• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimalisasi Pengelolaan Padi Sawah Tadah Hujan Melalui Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Optimalisasi Pengelolaan Padi Sawah Tadah Hujan Melalui Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Pendahuluan

Indonesia mempunyai lahan sawah ta-dah hujan yang sangat luas dan tersebar di beberapa wilayah. Produktivitas padi pada la-han ini umumnya lebih rendah dari hasil padi di lahan sawah irigasi dan di tingkat petani

produktivitas padi sawah tadah hujan berkisar 3,0 – 3,5 t/ha (Fagi, 1995; Setiobudi and Supri-hatno, 1996). Introduksi varietas padi yang adaptif dan berpotensi hasil tinggi untuk agro-ekosistem lahan sawah tadah hujan merupa-kan teknologi yang paling murah bagi petani.

Optimalisasi Pengelolaan Padi Sawah Tadah Hujan

Melalui Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu

Widyantoro dan Husin M.Toha

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi

Jalan Raya 9 Sukamandi, Subang 41256; Telp.0260.520157; Fax.0260.520158 Email: widyantoro712@yahoo.co.id

Abstrak

Lahan tadah hujan merupakan lumbung padi kedua setelah lahan irigasi, namun demikian sampai saat ini produksi rata-rata padi baru mencapai 3,0-3,5 t/ha. Kendala produksi yang umum dijumpai pada lahan ini antara lain: curah hujan yang tidak menentu, kesuburan tanah rendah, dan gulma yang padat. Salah satu strategi untuk memperbaiki produktivitas lahan sawah tadah hujan adalah melalui pendekatan pengelolaan tanaman terpadu (PTT). Tujuan yang ingin dicapai adalah mengidentifikasi komponen pengelolaan tanaman terpadu untuk peningkatan hasil padi lahan sawah tadah hujan. Penelitian dilaksanakan di Desa Sidadadi, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu pada MK 2009 (April – Juli 2009). Model pendekatan PTT padi sawah tadah hujan musim kemarau dirakit secara insitu den-gan melibatkan petani setempat yang sekaligus menjadi petani pelaksana atau petani kooperator. Kegiatan penelitian dimulai dengan kajian kebutuhan dan peluang (KKP) untuk mengidentifikasi po-tensi, kendala, dan peluang pengembangan padi lahan sawah tadah hujan. Berdasarkan hasil KKP kemudian disusun paket teknologi utama bersama petani, penyuluh, dan peneliti yang kemudian diteliti dan dipraktekkan. Paket teknologi yang telah menjadi kesepakatan bersama tersebut, ke-mudian diaplikasikan di lahan petani dalam bentuk demonstrasi plot seluas 2,0 ha dan dilaksanakan oleh petani dengan didampingi oleh peneliti dan penyuluh. Jumlah petani pelaksana ditentukan se-banyak 10 orang dan setiap petani melaksanakan dua perlakuan di setiap lahannya, yaitu perlakuan pendekatan PTT dan perlakuan cara/kebiasaan petani. Paket teknologi utama yang diintegrasikan pada pendekatan PTT tersebut adalah: (1) penggunaan varietas unggul baru, toleran kekeringan, dan berumur genjah, (2) benih berkualitas dan bermutu tinggi, (3) olah tanah minimum dan pesemaian culikan, (4) cara tanam sistem legowo 2:1 dan/atau tegel 25 cm x 25 cm, (5) pengelolaan hara terpadu (pupuk N berdasarkan BWD, pupuk P dan K berdasarkan status hara tanah/PUTS), dan (6) pengendalian hama dan penyakit terpadu. Sedangkan komponen pelengkap/pilihan (supplement) ditentukan bersama-sama dengan petani pada saat sebelum pelaksanaan penelitian dimulai, ber-dasarkan kesepakatan bersama dengan penyuluh dan peneliti. Berber-dasarkan hasil KKP diperoleh empat skala prioritas yang akan dipecahkan dan diteliti bersama-sama petani, penyuluh, dan peneliti antara lain: I. Benih, II. Gulma/penyiangan, III. Penyakit kresek dan kekurangan air MK, dan IV. Pupuk, tenaga kerja tanam, dan panen. Hasil percobaan demplot menunjukkan melalui pendekatan PTT hasil gabah dan pendapatan petani lebih tinggi dibandingkan dengan cara petani. Rata-rata hasil padi sawah tadah hujan melalui pendekatan PTT mencapai 6,95 t/ha GKG atau meningkat 11,9% lebih tinggi dibandingkan dengan cara petani yang mencapai 6,22 t/ha t/ha GKG. Melalui pendekatan PTT padi sawah tadah hujan pendapatan usahatani meningkat 21,2% lebih tinggi dibandingkan dengan cara petani.

(2)

Curah hujan merupakan faktor pemba-tas yang menentukan keberhasilan padi sawah tadah hujan. Pada padi gogo rancah seringkali setelah hujan 2-3 kali turun dan tanah sudah diolah serta cukup lembab untuk ditanami, pe-tani biasanya segera menanam benih padi. Namun setelah benih berkecambah hujan lama tidak turun sehingga benih banyak yang mati akibat kekeringan. Sedangkan pada padi walik jerami karena ditanam menjelang mu-sim hujan berakhir, maka seringkali pada sta-dia berbunga atau pada stasta-dia pengisian di-mana tanaman pada saat tersebut sangat membutuhkan air justru hujan sudah ber-kurang atau jarang turun karena musim kema-rau yang datang lebih awal. Akibatnya tana-man padi walik jerami menderita kekeringan dan produksi padi menjadi sangat rendah. Hal inilah yang mengakibatkan produktivitas ta-naman padi walik jerami jadi tidak stabil (Fagi

et al., 1986). Menurut Goswarni et al. (1986)

produktivitas padi walik jerami dapat diting-katkan melalui peningkatan efisiensi peng-gunaan faktor produksi, khususnya pupuk ni-trogen (N) dan memperbaiki sifat fisik tanah di sekitar perakaran.

Ketidakpastian intensitas dan distri-busi hujan yang sering terjadi perlu di antisi-pasi melalui pengembangan teknologi budi-daya padi di lahan sawah tadah hujan melalui pola tanam padi sistem gogo rancah yang tanam saat awal musim hujan dan dapat di-panen lebih awal, sehingga memungkinkan musim berikutnya untuk ditanami padi kedua sebagai walik jerami dengan varietas berumur pendek dan terhindar dari kekeringan sebe-lum waktunya dipanen. Penyakit bercak daun coklat Helminthosporium oryzae dan bercak daun bergaris Cercospora oryzae merupakan

(Suparyono et al. 1992). Cara pengendalian penyakit yang paling efektif dan efisien adalah dengan menanam varietas padi yang tahan. Sedangkan penggunaan fungisida harus dila-kukan secara hati-hati, karena kemampuan ekonomi petani rendah, mahal dan dapat men-cemari lingkungan. Tanaman padi sawah ta-dah hujan dengan pengairan tergantung air hujan sangat respon terhadap pemupukan kalium. Menurut Wiharjaka (1999) dengan pengembalian jerami atau pemberian pupuk kandang ke dalam tanah dapat mengurangi pencucian unsur kalium dalam tanah. Ke-mudian ditambah lagi dengan unsur N, P dan K, terbukti hasil padi meningkat secara nyata. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk men-gidentifikasi komponen pengelolaan tanaman terpadu untuk peningkatan hasil padi lahan sawah tadah hujan.

Metode Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Desa Si-dadadi, Kecamatan Haurgeulis, Kabupaten In-dramayu, pada MK 2009 (April – Juli). Model pendekatan PTT padi sawah tadah hujan musim kemarau dirakit secara insitu dengan melibatkan petani setempat yang sekaligus menjadi petani pelaksana atau petani kopera-tor dalam susunan rancangan lingkungan acak kelompok dimana petani sebagai ulangan.

Kegiatan penelitian dimulai dengan kajian kebutuhan dan peluang (KKP) untuk mengidentifikasi potensi, kendala, dan pe-luang pengembangan padi lahan sawah tadah hujan. Kunci dari metode ini adalah kelompok sasaran berperan aktif dalam menganalisis sumberdaya, potensi dan permasalahannya sendiri dan sekaligus dapat merencanakan dan mengambil tindakan untuk memecahkan

(3)

a) pemetaan agroekosistem dengan informan kunci dan observasi lapangan, b) identifikasi dan diagnosis masalah, c) penelusuran penge-tahuan asli petani (farmer indigenous knowl-edge), dan d) verifikasi informasi yang telah dihimpun.

Berdasarkan hasil KKP kemudian dis-usun paket teknologi utama yang kemudian diteliti dan dipraktekkan bersama antara pet-ani, penyuluh, dan peneliti. Paket teknologi yang telah menjadi kesepakatan bersama ter-sebut, kemudian di aplikasikan di lahan petani dalam bentuk demonstrasi plot seluas 1,0 – 2,0 ha dan dilaksanakan oleh petani dengan didampingi oleh peneliti dan penyuluh. Jumlah petani pelaksana ditentukan sebanyak 10 orang dan setiap petani melaksanakan dua perlakuan di setiap lahannya, yaitu perlakuan pendekatan PTT dan perlakuan cara/kebia-saan petani.

Paket teknologi utama yang di integra-sikan pada pendekatan PTT tersebut ialah:  Penggunaan varietas unggul baru, toleran

kekeringan, dan berumur genjah.  Benih berkualitas dan bermutu tinggi.  Olah tanah minimum dan pesemaian

cu-likan.

 Cara tanam sistem legowo 2:1 dan/atau tegel (25 x 25) cm.

 Pengelolaan hara terpadu (pupuk N ber-dasar BWD, pupuk P dan K berber-dasar status hara tanah/PUTS).

 Pengendalian hama dan penyakit terpadu. Sedangkan komponen pelengkap/pi-lihan (suplement) ditentukan bersama-sama dengan petani pada saat sebelum pelaksanaan penelitian dimulai, berdasarkan kesepakatan bersama dengan penyuluh dan peneliti. Untuk perlakuan cara petani (kontrol), disesuaikan

dengan kebiasaan petani setempat yang me-nyangkut varietas, pemupukan dan teknik budidaya.

Data yang dikumpulkan meliputi (1) hasil panen (ubinan 2 m x 5 m dan riil); (2) data input-output (kebutuhan tenaga kerja, sarana produksi pertanian, upah tenaga kerja dan harga yang berlaku) yang dikumpulkan melalui farm record keeping.

Hasil dan Pembahasan

Pelaksanaan KKP dilakukan pada per-tengahan bulan Maret 2009 dengan melibat-kan peneliti dan penyuluh sebagai fasilitator serta petani sebagai pelaksana kegiatan PTT padi sawah tadah hujan. Hasil KKP adalah sebagai berikut:

Identifikasi masalah

Berdasarkan identifikasi masalah de-ngan cara diskusi dede-ngan petani dan kelom-pok tani yang hadir pada pertemuan di Desa Sidadadi dan hasil pengamatan lapang dengan cara berjalan di sawah calon lokasi penelitian (transect walk), diperoleh beberapa masalah pada pelaksanaan budidaya padi sawah tadah hujan musim kemarau, antara lain:

1. Benih

Pada musim kemarau petani meng-gunakan dan menanam benih asalan dari hasil tukar menukar antar petani atau mengguna-kan benih dari hasil panen sebelumnya. Benih berlabel yang dibeli petani biasanya diguna-kan dan ditanam untuk dua kali musim tanam. Sebagian besar petani hanya mengenal padi varietas Ciherang, kendala yang dihadapi adalah masih kurangnya informasi mengenai benih-benih dari varietas unggul baru.

(4)

2. Gulma dan penyiangan

Gulma umumnya merupakan masalah serius yang sering dihadapi petani padi sawah tadah hujan utamanya di musim kemarau (Pane, et al., 1999). Kondisi ini disebabkan karena dari petakan basah pada saat tanam menjelang berakhirnya musim hujan ber-angsur-angsung kering seiring dengan sema-kin jarang turun hujan. Oleh karena itu peta-kan sawah jarang atau tidak pernah sekalipun tergenang air, atau kondisi air di petakan sa-wah sering berubah-rubah dari mulai basah atau lembab ke kering karena tidak ada hujan. Kondisi ini menyebabkan tumbuhnya gulma semakin padat jikalau tidak segera dilakukan penyiangan. Dibutuhkan penyiangan 2-3 kali untuk mengendalikan gulma, sehingga tenaga kerja yang dibutuhkan sangat banyak dengan biaya yang cukup besar. Petani belum terbiasa menggunakan herbisida dengan alasan takut tanaman padinya keracunan. Keterbatasan pe-ngetahuan petani tentang penggunaan herbis-ida, baik jenis maupun waktu aplikasinya menyebabkan penyiangan kurang intensif. Na-mun ada beberapa petani yang sudah men-coba dengan herbisida pasca tumbuh (Metsul-furon 20 WDG dan 2,4 D) dan dapat menekan infestasi gulma serta mengurangi biaya peny-iangan.

3. Pupuk

Petani biasanya hanya menggunakan dua jenis pupuk saja yaitu urea dan SP18 dengan dosis per hektar 250-300 kg urea + 150 kg SP18. Pupuk urea diberikan dua kali, yaitu pada saat umur 14-21 HST (150-200 kg/ ha) dan umur 36-42 HST (100 kg/ha), sedang-kan SP18 semuanya diberisedang-kan bersamaan dengan pupuk urea yang pertama. Pupuk KCL tidak atau jarang sekali digunakan dengan ala-san harga mahal dan sulit didapat di kios pu-puk serta menambah biaya. Namun dari hasil

penelusuran dan wawancara dengan beberapa petani, sudah dua musim terakhir ada be-berapa petani yang sudah menggunakan pu-puk majemuk NPK dengan dosis per hektar 100-150 kg/ha ditambah urea 200-250 kg/ha. 4. Tenaga kerja tanam

Padi sawah tadah hujan di musim ke-marau ditanam secara tanam pindah dari bibit tanaman padi umur 21-25 hari. Bibit padi berasal dari pesemaian padi yang dilakukan pada saat tanaman padi musim sebelumnya (musim penghujan) menjelang dipanen (pese-maian culikan). Biasanya antara 10-15 hari sebelum tanaman padi musim sebelumnya di-panen, petani sudah memanen sebagian kecil lahannya untuk digunakan sebagai tempat pe-semaian padi musim berikutnya (musim ke-marau). Dengan demikian percepatan tanam dimulai sejak petani mulai melakukan pese-maian, sehingga pada saat musim tanam pet-ani kesulitan mencari tenaga kerja tanam karena petani melakukan kegiatan tanam pada waktu hampir bersamaan. Keadaan ini yang menyebabkan tenaga kerja tanam sulit dicari atau jika ada dilakukan secara ber-giliran dengan biaya tanam secara borongan. Jumlah tenaga kerja tanam padi sekitar 50-60 HOK wanita @ 4-5 jam/HOK.

5. Kekurangan air

Kekurangan air pada pertanaman padi musim kemarau sering terjadi pada saat men-jelang berakhirnya musim penghujan (April/ Mei), sehingga petani menyiasati dengan membuat sumur pantek di sekitar lahan pad-inya atau dengan cara menyedot air dari sun-gai. Biaya yang dikeluarkan petani untuk membuat sumur pantek ini sangat besar, ter-gantung kedalaman air tanah dan pompa/di-esel penyedot air yang digunakan. Biaya sewa pompa air ini sebesar Rp 15.000 - Rp 20.000/ jam dengan diameter pipa 3 - 4 inci.

(5)

6. Penyakit kresek

Penyakit kresek umumnya muncul setelah pertanaman padi berumur lebih dari 60 hari setelah tanam. Penyakit ini muncul pada pertanaman padi sawah tadah hujan yang sering mengalami kekeringan pada awal pertumbuhan, bahkan penyebarannya sema-kin meluas. Petani kesulitan mengendalikan penyakit ini, bahkan dengan penggunaan fu-ngisidapun penyakit ini masih banyak dite-mukan di petakan sawah.

7. Panen

Seperti halnya pada saat tanam, tenaga kerja panen juga sulit dicari. Petani terpaksa menggunakan jasa tenaga kerja panen dengan upah yang mahal. Pola pengaturan tanam dan panen masih sulit dilakukan di wilayah sawah tadah hujan khususnya pada padi musim ke-marau, dikarenakan petani mengejar waktu untuk bisa tanam seawal mungkin agar tana-man padinya bisa tercukupi oleh air hujan yang masih ada.

b. Prioritas masalah

Penilaian dilakukan oleh petani ber-sama-sama penyuluh dan peneliti dilaksana-kan di rumah ketua kelompok tani yang di-hadiri oleh 10 orang petani dan 1 orang pe-nyuluh serta 3 orang peneliti. Penilaian di-lakukan dengan sistem skoring, dimana skor 1 (tidak bermasalah), skor 2 (kurang berma-salah), skor 3 (sedang), skor 4 (bermaberma-salah), dan skor 5 (sangat bermasalah). Masalah po-kok kemudian dijadikan dasar untuk meran-cang penelitian lebih lanjut yaitu PTT padi sawah tadah hujan di musim kemarau.

c. Analisis masalah dan pemecahan masalah Berdasarkan kriteria luas cakupan, fre-kuensi kejadian, dan tingkat keparahan, maka ke 7 masalah pokok kemudian dibuat skala prioritas. Skala prioritas dilakukan melalui

skoring dengan nilai 1 – 5. Untuk kriteria luas cakupan: 1 = sangat tidak luas, 2 = tidak luas (kecil), 3 = sedang, 4 = luas, dan 5 = sangat luas. Kriteria frekuensi, 1= tidak ada, 2= pernah ada, 3= kadang-kadang, 4= ada, dan 5= selalu ada serangan dan kriteria keparahan, 1 = sangat tidak parah, 2 = tidak parah, 3 = sedang, 4 = parah, dan 5 = sangat parah.

Hasil analisis berdasarkan skala priori-tas permasalahan yang dikemukakan petani di Desa Sidadadi, Kecamatan Haurgeulis, diper-oleh empat skala prioritas yang disajikan pada Tabel 1, antara lain: I. Benih, II. gulma/pe-nyiangan, III. penyakit kresek dan kekurangan air MK, dan IV. pupuk, tenaga kerja tanam dan panen. Dari hasil skala prioritas tersebut me-nunjukan bahwa benih menempati urutan pertama karena pengaruhnya terhadap hasil padi. Masalah gulma dan penyiangan dapat di-dekati dengan pengendalian gulma terpadu, sedang kekurangan air di musim kemarau da-pat didekati dengan tanam lebih awal dengan sistem pesemaian culikan. Penyakit kresek merupakan penyakit yang mengganggu per-tumbuhan padi di sawah tadah hujan musim kemarau, sehingga perlu dicari sistem pengen-dalian yang tepat. Masalah pupuk, tenaga ker-ja tanam dan panen perlu koordinasi dan mu-syawarah kelompok agar dapat mengatasi permasalahan tersebut.

Melihat hasil skala prioritas di desa tersebut, maka masalah utama yang dihadapi petani padi sawah tadah hujan di musim kemarau adalah benih bermutu tinggi, pen-gendalian gulma, penyakit kresek dan ke-kurangan air di MK, serta masalah pupuk, te-naga kerja tanam dan panen. Dengan demi-kian perlu di identifikasi pemecahan masalah yang lebih mendalam pada permasalahan tersebut.

(6)

Hasil pemecahan masalah yang dilaku-kan bersama petani, peneliti, dan penyuluh tersebut kemudian disepakati untuk diterap-kan dalam penelitian bersama di lahan petani dalam bentuk demonstrasi plot (demplot). Ha-sil pemecahan masalah disajikan pada Tabel 2.

Hasil Demplot

Sebagai penciri PTT padi sawah tadah hujan musim kemarau, komponen utama yang disepakati bersama antara petani, penyuluh, dan peneliti antara lain: 1. Olah tanah mini-mum dan pesemaian culikan, 2. Penggunaan

umur genjah, 3. Benih berkualitas, 4. Penge-lolaan hara tanaman (N berdasar BWD, P dan K berdasar status hara tanah), 5. Pengendalian gulma terpadu, dan 6. PHT terutama penyakit kresek. Pelaksanaan demplot dilakukan pada awal bulan April - Juli 2009 di lahan petani dan varietas yang ditanam sebanyak 10

varietas, yaitu Inpari1, Inpari 2, Inpari 3, Inpari 6, Inpari 10, Dodokan, Silugonggo, Ciherang, Mekongga, dan Situ Bagendit serta 5 galur toleran kekeringan umur ultra genjah sebagai super impose, yaitu OM5240, OM4495, OM1490, BP1979, dan S4616.

Tabel 1. Analisa masalah budidaya tanaman padi walikjerami menurut petani di Desa Sidadadi, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, MK 2009

Masalah Luas yang

dipengaruhi Frekuensi Keparahan Jumlah prioritas Skala

1. Benih 5 4 4 13 I

2. Tanam 3 3 2 8 IV

3. Pupuk 3 3 2 8 IV

4. Gulma/penyiangan 4 4 3 11 II

5. Penyakit kresek 3 3 3 9 III

6. Kekurangan air MK 3 3 3 9 III

7. Panen 3 3 2 8 IV

Tabel 2. Pemecahan masalah budidaya padi sawah tadah hujan musim kemarau menurut petani di Desa Sidadadi, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu. MK 2009

Masalah Pemecahan Masalah

1. Benih Benih unggul baru bermutu tinggi (berlabel) 2. Gulma/penyiangan Aplikasi herbisida selektif

3. Tenaga kerja tanam Sistem ceblokan atau bagi hasil 4. Pupuk Pemupukan spesifik lokasi

5. Kekurangan air MK Tanam awal dengan menggunakan pesemaian culikan 6. Penyakit kresek Penggunaan bakterisida prinsip PHT dan varietas tahan 7. Tenaga kerja panen Penerapan alsintan

(7)

Rata-rata hasil gabah pertanaman dem -plot PTT padi sawah tadah hujan mencapai 7,63 t/ha GKP atau setara dengan 6,95 t/ha GKG dengan kisaran hasil 6,50 t/ha GKP sam-pai 8,26 t/ha GKP atau setara dengan 5,98 t/ ha GKG sampai 7,60 t/ha GKG (Tabel 3). Bila dibandingkan dengan varietas Ciherang seba-gai pembanding dan yang biasa ditanam peta-ni setempat, maka pertanaman padi demplot PTT kecuali varietas Dodokan dan Inpari 2, dapat meningkatkan hasil gabah antara 6 - 22%.

Hasil gabah pertanaman super impose galur-galur toleran kekeringan dan umur gen-jah juga menunjukkan hasil yang baik dan co-cok ditanam di lahan sawah tadah hujan mu-sim tanam II 2009 (kemarau). Rata-rata hasil gabah pertanaman super impose galur-galur padi mencapai 7,35 t/ha GKP atau setara

de-ngan 6,49 t/ha GKG. Kisaran hasil gabah galur-galur tersebut antara 6,26 t/ha sampai 6,78 t/ ha GKG dengan hasil gabah terendah dicapai pada galur S4616 dan OM1490 dan tertinggi OM5240 (Tabel 4).

Dibandingkan dengan varietas Cihe-rang sebagai pembanding (pertanaman peta-ni), maka pertanaman padi super impose dapat meningkatkan hasil gabah 1 - 9%.

Analisis usahatani

Hasil analisis usahatani padi sawah tadah hujan di musim kemarau menunjukkan pendapatan bersih pertanaman padi demplot PTT 21,2% lebih tinggi bila dibandingkan de-ngan cara petani. Dilihat dari nisbah penda-patan bersih dan jumlah biaya, maka usahata-ni padi sawah tadah hujan di musim kemarau demplot PTT maupun cara petani sama-sama layak diusahakan. Hal ini ditunjukkan dengan Tabel 3. Rata-rata hasil gabah beberapa varietas pertanaman demplot pendekatan PTT

padi sawah tadah hujan di Desa Sidadadi, Kec.Haurgeulis, Indramayu. MK 2009

Varietas Rata-rata hasil (t/ha)

GKP Indeks GKG Indeks Inpari 1 8,26 122 7,60 122 Inpari 2 6,62 98 6,11 98 Inpari 3 8,10 120 7,14 115 Inpari 6 7,72 114 7,02 113 Inpari 10 8,21 121 7,40 119 Dodokan 6,50 96 5,98 96 Silugonggo 7,89 117 7,17 115 Ciherang 7,33 108 6,62 106 Mekongga 7,76 115 7,15 115 Situ Bagendit 7,74 114 7,07 114 Rata-rata 7,63 - 6,95 - Ciherang (cara petani) 6,77 100 6,22 100

(8)

nilai B/C rasio demplot PTT sebesar 1,57 dan cara petani sebesar 1,31. Marginal B/C pada demplot PTT padi sawah tadah hujan musim kemarau dan cara petani adalah 18,0 (Tabel 5).

Persepsi petani

Pelaksanaan demplot PTT padi sawah tadah hujan menimbulkan persepsi petani yang beragam tentang pendekatan PTT yang sedang diteliti bersama, namun dapat dipa-hami oleh petani. Persepsi tersebut selengkap-nya disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 4. Rata-rata hasil gabah galur harapan padi pertanaman demplot pendekatan PTT padi sawah tadah hujan di Desa Sidadadi, Kec. Haurgeulis, Indramayu. MK 2009

Rata-rata hasil (t/ha) Galur harapan GKP Indeks GKG Indeks OM5240 7,65 113 6,78 109 OM4495 7,48 111 6,76 108 OM1490 7,43 110 6,26 101 BP1979 7,40 109 6,41 103 S4616 6,79 100 6,26 101 Rata-rata 7,35 - 6,49 -

Ciherang (cara petani) 6,77 100 6,22 100

Tabel 5. Analisa usahatani per hektar padi sawah tadah hujan musim kemarau, Desa Sidadadi, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu. MK 2009

Uraian PTT Cara petani

Biaya upah tenaga kerja (Rp/ha) 4.598.625 4.446.375

Biaya sarana produksi (Rp/ha) 1.609.000 1.501.500

Biaya lain-lain (Rp/ha) 624.000 780.000

Total biaya (Rp/ha) 6.831.625 6.727.500

Pendapatan kotor (Rp/ha) 17.549.000 15.571.000

Pendapatan bersih (Rp/ha) 10.717.375 8.843.500

B/C ratio 1,57 1,31

(9)

Kesimpulan

1. Masalah utama yang dihadapi petani padi sawah tadah hujan pada musim kemarau adalah benih bermutu, gulma, penyakit kresek, dan kekurangan air.

2. Komponen utama PTT padi sawah tadah hujan pada musim kemarau adalah: olah tanah minimum dan pesemaian culikan, penggunaan varietas unggul baru toleran kekeringan dan umur genjah, benih ber-kualitas, pengelolaan hara tanaman, ngendalian gulma terpadu, dan PHT pe-nyakit kresek.

3. Rata-rata hasil demplot PTT padi sawah tadah hujan dapat meningkatkan hasil ga-bah 11,9% dan pendapatan usahatani se-besar 21,2% lebih tinggi bila dibanding-kan dengan cara petani.

Daftar Pustaka

Fagi, A.M., 1995. Strategies for improving rain-fed lowland rice production systems in Central Java. p.:189-199 In Rainfed Lowland rice. Agricultural Research for High-Risk Environments. IRRI. Phi-lippines.

Fagi, A.M., S.I. Bhuiyan and J.L. McIntosh, 1986. Efficient use of water for rainfed land rice. In: Progress in rainfed low-land rice. IRRI. Los Banos, Philip-pines.

Goswarni, NN., S.K. De Datta and M.V. Rao, 1995. Soil fertility and fertilizer management for rainfed lowland rice. In: Progress in rainfed lowland rice. IRRI. Los Banos, Philippines.

Pane, H., P. Bangun dan S.Y. Jatmiko, 1999. Pengendalian gulma pada pertanamn padi gogorancah dan walikjerami di lahan sawah tadah hujan. p.: 150-159 Dalam Menuju Sistem Produksi Padi Tabel 6. Persepsi petani terhadap demplot PTT padi sawah tadah hujan

Uraian Persepsi

Varietas unggul baru dan benih berlabel

Petani meyakini varietas unggul baru dan benih berlabel bermutu baik dan dapat meningkatkan hasil padi.

Tanam legowo 2:1 Pada awalnya petani khawatir populasi tanaman berkurang akibat banyaknya ruang kosong yang tidak ditanami sehingga akan mengu-rangi produksi. Tenaga kerja tanam pada awalnya merasa kesulitan dan meminta upah lebih tinggi. Petani merasa lega setelah melihat pertanaman padi menjelang panen tidak ada bedanya dengan tanam tegel (25x25) cm.

Pupuk lengkap dan

berimbang Pemupukan lengkap dan berimbang diyakini petani dapat mening-katkan hasil gabah, terlebih apabila jumlah dan waktu pemberiannya tepat.

Penggunaan herbis-ida

Awalnya petani khawatir tanaman padi akan keracunan dan mati, namun setelah mengetahui jenis herbisida yang digunakan petani memahami herbisida pra tumbuh dapat menekan gulma dan mengu-rangi biaya penyiangan.

(10)

Berwawasan Lingkungan. Risalah Se-minar Hasil Penelitian Emisi Gas Ru-mah Kaca dan Peningkatan Produk-tivitas Padi di Lahan Sawah (S. Parto-hardjono, J. Soejitno dan Hermanto, ed.). Puslibang Tanaman Pangan. Bogor.

Setiobudi, D. and B. Suprihatno, 1996. Res-ponse of flooding in gogorancah rice and moisture stress effect at repro-ductive stage in walik jerami rice. p.: 80-90 In Physiology of Stress Toleran-ce in RiToleran-ce (V.P. Singh, R.K. Singh, B.B. Sing and R.S. Zeigler, ed.). NDUAT, India – IRRI, Philippines.

Suparyono, S. Kartaatmadja dan A.M. Fagi., 1992. Relationship between potassium

and development of several major rice diseases. Prosseding Seminar Nasional Kalium. Jakarta 4 Agustus 1992.: 155-162.

Wihardjaka, A., S. Abdulrachman, Susanto, and C.P. Mamaril, 1999. Potassium dy-namic under intensified and diversi-fied rice-based cropping system. p.: 170-182 Dalam Menuju Sistem Pro-duksi Padi Berwawasan Lingkungan. Risalah Seminar Hasil Penelitian Emisi Gas Rumah Kaca dan Peningkatan Pro-duktivitas Padi di Lahan Sawah (S. Par-tohardjono, J. Soejitno dan Hermanto, ed.). Puslibang Tanaman Pangan Bo-gor.

Referensi

Dokumen terkait

implementasi Desa Maju Reforma Agraria (Damara) di Kulonbambang Kabupaten Blitar yang dilakukan oleh KPA dan Pawartaku sudah memenuhi unsur-unsur dalam tahapan

Dengan adanya pendidikan pancasila saya menyadari bahwa ini sangat penting untuk menunjang kehidupan saya untuk lebih memperhatikan norma-norma yang berlaku pada

Bukan ciri arsitektur Indis awal yang masih kental dengan ornamen dan ragam hias pada tiap elemen bangunan. Kusen, pintu, dan jendela merupakan jendela

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kandungan pati resisten hingga konsentrasi ≤ 10% (9.85%) akan meningkatkan karakteristik kualitas tanak Beras Siger (tiwul

Dalam penelitian ini dilakukan proses membandingkan Jumlah Perguruan Tinggi provinsi lain terhadap Jumlah Perguruan Tinggi Provinsi Jawa Barat, Hal ini dikarenakan Provinsi Jawa

Capron dan Hulldan (1999) mendefinisikan sumber daya sebagai sejumlah pengetahuan, aset fisik, manusia, dan faktor-faktor berwujud dan tidak berwujud lainnya yang dimiliki

menanyakan langsung tentang pelanggaran- pelanggaran kepada salah satu Aparatur.. Sipil Negara dilingkup Pemerintahan Kabupaten Minahasa Tenggara. Aparatur Sipil Negara

Pengujian Logika Fuzzy pada Musuh Penyerang Pada musuh tipe penyerang, logika fuzzy akan mengatur peluang menyerang musuh berdasarkan parameter life dan range