• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laksmi Wardani Ayuningtiyas et al., Hubungan Pelaksanaan Fungsi Perawatan...

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laksmi Wardani Ayuningtiyas et al., Hubungan Pelaksanaan Fungsi Perawatan..."

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak

Keluarga merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam tahap perkembangan balita, Fungsi perawatan kesehatan merupakan salah satu indikator dari fungsi keluarga yang menggambarkan tentang pelaksanaan peran keluarga dalam bidang kesehatan. Keluarga mempunyai pengaruh yang besar untuk pencapaian tahap perkembangan balita, sehingga keluarga yang melksanakan fungsi perawatan kesehatan dengan baik dapat meningkatkan pecapaian tahap perkembangan balita secara optimal. Pengambilan data pada penelitian ini berlangsung selama satu yaitu dimulai pada tanggal 26 Maret – 3 April 2013 di Bina Keluarga Balita (BKB) Glagahwero Kecamatan Kalisat Jember. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pelaksanaan fungsi perawatan kesehatan keluarga dengan pencapaian tugas perkembangan balita di Bina Keluarga Balita (BKB) Glagahwero Kecamatan Kalisat Jember. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel pada penelitian ini sebanyak 32 responden yang dipilih menggunakan teknik simple random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan fungsi perawatan kesehatan keluarga tidak terlaksana sebanyak 59,3% dan pencapaian perkembangan balita sebanyak56,25% menunjukkan perkembagan meragukan. Data penelitian diambil menggunakan kuesioner dan kuesioner pra skrining perkemkbangan (KPSP) dengan analisis regresi linier sederhana. Hasil uji statistik didapatkan nilai R0,769, R2 0,591 dan p 0,0005 hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pelaksanaan fungsi perawatan kesehatan keluarga dengan pencapaian tugas perkembangan balita.

Kata Kunci: Fungsi Perawatan Kesehatan Keluarga, Perkembangan Balita

Abstract

Family is one of the factors that play an important role in the toddler developmental phase since most of the time toddlers gather with the family. Function of health care is one of indicators of family function that useful to improve toddler health status and to keep toddlers to be able to accomplish the maximum stage of development. This research was intended to identify the relationship of implementation of family health care function and the achievement of toddler developmental tasks at Bina Keluarga Balita (BKB) Glagahwero, District of Kalisat, Jember. This research applied descriptive analytical method with cross-sectional approach and the sample consisted of 32 respondents. Sampling technique used was simple random sampling. Based on the research, family health care function was properly implemented to 13 people (40.6%) while the improper one was to 19 people (59.3 %) and development stage showed that 56,25% uncertain development stages, because the design of the study is a cross sectional. Dietary practices, the practice of sleep and rest, health care, and use of health care facilities is an indicator of family health care function that have not been able to be implemented. The research data were obtained using questionnaires with simple linier regression analysis.the statistical test resulted ini R 0,769, R2 0,591 and p value of 0.0005 which means that there is a significant correlation between the implementation of family health care Function and the achievement of toddler developmental.

Keywords: Family Health Care Function, Toddler Developmental Tasks.

Laksmi Wardani Ayuningtiyas., Tantut Susanto., Lantin Sulistyorini Program Studi Ilmu Keperawatan, Universitas Jember (UNEJ)

Jln. Kalimantan 37, Jember 68121 E-mail: laksmiwardaniayuningtiyas@ymail.com

Hubungan Pelaksanaan Fungsi Perawatan Kesehatan Keluarga Dengan

Pencapaian Tugas Perkembangan Balita Di Bina Keluarga Balita

(BKB) Glagahwero Kecamatan Kalisat Jember

(

The Correlation between of Implementation of Family Health Care

Function and the Achievement of Toddler Developmental Tasks at Bina

Keluarga Balita (BKB) Glagahwero, District of Kalisat Jember)

(2)

Pendahuluan

Keluarga merupakan unit dasar dalam masyarakat yang dapat menimbulkan, mencegah, mengabaikan, memperbaiki, dan mempengaruhi anggota keluarga untuk meningkatkan kualitas kesehatan anggota keluarga [1]. Jumlah keluarga di Indonesia berdasarkan hasil pendataan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional pada tahun 2010 mencapai 64.531.336 keluarga, dengan jumlah keluarga di Propinsi Jawa Timur sebanyak 11.070.038 keluarga, dan di Kabupaten Jember sebanyak 722.548 keluarga. Kondisi tersebut menempatkan Kabupaten Jember sebagai kabupaten yang memiliki jumlah keluarga terbanyak ketiga di Jawa Timur [2]. Kondisi ini juga menunjukkan bahwa setiap keluarga dituntut untuk melakukan fungsinya guna meningkatkan kualitas status kesehatan keluarga. Friedman (2003) menyebutkan salah satu fungsi keluarga yang berperan penting dalam meningkatkan status kesehatan keluarga adalah fungsi perawatan kesehatan keluarga [3].

Pelaksanaan Fungsi perawatan kesehatan keluarga dalam menjaga, menstimulus, dan merawat perkembangan balita sangat berperan penting untuk kemajuan anak dalam mencapai tahap perkembangan secara optimal. Fungsi perawatan kesehatan keluarga dalam mencapai tahap perkembangan balita yang optimal dapat dilaksanakan melalui 10 indikator, diantaranya: cara keluarga mengenal masalah penyimpangan perkembangan balita, memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi balita yang mengalami masalah perkembangan, merawat balita yang mengalami gangguan perkembangan, memodifikasi lingkungan untuk menstimulus tahap perkembangan balita, memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan, praktek diet keluarga, praktek tidur, praktek latihan dan rekreasi, praktek penggunaan obat terapeutik, alkohol, tembakau, serta praktek perawatan diri keluarga untuk mendukung pencapaian tugas perkembangan balita [4].

Perkembangan balita memerlukan perhatian yang khusus dari keluarga, karena balita merupakan masa emas (golden period). Periode emas ini akan menentukan perkembangan mental, intelektual dan moral yang sangat menentukan sikap, nilai dan perilaku seseorang di masa yang akan datang. Tahap perkembangan balita dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor keluarga dan status kesehatan. Kondisi ini dapat dilihat apabila anak dalam kondisi tidak sehat, maka proses tumbuh kembang anak akan mengalami keterlambatan, sehingga keluarga yang akan memberikan keamanan dan kenyamanan untuk mengoptimalkan tahap perkembangan balita [5].

Ikatan Dokter Anak Indonesia Jawa Timur (2010) menjelaskan bahwa, dari 2.634 anak usia 0-72 bulan menunjukkan perkembangan balita normal sesuai usia sebesar 53%, membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut sebesar 34%, dan penyimpangan perkembangan sebesar 10%. Fenomena diatas mendorong pemerintah untuk berusaha meningkatkan kualitas keluarga sejahtera melalui program yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai upaya mempercepat pencapaian kesejahteraan keluarga di seluruh Indonesia yaitu Bina Keluarga Balita. Gerakan Bina Keluarga Balita (BKB) merupakan salah satu program Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN) dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan keluarga untuk memantau tahap tumbuh kembang anak [6].

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Dinas Kesehatan Jember, Kecamatan Kalisat merupakan Kecamatan yang memiliki jumlah penyimpangan tumbuh kembang balita terbanyak, yang terdiri dari 3 balita gangguan tes daya lihat (TDL) dan 2 balita gangguan tes daya dengar (TDD) dengan jumlah anak balita yang telah dideteksi tumbuh kembang sebanyak 309 balita. Hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada 5 keluarga balita yang terdaftar sebagai anggota di Bina Keluarga Balita (BKB) Glagahwero, didapatkan 4 keluarga balita tidak mampu melaksanakan fungsi perawatan kesehatan dengan baik dan 1 keluarga sudah mampu melaksanakan fungsi perawatan kesehatan dengan baik. Dari hasil paparan diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Hubungan Pelaksanaan Fungsi Perawatan Kesehatan Keluarga Dengan Pencapaian Tugas Perkembangan Balita di Bina Keluarga Balita (BKB) Glagahwero.

Keluarga memiliki peranan penting dalam pecapaian tahap perkembangan, tetapi masing-masing keluarga mempunyai cara yang berbeda dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan perkembangan balita. Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan suatu penelitian untuk mengetahui “apakah ada hubungan antara pelaksanaan fungsi perawatan kesehatan keluarga dengan pencapaian tugas perkembangan balita di Bina Keluarga Balita (BKB) Glagahwero Kecamatan Kalisat Jember?”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalilis hubungan pelaksanaan fungsi perawatan kesehatan keluarga dengan pencapaian tugas perkembangan balita di Bina Keluarga Balita (BKB) Glagahwero Kecamatan Kalisat Jember.

(3)

Metode Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik, dengan jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta Bina Keluarga Balita (BKB) Glagahwero Kecamatan Kalisat Jember sebanyak 35 responden, sedangkan sampel dalam penelitian ini sebanyak 32 respoden yang dipilih dengan teknik sampling simple random sampling dengan kriteria inklusi pada keluarga yaitu keluarga yang memiliki Balita (bayi dibawah lima tahun), keluarga balita yang terdaftar di BKB Glagahwero Kecamatan Kalisat Kabupaten Jember, bertempat tinggal di Kecamatan Kalisat, dan termasuk keluarga balita adalah keluarga inti. Data dalampenelitia ini diambil menggunakan lembar kuesioner fungsi perawatan kesehatan keluarga dan lembar kuesioner praskrinning perkembangan (KPSP) dengan memperhatikan etika penelitia yaitu kerahasiaan, tanpa nama, keadilan, dan kejujuran. Penelitian ini dilakukan di Bina Keluarga Balita (BKB) Glagahwero Kecamatan Kalisat Jember. Pengolahan data menggunakan uji regresi linier sederhana denga derajat kepercayaan 95%( =0,05). Peneliti meggunakan program SPSS untuk proses pengolahan data dan analisis statistik.

Hasil Penelitian

3.1 Karakteristik keluarga balita

Tabel 3.1 Gambar distribusi keluarga balita di Bina Keluarga Balita (BKB) Glagahwero Kecamata Kalisat Jember. Karakteristik Responden Jumlah (Orang) Persentase (%) Tingkatan Pendidikan a. SD b. SMP c. SMA 16 11 5 50,0 34,4 15,6 Total 32 100 Pekerjaan

a. Ibu rumah tangga b. Petani e. Dan lain-lain 20 8 4 62,5 25,0 16,0 Total 32 100 Pendapatan a.< 1.091.950 b. ≥ 1.091.950 32 0 100 0,0 Total 32 100

Berdasarkan tabel 3.1 menunjukkan distribusi karakteristik responden fungsi perawatan kesehatan keluarga yang dikelompokka menjadi beberapa kategori. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar orang tua mempuyai tingkat pendidikan terakhir sekolah dasar (SD) sebanyak 16 responden (50,0%), dengan tingkat pendapatan dibawah Upah Minimum Regioal (UMR) sebesar Rp.1.091.950 sebanyak 32 responden (100%), dengan jenis pekerjaan sebagai ibu rumah tangga.

Tabel 3.2 Gambaran distribusi keluarga balita berdasarkan umur orang tua atau pengasuh balita bulan April 2013

Variabel Mean Median Modus SD Min-Maks Usia (th) 27,25 26,00 21 6,23 20-39

Berdasarkan tabel 3.2 diketahui distribusi responden berdasarkan usia. Usia responden orang tua balita rata-rata berusia 27 tahun, dengan usia terendah 20 tahun dan usia tertinggi 39 tahun.

3.2 Distribusi pelaksanaan fungsi perawatan

kesehatan keluarga di Bina Keluarga

Balita (BKB) Glagahwero Kecamatan

Kalisat Jember

Tabel 3.3 Distribusi responden menurut pelaksanaan fungsi perawatan kesehatan keluarga di Bina Keluarga Balita (BKB) Glagahwero Kecamatan Kalisat Jember

Fungsi Perawatan Kesehatan Keluarga Jumlah (orang) Persentase (%) Terlaksana 13 40,6 Tidak Terlaksana 19 59,3 Total 32 100

Berdasarkan tabel 3.3 menguraikan distribusi data responden berdasarkan pelaksanaan fungsi perawatan kesehatan keluarga. jumlah responden dengan kategori fungsi perawatan kesehatan tidak terlaksana sebanyak 19 responden (59,3%) dan sisanya sebanyak 13 responden (40,6%) sudah mampu melaksanakan fungsi perawatan kesehatan dengan baik. Hasil penelitian pada 32 keluarga balita menggambarkan sebagian besar keluarga balita belum mampu melaksanakan fungsi perawatan kesehatan dengan baik di Bina Keluarga Balita (BKB) Glagahwero Kecamatan Kalisat Jember.

(4)

Tabel 3.4 Distribusi responden menurut indikator fungsi perawatan kesehatan keluarga di Bina Keluarga Balita (BKB) Glagahwero Kecamatan Kalisat Jember bulan April 2013. Indikator fungsi perawatan kesehatan keluarga dalam perkembangan balita Frekuensi Fungsi Perawatan Kesehatan Keluarga Dalam Perkembangan Balita Total Terlaksana Tidak terlaksana F % F % F % Mengenal masalah kesehatan 17 53,1 15 46,9 32 100 Membuat keputusan 20 62,5 12 37,5 32 100 Memberi perawatan 13 40,6 19 59,3 32 100 Memodifikasi lingkungan 20 62,5 12 37,5 32 100 Menggunakan fasilitas kesehatan 14 43,7 5 18 56,2 5 32 100 Praktek diet keluarga 8 25 14 75 32 100 Praktek tidur keluarga 11 34,3 7 21 65,6 2 32 100 Praktik latihan dan

rekreasi keluarga 25 78,1 7 21,9 32 100 Praktek penggunaan obat terapeutik 18 56,2 5 14 43,7 5 32 100 Praktek perawatan diri keluarga 13 40,6 19 59,4 32 100

Tabel 3.4 memaparkan keberagaman data mengenai indikator pelaksanaan fungsi perawatan kesehatan keluarga yang tidak merata pada setiap kategori. Pada indikator praktek diet sebanyak 24 responden (75%), praktek tidur, sebanyak 21 responden (65,6%), dan praktek perawatan diri sebanyak 19 responden (59,4%) merupakan beberapa indikator tertinggi yang belum mampu dilaksanakan oleh keluarga balita, sedangkan indikator praktek latihan dan rekreasi keluarga, membuat keputusan dengan tepat, dan memodifikasi lingkungan yang mendukung tahap perkembangan balita merupakan beberapa indikator yang mampu dilaksanakan keluarga dengan baik.

3.3 Deskriptif Perkembanngan Balita

Tabel 3.5 Distribusi responden menurut pencapaian tahap perkembangan balita di Bina Keluarga Balita (BKB) Glagahwero Kecamatan Kalisat Jember bulan April 2013 Perkembangan balita Frekuensi Persentase Sesuai tahap perkembangan 12 37,5 Perkembangan meragukan 18 56,25 Mengalami penyimpangan 2 6,25 Total 32 100

Tabel 3.5 menyajikan data tentang pencapaian tahap perkembangan balita. hasil penelitian pada 32 balita yang memiliki tahap perkembangan meragukan sejumlah 18 balita (56,25%). Hal ini terjadi karena desain penelitian yang digunakan peneliti adalah cross sectional, sehingga peneliti hanya melakukan pegukuran 1kali terhadap perkembangan balita.

3.4 Hubungan Pelaksanaan Fungsi Perawatan

Kesehatan Keluarga Dengan Pencapaian

Tugas Perkembangan Balita Di Bina

Keluarga Balita (BKB) Glagahwero

Kecamatan Kalisat Jember

Variabel r a b P value Fungsi Perawatan Kesehatan Keluarga 0,76 9 0,59 1 -2,7 94 0,0005

Tabel 3.6 menunjukkan bahwa hubungan pelaksanaan fungsi perawatan kesehatan keluarga dengan pencapaian tahap perkembangan balita menunjukkan hubungan kuat (R=0,769) dan berpola positif artinya semakin besar pelaksanaan fungsi perawatan kesehatan keluarga semakin baik pencapaian tahap perkembagan balita.

Tabel 3.6 juga menyajikan nilai koefisien dengan determinasi 0,591 artinya persamaan garis regresi yang diperoleh dapat menerangkan 59,1% variasi perkembangan balita atau persamaan garis yang diperoleh cukup baik untuk menjelaskan variabel perkembangan balita. Dari hasil data diatas didapat nilai konstan (nilai a) sebesar -2,7 dan nilai b=0,094, sehingga persamaan regresinya:

(5)

Y = a + bX

Perkembangan balita = -2,7 + 0,094 × Pelaksanaan fungsi perawatan kesehatan keluarga

Pembahasan

4.1 Karakteristik Keluarga Balita

Tabel 3.1 menunjukkan hasil bahwa sebagian besar responden mempuyai tingkat pendidikan sebatas Sekolah Dasar (SD) sebanyak 16 responden (50,0%). Syahrani (2010) menyatakan bahwa tingkat pendidikan yang semakin tinggi akan berdampak pada perkembangan kearah yang lebih baik, sehingga ibu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan lebih objektif dan terbuka wawasannya dalam mengambil segala keputusan atau tindakan yang diaplikasikan dengan perbuatan atau perilaku yang positif. Sebaliknya tingkat pendidikan yang rendah akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai yang baru diperkenalkan, terutama dalam melaksanakan fungsi perawatan kesehatan keluarga terhadap pencapaian tugas perkembangan balita[7].

Pekerjaan responden pada tabel 3.1 meunjukkan bahwa sebagian besar responden berprofesi sebagai ibu rumah tangga sebanyak 20 responden (62,5%). Pekerjaan pengasuh balita juga berpengaruh terhadap perkembangan anak, karena ibu yang bekerja dapat memperoleh banyak pengalaman dan dari pengalaman tersebut akan memperoleh pengetahuan baru dan terus berkembang. Sehingga orang tua balita yang tidak bekerja pada umumnya sedikit memperoleh pengalaman dan pengetahuan dalam melaksanakan fungsi perawatan kesehatan keluarga dalam pencapaian tugas perkembangan balita [8].

Hasil penyajian data pada tabel 3.2 menunjukkan bahwa usia responden rata-rata berusia 27 tahun dan termasuk dalam kriteria dewasa awal. Dewasa awal merupakan masa individu yang mengalami perubahan fisik dan psikologis pada diri individu yang disertai berkurangnya kemampuan reproduktif dan merupakan masa dimana individu tidak lagi bergantung secara ekonomis, sosiologis, maupun psikologis, serta merupakan masa untuk bekerja, terlibat dalam hubungan masyarakat, menjalin hubungan dengan lawan jenis, membina keluarga, mengasuh anak, serta mengelola rumah tangga [9]. Hal ini juga didukung oleh penelitian Sinembela (2005) yang menjelaskan bahwa umur ibu merupakan salah satu karakteristik yang berpengaruh pada pola pengasuhan dan perkembangan anak. Semakin tua umur ibu dan semakin baik pola pengasuhan dan perkembangan anak [10].

Pendapatan responden pada tabel 3.1 juga menunjukkan bahwa seluruh responden mempunyai pendapatan dibawah upah minimum regional (UMR) <Rp.1.091.950 sejumlah 32 responden (100%). Pendapatan dibawah UMR akan berdampak pada tidak terlaksananya fungsi perawatan kesehatan keluarga terhadap pencapaian tahap perkembangan balita. Perkembangan anak berpengaruh tidak langsung terhadap pendapatan keluarga karena keluarga yang berpendapatan tinggi mampu memenuhi kebutuhan anak dalam proses perkembangannya. Keadaan ekonomi keluarga yang kurang mampu merupakan faktor yang kurang mendukung bagi perkembangan balita. Hal ini disebabkan karena tingkat pendapatan keluarga sangat berpengaruh terhadap konsumsi pangan kaluarga [11].

4.2 Pelaksanaan fungsi perawatan kesehatan

keluarga

Hasil penyajian pada tabel 3.3 menunjukkan bahwa pelaksanaan fungsi perawatan kesehatan keluarga di Bina Keluarga Balita (BKB) Glagahwero Kecamatan Kalisat Jember memiliki fungsi perawatan kesehatan keluarga tidak terlaksana lebih banyak sejumlah 19 keluarga (59,3%). Keluarga memang dipandang sebagai instansi yang dapat memenuhi kebutuhan insani, namun dalam pelaksanaan fungsi perawatan kesehatan keluarga sangat dipengaruhi oleh pengenalan keluarga dan pemahaman keluarga terhadap fungsi-fungsi keluarga dibidang kesehatan. Fungsi perawatan kesehatan keluarga dapat dilihat dari 10 indikator yang mendukung terlaksananya fungsi perawatan kesehatan dengan baik [12].

Tabel 3.4 menyajikan data indikator fungsi perawatan kesehatan keluarga, dan indikator yang paling banyak terlaksana terletak pada indikator praktek latihan dan rekreasi keluarga sebanyak 25 responden (78,1%). Kondisi ini didukung bahwa ktivitas rekreasi tidak harus berupa aktivitas yang memerlukan biaya mahal, karena dengan keluarga membuat kondisi yang nyaman dan meningkatkan rasa kebersamaan antar anggota keluarga dapat disebut sebagai aktivitas rekreasi. Manfaat keluarga melakukan aktivitas rekreasi untuk mendapatkan relaksasi, pengalihan, dan pengembangan diri, atau partisipasi sosial, dengan rekreasi keluarga akan menimbulkan pemeliharaan dan penguatan ikatan keluarga, bergembira bersama, membagi perasaan, mengurangi tekanan dan memperbaiki perasaan anggota keluarga dan hal ini merupakan salah satu cara menstimulus tahap perkembangan balita [13].

(6)

Praktek Diet merupakan indikator yang paling tidak mampu dilaksanakan oleh keluarga balita sebanyak 24 keluarga (75%). Hal ini terjadi karena tingkat pendapatan responden sebagian besar berada di bawah Upah Minimum Regional (UMR), dengan tingkat pendidikatan hanya sebatas sekolah dasar (SD), sehingga akan mempengaruhi daya beli paga keluarga dan kurangnya pengetahuan keluarga terkait cakupan gizi yang penting bagi balita. Kekurangan gizi pada pada masa balita akan mengkibatkan terganggunya perkembangan mental serta kemampuan motorik anak yang tidak dapat diperbaiki pada periode selanjutnya. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2010), balita dengan gizi buruk berdampak pada penurunan tingkat kecerdasan atau IQ, sehingga mempunyai resiko kehilangan IQ 10-13 poin, kualitas hidup selanjutnya akan sangat rendah dan tidak dapat diperbaiki meskipun pada usia berikutnya kebutuhan gizinya sudah terpenuhi. Dikarenakan pada masa ini merupakan masa emas (golden period) [14].

4.3 Perkembangan Balita Di Bina Keluarga

Balita (BKB) Glagahwero Kecamatan

Kalista Jember

Tabel 3.5 menyajikan data tentang pencapaian tahap perkembangan balita di Bina Keluarga Balita (BKB) Glagahwero Kecamatan Kalisat Jember. Data menunjukkan bahwa sebagian besar balita berada dalam rentang perkembangan yang meragukan sebanyak 18 balita (56,25%), hal ini terjadi karena keluarga kurang berperan dalam melaksanakan fungsi perawatan kesehatan keluarga dengan baik. Peneliti menggunakan kuesioner praskrining perkembangan untuk mengukur pencapaian tahap perkembangan balita, dan pengukuran tersebut dilakukan dalam 1 kali pengamatan. Kondisi ini sesuai dengan desain penelitian yang digunakan oleh peneliti yaitu menggunakan pendekatan Cross Sectional. Pendekatan Cross Sectional merupakan penelitian yang diukur dan dikumpulkan sesaat dalam satu kali waktu [15]. Sehingga peneliti memiliki keterbatasan melakukan pengukuran ulang untuk memvalidkan hasil pengukuran balita yang mengalami tahap perkembangan meragukan. Perkembangan balita dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terdiri dari faktor genetik, lingkungan, psikososial, dan faktor keluarga. Semua faktor berinteraksi, sehingga akan mempengaruhi tahap perkembangan seorang balita [16].

Perkembangan meragukan pada balita terjadi apabila nilai dalam kuesioner pra skrinning perkembangan berada dalam rentang 7-8. Penilaian perkembangan meragukan dalam KPSP terjadi karena pada saat

dilakukan pengukuran anak mengalami gangguan pemusatan perhatian yang merupakan gangguan dimana anak mengalami kesulitan untuk memusatkan perhatian yang seringkali disertai hiperaktivitas (Sunarsih, 2010). Kondisi inilah yang menyebabkan anak berada dalam rentang perkembangan meragukan sehingga diperlukan penilaian ulang 2 minggu kemudian dengan menggunakan daftar KPSP yang sesuai dengan umur anak [17].

Penyimpangan perkembangan pada balita dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya tingkat kesehatan dan status gizi anak disamping pengaruh lingkungan hidup dan tumbuh kembang anak yang juga merupakan salah satu faktor dominan. Berdasarkan hasil analisis penelitian diperoleh data bahwa praktek diet keluarga merupakan salah satu indikator dari fungsi perawatan kesehatan yang belum mampu dilaksanakan oleh keluarga balita. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor 2 balita dalam penelitian ini mengalami penyimpangan perkembangan.

4.4 Hubungan Pelaksanaan Fungsi Perawatan

Kesehatan Keluarga Dengan Pencapaian

Tugas Perkembangan Balita

Fungsi perawatan kesehatan keluarga pada dasarnya merupakan tugas keluarga yang wajib dilakukan untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga dan meningkatkan tahap perkembangan balita, agar anggota keluarga tetap meMiliki produktivitas tinggi. Fungsi perawatan kesehatan keluarga bukan hanya fungsi esensial dan dasar dalam keluarga, namun merupakan fungsi yang bertanggung jawab penuh dalam keluarga untuk mempertahankan status kesehatan anggota keluarga [18].

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji regresi linier sederhana pada tabel 5.5 menunjukkan p value 0,000 dengan alpha 5% yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara pelaksanaan fungsi perawatan kesehatan keluarga dengan pencapaian tugas perkembangan balita, hal ini didukung dengan nilai korelasi (r=0,769) dan koefisien determinasi sebesar 0,591 yang artinya persamaan garis regresi yang diperoleh dapat menerangkan 59,1% variasi nilai perkembangan balita atau garis yang diperoleh cukup baik untuk menerangkan variabel pencapaian tahap perkembangan balita. Dapat disimpulkan bahwa hasil uji statistik regresi linier sederhana menunjukkan fungsi perawatan kesehatan keluarga dengan tugas perkembangan balita memiliki hubungan yang sangat kuat dan berpola positif yang artinya semakin bertambah kemampuan (nilai) keluarga dalam melaksanakan fungsi perawatan kesehatan keluarga

(7)

semakin besar kemungkinan balita dapat mencapai tugas perkembangan balita.

Dari hasil data didapat nilai konstan (nilai a) yaitu perbedaan besarnya rata-rata variabel Y ketika variabel X = -2,7 sebesar dan nilai b yaitu perkiraan besarnya perubahan nilai variabel Y bila nilai variabel X berubah satu unit pengukuran sebesar 0,094, sehingga persamaan regresinya:

Y = a + bX

Perkembangan Balita = -2,7 + 0,094 x Pelaksanaan Fungsi Perawatan Kesehatan Keluarga

Fenomena tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor dan salah satunya adalah faktor karakteristik responden yang terdiri dari tingkat pendidikan, pekerjaan, posisi orang tua/pengasuh balita, dan penghasilan. Hasil penelitian didapatkan data bahwa rata-rata ibu yang tidak dapat melaksanakan fungsi perawatan kesehatan dengan baik berusia dibawah 27 tahun, pendidikan sekolah dasar (SD), berprofesi sebagai ibu rumah tangga, dan berpenghasilan dibawah rata-rata Upah Minimum Regional (UMR).

Tingkat perkembangan yang dimiliki oleh setiap anak bervariasi. Kondisi ini didukung oleh kesadaran keluarga dalam melaksanakan fungsi perawatan kesehatan dengan baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan balitayang masuk dalam kategori normal berasal dari keluarga yang melaksanakan fungsi perawatan kesehatan dengan optimal. Salah satu usaha yang dilakukan keluarga untuk menunjang perkembangan balita adalah mengikuti kegiatan Bina Keluarga Balita (BKB). Melalui keikutsertaan orang tua/pengasuh balita diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku orang tua dalam meningkatkan tahap perkembangan balita, karena Bina Keluarga Balita (BKB) merupakan sarana yang berfungsi untuk menunjang tahap tumbuh kembang balita [19].

Hasil uji statistik didapatkan nilai p 0,0005. Jadi pada alpha 5% Ho ditolak, sehingga ada hubunga linier antara pelaksanaan fungsi perawatan kesehatan keluarga dengan pencapaian tugas perkembangan balita. Nilai b = 0,094 menyatakan bahwa variabel pencapaian perkembangan balita akan bertambah sebesar 0,094 bila nilai pelaksanaan fungsi perawatan kesehatan keluarga bertambah.

Kesimpulan dan Saran

Simpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian tentang hubungan pelaksanaan fungsi perawatan kesehatan keluarga dengan pencapaian tugas perkembangan balita yang dilaksanakan pada tanggal 26 Maret – 3 April 2013 di Bina Keluarga Balita (BKB) Glagahwero Kecamatan Kalisat Jember, dapat ditarik kesimpulan bahwa gambaran keluarga balita menunjukkan rata rata berusia 27 tahun, tingkat pendidikan sekolah dasar, dengan tingkat pendapatan per bulan dibawah UMR (<Rp.1.091.950), dan pekerjaan sebagian besar responden hanya ibu rumah tangga.

Pelaksanaan fungsi perawatan kesehatan keluarga terkait perkembangan balita di Bina Keluarga Balita (BKB) Glagahwero sebagian besar termasuk dalam kategori tidak terlaksana sebanyak 19 responden (59,3%), dengan pencapaian tahap perkembangan Balita sebagian besar memiliki status perkembangan anak meragukan. Hal ini disebabkan karena peneliti hanya melakukan pengukuran 1 kali, sesuai dengan desain yang digunakan oleh peneliti yaitu cross sectional. Hasil penelitian diperoleh terdapat hubungan yang signifikan antara pelaksanaan fungsi perawatan kesehatan keluarga dengan tugas perkembangan balita di Bina Keluarga balita (BKB) Glagahwero Kecamatan Kalisat Jember.

Saran

Saran yang dapat diberikan terkait dengan hasil penelitian tentang hubungan pelaksanaan fungsi perawatan kesehatan keluarga dengan pencapaian tugas perkembangan balita adalah bagi institusi pendidikan dapat mengadakan praktek belajar lapangan keperawatan komunitas dalam bentuk melatih kader mengenal APE dan pemberian materi penyuluhan tumbuh kembang balita dalam pelaksanaan kegiatan BKB, dan melakukan kerja sama dengan tenaga kesehatan terkait yaitu puskesmas untuk lebih mengoptimalkan peran perawat komunitas sebagai sarana dalam meningkatkan cakupan kunjungan masyarakat ke BKB.

Masyarakat dapat Meningkatkan keterampilan keluarga dalam melakukan upaya perawatan dini kepada balita yang mengalami gangguan perkembangan, memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk melakukan perawatan lanjutan, praktek diet yang baik serta praktek tidur yang berkualitas dalam menunjang tahap perkembangan balita, serta masyarakat dapat berpartisipasi secara aktif dalam mengikuti kegiatan Bina Keluarga Balita

(8)

untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan keluarga dalam mengasuh dan menstimulasi balita untuk mencapai tahap perkembangan secara optimal.

Hasil dan pembahasan dari penelitian tersebut diharapkan dapat menjadi suatu referensi bagi peneliti dalam mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi perilaku keluarga dalam pelaksanakan fungsi perawatan kesehatan keluarga guna untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. Serta diperlukan penelitian untuk lebih menyempurnakan pembahasan dan efektifitas BKB dalam meningkatkan fungsi perawatan kesehatan keluarga dalam perkembangan balita. Penelitian lanjutan dapat berupa penelitian kuantitatif mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas pelaksanaan fungsi perawatan kesehatan keluarga.

Ucapan Terima Kasih

Penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telahmembantu dalam menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada:

1. Ryan Priambodo yang telah memberikan motivasi, masukan dan saran dalam penyusunan skripsi ini; 2. Nanik Putri S, Dewi Puspita sari, Alvinda Yuanita,

Mifta Mirtha, yang selalu memberikan dukungan dan bantuan dari awal hingga akhir penyusunan skripsi ini;

3. Kader Bina Keluarga Balita yang selalu membantu proses penelitian dan rencana tindak lanjut penelitian ini;

4. Seluruh mahasiswa angkatan 2009 yang selalu memberikan dukungan demi terselesaikannya penelitian ini;

Penulisan Daftar Pustaka/Rujukan

[1]. Zaidin Ali, Haji. 2009. Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC.

[2]. BKKBN. 2011. Refreshing Sarana Diskusi Bagi Pengelola Program KB Kecamatan (serial online).(http://www.bkkbnjatim.com/berita.php? p=berita_detail&idd=251. [25 Oktober 2012]. [3]. Friedman, M. M., Bowden, V. R., & Jones, E.G.

2003. Family Nursing. Research, Theory, & Practice. Fifth Edition. New Jersey: Pearson Education, Inc.

[4]. Suprajitno. 2004. Asuhan Keperawatan Keluarga: aplikasi dalam praktik. Jakarta: EGC. [5]. Soetjiningsih. 2003. Perkembangan Anak dan

Permasalahannya. Jakarta: EGC.

[6]. BKKBN. 2007. Buku Pegangan Kader Bina Keluarga Balita. Bandung: Provinsi Jawa Barat. [7]. Sinembella. 2005. Pola Pengasuhan terhadap

Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Balita di Kecamatan Medan Belawan (skripsi). Medan: USU

[8]. Mubarak, Chayatin, & Santoso. 2009. Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep Dan Aplikasi. Gresik: Salemba Medika.

[9]. Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan. Erlangga: Jakarta

[10].Sinembella. 2005. Pola Pengasuhan terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Balita di Kecamatan Medan Belawan (skripsi). Medan: USU

[11].Syahrani. (2010). Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang Penatalaksanaan ISPA Terhadap Pengetahuan dan Keterampilan Ibu Merawat Balita ISPA di Rumah (skripsi). Semarang: STIKES Telogorejo Semarang.

[12].Suprajitno. 2004. Asuhan Keperawatan Keluarga: aplikasi dalam praktik. Jakarta: EGC. [13].Friedman, M. M., Bowden, V. R., & Jones, E.G.

2003. Family Nursing. Research, Theory, & Practice. Fifth Edition. New Jersey: Pearson Education, Inc..

[14].Depkes RI. 2006. Stimulasi, deteksi dan intervensi dini tumbuh kembang anak di tingkat pelayanan kesehatan dasar. Jakarta.

[15].Setiadi. 2008. Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Surabaya: Graha ilmu..

[16].Hidayat, A. Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika. [17].Sunarsih, Tri. 2010. Hubungan Antara

Pemberian Stimulasi Dini Oleh Ibu Dengan Perkembangan Balita Di Taman Balita Muthia Sido Arum Sleman Yogyakarta (skripsi). Yogyakarta.

[18].Suprajitno. 2004. Asuhan Keperawatan Keluarga: aplikasi dalam praktik. Jakarta: EGC. [19].BKKBN. 2011. Refreshing Sarana Diskusi Bagi

Pengelola Program KB Kecamatan (online). (http://www.bkkbnjatim.com/berita.php?

p=berita_detail&idd=251, diakses 25 oktober 2012).

Gambar

Tabel  3.1   Gambar   distribusi  keluarga   balita   di  Bina  Keluarga Balita (BKB) Glagahwero Kecamata Kalisat  Jember
Tabel   3.4   Distribusi   responden   menurut   indikator  fungsi perawatan kesehatan keluarga di Bina Keluarga  Balita (BKB) Glagahwero Kecamatan Kalisat Jember  bulan April 2013

Referensi

Dokumen terkait

Figure 5 and Figure 6 show the varying curves of friction coefficient about load in different rotating speed, respectively when the lubricant is silicone oil and ferrofluid and

Peneliti juga melakukan survey diwarung makan yang menjual menu masakan dengan daging bebek yang berada di beberapa warung makan(warung makan Khrismon, warung makan Tenda biru,

Pada dasarnya jika warga diberikan pengarahan dan penyuluhan bagaimana membudidayakan stroberi dengan baik, hasil yang diperoleh dari pembudidayaan stoberi ini sangatlah

Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan data terhadap proses pelaksanaan pembelajaran seni grafis cetak tembus pada siswa kelas X SMAN 2 Polongbangkeng

2 Pengaruh Intensitas Menonton Televisi dan Komunikasi Orang Tua-Anak Terhadap Kedisiplinan Anak dalam Mentaati Waktu Arista Fitriawanti (2010), dari Universitas

Apabila kita perhatikan ketiga struktur molekul di atas beserta harga Ka nya masing-masing, secara berurutan molekul yang memiliki ikatan tunggal, ikatan rangkap dua, dan rangkap tiga

Penelitian ini menggunakan empat ekor landak Jawa yang berasal dari Tawangmangu yang terdiri dari tiga ekor jantan dan satu ekor betina yang memiliki bobot badan antara 6-8

Jika simpang dioperasikan dalam empat fase dengan arus berangkat terpisah dari masing-masing pendekat, karena rencana fase yang hanya dengan dua fase mungkin memberikan