• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan kepastian hukum bagi lembaga-lembaga ekonomi khususnya bagi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. diperlukan kepastian hukum bagi lembaga-lembaga ekonomi khususnya bagi"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasioanal merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Globalisasi mendorong perkembangan ekonomi yang sangat pesat sehingga diperlukan kepastian hukum bagi lembaga-lembaga ekonomi khususnya bagi lembaga pemberi kredit seperti bank dan lembaga keuangan lainnya untuk menjamin kembali haknya. Kegiatan pinjam meminjam uang kini dianggap sesuatu yang sangat penting oleh sebagian masyarakat dengan tujuan untuk dapat meningkatkan taraf hidupnya serta dapat membantu kegiatan usaha yang sedang dijalankan oleh masyarakat.

Kredit umumnya berfungsi untuk memperlancar suatu kegiatan usaha dan khususnya bagi kegiatan perekonomian di Indonesia yang sangat berperan penting dalam kedudukannya baik untuk usaha produksi maupun usaha swasta yang tujuannya untuk meningkatkan taraf kehidupan bermasyarakat. Di bidang perkreditan, hukum harus mampu memelihara dan memperlancar proses hubungan yang terjadi antara warga masyarakat disatu pihak dengan bank di lain pihak. Telah diketahui bahwa usaha pokok dari kegiatan perbankan ialah memberikan kredit dan jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Di dalam pelaksanaan pemberian kredit itu tentunya pihak pemberi kredit (bank/kreditur) menetapkan persyaratan-persyaratan kepada

(2)

peminjam (nasabah/debitur). Persyaratan itu antara lain adalah perjanjian antara debitur dengan kreditur dan harus dituangkan dalam model perjanjian kredit yang telah ditentukan oleh bank. Selain persyaratan tersebut diatas jaminan adalah merupakan suatu hal yang sangat penting dalam masalah perkreditan yang dikenal dalam dunia perbankan.

Perjanjian hutang piutang antara kreditur (pemberi pinjaman) dengan debitur (peminjam) merupakan realitas dalam perkembangan ekonomi dewasa ini. Dalam hubungan hukum yang terjadi di antara kreditur dengan debitur, bisa terjadi adanya wanprestasi tersebut, maka kreditur dapat menuntut agar debitur memenuhi perjanjian atau memberikan ganti rugi. Dalam hal ini sebagian besar orang yang menjalankan usaha di daerah perkotaan dapat dengan mudah memperoleh fasilitas kredit. Berbeda halnya dengan orang yang menjalankan usahanya di daerah pedesaan. Masyarakat yang menjalankan usahanya di pedesaa sangat penting sekali melakukan kegitan pinjam meminjam uang untuk modal usaha agar dapat memajukan perekonomian mereka. Untuk itu salah satu sarana dalam memenuhi kebutuhan tersebut adalah dengan memanfaatkan jasa kredit yang diberikan oleh Lembaga Perkreditan Desa. Dalam hukum adat masyarakat Desa Adat di Bali yang lebih dikenal dengan sebutan awig-awig adalah merupakan pedoman desa adat dalam menjalankan fungsi dan peraturan di dalam desa adat di Bali. Awig-awig sendiri tidak lain adalah hukum yang tumbuh dan berkembang di masyarakat Bali sehingga dapat dikatakan sebagai hukum yang

(3)

hidup (the living law).1 Kemudian dalam upaya mendukung keseimbangan dan peningkatan pelaksanaan pembangunan di daerah Bali, maka kehadiran Lembaga Perkreditan Desa (LPD) yang diharapkan mampu untuk menggerakkan roda perekonomian seperti halnya pada Lembaga Perkreditan Desa Adat Mengwi yang berada di Desa Mengwi Kabupaten Badung yang telah menunjukkan adanya perkembangan yang pesat seiring dengan kemajuan perkembangan di desa tersebut akan adanya penyaluran dan penyimpanan dana masyarakat dan perkembangan ekonominya sejalan dengan peningkatan tuntuttan kebutuhan masyarakat akan jasa LPD yang tangguh dan sehat. Desa adat adalah kesatuan masyarakat hukum adat di Derah tingkat I Provinsi bali yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata pergaulan hidup masyarakat umat hindu secara turun temurun dalam ikatan Kahyangan Tiga yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri. Sebagai salah satu wadah kekayaan desa, Lembaga Perkreditan Desa (LPD) menjalankan fungsinya dalam bentuk usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat desa serta sebagai penunjang kegiatan pembangunan desa. Lembaga Perkreditan Desa (LPD) adalah

“Salah satu lembaga keuangan milik desa pekraman yang menjalankan salah satu fungsi keuangan desa pekraman yaitu mengelola sumber daya keuangan milik desa pekraman dalam bentuk simpan pinjam untuk keperluan pembiayaan kehidupan anggota masyarakat desa pekraman baik secara sendiri-sendiri maupun secara

1 Wayan P.Windia&Ketut Sudantra,2006,Pengantar Hukum Adat Bali, Lembaga

(4)

bersama-sama dalam rangka pengembangan fungsi-fungsi sosial-kultural dan keagamaan masyarakat Desa Pekraman”.2

Kegiatan LPD diatur melalui Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor 27 Tahun 1998 yang kemudian dirubah dengan Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor 8 Tahun 2002, dan pada saat sekarang ketentuan tentang LPD ini diatur dalam Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor 3 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor 8 Tahun 2002 tentang Lembaga Perkreditan Desa. Pasal 1 menyebutkan Lembaga Perkreditan Desa yang selanjutan disebut LPD adalah Lembaga keuangan milik Desa yang bertempat di desa. Pada setiap LPD dibentuk Badan Pengawas yang terdiri dari ketua dan dua orang anggota. Ketua dijabat oleh Bendesa Adat yang secara otomatis karena jabatnnya, serta dua orang dari masyarakat berdasarkan pilihan Krama Desa. Dalam hal mengembangkan modal usaha LPD dapat membentuk usaha-usaha lain, yang salah satunya adalah dengan melakukan usaha simpan-pinjam yang ditunjukkan kepada anggota Krama Desa. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 1313, bahwa perjanjian itu diartikan sebagai suatau persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.3 Disamping itu juga dapat diketahui bahwa dalam KUHPerdata terdapat ketentuan, bahwa semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya

2

Ida Bagus Wyasa Putra,dkk, 2011, Landasan Teoritik Pengaturan LPD (Sebagai Lembaga Keuanagn Komunitas masyarakat Hukum Adat Bali), Udayana University Press, Depasar, hlm. 63

3Titik Triwulan Tutik, 2006, Pengantar Hukum Perdata di Indonesia, Prestasi Pustaka,

(5)

(Pasal 1338 BW), jadi perjanjian dapat dianggap bagi para pihak sebagai suatu undang-undang yang materinya sangat konkret, dan keterkaitan atas ketentuannya berdasarkan atas kehendaknya sendiri dimna materi yang diperjanjikan itu bisa menjadi hukum yang dipakai luas sebagai hukum objektif 4

.

Lembaga jaminan yang sering lebih dikenal dengan fidusia sering muncul dalam praktek perdagangan maupun perkreditan. Jaminan fidusia berlaku karena masyarakat menginginkan adanya semacam jaminan yaitu barang atau benda bergerak yang dijaminkan tetap dipegang oleh pemiliknya untuk menjalankan kegiatan usahanya untuk meningkatkan usahanya menjadi lebih besar. Jaminan fidusia ini dimaksudkan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi masyarakat, terutama masyarakat yang membutuhkan benda jaminannya untuk menjalankan usahanya dengan jaminan fidusia mereka tetap dapat menggunakan barang-barangnya untuk meneruskan kegiatan usahanya. Di dalam mengadakan ikatan perjanjian yang dilakukan antara individu dengan pihak bank khususnya dalam hal perjanjian kredit yang dilakukan oleh pihak kreditur dengan debitur dalam hal warga masyarakat yang akan menerima kredit diwajibkan untuk menyerahkan sejumlah jaminan yang bisa berupa barang bergerak dan barang tidak bergerak. Barang atau benda yang dijadikan jaminan untuk memperoleh kredit tersebut dijaminkan secara fidusia, yaitu barang dijadikan jaminan masih dipegang oleh pihak yang menerima kredit atau debitur.

4 Muhamad Djumahana,1996,Hukum Perbankan di Indonesia, PT.Citra Aditya

(6)

Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda yang tidak bergerak baik yang berwujud dan benda yang tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani dengan fidusia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 tahun 2006 tentang Hak Tanggungan yang tettap berada dalam penguasaan pemberian fidusia, sebagai bangunan bagi pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya5. Serta dalam dalam Pasal 11 ayat 1 Undang-Undang Jaminan Fidusia yang menyatakan benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan6. Dalam prakteknya fidusia merupakan jaminan yang paling banyak diminati oleh masyarakat yang ingin melakukan perkreditan dengan jaminan sebagai jaminan kebendaan bergerak saat ini. Undang-undang tentang fidusia diatur dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-undang tersebut dinyatakan bahwa fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya diadakan tersebut tetap dalam penguasaan pememilik benda itu7. Jaminan fidusia semakin berkembang karena banyaknya debitur yang dalam hal melakukan perkreditan dimana dengan jaminan kredit yang masih ingin menggunakan jaminan tersebut. Dengan fidusia kepentingan debitur untuk meneruskan usahanya tetap diperhatikan dengan membiarkan barang jaminan

5 Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani, 2001, Jaminan Fidusia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 168.

6 Rachmadi Usman, 2009, Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 201. 7 Titik Triwulan Tutik, Op.Cit, hlm. 209.

(7)

tetap berada dalam penguasaannya. Untuk itulah masyarakat memilih lembaga fidusia untuk menjaminkan barangnya, karena dalam fidusia masyarakat masih bisa memiliki benda yang dijaminkan itu, dikarenakan jaminan fidusia tidak dapat dilepaskan dengan masalah perkreditan.

Namun demikian seringkali di dalam praktek proses pelunasan kredit di Lembaga Perkreditan Desa bagi masyarakat masih banyaknya pihak debitur yang tidak sempat melunasi piutangnya dikarenakan lalai atau ingakar janji yang dapat merugikan pihak kreditur hal ini dikarenakan jumlah pinjaman yang dipinjam oleh pihak debitur relatif besar sehingga dapat memacu wanprestasi. Akan tetapi dalam kenyataannya seringkali tidak semudah yang dibayangkan sebelumnnya karena ternyata banyak faktor yang dapat menyebabkan seorang debitur (nasabah) ingkar janji atau wanprestasi karena tidak dapat melunasi piutang yang cukup besar dalam peminjaman kredit. Wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) seseorang debitur dapat berupa empat macam yaitu tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana di janjikan, melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat, melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas sangat menarik untuk dikaji secara mendalam suatu karya ilmiah yang berjudul “PENYELESAIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI PADA LEMBAGA PERKREDITAN DESA ADAT MENGWI KABUPATEN BADUNG”

(8)

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan maslah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah prosedur pemberian kredit serta penerapannya dengan jaminan fidusia pada Lembaga Perkreditan Desa Adat Mengwi Kabupaten Badung?

2. Langkah-langkah apa yang ditempuh oleh LPD Desa Adat Mengwi Kabupaten Badung dalam hal debitur mengalami Wanprestasi?

1.3.Ruang Lingkup Masalah

Untuk memperoleh uraian yang lebih jelas, terarah dan sistematis, maka perlu diadakan pembatasan terhadap ruang lingkup masalah.Hal ini untuk menghindari adanya pembahasan yang menyimpang dari permasalahan yang dekemukakan. Agar tidak menyimpang atau melebar terkait dengan hal diatas maka permasalahan tersebut menyangkut pada permasalahan pertama yang akan dibahas mengenai prosedur pemberian kredit serta penerapannya dengan jaminan fidusia pada Lembaga Perkreditan Desa Adat Mengwi. Pada permasalah kedua akan dibahas mengenai langkah-langkah yang ditempuh pada Lembaga Perkreditan Desa Adat Mengwi Kabupaten Badung dalam hal debitur mengalami Wanprestasi.

(9)

1.4.Orisinalitas Penelitian

No Judul Penulis Rumusan Masalah

1 Skripsi : Wnprestasi Dalam Perjanjian Pembiayaan dengan Jaminan Fidusia menurut Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999

Wahyu Dwi Cahyanti, (Mahasiswa Fakultas Hukum Univiversitas Udayana Tahun 2007) 1. Apakah lembaga pembiayaan selaku kreditur dapat

mengeksekusi benda yang dipakai objek jaminan apabila terjadi

wanprestasi?

2. Apakah debitur tetap melaksanakan prestasi terhadap lembaga pembiayaan jika objek jaminan fidusia musnah atau hilang?

2. Skripsi : Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Hutang Piutang dengan Jaminan Fidusia yang Tidak Didaftarkan

I Gusti Agung Ngurah Thomas Wisnu, (Mahasiswa Program Ekstensi Fakultas Hukum Universitas Udayana Tahun 2009) 1. Bagaimana akibat hukum terhadap perjanjian hutang piutang dengan jaminan fidusia yang tidak didaftarkan?

2.Bagaimana penyelesaian hukumnya dalam hal pihak debitur wanprestasi dan

(10)

benda yang dibebani jaminan fidusia dialihkan kepada orang lain?

1.5.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penulisan usulan (outline) skripsi ini meliputi : a. Tujuan Umum

1. Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya pada bidang penelitian atau analisis kasus.

2. Sebagai wahana dalam melatih diri untuk belajar memecahkan masalah-masalah hukum yang dalam hal ini berkaitan dengan efektifitas mediasi berdasarkan aturan-aturan dan teori-teori yang didapatkan di dalam perkuliahan serta untuk perkembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum.

3. Sebagai sarana untuk memeperoleh data dalam rangka menyusun penulisan hukum sebagai syarat untuk memeperoleh gelar sarjana pada Fakultas Hukum Universitas Udayana.

b. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui lebih mendasar bagaimana prosedur pemberian kredit serta penerapan dengan menggunakan jaminan fidusia di LPD Desa Adat Mengwi Kabupaten Badung

2. Untuk mengetahui langkah-langkah apa saja yang diterapkan dalam hal debitur wanprestasi serta untuk mengetahui lebih mendalam

(11)

mengenai bagaimana penyelesaian kredit dengan Jaminan Fidusia di LPD Desa Adat Mengwi Di Desa Pekraman Mengwi.

1.6.Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis

Adapun manfaat teoritis dalam penulisan penelitian ini yaitu diharapkan dapat lebih memahami mengenai hubungan hukum dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat dalam kaitannya dalam pelaksanaan dan penyelesaian kredit baik bagi masyarakat dengan jaminan fidusia terhadap perjanjian kredit perbankan.

b. Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis yang di dapat dari penulisan ini yaitu, diharapkan dapat melatih mahaiswa untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah untuk dapat dijadikan dasar dalam pembetukan hukum agar mengikuti perkembangan yang terjadi di masyarakat di pedesaan atau gejala-gejala sosial masyarakat dan juga agar dapat memberikan informasi bagi masyarakat mengenai prosedur pemberian kredit, dan penerapannya agar sesuai dengan ketentuan undang-undang agar nantinya dapat kepastian hukum dalam suatu perjanjian yang mengatur tentang jaminan fidusia serta peran jaminan fidusia terhadap kredit perbankan khususnya Lembaga Perkreditan Desa Adat Mengwi.

(12)

1.7.Landasan Teoritis

Lembaga Perkreditan Desa (LPD) merupakan suatu bentuk lembaga ekonomi milik desa Pakraman. Sama halnya dengan Lembaga perkreditan Desa adat Mengwi yang merupakan Lembaga ekonomi milik warga Desa Pekraman Mengwi yang merupakan sumber daya keuangan dari warga desa adat Mengwi. Lembaga Perkreditan Desa adalah salah satu lembaga keuangan milik desa Pekraman yang menjalankan salah satu fungsi keuangan desa pekraman yaitu mengelola sumber daya keuangan milik desa Pakraman dalam bentuk simpan pinjam untuk keperluan pembiayaan kehidupan anggota masyarakat desa pekraman baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama dalam rangka pembangunan fungsi-fungsi sosial-kultural dan keagamaan masyarakat Desa Pakraman. Fungsinya dalam bentuk usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat desa serta sebagai penunjang kegiatan pembangunan desa.

Usaha-usaha LPD dilakukan dengan tujuan mendorong pembangunan ekonomi masyarakat desa melalui kegiatan menghimpun tabungan dan deposito dari Krama Desa, membrantas ijon, gadai gelap dan lain-lain yang dapat dipersamakan dengan itu, menciptakan pemerataan kesempatan kerja bagi Krama Desa, meningkatkan daya beli dan memperlancar lalulintas pembayaran dan peredaran uang di desa. LPD merupakan lembaga keuangan milik Desa Pakraman karena LPD merupakan bagian dari harta kekayaan desa yang memiliki potensi dalam meningkatkan perekonomian rakyat. LPD sama halnya dengan dunia perbankan yaitu sebagai penyedia dana pinjaman

(13)

bagi masyarakat, yang ditetapkan dalam Pasal 3 jo Pasal 6 huruf b dan Pasal 13 huruf b Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, tentang perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, bank sebagai penghimpun dana penyalur dana masyarakat, yang salah satu usahanya adalah memberikan kredit.

Kredit menurut Pasal 1 angka 12 Undang-undang Perbankan Tahun 1992 menyebutkan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara pihak bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan. Kredit dalam kegiatan perbankan merupakan kegiatan usaha yang paling utama, karena pendapat terbesar dari usaha bank berasal dari pendapat kegiatan usaha kredit yaitu berupa bunga dan deposito. Banyak pendapat dari para ahli yang memberikan pandangan mengenai pengertian kredit, namun pada dasarnya semua pendapat tersebut mengarah kepada suatu tujuan yang sama yaitu kepercayaan.

Pada prinsipnya kredit didasarkan atas kepercayaan, yang berarti bahwa kredit adalah pemberian kepercayaan oleh suatu bank sebagai pemberi kredit, dimana prestasi yang diberikan benar-benar sudah diyakini akan dapat dibayar kembali oleh si penerima kredit sesuai dengan syarat-syarat yang telah disetujui bersama. Selain itu dilihat dari pihak kreditur unsur yang penting dalam kegiatan kredit sekarang ini adalah untuk mengambil

(14)

keuntungan dari modalnya dengan mengharapkan kontraprestasi, sedangkan bagi debitur adalah adanya bantuan dari kreditur untuk menutupi kebutuhannya berupa prestasi yang diberikan oleh kreditur. Dalam prosedur pemberian kredit oleh Lembaga Perkreditan Desa sama halnya dengan Prosedur pemberian kredit Perbankan didalamnya harus terdapatnya unsur-unsur dalam pemberian kredit kepada calon peminjam kredit (debitur) serta Lembaga Perkreditan Desa juag menerapkan prinsip kehati-hatian dimana prinsip-prinsip ini yang sangat diperlukan dalam pengelolaan LPD yang sehat menyangkut ketentuan-ketentuan diantaranya mengatur kecakupan modal, batas pinjaman yang diberikan atau batas maksimum pemberian kredit, serta yang lainnya.

Prinsip-prinsip tersebut dimaksudkan nantinya agar pihak debitur mampu untuk melunasi semua hutang-hutangnya (baik jangka pendek maupun jangka panjang) maka pihak bank harus berhati-hati, dan harus menyelidiki dulu apakah sicalon peminjam (debitur) itu sungguh-sungguh dapat dipercaya (reilable), dan juga dapat diandalkan (bankable), cara menyelidiki dengan mengemukakan persyaratan yang dikenal dengan 5C yaitu meliputi Character (bahwa calon nasabah debitur memiliki watak, moral, dan sifat-sifat pribadi yang baik), Capital ( dalam hal ini bank harus terlebih dahulu melakukan penelitian terhadap modal yang dimiliki oleh pemohon kredit/ modal dasar si calon debitur), Capacity ( kemampuan si calon debitur mengelola kegiatan usahanya yang akan berjalan dengan baik dan memberikan keuntungan dalam jumlah dan jangka waktu yang telah

(15)

ditentuka), Collateral (jaminan untuk persetujuan pemberian kredit yang merupakan sarana pengaman atas resiko yang mungkin terjadi atas wanprestasinya nasabah di kemudian hari/ jaminan yang disediakan si calon debitur), dan Conition of Economy (kondisi perekonomian).

Guna mengurangi resiko kerugian dalam pemberian kredit, maka diperlukan jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan.8 Perjanjian kredit dengan jaminan fidusia dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata memberikan pengertian perjanjian dalam pasal 1313 KUHPer yang berbunyi sebagai berikut :

“Perjanjian adalah suatu perbuatan dimana suatu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”

Van Dune dalam buku Salim HS memberikan pendapat mengenai perjanjian yang menyatakan bahwa yang diartikan dengan perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum9. Menurut Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Azas-azas Hukum Perjanjian, dikatakan sebagai penggabungan antara dua orang atau dua pihak adalah suatu perhubungan hukum, yang berarti bahwa hak si berpiutang itu dijamin oleh hukum atau undang-undang

8 Muhamad Djumahana,1996,Hukum Perbankan di Indonesia, PT.Citra Aditya

Bakti,Bandung,hlm 246.

9 Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis, Cet II, Jakarta : Sinar Grafika Offset, hlm

(16)

10

. Perjanjian simpan pinjam kredit di LPD juga menganut sistem terbuka. Hukum perjanjian memberikan kebebasan yang luas kepada pihak-pihak yang mengkaitkan diri pada perjanjian sepanjang tidak bertentangan dengan norma dan hukum sistem terbuka dalam perjanjian diatur dalam pasal 1338 ayat (1) KUP Perdata sebagai berikut :

“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”

Untuk mengetahui sahnya perjanjian menurut pasal 1320 KUH Perdata diperlukan 4 (empat) syarat yaitu : sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, cakap untuk membuat suatu perjanjian, mengenai suatu hal, dan suatu sebab yang halal. Penyelesaian wanprestasi pada perjanjian kredit mengikuti aturan hukum perjanjian pada umumnya. Dalam hukum perjanjian penyelesaian perjanjian atau hapusnya perjanjian disebabkan karena apabila si berpiutang (debitur) tidak melakukan apa yang dijanjikan, maka dikatakan ia melakukan wanprestasi, ia alpa atau lalai atau ingkar janji, atau juga ia melanggar perjanjian bila ia melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak boleh dilakukannya.

Dalam Ketentuan Pasal 1 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan adalah :

“Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.

10Wirjono Prodjodikoro, 1978, Azas-azas Hukum Perjanjian, Penerbit PT Pembimbing

(17)

Dalam bunyi pasal dalam Undang-undang Perbankan yang mengatur mengenai masalah jaminan yaitu Pasal 24 ayat (1) Undang-undang nomor 1967 tentang Perbankan “bank umum tidak memberikan kredit tanpa jaminan kepada siapapun juga”. Pasal 8 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menyebutkan “dalam memberikan kredit bank umum wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan”. Dalam Pasal 8 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menyebutkan pula :

“Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan diperjanjikan”.

Dalam Pasal 8 Undang-undang tersebut yang menyebutkan bahwa kredit yang diberikan oleh bank mengandung resiko sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Untuk mengurangi resiko tersebut, jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk itulah jaminan tersebut sangat penting karena jaminan adalah suatu perikatan antara kreditur dengan debitur, dimana memperjanjikan sejumlah hartanya untuk pelunasan utang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku apabila waktu yang ditentukan terjadi kemacetan pembayaran utang si debitur.

(18)

Dalam pemberian kredit pastilah adanya suatu jaminan dalam melakukan suatu perjanjian untuk medapatkan pinjaman kredit yaitu dengan adanya jaminan. Jaminan Fidusia sering diketahui dalam penerapannya di masyarakat masih belum sesuai dengan undang-undang. Lembaga fidusia yang selama ini digunakan mempunyai sifat sederhana, mudah dan cepat tetapi di lain pihak lembaga itu dianggap tidak menjamin adanya kepastian hukum dimana dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia dibuat agar tidak terjadi kerancuan mengenai penyatuan jaminan fidusia ini, objek jaminan fidusia adalah meliputi benda bergerak dan benda tidak bergerak, benda yang tidak bergerak yang dimaksud adalah bangunan yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan yaitu bangunan atas milik orang lain. Serta dalam objek jaminan fidusia dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Pasal 11 ayat 1 menyatakan benda yang ddibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan.

Dalam hal-hal yang mengakibatkan debitur wanprestasi pastilah adanya kelalaian yang tidak terpenuhinya atau belum sempat untuk melunasi utang-piutang debitur kepada kreditur. Dimana dalam pengertiannya Wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) seorang debitur dapat berupa empat macam yaitu tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana di janjikan, melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat, dan melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. Terhadap kelalaian debitur sebagai pihak yang wajib melakukan sesuatu diancam beberapa sanksi atau hukuman. Hukuman atau akibat-akibat yang tidak enak bagi debitur yang

(19)

lalai ada 4 (empat) macam yaitu : membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau dengan singkat dinamakan ganti-rugi, pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian, membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di depan hakim 11.

Adapun akibat hukum bagi debitur yang mengalami wanprestasi adalah debitur diwajibkan membayar ganti kerugian yang telah diderita oleh kreditur (Pasal 1423 KUHPerdata), apabila perikatan itu timbal balik, kreditur dapat menuntut pemutusan atau pembatalan perikatan melalui hakim (Pasal 1266 KUHPerdata), dalam perikatan untuk memberikan sesuatu, resiko beralih kepada debitur sejak terjadi wanprestasi (Pasal 1237 ayat (2) KUHPerdata), debitur diwajibkan memenuhi perikatan jika masih dapat dilakuka, atau pembatalan disertai pembayaran ganti kerugian, (Pasal 1267 KUHPerdata) debitur wajib membayar ganti perkara jika diperkarakan di muka pengadilan Negeri, dan debitur dinyatakan bersalah 12.

1.8. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian yang bersifat empiris yaitu penelitian hukum empiris dilakukan dengan cara melakukan penelitian langsung ke lapangan untuk mendapatkan fakta dan konsep penyelesaian sengketa yang sesuai dengan permasalahan yangdi bahas dalam usulan penelitian ini, yang kemudian di tambah dengan data lapangan dan data kepustakaan. Perlunya penelitian hukum empiris ini adalah karena beranjak dari adanya kesenjangan antara

11

Subekti, Hukum Perjanjian, Op.Cit, hlm. 45.

12 Abdulkadir Muhamad, 1993, Hukum Perdata Indonesia, Penerbit PT. Citra Aditya

(20)

peraturan hukum dengan kenyataan yang terjadi di lapangan pada umumnya yang berkaitan dengan permasalahn dalam penelitian ini. 2. Jenis Pendekatan

Dalam penelitian ini nantinya akan menggunakan pendekatan perundang-undangan (The Statute Approach), pendekatan fakta (The Fact Approach), dan pendekatan perbandingan (Comprative Approach). Dimana dalam penelitian ini mengguankan pendekatan-pendekatan tersebut tujuannya agar nantinya dalam melakukan penelitian sudah sesuai dengan kenyataan yang terjadi di lapangan pada umumnya yang berkaitan dengan permasalahn dalam penelitian ini pada Lembaga Perkreditan Desa di Desa Adat Mengwi.

3. Sifat Penelitian

Sifat penelitianini secara umum menggunakan penelitian deskriptif didalamnya terdapat pada penelitian ilmu hukum yang bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu untuk menentukan penyebaran suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Agar nantinya dalam ketentuan peraturan dan norma-norma hukum yang berlaku di masyarakat dapat dijalani dan dipatuhi bagi masyarakat serta berfungsinya hukum dalam ruang lingkup masyarakat untuk dipatuhi dan dijalani agar nantinya tidak terjadinya perbuatan melawan hukum.

(21)

4. Sumber Data

Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis empiris maka data yang dibutuhkan adalah data primer dan data sekunder.

a) Data primer adalah data empiris yang diperoleh langsung dari hasil penelitian di lapangan. Seperti menyangkut lokasi penelitian yaitu tempat dilakukannya penelitian, untuk mendapatkan data lapangan yaitu di LPD Desa Adat Mengwi Kabupaten Badung.

b) Sumber data sekunder yaitu terdiri dari :

1) Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang terdiri dari KUH Perdata, KUH Dagang, Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998, Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2002 tentang LPD (Lembaga Perkreditan Desa).

2) Bahan hukum sekunder yang terdiri dari literatur-literatur, buku-buku, dan jurnal yang ditulis oleh para ahli dan dokumen-dokumen yang berkenan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan teknik pengumpulan bahan hukum yaitu menggunakan teknik pengumpulan bahan hukum yaitu studi dokumen dan wawancara nantinya yaitu :

(22)

a. Studi dokumen yaitu dengan jalan membaca, mencatat hal-hal penting yang mengklasifikasikan atas dokumen-dokumen atau bahan-bahan hukum yang diteliti.

b. Untuk data lapangan dengan mewawancarai para informan dan responden yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diwawancarai dalam penelitian ini.

6. Teknik Penentuan Sampel Penelitian a. Populasi

Populasi adalah seluruh objek atau seluruh gejala atau unit yang akan diteliti. Oleh karena itu populasi biasanya sangat besar dan luas maka kerap kali tidak mungkin untuk meneliti seluruh populasi itu tetapi cukup diambil sebagian saja untuk diteliti sebagai sampel yang memberikan gambaran objek penelitian secara tepat dan benar. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pihak yang terkait dalam penelitian penyelesaian kredit dengan jaminan fidusia dalam hal debitur mengalami wanprestasi di LPD Desa Adat Mengwi. Mengingat banyaknya populasi akan diteliti secara keseluruhan

Teknik penentuan sampel penelitian menggunakan Teknik Non Probability Sampling, untuk itu akan diambil sampel dari populasi secara Purposive Sampling yaitu penarikan sampel dilakukan berdasarkan tujuan tertentu yaitu sampel dipilih atau ditentukan sendiri oleh peneliti, yang mana penunjukan dan pemilihan sampel didasarkan

(23)

pertimbangan bahwa sampel telah memenuhi kriteria dan sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri utama dari populasinya.

b. Sampel

Dalam teknik penentuan sampel dalam penelitan ini dilakukan dengan Porpusive Sampling yaitu untuk menentukan tempat untukmelakukan penelitian untuk mencari sumber data yaitu baik dari pihak responden yaitu pihak LPD Desa Adat Mengwi dimana dilakukan berdasarkan tujuan tertentu sampel ditentukan atau dipilih sendiri oleh peneliti yang mana penunjukan dan pemilihan sampel didasarkan pertimbangan bahwa sampel telah memenuhi kriteria dan sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri utama dari populasinya. Dalam penelitian ini yang ditetapkan sebagai sampel penelitian yaitu :

1. Pimpinan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Mengwi Kabupaten Badung

2. Bagian Kredit Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Mengwi Kabupaten Badung

3. Kariyawan Bagian Kredit dari LPD Desa Adat Mengwi Kabupaten Badung

4. Debitur yang mengalami Wanprestasi pada LPD Desa Adat Mengwi kabupaten Badung

(24)

7. Teknik Pengolahan dan Teknik Analisis

Dalam teknik analisis bahan hukum menggunakan teknik Analisis Kualitatif yang menentukan kualitas hasil penelitian yaitu dengan analisa data. Data yang telah diperoleh setelah melewati mekanisme pengolahan data, kemudian ditentukan jenis analisanya agar nantinya data yang terkumpul tersebut lebih dapat dipertanggung jawabkan. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, sedangkan data yang terkumpul bersifat kualitatif, maka dalam penulisan ini adalah menggunakan analisis kualitatif. Pendekatan kualitatif dalam penelitian ini didefenisikan sebagai suatu tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden di Lembaga Perkreditan Desa di Desa Adat Mengwi kemudian disusun kembali secara sistematis sehingga mendapatkan kesimpulan tentang permasalahan hukum dalam penelitian ini.

Referensi

Dokumen terkait

Terlaksananya kegiatan  peningkatan kapasitas  pelayanan administrasi  kependudukan  pemerintah kota  setidaknya diikuti 20 ...

2) Menyatakan ketentuan Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan

pendidikan, sedangkan maturasionisme menekankan pengetahuan yang berkembang sesuai dengan usia, sementara konstruktivisme menekankan perkembangan konsep dan pengertian yang

Dari hasil pengujian yang dapat dilihat dari Tabel 4.11 diatas tahap pengujian yang menunjukkan rata-rata nilai error terkecil adalah pada percobaan jumlah

Pengaruh word of mouth terhadap loyalitas pelanggan melalui kepuasan pelanggan Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara tidak langsung word of mouth berpengaruh signifikan dan

Informasi yang lebih rinci untuk masing-masing fungsi tersedia pada bab lain dalam panduan ini, atau di layar HP Image Zone Help [Bantuan HP Image Zone] yang menyertai perangkat

Ini berarti bahwa : variabel kredibilitas pegawai dapat menjelaskan setiap variasi perubahan kepuasan masyarakat sebesar 0,147 dengan asumsi bahwa variabel lainnya

SNV mengembangkan teknologi mengubah limbah menjadi energi untuk industri kecil dan rumah tangga di sektor tahu, singkong, kelapa dan sawit.. SNV memperkenalkan teknologi ini