerewet di atas truk. Namanya Dar. Entah dari Darso, Darto, atau Dadar sekalipun aku tak peduli. Ia ramah dan suka sekali berbicara. Walau sudah kusebut namaku, ―Panggil saya Sydney,‖ tapi dia lebih suka memanggilku ‗bule‘. Jadi memilih memaklumi manusia seperti ini dengan menganggap panggilan ‗bule‘ untukku adalah hak asasi baginya (hlm. 36).
Sebelum Dar meninggal, ia sempat memberikan sedikit uang kepada Sydney saat baru sampai di pengungsian untuk bekal hidup atau modal saat berada di Jakarta nanti. Dar meninggal karena serangan jantung pada usianya
untuk pergi ke Jakarta dengan menggunakan kapal laut dengan bekal sedikit uang
yang diberikan oleh Dar.
... ―Pak, lihat bapak-bapak yang tadi pagi dibawa ke sini?‖
Orang itu mengangkat bahu dan mengedarkan pandangan. Aku ikut melihat-lihat. Bodohnya aku, bapak-bapak buka cuma satu.
―Kulitnya hitam, memakai selempang yang diikat di kepalanya. Namanya Dar.‖ Aku bersabar.
―Oooh..siapamu?‖
Aku memiringkan bibir, ―bukan siapa-siapa..‖
―Meninggalkan sejam lalu. Serangan jantung, penyumbatan jaringan otak. Angin duduk, seperti...‖ Lelaki itu menepuk pundakku dan segera kutepis. Mundur beberapa langkah, dan berlari keluar tenda, berlari untuk membuang tanda tanya yang tak pernah absen di benakku. Berlari kencang sekali, sampai sesuatu memukul keras jantungku (hlm. 42).
Sydney berkenalan dengan Star saat berada di atas kapal laut menuju Jakarta. Mereka berbincang-bincang tentang diri mereka masing-masing dan
mulai akrab. Sydney pun menaruh hati pada Star. Setelah sampai di Jakarta Star berpisah dengan Sydney dan pergi menuju tujuannya masing-masing.
―Kau belum menyebutkan sebuah nama.‖ dan kapal ini. Menjadi penguasa bumi (hlm. 59-60).
semenarik mungkin. Seperti menari tarian menantang angin di anjungan, menatap matahari tenggelam, menghitung bintang dan merangkainya, menyusup matahari terbit dengan teriakan, dan duduk di atas pagar...ah! Star sial! (hlm. 67)
Sydney ditolong oleh Abigail saat pingsan akibat mabuk laut ketika makan bubur di dekat kontrakan Abigail. Sydney pun tinggal bersama Abigail di kontrakannya dan diberikan informasi pekerjaan oleh Abigail. Sydney akhirnya
bekerja di klub malam milik Tony dan teman baru yang bernama dan Latsmi.
Tidak begitu buruk kerja di bar, di situ tidak ada pelayan laki-laki, dan tugasku hanya mengantar minum dan membersihkan muntahan orang begitu bar akan tutup, apalagi setelah temanku bertambah, maka semuanya menyenangkan saja. Tony puas dengan kerjaku, tak hanya itu, ia juga menyukai bahasa tubuhku dengan para pengunjung yang bilang ‗ramah‘ alias rajin menjamah. Pembawaanku sudah mulai enjoy dan belajar sedikit-sedikt genit. Guruku adalah Latsmi, seorang pelayan muda seumuran Abigail yang nama di co-cardnya berubah menjadi Dinda. Tak hanya belajar mengepit rokok di bibir, menarik sedikit asapnya dan menghirup dalam-dalam lewat tenggorokan, kadang-kadang membagi asapnya masuk lewat hidung. Dan keluar lagi lewat lubang yang sama (hlm. 80).
Star kembali muncul di jembatan penyeberangan pada bulan Februari tahun 2002. Ia bertemu Sydney ketika menyeberang jalan dengan menggunakan
jembatan penyeberangan. Ketika bertemu, Star langsung memeluk Sydney.
Jembatan penyeberangan, Februari 2002
Star mendekap wajahku di bawah dagunya. Kedinginan tiba-tiba dilarang menyapa, dan aku terbuai di sana. Terlalu hangat.
2.1.3 Klimaks
Setelah mengalami masalah yang sangat besar, sikap Sydney mulai berubah. Sydney dianggap mengidap gangguan jiwa. Sydney kemudian masuk ke
rumah sakit jiwa dalam waktu yang agak lama dan tidak dapat keluar. Banyak hal yang memilukan yang harus dirasakan Sydney saat berada di rumah sakit jiwa. Star menjadi bayang-bayang Sydney karena ia anggap Star merupakan cinta
sejatinya dan keluarganya yang selalu dia ingat. Sydney frustasi dan depresi sehingga mencoba untuk bunuh diri tetapi tidak berhasil. Sampai pada akhirnya
Sydney dinyatakan sembuh dan keluar dari rumah sakit jiwa.
2.1.4 Penyelesaian
Konflik antara suku Dayak dengan suku Madura berakhir. Kedua belah
pihak sudah menyatakan berdamai. Sudah tidak ada lagi permusuhan di tanah Sampit, Kalimantan Tengah. Sekarang Sampit sudah menjadi tempat yang damai,
subur dan warganya sudah rukun dan ramah hidup berdampingan membaur satu dengan yang lainnya.
Suku Dayak telah membuat kesepakatan perdamaian. Sampit telah menjadi tanah yang dirindukan. Ia menjadi tuan rumah yang ramah. Hutannya kembali lebat. Para penduduknya mulai bercampur baur lagi, membangun semuanya dari awal. Perekonomian, hasil bumi, pendidikan, dan terutama kepercayaan satu sama lainnya (hlm. 154).
Sydney sudah sembuh dari penyakit jiwa yang dialaminya akibat frustasi karena pengalaman pahit yang menimpa dirinya. Sekarang ia telah keluar dari rumah sakit jiwa. Ia merasa damai dan sudah dapat beraktivitas secara normal
dan melupakan kenangan-kenangan pahit masa lalunya termasuk tragedi Sampit
yang membuat hidupnya sebatang kara sampai sekarang ini. Ia merasa sudah tidak tertekan dengan peristiwa masa lalu yang pahit yang menimpa dirinya. Kini ia
siap memulai hidupnya yang baru dan mengulang semuanya dari awal. Sydney memutuskan untuk pergi ke Australia untuk membangun kehidupan baru yang bahagia di sana dan melupakan kenangan-kenangan pahit masa lalunya. Terutama
tragedi pembantaian yang dialami keluarganya.
Aku sudah tak disuntik lagi oleh dokter. Aku sudah bisa mandi sendiri, dan mereka percaya aku dapat melakukannya. Memang masih ada obat yang harus kutelan setiap beberapa jam, tapi...bila aku rindu dengan Sarah, bunda, ayah, dan...- Star....maka obat itu takku minum. Kadang kubuang di dalam toilet, kadang kuhancurkan dengan batu, lalu kusebar di halaman (hlm. 172).
Lihatlah pasir di padang gurun yang tengah berbisik halus dan nyaris tak terdengar, namun ia mencoba menuturkan betapa ia bahagia dengan keasingan padang pasir dan kesendirian abadi, menanti para pengelana menapakinya sopan dan hanya melaluinya. Walau setiap akhir, hanyalah awal bagi cerita yang baru, namun...semoga ini tak selalu sia-sia (hlm. 177).
2.2 Tokoh Penokohan
Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di dalam berbagai peristiwa dalam cerita.(Nurgiyantoro, 2007: 164-165). Jadi tokoh di dalam sebuah karya sastra sangatlah penting, sebab tokoh merupakan
kunci utama dalam terbentuknya sebuah cerita. Tokoh merupakan media pemberi informasi dari pengarang yang disajikan melalui pikiran pengarang. Jika tidak ada
Menurut Sumardjo dan Saini (dalam Nurgiyantoro, 2007: 165-165),
Melukiskan watak tokoh dalam cerita dapat dengan cara sebagai berikut: (1) melalui perbuatanya, terutama sekali bagaimana ia bersikap dalam menghadapi
situasi kritis, (2) melalui ucapan-ucapannya, (3) melalui gambaran fisiknya, (4) Melalui keterangan langsung yang ditulis oleh pengarang.
Ada dua metode untuk menggambarkan watak tokoh, yaitu metode
analitik dan metode dramatik. Metode analitik, biasa bisa juga disebut metode peran adalah pemaparan watak tokoh secara rinci baik ciri fisik maupun psikisnya.
Sedang metode dramatik adalah penggambaran watak tokoh melalui pikiran, ucapan, tingkah laku tokoh, lingkungan ataupun dari penampilan fisik saja.
2.2.1 Tokoh
Berdasarkan perannya, tokoh-tokoh di dalam novel Panggil Aku Sydney dibedakan menjadi tiga, yaitu:
a. Tokoh protagonis: Sydney. Tokoh ini dikategorikan sebagai protagonis karena memprakarsai dan berperan sebagai penggerak alur.
b. Tokoh antagonis: Orang-orang Sampit. Disebut tokoh antagonis karena
orang-orang ini yang meyebabkan konflik yang terjadi bagi tokoh utama.
c. Tokoh tritagonis: Sarah, Ayah dan Ibu Sydney, Dar, Star, Toni, Tara, Latsmi,
2.2.2 Penokohan
Pada bagian ini akan dipaparkan penokohan tokoh-tokoh dalam novel
Panggil Aku Sydney.
2.2.2.1 Sydney
Sydney merupakan orang keturunan Australia dan Madura yang tinggal di Sampit, Kalimantan Tengah. Ayahnya adalah orang Australia, sedangkan ibunya adalah orang keturunan Madura. Keluarganya tergolong dalam kelas menengah ke
atas. Ia juga mempunyai adik bernama Sarah. Adiknya sempat selamat dari pembantaian yang terjadi di rumahnya. Sarah diselamatkan Sydney dengan cara
digendong, namun akhirnya Sarah tewas dibantai juga oleh orang-orang Sampit saat di rumah Neni. Hal ini digambarkan secara dramatik dalam kutipan berikut:
Aku berlari menjemput Sarah saat lautan api sudah membakar daun pintu dan jendela. Sudah tidak ada waktu. Kuseret tubuh Sarah yang diam dari atas tubuh ayah. Akhirnya aku harus berlari sambil membopong Sarah yang pingsan (hlm. 12).
Hidup Sydney menjadi tertekan dan merana karena keluarganya telah
dibunuh dengan sadis di depan kedua matanya. Ia sekarang merupakan orang satu-satunya dari keluarganya yang lolos dari pembantaian yang terjadi. Kini
Sydney menjalani hidup yang cukup panjang. Dalam kehidupannya Sydney sering mengalami rasa mudah putus asa dan sering tertimpa masalah. Di Jakarta, ia
bekerja di tempat hiburan malam milik Tony.
Ia senang ketika mendengar kabar jika suku Dayak dengan suku Madura telah
berdamai. Hal ini digambarkan secara dramatik dalam kutipan berikut:
Suku Dayak telah membuat kesepakatan perdamaian. Sampit telah menjadi tanah yang dirindukan. Ia menjadi tuan rumah yang ramah. Hutannya kembali lebat. Para penduduknya mulai bercampur baur lagi, membangun semuanya dari awal. Perekonomian, hasil bumi, pendidikan, dan terutama kepercayaan satu sama lainnya (hlm. 154).
Ia justru seperti merasa heran ketika daerah Sampit yang erat dengan nuansa alam seperti disulap menjadi berbeda saat konflik antar-suku ini terjadi.
Hal ini digambarkan secara dramatik dalam kutipan berikut:
Ada kesiap sunyi menyelimuti udara yang numpang lewat hari itu. Di sini memang tak ada gedung pencakar langit yang hadir sebelum peperangan, namun dulu ia adalah hijau dan gembira seperti langit tanpa batas, tak pernah sesunyi ini (hlm. 4).
2.2.2.2 Sarah
Sarah adalah adik kandung Sydney yang diperkosa dan dibunuh oleh
orang-orang Sampit. Ia senang memutar musik metal atau musik aliran keras. Kondisinya lemah dan syok karena melihat orang tuanya mati mengenaskan. Saat berada di rumah Nany, Sarah tidak mau makan dan hanya diam membisu. Sarah
merupakan wanita yang baru menginjak remaja. Umurnya sekitar enambelas tahun sehingga ia mempunyai emosi yang masih labil. Ini juga merupakan faktor
Sdney depresi karena belum siap melihat hal-hal yang ekstrim seperti itu. Hal ini digambarkan secara dramatik dalam kutipan berikut:
2.2.2.3 Ayah Sydney
Ayah Sydney adalah orang asli Australia yang bekerja di Kedubes
Australia untuk Indonesia. Ia adalah orang tua kandung dari Sydney dan Sarah. Ia juga merupakan orang yang dibunuh pertama kali dengan sadis dengan kondisi bersimbah darah saat berada di rumahnya. Ayah Sydney mempunyai sifat
bijaksana, mudah terpancing emosinya jika ada hal yang salah, dan merupakan sosok ayah yang berwibawa. Dia melindungi keluarga, dia menghargai rumah
pemberian orang tua Ibunda Sydney. Hal ini digambarkan secara dramatik dalam kutipan berikut:
Ayah bukan penderita hipertensi, namun dalam kondisi seperti ini ia bisa lebih berang daripada serigala lapar.
“Can you figure your condition now, Sarah? Switch the cd off!
Right now!” ayah bangkit dari duduknya dan tujuan utamanya sudah
jelas (hlm. 8).
Sarah menyeruak kegelapan dan mengeluarkan lolongan panjang di samping tubuh ayah yang bersimbah darah, merubah kemeja putihnya menjadi berwarna merah pekat (hlm. 12).
2.2.2.4 Ibu Sydney
Ibu Sydney merupakan orang keturunan Madura yang mempunyai sifat
sabar dan bijaksana. Ia sengaja mengulur waktu saat orang-orang Sampit datang ke rumah agar anak-anaknya dapat lari untuk menyelamatkan diri, dan juga benar-benar mempunyai sosok keibuan. Ia tewas dengan sayatan mandau di lehernya. Ia
rela berkorban agar anak-anaknya selamat saat malam terjadinya pembantaian di rumahnya. Ia cantik, dan selalu melindungi anak-anaknya. Hal ini digambarkan
Bundaku terlihat begitu cantik malam ini. Dengan sepintas lihat, ia bagai dewi yang hanya dapat dilihat dari sudut mata, saat ia dikejar dengan tatapan sesungguhnya, maka ia akan menghilang. Begitupun terhadap bunda, aku tak berani mengangkat wajah untuk benar-benar beradu dengannya, tak sanggup menampung kekalutan yang berusaha menyamarkan segala garis tegas di wajahnya (hlm. 8).
―Sarah...‖ lirih itu berasal tepat di kakiku. Aku memejamkan mata untuk sekian detik dan menundukkan pandangan. Bunda di sana, lehernya berdarah. Kubuka sweater sutraku dan dengan cekatan menutupi lehernya, melupakan rasa sakit yang mengorek jantungku, aku bersimpuh. Bunda menyentuh kulit tanganku. Dan bersatu dengan nafasku, membaur menjadi kekuatan yang ajaib. ―Lupakan apa yang kamu lihat dan pergilah jauh-jauh..‖ Kemudian mata itu mengejang dan membuka, menyimpulkan air mata yang mengalir di sudut jariku. Ia Kosong (hlm. 12).
2.2.2.5 Dar
Dar merupakan orang yang mempunyai sifat ramah, baik hati, dan periang.
Ia selalu memberikan semangat dan menghibur Sydney yang sedang putus asa dari saat bertemu di truk tentara sampai di barak pengungsian, tetapi ia tidak dapat menemani Sydney ke Jakarta karena ia meninggal akibat serangan jantung yang
diderita di usianya yang masih muda. Ia juga merupakan orang yang mempunyai karakter banyak berbicara. Ia merupakan orang keturunan Jawa. Ia berbicara
kental dengan logat Jawa. Hal ini digambarkan secara dramatik dalam kutipan berikut:
―Kalo orang Jawa bilang, itu cuma bondo dunyo. Cuma harta dunia, mati juga tak dibawa.‖ Katanya. Entah idealis, atau bentuk defence (hlm.37).
Sebelum Dar meninggal, ia sempat memberikan sedikit uang untuk biaya
perjalanan dan bekal atau modal ketika setelah sampai di Jakarta. Hal ini digambarkan secara dramatik dalam kutipan berikut:
Di dalam bis malam menuju pelabuhan Trisakti, aku akan berlayar dengan kapal penumpang menuju ibukota negara. Keluarga Dar menawarkan biaya perjalanan atas rekomendasi lelaki cerewet itu. Lengkap dengan alamat adik lelaki Dar, dan cek sejumlah uang dari rekening Dar. Itu pesan kematian mungkin, dan aku satu-satunya manusia yang amat berjasa kepada Dar karena telah beberapa jam mendengar semua isi hati Dar yang sebetulnya hanya diperuntukkan kepada angin (hlm. 47).
2.2.2.6 Star
Star adalah kekasih Sydney yang baik hati. Ia bertemu dengan Sydney di atas kapal yang membawa mereka ke Jakarta. Ia adalah sosok yang misterius
karena selalu menghilang saat Sydney sedang mengalami kesusahan, tetapi juga merupakan bayangan penghibur Sydney di saat sedang frustasi. Sampai di akhir
cerita Star masih hidup dalam bayang-bayang Sydney saat Sydney keluar dari rumah sakit jiwa. Star merupakan sosok kenangan terindah bagi Sydney. Hal ini digambarkan secara dramatik dalam kutipan berikut:
Aku melihat Star berdiri di luar jeruji di sela rasa takut yang menguasai diriku. Ia memakai baju yang sama saat kujumpai di terminal. Serasi dengan kamar ini.
Aku bergerak memanggilnya, ―Star...tolong aku...mereka mengambil anakmu. Star...mereka hendak membunuhku...‖
Ia diam bagai dirinya adalah bagian dari jeruji-jeruji itu. Memandangku dengan tampang penuh derita.
2.2.2.7 Orang-orang Sampit
Orang-orang Sampit atau penduduk asli suku Dayak merupakan orang-orang penduduk asli Kalimantan Tengah yang berkonflik dengan orang-orang-orang-orang
suku Madura. Di dalam cerita orang-orang ini mempunyai sifat yang kejam dan siap membantai orang tanpa belas kasih jika kedapatan ada orang yang keturunan Madura. Hal ini digambarkan secara dramatik dalam kutipan berikut:
... Tepat ketika pintu membuka aku melihat mereka! Tubuh hitam mengkilat memegang banyak mandau. Semoga mereka tidak melihatku. Tapi, pupus otakku berpikir untuk ayah dan bunda dapat menghilang dari pandangan mereka.
Drama malam ini membawa kami berdua berakhir di tumpukan mesin stesil tua bunda. Di sini gelap dan bau. Kalian tau rasanya menunggu ajal? Mungkin tidak, tapi aku tahu! ―Bakar..bakar!‖ seruan itu samar dan gamang namun tegas menusuk ulu hati (hlm. 10-11).
Orang-orang Sampit membunuh Neni dengan menggunakan tombak.
Mereka juga memperkosa dan membunuh Sarah dengan menyayat leher Sarah dengan pisau. Hal ini digambarkan secara dramatik dalam kutipan berikut:
Walau aku menutup mata dan telinga, aku tahu Neni telah jadi korban tombak panjang itu. Walau dalam lemari ini dentuman jantungku menguasai telingaku, tapi aku tahu Sarah tengah berteriak karena sebelum lehernya terkena sayatan pisau, ia lebih dahulu diperkosa, dan kini mati dalam keadaan separuh bugil! Cukup singkat saja adegan ini kupaparkan, tapi jangan takut, sakitnya akan menemani seumur hidupku (hlm. 26).
2.2.2.8 Tara
Tara adalah teman yang baik Sydney saat Sydney sudah berada di Jakarta.
juga menjadi simpanan Tony. Tara mempunyai sifat yang ―nakal‖ sehingga dapat
mengundang birahi laki-laki yang melihatnya. Tara menganggap Sydney masih baru dalam pekerjaan di dunia hiburan malam. Dan sebaliknya, Sydney
menggangap Tara merupakan orang yang sangat berpengalaman dengan dunia malam dan pembangkit gairah laki-laki. Hal ini digambarkan secara dramatik dalam kutipan berikut:
Di dalam kulihat supermodel kita, Tara bersama Tony. Surprise? Tidak juga. Ia duduk di atas pangkuan Tony dengan tatapan sinis ke arahku. Kaget? Belum terasa saja (hlm. 124).
2.2.2.9 Latsmi
Latsmi juga merupakan sahabat Sydney disaat Sydney menjadi pelayan di bar milik Tony. Ciri khas dari penampilan Latsmi adalah bibir dan lidahnya yang
ditindik. Ia juga yang mengantarkan Sydney ke tukang tindik yang bernama Leon. Latsmi selalu baik dan selalu sabar mengajarkan Sydney yang masih baru di
pekerjaan di tempat hiburan malam karena Sydney dirasa masih baru masuk di dunia malam seperti itu. Hal ini digambarkan secara dramatik dalam kutipan berikut:
―Mi, sakit nggak sih pake begituan?‖ aku memperhatikan Latsmi yang cekatan melap meja bar.
―Apaan?‖
Aku menunjuk bibir bawahku.
―Gue pake ginian dari masih tujuh belas, jadi biasa aja.‖ ―Sakit nggak sih?‖
―Waktu pertama aja, waktu lukanya masih basah. Tapi sekarang udah mati rasa.‖ Ia menjulurkan lidah. Tindikan bola besi mencuat jelas. Dimainkan hingga bergerak naik turun. ―Penasaran lo?‖
Aku mengangguk tersenyum. ―Pengen coba?‖
―Kapan-kapan gue anter ke tempatnya.‖ (hlm. 86-87)
2.2.2.10 Tony
Tony adalah pemilik klub malam tempat Sydney, Tara, dan Latsmi bekerja. Ia juga teman Abigail yang mengenalkan Sydney kepadanya untuk
bekerja di bar miliknya. Ia mempunyai sifat yang baik dan senang dengan wanita-wanita yang seksi. Hal ini digambarkan secara dramatik dalam kutipan berikut:
―Hai, ayo masuk. Duduk..duduk..‖ lelaki tigapuluhan itu berpenampilan menyejukkan dengan mata yang sopan karena dibantu dengan kacamata (hlm. 78)
Sydney dan Abigail kemudian pergi dari ruangan kerja Tony karena Tony sudah ditunggu oleh model-model cantik dan seksi. Hal ini digambarkan secara dramatik dalam kutipan berikut:
―Hm, para model ingin bertemu saya, senang bertemu kalian. Nanti kontrak kerjanya akan diurus asisten saya.‖ Ia menyalami aku dan Abigail bergantian lalu keluar dari ruangan (hlm. 79).
2.2.2.11 Neni
Neni merupakan orang penduduk asli Sampit yang dibunuh oleh orang-orang Sampit di rumahnya karena dianggap pengkhianat sebab telah menolong Sydney dan Sarah dengan memberikan tumpangan di rumahnya. Ia mempunyai
sifat baik hati dan suka menolong. Ia juga yang merawat Sydney dan Sarah saat kondisi mereka sedang lemah ketika berada dalam pelarian. Hal ini digambarkan
secara dramatik dalam kutipan berikut:
―Saya akan merawat kalian.‖ Ia kini seperti membaca pikiranku. Aku hanya mengangguk (hlm. 21).
2.2.2.12 Leon
Leon merupakan tukang tindik yang dikenalkan Latsmi kepada Sydney. Ia
merupakan orang yang menindik Sydney. Leon harus hati-hati menindik Sydney karena Sydney baru pertama kali ditindik di bagian pusar. Hal ini digambarkan
secara dramatik dalam kutipan berikut:
Waktu pertama kali Leon si pemilik studio piercing, dimana hendak kulubangi kulitku dan siap mekar untuk selamanya sampai akhir zaman, bertanya dimana hendak kupasang besi itu, udel? Ya! Pusat kehidupan (hlm. 92).
2.2.2.13 Abigail
Abigail merupakan orang yang berjasa pada Sydney karena ia orang yang menolong Sydney ketika pingsan di warung kopi dan memberi tumpangan tempat tinggal untuk Sydney. Ia merasa kasihan pada Sydney karena melihat Sydney
tidak punya sanak-saudara dan tempat tinggal. Hal ini digambarkan secara dramatik dalam kutipan berikut:
Manusia pertama pertama yang kukenal adalah Abigail. Mahasiswi kedokteran semester akhir yang menolongku saat aku jatuh pingsan kehabisan tenaga di warung kopi berjarak beberapa meter dari rumah kontrakannya ... (hlm. 69)
Ia juga orang yang menganut paham seks bebas. Ia tidak memikirkan dengan siapa ia berhubungan seks. Ia mau berhubungan seks dengan siapa saja
―Aku penganut free seks. Kadang-kadang rumah ini akan penuh orang, dan mungkin juga aku akan sering pergi. Mau tinggal di sini dulu, sampai kau benar-benar tahu mau kemana? It’s okay, but...you have to pay for it.‖ (hlm. 72).
Ia adalah orang yang mengenalkan Sydney kepada Tony sehingga Sydney dapat bekerja di bar milik Tony. Hal ini digambarkan secara dramatik dalam kutipan berikut:
―Kenalin Ton, ini Sydney yang kuceritakan‖
Aku menyambut uluran tangan Tony. Genggamannya kuat. Ia melempar senyum sambil menyebut namanya (hlm. 78).
2.3 Latar
Menurut Stanton (dalam Nurgiantoro, 2007: 35), latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam peristiwa, semesta yang berinteraksi
dengan peristiwa-peristiwa yang berlangsung. Latar juga dapat berwujud waktu-waktu tertentu (hari, bulan, dan tahun), cuaca, atau satu periode sejarah. Latar
waktu dalam novel Panggil Aku Sydney ini berada sekitar pasca pemerintahan masa orde baru, sedangkan latar tempat terjadinya konflik berada di Sampit, Kalimantan Tengah. Hal ini digambarkan secara dramatik dalam kutipan berikut: