• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kantor Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Hak Asasi Manusia Pertanyaan-Pertanyaan Yang Sering Diajukan tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kantor Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Hak Asasi Manusia Pertanyaan-Pertanyaan Yang Sering Diajukan tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

Kantor Komisi Tinggi PBB

untuk Urusan Hak Asasi Manusia

Pertanyaan-Pertanyaan Yang Sering

Diajukan

tentang

Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya

(2)

CATATAN

Deskripsi yang digunakan dan penyajian materi dalam publikasi ini tidak menyatakan sesuatu

pendapat apapun dari pihak Sekretariat PBB berkenaan dengan status hukum dari negara, wilayah,

kota atau kawasan, atau dari pihak-pihak yang berwenang manapun, atau berkenaan dengan batas

dari garis perbatasan atau sempadannya.

Materi yang terkandung dalam publikasi ini dapat dikutip atau dicetak ulang secara bebas, dengan

syarat diberikan pengakuan dan salinan dari publikasi yang mengandung materi yang dicetak ulang

tersebut dikirimkan kepada Kantor Komisioner Tinggi HAM PBB yang beralamat di Office of the

United Nations High Commissioner for Human Rights, Palais des Nations, 8-14 avenue de la Paix,

CH-1211 Geneva 10, Switzerland.

(3)

DAFTAR ISI

Pendahuluan

1.

Apa yang dimaksud dengan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya itu ?

3

2.

Mengapa perlindungan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya penting ?

4

3.

Apakah hak-hak ekonomi, sosial dan budaya adalah hak-hak yang baru ?

6

4.

Apakah hak-hak ekonomi, sosial dan budaya adalah hak-hak individu ?

7

5.

Apakah hak-hak ekonomi, sosial dan budaya secara fundamental berbeda dari

hak-hak sipil dan politik ?

8

6.

Apa kewajiban Negara terhadap hak-hak ekonomi, sosial dan budaya ?

10

7.

Apa yang dimaksud dengan “pencapaian secara progresif” hak-hak ekonomi,

sosial dan budaya ?

11

8.

Kewajiban apa yang harus segera diimplementasikan terhadap hak-hak

ekonomi, sosial dan budaya ?

12

9.

Apa contoh-contoh pelanggaran terhadap hak-hak ekonomi, sosial dan budaya ?

14

10. Apakah jender berkaitan dengan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya ?

15

11. Apakah hak-hak ekonomi, sosial dan budaya mengharuskan Pemerintah untuk

menyediakan barang dan jasa secara gratis ?

16

12. Apakah hak-hak ekonomi, sosial dan budaya membuat masyarakat tergantung

pada bantuan sosial ?

17

13. Apakah hak-hak ekonomi, sosial dan budaya mengalir secara alami dari

demokrasi atau pertumbuhan ekonomi ?

17

14. Apakah hak-hak ekonomi, sosial dan budaya melarang pemberian pribadi

atas barang dan jasa yang penting ?

18

15. Apakah pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium sama dengan pemenuhan

hak-hak ekonomi, sosial dan budaya ?

19

16. Apakah hak-hak ekonomi, sosial dan budaya berlaku selama keadaan darurat,

bencana, dan konflik bersenjata ?

20

17. Siapa yang memainkan peran untuk meningkatkan dan melindungi hak-hak

ekonomi, sosial dan budaya secara nasional ?

22

18. Apakah hak-hak ekonomi, sosial dan budaya memiliki kekuatan hukum ?

23

19. Bagaimana kita dapat memonitor peningkatan pemenuhan hak-hak ekonomi,

sosial dan budaya ?

25

20. Mekanisme monitoring apa yang ada pada tingkat internasional ?

27

(4)

PENDAHULUAN

Pada waktu 15 tahun lalu, keinginan untuk meningkatkan dan melindungi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya telah tumbuh. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), akademisi, Pemerintah dan lembaga peradilan memberikan perhatian lebih terhadap perlindungan hak-hak ini dalam program, kebijakan dan kasus hukum mereka serta menekankan perlunya menghormati hak-hak tersebut sebagai kunci untuk lebih menjamin dapat dinikmatinya pelaksanaan hak asasi manusia. Protokol Pilihan untuk Kovenan Internasional Tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya meningkatkan harapan akan bangkitnya perlindungan atas hak-hak ini baik secara nasional maupun internasional. Hal ini akan memakan waktu, terutama mengingat penyangkalan hak ekonomi, sosial dan budaya terus berlangsung dan bahkan semakin intensif di negara kaya dan negara miskin. Pengabaian hak-hak ini pada agenda HAM sayangnya menimbulkan serangkaian kesalahpengertian dan kesalahpahaman. Dan ketika banyak penyebab dari pengabaian - ketegangan akibat perang dingin, pengabaian akademik, kurangnya penjelasan atas isi, kurangnya pertemuan masyarakat madani – telah hilang, banyak salah pengertian yang masih muncul. Maka dari itu, lembar fakta ini akan menjelaskan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya dan menjawab beberapa pertanyaan yang paling sering diajukan kepada para praktisi. Saat menerima pengetahuan dasar tertentu tentang HAM, seharusnya diusahakan agar bermanfaat bagi masyarakat yang lebih luas.

Publikasi dari lembar fakta yang terpisah tentang hak-hak ekonomi, sosial dan budaya seharusnya tidak memberi kesan sebagai hak dalam kategori yang mencolok yang dapat ditangani secara tersendiri. Sebaliknya, memperkuat perlindungan hak ekonomi, sosial dan budaya adalah bagian yang tidak terpisahkan dari usaha memperkuat perlindungan semua hak yang diakui dalam Deklarasi Universal HAM. Membuang mitos yang menyelimuti hak ekonomi, sosial dan budaya sangat penting untuk membuang pengkategorisasian hak yang tidak tepat karena kita bergerak ke arah agenda HAM yang memperlakukan hak masyarakat, budaya, politik dan sosial benar-benar universal, menyatu, saling bergantung, dan saling berkaitan.

1. Apa yang dimaksud dengan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya itu ?

Hak-hak ekonomi, sosial dan budaya adalah hak asasi manusia yang berhubungan dengan tempat kerja, jaminan sosial, kehidupan keluarga, partisipasi dalam kehidupan budaya, dan akses terhadap perumahan, makanan, air, kesehatan dan pendidikan.

Meskipun hak-hak ekonomi, sosial dan budaya dapat dinyatakan secara berbeda dari satu negara ke negara lain atau dari satu instrumen ke instrumen lainnya, berikut ini daftar dasar :

Hak pekerja, termasuk kebebasan dari kerja paksa, hak untuk menentukan secara bebas untuk

menerima atau memilih pekerjaan, untuk memperoleh gaji yang pantas dan upah yang sama untuk pekerjaan yang sama; untuk memiliki waktu luang dan batas jam kerja yang pantas, untuk kondisi kerja yang aman dan sehat, untuk bergabung dan membentuk serikat dagang, dan untuk melakukan mogok;

Hak jaminan dan perlindungan sosial, termasuk hak untuk tidak ditolak jaminan sosial tanpa

alasan yang jelas, dan persamaan hak atas perlindungan yang tepat ketika tidak bekerja, sakit, tua atau kekurangan finansial dalam situasi diluar kontrolnya.

Perlindungan dari dan bantuan terhadap keluarga, termasuk hak untuk menikah dengan persetujuan secara sukarela, perlindungan untuk menjadi ibu dan bapak, dan perlindungan anak dari eksploitasi ekonomi dan sosial.

Hak untuk memperoleh standar hidup yang layak, termasuk hak untuk memperoleh makanan

(5)

Hak atas kesehatan, termasuk hak untuk memperoleh akses ke fasilitas kesehatan, barang dan jasa,

ke pekerjaan dan kondisi lingkungan yang sehat, dan perlindungan dari penyakit menular, dan hak terhadap kesehatan alat reproduksi dan seksual yang relevan;

Hak atas pendidikan, termasuk hak atas pendidikan dasar wajib yang gratis dan atas ketersediaan dan ; dan kebebasan orang tua untuk memilih sekolah untuk anak mereka;

Hak budaya, termasuk hak unntuk berpartisipasi dalam kehidupan berbudaya dan untuk berbagi

serta mengambil manfaat dari kemajuan ilmu pengetahuan, dan perlindungan terhadap kepentingan moral dan materiil pengarang dari karya ilmiah, kesusasteraan atau artistik.

Hak-hak ini adalah hak asasi manusia. Seperti hak asasi manusia lainnya, hak-hak ini mengandung kebebasan ganda: kebebasan dari Negara dan kebebasan melalui Negara. Misalnya, hak terhadap perumahan yang layak yang mencakup hak untuk bebas dari pengusiran paksa yang dilakukan oleh lembaga Negara (kebebasan dari Negara) begitu juga hak untuk menerima bantuan untuk melakukan akses terhadap perumahan yang layak pada situasi tertentu (kebebasan melalui Negara).

Hak-hak tersebut semakin diperjelas dalam sistem hukum nasional, regional, dan global, dalam undang-undang dan peraturan, dalam konstitusi nasional, dan dalam perjanjian internasional. Menerima hak-hak tersebut sebagai hak asasi manusia berarti adanya kewajiban hukum bagi negara untuk memberikan solusi ketika hak-hak tersebut dilanggar. Seperti juga hak-hak asasi lainnya, pengakuan atas hak-hak ekonomi, sosial dan budaya serta prinsip non-diskriminatif lebih memungkinkan untuk memberi prioritas kepada kelompok-kelompok yang paling terpinggirkan, terdiskriminasi dan termarjinalkan dalam masyarakat.

KOTAK 1. Instrumen internasional utama termasuk hak-hak ekonomi, sosial dan budaya Deklarasi Universal HAM (1948)

Perjanjian P BB tentang HAM

• Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial (1965) • Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (1966)

• Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (1979) • Konvensi tentang Hak-Hak Anak (1989)

• Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak Semua Buruh Migran dan Anggota Keluarganya (1990)

• Konvensi tentang Hak-hak Penyandang Cacat (2006) Perjanjian Regional

• Konvensi Eropa untuk Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Asasi Fundamental (1950), Protokol Pertama (1952), Piagam Sosial Eropa (1961) dan Piagam Sosial Eropa yang telah Direvisi (1996)

• Konvensi Amerika tentang HAM (1969), dan Protokol Tambahan untuk Konvensi Amerika tentang Hak Asasi Manusia di Bidang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Protokol San-Salvador) (1988). • Piagam Afrika tentang Hak Asasi Manusia dan Hak Rakyat (1981), Piagam Afrika tentang

Hak-Hak dan Kesejahteraan Anak (1990), dan Protokol untuk Piagam Afrika tentang Hak-Hak Asasi Manusia dan Hak-Hak Rakyat mengenai Hak-Hak Perempuan di Afrika (2003)

2. Mengapa perlindungan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya penting ?

Jika hak-hak ekonomi, sosial dan budaya tidak dilindungi maka akan membawa dampak yang cukup serius. Contohnya :

(6)

• Ketika hak-hak ekonomi, sosial dan budaya tidak dipenuhi maka akan memberi dampak yang buruk.

Penggusuran paksa dapat mengakibatkan orang kehilangan tempat tinggal, kehilangan mata pencaharian, dan menghancurkan jaringan sosial serta memberi dampak psikologis yang lebih buruk. Kekurangan gizi memiliki dampak kesehatan yang jelas terutama bagi balita; keadaan ini mempengaruhi seluruh organ tubuh mereka sepanjang hidupnya, termasuk dalam pengembangan otak, hati, jantung dan sistem kekebalan tubuh mereka.

• Tidak terpenuhinya hak-hak ekonomi, sosial dan budaya akan mempengaruhi sejumlah besar

masyarakat. Contohnya, dehidrasi karena diare yang disebabkan oleh kesulitan memperoleh air minum yang bersih menyebabkan kematian hampir 2 juta anak tiap tahun dan telah membunuh lebih banyak anak dalam 10 tahun terakhir ini dibanding seluruh orang yang mati akibat konflik bersenjata sejak Perang Dunia Kedua.1

• Pelanggaran berat hak-hak ekonomi, sosial dan budaya merupakan penyebab dari akar masalah

konflik dan kegagalan untuk menangani masalah diskriminasi sistematik dan ketidakadilan dalam pemenuhan hak-hak tersebut dapat melemahkan upaya pemulihan untuk keluar dari konflik. Contohnya, diskriminasi dalam memperoleh akses terhadap pekerjaan, menggunakan pendidikan sebagai alat untuk propaganda, menggusur paksa masyarakat dari tempat tinggalnya, menahan bantuan makanan dari saingan politik, dan meracuni sumber air, kesemuanya merupakan pelanggaran hak-hak ekonomi, sosial dan budaya yang telah memicu konflik di masa lalu.

• Tidak terpenuhinya hak-hak ekonomi, sosial dan budaya dapat mengarah pada pelanggaran HAM

yang lain. Contohnya, seringkali lebih sulit bagi individu yang buta huruf untuk mencari pekerjaan, mengambil bagian dalam kegiatan politik atau menggunakan kebebasan mereka untuk berekspresi. Ketidakmampuan untuk melindungi hak-hak perempuan terhadap tempat tinggal yang layak (contohnya tidak adanya jaminan penguasaan lahan) dapat membuat perempuan lebih rentan terhadap kekerasan dalam rumah tangga karena perempuan mungkin harus memilih antara tetap berada dalam hubungan yang penuh kekerasan atau menjadi tunawisma.

Pernyataan tentang pentingnya hak-hak ekonomi, sosial dan budaya tidak bisa dilakukan secara berlebihan. Kemiskinan dan peminggiran merupakan faktor dibalik banyaknya ancaman terhadap keamanan yang kita hadapi terus menerus baik di dalam maupun lintas batas sehingga bisa merupakan ancaman bagi peningkatan dan perlindungan segala bentuk HAM. Bahkan dalam negara yang paling sejahtera, kemiskinan dan ketidakadilan yang amat parah terus berlangsung, dan banyak individu serta kelompok yang tinggal dalam kondisi yang hak-hak ekonomi, sosial, sipil, politik, dan budayanya seringkali disangkal. Ketimpangan sosial dan ekonomi berdampak pada akses kehidupan masyarakat dan keadilan. Globalisasi telah menyebabkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, namun terlalu banyak manfaat yang dapat diberikan dinikmati secara tidak merata di dalam dan lintas masyarakat yang berbeda. Tantangan mendasar terhadap keamanan manusia seperti ini memerlukan tindakan dirumah maupun melalui kerjasama internasional.

Louise Arbour, Komisioner Tinggi PBB untuk HAM (Jenewa, 14 Januari 2005)

Meskipun terdapat fakta-fakta ini, perlindungan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya tidak selalu memperoleh prioritas yang memadai, seperti yang diamati oleh Komite untuk Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya dalam suatu pernyataan yang disampaikan pada Konferensi Dunia HAM di Wina (A/CONF.157/PC/62/Add.5, lampiran I, alinea 6-7) :

Tidak terpenuhinya hak untuk memilih atau hak atas kebebasan untuk berbicara, hanya atas dasar ras atau jender, ditentang secara kuat dan pantas untuk ditentang oleh masyarakat internasional. Namun bentuk-bentuk diskriminasi yang mengakar dalam hal pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya terhadap perempuan, usia lanjut, penyandang cacat, dan kelompok rentan serta kurang beruntung lainnya sudah seringkali ditolerir sebagai kenyataan yang tidak

(7)

menguntungkan yang harus dihadapi. Sehingga banyak aktivis HAM tidak dapat berkata banyak ketika menanggapi fakta bahwa perempuan di banyak negara “pada umumnya memperoleh imbalan [untuk beban kerja yang berlebihan yang harus mereka tanggung] dengan makanan, layanan kesehatan, pendidikan, pelatihan, waktu luang, pendapatan, hak-hak dan perlindungan yang lebih sedikit. Indikator statistik dari skala pengabaian situasi yang serba kekurangan, atau pelanggaran dari hak-hak ekonomi, sosial dan budaya yang telah sering dipakai sebagai rujukan sehingga tidak lagi berpengaruh. Skala, tingkat keparahan, dan tingkat konsistensi dari pengabaian tadi telah memancing perilaku mudah pasrah, perasaan tidak berdaya, dan lemahnya rasa kasih sayang diantara sesama.

3. Apakah hak-hak ekonomi, sosial dan budaya adalah hak-hak yang baru ?

Tidak. Banyak hak asasi manusia yang kini kita kenal sebagai hak-hak ekonomi, sosial dan budaya telah dituangkan pada perundang-undangan nasional dan perjanjian internasional sebelum diadopsinya Deklarasi Universal HAM pada tahun 1948.

KOTAK 2 : Pengakuan internasional secara dini tentang hak-hak ekonomi dan sosial

Organisasi Buruh Internasional (ILO) dan Badan Kesehatan Dunia PBB (WHO) telah memprakarsai pengakuan dunia internasional terhadap hak-hak ekonomi dan sosial. ILO mengakui serangkaian hak-hak pekerja dalam Deklarasi Philadelphia (1944), yang dengan tegas menyatakan bahwa “Setiap manusia… mempunyai hak untuk mencari baik kesejahteraan materi maupun pengembangan spiritual mereka dalam keadaan yang bebas dan bermartabat, ketahanan ekonomi dan kesempatan yang setara”. Begitu juga setelah Perang Dunia Kedua, Konstitusi WHO (1946) menyatakan bahwa “menikmati standar kesehatan yang paling tinggi yang dapat dicapai merupakan salah satu dari hak-hak yang fundamental bagi setiap manusia.”

Negara-negara seperti Kosta Rika mengakui hak untuk memperoleh pendidikan sejak tahun 1840-an dan pembaruan dalam bidang kesejahteraan pada akhir abad ke-19 di beberapa negara Eropa telah memperkenalkan perlindungan untuk beberapa hak-hak ekonomi, sosial dan budaya seperti hak untuk bekerja. Konstitusi di awal abad ke-20 dari beberapa negara Amerika Latin seperti Konstitusi Meksiko 1917 merupakan salah satu dari yang pertama untuk menjamin hak-hak ekonomi, sosial dan budaya – termasuk hak pekerja, hak atas kesehatan, dan hak atas jaminan sosial.

Pada tahun 1930-an, langkah-langkah yang diambil di Amerika Serikat dan di negara-negara lain memperkenalkan perlindungan atas hak-hak pekerja yang lebih baik dan mengakui tanggungjawab Negara untuk menjamin akses terhadap layanan sosial yang mendasar termasuk jaminan sosial, kesehatan, dan tempat tinggal. Pada tahun 1941, Presiden Amerika Serikat Franklin D. Roosevelt menyebutkan “empat kebebasan manusia yang mendasar” yang harus dijamin bagi setiap orang dimanapun di dunia ini: kebebasan untuk berbicara dan berekspresi, kebebasan untuk beragama, kebebasan dari kemiskinan, dan kebebasan dari rasa takut.

Hal-hal di atas ini merupakan sumber inspirasi yang penting untuk Deklarasi Universal HAM tahun 1948 dan tercermin dalam alinea ke dua dari pembukaannya : “memasuki suatu era dimana manusia dapat menikmati kebebasan untuk berbicara dan berkeyakinan serta bebas dari rasa takut dan kemiskinan telah diproklamirkan sebagai aspirasi yang tertinggi dari masyarakat umum.

Empat kebebasan yang dinyatakan oleh Presiden Roosevelt

Untuk meraih masa depan kita, kita berharap pada suatu dunia yang didirikan berdasarkan empat kebebasan manusia yang mendasar.

(8)

Yang pertama adalah kebebasan untuk berbicara dan berekspresi – dimanapun di dunia ini.

Yang kedua adalah kebebasan bagi setiap orang untuk menyembah Tuhan dalam caranya sendiri – dimanapun di dunia. Yang ketiga adalah bebas dari kemiskinan – dimana jika diterjemahkan dalam terminologi yang umum berlaku berarti segala sesuatu yang berkaitan dengan ekonomi yang dapat menjamin bagi setiap negara akan kehidupan yang sejahtera dan damai untuk bangsanya – dimanapun di dunia.

Yang keempat adalah bebas dari rasa takut – dimana jika diterjemahkan dalam terminologi yang umum berlaku berarti pengurangan senjata di seluruh dunia hingga mencapai angka tertentu dan dalam cara yang sedemikian menyeluruh sehingga tidak satu negarapun yang berada dalam posisi untuk melakukan suatu tindak agresi fisik terhadap negara tetangga manapun – dimanapun di dunia.

Ini bukan suatu visi yang jauh dari jangkauan. Hal ini merupakan pijakan yang pasti untuk dunia yang dapat kita raih pada masa dan generasi kita sendiri.

Pidato tahunan yang disampaikan di depan Kongres

(6 Januari 1941)

Deklarasi Universal HAM mencakup serangkaian hak-hak sipil, budaya, ekonomi, politik, dan sosial yang komprehensif dalam suatu instrumen internasional HAM tunggal tanpa membeda-bedakan diantara hak-hak tersebut. Hal ini mungkin merupakan pengakuan komprehensif yang pertama atas hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Pada tahun 1966, Negara-negara mengadopsi Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya yang mengikat Negara-negara pihak secara hukum untuk meningkatkan dan melindungi hak ekonomi, sosial dan budaya. Banyak lagi perjanjian HAM lainnya yang mencantumkan semua hak-hak sipil, budaya, ekonomi, politik, dan sosial secara terpadu.

Konferensi HAM Dunia di Wina pada tahun 1993 menegaskan bahwa “setiap manusia bersifat universal, tidak dapat dipisahkan, dan saling bergantung dan terkait satu sama lain” dan bahwa “masyarakat internasional harus memperlakukan HAM secara adil dan merata pada tingkat yang setara, dan memiliki prioritas yang sama.” Sejak itu, perkembangan yang cukup signifikan telah terjadi dalam memperjelas substansi hukum dari hak-hak ekonomi, sosial dan budaya yang diakui secara internasional, serta dalam mengembangkan berbagai mekanisme dan metodologi untuk melaksanakannya.

4. Apakah hak-hak ekonomi, sosial dan budaya adalah hak-hak individu ?

Ya. Hak-hak ekonomi, sosial dan budaya seperti hak-hak asasi manusia lainnya adalah hak yang ada pada setiap individu sejak lahir. Seorang anak yang tidak memperoleh akses atas pendidikan dasar karena biaya sekolah, seorang perempuan yang dibayar lebih rendah dari rekan kerja laki-lakinya untuk pekerjaan yang sama, seorang individu dalam kursi roda yang tidak dapat memasuki suatu gedung teater karena tidak adanya akses khusus bagi kursi roda, seorang ibu hamil yang ditolak masuk ke rumah sakit untuk melahirkan karena tidak mampu membayar, seorang seniman yang karyanya dirubah atau dimodifikasi secara terang-terangan, seorang laki-laki yang ditolak untuk memperoleh layanan medis darurat karena statusnya sebagai seorang migran, seorang perempuan yang digusur paksa dari tempat tinggalnya, seorang laki-laki yang dibiarkan kelaparan ketika persediaan makanan tidak digunakan sebagaimana mestinya – semua ini adalah contoh dari individu-individu yang tidak memperoleh akses terhadap hak-hak ekonomi, sosial dan budaya.

(9)

Meskipun demikian, hak-hak ekonomi, sosial dan budaya kadangkala disalah tafsirkan hanya bersifat kolektif. Sementara hak-hak ini dapat mempunyai dampak terhadap banyak orang dan mempunyai dimensi yang kolektif, hak-hak ini juga merupakan hak-hak individu. Contohnya penggusuran paksa seringkali menyangkut semua warga dari seluruh elemen masyarakat, namun individulah yang menderita akibat dari tidak adanya akses terhadap hak mereka untuk memperoleh tempat tinggal yang layak. Kerancuan antara sifat kolektif atau individu ini sebagian berasal dari fakta bahwa upaya untuk memenuhi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya seringkali memerlukan upaya masyarakat secara kolektif melalui penyediaan sumberdaya dan pengembangan kebijakan yang berbasis hak. Untuk mencegah terjadinya anak yang tidak mempunyai akses terhadap pendidikan dasar karena tidak mampu membayar biaya sekolah maka Negara perlu membuat sistem untuk menjamin pendidikan sekolah dasar tanpa pungutan biaya bagi semua anak. Namun, hal ini tidak akan mencegah anak-anak secara individu dari menuntut hak mereka atas pendidikan.

Terdapat beberapa pengecualian penting dari sifat individu dari hak-hak ekonomi, sosial dan budaya ini. Hak-hak tertentu seperti Hak-hak-Hak-hak dari serikat dagang untuk membentuk federasi nasional dan untuk dapat berfungsi secara bebas pada dasarnya bersifat kolektif.

5. Apakah hak-hak ekonomi, sosial dan budaya secara fundamental berbeda dari hak-hak sipil dan politik ?

Tidak. Pada masa lalu, ada suatu kecenderungan yang menganggap hak-hak ekonomi, sosial dan budaya seakan-akan secara fundamental berbeda dari hak-hak sipil dan politik. Namun, kategorisasi seperti ini adalah tidak berdasar dan bahkan menyesatkan. Jika demikian adanya, mengapa kita seringkali menyebut “hak-hak sipil dan politik” dan “hak-hak ekonomi, sosial dan budaya” dalam kategori yang terpisah? Beberapa alasan telah menyeret lagi ke kategorisasi tersebut yang cenderung mengaburkan kesamaan elemen yang dimiliki oleh semua hak tersebut.

Pertama, pembedaan tersebut pada awalnya karena alasan historis. Sementara Deklarasi Universal HAM tidak membedakan antara hak-hak tersebut, perbedaan muncul dalam konteks terjadinya ketegangan akibat perang dingin antara Timur dan Barat yang semakin meruncing. Ekonomi pasar di belahan Barat lebih menitikberatkan pada hak-hak sipil dan politik, sementara perekonomian yang direncanakan secara terpusat di belahan Timur menekankan pada pentingnya hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Situasi seperti ini menyebabkan adanya negosiasi dan adopsi dari dua Kovenan yang terpisah – yang satu tentang hak-hak sipil dan politik, dan yang kedua tentang hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Namun, pemisahan yang ketat seperti ini telah ditinggalkan dan kembali ke rancangan asli dari Deklarasi Universal. Pada dekade belakangan ini, perjanjian HAM seperti Konvensi tentang Hak-Hak Anak atau Konvensi tentang Hak-Hak Penyandang Cacat telah menyatukan seluruh hak-hak tersebut.

Kedua, hak-hak ekonomi, sosial dan budaya dilihat sebagai sesuatu yang memerlukan tingkat investasi yang tinggi sementara hak-hak sipil dan politik hanya dianggap memerlukan Negara untuk tidak ikut campur dengan kebebasan individu. Memang benar bahwa banyak hak-hak ekonomi, sosial dan budaya kadangkala memerlukan tingkat investasi yang tinggi – baik finansial maupun sumberdaya manusia – untuk menjamin pemenuhan secara menyeluruh. Namun, hak-hak ekonomi, sosial dan budaya juga mensyaratkan bahwa Negara menghindar dari campur tangan dengan kebebasan individu contohnya kebebasan serikat dagang atau hak untuk mencari pekerjaan berdasarkan pilihannya sendiri. Begitu juga, hak-hak sipil dan politik walaupun terdiri dari kebebasan individu, juga memerlukan investasi agar dapat terealisasi secara penuh. Contohnya, hak-hak sipil dan politik memerlukan infrastruktur seperti sistem peradilan yang berfungsi dengan baik, LP yang menghormati kondisi hidup minimum untuk para narapidana, bantuan hukum, pemilihan umum yang bebas dan adil, dsb.

(10)

Ketiga, hak-hak ekonomi, sosial dan budaya kadangkala dianggap samar atau tidak jelas dibanding hak-hak sipil dan politik. Sementara tidak semua hak-hak ekonomi, sosial dan budaya terdefinisi secara jelas dalam perjanjian HAM, hal ini juga berlaku untuk hak-hak sipil dan politik. Lihat contoh-contoh di bawah ini.

Hak-hak ekonomi, sosial dan budaya Hak-hak sipil dan politik

Hak untuk mengambil bagian dalam kehidupan budaya

Hak untuk mengambil bagian dalam urusan publik Hak untuk bebas dari kelaparan Hak untuk tidak mengalami penyiksaan, perlakuan

atau hukuman yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia.

Yang terakhir, pada kenyataannya pemenuhan seluruh hak-hak asasi manusia saling terkait satu sama lain. Contohnya, seringkali lebih sulit bagi individu yang buta huruf untuk memperoleh pekerjaan, mengambil bagian dalam kegiatan politik atau menggunakan kebebasannya untuk berekspresi. Begitu juga kelaparan lebih kecil kemungkinan akan terjadi ketika individu dapat menggunakan hak-hak politiknya seperti hak untuk memilih. Sebagai akibatnya, ketika dilihat secara seksama kategori dari hak-hak seperti “hak-hak sipil dan politik” atau “hak-hak ekonomi, sosial dan budaya” tidak begitu masuk akal. Karena alasan ini, secara umum semakin dapat diterima untuk mengacu pada hak-hak sipil, budaya, ekonomi, politik dan sosial.

Kotak 3. Contoh dari klarifikasi tentang hak-hak ekonomi, sosial dan budaya

Komite Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya melalui serangkaian komentar umumnya, telah menjabarkan substansi dari hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Contohnya sebagaimana tercermin pada tugas dari Pelapor Khusus tentang hak atas pendidikan, Komite tersebut telah mencantumkan aspek-aspek mendasar dari hak atas pendidikan dalam komentar umum No. 13 (1999) :

Pendidikan dalam segala bentuknya dan pada setiap tingkatan harus menunjukkan aspek-aspek berikut ini yang saling berhubungan dan esensial:

(a) Ketersediaan: lembaga dan program pendidikan yang berfungsi dengan baik harus tersedia dalam jumlah yang memadai;

(b) Kemudahan akses: lembaga dan program pendidikan harus dapat dijangkau oleh setiap orang Kemudahan akses mempunyai tiga dimensi yang saling tumpang tindih:

• Non-diskriminatif: pendidikan harus dapat diakses oleh semua, terutama untuk kelompok yang

paling rentan menurut hukum dan realitas tanpa adanya diskriminasi;

• Kemudahan akses fisik: pendidikan harus berada dalam jangkauan fisik yang aman, dengan akses

ke lokasi geografis yang cukup mudah (contohnya, suatu sekolah yang berdekatan) atau lewat teknologi modern (contohnya akses terhadap program “pendidikan jarak jauh”);

• Kemudahan akses secara ekonomi: pendidikan harus terjangkau secara biaya bagi semua,

sementara pendidikan dasar harus tersedia “gratis bagi semua”, Negara-Negara pihak disyaratkan untuk memperkenalkan secara progresif pendidikan gratis pada tingkat menengah dan perguruan tinggi.

(c) Akseptabilitas: bentuk dan substansi dari pendidikan termasuk kurikulum dan metode pengajaran harus dapat diterima (contohnya relevan, sesuai dengan budaya setempat dan berkualitas tinggi) oleh murid dan untuk kasus-kasus tertentu.

(d) Kemampuan adaptasi: pendidikan harus fleksibel sehingga dapat menyesuaikan dengan kebutuhan dari masyarakat dan komunitas yang senantiasa berubah dan dapat merespon terhadap kebutuhan dari pelajar dalam lingkungan sosial dan budaya mereka yang beragam.

Ketika mempertimbangkan penerapan yang tepat dari “aspek-aspek yang saling berhubungan dan esensial ini”, maka bahan pertimbangan yang paling utama harus kepentingan yang terbaik bagi

(11)

pelajar.

6.

Apa kewajiban Negara terhadap hak-hak ekonomi, sosial dan budaya ?

Kewajiban Negara berkaitan dengan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya dijabarkan secara berbeda-beda dari satu perjanjian ke perjanjian lain. Contohnya, Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya mensyaratkan Negara untuk “mengambil langkah-langkah” yang semaksimal mungkin sesuai dengan ketersediaan sumberdaya mereka untuk mencapai secara progresif bagi realisasi penuh dari hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Kovenan juga mensyaratkan Negara untuk menjamin pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya tanpa diskriminasi, dan memastikan hak yang setara bagi laki-laki dan perempuan untuk dapat menikmati hak-hak tersebut. Perjanjian atau konstitusi lain menyatakan kewajiban ini secara berbeda dan bahkan mencantumkan tindakan-tindakan khusus yang harus Negara lakukan seperti adopsi dari undang-undang atau meningkatkan hak-hak tersebut dalam kebijakan publik.

Untuk menjelaskan mengenai pengertian dari kewajiban Negara ini, maka kadangkala diletakkan kedalam tiga jenis judul: untuk menghormati, untuk melindungi, dan untuk memenuhi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya.

Kotak 4. Contoh dari kewajiban untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi Hak untuk bekerja

Menghormati: Negara seharusnya tidak melakukan kerja paksa atau menutup kesempatan kerja bagi saingan politiknya.

Melindungi: Negara harus menjamin bahwa majikan, baik di sektor publik maupun swasta, membayar upah minimum.

Memenuhi: Negara harus meningkatkan penikmatan hak untuk bekerja contohnya dengan menjalankan program-program pendidikan dan informatif untuk meningkatkan kesadaran publik terhadap hal tersebut.

Kewajiban HAM Pemerintah harus :

Menghormati Melindungi Memenuhi

Menghindar dari campur tangan terhadap penikmatan

dari hak

Mencegah pihak lain dari campur tangan terhadap penikmatan

atas hak

Mengadopsi langkah-langkah yang tepat menuju pencapaian

(12)

Hak atas air

Menghormati: Negara seharusnya tidak memutuskan persediaan air individu tanpa menghormati proses hukum yang berlaku.

Melindungi: Ketika layanan air dikelola atau dikendalikan oleh sektor swasta, maka harus menjamin adanya peraturan tentang penentuan harga yang memadai sehingga tarif air, jika ada, terjangkau bagi masyarakat.

Memenuhi: Negara harus mengambil langkah-langkah untuk menjamin bahwa semua orang secara progresif terhubung ke persediaan air minum yang bersih

Hak atas kesehatan

Menghormati: Negara seharusnya tidak menutup akses terhadap fasilitas kesehatan secara diskriminatif.

Melindungi: Negara harus mengendalikan kualitas dari obat-obatan yang dipasarkan dalam negara oleh pemasok publik atau swasta.

Memenuhi: Negara harus memfasilitasi penikmatan hak atas kesehatan contohnya dengan melakukan kampanye vaksinasi universal untuk anak-anak.

Hak atas pendidikan

Menghormati: Negara harus menghormati kebebasan orang tua untuk memilih sekolah bagi anak-anak mereka.

Melindungi: Negara harus menjamin bahwa pihak ketiga termasuk orang tua untuk tidak mencegah anak perempuan masuk sekolah.

Memenuhi: Negara harus mengambil langkah-langkah yang positif untuk menjamin bahwa pendidikan secara budaya sesuai untuk masyarakat minoritas dan masyarakat adat dan berkualitas baik bagi semua.

7.

Apa yang dimaksud dengan “pencapaian secara progresif” hak-hak ekonomi, sosial dan budaya ?

Konsep dari “pencapaian secara progresif” menjelaskan aspek sentral dari kewajiban Negara yang berkaitan dengan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya sesuai dengan perjanjian HAM internasional. Inti dari konsep ini adalah kewajiban untuk mengambil langkah-langkah yang tepat menuju realisasi yang penuh dari hak-hak ekonomi, sosial dan budaya semaksimum mungkin dari sumberdaya yang tersedia (lihat Kotak 5). “Ketersediaan sumberdaya” mencerminkan adanya pengakuan bahwa pemenuhan terhadap hak-hak tersebut dapat terhalangi oleh keterbatasan sumberdaya dan hanya dapat dicapai selama periode waktu tertentu. Hal ini juga berarti bahwa keberhasilan Negara untuk memenuhi kewajibannya untuk mengambil langkah-langkah yang tepat dinilai melalui sumberdayanya – finansial dan lainnya – yang tersedia bagi Negara tersebut. Banyak konstitusi nasional juga memungkinkan terjadinya pencapaian secara progresif dari beberapa hak-hak ekonomi, sosial dan budaya.

Kotak 5: Klausul “pencapaian secara progresif” dalam perjanjian PBB tentang HAM Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (pasal 2(1))

Setiap Negara Pihak terhadap Kovenan yang ada saat ini mengambil langkah-langkah secara individu maupun melalui bantuan dan kerjasama internasional terutama ekonomi dan teknik yang semaksimal mungkin dari sumberdaya yang tersedia dengan tujuan untuk mencapai secara progresif realisasi penuh dari hak-hak yang diakui dalam Kovenan yang ada dengan seluruh cara yang tepat termasuk utamanya adopsi dari langkah-langkah hukum.

Konvensi tentang Hak-Hak Anak (Pasal 4)

Negara-Negara Pihak akan mengambil tindakan hukum, administratif dan lainnya yang sesuai untuk pelaksanaan dari hak-hak yang diakui dalam Konvensi yang ada saat ini. Berhubungan dengan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, Negara-Negara Pihak harus mengambil langkah-langkah tersebut semaksimal

(13)

mungkin sesuai dengan sumberdaya mereka yang tersedia dan bilamana perlu dalam kerangka kerjasama internasional.

Konvensi tentang Hak-hak Penyandang Cacat (Pasal 4(2))

Sehubungan dengan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, setiap Negara Pihak mengambil langkah-langkah semaksimal mungking sesuai dengan sumberdaya mereka yang tersedia dan bilamana perlu dalam kerangka kerjasama internasional yang bertujuan untuk mencapai secara progresif realisasi penuh dari hak-hak tersebut, tanpa ada keberpihakan terhadap kewajiban-kewajiban tersebut seperti yang terkandung dalam Konvensi yang ada saat ini yang dapat diterapkan langsung sesuai dengan hukum internasional.

Konsep pencapaian secara progresif kadangkala disalahtafsirkan seakan-akan Negara tidak perlu melindungi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya sampai mereka mempunyai sumberdaya yang memadai. Sebaliknya, perjanjian-perjanjian ini memberlakukan suatu kewajiban yang harus segera dipenuhi untuk mengambil langkah-langkah yang tepat menuju realisasi penuh hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Keterbatasan sumberdaya tidak dapat dijadikan alasan pembenaran atas tidak adanya tindakan atau penundaan yang tiada batas terhadap langkah-langkah untuk melaksanakan hak-hak tersebut. Negara harus menunjukkkan bahwa mereka melakukan setiap upaya untuk memperbaiki penikmatan atas hak-hak ekonomi, sosial dan budaya walaupun sumberdaya langka. Misalnya, tanpa melihat tersedia atau tidaknya sumberdaya, suatu negara harus secara prioritas berupaya untuk menjamin bahwa setiap orang mempunyai akses, paling tidak pada tingkat minimum, terhadap hak-hak dan mengarahkan program untuk melindungi kaum miskin, yang terpinggirkan, dan yang kurang beruntung.

Kotak 6: Peningkatan pemenuhan dari hak atas tempat tinggal yang dapat diberlakukan secara hukum

Undang-undang yang berlaku di Skotlandia (pemerintah lokal) dan Perancis (pemerintah nasional) adalah contoh dari upaya untuk secara progresif melaksanakan hak untuk memperoleh perumahan yang layak. Pada tahun 2003, parlemen Skotlandia mengesahkan UU tentang tunawisma, dst (Skotlandia) tahun 2003. Tonggak penting yang secara fundamental mengubah legislasi Skotlandia tentang tunawisma yang secara progresif memperkenalkan hak yang secara penuh mempunyai kekuatan hukum untuk memperoleh tempat tinggal. Pada awalnya undang-undang ini hanya berlaku untuk mereka yang mempunyai “kebutuhan prioritas”, undang-undang tersebut bertujuan untuk menjamin bahwa selama periode 10 tahun – antara tahun 2003 hingga 2012, kelompok ini diperluas hingga mencakup setiap orang yang tidak memiliki rumah. Pada tahun 2012 setiap tunawisma di Skotlandia akan memiliki hak secara hukum atas tempat tinggal yang permanen. Sejak tahun 2003, perundangan Skotlandia telah menjadi model bagi Negara-Negara lain. Di Perancis, legislasi yang serupa telah dibahas. Perundangan Perancis juga akan menciptakan hak yang mempunyai kekuatan hukum untuk memperoleh perumahan (droit opposable au logement) yang akan direalisasikan secara progresif. Ketika memperoleh kekuatan hukum pada tahun 2008, perundangan Perancis akan mengaplikasikannya hanya bagi tunawisma dan mereka yang hidup dalam kemiskinan. Setelah tahun 2012, aplikasi akan mencakup setiap orang yang berhak untuk memperoleh perumahan sosial.

8.

Kewajiban apa yang harus segera diimplementasikan terhadap hak-hak ekonomi, sosial dan budaya ?

Meskipun Negara menyadari adanya hak-hak ekonomi, sosial dan budaya secara progresif, Negara harus segera mengambil tindakan, tanpa perlu mempertimbangkan sumberdaya yang dimiliki, dalam lima bidang:

(14)

1. Penghapusan diskriminasi. Negara harus segera melarang diskriminasi dalam pelayanan kesehatan, pendidikan, dan di tempat kerja. Diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, jender, bahasa, agama, politik atau pendapat lain, asal kebangsaan atau status sosial, kepemilikan, tempat lahir, penyandang cacat atau status lain harus dilarang.

2. Hak-hak ekonomi, sosial dan budaya tidak bergantung pada pencapaian secara progresif.

Beberapa hak ekonomi, sosial dan budaya tidak memerlukan sumberdaya yang signifikan. Misalnya, kewajiban untuk menjamin hak untuk membentuk dan bergabung dalam serikat dagang dan untuk mogok kerja, serta kewajiban untuk melindungi anak-anak dan remaja dari eksploitasi ekonomi dan sosial, tidak memerlukan sumberdaya yang penting dan harus dihormati dalam waktu singkat. Kewajiban lainnya memang memerlukan sumberdaya namun diformulasikan sedimikian rupa sehingga tidak bergantung pada pencapaian secara progresif. Contohnya, Negara Pihak dari Kovenan Internasional memiliki batasan ketat selama dua tahun untuk mengembangkan rencana tindakan untuk menjamin penyediaan pendidikan dasar yang gratis dan yang diwajibkan bagi semua.

Kotak 7: Contoh hak-hak dibawah Kovenan Internasional tentang hak-hak ekonomi, sosial dan budaya (bagian III) bergantung pada perlindungan yang segera

• Hak untuk membentuk dan bergabung dalam serikat dagang dan melakukan mogok (ayat 8);

• Kewajiban untuk melindungi anak-anak dan remaja dari eksploitasi ekonomi dan sosial (ayat 10(3));

• Pembayaran upah yang setara atas pekerjaan yang setara tanpa dasar perbedaan apapun (pasal 7(a)(i)); • Penyediaan pendidikan dasar tanpa biaya dan diwajibkan bagi semua (ayat 13(2)(a));

• Kewajiban untuk menghormati kebebasan orang tua dalam memilih sekolah bagi anak-anak mereka,

daripada ditentukan oleh pihak yang berwenang yang sesuai dengan standar minimum pendidikan (ayat 13(3));

• Kewajiban untuk melindungi kebebasan individu dan lembaga untuk mendirikan dan mengarahkan lembaga pendidikan yang sesuai dengan standar minimum (ayat 13(4));

• Kewajiban untuk menghormati kebebasan yang harus dimiliki untuk melakukan penelitian ilmiah dan

kegiatan yang kreatif (ayat 15(3)).

3. Kewajiban untuk “mengambil langkah”. Seperti yang disebutkan diatas, meskipun berada dalam kewajiban atas pencapaian secara progresif, Negara harus melakukan upaya secara terus-menerus untuk meningkatkan penikmatan atas hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Ini berarti bahwa sementara realisasi penuh hak-hak tersebut dapat dicapai secara progresif, langkah-langkah menuju tujuan tersebut harus diambil dalam jangka waktu singkat yang pantas. Langkah-langkah seperti ini harus direncanakan sebelumnya, nyata, dan diarahkan sejelas mungkin menggunakan segala cara yang tepat namun seharusnya tidak hanya mengadopsi langkah-langkah hukum.

Berikut adalah langkah-langkah yang harus Negara ambil untuk menuju pencapaian secara progresif:

• Menilai kondisi dari penikmatan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya termasuk menjamin tersedianya

mekanisme yang memadai untuk mengumpulkan dan menilai data yang relevan dan sesuai yang terpisah-pisah;

• Menyusun strategi dan rencana, mencantumkan indikator dan target yang terikat waktu, yang harus realistik, dapat dicapai dan dirancang untuk menilai perkembangan dalam upaya untuk memenuhi hak-hak tersebut;

• Mengadopsi undang-undang dan kebijakan yang diperlukan dan menjamin tersedianya dana yang

mencukupi untuk melaksanakan rencana dan strategi;

• Memantau dan menilai secara rutin perkembangan yang terjadi dalam pelaksanaan rencana dan strategi;

• Mengembangkan mekanisme penanganan keluhan yang memudahkan individu untuk mengutarakan keluhannya apabila Negara tidak memenuhi kewajibannya.

(15)

4. Langkah-langkah yang non-retrogresif. Negara tidak boleh membiarkan perlindungan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya yang ada memburuk kecuali jika ada justifikasi yang kuat untuk melakukan langkah-langkah yang retrogresif. Misalnya mengenakan biaya sekolah pada sekolah menengah yang tadinya cuma-cuma akan mengakibatkan langkah-langkah yang retrogresif secara sengaja. Untuk menjustifikasi hal ini, Negara harus menunjukkan bahwa langkah tersebut dilakukan hanya setelah mempertimbangkan semua pilihan, menilai dampak yang akan timbul dan menggunakan sumberdaya yang tersedia semaksimal mungkin.

5. Kewajiban inti minimum. Dibawah Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, ada kewajiban yang dianggap harus segera dilaksanakan untuk memenuhi setiap hak tersebut pada tingkat esensial yang minimum. Hal seperti ini disebut sebagai kewajiban inti minimum. Jika Negara tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut karena tidak mempunyai sumberdaya yang diperlukan, maka Negara harus menunjukkan bahwa Negara telah melakukan segala upaya untuk menggunakan seluruh sumberdaya yang tersedia sebagai suatu hal yang prioritas untuk memenuhi kewajiban inti tersebut. Bahkan jika Negara secara jelas tidak mempunyai sumberdaya yang memadai, maka Pemerintah harus tetap memperkenalkan program-program berbiaya rendah dan terarah untuk membantu mereka yang paling memerlukan sehingga sumberdaya yang terbatas tersebut dapat digunakan secara efisien dan efektif.

Kotak 8: Contoh kewajiban inti minimum yang berhubungan dengan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya

Kewajiban inti minimum yang ditekankan oleh Komite Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya pada pernyataan umumnya mensyaratkan Negara untuk :

• Menjamin hak-hak atas akses terhadap pekerjaan terutama bagi individu dan kelompok yang kurang beruntung dan terpinggirkan, membuat mereka hidup bermartabat;

• Menjamin akses terhadap makanan pokok minimum yang mengandung gizi yang mencukupi dan

aman, untuk menjamin kebebasan dari kelaparan bagi setiap orang;

• Menjamin akses terhadap tempat penampungan, perumahan, dan sanitasi yang mendasar serta

persediaan air minum bersih yang memadai;

• Menyediakan obat-obatan yang esensial seperti yang dijelaskan dalam Program Aksi WHO tentang

Obat-Obatan Esensial;

• Menjamin pendidikan dasar tanpa biaya dan diwajibkan bagi semua;

• Menjamin akses terhadap skema jaminan sosial yang menyediakan manfaat pada tingkat esensial minimum yang mencakup paling tidak layanan kesehatan dasar, tempat penampungan dan tempat tinggal dasar, air dan sanitasi, makanan dan pendidikan dalam bentuk yang dasar.

Untuk informasi lebih lanjut tentang kewajiban inti, lihat pernyataan umum yang diadopsi oleh Komite Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya yang tertera dalam lampiran di bawah

9.

Apa contoh-contoh pelanggaran terhadap hak-hak ekonomi, sosial dan budaya ?

Pelanggaran terhadap hak-hak ekonomi, sosial dan budaya terjadi ketika Negara tidak dapat memenuhi tanggungjawabnya untuk menjamin bahwa hak-hak tersebut dinikmati tanpa diskriminasi atau tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk menghormati, melindungi dan memenuhinya. Seringkali suatu pelanggaran terhadap salah satu hak tersebut berkaitan dengan pelanggaran terhadap hak yang lain.

Kotak 9: Contoh-contoh dari pelanggaran hak ekonomi, sosial dan budaya

(16)

• Mengkontaminasi air, misalnya dengan limbah dari fasilitas yang dimiliki Negara (hak atas kesehatan)

• Tidak berhasil untuk menjamin adanya upah minimum yang mencukupi untuk mendapatkan tempat tinggal yang layak (hak di tempat kerja)

• Kegagalan dalam mencegah kelaparan pada semua wilayah dan masyarakat dalam negara (kebebasan dari kelaparan)

• Tidak memberi akses terhadap informasi dan layanan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual (hak atas kesehatan)

• Secara sistematis memisahkan anak-anak yang cacat dari sekolah umum (hak atas pendidikan)

• Kegagalan untuk mencegah majikan dari melakukan diskriminasi dalam proses rekruitmen

(berdasarkan jender, kecacatan, ras, pendapat politik, asal usul, status HIV, dst.) (hak untuk bekerja)

• Kegagalan untuk melarang lembaga publik dan swasta dari pemusnahan atau kontaminasi makanan serta sumbernya seperti lahan pertanian dan air (hak atas makanan)

• Tidak memberikan batasan yang wajar dari jam kerja di sektor publik dan swasta (hak ditempat kerja)

• Melarang penggunaan bahasa minoritas atau bahasa-bahasa yang digunakan oleh kelompok minoritas

atau masyarakat adat (hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan budaya)

• Tidak memberi bantuan sosial kepada orang karena statusnya (contohnya orang yang tidak

mempunyai domisili yang tetap, pencari suaka) (hak atas jaminan sosial)

• Tidak memberi jaminan untuk cuti hamil bagi perempuan yang bekerja (perlindungan dan bantuan kepada keluarga)

• Secara sewenang-wenang dan ilegal memutuskan aliran air untuk penggunaan pribadi dan domestik (hak atas air)

10.

Apakah jender berkaitan dengan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya ?

Ya. jender relevan dalam banyak aspek dari hak-hak ekonomi, sosial dan budaya.

Pertama, perempuan dan laki-laki mungkin mempunyai pengalaman yang berbeda tentang hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Tidak adanya peraturan tentang kondisi kerja untuk pekerjaan manual berat seperti di lokasi pertambangan atau konstruksi pada umumnya lebih mempengaruhi laki-laki daripada perempuan sementara pengabaian dari perlindungan hak-hak pekerja di sektor informal termasuk pekerjaan domestik lebih mempengaruhi perempuan dibanding laki-laki.

Di beberapa negara, tingkat putus sekolah lebih tinggi diantara murid laki-laki dibanding perempuan karena orang tua berharap anak laki-laki untuk membantu keluarga secara ekonomi. Kadangkala lebih banyak anak perempuan keluar dari sekolah dibanding laki-laki karena pernikahan dini dan kehamilan dini, kekerasan dan kekerasan seksual di sekolah atau orang tua berharap mereka membantu di rumah. Ketika strategi, legislasi, kebijakan, program, dan mekanisme pemantauan mengabaikan perbedaan-perbedaan ini maka dapat mengakibatkan terjadinya ketidakadilan dalam penikmatan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya.

Kedua, ketika diskriminasi terhadap perempuan dan anak perempuan sudah sangat mengakar, penikmatan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya juga terpengaruh. Di banyak negara, preferensi terhadap laki-laki dibanding perempuan dalam keluarga mengakibatkan anak perempuan menerima makanan atau pendidikan yang lebih sedikit. Di kebanyakan negara, terdapat kecenderungan untuk membayar perempuan gaji yang lebih rendah untuk pekerjaan dengan beban kerja yang sama. Ketidakadilan dalam perkawinan, masalah warisan atau pengakuan menurut hukum mencegah banyak perempuan dari mendapatkan sumberdaya seperti pinjaman, hak untuk menempati lahan dan tempat tinggal sehingga melemahkan kemampuan mereka untuk menikmati hak-hak ekonomi, sosial dan budaya secara mandiri. Kurangnya partisipasi perempuan dalam pembuatan keputusan yang berkaitan dengan ekonomi, sosial dan budaya termasuk pengembangan di pedesaan dan pemulihan paska krisis, tidak hanya berakibat pada ketidakmampuan untuk mencerminkan pendapat dan pengalaman perempuan dalam upaya untuk memenuhi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya tapi juga dapat berakibat pada pengembangan program dan kebijakan yang tidak sepenuhnya relevan terhadap

(17)

mereka.

Kotak 10: Apakah jender itu ?

Jender adalah relevan baik bagi perempuan maupun laki-laki.

Jender menyangkut perbedaan terstruktur secara sosial antara perempuan dan laki-laki yang : − Dilekatkan sepanjang hidup

− Dipelajari, bukan pembawaan dari lahir

− Dapat berubah untuk tiap masyarakat sepanjang kurun waktu

− Diwujudkan secara beragam baik didalam maupun diantara berbagai kebudayaan

Jender mempengaruhi peran, kekuasaan, dan sumberdaya terhadap perempuan dan laki-laki dalam setiap kebudayaan.

11.

Apakah hak-hak ekonomi, sosial dan budaya mengharuskan Pemerintah untuk menyediakan barang dan jasa secara gratis ?

Sebagai ketentuan umum, tidak. Terdapat kesalahpahaman yang umum bahwa hak-hak ekonomi, sosial dan budaya mensyaratkan pemerintah untuk menyediakan layanan kesehatan, air, pendidikan, makanan, serta barang dan jasa lainnya secara cuma-cuma. Negara mempunyai tanggungjawab untuk menjamin bahwa fasilitas, barang dan jasa yang diperlukan untuk penikmatan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya tersedia pada

harga yang terjangkau. Ini berarti bahwa biaya langsung dan tidak langsung dari perumahan, makanan, air, sanitasi, kesehatan atau pendidikan seharusnya tidak mencegah seseorang dari memperoleh akses terhadap layanan tersebut dan seharusnya tidak mengorbankan kemampuannya untuk dapat menikmati hak-hak yang lain.

Pernyataan ini berkaitan dengan dua ketentuan. Pertama, pada situasi tertentu jaminan atas penikmatan atas hak-hak yang setara mungkin melibatkan penyediaan layanan yang disubsidi atau yang diberikan secara cuma-cuma untuk mereka, yang jika tidak, tidak akan dapat menikmati hak-hak tertentu. Contohnya ketika musim kemarau yang parah dan kekurangan bahan pangan menyebabkan meningkatnya harga, maka negara mungkin diharuskan untuk menyediakan makanan dan air untuk memastikan bahwa tidak ada yang mengalami kelaparan.

Kedua, beberapa layanan yang diperlukan untuk memenuhi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya tertentu harus diberikan tanpa pungutan biaya. Misalnya dibawah hukum internasional, pendidikan dasar harus gratis dan wajib bagi semua, dan pendidikan menengah harus tersedia dan terjangkau bagi semua, khususnya melalui perkenalan secara bertahap dari penyediaan layanan pendidikan yang cuma-cuma. Layanan yang berhubungan dengan kehamilan harus bebas biaya bagi perempuan apabila perlu. Beberapa legislasi nasional mungkin juga mensyaratkan bahwa layanan lain yang berkaitan dengan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya lain untuk diberikan secara cuma-cuma.

Kotak 11: Bantuan langsung uang tunai untuk memberdayakan masyarakat miskin untuk memenuhi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya mereka

Bolsa Familia merupakan suatu inisiatif sosial yang inovatif dari Pemerintah Brazil. Program ini menjangkau 11 juta keluarga, lebih dari 46 juta orang, sebagian besar dari penduduk negara tersebut yang berpendapatan rendah.

Keluarga miskin dengan anak, menerima rata-rata R$ 70 (sekitar US $35) dalam bentuk bantuan langsung tunai. Sebagai gantinya, warga tersebut harus memberi komitmen untuk tetap mengirimkan anak-anak ke sekolah dan membawa mereka untuk pemeriksaan kesehatan secara rutin. Bolsa Familia membawa dua hasil

(18)

utama : membantu mengurangi tingkat kemiskinan dan mendorong keluarga untuk berinvestasi terhadap anak-anak mereka sehingga memutuskan siklus kemiskinan yang diwariskan dari generasi ke generasi dan menurunkan tingkat kemiskinan pada masa yang akan datang.

Kelebihan dari Bolsa Familia adalah program ini dapat menjangkau bagian dari masyarakat Brazil yang cukup besar yang belum pernah menerima manfaat dari program sosial yang telah dijalankan. 94% dari dana mencapai 40% dari penduduk yang paling miskin. Studi membuktikan bahwa sebagian besar dari dana tersebut digunakan untuk membeli makanan, perlengkapan sekolah, dan pakaian untuk anak-anak mereka. Keberhasilan program ini telah memicu inisiatif serupa yang disesuaikan di hampir 20 negara termasuk Chili, Indonesia, Meksiko, Maroko, Afrika Selatan, dan Turki. Baru-baru ini, kota New York mengumumkan program Opportunity NYC yaitu pemberian pendapatan bersyarat yang mengacu pada Bolsa Familia dan inisiatif yang serupa di Meksiko. Ini merupakan contoh dari negara maju yang menerapkan dan belajar dari pengalaman negara yang sedang berkembang.

Sumber : Bank Dunia, Bolsa Familia : changing the lives of millions in Brazil (22 Agustus 2007)

12.

Apakah hak-hak ekonomi, sosial dan budaya membuat masyarakat tergantung pada bantuan sosial ?

Kadangkala terdapat anggapan bahwa perlindungan atas hak-hak ekonomi, sosial dan budaya membuat masyarakat menjadi tergantung pada bantuan sosial atau pada campur tangan Negara. Situasi yang sedemikian rupa cenderung berseberangan dengan tujuan dari HAM. Memang salah satu dari tujuan utama undang-undang HAM adalah untuk memberdayakan individu sehingga mereka mempunyai kapasitas dan kebebasan untuk menjalani kehidupan yang bermartabat. Jika bantuan Negara pada kenyataannya tidak memberdayakan penerima bantuan, maka pertanyaan yang akan timbul adalah apakah kebijakan yang tepat telah diperkenalkan. Begitu juga, hak-hak ekonomi, sosial dan budaya memerlukan lebih dari sekedar pemberian bantuan sosial termasuk menghilangkan hambatan sosial yang menghalangi partisipasi penuh dari setiap orang dalam kehidupan ekonomi dan sosialnya.

Merupakan suatu realitas yang tidak menguntungkan bahwa resesi ekonomi, relokasi industri dan faktor ekonomi dan sosial lainnya kadangkala mengarah pada situasi dimana individu tidak dapat menikmati taraf hidup yang layak. Apabila kasus ini yang terjadi, maka akses terhadap jaminan sosial diperlukan termasuk pembayaran bantuan sosial. Seperti yang dinyatakan pada Deklarasi Universal HAM, setiap orang mempunyai hak atas jaminan sosial dalam keadaan pengangguran, sakit, usia lanjut atau keterbatasan penghidupan lainnya dalam keadaan yang berada diluar kendali individu tersebut. Namun, hal ini tidak selalu harus berarti adanya hak untuk menerima bantuan sosial. Jaminan sosial harus mencegah masyarakat dari hidup dalam keadaan yang serba kekurangan dan harus dapat membantu mereka untuk bangkit kembali untuk menjadi mandiri dengan tujuan memberi mereka kesempatan untuk menjadi anggota masyarakat yang bebas dan yang dapat memberi kontribusi. Penyediaan barang dan jasa oleh Pemerintah bilamana diperlukan merupakan cara untuk menjamin penikmatan dari hak-hak ekonomi, sosial dan budaya namun bukan merupakan suatu tujuan akhir.

13.

Apakah hak-hak ekonomi, sosial dan budaya mengalir secara alami dari demokrasi atau pertumbuhan ekonomi ?

Tidak, tidak harus. Terdapat kesalahpahaman bahwa pencapaian hak-hak ekonomi, sosial dan budaya akan mengalir secara otomatis dari adanya penikmatan terhadap demokrasi dan bahwa adanya ketidakseimbangan dalam realisasi penuh hak-hak ekonomi, sosial dan budaya dalam jangka panjang akan dikoreksi oleh kekuatan pasar dalam perekonomian terbuka. Realitanya adalah bahwa kecuali ada tindakan khusus yang mengarah pada realisasi penuh hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, hak-hak tersebut jarang, bahkan tidak akan direalisasikan meskipun dalam jangka panjang.

(19)

Komite Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya telah menyatakan bahwa realisasi penuh hak-hak ekonomi, sosial dan budaya jarang tercapai hanya sebagai suatu produk sampingan atau akibat keberuntungan dari suatu program atau pembangunan lain tertentu – apakah itu transisi menuju suatu sistem demokrasi atau pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi contohnya, tidak secara otomatis dapat diterjemahkan kedalam perbaikan atas taraf hidup dari kelompok yang paling dipinggirkan dan dimarjinalkan kecuali jika ada tindakan atau kebijakan khusus yang diarahkan untuk mencapai tujuan tersebut. Jika pertumbuhan membawa pada sumberdaya yang lebih baik untuk terjadinya pendidikan gratis dan wajib namun tidak ada kebijakan khusus untuk menjamin bahwa penyandang cacat mempunyai akses fisik terhadap sekolah maka hal ini akan memperlebar jurang antara sektor dari suatu populasi dan mengakibatkan tidak terpenuhinya hak-hak ekonomi, sosial dan budaya.

Begitu juga, demokrasi dengan sendirinya seringkali tidak memadai untuk membuat terjadinya pencapaian hak-hak ekonomi, sosial dan budaya bagi rakyat yang paling miskin dan paling terpinggirkan. Masyarakat yang hidup dalam kemiskinan dan terpinggirkan seringkali lebih menemui kesulitan untuk melakukan upaya agar pendapat mereka tercermin dalam undang-undang, kebijakan publik, atau upaya pembangunan karena mereka tidak mempunyai suara di parlemen dan kementerian. Terdapat suatu kecenderungan dari kebijakan publik untuk menitikberatkan pada kebutuhan dari mereka yang mempunyai pengaruh yang besar dalam proses politik terutama pada saat pemilihan umum. Tunjangan sosial mungkin fokus pada kebutuhan dari pemilih massa mengambang kelas menengah atau kebijakan ekonomi atau perdagangan mungkin dibentuk agar memenuhi kebutuhan dari industri yang berkuasa. Hal ini akan mengalihkan perhatian dari mereka yang paling terpinggirkan ke masyarakat yang lebih terlihat dan yang lebih mempunyai kekuasaan dan akses terhadap pembuat keputusan dalam suatu sistem demokrasi. Pada saat yang bersamaan, sulit untuk membayangkan demokrasi untuk dapat bertahan lama ketika dihadapkan pada persoalan kemiskinan yang kronis, pengabaian dan penyangkalan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya.

14.

Apakah hak-hak ekonomi, sosial dan budaya melarang penyediaan barang dan jasa yang penting oleh pihak swasta ?

Tidak. Kerangka kerja HAM tidak mengharuskan suatu bentuk penyediaan layanan atau kebijakan harga yang tertentu. Hukum HAM internasional tidak menentukan apakah layanan harus disediakan oleh pihak pemerintah atau swasta atau gabungan dari kedua sektor.

Namun, Negara bertanggungjawab untuk mengatur dan menjamin bahwa bentuk penyediaan layanan apapun harus menghormati HAM, contohnya dengan memastikan bahwa pendidikan dasar dan layanan cuma-cuma yang berkaitan dengan kesehatan, makanan, air dan sanitasi atau perumahan tersedia, terjangkau (secara fisik maupun biaya) dan memadai bagi semua, termasuk bagi kelompok yang rentan dan terpinggirkan. Olehkarena itu, Negara harus mengatur dan apabila layanan tersebut tidak disediakan oleh sektor publik, mengawasi penyedia swasta melalui suatu sistem pengaturan yang efektif dan efisien, termasuk pemantauan independen dan penalti untuk ketidakpatuhan.

Contohnya, hak atas air dapat terjamin melalui sistem privatisasi penyediaan air. Namun, Negara menurut hukum HAM internasional pada akhirnya bertanggungjawab jika penyediaan air yang telah diprivatisasi menghambat masyarakat tertentu dari memperoleh akses terhadap air minum bersih. Begitu juga, Pemerintah mempunyai tanggungjawab untuk mengatur harga yang diberlakukan oleh sektor swasta sehingga air minum bersih terjangkau bagi semua.

(20)

Bolivia

Pada tahun 1999, Pemerintah Bolivia melakukan privatisasi atas penyediaan air sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati dengan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF). Di Cochabamba, penyediaan air diserahkan kepada pihak lain. Konsorsium kemudian meningkatkan tarif air secara signifikan, sehingga membawa dampak terutama bagi masyarakat yang hidup dalam kemiskinan. Kelompok dari penduduk setempat dan organisasi masyarakat sipil bergabung dalam Coordinadora por la Defensa del Agua y de la Vida (Koalisi untuk Memperjuangkan Air dan Kehidupan) untuk menentang privatisasi tersebut yang menyebabkan kota tersebut terhenti dari segala kegiatan selama empat hari. Aksi protes yang kemudian berujung tindak kekerasan mengakibatkan terbunuhnya seorang remaja laki-laki. Setelah kejadian tersebut, badan usaha milik pemerintah kota SEMAPA kemudian diaktifkan kembali. Enam tahun setelah “perang air” Cochabamba, akses terhadap air menjadi lebih baik dan tarif hanya sedikit dinaikkan. Namun, kualitas dari manajemen dan pemberian layanan tetap rendah.

Kasus in menunjukan akan pentingnya menjamin pengaturan yang tepat bagi layanan air termasuk tarif air. Hal ini juga berlaku untuk penyediaan oleh sektor swasta dan publik dari segala barang dan jasa penting. Pengaturan yang tidak memadai dapat menghambat pencapaian hak-hak ekonomi, sosial dan budaya dan dapat saja mengarah pada kekerasan dan konflik. Dalam hal ini, tidak hanya Pemerintah tapi juga perusahaan swasta dan lembaga keuangan internasional mengemban tanggungjawab penting untuk menjamin bahwa warga yang hidup dalam kemiskinan tidak terampas hak-hak ekonomi, sosial dan budayanya.

Sumber: Laporan dari Komisioner Tinggi untuk HAM tentang HAM, perdagangan dan investasi (E/CN.4/Sub.2/2003/9).

15.

Apakah pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium sama dengan pencapaian hak-hak ekonomi, sosial dan budaya ?

Dalam konteks pembangunan, Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) merupakan unsur yang mempunyai potensi yang kuat untuk mendorong terjadinya pencapaian hak-hak asasi termasuk hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. MDGs dan standar HAM saling melengkapi pada skala yang cukup signifikan namun nilai-nilai HAM lebih mendalam pengaruhnya.

Pertama, bentuk dari komitmen yang dijanjikan oleh Negara berbeda satu dengan lainnya. Hak asasi manusia termasuk hak-hak ekonomi, sosial dan budaya merupakan komitmen yang terikat secara hukum, sementara MDGs adalah suatu tekad politik. MDGs merupakan serangkaian tolok ukur yang dikembangkan untuk mencerminkan tujuan-tujuan yang telah disepakati dalam Deklarasi Milenium yaitu suatu komitmen yang tidak terikat secara hukum. Namun, perlu diperhatikan bahwa Deklarasi Milenium secara eksplisit dirancang atas dasar pengakuan terhadap norma-norma dan standar HAM. Olehkarena itu, MDGs harus dicapai dengan cara yang selaras dengan kewajiban hukum yang setiap Negara harus penuhi sesuai dengan norma-norma dan standar HAM.

Kedua, ruang lingkup dari permasalahan yang tercakup dalam hak-hak ekonomi, sosial dan budaya lebih luas

dibanding yang tercakup pada MDGs. Contohnya, MDGs tidak menangani secara langsung masalah pendidikan tinggi, jaminan atas penempatan lahan atau partisipasi dalam kehidupan budaya. Sehingga, sementara tujuan ke 2 mensyaratkan Negara untuk menangani tidak hanya pendidikan dasar (yang harus tanpa pungutan biaya) tapi juga pendidikan menengah dan tinggi. Selanjutnya, sementara MDGs menangani aspek tertentu dari hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, kebebasan sosial seperti perlindungan dari ancaman penggusuran paksa merupakan permasalahan HAM lainnya yang tidak ditangani dalam MDGs.

Ketiga, hak-hak ekonomi, sosial dan budaya bersama dengan prinsip non-diskriminatif mencantumkan aspek kualitatif dengan tidak hanya mempertanyakan seberapa banyak tapi juga siapa saja yang terbebaskan dari jurang kemiskinan. Contohnhya, tujuan 1 bertujuan untuk mengurangi separuh dari penduduk yang menderita dari kelaparan pada tahun 2015. Hal ini jelas mendorong terpenuhinya hak manusia untuk bebas dari kelaparan.

(21)

Namun, UU Hak-hak Asasi Manusia selangkah ke depan dan mensyaratkan bahwa target ini dicapai dengan cara yang non-diskiminatif. Contohnya, jika target terpenuhi pada tahun 2015, namun proporsi dari masyarakat adat yang dibiarkan kelaparan meningkat atau bahkan tetap jumlahnya, maka tujuan 1 mungkin saja tercapai tapi terjadi pelanggaran HAM.

Keempat, MDGs merupakan target perantara dengan kerangka waktu yang terbatas, sementara HAM mensyaratkan Negara untuk tiada hentinya melakukan upaya untuk mencapai tujuan akhir yaitu realisasi penuh dari hak-hak asasi manusia bagi semua. Contohnya, tujuan 7 mensyaratkan Negara untuk mengurangi sebanyak separuh dari proporsi penduduk yang tidak mempunyai akses yang berkelanjutan terhadap air minum bersih. Hak atas air mensyaratkan Negara termasuk negara yang telah mencapai tujuan 7 untuk terus berupaya untuk menjamin akses terhadap air minum bersih dan terjangkau bagi semua.

Terakhir, terdapat perbedaan dalam ruang lingkup geogragis. MDGs lebih menitikberatkan pada dunia berkembang, sementara norma HAM internasional bersifat universal dan memberi cara untuk menangani masalah kemiskinan, HIV/AIDS, tingkat kematian ibu, dan lainnya dimanapun situasi tersebut dialami. Contohnya, hak-hak dari pekerja migran seringkali terancam baik di negara maju maupun berkembang. Begitu juga, kemiskinan dan peminggiran sosial masih merupakan suatu masalah bahkan di negara kaya, sehingga menekankan bahwa tidak terpenuhinya hak-hak ekonomi, sosial dan budaya dapat terjadi di mana saja.

Oleh karena itu, untuk memenuhi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, perlu dilakukan upaya untuk mencapai MDGs dengan cara yang akan sepenuhnya mengintegrasikan perspektif HAM dan untuk dikembangkan lebih jauh lagi.

16.

Apakah hak-hak ekonomi, sosial dan budaya berlaku selama keadaan darurat, bencana, dan konflik bersenjata ?

Ya. Dibawah hukum HAM, tidak terdapat pernyataan yang memperbolehkan Negara untuk mengurangi kewajibannya yang berhubungan dengan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya pada saat keadaan darurat, bencana atau konflik bersenjata. Pada kenyataannya, dalam kondisi seperti itu, perhatian yang lebih seringkali diperlukan untuk melindungi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, terutama bagi mereka yang berasal dari kelompok masyarakat yang paling terpinggirkan.

Pelanggaran berat dan secara sistematis terhadap hak-hak ekonomi, sosial dan konflik seringkali terjadi ketika dalam keadaan darurat dan pertikaian bersenjata. Dalam situasi konflik, pemusnahan sistematik dari unsur-unsur sipil atau pengusiran paksa dari penduduk seringkali secara sengaja digunakan sebagai senjata perang. Contoh selanjutnya adalah tindakan sengaja yang dapat mengarah pada kondisi kelaparan, terutama penjarahan toko makanan, pemusnahan hasil panen atau secara sengaja menghambat distribusi dari perlengkapan bantuan kemanusiaan. Pada kondisi bencana alam, pelanggaran hak-hak ekonomi, sosial dan budaya mungkin juga dapat terjadi, contohnya jika kelompok marjinal terlewatkan pada saat pengiriman bantuan darurat tersebut.

Pada saat konflik bersenjata, hukum hak-hak asasi manusia memperkuat hukum kemanusiaan internasional – prinsip-prinsip dan aturan yang membatasi penggunaan kekuatan pada waktu terjadinya pertikaian bersenjata. Beberapa jenis pelanggaran hak-hak ekonomi, sosial dan budaya telah dilarang menurut UU kemanusiaan dan dianggap sebagai tindak kejahatan internasional seperti tidak diberinya perawatan medis, memusnahkan atau merampas harta kekayaan atau secara sengaja membiarkan warga sipil dalam kelaparan sebagai taktik perang. Sejauh mana UU hak-hak asasi manusia dan hukum kemanusiaan internasional tumpang tindih merupakan masalah penafsiran tapi pemisahan absolut antara kedua pendekatan hukum tersebut secara perlahan-lahan telah dijembatani sejak diadopsi Piagam PBB dan terutama sejak Konferensi Internasional HAM tahun 1968. Proklamasi Teheran yang diadopsi pada saat Konferensi tersebut mengakui bahwa Negara bertanggungjawab untuk menghapus “penyangkalan besar-besaran terhadap hak-hak asasi manusia yang timbul akibat dari tindak agresi atau konflik bersenjata.”

Referensi

Dokumen terkait

Pengukuran good corporate governance dengan sebelas indikator memiliki kekurangan pada tahun 2013 dan 2014 banyak bank yang menggunakan penilaian komposit

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepemilikan oleh dewan berpengaruh negatif pada kedua periode dengan ukuran pasar, kompetensi komite audit berpengaruh

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa brokoli yang disimpan pada suhu rendah dengan konsentrasi etanol 10% (Sr E10) dapat mempertahankan warna hijau sampai hari

website dengan menerapkan pertukaran algoritma pada transaksi data yang berbasis protokol HTTP ini mengingat sistem client-server dalam protokol HTTP membutuhkan algoritma

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana tingkat pengetahuan calon ibu rumah tangga terhadap iklan layanan masyarakat keluarga berencana versi “ibu

2011:54).Peneliti memilih jenis penelitian ini karena penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mendeskripsikan hasil analisis estimasi kebangkrutan dengan pendekatan

Endang Dewi Lestari, Sp.A(K), MPH selaku Kepala Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNS/RSDM, dan selaku pembimbing substansi, yang bersedia meluangkan waktu untuk membimbing penulis

menempatkan bagian PPA di suatu ruangan yang memilik bilik atau ruang khusus, agar korban perkosaan dapat merasa nyaman selama proses penyidikan karena berada di