• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI POTENSI HIJAUAN PAKAN UNTUK PENGGEMBALAAN SAPI POTONG PADA LAHAN PERKEBUNAN KELAPA DI KECAMATAN DAKO PEMEAN. Oleh : H E N R I K NPM :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI POTENSI HIJAUAN PAKAN UNTUK PENGGEMBALAAN SAPI POTONG PADA LAHAN PERKEBUNAN KELAPA DI KECAMATAN DAKO PEMEAN. Oleh : H E N R I K NPM :"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

POTENSI HIJAUAN PAKAN UNTUK PENGGEMBALAAN SAPI POTONG

PADA LAHAN PERKEBUNAN KELAPA

DI KECAMATAN DAKO PEMEAN

Disusun Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Pada Jurusan Peternakan STIP Mujahidin Tolitoli

Oleh :

H E N R I K

NPM : 90103023

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

SEKOLAH TINGGI ILMU PERTANIAN (STIP)

YPP MUJAHIDIN TOLITOLI

(2)

ABSTRAK

HENRIK (90103023). Potensi Hijauan Pakan Untuk Penggembalaan Sapi Potong Pada Lahan Perkebunan Kelapa Di Kecamatan Dako Pemean. Dibawah bimbingan Padang Hamid, Suardin Hamid Samia, dan Wahyu Lesmono.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui produksi hijauan pakan ternak dan daya tampung lahan perkebunan kelapa sebagai padang penggembalaan sapi potong di Desa Galumpang dan Desa Kapas Kecamatan Dako Pemean. Penelitian ini telah dilaksanakan pada Bulan Agustus sampai dengan September 2013 di Kecamatan Dako Pemean yaitu Desa Galumpang yang memiliki luas lahan perkebunan kelapa 164 ha dengan populasi ternak sapi 291 ekor dan di Desa Kapas yang memiliki luas lahan perkebunan kelapa 112 ha dengan populasi ternak sapi 285 ekor. Penelitian ini dilakukan dengan metode pengambilan cuplikan menggunakan kuadran yang berukuran 1 m x 1 m. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketersediaan hijauan segar pada lahan perkebunan kelapa di Desa Galumpang sebesar 585.835,85 kg dengan daya tampung 1,01 ST/ha sedangkan ketersediaan hijauan segar pada lahan perkebunan kelapa di Desa Kapas sebesar 225.244,44 kg dengan daya tampung 0,57 ST/ha. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa produksi hijauan pakan ternak dan daya tampung lahan perkebunan kelapa di Desa Galumpang dan Desa Kapas Kecamatan Dako Pemean tidak berpotensi untuk penggembalaan sapi potong

Kata Kunci : Hijauan Pakan, Perkebunan Kelapa, dan Sapi Potong.

PENDAHULUAN

Ternak sapi sebagai salah satu ternak besar, khususnya di Indonesia telah lama diusahakan oleh para petani, sebab ternak ini telah menjadi hal yang tak terpisahkan dalam kehidupan petani, sehubungan dengan pemanfaatan tenaga dan kotorannya sebelum ternak dijual sebagai ternak potong. Saat ini kedudukan dan fungsi ternak sapi mulai bergeser. Sapi yang tadinya dipelihara semata-mata sebagai tenaga kerja dan penghasil pupuk mulai ditinggalkan, kini peternak mengusahakan ternak sapi sebagai usaha komersial terutama untuk mengejar produksi daging (Sudarmono dan Sugeng, 1998).

Usaha peternakan di Indonesia masih didominasi oleh peternakan rakyat yang berskala kecil. Peternakan bukanlah suatu hal yang jarang dilaksanakan. Namun skala pengelolaannya masih merupakan usaha sampingan yang tak diimbangi permodalan dan pengelolaan yang memadai. Hampir semua keluarga (terutama di pedesaan) mengusahakan ternak sebagai bagian kegiatan sehari-hari (Bambang dan Nazarudin, 1994).

Lebih lanjut dinyatakan bahwa di Indonesia jumlah ternak besar seperti sapi dan kerbau kebanyakan masih terdapat di Pulau Jawa yaitu sekitar 60%. Penyebaran ternak yang berukuran lebih kecil seperti kambing, domba,

(3)

dan ayam buras dapat dibilang merata hampir di semua daerah. Ternak yang berukuran lebih kecil memang lebih mudah diusahakan sebagai kegiatan rumah tangga sehingga memungkinkan untuk dipelihara oleh anggota keluarga.

Menurut Bambang dan Nazarudin (1994), daerah kawasan IBT (Indonesia Bagian Timur) merupakan kawasan yang baik untuk pengembangan usaha peternakan. Potensi daerah yang luas dengan banyak padang rumput dan kultur masyarakat yang tak asing oleh kegiatan memelihara ternak adalah potensi besar yang dapat digarap. Meskipun demikian, potensi ini perlu didukung oleh padang pengembalaan yang dikelola dengan baik, penyediaan ransum, dan metode budidaya yang lebih baik.

Kabupaten Tolitoli sebagai salah satu daerah yang termasuk ke dalam kawasan Indonesia bagian timur memiliki perkebunan kelapa yang cukup luas yaitu sekitar + 18.172 ha (BPS Tolitoli, 2012). Dengan lahan perkebunan kelapa yang luas, Kabupaten Tolitoli memiliki potensi ketersediaan hijauan pakan ternak yang memadai untuk pengembangan populasi ternak sapi potong. Potensi lahan perkebunan kelapa ini tentunya dapat mendukung peningkatan populasi melalui penggembalaan ternak sapi potong di lahan perkebunan kelapa.

Pemeliharaan ternak sapi potong melalui metode integrasi dengan tanaman kelapa memiliki beberapa manfaat yaitu; 1) mendukung upaya peningkatan kandungan bahan organik

lahan pertanian melalui penyediaan pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak, 2) mendukung upaya peningkatan produktivitas tanaman, 3) mendukung upaya peningkatan produksi daging dan populasi ternak sapi, serta 4) meningkatkan pendapatan petani atau pelaku pertanian (Utomo dan Widjaja,2006).

Usaha pemeliharaan ternak sapi potong melalui metode integrasi dengan tanaman kelapa tentunya harus memperhatikan ketersediaan hijauan pakan ternak yang terdapat pada lahan perkebunan kelapa serta daya tampung lahan dalam fungsinya sebagai padang penggembalaan. Selain itu, erat hubungannya dengan jumlah populasi ternak sapi yang ada pada wilayah tersebut.

Kecamatan Dako Pemean yang memiliki lahan perkebunan kelapa + 432 ha dengan populasi ternak sapi 975 ekor (BPS Tolitoli 2012), merupakan Salah satu daerah di Kabupaten Tolitoli yang berpotensi untuk pengembangan sapi potong melalui metode integrasi dengan tanaman kelapa. Kecamatan Dako Pemean terdiri dari empat desa yaitu Desa Galumpang, Dungingis, Kapas, dan Lingadan dengan perkebunan kelapa terluas terdapat di Desa Galumpang + 164 ha dan Desa Kapas + 112 ha atau sekitar 63,89% dari seluruh lahan perkebunan kelapa yang ada di Kecamatan Dako Pemean.

Berdasarkan potensi luasan perkebunan kelapa tersebut, maka dilakukan suatu penelitian

(4)

yang berjudul “Potensi Hijauan Pakan Untuk Penggembalaan Sapi Potong Pada Lahan Perkebunan Kelapa Di Kecamatan Dako Pemean”.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu suatu upaya untuk membuat deskripsi atau gambaran kondisi lahan penggembalaan. Metode ini merupakan salah satu proses pemecahan masalah secara sistematis, factual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diteliti melalui metode survey lapangan.

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan dalam kurun waktu dari Bulan Agustus sampai dengan September 2013 di Desa Galumpang dan Desa Kapas Kecamatan Dako Pemean. Penentuan lokasi pengambilan sampel ini dilakukan secara purposive sampling (sengaja) berdasarkan beberapa pertimbangan, yakni ; (1) Lahan perkebunan kelapa di kedua desa merupakan yang terluas dari seluruh desa di Kecamatan Dako Pemean yaitu di Desa Galumpang + 164 ha, dan Desa Kapas + 112 ha, atau sekitar 63,89% dari + 432 ha seluruh lahan perkebunan kelapa di Kecamatan Dako Pemean, dan (2) Populasi ternak sapi di kedua desa merupakan yang terbanyak dari seluruh desa di Kecamatan Dako Pemean yaitu Desa Galumpang 291 ekor

dan Desa Kapas 285 ekor, atau sekitar 59,07% dari 975 ekor populasi ternak yang ada di Kecamatan Dako Pemean (BPS Tolitoli, 2012).

Jenis dan Teknik Pengumpulan Data Data Utama (Primer)

Data primer merupakan hasil survey di lokasi penelitian yang meliputi komponen-komponen vegetasi, produksi hijauan pakan, dan daya tampung (carrying capacity). Data primer diperoleh dengan metode pengambilan cuplikan sampel melalui pemotongan vegetasi di lapangan. Prosedur pengambilan sampel memerlukan alat-alat seperti ; bingkai (kuadran) ukuran 1x1 m, kantong plastik, timbangan, alat tulis, dan alat pemotong (sabit) dengan syarat-syarat dan tahapan sebagai berikut (Susetyo, 1980 dalam Tang, 2011) :

1. Pengambilan cuplikan yaitu 65 cluster untuk 100 ha padang penggembalaan.

2. Satu cluster adalah sepasang kuadran cuplikan.

3. Kuadran pertama diletakkan secara acak, atau sudah ditentukan pada peta sebelum ke lapangan.

4. Setiap peletakan kuadran, semua hijauan dalam kuadran dipotong sampai permukaan tanah (5 – 10 cm); serta daun dan ranting (0,6 cm) dari pohon / semak sampai pada ketinggian 1,5 m dari tanah.

(5)

5. Kuadran kedua diambil pada posisi 10 langkah ke kanan dari kuadran pertama (dua kuadran ini adalah cluster 1).

6. Cluster berikutnya diambil pada garis tegak lurus dari cluster sebelumnya dengan jarak 100 – 125 langkah.

7. Hijauan yang telah dipotong pada setiap kuadran dipisahkan berdasarkan pada kelompok rumput atau legume kemudian dimasukkan dalam kantong plastik.

8. Setiap sampel ditimbang (berdasarkan kelompok tanaman dari setiap kuadran). 9. Data hasil timbangan ditabulasi berdasarkan

nomor kuadran dan kelompok tanaman.

Data Pendukung (Sekunder)

Data pendukung (sekunder) berupa data-data yang diperoleh di lapangan maupun dari dokumen-dokumen instansi terkait, yang meliputi : populasi ternak, luas padang penggembalaan, gambaran umum lokasi penelitian seperti iklim, letak wilayah dan relief wilayah. Data populasi ternak dan luas lahan penggembalaan berfungsi untuk membantu penilaian tentang tingkat atau intensitas penggembalaan, berdasarkan kapasitas tampung yang diperoleh. Sedangkan data gambaran umum lokasi penelitian berguna untuk membantu menjelaskan tingkat produksi dan kualitas hijauan pakan yang diperoleh.

Analisis Data

Produksi Hijauan Pakan

Rumus untuk menghitung jumlah produksi hijauan pakan pada lahan penggembalaan mengacu pada pedoman Reksohadiprodjo (1985) yaitu sebagai berikut :

Rata-rata bobot sampel (gr/m2) X 104 X Luas lahan penggembalaan (ha)

Data produksi hijauan yang diperoleh selanjutnya dikonversi ke dalam satuan kg yaitu produksi hijauan segar (gr) dikonversi ke dalam satuan kg.

Daya Tampung

Daya tampung adalah kemampuan lahan menampung jumlah ternak tertentu dengan produktivitas yang baik tanpa mengakibatkan penurunan kondisi atau kerusakan ekosistem penggembalaan (Amar, 2007 dalam Herman, 2012).

Analisis daya tampung padang penggembalaan dapat diketahui dengan perhitungan menurut pedoman Reksohadiprodjo (1985) dengan menggunakan rumus Viosin sebagai berikut :

Y = (R/S) + 1 Keterangan :

Y : Angka konversi luas lahan yang digunakan dari perbulan menjadi pertahun.

R : Lama periode istirahat (70 hari untuk padang penggembalaan).

S : Lama periode merumput (30 hari untuk padang penggembalaan)

(6)

Perhitungan dengan asumsi bahwa satu satuan ternak (1 ST) ruminansia rata-rata membutuhkan hijauan 12.775 kg/th mengacu pada norma/ standar kebutuhan hijauan pakan ternak berdasarkan satuan ternak (Direktorat Bina Usaha Petani Peternak dan Pengolahan Hasil peternakan, 1985), yaitu sebagai berikut :

a. Ternak dewasa umur > 2 tahun (1 ST) memerlukan pakan hijauan sebanyak 35 kg/ekor/hari.

b. Ternak muda umur 1 – 2 tahun (0,50 ST) memerlukan pakan hijauan sebanyak 15 – 17,5 kg/ekor/hari.

c. Anak ternak umur < 1 tahun (0,25 ST) memerlukan pakan hijauan sebanyak 7,5 – 9 kg/ekor/hari.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Kecamatan Dako Pemean

Kecamatan Dako Pemean merupakan salah satu dari 10 (sepuluh) kecamatan di Kabupaten Tolitoli dan merupakan kecamatan terbaru yang terbentuk pada tahun 2005 sesuai dengan PP Kabupaten Tolitoli Nomor 6 tahun 2005, yang terdiri dari 4 Desa yaitu Desa Galumpang, Desa Dungingis, Desa Kapas, dan Desa Lingadan dengan Ibu Kota Kecamatan terletak di desa Galumpang. Kecamatan Dako Pemean berbatasan dengan Kecamatan Tolitoli Utara di bagian utara, bagian timur berbatasan dengan Kabupaten Buol, bagian barat berbatasan dengan Selat Makassar,

dan berbatasan dengan Kecamatan Galang di bagian selatan. (BPS Tolitoli 2012).

Iklim di Kecamatan Dako Pemean dipengaruhi oleh angin muson barat dan angin muson timur dengan curah hujan yang bervariasi rata-rata 244 mm3/tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata 12 hari perbulan. Kecamatan Dako Pemean memiliki luas wilayah 221 km2 yang terbagi atas empat desa yaitu Desa Galumpang, Desa Dungingis, Desa Kapas, dan Desa Lingadan dengan kepadatan penduduk rata-rata 38,97 jiwa/ Km2. (BPS Tolitoli 2012).

Kondisi Peternakan Kecamatan Dako Pemean

Kondisi peternakan di Kecamatan Dako Pemean secara umum dapat di definisikan sebagai usaha peternakan tradisional atau ekstensif dimana ternak diumbar pada padang penggembalaan. Peternakan sapi potong misalnya, ternak sapi dipelihara dengan cara dilepaskan untuk mencari makanan sendiri atau digembalakan dan kadang tidak dikandangkan adapun jika dikandangkan maka bentuk kandangnya hanya berupa pagar tanpa atap dan peralatan kandang yang lain seperti tempat makan dan minum. Demikian pula dengan ternak lain seperti kambing dan ayam kampung yang hanya dibiarkan berkeliaran mencari makanan sendiri untuk memenuhi kebutuhannya.

Kecamatan Dako Pemean memiliki tanah kering dengan luas 2.723,12 hektar yang yang

(7)

sebagian besar terdiri atas lahan perkebunan dan bangunan sedangkan sisanya merupakan tambak dan kolam, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1 berikut :

Tabel 1. Luas Tanah Kering Menurut Desa Di Kecamatan Dako Pemean (Ha).

No Desa Bangunan Kebun Rumput Tambak Kolam

1 Galumpang 17 612 - - 1

2 Dungingis 16 640 - - 0,06

3 Kapas 10 566 - 1 -

4 Lingadan 18 840 - - 2,06

Jumlah Total 61 2.658 - 1 3,12

Sumber : BPS Kabupaten Tolitoli 2012

Populasi ternak sapi yang terdapat di Kecamatan Dako Pemean berjumlah 975 ekor yang tersebar hampir merata di keempat desa yang berada di Kecamatan Dako Pemean. Lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini:

Tabel 2. Jumlah Ternak Besar Menurut Desa di Kecamatan Dako Pemean.

No Desa Sapi Kerbau Kuda

1 Galumpang 291 - -

2 Dungingis 234 - -

3 Kapas 285 - -

4 Lingadan 165 - -

Jumlah Total 975 - -

Sumber : BPS Kabupaten Tolitoli 2012

Data mengenai luas tanaman perkebunan dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini :

Tabel 3. Luas Tanaman Perkebunan Menurut Desa di Kecamatan Dako Pemean (Ha).

No Desa Kelapa Kopi Cengkeh Coklat Lada

1 Galumpang 164 - 175 15 -

2 Dungingis 75 - 188 16 -

3 Kapas 112 - 230 12 -

4 Lingadan 81 - 462 14 -

Jumlah Total 432 - 1.055 57 -

Sumber : BPS Kabupaten Tolitoli 2012

Produksi Hijauan Pakan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada lahan perkebunan kelapa pada dua desa yang menjadi sampel di Kecamatan Dako Pemean, diperoleh sampel produksi hijauan segar sebagaimana disajikan pada Tabel 4 berikut ini:

Tabel 4. Jumlah Sampel Hijauan Pada Lokasi Penelitian

No Desa Jumlah Kuadran

Rataan Bobot Sampel (gr/m2

) Total Bobot Sampel (gr) Graminae Leguminosa Graminae Leguminosa 1 Galumpang 212 837,67 55,38 177.585 11.740

2 Kapas 144 499,27 3,51 71.895 505

Jumlah 249.480 12.245

Berdasarkan analisis data pada Tabel 4 di atas, dapat diketahui bahwa rata-rata bobot sampel pada lahan penggembalaan perkebunan kelapa di desa Galumpang adalah 893,05 gr/m2 (0,89 kg/m2) dan Desa Kapas 502,78 gr/m2 (0,50 kg/m2). Rumus untuk menghitung jumlah produksi hijauan pada lahan penggembalaan mengacu pada pedoman Reksohadiprodjo (1985) sebagai berikut :

Rata-rata bobot sampel (gr/m2) X 104 X Luas lahan penggembalaan (ha)

Mengacu pada perhitungan di atas, maka diperoleh hasil produksi hijauan segar seperti tampak pada Tabel 5 di bawah ini :

Tabel 5. Produksi Hijauan Segar di Lokasi Penelitian

No Desa Luas Lahan (ha) Jumlah Produksi (kg) Total Produksi (kg) Graminae Leguminosa 1 Galumpang 164 1.373.770,75 90.818,87 1.464.589,62 2 Kapas 112 559.183,33 3.927,78 563.111,11 Jumlah 2.027.700,73

(8)

Hasil analisis data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa total produksi hijauan segar pada lahan perkebunan kelapa di Desa Galumpang adalah 1.464.589,62 kg dengan produksi hijauan rata-rata 8930,42 kg/ha dan Desa Kapas 563.111,11 kg dengan produksi hijauan rata-rata 5027,78 kg/ha. Produksi hijauan segar pada perkebunan kelapa di Desa Galumpang didominasi oleh 93,8 % jenis

Graminae dibandingkan dengan hijauan dari jenis Legume hanya sebesar 6,2 %, demikian juga produksi hijauan segar di Desa Kapas yaitu 99,3 % dari jenis graminae dan 0,7 % legume. Jenis hijauan yang ada di kedua desa tersebut tidak jauh berbeda, yaitu dari golongan

Graminae didominasi oleh rumput benggala

(Panicum maximum), serta jenis rumput lapang. Sedangkan dari jenis Legume yaitu Kalopo

(Calopogonium mucunoides), dan Desmodium triflorum, selain itu juga terdapat beberapa jenis gulma yaitu Lantana camara, alang-alang, dan paku-pakuan.

Ketersediaan hijauan pakan pada lahan penggembalaan yang dapat dikonsumsi oleh ternak dapat diketahui dengan menghitung produksi hijauan pakan pada lahan penggembalaan dikalikan dengan Profer Use Factor (PUF) atau tingkat penggunaan (Reksohadiprodjo, 1985).

Pada penelitian ini digunakan nilai PUF 40%, konsep ini digunakan dalam menaksir produksi hijauan karena jika lahan semakin

mudah mengalami erosi dengan hamparan vegetasi rendah, sebaiknya tidak terlalu banyak hijauan di panen (Kencana, 2000). Berdasarkan perhitungan di atas, ketersediaan hijauan segar di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini :

Tabel 6. Ketersediaan Hijauan Segar di Lokasi Penelitian.

No Desa Produksi Hijauan Segar (kg) PUF Total Ketersediaan Hijauan (kg) Rata-rata Ketersediaan Hijauan (kg/ha) 1 Galumpang 1.464.589,62 40% 585.835,85 3.572,17 2 Kapas 563.111,11 40% 225.244,44 2.011,11 Jumlah 811.080,29 5.583,28

Hasil analisis data pada Tabel 6 menunjukkan bahwa total ketersediaan hijauan segar pada lahan perkebunan kelapa di Desa Galumpang adalah 585.835,85 kg dengan ketersediaan rata-rata 3.572,17 kg/ha dan Desa Kapas 225.244,44 kg dengan ketersediaan rata-rata 2.011,11 kg/ha.

Daya Tampung Padang Penggembalaan

Perhitungan mengenai daya tampung suatu lahan terhadap jumlah ternak yang dipelihara dilakukan berdasarkan pada produksi hijauan pakan ternak yang tersedia pada lahan tersebut dan jumlah populasi ternak yang digembalakan berdasarkan norma Satuan Ternak (ST). Satuan ternak dikelompokkan dalam 3 kategori yaitu: 1) Sapi dewasa (umur > 2 tahun) dinyatakan dalam 1 ST, 2) Sapi Muda (umur 1-2 tahun) dinyatakan dalam 0,5 ST, dan 3) Anak Sapi (umur < 1 tahun) dinyatakan dalam 0,25 ST (Direktorat Bina Usaha Petani Peternak dan Pengolahan Hasil peternakan,1985).

(9)

Populasi ternak sapi pada lokasi penelitian masing-masing dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8 di bawah ini :

Tabel 7. Populasi Ternak Sapi di Desa Galumpang

Kategori Sapi Populasi Jumlah ST

Dewasa 105 105

Muda 127 63,5

Anak 59 14,75

Jumlah Total 291 183,25

Tabel 8. Populasi Ternak Sapi di Desa Kapas

Kategori Sapi Populasi Jumlah ST

Dewasa 89 89

Muda 126 63

Anak 70 17,5

Jumlah Total 285 169,5

Daya tampung dihitung berdasarkan pedoman Reksohadiprodjo (1985) pada Tabel 9 di bawah ini :

Tabel 9. Perhitungan Daya Tampung Menurut Reksohadiprodjo (1985)

No Uraian Rumus Perhitungan (1) Rataan bobot sampel

(kg/m2)

Hasil Cuplikan

(2) Produksi hijauan (kg/ha)

(1) X 104 (m2/ha)

(3) Profer Use Factor (%) Tingkat Penggunaan (4) Hijauan tersedia (kg/ha) (2) X (3) (5) Kebutuhan hijauan perbulan (kg/ST) 12.775* / 12

(6) Kebutuhan luas lahan perbulan (ha/ST)

(5) / (4)

(7) Konversi luas lahan pertahun ** Y = (R/S) +1 (8) Kebutuhan lahan pertahun (ha/ST) Y x (6) (9) Kapasitas tampung 1 / (8) Keterangan :

*Rata-rata kebutuhan hijauan pakan untuk 1 ST ruminansia (Direktorat Bina Usaha Petani Peternak dan Pengolahan Hasil peternakan,1985)

**Rumus Viosin, dimana (Y) : angka konversi luas lahan yang digunakan dar perbulan menjadi pertahun, (R) : Lama periode istirahat (70 hari untuk padang penggembalaan), dan (S) : Lama periode merumput (30 hari untuk padang penggembalaan).

Mengacu pada perhitungan daya tampung menurut Reksohadiprodjo (1985), diperoleh nilai daya tampung lahan perkebunan kelapa untuk penggembalaan sapi potong di lokasi penelitian sebagaimana disajikan pada Tabel 10 di bawah ini:

Tabel 10. Daya Tampung Lahan Perkebunan Kelapa di Lokasi Penelitian No Uraian Desa Galumpang Kapas (1) Rataan bobot sampel (kg/m2) 0.89 0.50 (2) Produksi hijauan (kg/ha) 8930.42 5027.78

(3) Profer Use Facor

(%) 40% 40% (4) Hijauan tersedia (kg/ha) 3572.17 2011.11 (5) Kebutuhan hijauan perbulan (kg/ST) 1064.58 1064.58 (6) Kebutuhan luas lahan perbulan (ha/ST) 0.30 0.53

(7) Konversi luas lahan

pertahun (Y) 3.33 3.33

(8) Kebutuhan lahan

pertahun (ha/ST) 0.99 1.76

(9) Kapasitas tampung 1.01 0.57

Berdasarkan perhitungan pada Tabel 10, produksi ketersediaan hijauan pada lahan perkebunan kelapa di Desa Galumpang dengan daya tampung 1,01 ST/ha hanya mampu menampung 165,64 ST/th ternak sapi untuk digembalakan pada lahan perkebunan kelapa, dengan kata lain perkebunan kelapa di Desa

(10)

Galumpang telah mengalami over grazing

sebesar 17,61 ST sapi potong dari 183,25 ST yang digembalakan saat ini.

Demikian halnya dengan Desa Kapas yang memiliki populasi ternak sapi 169,5 ST tidak memungkinkan untuk penambahan populasi khususnya untuk digembalakan di lahan perkebunan kelapa, hal ini diseb abkan daya tampung lahan perkebunan kelapa untuk penggembalaan sapi potong di Desa Kapas telah mengalami kelebihan daya tampung, karena daya tampung saat ini 0,57 ST/ha hanya mampu menampung populasi ternak sapi sebesar 63,84 ST/th.

PENUTUP Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa produksi hijauan pakan ternak dan daya tampung lahan perkebunan kelapa di Desa Galumpang dan Desa Kapas Kecamatan Dako Pemean tidak berpotensi untuk penggembalaan sapi potong.

Saran

Penyediaan lahan hijauan makanan ternak serta pemanfaatan limbah-limbah pertanian sebagai pakan ternak perlu dilakukan demi mendukung ketersediaan pakan yang memadai untuk pemeliharaan sapi potong di Kecamatan Dako Pemean.

(11)

RIWAYAT PENULIS

Penulis dilahirkan pada Tanggal 05 November 1990 di Desa Dungingis Kecamatan Dako Pemean sebagai anak pertama dari dua orang bersaudara dari pasangan bapak Kaprawi Mardi D. Amas dan ibu Masnang. Pendidikan dasar penulis diselesaikan pada tahun 2003 di SDN 2 Dungingis kemudian melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 2 Tolitoli Utara di Galumpang dan lulus pada tahun 2006. Penulis juga merupakan alumni SMK Negeri 1 Dako Pemean pada jurusan Budidaya Ternak Unggas yang lulus pada tahun 2009 dan melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi di STIP Mujahidin Tolitoli dengan mengambil jurusan peternakan.

Dalam perjalanan pendidikannya, penulis dikenal sebagai seorang organisatoris yang semenjak di bangku SMP dan SMK menjabat sebagai Ketua OSIS. Jiwa organisatoris itu terus diasah dan dikembangkan hingga ke bangku kuliah sehingga sempat menjadi Sekretaris Umum Himpunan Mahasiswa Peternakan (HIMATER) STIP Mujahidin Tolitoli periode 2010-2011, Pengurus Besar Ikatan Senat Mahasiswa Peternakan Indonesia (ISMAPETI) periode 2010-2012, Pengurus Besar Persatuan Pelajar Mahasiswa Indonesia Tolitoli (PERPIT) Periode 2010-2012, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa STIP Mujahidin Tolitoli periode 2011-2012, Sekretaris Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Tolitoli 2012-2013 dan masih banyak pengalaman organisasi yang lain hingga akhirnya menyelesaikan studi Strata 1 (S1) pada jurusan peternakan di STIP Mujahidin Tolitoli pada tahun 2013.

Gambar

Tabel 4. Jumlah Sampel Hijauan Pada Lokasi Penelitian  No  Desa  Jumlah
Tabel 6. Ketersediaan Hijauan Segar di Lokasi Penelitian.  No  Desa  Produksi Hijauan
Tabel 7. Populasi Ternak Sapi di Desa Galumpang  Kategori Sapi  Populasi  Jumlah ST

Referensi

Dokumen terkait

Instrumen yang digunakan untuk menjaring data adalah penugasan dengan tes objektif (tes soal pilihan berganda). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Adapun biaya manufkatur yang dikeluarkan dalam proses pembuatan kendaraan bermotor roda tiga sebagai alat transportasi jarak jauh bagi penyandang disabilitas adalah seperti

Uji minyak atsiri menunjukkan bahwa jumlah lesio yang terbentuk di permukaan daun pada perlakuan minyak serai wangi konsentrasi 1.2%, minyak cengkih konsentrasi 1.2%, Tween 80,

( Sapotacea ) terhadap reproduksi imago betina Crocidolomia pavonana , mengevaluasi waktu paruh (LT 50 ) dan fitotoksisitas ekstrak pada berbagai tanaman

Berdasarkan hasil analisis data, temuan dan pembahasan pada penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1) Kemampuan interkoneksi multiple

a) Guru memberikan beberapa soal tiket masuk kelas (menggunakan kartu soal) untuk mengingatkan materi yang sudah dipelajari yaitu pembulatan ke satuan terdekat dengan

Bila tenggelam terjadi pada air asin, maka cairan yang hipertonis dalam alveoli akan menarik air dari dalam pembuluh darah.. Darah mengalami hemokonsentrasi, kadar ion

Berdasarkan hasil uji mann whitney terhadap efek akut dan kronis menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara jalan kaki dan senam