3.
METODOLOGI
3.1Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan September 2009. Pembuatan surimi dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Perikanan Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan (BBP2HP) Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), Muara Baru-Jakarta Utara; uji lipat dan uji gigit gel ikan bertempat di Laboratorium Organoleptik; pengujian pH, analisis total volatile base nitrogen (TVBN), analisis proksimat dan protein larut garam (PLG) bertempat di Laboratorium Biokimia Hasil Perikanan; pengujian
total plate count (TPC) surimi bertempat di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perikanan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, IPB. Pengujian kekuatan gel, derajat putih dan water holding capacity
(WHC) bertempat di Laboratorium Biokimia Pangan, Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.
3.2Alat dan Bahan
Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian ini dapat dibagi menjadi peralatan yang digunakan untuk membuat surimi dan peralatan untuk analisis.
Peralatan yang digunakan untuk membuat surimi antara lain: cool box, wadah air
(teris), pisau, talenan, mesin pemisah daging-tulang (meat-bone separator), pelumat daging (grinder) elektrik, food processor, press hydraulic, saringan kain kasa, plastik poliethylene (PE), termokopel digital, timbangan digital dan water bath. Peralatan yang digunakan untuk analisis mutu surimi antara lain: kjeltec system, oven, tanur, desikator, pH-meter digital, cawan conway, sentrifuse dingin,
Rheoner jenis RE-3305, pengepres hidraulik, whiteness meter, timbangan analitik dan peralatan gelas lainnya.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dibagi menjadi: bahan-bahan untuk pembuatan surimi dan analisis karakteristik surimi. Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan surimi adalah: ikan lele dan ikan nila, garam, sukrosa, sorbitol, NaHCO3, air dan es curai. Bahan-bahan kimia yang
diperlukan untuk analisis proksimat, total volatile base nitrogen (TVBN), total plate count (TPC), pH dan protein larut garam (PLG). Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah: K2SO4, CuSO4, H2SO4, H3BO3, H2O2, kloroform, indikator
(bromchresol green, methyl red, bromthymol blue), NaOH, HCl, NaCl, buffer pH 4 dan 7, TCA, K2CO3, garam fisiologis dan PCA.
3.3Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan, yaitu:
1) Penelitian pendahuluan: analisis karakteristik fisika-kimia bahan baku
(rendemen daging lumat, proksimat, pH dan kadar TVBN), penentuan frekuensi pencucian untuk mendapatkan surimi terbaik dan dilakukan pengkomposisian terhadap kedua surimi (ikan lele dumbo dan ikan nila hitam) terbaik untuk mendapatkan komposisi surimi dengan nilai kekuatan gel tertinggi.
2) Penelitian utama: penyimpanan surimi hasil pengkomposisian terbaik pada
suhu dingin (chilling) untuk dipelajari perubahan karakteristik fisika, kimia dan mikrobiologi selama penyimpanan.
3.3.1Penelitian pendahuluan
Penelitian pendahuluan ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik fisika dan kimia bahan baku, mencari jumlah pencucian daging lumat untuk menghasilkan mutu surimi yang terbaik, serta mencari kombinasi komposisi pencampuran surimi terbaik antara ikan lele dumbo dan ikan nila hitam. Hasil dari penelitian pendahuluan ini digunakan pada tahap penelitian utama.
Dalam penelitian ini digunakan dua jenis ikan air tawar yaitu ikan lele dumbo dan ikan nila hitam. Ikan-ikan tersebut diperoleh dari pembudidaya di Kabupaten Bogor. Ikan dalam keadaan hidup dibawa ke Laboratorium Pengolahan Hasil Perikanan BBP2HP Departemen Kelautan dan Perikanan Muara Baru-Jakarta Utara. Ikan-ikan tersebut masing-masing ditimbang untuk mengetahui berat utuh ikan tersebut, kemudian disiangi untuk membersihkan kulit, kepala dan isi perut. Selanjutnya daging ikan tersebut dicuci dengan air dingin untuk menghilangkan darah dan kotoran. Kemudian daging ikan tersebut
dimasukkan kedalam mesin meat-bone separator secara bergantian untuk memisahkan daging dengan tulang, yang akhirnya didapatkan daging lumat ikan
lele dumbo dan ikan nila hitam dari hasil pemisahan tersebut. Dalam mesin meat
-bone separator, daging ikan akan terjepit diantara sabuk berjalan (belt conveyor) dan silinder berpori. Daging ikan hancur (menjadi daging lumat) karena terjepit dan masuk kedalam pori-pori, sedangkan kulit dan tulang terpisah dan dibuang melalui pembuangan. Dihitung nilai rendemen berat daging lumat dari kedua jenis ikan yang digunakan. Selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap karakteristik kimia daging lumat dari kedua jenis ikan tersebut. Pengamatan yang dilakukan adalah analisis proksimat (kadar air, abu, lemak dan protein kasar) dan analisis kesegaran (nilai pH dan kadar TVBN).
Pada kedua jenis daging ikan tersebut dilakukan proses pencucian sebanyak tiga kali (1, 2 dan 3). Perbandingan air dan daging yang digunakan adalah 4:1, dilakukan selama 10 menit, suhu dingin (suhu < 10 ºC) dan dengan agitasi. Pencucian pertama untuk ikan lele dumbo dilakukan penambahan natrium
bikarbonat (NaHCO3) sebanyak 0,5 % dan diaduk selama ±10 menit. Setelah itu,
daging disaring dengan kain kasa dan dipress menggunakan press hydraulic untuk
mengeluarkan airnya, kemudian daging ditimbang. Selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap nilai protein larut garam, pH dan kekuatan gel. Diagram alir penelitian pendahuluan ditunjukkan pada Gambar 4.
Setelah mengetahui frekuensi pencucian terbaik, maka surimi terbaik dari ikan lele dumbo dan ikan nila hitam dikomposisikan dengan jumlah pengkomposisian yang telah ditetapkan pada Tabel 5. Pengkomposisian terhadap
kedua jenis surimi dilakukan dengan menggunakan food processor sehingga
dihasilkan pasta surimi yang homogen.
Tabel 5. Rasio pengkomposisian surimi terbaik ikan nila dan ikan lele
Rasio Pengkomposisian
Surimi Ikan Nila Surimi Ikan Lele
N1L1 1 1
N1L2 1 2
Gambar 4. Diagram alir penelitian pendahuluan
(Modifikasi metode Nauli 2008)
Penimbangan
Preparasi (pembuangan sisik, sirip, ekor, jeroan dan kepala) Preparasi (pembuangan sisik,
sirip, ekor, jeroan dan kepala)
Pemisahan daging dan tulang dengan meat bone separator
Ikan nila hitam
Penimbangan
Pencucian
Pemisahan daging dan tulang
Pelumatan
Daging lumat Analisis TVBN, pH, dan proksimat
Penimbangan
Pencucian dengan air dingin (1:4)
Frekuensi 1, 2, 3 kali
Penyaringan dan pengepresan
Surimi
Analisis protein larut garam, pH dan kekuatan gel Ikan lele dumbo
Penambahan 0,5% NaHCO3 pada pencucian pertama daging lumat ikan lele dan dilakukan agitasi ± 10 menit
Surimi hasil pengkomposisian selanjutnya dilakukan analisis kekuatan gelnya, yaitu dibuat dalam bentuk kamaboko dengan tahapan proses sebagai berikut: pertama-tama daging ditambahkan 2,5 % NaCl dan ditambahkan sedikit air dingin, kemudian dilakukan pemanasan (setting) pada suhu 40 oC selama 20 menit, kemudian perebusan (cooking) pada suhu 90 oC selama 20 menit. Kombinasi komposisi terpilih akan digunakan pada tahap penelitian utama. Diagram alir proses pengkomposisian surimi dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Diagram alir pengkomposisian surimi (Modifikasi metode Yasin 2005)
Surimi ikan nila hitam terbaik
Surimi ikan lele dumbo terbaik
Surimi komposisi terbaik
Analisis kekuatan gel
Pencampuran menggunakan food processor
nila : lele ( 1:1 ) nila : lele ( 1:2 ) nila : lele ( 2:1 ) Pencampuran Penambahan 2,5% NaCl (b/b)
Pencetakan dalam selongsong
Perebusan pada suhu 40 ºC (20 menit) dan 90 ºC (20 menit)
3.3.2Penelitian utama
Pada tahap ini dilakukan penyimpanan surimi, yaitu surimi terbaik hasil
pengkomposisian pada suhu dingin (4-5 oC). Penyimpanan surimi dilakukan
dengan tahapan sebagai berikut: surimi yang akan disimpan, ditimbang sebanyak
200 g ditambahkan cryoprotectant (4% sukrosa, 4% sorbitol dan 0,2-0,3% STPP)
(Zhou et al. 2006), kemudian dimasukkan kedalam plastik poliethylene (PE) dan
ditutup rapat. Diagram alir penyimpanan dingin pada penelitian utama ditunjukkan pada Gambar 6.
Gambar 6. Diagram alir penelitian utama (Modifikasi metode Yasin 2005)
Penambahan cryoprotectan (campuran 4% sukrosa, 4% sorbitol, dan 0,2-0,3% STPP)
Surimi penyimpanan
Analisis derajat putih, kekuatan gel, WHC, uji lipat dan uji gigit, PLG, TVBN, pH, total plate count (TPC)
Surimi komposisi terbaik (200 g)
Penyimpanan suhu dingin (suhu 4-5 °C) selama 10 hari Pemasukan dalam plastik poliethylene
(PE) dan ditutup rapat
Pengamatan pada hari ke-8 Pengamatan pada hari ke-10 Pengamatan pada hari ke-0 Pengamatan pada hari ke-4 Pengamatan pada hari ke-2 Pengamatan pada hari ke-6
Selanjutnya surimi tersebut disimpan pada suhu dingin (suhu 4-5 °C) selama (10) sepuluh hari. Pengamatan terhadap perubahan karakteristik surimi dilakukan pada penyimpanan hari ke 0, 2, 4, 6, 8 dan 10 hari. Parameter yang dianalisis meliputi: nilai total volatile base nitrogen (TVBN), nilai pH, kadar air,
kadar PLG, total mikroba, derajat putih, water holding capacity (WHC), kekuatan
gel, uji lipat dan uji gigit.
3.4Prosedur Analisis 3.4.1Uji fisik
Uji fisik yang dilakukan meliputi nilai rendemen, uji lipat, uji gigit, WHC
(Water Holding Capacity), kekuatan gel dan derajat putih.
(a) Rendemen (SNI 01-2346-2000)
Rendemen adalah persentase bobot bagian tubuh ikan yang diambil dibandingkan dengan bobot ikan awal. Perhitungan rendemen adalah:
Rendemen (%) = 100% (g) utuh ikan bobot (g) lumat daging berat ×
(b) Uji lipat (folding test) (Suzuki 1981)
Uji lipat dilakukan terhadap gel ikan dengan cara sampel diiris setebal 3-5 mm, kemudian ditekan diantara ibu jari dan telunjuk dengan menggunakan panelis semi terlatih. Selanjutnya sampel tersebut dilipat untuk diamati adanya kerekatan gel. Kriteria mutu uji lipat disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Kriteria mutu uji lipat
Mutu Kondisi Sampel
5 (AA) Tidak retak setelah dua kali pelipatan
4 (A) Tidak retak setelah pelipatan pertama
3 (B) Retak berangsur-angsur saat pelipatan pertama
2 (C) Retak segera setelah pelipatan pertama
1 (D) Retak saat ditekan dengan jari
(c) Uji gigit (teeth cutting test) (Suzuki 1981)
Uji gigit dilakukan terhadap gel ikan dengan cara sampel diiris 5 mm. Pengujian dilakukan dengan menggigit sampel antara gigi seri atas dan gigi seri bawah. Kriteria mutu uji gigit disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Kriteria mutu uji gigit
Nilai Sifat kekenyalan (springness)
10 Amat sangat kuat
9 Sangat kuat
8 Kuat
7 Cukup kuat
6 Dapat diterima
5 Dapat diterima, sedikit kuat
4 Lemah
3 Cukup lemah
2 Sangat lemah
1 Tekstur seperti bubur tidak ada kekuatan
Sumber: Suzuki (1981)
(d) Water holding capacity (WHC) (Grau dan Hamm 1972 dalam Faridah et al.
2006)
Prinsip pengujian daya ikat air (WHC) adalah pengepresan pada tekanan tertentu, air bebas yang terdapat pada daging atau bahan dilepaskan ke kertas saring yang digunakan untuk pengepresan. Cairan yang terpisah membentuk lingkaran pada kertas saring antara air yang terikat dengan air bebas yang dilepaskan akibat perlakuan pengepresan, berbanding terbalik dengan kemampuan bahan untuk mengikat air bebas sebagai akibat dari perlakuan pengepresan atau berbanding terbalik dengan WHC atau daya ikat airnya.
Sampel sebanyak 0,3 g diambil dan ditempatkan di atas kertas saring dan ditutup dengan penutupnya. Setelah itu diletakkan pada alat pengepres hidrolik dan ditekan sampai 200 bar atau 200 kg/cm2 selama 5 menit. Luasan lingkaran dari daging diukur, begitu pula luasan lingkaran luar yang terbentuk oleh air. Luasan lingkaran yang terbentuk oleh air bebas merupakan pengurangan dari luasan lingkaran luar dengan luasan lingkaran dalam.
Kriteria umum yang digunakan adalah jika luasan lebih kecil dari 6 cm2, maka hanya sekitar 25 % air bebas yang dilepaskan pada waktu pengepresan yang berarti daya ikat airnya tinggi, jika luasannya 6-8 cm2 maka daya ikat airnya sedang dan jika luasan air bebasnya lebih dari 8 cm2 maka daya ikat airnya rendah. Perhitungan luasan air bebas adalah sebagai berikut:
Jumlah air bebas (mg) = 8
0,0948 ) (cm bebas air lingkaran Luas 2 −
Jumlah air sampel = kadar air (%) x berat sampel (mg)
WHC dihitung menggunakan rumus:
WHC (%) = x 100% sampel air jumlah bebas air jumlah -sampel air Jumlah
(e) Kekuatan gel (Shimizu et al. 1992 yang dimodifikasi dalam Yasin 2005)
Sejumlah 90 g surimi ditambahkan NaCl sebesar 2,5 % (b/b) dari berat surimi. Adonan tersebut diaduk hingga merata pada food processor, sampai
dihasilkan pasta surimi. Kemudian dimasukkan ke dalam stuffle dan dicetak pada
selongsong dengan diameter 25-35 mm dan tinggi 45 mm untuk direbus dengan dua tahap perebusan yaitu tahap pertama pada suhu 40 °C selama 30 menit dan tahap kedua pada suhu 90 °C selama 30 menit. Selanjutnya sampel didinginkan pada suhu dingin (4-5 °C) selama 5 menit lalu didiamkan pada suhu ruang (30 °C) selama 12-24 jam sebelum diuji, dengan maksud untuk mendapatkan suhu yang sama dengan suhu ruang karena pengujian kekuatan gel dilakukan pada suhu ruang.
Kekuatan gel (gel strength) diukur dengan menggunakan alat Rheoner
jenis RE-3305. Sampel dengan panjang 2,5 cm diukur nilai kekuatan gelnya
dengan menggunakan probe yang berdiameter 5 mm yang terbuat dari bahan
plastik dan kecepatan pengukuran sebesar 0,5 mm/s. Dengan alat ini, kekuatan gel ditetapkan dalam g cm dan dihitung dengan menggunakan rumus:
(f) Derajat putih (Kett electric Laboratory 1981 dalam Yasin 2005)
Uji derajat putih surimi berbasis multi-spesies ini menggunakan alat dengan sistem hunter. Produk yang akan diukur derajat putihnya dicari warna dasarnya terlebih dahulu dengan cara mencocokkan warna sampel dengan atribut
warna yang ada pada alat Whiteness Meter. Setelah diketahui nilai kecerahannya,
kemudian sampel produk diletakkan pada alat penembak. Dengan cara menekan tombol pada penembak, maka akan terlihat notasi angka yang menggambarkan penyerapan warna dasar produk yang dianalisis.
Prinsip kerjanya adalah pantulan sinar lampu yang difilter kemudian mengenai sampel dan dipantulkan ke fotometer yang dihubungkan dengan monitor skala (0-100 %). Banyaknya pantulan sinar lampu yang dapat diteruskan ke fotometer dibaca pada skala sebagai persentase derajat putih.
3.4.2Uji kimia
Uji kimia yang dilakukan terhadap daging lumat dan surimi ikan lele dumbo dan nila adalah kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, nilai pH, protein larut garam (PLG) dan total volatile base nitrogen (TVBN).
(a) Nilai pH (Suzuki 1981)
Sebelum melakukan pengukuran, pH meter harus dikalibrasi terlebih
dahulu, dengan cara mencelupkan batang probe pada buffer pH 4 lalu dicelupkan
kembali pada buffer pH 7. Analisis sampel dilakukan dengan cara menimbang 5 g
sampel kemudian dihomogenkan dalam 45 ml akuades dingin. Setelah homogen diukur pH-nya dengan pH meter. Pengukuran menggunakan pH meter digital merk inoLAB. Pengujian dilakukan sebanyak dua kali ulangan.
(b) Protein Larut Garam (PLG) (Saffle dan Galbraeth 1964 dalam Nauli 2009)
Sampel sebanyak 5 gram ditambahkan 50 ml larutan NaCl 5% kemudian dihomogenkan dengan waring blender selama 2-3 menit, suhu dijaga agar tetap rendah. Setelah itu disentrifugasi pada 3400 x G selama 30 menit dengan suhu sebesar 10 °C. Selanjutnya disaring menggunakan kertas saring Whatman no 1.
filtrat dianalisis kandungan proteinnya dengan menggunakan metode semimikro Kjeldahl. Perhitungan kadar protein larut garam adalah:
Kadar PLG (%) = 100% 1000 x (g) W 6,25 x FP x 14,007 x HCl N x ) B -A ( × Keterangan: A = ml titrasi HCl sampel B = ml titrasi HCl blanko W = berat sampel (g)
(c) Uji kadar air (Apriyantono et al. 1989)
Pengukuran kadar air dilakukan menggunakan oven pada
suhu 100 - 102 °C. Cawan kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Sampel yang sudah homogen ditimbang dengan cepat kurang lebih 5 gram dalam cawan. Tutup cawan diangkat dan cawan berisi isi dan tutupnya ditempatkan dalam oven selama 6 jam. Kontak antara cawan dengan dinding oven dihindari. Selanjutnya, cawan didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Perhitungan kadar air dilakukan sebagai berikut:
Kadar air (% bb) = 100%
W1 W3
×
Keterangan:
Berat sampel (gram) = W1
Berat sampel setelah dikeringkan (gram) = W2 Kehilangan berat (gram) W3 = (W1-W2)
(d) Uji kadar abu total (Apriyantono et al. 1989)
Abu dalam bahan pangan ditetapkan dengan menimbang sisa mineral hasil pembakaran bahan organik pada suhu sekitar 550 °C. Cawan pengabuan disiapkan, kemudian dibakar dalam tanur, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel sebanyak 3-5 gram ditimbang dalam cawan, kemudian diletakkan dalam tanur pengabuan, dibakar sampai abu berwarna abu-abu atau sampai beratnya tetap. Sebelum masuk tanur, sampel yang ada dalam cawan dibakar dahulu pada pembakar gas sampai asapnya habis. Pengabuan dilakukan
dalam 2 tahap: pertama pada suhu sekitar 400 °C dan kedua pada suhu 550 °C. Setelah didapat berat yang tetap, abu dalam cawan didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perhitungan kadar abu dilakukan sebagai berikut:
Kadar abu (%) = 100% (gram) sampel Berat (gram) abu Berat ×
(e) Uji kadar protein (Apriyantono et al. 1989)
Penentuan kadar protein dilakukan berdasarkan metode Kjeldahl. Prinsip analisis protein dengan metode Kjeldahl meliputi destruksi, destilasi dan titrasi. Pada tahap destruksi, sampel ditimbang sebanyak 0,5-1 gram kemudian satu buah tablet kjelteb dimasukkan ke dalam tabung tersebut. Selanjutnya ditambahkan larutan H2SO4 pekat (98%) sebanyak 2 ml. Tabung berisi larutan tersebut
diletakkan pada alat pemanas dengan suhu 430 °C. Destruksi dilakukan hingga larutan menjadi bening. Hasil destruksi didinginkan dan diencerkan dengan 15 ml akuades.
Tahap destilasi dimulai dengan persiapan alat kjeltec system. Persiapan dilakukan dengan menyalakan kran air dan melakukan pengecekan terhadap alkali dan air dalam tangki. Tabung dan erlenmeyer yang berisi akuades diletakkan pada tempatnya dan dihubungkan dengan selang, selanjutnya pintu pengaman tabung ditutup rapat. Kemudian tombol alkali ditekan sampai lampu berhenti
menyala kemudian tombol steam ditekan. Sampel yang telah didestruksi
ditambahkan 8-10 ml NaOH pekat. Destilasi dilakukan sampai volume larutan dalam erlenmeyer mencapai 200 ml yang berisi larutan H3BO3 25 ml dan
indikator bromchresol green dan methyl red.
Titrasi dilakukan pada sampel yang telah didestilasi dengan meneteskan HCl 0,1 N dari buret. Titrasi dilakukan hingga warna larutan sampel berubah menjadi abu-abu. Volume HCl yang digunakan dicatat. Perhitungan kadar protein dilakukan sebagai berikut:
Kadar protein (%) = N (%) x faktor konversi
N (%) = 100% sampel mg 14 x HCl N x B) -(A ×
Keterangan :
A = ml titrasi sampel
B = ml titrasi blanko
Faktor konversi = 6,25
(f) Uji kadar lemak (Apriyantono et al. 1989)
Kadar lemak ditentukan dengan metode ekstraksi Soxhlet. Prinsipnya lemak diekstrak dengan pelarut dietil eter. Setelah pelarutnya diuapkan, lemaknya dapat ditimbang dan dihitung persentasenya.
Labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ekstraksi Soxhlet yang akan digunakan, dikeringkan dalam oven, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel yang sudah dihomogenkan ditimbang sebanyak 5 gram. Dibungkus dalam kertas saring dan dimasukkan ke dalam selongsong lemak. Selongsong sampel ditutup dengan kapas bebas lemak.
Pelarut dietil eter dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya, sesuai
dengan ukuran Soxhlet yang digunakan. Refluks dilakukan selama minimal 5 jam
sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi dan ditampung pelarutnya. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105 °C. Setelah didapatkan berat yang tetap, lemak dalam labu tersebut didinginkan dalam desikator. Selanjutnya lemak beserta labunya ditimbang dan dihitung kadar lemaknya. Perhitungan kadar lemak dilakukan sebagai berikut:
Kadar lemak (%) = 100% (gram) sampel Berat (gram) lemak Berat ×
(g) Uji Total Volatile Base Nitrogen (TVBN) (AOAC 1995)
Prinsip dari pengujian terhadap kadar TVBN contoh adalah senyawa basa volatil (amonia, mono-, di-, trimetilamin dan lain-lain) yang terdapat pada sampel yang bersifat basa diuapkan, senyawa-senyawa tersebut diikat oleh asam borat dan dititrasi dengan HCl 0,02 N.
Penentuan TVBN dilakukan menggunakan metode conway, pertama-tama
ditambahkan 75 ml larutan TCA 7 % lalu diaduk sampai homogen dan disaring untuk mendapatkan filtrat yang bening.
Sebanyak 2 ml H3BO3 2 % dimasukkan ke dalam inner chamber cawan conway dan 1 ml filtrat ke outer chamber sehingga kedua macam larutan bercampur di outer chamber. Sebelum cawan ditutup, pinggir cawan diolesi
vaselin agar penutupan sempurna. Pada posisi hampir menutup ditambahkan
K2CO3 1:1 (b/v) ke dalam outer chamber sebanyak 1 ml kemudian cawan conway
segera ditutup.
Blanko dikerjakan dengan mengganti filtrat dengan 7 % TCA dengan prosedur yang sama seperti diatas. Setelah itu, diinkubasi pada suhu 35 ºC selama 24 jam, selanjutnya larutan asam borat yang mengandung sampel atau tidak (blanko) ditetesi 2 tetes indikator (methyl red 0,1 % dan bronthymol blue 0,1 % dengan perbandingan 2:1). Kemudian dititrasi dengan larutan HCl sambil diaduk sehingga warnanya menjadi pink. Kadar TVBN dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Kadar TVBN (mg N/100g) = sampel Berat 100 x FP x 14,007 x NHCl x j) -(i Keterangan: i = ml titrasi blanko j = ml titrasi contoh FP = Faktor pengenceran NHCl = Normalitas larutan HCl 14,007 = Bobot atom hidrogen
3.4.3Uji mikrobiologi (perhitungan total mikroba) (Fardiaz 1992)
Sampel sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam 90 ml larutan garam fisiologis (pengenceran 10-1) secara aseptis. Selanjutnya untuk pengenceran 10-2, suspensi sampel dari pengenceran sebelumnya dipipet 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml garam fisiologis. Pengenceran dilakukan
dengan cara yang sama sampai 10-5. Selanjutnya dari masing-masing
pengenceran dipipet sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam cawan petri, kemudian ke dalam cawan petri dituangkan agar steril (PDA) yang telah didinginkan sampai 50 ºC sebanyak kira-kira 15 ml. Setelah agar memadat,
cawan petri diinkubasi di dalam inkubator selama 3-5 hari pada suhu 27-30 ºC dengan posisi terbalik. Setelah masa inkubasi selesai, koloni yang terbentuk
dihitung dengan menggunakan Standart Plate Count.
Cara perhitungan total mikroba antara lain cawan yang dipilih dan dihitung jumlah mikroba adalah cawan yang mengandung koloni antara 30-300. Hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari 2 angka, yaitu angka pertama (satuan) dan angka kedua (desimal), apabila angka ketiga sama dengan atau lebih besar dari 5, harus dibulatkan satu angka lebih tinggi pada angka kedua.
Jika semua pengenceran menghasilkan koloni kurang dari 30, berarti pengenceran yang dilakukan terlalu tinggi. Oleh karena itu, jumlah koloni yang dihitung hanya pada pengenceran terendah. Hasilnya dilaporkan sebagai kurang dari 30 dikalikan dengan besarnya pengenceran, tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan di dalam tanda kurung.
Jika semua pengenceran dihasilkan lebih dari 300 koloni pada cawan petri, berarti pengenceran yang dilakukan terlalu rendah. Oleh karena itu, jumlah koloni pada pengenceran tertinggi yang dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai lebih dari 300 dikali dengan besarnya pengenceran, tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan di dalam tanda kurung.
Jika cawan dari dua tingkat pengenceran menghasilkan koloni antara 30-300 koloni dan perbandingan hasil tertinggi dan terendah dari kedua pengenceran tersebut lebih kecil dari atau sama dengan dua, maka kedua nilai tersebut dirata-ratakan dengan memperhitungkan pengencerannya. Jika perbandingan antara hasil tertinggi dan terendah dari kedua pengenceran lebih besar atau sama dengan dua maka yang dilaporkan hanya hasil dari pengenceran yang terkecil.
Jika digunakan dua cawan petri (duplo) per pengenceran maka data yang diambil adalah dari kedua cawan petri tersebut, tidak boleh diambil salah satu. Untuk menghitung jumlah koloni digunakan rumus sebagai berikut:
Jumlah koloni per gram = Jumlah koloni per cawan x
n pengencera Faktor
3.5Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Rancangan yang digunakan pada pembuatan surimi adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor, yaitu: faktor frekuensi pencucian yang terdiri dari 3 taraf (1, 2, 3 kali), masing-masing dilakukan 2 (dua) kali pengulangan. Rumus yang digunakan menurut Steel dan Torrie (1983) adalah sebagai berikut:
Yij = µ + Ai + εij
Keterangan:
Yij = nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-j pada perlakuan faktor A taraf
ke-i
µ = nilai tengah populasi (nilai rata-rata sesungguhnya)
Ai = pengaruh frekuensi pencucian pada taraf ke-i (i = 1, 2, 3) εij = faktor galat
Pada pengkomposisian surimi juga menggunakan rancangan acak lengkap satu faktor, yaitu: faktor komposisi surimi yang terdiri dari 3 taraf (komposisi 1, 2, 3), masing-masing dilakukan 2 (dua) kali pengulangan. Model matematika rancangan percobaannya menurut Steel dan Torrie (1983) adalah sebagai berikut:
Yij = µ + Ai + εij
Keterangan:
Yij = nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-j pada perlakuan faktor A taraf
ke-i
µ = nilai tengah populasi (nilai rata-rata sesungguhnya)
Ai = pengaruh pengkomposisian surimi pada taraf ke-i (i = 1, 2, 3) εij = faktor galat
Pada penyimpanan surimi juga menggunakan rancangan acak lengkap satu faktor, yaitu: faktor lama penyimpanan dingin surimi yang terdiri dari 6 taraf (0, 2, 4, 6, 8, 10 hari), yang masing-masing dilakukan 2 (dua) kali pengulangan. Model matematika rancangan percobaannya menurut Steel dan Torrie (1983) adalah sebagai berikut:
Keterangan:
Yij = nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-j pada perlakuan faktor A taraf
ke-i
µ = nilai tengah populasi (nilai rata-rata sesungguhnya)
Ai = pengaruh penyimpanan dingin surimi pada taraf ke-i (i = 1, 2, 3, 4, 5, 6) εij = faktor galat
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (anova). Hasil analisis ragam yang menunjukkan perbedaan nyata akan diuji lanjut dengan menggunakan uji lanjut beda nyata jujur (BNJ). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
r S dbs p q BNJ 2 ) , ( = α Keterangan:
BNJα = Nilai beda nyata jujur pada selang kepercayaan α
α = Selang kepercayaan 95%
q = Nilai tabel q
p = Banyaknya perlakuan
dbs = Derajat bebas sisa
S2 = Nilai kuadrat tengah sisa
r = Banyaknya ulangan
Analisis data non-parametrik yaitu data organoleptik menggunakan uji
Kruskal Wallis yang dilanjutkan dengan uji lanjut Multiple comparison untuk
melihat perbedaan dan hubungan antar perlakuan. Model matematika uji Kruskal
Wallis adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie 1983):
H = ) 1 ( 12 + n n x
∑
n
R
i i 2 -3 (n + 1) Pembagi = 1 - ) 1 ( ) 1 ( − +∑
n n n T T = (t - 1)(t + 1) H’ = Pembagi HKeterangan:
n = jumlah total data
ni = banyaknya pengamatan dalam perlakuan ke-i
Ri2 = jumlah ranking dalam perlakuan ke-i
T = banyaknya pengamatan seri dalam kelompok
H = simpangan baku
H’ = H terkoreksi
t = banyaknya pengamatan seri
Bila data hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan beda nyata, maka
dilakukan uji lanjut perbandingan berganda (Multiple comparison) dengan rumus
sebagai berikut: j i R R − >Zα/2p 6 ) 1 (n+ k Keterangan: i -ke perlakuan ranking rata -rata = i R j -ke perlakuan ranking rata -rata = j R ulangan banyaknya = k data al jumlah tot = n