• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI II DPR RI KE PROVINSI SULAWESI TENGGARA MASA RESES PERSIDANGAN III TAHUN SIDANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI II DPR RI KE PROVINSI SULAWESI TENGGARA MASA RESES PERSIDANGAN III TAHUN SIDANG"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Kunker Komisi II DPR-RI ke Sultra MS III 2008-2009 1

LAPORAN KUNJUNGAN KERJA KOMISI II DPR RI KE PROVINSI SULAWESI TENGGARA

MASA RESES PERSIDANGAN III TAHUN SIDANG 2008 – 2009 ---

I. PENDAHULUAN

A. DASAR KUNJUNGAN KERJA

Berdasarkan Keputusan DPR-RI Nomor 43/PIMP/III/2008-2009 tentang Penugasan kepada Anggota-anggota Komisi I sampai dengan Komisi XI dan Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk melakukan kunjungan kerja berkelompok dalam masa Reses Persidangan IIi Tahun Sidang 2008-2009 dan Keputusan Rapat Intern Komisi II DPR-RI pada tanggal 23 Februari 2009.

Tim Kunjungan Kerja Komisi II DPR-RI ke Provinsi Sulawesi Tenggara berjumlah 14 (empat belas) orang Anggota yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi II DPR-RI Yth.

Dra. HJ. Ida Fauziyah/F-KB dan anggota tim terdiri dari: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.. Dr. IDRUS MARHAM dr. H. ABDUL GAFUR

Prof. Drs. RUSTAM E. TAMBURAKA, MA, PhD Hj. NURHAYATI YASIN LIMPO

N. NEHEN, SPd, MM Dra. EDDY MIHATI, M.Si Hj. TUMBU SARASWATI, SH SURYANA

H. ANWAR YUNUS

Hj. NIDALIA JOHANSYAH MAKKI Dr. Ir. Hj. ANDI YULIANI PARIS, Msc. Drs. H. SYAIFULLAH MA’SHUM Prof. Dr. RYAAS RASYID, MA PASTOR SAUT M. HASIBUAN

ANGGOTA/WK. KETUA KOMISI II/F-PG

ANGGOTA/F-PG ANGGOTA F-PG ANGGOTA/F-PG ANGGOTA/F-PG ANGGOTA/F-PDIP ANGGOTA/F-PDIP ANGGOTA/F-PDIP ANGGOTA/F-PD ANGGOTA/F-PAN ANGGOTA/F-PAN ANGGOTA/F-KB ANGGOTA/F-BPD ANGGOTA/F-PDS

Tim Kunjungan Kerja didampingi 2 (dua) Staf Sekretariat Komisi II DPR-RI, Tenaga Ahli Komisi II DPR-RI, dan dari Bagian Pemberitaan DPR-RI serta utusan-utusan dari Departemen Dalam Negeri, Badan Pertanahan Nasional, Sekretariat Kabinet, Badan Kepegawaian Nasional, Arsip Nasional, Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

B. RUANG LINGKUP

Pertemuan dengan Wakil Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara beserta jajarannya, Bupati Kabupaten Muna dan jajarannya, Walikota Bau-Bau dan jajarannya, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sulawesi Tenggara, KPUD Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Provinsi Sulawesi Tenggara dan Ketua Panitia Pengawas Pemilu Provinsi Sulawesi Tenggara, serta peninjauan ke beberapa lokasi PNPM.

(2)

Kunker Komisi II DPR-RI ke Sultra MS III 2008-2009 2 II. HASIL KUNJUNGAN KERJA

A. PEMERINTAHAN DAERAH

1. Evaluasi dan Pelaksanaan PNPM Mandiri

a. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri yang dilaksanakan di Provinsi Sulawesi Tenggara terdiri atas PNPM Mandiri Perdesaan (dikelola oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan desa/BPMD), PNPM Mandiri Perkotaan, dam PNPM Mandiri PPIP (keduanya dikelola oleh Dinas PU Provinsi Sulawesi Tenggara).

b. Khusus untuk PNPM Mandiri Perdesaan (PNPM MP), sebenarnya program ini telah dimulai sejak sejak tahun 1998 dan merupakan kelanjutan dari Program Pengembangan Kecamatan (PPK), dimana jumlah lokasi di Provinsi Sultra yang telah tersentuh oleh Program ini hingga tahun 2008 adalah sebanyak 10 Kabupaten/Kota, 59 Kecamatan dan 950 Desa/Kelurahan (655 diantaranya telah terdanai). Khusus untuk tahun 2009, PNPM MP telah dialokasikan untuk 10 Kabupaten,/Kota, 150 Kecamatan, dan 1409 Desa serta 195 Kelurahan. c. Disamping PNPM MP, BPMD sejak tahun 2008 Provinsi Sultra juga telah

berpatisipasi dalam Pilot PNPM Mandiri yang merupakan program pendukung dari PNPM Mandiri yakni Pilot PNPM Agribisnis Perdesaan (SADI) dan Pilot PNPM Lingkungan Mandiri Perdesaan (Green KDP).

d. Jumlah dana yang dialokasikan sejak tahun 1998 sampai dengan tahun 2009 untuk Program PNPM Mandiri adalah sebesar Rp 540.100.000.000,- dengan perincian :

- Berasal dari APBN : Rp 445.370.000.000,- - Berasal dari APBD : Rp 94.370.000.000,-

Sedangkan jumlah dana yang dialokasikan untuk Pilot PNPM yang berasal dari APBN adalah sebesar Rp 12.000.000.000,-

e. Dari hasil evaluasi yang dilakukan terhadap pelaksanaan program ini, dapat dilihat indikator yang bisa mengukur keberhasilan yang telah dirasakan oleh masyarakat yaitu antara lain terjadinya peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan jiwa kewirausahaan dan keterampilan, revitalisasi kelembagaan masyarakat, peningkatan akses prasarana umum, peningkatan kualitas layanan kebutuhan dasar, mengurangi angka pengangguran, dan lain-lain.

f. Prosentase terbesar dari jenis kegiatan yang didanai oleh Program ini hingga saat ini sebagian besar adalah untuk kegiatan pembangunan sarana prasarana fisik, berikutnya untuk jenis kegiatan bidang ekonomi, pendidikan serta kesehatan.

g. Beberapa kendala yang umumnya dihadapi dalam pelaksanaan program ini antara lain adalah :

- sering terjadi kekosongan Fasilitator Teknik Kecamatan yang disebabkan oleh berbagai hal seperti pelanggaran kode etik, indisipliner, mengundurkan diri, dan lain-lain. Padahal dilain pihak proses penggantian tidak bisa serta merta dilakukan karena harus melalui rekrutmen dan pelatihan pratugas yang sangat memakan waktu (perlu persetujuan dari Pusat).

(3)

Kunker Komisi II DPR-RI ke Sultra MS III 2008-2009 3 - Keterlambatan pencairan dana cost-sharing Kabupaten.

- Paradigma masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan yang masih menganggap bahwa penanganan kemiskinan adalah tanggung jawab pemerintah.

h. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala tersebut adalah lebih pada semakin ditingkatkannya koordinasi yang intens ke berbagai stakeholder yang terlibat dan pengembangan kapasitas dari para stakeholder itu sendiri. Sedangkan untuk penanganan masalah dana cost sharing yang terlambat dicairkan tersebut adalah dengan melakukan penganggaran kembali.

i. Pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang merupakan bagian dari program ini telah menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat khususnya Rumah Tangga Miskin sejumlah 90.500 tenaga kerja. Disamping itu jumlah pemanfaat yang menerima dalam kegiatan Simpan Pinjam kelompok Perempuan dan Usaha Ekonomi Produktif sampai saat ini adalah 5.269 orang.

2. Administrasi Kependudukan

a. Secara umum, implementasi Sistem informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) berbasis teknologi di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara telah terlaksana sejak awal tahun 2008 di 10 Kabupaten/Kota (untuk Kabupaten Buton Utara dan Konawe Utara sebagai daerah pemekaran baru akan terlaksana pada tahun 2009). Dengan sistem aplikasi SIAK ini dapat dirasakan mempermudah semua kebutuhan proses pengolahan data kependudukan. b. Penggunaan teknologi SIAK di Provinsi Sultra belum bersifat on-line (kecuali

Kota Kendari). Adapun sistem operasional yang digunakan adalah Operating Sistem WINDOWS SERVER 2003, sedangkan sistem back-up datanya menggunakan program Oracle SQL Plus dan iSQL Plus dan didukung oleh Anti virus Original Symantec Corporate edition for server. Untuk menjamin keamanan dan kerahasiaan data, database kependudukan se-Sultra disimpan pada komputer induk dan hanya dapat diakses oleh orang-orang tertentu dan ditempatkan di satu ruangan khusus.

c. Sumber daya aparatur untuk mengoperasikan SIAK masih belum memadai sehingga untuk mengatasi hal tersebut telah sering dilakukan bimbingan dan pelatihan yang berkesinambungan.

d. Manfaat utama yang dirasakan dengan mengoperasikan SIAK ini adalah tersedianya database kependudukan yang aktual yang mempermudah Pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat serta dapat pula digunakan sebagai acuan untuk pengambilan kebijakan di bidang kependudukan.

e. Beberapa kendala yang dihadapi dalam pengoperasian dan pengembangan SIAK adalah :

- Belum optimalnya tenaga pengelola SIAK baik secara kualitas maupun kuantitas.

- Miimnya perangkat pendukung SIAK di tingkat Kabupaten/Kota dan Kecamatan.

- Belum optimalnya pelaksanaan pengelolaan dan pelaporan administrasi kependudukan dari tingkat desa/Kelurahan ke Dinas Kependudukan di Kabupaten/Kota.

(4)

Kunker Komisi II DPR-RI ke Sultra MS III 2008-2009 4 3. Persiapan Penyelenggaraan Pemilu 2009

a. Terkait dengan persiapan penyelenggaraan Pemilu 2009 di wilayah Propinsi Sultra, khususnya di bidang sosialisasi, Pemprov Sultra telah melakukan langkah-langkah antara lain dengan mensosialisasikan UU bidang Politik melalui Forum Komunikasi Politik yang diikuti oleh tokoh masyarakat/agama, pengurus parpol, Pengurus Ormas/LSM dan pejabat eselon 3. Sosialisasi juga digunakan melalui media baik cetak maupun elektronik, pemasangan spanduk dan bahkan mendatangi sekolah-sekolah untuk sosialisasi kepada calon pemilih pemula.

b. Adapun hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan Perpres No.2 tahun 2009 antara lain adalah pada kekurangan dan keterbatasan sumber daya di Kecamatan untuk mengelola keuangan di Sekretariat PPK, serta sempitnya waktu untuk merekrut tenaga PNS sebagai staf Sekretariat PPK dan sarana yang minim di kecamatan terutama kecamatan pemekaran baru.

c. Berkaitan dengan distribusi logistk yang masih menjadi salah satu kendala dalam persiapan penyelenggaraan pemilu, Pemprov Sultra bersama-sama dengan Pemerintah Kabupaten/Kota akan berkoordinasi untuk melengkapi kebutuhan anggaran bagi KPUD di wilayahnya masing-masing. Koordinasi juga akan dilakukan dengan pihak TNI/Polri terutama untuk membantu KPU dalam rangka pengamanan perlengkapan suara pemilu.

4. Pelayanan Publik

Sebagai upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik, Pemprov Sultra dan Pemerintah Kabupaten/Kota mempedomani Permendagri No.20 tahun 2008 dimana diharapkan pelayanan perizinan dapat dilakukan melalui satu pintu. Untuk itu di beberapa Kabupaten/Kota (Misalnya di kota Bau-Bau) telah dibentuk Kantor Sekretariat Pelayanan Perizinan Terpadu. Namun demikian masih terdapat beberapa hal yang masih menjadi hambatan dalam upaya peningkatan pelayanan publik ini antara lain adalah :

a. Minimnya sarana dan prasarana pendukung seperti ruang kerja, mobil operasional, dan lain lain.

b. Terbatasnya jumlah personil, sehingga tidak sesuai dengan beban tugas yang harus dikerjakan.

c. Belum tersusunnya Standar Pelayanan Minimal (SPM) sehingga menimbulkan perbedaan persepsi dari masing-masing SKPD.

d. Keterbatasan anggaran yang dialokasikan, terutama yang berkaitan dengan operasional pendukung kinerja dan peningkatan SDM.

5. Reformasi Birokrasi

Untuk mewujudkan organisasi Pemerintah daerah yang ramping, efisien, efektif dan demokratis, telah dilakukan perubahan struktur organisasi dengan mempedomani PP No.41 tahun 2007. Selanjutnya untuk mencegah terjadinya KKN, maka BKD dituntut untuk bertindak secara transparan dan meningkatkan pengawasan dengan melibatkan peran semua stakeholder.

(5)

Kunker Komisi II DPR-RI ke Sultra MS III 2008-2009 5 6. Manajemen Kepegawaian

a. Klasifikasi jabatan

Untuk klasifikasi jabatan, Pemprov Sultra telah menerapkan PP No.41 tahun 2007 yang diharapkan dapat digunakan sebagai dasar penyusunan sistem penggajian yang adil serta dapat digunakan dalam rangka pemberian tunjangan jabatan PNS atau pemberian kesejahteraan intern.

b. Standar Kompetensi dan Standar Kinerja

Pemerintah Daerah telah menentukan Standar Kompetisi Jabatan Strukural PNS sebagai tolok ukur dan acuan persyaratan kompetensi minimal yang harus dimiliki oleh PNS dalam pelaksanaan tugas jabatan struktural di lingkungan masing-masing organisasi. Penentuan standar jabatan disesuaikan dengan kemampuan dan karakteristik yang dimiliki yakni berupa pengetahuan, keahlian dan prilaku dalam melaksanakan tugas. Sedangkan untuk standar kinerja juga telah berjalan dan hasil evaluasinya dituangkan dalam bentuk Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP).

c. Pola Karier Pegawai

Pola karir pegawai dilakukan dengan cara terstrukur mulai dari jabatan staf sampai pejabat baik struktural maupun fungsional dengan memperhatikan kompetensi dan kinerja dari PNS yang bersangkutan.

d. Rekrutmen CPNS Daerah

Rekrutmen/pengangkatan tenaga honorer, khususnya untuk guru/PTT, guru bantu, guru honorer dan guru sukarelawan, Pemprov Sultra mengharapkan penyelesaian melalui kebijakan pemerintah Pusat. Khusus untuk kasus-kasus yang berkaitan dengan penerimanaan CPNSD, lebih disebabkan oleh ketidakpahaman mekanisme dan aturan rekrutmen CPNSD, sehingga untuk itu pihak Pemprov Sultra melalui BKD telah berupaya memberikan penjelasan. Beberapa permasalahan terkait penerimaan CPNSD di Provinsi Sultra antara lain :

- Terdapat seorang PNS di Kabupaten Muna (a.n. Lasanusi) yang diberhentikan tidak dengan hormat karena yang bersangkutan menjadi pengurus Parpol.

- Banyak tenaga honorer yang telah mengabdi lebih dari 10 tahun secara berturut-turut ternyata tidak terakomodir pada data base nasional.

- Terdapat 24 orang tenaga honorer data base Pemprov yang dikembalikan berkasnya oleh BKN dan tidak mendapat persetujuan penetapan NIP.

- Terdapat salah pengangkatan tenaga honorer yang disebabkan oleh kesamaan nama (berbeda dengan data base nasional).

- Pengangkatan tenaga sekretaris desa yang tidak sesuai prosedur dan mekanisme sehingga terjadi dimana orang yang menjalankan tugas tidak sesuai dengan nama yang diusulkan sebelumnya. (terjadi di Kabupaten Konawe).

e. Sistem Renumerasi

Pemprov telah mengalokasikan beberapa tunjangan dalam rangka peningkatan kesejahteraan bagi aparatur. Sistem renumerasi ini pada dasarnya lebih difokuskan pada kegiatan-kegiatan tertentu yang bobot dan beban kerjanya melebihi kapasitas beban kerja PNS. Untuk itu PNS yang bersangkutan

(6)

Kunker Komisi II DPR-RI ke Sultra MS III 2008-2009 6 diberikan honor yang besarannya diatur dalam APBD masing-masing kabupaten/jota.

f. Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian

Pada saat ini telah dikembangkan di beberapa kabupaten/kota. Di Kota bau Bau misalnya menggunakan fasilitas ini untuk melakukan tahapan-tahapan pengelolaan data kepegawaian mulai dari perencanaan formasi pegawai, pengadaan pegawai, pengelolaan pegawai, hingga pembinaan dan pengembangan pegawai.

g. Dalam rangka penyempurnaan manajemen kepegawaian di daerah, Pemprov Sultra telah membuat database pegawai lingkup Provinsi Sultra yang akan dijadikan sebagai dasar awal untuk pembinaan karier serta peningkatan kualitas PNS. Pemprov juga memberikan kesempatan kepada setiap PNS untuk mengikuti Diklat penjenjangan dan diklat teknis fungsional maupun pendidikan formal ketingkat lebih tinggi.

7. Kearsipan Daerah

a. Terkait dengan penataan organisasi kearsipan di tingkat daerah, Kantor Arsip Daerah Provinsi Sultra telah melakukan pembinaan dan pengawasan kearsipan baik pada pada SKPD Provinsi maupun lembaga-lembaga kearsipan yang berada di tingkat Kabupaten/Kota. Hal ini antara lain dilakukan dengan memberikan pemahaman melalui sosialisasi dan bintek tentang tata kerja kearsipan di daerah.

b. Untuk meningkatkan kinerja organisasi, maka hal-hal penting dan strategis yang memerlukan perubahan mendesak adalah pada sektor sumber daya manusia (terutama tenaga arsiparis) dan adanya dukungan anggaran yang cukup untuk meningkatkan sarana dan prasarana pendukung kegiatan-kegiatan kearsipan. Khusus untuk Provinsi Sultra, salah satu hal yang mendesak adalah anggaran untuk melanjutkan pembangunan depo arsip yang belum rampung. Hal ini dikarenakan depo tersebut akan difungsikan sebagai tempat pemilahan dokumen sekaligus tempat penyimpanan arsip statis yang bernilai guna sebagai memori kolektif dan pertanggungjawaban daerah.

c. Khusus tentang arsip yang bernilai sejarah, telah disusun sebuah naskah bernilai sejarah zaman kesultanan Buto oleh kantor Arsip melalui Program Penyusunan dan Penerbitan Naskah Sumber Arsip pada tahun 2007. Sedangkan untuk naskah sumber arsip di wilayah Kabupaten/Kota masih banyak yang belum tersusun karena keterbatasan anggaran.

d. Hubungan kerjasama yang telah dilakukan oleh kantor Arsip Daerah Provinsi Sultra sudah dilakukan tidak saja dengan lembaga kearsipan daerah lainnya, akan tetapi dilakukan pula dengan pihak swasta, dimana hubungan dengan pihak swasta di daerah ini lebih diarahkan pada tata cara penataan dokumen arsip perusahaan yang baik dan benar agar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

e. Sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan sadar arsip di lingkungan masyarakat dan pemerintahan, Kantor Arsip Daerah melakukannya melalui sosialisasi antara lain memalui pameran arsip pada setiap peringatan HUT Provinsi Sultra.

(7)

Kunker Komisi II DPR-RI ke Sultra MS III 2008-2009 7 f. Terkait dengan rencana untuk merevisi dan menyempurnakan UU No.7 tahun 1971 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kearsipan, maka Pemprov Sultra memberikan masukan beberapa hal yaitu :

- Perlu adanya pasal yang menyebutkan secara eksplisit bahwa Keoala daerah berfungsi sebaai Pembina kearsipan di daerah. Disamping itu perlu pula secara eksplisit disebutkan bahwas DPRD adalah mitra kerja eksekutif dalam bidang kearsipan.

- Perlunya eksistensi /keberadaan Lembaga Kearsipan di tingkat Kabupaten/kota yang sejalan dengan amanat PP No.41 tahun 2007.

- Perlunya penegasan mengenai ruang lingkup penaganan arsip di daerah terutama pada lembaga vertiKal (departemen/non-departemen) di daerah.

8. Masalah Pemekaran Wilayah

Salah satu masalah yang terkait dengan pemekaran wilayah yang ada di Provinsi Sultra yang sudah cukup lama dan hingga saat ini belum dapat diselesaikan adalah terkait penyerahan aset daerah dari Kabupaten Buton (Kabupatren induk) kepada pemerintah Kota Bau-Bau yang belum sepenuhnya dilaksanakan. Sebagai akibatnya Pemerintah Kota Bau-Bau kekurangan sarana/prasarana perkantoran sehingga terpaksa menggunakan fasilitas sekolah, terminal dan lain-lainnya sebagai kantor pemerintahan. Disamping itu, kewenangan otonomi kota Bau-Bau juga belum sepenuhnya dapat dilaksanakan mengingat sebagian aset yang belum diserahkan tersebut melekat kewajiban dan hak kewenangan. Sebagai contoh adalah kewenangan mengurus masyarakat untuk memenuhi kebutuhan air minum, termasuk mengatur tarif/beban yang harus ditanggung oleh masyarakat kota Bau-Bau masih dalam Pemerintah Kabupaten Buton.

B. KPUD DAN PANWASLU PROVINSI/KABUPATEN /KOTA 1. KPU Provinsi/Kabupaten/Kota

a. Sosialisasi

- Pada umumnya bentuk kegiatan yang telah dilakukan oleh KPU Provinsi Sultra maupun Kabupaten/Kota dalam rangka mensosialisasikan Pemilu Legislatif 2009 adalah dilakukan melalui media massa baik cetak maupun elektronik (lokal) baik dalam bentuk wawancara, dialog interaktif, iklan dan pemberitaan. Sosialisasi juga dilakukan melalui komunikasi tatap muka dalam bentuk rapat kerja, diskusi, dan simulasi dengan kelompok sasaran para wajib pilih dan parpol peserta pemilu. Adapun materi yang disosialisasikan antara lain Hari H pemungutan suara tanggal 9 April 2009, Tata cara penandaan pada surat suara, rekening khusus dana kampanye, dan lain-lain.

- Pihak-pihak yang ikut dilibatkan dalam sosialisasi ini antara lain adalah, Panwaslu, TNI/Polri, Parpol peserta Pemilu, para Caleg Calon DPD hingga kelompok-kelompok masyarakat yang peduli terhadap Pemilu.

- Selain tingkat partisipasi masyarakat, indikator yang digunakan untuk mengukur keefektifan dari sosialisasi yang dilakukan adalah tingkat

(8)

Kunker Komisi II DPR-RI ke Sultra MS III 2008-2009 8 pemahaman masyarakat terhadap tata cara penyaluran hak pilih, tersosialisasinya tata cara penandaan surat suara serta tersosialisasinya hari dan tanggal pemungutan suara.

- Hambatan utama yang dihadapi dalam upaya melaksanakan sosialisasi adalah terbatasnya dana sosialisasi dari pusat serta terbatasnya jumlah personil di lapangan. Untuk mengatasi hal tersebut, KPUD mencoba mengajukan permohonan dukungan dari Pemerintah Daerah.

b. Logistik

- Untuk percetakan dan produksi logistik dilakukan oleh KPU Provinsi sedangkan tingkat Kabupaten/Kota hanya mengatur penyalurannya sampai dengan ke TPS. Adapun skedul penyalurannya akan diatur perwilayah setelah logistik diterima.

- Proses tender logistik pemilu disesuaikan dengan Keppres No.80 tahun 2003, dan dari 13 jenis logistik yang ditender telah dibagi dalam 6 paket, dan sudah ada pemenangnya.

- Seluruh pemenang tender sesuai kesepakatan dan pernyataan fakta integritas akan menyerahkan hasil pekerjaannya kepada KPU Provinsi, yang selanjutnya akan didistribusikan ke Kabupaten/Kota.

- Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya hambatan dalam pendistribusian logistik, KPU Provinsi Sultra telah mengadakan kerjasama dengan pihak TNI AL dan TNI AU untuk penggunaan fasilitas kapal dan helikopter mereka dalam pendistribusian logistik ke daerah-daerah terpencil.

c. Daftar Pemilih Tetap

- Jumlah pemilih tetap di Provinsi Sulawesi Tenggara adalah sebanyak 1.484.636 orang, dan ini berarti tidak ada selisih dengan jumlah dalam daftar pemilih sementara. Adapun jumlah PPK adalah 184, jumlah PPS 1.945, dan jumlah TPS 4.800. Sedangkan untuk KPPS akan baru dibentuk satu bulan sebelum hari H.

2. Panwaslu

a. Konsolidasi Organisasi

- Dari segi struktur organisasi, Panwaslu Provinsi Sultra sudah terbentuk seluruhnya hingga ke tingkat PPL. Beberapa hambatan yang dialami dalam pembentukan Panwaslu mulai dari tingkat kabupaten/kota hingga ke tingkat PPL tersebut antara lain :

(i) Kurangnya peminat terutama pada tingkat kecamatan dan kelurahan/desa karena terlalu tingginya syarat pendidikan. Hal ini coba diatasi dengan cara melakukan pendekatan pada berbagai instansi terkait untuk menyediakan tenaga yang sesuai kualifikasi persyaratan dalam UU.

(9)

Kunker Komisi II DPR-RI ke Sultra MS III 2008-2009 9 (ii) Singkatnya waktu proses seleksi sampai pembentukan. Hambatan ini diatasi dengan melakukan sistem jemput bola terutama kepada KPU Provinsi dan Kab/Kota dalam mempercepat waktu seleksi tertulis serta menggabungkan beberapa waktu yang berdekatan.

(iii) Kurangnya dana untuk melakukan pembentukan dan melantik panwaslu di tingkat kab/kota, kecamatan dan kelurahan/desa (PPL). Masalah kekurangan dana ini coba diatasi dengan meminta bantuan kepada Pemerintah Daerah setempat.

(iv) Jumlah tenaga PPL tidak sebanding dengan jumlah TPS. Untuk mengatasi hal ini, Panwaslu bekerjasama dengan lembaga-lembaga pemantau pemilu agar dapat memanfaatkan relawan mereka untuk bekerjasama dengan petugas PPL.

- Sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas SDM pengawas pemilu, langkah-langkah yang dilakukan antara lain :

(i) Memberikan pembekalan kepada semua jajaran pengawas mulai dari tingkat Provinsi, kab/kota, kecamatan hingga tingkat kelurahan/desa. (ii) Peningkatan kapasitas (capacity building) dengan pola piramidal atau

multi level training, serta melalui pelatihan-pelatihan singkat.

- Dari segi anggaran; anggaran yang ada belum cukup memadai untuk menunjang kinerja pengawas pemilu terutama untuk biaya operasional di lapangan dalam melakukan pengawasan dan monitoring kegiatan.

b. Kinerja Pengawas Pemilu

- Secara umum, metode kerja di lapangan yang dilakukan oleh Pengawas Pemilu di seluruh tingkatan adalah dengan cara sebagai berikut :

(i) Pre-emptive, yakni mengidentifikasi masalah potensial yang mungkin akan terjadi pada penyelenggaraan tahapan pemilu.

(ii) Preventive, yakni mencegah terjadinya masalah-masalah yang bersifat laten yang terjadi.

(iii) Represive, yakni memproses dan menindaklanjuti setiap pelanggaran yang mencuat dan terjadi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Disamping metode-metode tersebut diatas, Panwaslu juga melakukan kegiatan-kegiatan seperti penggalakan sosialisasi pengawasan pemilu, penyediaan sistem pengaduan/ call centre, dan penyediaan instrument publikasi seperti website, newsletter, iklan layanan masyarakat, dan lain-lain.

- Hasil-hasil yang diperoleh selama melakukan pemantauan dan pengawasan pemilu, khususnya selama pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan pemilu, pelaksanaan kampanye serta proses pengadaan logistik adalah sebagai berikut :

(i) Masih banyak masyarakat yang belum memahami tata cara memberikan suara, suara sah dan tidak sah, dan calon-calon yang akan dipilih.

(ii) Banyak terjadi pelanggaran kampanye, seperti kampanye di tempat ibadah dan di tempat pendidikan, melibatkan anak-anak dalam

(10)

Kunker Komisi II DPR-RI ke Sultra MS III 2008-2009 10 kampanye, kampanye diluar jadwal, penggunaan fasilitas Negara, dan lain-lain.

(iii) Masih banyak peserta pemilu yang belum melaporkan rekening dana kampanye dan saldo awal kampanye.

c. Hubungan Kerja dengan instansi Lain

- Hubungan kerjasama yang telah dilakukan adalah dengan Pemda, Polda dan Kejaksaan Tinggi/Negeri (pembentukan sentra Gakkumdu), dan dengan KPI Daerah (koordinasi penanganan pelanggaran kampanye pada media penyiaran), dan dengan PPATK (koordinasi untuk memantau laporan dana kampanye).

d. Permasalahan Lainnya

- Dari hasil pertemuan dengan Panwaslu Kabupaten Muna, telah dilaporkan oleh Panwaslu setempat bahwa jumlah TPS di Kabupaten Muna adalah 463 buah, sedangkan jumlah pengawas pemilu lapangan hanya 273 orang. Dengan demikian akan terdapat 190 TPS yang tidak akan terpantau dengan baik. Untuk itu Panwaslu kabupaten Muna mengusulkan kepada Komisi II DPR-RI untuk diteruskan kepada Departemen Keuangan dan Bawaslu, agar ada alokasi dana untuk tenaga pengawas sukarela pada saat pemilihan nantinya, yakni sebesar Rp 100.000,- per TPS.

C. BPN PROVINSI SULAWESI TENGGARA 1. Masalah Sengketa Tanah

a. Jumlah kasus sengketa tanah yang ada di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara selama 5 tahun terakhir berdasarkan validasi adalah berjumlah 145 kasus. Dari 145 kasus tersebut, masih terdapat 73 kasus yang belum terselesaikan.

b. Faktor-faktor yang menjadi sumber persengketaan adalah : - Tidak tertibnya administrasi pertanahan di desa/kelurahan

- Masih banyak tanah-tanah yang dimiliki oleh masyarakat tidak dikuasai secara fisik/ditelantarkan.

- Pihak kelurahan/kecamatan, maupun PPAT dan Notaris dalam memberikan Surat Keterangan Tanah (SKT) tidak berkoordinasi dengan BPN, baik yang sudah terdaftar maupun belum.Belum lengkapnya peta bidang tanah yang ada di lingkup Kantor pertanahan kab/kota.

- Kantor pertanahan sangat sulit menilai dokumentasi/alas hak yang diajukan oleh Pemohon perihal kebenaran materiilnya.

c. Pihak-pihak yang terlibat dalam sengketa pada umumnya adalah masyarakat, badan hukum/perusahaan swasta, perorangan, dan instansi pemerintah.

d. Untuk penanganan penyelesaian sengketa, perkara dan konflik pertanahan, strategi yang dilakukan adalah :

(11)

Kunker Komisi II DPR-RI ke Sultra MS III 2008-2009 11 - Mengkaji dan menangani sengketa, perkara dan konflik pertanahan

dengan prinsip :

(i) Musyawarah untuk mufakat (ii) Berkeadilan dan berimbang

(iii) Memperhatikan perundang-undangan yang berlaku

(iv) Sedapat mungkin melakukan upaya dalam bentuk fasilitasi, mediasi, negosiasi, dan rekonsiliasi

(v) Tidak melakukan intervensi dalam bentuk apapun apabila masalah tersebut sedang dalam proses pengadilan.

- Membentuk Tim Koordinasi Penanganan Sengketa bersama antara Provinsi dan Kabupaten/Kota.

- Melakukan pemantauan dan evaluasi secara reguler. - Koordinasi pembinaan dan sosialisasi.

- Membuat loket pengaduan di masing-masing kantor pertanahan.

- Meningkatkan pengetahuan dan keahlian SDM yang dimiliki untuk mengikuti diklat PPNS dan kuasa hukum.

e. Hambatan/kesulitan yang dihadapi BPN dalam penyelesaian sengketa tanah : - Proses mediasi tidak mempunyai kekuatan memaksa para pihak yang

bersengketa untuk berdamai.

- Sulit untuk menghadirkan para pihak yang bersengketa secara bersamaan. - Kesulitan dalam menyatukan persepsi para pihak yang bersengketa

karena perbedaan latar belakang pengetahuan yang tidak seimbang. - Bukti-bukti yang diajukan oleh pihak yang bersengketa untuk mediasi

seringkali tidak lengkap dan atau tidak ada kaitannya dengan pokok sengketa.

2. Program Sertifikasi dan Pengukuran

a. Target dan realisasi Prona selama 3 (tiga) tahun terakhir di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara adalah sebagai berikut :

- Tahun 2007

(i) Target fisik 12.000 bidang terealisasi 12.000 bidang

(ii) Target keuangan Rp 1.680.000.000,- terealisasi Rp 1.680.000.000,- - Tahun 2008

(i) Target fisik 18.000 bidang terealisasi 17.952 bidang

(ii) Target keuangan Rp 5.240.000.000,- terealisasi Rp 5.020.505.000,- - Tahun 2009

(i) Target fisik 19.500 bidang dan saat ini sedang berjalan

(ii) Target keuangan Rp 5.655.000.000,- dan saat ini sedang berjalan. b. Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan Prona :

- Masyarakat/pemohon yang tanahnya akan disertifikatkan melalui Prona, sebagian besar belum memiliki alas hak/bukti penguasaan pemilikan tanah (karena untuk mendapatkan surat ini diperlukan biaya).

- Masih banyak masyarakat yang merasa berat dengan adanya pembebanan BPHTB serta dengan adanya biaya materai dan biaya patok tanda batas.

Untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut, BPN melakukan langkah-langkah antara lain dengan melakukan kerjasama dengan aparat

(12)

Kunker Komisi II DPR-RI ke Sultra MS III 2008-2009 12 desa/kelurahan dalam pembuatan alas hak/bukti penguasaan pemilikan tanah dengan biaya relatif murah. BPN juga meminta Lurah/Kepala Desa membuat surat keterangan miskin bagi peserta Prona yang pada kenyataannya adalah masyarakat tidak mampu.

c. Untuk mencegah kemungkinan terjadinya sertifikat ganda, maka BPN dalam pelayanannya tetap bertumpu pada perundang-undangan yang berlaku serta mekanisme, prosedur dan persyaratan yang telah ditetapkan dan harus dilengkapi setiap pemohon.

d. Tanah instansi pemerintah di Provinsi Sulawesi Tenggara belum semuanya memiliki sertifikat. Yang ada datanya di BPN adalah yang sudah diterbitkan sertifikatnya.

e. Terkait dengan program Larasita, saat ini dari 12 Kabupaten/Kota yang ada di wilayah provinsi Sulawesi Tenggara, baru 1 (satu) yang mendapatkan alokasi untuk pelaksanaan program ini yakni Kota Kendari.

- Didalam mobil Larasita tersebut, dilengkapi pula dengan 3 buah laptop dan alat internet untuk akses ke kantor pertanahan.

- Pada dasarnya SDM yang ada telah siap untuk kegiatan ini.

- Hambatan saat ini yang paling utama adalah biaya operasional kegiatan yang belum dialokasikan khusus dalam DIPA. Untuk sementara, dana operasional disisihkan dari kegiatan operasional kantor dan DIPA PNBP. f. Terkait dengan pengukuran bidang tanah, hambatan yang dhadapi adalah

bahwa belum semua kabupaten/kota memiliki peta udara. Disamping itu adalah terbatasnya jumlah tenaga ukur. Sebagai upaya untuk meningkatkan jumlah tenaga ukur, maka kantor pertanahan memanfaatkan jasa pengukur berlisensi, dan juga dengan mengirim atau mengikuti Diklat yang diselenggarakan oleh BPN Pusat.

3. Fungsi dan Peruntukan Lahan

Di Provinsi Sulawesi Tenggara, khususnya di kota Kendari terjadi pergeseran fungsi dan peruntukkan lahan dari pertanian menjadi non pertanian tanpa adanya suatu proses/izin mutasi penggunaan tanah.

4. Permasalahan Lainnya

Dengan terbitnya UU No.13 tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Bau-Bau yang merupakan wilayah dari Provinsi Sulawesi Tenggara, hingga saat ini masih menyisakan masalah dengan Kabupaten Induknya yaitu Kabupaten Buton. Masalah tersebut adalah berkaitan dengan aset tanah yang ada di wilayah Kota Bau-Bau. Sebagian aset tanah (dan bangunan) yang berada di kota Bau-Bau yang merupakan milik Pemerintah Pusat masih terdaftar atas nama Inventaris Kekayaan Milik Negara yang belum diserahkan/dialihkan tanggung jawabnya menjadi Inventaris Kekayaan Milik Daerah (IKMD) dan saat ini masih digunakan oleh Pemerintah Kota Bau-Bau dan Pemerintah Kabupaten Buton. Hal ini menjadi area perebutan dan saling klaim antara kedua Pemerintah Daerah tersebut. Kondisi ini memerlukan status kepemilikan agar dapat diupayakan sertifikasinya melalui program pensertifikatan tanah instansi pemerintah.

(13)

Kunker Komisi II DPR-RI ke Sultra MS III 2008-2009 13 III. KESIMPULAN

1. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan di Provinsi Sultra sangat terasa manfaatnya bagi masyarakat di wilayah ini, dan diharapkan dapat dilakukan secara berkesinambungan. Namun demikian pemerintah daerah mengharapkan agar besarnya penyertaan dana oleh Pemda (cost-sharing) bisa disesuaikan dengan kemampuan dari daerah yang bersangkutan, dan tidak ditentukan oleh Pusat (bahkan apabila memungkinkan sebaiknya dihapuskan) Karena dengan adanya ketentuan untuk cost sharing tersebut, pihak Pemda harus menggeser program-program lainnya.

2. Implementasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) berbasis teknologi di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara telah terlaksana di 10 Kabupaten/Kota, namun yang bersifat on-line baru di Kota Kendari. Tenaga pengelola SIAK juga belum optimal baik secara kuantitas dan kualitas. Untuk itu diperlukan adanya alokasi dana yang memadai sehingga kebutuhan akan perangkat pendukung SIAK dan upaya peningkatan kualitas tenaga pengelola SIAK bisa terakomodir secara optimal.

3. Perbedaan data yang ada di data base daerah dengan data base nasional seringkali menjadi pangkal permasalahan yang berkaitan dengan rekrutmen/pengangkatan tenaga honorer, khususnya guru PTT, guru Bantu, guru honorer dan guru sukarelawan. Untuk itu perlu adanya kebijakan-kebijakan yang bisa menjadi solusi bagi permasalahan ini.

4. Hingga saat ini penyerahan aset daerah dari Kabupaten Buton yang merupakan daerah induk belum sepenuhnya diserahkan kepada pemerintah Kota Bau-Bau yang merupakan daerah hasil pemekaran. Berkaitan dengan hal tersebut perlu segera adanya tindakan riil dari pemerintah sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga masalah ini tidak menjadi konflik yang berkepanjangan antara kedua daerah tersebut.

5. Minimnya anggaran dan personil masih merupakan kendala utama bagi KPU dan Panwaslu dalam melaksanakan kegiatannya. Untuk itu diperlukan adanya alokasi dana tambahan untuk pos-pos kegiatan terutama anggaran untuk sosialisasi dan honor petugas lapangan.

6. Hingga saat ini masih banyak tanah pemerintah di Provinsi Sulawesi Tenggara yang belum bersertifikat dan tidak dilengkapi dengan bukti penguasaan pemilikan tanah/alas hak yang jelas. BPN Provinsi Sultra juga memberikan masukan agar pembebanan biaya-biaya seperti BPHTB, biaya meterai dan biaya patok tanda batas dalam pensertifikatan tanah bisa ditiadakan bagi masyarakat yang kurang mampu.

7. Komisi II DPR-RI mencatat segala masukan-masukan yang disampaikan dan akan disampaikan kepada mitra-mitra terkait dalam Rapat-rapat yang akan dilaksanakan.

(14)

Kunker Komisi II DPR-RI ke Sultra MS III 2008-2009 14 IV. PENUTUP

Demikian laporan Kunjungan Kerja yang dapat kami sampaikan, dengan harapan dapat ditindaklanjuti sehingga memberikan manfaat kepada semua pihak. Kepada segenap pihak yang telah membantu terselenggaranya Kunjungan Kerja ini, kami ucapkan terima kasih.

Jakarta, Maret 2009

KETUA TIM

KUNJUNGAN KERJA KOMISI II DPR-RI

Dra. Hj. IDA FAUZIYAH A - 228

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis predator yang mendominasi ekosistem tanaman sayuran baik pada system budidaya organik, konvensional dan kontrol adalah kelompok

Tanaman jagung manis belum responsif terhadap perbedaan dosis kompos jerami dan frekuensi penyemprotan pupuk organik cair daun gamal, dimana pada hampir semua

BAB II PELAKSANAAN KUNJUNGAN KERJA Pelaksanaan kunjungan kerja reses Komisi VIII DPR RI ke Provinsi Kalimantan Timur Masa Persidangan II Tahun Sidang 2021 – 2022 dilaksanakan

Apabila manuskrip telah dipersiapkan dengan baik dan pemilihan jurnal sudah sesuai (bereputasi dan bebas predator) maka dapat disubmit dan menunggu proses review.

Dalam penelitian ini mempunyai rumusan masalah yaitu “ Apakah kinerja keuangan pada Bank Bukopin tahun 2010-2012 dengan menggunakan metode CAMEL ada pada predikat

Maka dapat disimpulkan hasil dari wawancara secara keseluruhan diatas mengenai faktor penghambat dalam berwirausaha kue tradisional khas Aceh di desa Lampisang

Investasi asing di Indonesia menunjukkan data yang berfluktuatif dari tahun ketahun. Indonesia sat ini dihimbau untuk lebih memperhatikan kebijakan – kebijakan yang

Metode ini digunakan oleh penulis untuk mengamati kegiatan-kegiatan yang ada di perpustakaan meliputi pengamatan faktor penyebab kerusakan bahan pustaka, upaya