• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANLAN BOGOR BOGOR 2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANLAN BOGOR BOGOR 2009"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

P d

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PENERIMAAN (ACCEPTANCE) PETANI TERHADAP

PRODUK REXAYASA GENETIKA

GUSPRI DEVI ARTANTI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANLAN BOGOR

BOGOR

2009

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan (Acceptance) Petani terhadap Produk Rekayasa Genetika adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belurn diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau d i i t i p dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks yang dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Mei 2009

G U S D ~ ~ Devi Artanti

(3)

ABSTRACT

GUSPRI DEVI ARTANTI. Analysis of Determinant Factors of Farmers

Acceptance on Genetically Modified Organisms (GMO) Product. Supervised by HARDINSYAH, DEWA K.S. SWASTIKA, and RETNANINGSIH

This cross sectional study was aimed at analyzing determinant factors of farmer's acceptance on GMO Product. For these purpose 300 farmers was selected from Jombang District (East Java) and Deli Serdang District (North Sumatera), 150 farmers each. Data collected include acceptance, knowledge, and perception of farmers on GMO. A logistic regression was applied to analyze the determinant factors of farmer's acceptance on GMO. The result showed the factor determined the farmer's acceptance was farmer's knowledge on GMO which is negatively associated. This negative respond is mainly due to lack of understanding of farmers on GMO. They just know that there is a GMO but they have not yet understood what the GMO is. The knowledge of the farmer's on GMO was different between the two areas. The farmers hope GMO food could be marketed if it can give a high quality of agriculture product, higher productivity and socialization on GMO by the government. In order to increase acceptance of farmer's on GMO, the government should promote scientific evidence on both advantage and disadvantage of growing GMO seeds.

(4)

RINGKASAN

GUSPRI DEVI ARTANTI. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Penerimaan (Acceptance) Petani terhadap Produk Rekayasa Genetika. Dibimbing oleh HARDINSYAH, DEWA K.S. SWASTIKA, dan RETNANINGSIH.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengadaan dan peredaran Produk Reltayasa Genetika (FRG) di Indonesia, menganalisis penerimaan petani tehadap PRG dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta menganalisis pengetahuan, persepsi, dan harapan petani terhadap PRG. Desain penelitian ini adalah cross sectional studi, Sampel dalam penelitian ini adalah 300 petani yang diambil secara sengaja (purposive sampling) dari Kabupaten Jombang Provinsi Jawa Timur dan Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Kriteria sampel petani adalah orang yang bekerja di lahan pertanian pangan, baik miliknya sendiri maupun bekerja pada lahan pertanian orang lain. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi dokurnenllaporan tentang penggunaan benih, luas tanam, dan peredaran PRG baik berupa pangan maupun nonpangan; dokumen tentang regulasi, kesepakatan, pedoman, dan standar tentang atau yang berkaitan dengan PRG baik nasional maupun intemasional; dan data tentang luas areal dan tingkat produktivitas pertanian di setiap kabupaten yang menjadi lokasi penelitian. Data primer dikumpullcan melalui wawancara terstruktur menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan dan pemyataan tentang karakteristik petani, pengetahuan, persepsi, dan penerimaan petani terhadap PRG, terkait manfaat, kerugian, peredaran, penyediaan, pengaturan (regulasi) tentang PRG serta harapan petani terhadap PRG dan pertanian di Indonesia. Analisis faktor yang mempengaruhi penerimaan petani terhadap PRG dilakukan dengan regresi logistik, untuk menganalisis perbedaan karakteristik petani di dua kabupaten dilakukan dengan mengunakan uji beda (t test), dan untuk menganalisis hubungan tingkat pendidilcan dengan pengetahuan dan persepsi petani tentang PRG dianalisis dengan kolerasi Spearman 's.

Status tanaman pangan PRG masih dalam tahap pengujian laboratorium dan lapang, sedangkan tanaman nonpangan PRG yang pemah dilepas di lingkungan adalah kapas NU Cotton 35B (Bolgard) di Sulawesi Selatan pada tahun 2000-2002. Bahan pangan PRG terutama kedelai dan jagung, diyakini telah masuk ke Indonesia. Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya perlindungan dengan mengeluarltan berbagai undang-undang dan peraturan pemerintah tentang pangan, keamanan hayati, dan lteamanan pangan produk pertanian rekayasa genetika. Nalnun i~nplementasi dari undang-undang tersebut belum mendapat perhatian yang n~emadai serta belum ada perkembangan yang berarti dan sangsi penegakan hukum bagi pelanggar.

Hasil analisis penerimaan petani terhadap PRG menunjukkan bahwa 59.7% petani menyatakan menerima PRG. Skor penerimaan terhadap PRG pada petani di Kabupaten Deli Serdang lebih baik bila dibandingkan dengan skor penerimaan petani di Kabupaten Jombang, dan secara statistik menggunakan uji t menunjuklcan perbedaan terhadap penerimaan PRG pada petani di Kabupaten Jombang dan Kabupaten Deli Serdang (p=0.000). Lebih dari 90% petani setuju bahwa konsumsi produk pangan PRG lebih baik dan lebih aman bila dibandingkan dengan mengkonsumsi produk pangan berformalin, pangan yang

(5)

terinfeksi virus flu b u m g , pangan yang menimbulkan diare dan pangan yang diberi pewama. Sekitar 49% petani menduga penggunaan pakaian dari kapas PRG lebih nyaman dan 48% petani menduga bahwa penggunaan perabot rumah tanggdmeubel yang terbuat dari lcayu jati PRG lebih awet. Hanya 26.2% petani yang memberilcan pemyataan bahwa untuk menjaga kesehatan, tidak akan mengkonsumsi p r o d ~ ~ k pangan PRG dan 28.2% tidak akan menggunakan produk nonpangan PRG. Hasil uji regresi logistik menunjukkan hanya variabel pengetahuan yang signifikan mempengamhi penerimaan petani terhadap PRG dengan hubungan yang negatif, artinya semakin tahu petani tentang keberadaan PRG maka semakin tidak menerima PRG. Hal ini terutama disebabkan karena petani b m ~ selcedar tahu tentang keberadaan PRG dan belum punya pemahaman tentang apa PRG itu. Oleh karena itu, mereka cenderung menolak. Nilai OR menunjukkan bahwa petani yang tahu tentang keberadaan PRG memiliki peluang untuk menerima PRG sebesar 0.5 kali lebih kecil dibandingkan petani yang belum tahu.

Hasil analisis pengetahuan petani terhadap PRG diperoleh sekitar 14.3% petani yang tahu dengan baik tentang PRG. Kurangnya pengetahuan petani terhadap PRG diduga karena rendahnya tingkat pendidikan dari petani serta kurangnya informasi dan sosialisasi tentang PRG pada petani. Skor pengetahuan petani tentang PRG di Kabupaten Deli Serdang lebih baik dari pada petani di Kabupaten Jombang, dan secara statistik dengan menggunakan uji t menunjukkan perbedaan tingkat pengetahuan petani terhadap PRG di Kabupaten Jombang dan Kabupaten Deli Serdang (p =0.000).

Sebanyak 80.3% petani memiliki persepsi menerima terhadap PRG, dimana mayoritas petani setuju jika di Indonesia telah beredar produk pangan dan nonpangan PRG, sebanyak 68% petani setuju jika pangan PRG mempunyai lcualitas yang baik, sebanyalc 96.3% petani menyatakan setuju bahwa ketika pemerintah alcan melepas PRG, hendaknya ada informasi dan keterbukaan kebijakan. Hasil Uji t menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi tentang PRG antara petani di lcabupaten Jombang dan petani di Kabupaten Deli Serdang (p =0.360).

Variabel pendidikan mempunyai hubungan yang erat terhadap variabel pengetahuan (p=0.001). Akan tetapi variabel pendidikan tidak mempunyai hubungan yang erat dengan variabel persepsi (p=0.879). Sebanyak 50.7% petani yang memberilcan masukan dan harapannya bagi peredaran PRG dan perkembangan pertanian di Indonesia menyatakan, PRG terutama produk pangan bisa diedarkan jilta mampu memberikan ltualitas hasil yang tinggi dengan harga benih yang murah dan mudah diperoleh, PRG dapat meningkatkan produktivitas pertanian di Indonesia, dan diharapkan pemerintah serta instansi terkait dapat mensosialisasilcan PRG pada seluruh masyarakat.

Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi pemerintah untuk menyampailcan infolmasi dan sosialisasi lcepada masyarakat baik dari segi manfaat maupun lcen~gian PRG serta inelakukan pengawasan terhadap peredaran dan pelepasan PRG sebagai usaha perlindungan bagi konsumen dari kemungkinan dampak negatif yang ditimbullcan dan bagi pelaksanaan penelitian yang lebih mendalam untulc pengeinbangan penerapan bioteknologi PRG di Indonesia.

(6)

@

Hak Cipta Milik IPB, tahun 2009

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

I. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau

seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi,

(7)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PENENMAAN (ACCEPTANCE) PETANI TERJUDAP

PRODUK REKAYASA GENETIKA

GUSPRI DEW ARTANTI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Ilmu Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

(8)

Judul Tesis : Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan (Acceptarzce) Petani terhadap Produk Rekayasa Genetika

Naina : Guspri Devi Artanti

NIM : I051060151

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. ardins ah MS

A

-

11. Retnaninesih, M. Si Dr. 11. Dewa K.S. Swastika. MS. APU

Anggota Anggota

..

.

Diketahui

Ketua Program Studi

Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

! ,

Dr.Ir. Hadi Riyadi, M.S.

(9)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul "Analisis Faltor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan (Acceptance) Petani terhadap Produk Rekayasa Genetika". Penelitian ini merupakan bagian dari kegiatan yang dilakukan atas kerjasama antara Departemen Pertanian dan Institut Pertanian Bogor, melalui ltegiatan Icerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi tahun 2007.

Selama mempersiapkan dan melakukan penelitian sampai akhimya dapat menyelesaikan tesis ini, penulis mendapat bimbingan yang tidak temilai dari yang terhormat Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS., Dr. Ir. Dewa K.S. Swastika, MS., APU,

dan Ir. Retnaningsih, M.Si. Kebijaksanaan, kesabaran, dan ketelatenan beliau sangat berguna dan dapat memberikan pelajaran yang berharga bagi penulis. Penyelesaian tesis ini juga tidak terlepas dari masukan, saran, dan koreksi dari Ir. MD Djamaluddin, MS., yang bertindak sebagai penguji luar komisi pada saat ujian tesis.

Unglcapan terima lcasih penulis sampaikan kepada Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB beserta jajarannya. Ketua Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, staf pengajar, dan staf pegawai Fakultas Ekologi Manusia yang telah memberikan ilmu, pelayanan, sarana, dan fasilitas selama penulis menyelesaikan pendidilcan. Rektor Universitas Negeri Jakarta, Dekan Fakultas Telcnik, Ketua Jurusan W< dan Ketua Program Studi Tata Boga beserta jajarannnya, serta Tim Pelaksana Hibah PHK A3 yang telah memberikan kesempatan lcepada penulis dalam melangsungkan studi pada Sekolah Pasca Sarjana IPB.

Terima lcasih dan penghargaan juga penulis sampaikan kepada Badan Penelitian d m Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian dan Lembaga Penelitian dan Pe~nberdayaan Masyarakat Institut Pertanian Bogor, melalui kegiatan ICerjasania Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi atas keterlibatan penulis dalarn kegiatan penelitian. Icepada pihak Pemda Kabupaten Jombang dan Deli Serdang atas penerimaan dan lcesempatan untuk melaksanakan penelitian, Bapak dan Ibu tani yang telah bersedia meluangkan waktu untuk

(10)

diwawancara dalam proses pengambilan data. Mas Aries, Mbak Aan, Mbak Ira, Mas Wawan dan Pak Anis, atas bantuan selama pengurnpulan data penelitian

.

Kepada suami tercinta, terima kasih atas doa, cinta kasih, dukungan, dan perhatiannya, unl~dc putri tersayang, mohon maaf atas tersitanya waktu dan perhatian dari bunda. Kepada kedua orang tua yang terkasih, adik-adik (Ian, Ukie, Hary), serta seluruh keluarga besar H.M Thaib Karim, H. TK. Hasan A.R, dan Aas, terima lcasih atas dukungan, semangat, doa, kasih sayang, pengertian dan perhatiannya.

Rekan-rekan di Program Studi GMK 2006 (Cica, Bu Asih, Rusman, Ririn,

Nunung, Indah, Fahmi, Mbak Ketut, Riska, Mbak Reni, Bu Neneng, Bu Mimi), rekan- rekan GM 2007, mbak wiwiek, serta rekan-rekan staf pengajar di Program Studi Tata Boga Jurusan IKK, atas segala bantuan, kerjasama, persahabatan, dan doanya. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan pada semua pihak yang tidak dapat disebutltan satu persatu atas segala bantuan yang diberikan pada penulis.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan untuk semuanya. Akhir kata semoga tesis ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Bogor, Mei 2009

(11)

RIWAYAT

HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 2 Agustus 1978 dari pasangan Jordan Thaib dan Mazida Hasan. Penulis merupakan putri pertama dari empat bersaudara. Menikah dengan Cucu Cahyana dan telah dikaruniai seorang putri bemama Nafisya Ulya Damayanti.

Tahun 1996 penulis lulus dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMKK) Negeri 7 Jakarta, dan pada tahun 1997 penulis melanjutkan studi S1 dan lulus pada tahun 2002 di Program Studi Pendidiian Tata Boga Jurusan Ilmu Kesejahteraan Keluarga Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta. Tahun 2005 penulis diangkat sebagai Staf Pengajar di Universitas Negeri Jakarta pada Program Studi Tata Boga Jurusan IKK. Tahun 2006 penulis melanjutkan studi di Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Sekolah Pascasajana Institut Pertanian Bogor dengan bantuan beasiswa dari Program Hibah ~ o m ~ e t e n s i A3 Program Studi Tata Boga Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta.

(12)

DAFTAR IS1

Halaman

DAFTAR TABEL

...

xii

...

DAFTAR GAMBAR

...

xi11

DAFTAR LAMPIRAN

...

xiv

Latar Belakang

...

1

Tujuan

...

4

Manfaat

...

5

TINJAUAN PUSTAKA Rekayasa Genetika (Transgenik)

...

6

Petani

...

15

Penerimaan Petani terhadap PRG

...

18

Pengetahuan Petani tentang PRG

...

21

Persepsi Petani tentang PRG

...

22

KERANGKA PEMIKIRAN

...

26

Desain. Tempat. dan Waktu

...

29

Teknik Penarikan Sampel

...

29

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

...

30

Pengolahan dan Analisis Data

...

32

Definisi Operasional

...

35

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian

...

Keadaan Umum Petani

...

...

Pengadaan dan Peredaran PRG di Indonesia Penerimaan Petani terhadap PRG

...

Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan PRG

...

Pengetahuan Petani tentang PRG

...

Persepsi Petani tentang PRG

...

Hubungan antara Pendidikan. Pengetahuan. dan Persepsi Petani tentang PRG

...

...

Harapan Petani terhadap PRG dan Pertanian di Indonesia KESIMPULAN DAN SARAN

...

79

DAFTAR PUSTAKA

...

81

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Luas Tanam dan Jenis Tanaman Produk Rekayasa Genetika

di Berbagai Negara Tahun 2007

...

10

2 Variabel yang diukur. Pertanyaan. dan Cara Pengkategorian Variabel

...

33

3 Sebaran Petani berdasarkan Status Sosial dan Ekonomi

...

39

4 Evaluasi dan Pengkajian Teknis Keamanan Hayati PRG

...

50

5 Jenis dan Status Pengujian Tanarnan Transgenik di Indonesia

...

51

6 Sebaran petani berdasarkan Jawaban Benar untuk Setiap Pemyataan Penerimaan terhadap PRG

...

59

7 Sebaran Petani berdasarkan Tingkat Penerimaan dan Wilayah

...

60

8 Hasil Uji Regresi Logistik Faktor yang Mempengamhi Penerimaan PRG pada Petani

...

62

9 Sebaran Petani berdasarkan Jawaban Benar untuk Setiap Pemyataan Pengetahuan tentang PRG

...

64

10 Sebaran Petani berdasarkan Tingkat Pengetahuan dan Wilayah

...

65

1 1 Sebaran Petani berdasarkan Tingkat Persepsi dan Wilayah

...

67

12 Sebaran Petani berdasarkan Jawaban Benar untuk Setiap Pernyataan Persepsi tentang Peredaran PRG

...

68

13 Sebaran Petani berdasarkan Jawaban Benar untuk Setiap Pernyataan Persepsi tentang Manfaat atau Kebolehan PRG

...

71

14

.

Sebaran Petani berdasarkan Jawaban Benar untuk Setiap Pemyataan Persepsi tentang Kerugian atau Kelemahan PRG

...

74

15 Hasil Uji Hubungan Pendidikan. Pengetahuan. dan Persepsi Petani terhadap PRG

...

76

16 Harapan Petani terhadap Peredaran dan Perkembangan PRG

...

77

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Peningkatan Luas Areal Tanarnan Biotek

...

9

2 Alur Kerangka Pemikiran

...

28

3 Diagram Pengambilan Contoh Penelitian

...

30

4 Sebaran Petani berdasarkan Tingkat Pendidian Formal

...

42

5 Sebaran Petani berdasarkan Sumber Pendapatan Pendukung

...

44 6 Prosedur Pengkajian Penelitian dan Pengembangan PRG di Indonesia 49

(15)

DAPTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Dokumentasi ICegiatan

...

86 2 Kuesioner Penelitian

...

88

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bioteknologi adalah salah satu bentuk pemuliaan non konvensional yang dapat dipakai untuk meningkatkan mutu pemuliaan tanaman. Bioteknologi didefinisikan sebagai penggunaan proses biologi dari mikroba, tanaman atau hewan untuk menghasilkan produk yang bermanfaat bagi manusia. A p l i i i bioteknologi dapat memperbaiki sifat tanaman dengan lebih efisien dan akurat karena $en dari sifat tertentu yang ingin ditambahkan sudah diarakterisasi secara akurat szrta dapat dilacak. Teknologi ini memberikan peluang bagi pemulia untuk merakit tanaman yang diinginkan dengan waktu lebih cepat (Bahagiawati & Herman 2008). Dengan bioteknologi diarapkan dapat menyelesaikan masalah- masalah di bidang pertanian yang tidak dapat diselesaikan dengan cara konvensional.

Rekayasa genet& merupakan salah satu teknik bioteknologi yang dilakukan dengan cara pemindahan gen dari satu makhluk hidup ke makhluk hidup lainnya yang dikenal juga dengan istilah transgenik. Perkembangan pemanfaatan teknologi modem rekayasa genetika (genetically modijied organism,

GMO) melalui rekombinasi DNA, telah menghasilkan produk rekayasa genetika

(PRG) baik tanaman transgenik yang mempunyai sifat-sifat baru yang diinginkan untuk mengatasi kendala utama dalam rangka meningkatkan produksi pertanian, maupun menghasiikan produk pangan yang lebii berkwalitas, serta peningkatan daya saing produk di pasar global.

Sejak dilepas pada tahun 1996 untuk tujuan komersial, aplikasi bioteknologi PRG di dunia meningkat dengan pesat, temtama untuk produk pangan. Pada tahun 1997 luas tanarn PRG di dunia kurang dari 8 juta ha. Pada tahun 2006 telah menjadi 102 juta ha, meningkat 13 kali lipat. Pada tahun 2007 luas areal penanaman menjadi 114,7 juta ha yang ditanam di 23 negara yang terdiri atas 11 negara industri d m 12 negara berkembang, dan peningkatan luas tanarn yang terbesar adalah di USA, Argentina, Brazil, Canada, India, dan China (ISAAA 2007). Dua komoditas utama PRG pangan yang ditanam luas dan tersebar di berbagai negara adalah produk pangan terutama kedelai (soybean) dan

(17)

jagung (maize), sedangkan

untuk

PRG nonpangan adalah kapas (cotton). PRG bempa tomat, pepaya, alfalfa dan beras masih kecil luas tanamnya.

Selama rentang waktu sepuluh tahun, luas tanam kedelai PRG di dunia meningkat drastis dari 1,7 juta ha pada tahun 1996 menjadi sekitar 55 juta ha pada tahun 2006. Luas tanaman kedelai PRG yang signifikan adalah di USA, Argentina, Brazil, Canada, Paraguay, Uruguay, Meksiko, Afiika Selatan dan Romania. Romania pada tahun 2006 menanam 115 ribu ha kedelai PRG, namun dilarang oleh Uni Eropa (EU) karena negara tersebut baru saja menjadi anggota EU.

Luas tanam jagung PRG juga meningkat pesat, meskipun tidak sepesat perkembangan peningkatan luas tanaman kedelai. Jika pada tahun 1996 luas tanam jagung belum mencapai 2 ha, maka pada tahun 2006 luas tanam jagung PRG adalah 25.2 juta ha yang ditanam oleh petani di 13 negara, antara lain ditanam di Atiika Selatan dan di Philipina (ISAAA 2007).

Pengembangan PRG juga dilakukan di beberapa negara Asia lainnya. Malaysia mengembangkan riset PRG untuk tanaman pangan, tanaman industri, tanaman hias, dan kehutanan. Negara Thailand mengembangkan riset PRG dan uji lapang komoditas tomat, jagung, kacang panjang, dan kapas (Sitepoe 2001).

Penelitian tentang PRG pangan dan nonpangan juga telah dilakukan di Indonesia. Untuk tanaman pangan, sejak beberapa tahun terakhir telah diujicobakan tanaman jagung, kedelai, kacang tanah, coklat, teby ubi jalar, kentang, dan padi, sedangkan untuk tanaman nonpangan telah dicobakan penanaman kapas jenis Bt di Sulawesi Selatan menjelang akhir tahun 2000. Namun Oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup saat itu tidak disetujui karena dianggap bertentangan dengan Kesepakatan Cartagena. Salah satu kesepakatan Cartagena adalah bahwa diperlukan persetujuan negara importir bila suatu negara mengimpor PRG (Sitepoe 2001). Pada tahun 2003, pemerintah secara resmi menghentikan komersialisasi program kapas transgenik.

Beberapa produk PRG impor seperti kedelai dan jagung serta komponen- komponen dari kedelai dan jagung PRG yang diimpor telah beredar di Indonesia. Berbagai komponen kedelai seperti isolat protein dan lecithin diproduksi secara massal dari kedelai PRG, dan gula sirup jagung di produksi dari jagung PRG.

(18)

Komponen-komponen ini digunakan untuk bahan tambahan pangan atau

ingredient makananlminuman dalam industri pangan. Demikian pula jagung PRG

untuk temak diimpor untuk pakan ternak dan hasil temaknya dimakan penduduk Indonesia.

Swastika dan Hardinsyah (2008) mengungkapkan bahwa Indonesia mengimpor tidak kurang dari 300 ribu ton beras, dan masing-masing sekitar satu juta ton jagung dan kedelai tiap tahun. Sebagian besar jagung diimpor dari Argentina dan kedelai dari Amerika serikat, dimana PRG untuk kedua komoditas ini berkembang dengan pesat. Hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa kedelai tersebut merupakan kedelai transgenik. Sampai saat ini konsumen belum dapat membedakan secara langsung antara kedelai transgenik dan non transgenik, karena mempunyai penampakan yang tidak berbeda (Yuliawati 2003). Beberapa kasus yang ditemukan di pasaran bahwa kedelai-kedelai ini sering dicampur oleh pedagang untuk kemudian dijual sehingga semakin sulit untuk dapat mendeteksi keberadaan kedelai transgenik.

Belum jelas apakah ada efek yang merugikan bagi kesehatan manusia dari berbagai produk PRG yang beredar di Indonesia. Regulasi belum jelas mengatumya dan posisi pemerintah belum tegas (LIP1 2004). Ddam Dokumen Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan disebutkan bahwa "Pemerintah Indonesia bersikap pro (menerima) pengembangan dan pemanfaatan produk transgenik, disertai dengan penerapan prinsip kehati-hatian" (DKP 2001). Namun sampai saat ini belum jelas regulasi dan mekanisme "menerima" dan regulasi tentang "kehati- hatian" dalam konteks informasi bagi konsumen dan perlindungan konsumen yang dijamin oleh undang-undang.

Kontroversi pangan rekayasa genetik seringkali mengundang masalah pelik yang merugikan petani (Hardinsyah 2000), kemudian diperkirakan introduksi PRG tersebut menimbulkan ketergantungan pada bibit PRG impor dan kemungkinan gangguan lingkungan bisa jadi malapetaka yang lebih buruk lagi. Dalam jangka panjang, seharusnya pemerintah memfasilitasi riset-riset untuk pengembangan PRG lokal yang aman dan membangun pemahaman dan persepsi yang baik bagi semua stakeholders PRG sedini mungkin.

(19)

Studi-studi mengenai produk rekayasa genetika terutama pada pangan sangat perlu dilalculcan karena bersinggungan secara langsung dengan masyarakat. Penelitian lcearah sana hendalcnya lebih sering dilakukan untuk mensosialisasikan produk hasil rekayasa genetika, sehingga masyarakat menjadi lebih faham. Kesalahfahaman bisa te rjadi diakibatkan informasi yang tidak seimbang.

Sampai saat ini belum pemah ada di Indonesia penelitian skala luas dan komprehensif tentang prod& rekayasa genetika terutama dalam bidang pangan yang melibatkan petani. Oleh karena itu penelitian ini ditujukan untuk mengetahui pengadaan dan peredaran PRG, menganalisis penerimaan dan faktor- faktor yang mempengaruhi penerimaan terhadap PRG, serta menganalisis pengetahuan, persepsi, dan harapan petani tentang PRG. Dari penelitian ini diharapkan aka1 dapat dilcetahui lebih jauh tentang pengadaan dan peredaran PRG di Indonesia.

Tujuau Umum

Secara umum t~ljuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan petani terhadap produk rekayasa genetika.

Tujuan Khusus

1. Mengetal~ui pengadaan d m peredaran PRG pangan dan nonpangan di Indonesia.

2. Menganalisis penerimaan petani tentang PRG dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

3. Menganalisis pengetahuan petani tentang PRG

4. Menganalisis persepsi petani tentang peredaran, dampak positif, dan dampalc negatif PRG

5. Menganalisis hubungan antara pendidikan dengan pengetahuan dan persepsi petani tentang PRG

(20)

Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai peredaran PRG pangan dan nonpangan di Indonesia pada masyarakat, khususnya petani, serta diharapkan dapat menjadi masukan bagi para peneliti lainnya yang tertarik pada PRG di masa yang akan datang. Bagi pemerintah, diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam merumuskan implikasi kebijakan pembangunan pertanian di Indonesia melalui rekayasa genetika dan dapat menentukan arah penelitian tentang produksi, pengadaan benih, dan pemasaran PRG, serta dasar bagi pengembangan penerapan bioteknologi PRG di Indonesia. Selain itu diharapkan dapat menjadi acuan dalam menyusun peraturan dan undang-undang bagi perlindungan dan keamanan konsumen terkait dengan pelepasan dan peredaran PRG.

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Rekayasa Genetika (Transgenik)

Secara tradisional, pemuliaan tanaman dan rekayasa genetika sebenarnya telah dilakukan oleh para petani melalui proses penyilangan dan perbaikan tanaman. Salah satu contohnya adalah tahap penyilangan dan seleksi tanaman dengan tujuan tanaman tersebut menjadi lebih besar, kuat dan lebih tahan terhadap penyakit (Anonim 2007). Pemuliaan tradisional telah banyak membantu meningkatkan produktivitas pertanian. Namun karena jumlah penduduk masih jauh lebii besar dibandingkan dengan produksi pangan, peningkatan hasil pangan

melalui proses pemuliaan ini masih t e n s dikembangkan.

Untuk mencukupi kebutuhan pangan penduduk yang terus bertarnbah diperlukan lahan pertanian yang luas, sementara ifu ketersediaan lahan untuk pertanian makin lama makin berkurang karena peruntukkannya banyak yang diubah ienjadi lahan perumahan dan industri. Oleh karena itu diperlukan terobosan-terobosan di bidang teknologi pertanian untuk meningkatkan produktivitas hasil pertanian per unit lahan (Anonim 2007).

Survei sekilas dari literatur majalah ilmiah mengenai tanaman transgenik menunjukkan bahwa tanaman transgenik dibuat untuk beberapa tujuan yaitu : pengembangan teknik transformasi baru, studi dasar mengenai peranan atau fungsi suatu gen, dan perbaikan tanaman untuk tujuan khusus. Dengan rekayasa genetika dapat dihasilkan tanaman transgenik yang memiliki sifat baru seperti tanaman transgenik yang tahan terhadap hama, tanaman kedelai yang tahan terhadap herbisida, dan tanaman transgenik yang mempunyai kualitas hasil yang tinggi. Tanaman transgenik mempunyai potensi manfaat yang besar, karena ditengarai dapat meningkatkan produktivitas, memperbaiki gizi, memperbaiki kesehatan dengan mengintrodusi vaksin ke dalam tanaman, serta mengurangi penggunaan pupuk dan pestisida (Bahagiawati dan Herman 2008). Saat ini tanaman kedelai dapat dibuat mengandung lebih banyak protein dan zat besi untuk mengatasi anemia. Bahkan ilmuwan Eropa sudah berhasil memasukan vitamin A pada padi.

(22)

Hasil kajian terhadap penggunaan pestisida memberikan gambaran bahwa kegiatan usahatani untuk lcapas bollgard telah menurunkan ketergantungan terhadap jumlah dan takaran pestisida yang digunakan dalam pengendalian hama tanaman. Menurut Bahagiawati & Herman (2008), sejak tanaman produk bioteknologi mulai ditanam pada tahun 1996 telah terjadi penurunan penggunaan pestisida di berbagai negara seperti Amerika Serikat, Kanada, Argentina, Australia, Brazil, Afrika Selatan, Cina, dan Filipina. Pada tahun 2003 Bayer melaporkan bahwa penjualan pestisidanya menurun sekitar 60 persen sebagai akibat peninglcatan luas areal tanaman produk bioteknologi (Anonim 2007).

Teknologi Rekayasa Genetika

Dalam hasil keputusan bersama empat menteri Nomor.

998.1iKpts/OT.210/9/99; 790.aKpts-W1999; 145A/MENKES/SKB/W1999;

015An\imenegPHOR/09/1999, tentang lteamanan hayati dan keamanan pangan produk pertanian hasil rekayasa genetika, dijelaskan bahwa teknologi rekayasa genetika adalah upaya untulc mengadakan perubahan secara sengaja pada genom makhluk hidup dengan menambah, inengurangi, danlatau mengubah susunan asli genom dengan menggunakan telinik DNA rekombian, yaitu suatu lcombinasi DNA yang terbentuk secara in vitro dari fragmen-fragmen DNA dari dua spesies

organisme.

Organisme transgenik atau didunia lebih dikenal sebagai Genetically Modified Organism (GMO) merupakan organisme yang sudah mengalami

pemuliaan secara genetika dengan mendapatlcan sisipan gen baru dengan teknologi rekombinasi genetika. Pada umumnya prinsip dasarnya adalah dengan mengisolasi DNA organisme kemudian dimumikan dan ditransfonnasikan kedalam velctor. Setelah itu ditransfer ke organisme target. Organisme target ini bisa dari jenis yang sarna bisa juga dari spesies yang berbeda. DNA sisipan yang dimasukkx tadi akan memunculkan sifat baru di dalam organisme tersebut sehingga digolonglcan sebagai organisme transgenik (Santosa 2002).

Salah satu jenis dari organisme hasil rekayasa genetika ini adalah tanaman transgenik. Tanaman transgenik inempakan tanainan yang mempunyai gel1 asing yang terintegrasi dalam genom dan bisa terelcspresi. Usaha yang dilalcultan untulc

(23)

merakit ataupun merancang tanaman transgenik ini melibatkan organisme lain seperti bakteri, tanaman, dan hewan. Integrasi dari gen asing ini pada tanaman

diharapkan akan membawa sifat yang diinginkan pada tanaman target dan dapat dilakukan melalui rekayasa genetika. Beberapa tanaman komersial yang mengandung gen ketahanan terhadap serangan hama yang berasal dari Bacillus

thuringiensis (Bt) adalah kedelai, kentang, jagung, kanola dan kapas.

Prinsip rekayasa genetika sama dengan pemuliaan tanaman, yaitu memperbaiki sifat-sifat tanaman dengan menambahkan sifat-sifat ketahanan terhadap cekaman makhluk hidup pengganggu maupun cekaman lingkungan yang kurang menguntungkan serta memperbaiki kualitas nutrisi makanan. Perbedaan rekayasa genetika dengan pemuliaan tradisional adalah kemampuan rekayasa genetika dalam memanfaatkan gen-gen yang tidak dapat dipergunakan secara maksimal pada pemuliaan tradisional karena banyak gen yang terhalang saat penyerbukan.

Beberapa varietas tanaman yang telah dihasilkan melalui rekayasa genetika antara lain jagung Bt, kapas Bt, padi pro vitamin A, jagung tahan herbisida, gandum, kedelai tahan virus, dan beberapa tanaman pangan lainnya (Suwanto 2000).

Perkembangan Produk Rekayasa Genetika

Tanaman produk bioteknologi hasil rekayasa genetika (transgenik) telah dimanfaatkan oleh petani di banyak negara. Peredaran benih transgenik sekarang ini terutama sekali adalah tanaman yang tahan terhadap serangga dan tahan herbisida. Kemampuan ini memberikan keuntungan pada petani karena petani lebih mudah mengendalikan gulma.

Menurut penelitian organisasi ISAAA tahun 2006, penanaman produk rekayasa genetika merupakan satu-satunya teknologi pertanian yang digunakan secara luas oleh petani sehingga mengalami peningkatan yang pesat setiap tahunnya. Dengan tanaman hasil rekayasa genetika, petani menjadi lebih puas terhadap produk pertanian, karena produk ini telah memberikan berbagai keuntungan bagi petani seperti memberikan hasil yang meningkat, memudahkan

(24)

budidaya pertanian, serta lebih ramah lingkungan karena berkurangnya penggunaan bahan-bahan pestisida kimiawi.

Sejak dilepas pada tahun 1996 untuk tujuan kornersialisasi, telah terjadi peningkatan luas areal penanaman produk bioteknologiPRG secara global, yaitu dari 1.7 juta ha menjadi 114.7 juta ha pada tahun 2007. Produk bioteknologi ditanam di 23 negara yang terdiri atas 11 negara industri dan 12 negara berkembang (Bahagiawati & Herman 2008).

AREA GLOBAL D A i l TANAMAN BIOTEK

luta Hckra- (1996.2007)

!!

Uejara Fen$h;sil ~ n a r r a n B i o l e i

Gambar 1. Peningkatan Luas Areal Tanaman Biotek (1996-2007)

Luas tanam PRG paling tinggi di dunia adalah di Amerika Serikat (lebih dari 50 %), disusul Argentina dan Brazil. Tanaman produk bioteknologi yang ditanam dalam skala luas adalah kedelai, jagung, kapas dan kanola. Kedelai transgenik menempati urutan pertama sebagai produk bioteknologi hasil rekayasa genetika yang paling banyak ditanam. Luas tanam dan jenis tanaman PRG diberbagai negara secara rinci disajikan pada Tabel 1.

(25)

Tabel 1. Luas Tanam dan Jenis Tanaman Produk Rekayasa Genetika (PRG) di berbagai Negara Tahun 2007

No Negara - Luas Tanam Jenis Tanaman

(Juta ha)

1 AS* 57.7 Kedelai, jagung, kapas, kanola,

labu, pepaya, alfalfa

2 Argentina* 19.1 Kedelai, jagung, kapas

3 Brazil* 15.0 Kedelai, kapas

4 Kanada* 7.0 Kanolajagung, kedelai

5 India* 6.2 Kapas

6 Cina* 3.8 Kapas, tomat, pepaya

7 Paraguay* 2.6 Kedelai

8 Afrika Selatan* 1.8 Jagung, kedelai, kapas

9 Uruguay* 0.5 Kedelai, jagung

10 Philippina* 0.3 Jagung

11 Australia* 0.1 Kapas

12 Spanyol* 0.1 Jagung

13 Mexico* 0.1 Kapas, Kedelai

14 Kolombia <O. I Kapas, bunga

15 Chili <O. 1 Jagung, kedelai, kanola

16 Perancis <0.1 J a g ~ n g

17 Honduras 10.1 k i w g

18 Republik Ceko <O. 1 J a g ~ n g

19 Portugal <0.1 J a ~ g

20 Jerman <0.1 J a g ~ n g

21 Slowakia <0.1 J a w %

22 Rumania 10.1 Jagung

23 Polandia <O. 1 Jagung

*

13 negara yang menanam 50 ribu ha lebih tanaman biotek (rekayasa genetika) Sumber : ISAAA Briefs No 37-2007.

Pengembangan PRG juga dilakukan di beberapa negara Asia. Selain di India dan China dengan komoditas terbesamya kapas, negara Malaysia mengembangkan riset PRG untuk tanaman pangan, tanaman industri, tanaman hias dan kehutanan. Sedangkan Thailand mengembangkan riset PRG dan uji lapang komoditas tomat, jagung, kacang panjang, dan kapas (Sitepoe 2001).

Di Indonesia, riset atau percobaan bioteknologi PRG juga sudah mulai dikembangkan sejak beberapa tahun terakhir, terutama untuk tanaman jagung, kedelai, kacang tanah, coklat, tebu, ubi jalar, kentang, padi, dan tembakau. Untuk tanarnan nonpangan telah dicobakan penanaman kapas jenis Bt di Sulawesi Selatan menjelang akhir tahun 2000, dengan produksi diperkirakan tiga kali lipat lebih besar dibanding kapas lokal.

(26)

Meskipun Indonesia tidak tercatat sebagai produsen tanaman transgenik, kenyataannya beberapa jenis komoditas transgenik sudah tumbuh di Tanah Air. Menurut Hartiko (2005), di Indonesia sudah ditanam 10 tanaman transgenik, antara lain jagung (4 jenis), kacang tanah, kapas (2 macam), kakao, kedelai, padi, tebu, tembakau, ubi jalar, dan kentang. Uji coba lapangan tanaman transgenik di Indonesia terkesan ditutup-tutupi. Bahkan, pihak penelitian dan pengembangan Departemen Pertanian mengakui, saat ini ada sekitar 20 lokasi uji coba tanaman transgenik tersebar di Indonesia. Ada kapas Bt, jagung Bt, kapas, jagung, dan kedelai tahan herbisida. Sejauh ini pengujian tanaman transgenik oleh Departemen Pertanian masih terbatas pada pengamatan secara fisik.

Kontroversi PRG di Masyarakat

Tujuan pengembangan bioteknologi PRG adalah untuk menjawab tantangan dan kesulitan meningkatkan produktifitas dan kualitas produk pangan dan pertanian bagi penduduk (Pardey 2001). Menurut Bouis et al. (2003) pengembangan PRG dimaksudkan untuk: 1) meningkatakan produktifitas pangan atau produk pertanian, 2) meningkatkan jumlah zat gizi atau bio-aktif bermanfaat yang dikandung pangan, 3) meningkatkan kuaiitas penampakan dan citarasa (organoleptik) produk pangan, dan 4) Meningkatkan daya tahan produk dalam proses distribusi dan pemasaran produk pangan dan nonpangan.

Namun tujuan yang luhur tersebut menjadi persepsi yang kurang baik karena proses menghasilkan produk PRG tersebut (penyisipan gen) yang kadangkala dianggap kurang ethik. Sebab gen yang disisipkan diambil dari binatang tertentu. Ada kekhawatiran bahwa sesuatu yang berasal dari gen baru tersebut akan mengganggu kesehatan tubuh manusia dalam jangka panjang, bahkan tidak ethik untuk dilaksanakan. Penelitian klinik tentang kemungkinan dampak buruk bagi kesehatan manusia dari produk PRG sulit dilakukan d m memerlukan waktu yang panjang. Meski penelitian pada binatang percobaan dilakukan tetapi hasilnya tidak selalu langsung bisa diterapkan secara kedokteran bagi manusia (Hardinsyah et al. 2007).

(27)

Wacana mengenai Produk Rekayasa Genetika memang masih santer diperdebatkan di level praktisi dan akademisi, perdebatan ini memunculkan dua kubu yang bersebrangan yaitu kubu yang pro PRG dan kubu yang kontra PRG. Kelompok yang pro PRG melihat potensi manfaat yang besar dari penerapan teknologi ini, diantaranya adalah dengan diterapkannya teknologi ini oleh para ahli yang dapat mengubah "gen" suatu tanaman sehingga dapat lebih tinggi produktifitas dan kualitasnya, selain itu transgenik juga menawarkan kemungkinan pengurangan penggunaan pestisida kimia Namun kelompok yang kontra PRG melihat teknologi ini dari sudut pandang yang berbeda, yaitu potensi bahaya yang ditimbulkan oleh teknologi ini. Makna transgenik diiawatirkan mengandung senyawa-senyawa yang membahayakan kesehatan manusia misalnya senyawa Allergen yaitu zat yang dapat menimbulkan alergi. Di pihak lain para pemerhati lingkungan beranggapan bahwa ada kemungkinan penyisipan gen baru tidak kompatibel dengan lingkungan sehingga memungkinkan gangguan bio-

diversity. Dalam banyak hal pengujian ini relatif lebih mudah d i b d m g pengujian klinis pada manusia (Hardiisyah et al. 2007).

Pada tahun 2005 pemerintah mengeluarkan PP No. 21 tentang keamanan hayati PRG. PP ini lebih fokus pada PRG, mulai dari jenis, persyaratan, penelitian dan pengembangan, pemasukan dari luar negeri (impor), pengkajian, pelepasan dan peredaran, pemanfaatan, sampai kelembagaan yang menangani PRG (Swastika dan Hardinsyah 2008). Tujuan dikeluarkannya PP ini adalah untuk meningkatkan hasil dan daya guna PRG bagi kesejahteraan rakyat berdasarkan prinsip kesehatan dan pengelolaan sumberdaya hayati, perlindungan konsumen, kepastian hukum, dan kepastian dalam melakukan usaha.

Hardinsyah et al. (2007) melaporkan bahwa Inggris merupakan salah satu

negara Eropa yang sejak awal sangat gencar menentang PRG. Untuk pertama kali di dunia dilakukan penelitian tentang persepsi masyarakat (lebih fokus pada konsumen) terhadap produk pangan hasil PRG di Inggris pada tahun 1996. Hasilnya menunjukkan bahwa 90% responden di Inggris menolak menggunakan pangan hasil PRG. Alasannya adalah masyarakat khawatir pangan hasil PRG mengganggu kesehatan dalam jangka panjang, karena belum ada bukti penelitian klinik pada manusia yang sudah dilakukan. Alasan lainnya adalah bertentangan

(28)

dengan ajaran agarna dan tidak etis. Hasil survei ini menjadi umpan balik bagi pemerintah Inggris untuk mengatur atau membuat regulasi dan program advokasi serta sosialisiasi pangan rekayasa genetika di Inggris.

Menurut Hardinsyah (2001), sisi negatif dari penolakan ini adalah tidak berkembangnya perdagangan dan pasar pangan produk PRG. Bagi Inggris yang mempakan negara maju dan masih memungkinkan untuk memproduksi dan membeli pangan non PRG, tidak menimbulkan masalah food insecurity di negaranya. Tetapi bila hal tersebut terjadi di negara-negara yang padat penduduk dan produksi pangannya tidak memadai (tergantung sebagian pada impor pangan) seperti Indonesia, bisa jadi menimbulkan masalah ketidaktahananpangan. Meskipun sebenamya definisi ketahanan pangan bukan berarti setiap negara hams marnpu memproduksi untuk kebutuhan sendii. Bagi Pemerintah di negara sedang berkembang seperti Indonesia, akan menghadapi dilema dengan masalah tersebut. Karena pangan yang tidak cukup, sementara hams mengedepankan peran petani lokal, dan pemerintah sebagai regulator serta hams memberikan perlindungan konsumen dan produsen kepada rakyatnya.

Negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia, pada umumnya melakukan penelitian uji coba adaptasi dan lapang dari benih produk-produk PRG yang diimpor (Hardinsyah 2000). Oleh karena itu sambil melakukan penelitian-penelitian pengembangan biotek PRG, uji adaptasi dan uji lapang dari

PRG impor, sebaiknya juga dilakukan penelitian PRG dari dimensi sosial ekonomi, yang akan menjadi dasar yang kokoh dalam melakukan rekayasa sosial seperti sosialisasi, advokasi, serta perumusan regulasi dan pedoman PRG di masa yang akan datang.

Keamanan Produk Rekayasa Genetika

Peredaran pangan di Indonesia hams melalui uji keamanan terlebih dahulu. Aturan ini jelas tercantum pada Undang Undang RI nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan dan pada PP nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. Dalam UU

lU

nomor

7

tentang Pangan dijelaskan dan diatur bagaimana produksil penggunaan bahan baku pangan dan bahan tambahan pangan yang digunakan dalam kegiatanlproduksi pangan yang dihasilkan dari proses

(29)

rekayasa genetika wajib untuk terlebih dahulu memeriksakan keamanan pangan bagi kesehatan manusia.

Beberapa bahan pangan dari tanaman transgenik telah masuk ke Indonesia, terutama kedelai dan jagung. Hingga saat ini Pemerintah belum melakukan kajian untuk menetapkan jenis kedelai, jagung, dan bahan pangan transgenik apa yang boleh masuk di Indonesia (Santosa 2002). Ketidakmampuan menetapkan jenis bahan pangan transgenik yang boleh masuk berisiko bagi pengusaha makanan yang berorientasi ekspor. Bila bahan transgenik itu dilarang di negara tujuan ekspor, maka produknya akan ditolak. Kemampuan Pemerintah melacak dan mengendalikan distribusi bahan pangan transgenik juga berperan penting. Hingga saat ini tidak diketahui kemana bahan tersebut beredar serta digunakan untuk apa Boleh jadi bahan tersebut yang seharusnya untuk pakan, karena ketidaktahuan masyarakat atau petani kemudian ditanam dan dikonsumsi.

Peraturan mengenai keamanan hayati PRG di Indonesia, selain didasarkan pada UU Pangan No. 7 tahun 1996 @asal 6 dan pasal 13), juga diatur dalam SK Bersama Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan dan Perkebunan, Menteri Kesehatan dan Menteri Negara Pangan dan Hortikultura tahun 1999 tentang Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan Produk Pertanian Hasil Rekayasa Genetika basal 43) serta yang terakhir diatur dalam PP RI No. 21 tahun 2005.

Negara yang melakukan penanaman komersial produk transgenik seharusnya melakukan analisis keamanannya, termasuk konsekuensi langsung dan tidak langsung. Konsekuensi langsung, misalnya, kajian apakah tejadi perubahan nutrisi, munculnya efek alergi, atau toksisitas akibat rekayasa genetika.

Beberapa negara menetapkan standar dan melakukan sendiri analisis keamanan pangan terhadap produk-produk transgenik impor. Penjelasan mengenai pengaturan keamanan pangan PRG untuk negara Amerika Serikat, Australia, Jepang, Kanada, dan Malaysia adalah sebagai berikut (Hardinsyah et al.

2007) :

1. Amerika Serikat. Keamanan pangan termasuk produk rekayasa genetika ditangani oleh suatu badan Food and Drug Adminishation (FDA) yang

menyusun pedoman keamanan pangan dengan dibantu dua institusi Center of Food Safety and Applied Nutrient (CFSAN) dan Center for Veterinary

(30)

Medicare (CVM). Pedoman lceamanan pangan bertujuan untuk memberikan

kepastian bahwa produlc ban1 (termasuk yang berasal dari rekayasa genetika) sebel~un dilcomersiallcan, arnan untuk dikonsumsi, dan masalah keamanan pangan dapat dikendalikan dengan baik.

2. Australia. ICeamanan hayati dan keamanan pangan produk rekayasa genetika

ditangani ole11 suatu komite "Genetic Manipulation Advisory Committee

(GMAC), yang membawahi beberapa komite: Institutional Biosafety Committee, Large Scale Sub Committee, dan Planned Release Sub Committee. 3. Jepang. Penilaian keamanan pangan dilaksanakan oleh Food Sanitation Council ( F S C ) dan Food Safety Investigation Council (FISC), yang

merupakan penasehat Ministry of Health and Welfare (MHWJ Kedua lembaga ini nmmbuat tiga pedoman yaitu (1) Pedoman penilaian kearnaan pangan dan aditif pangan; (2) Pedoman manufaktur untuk produk pangan; dan

(3) pedoman penilaian produk pangan.

4. Kanada. Badan Inspelcsi Malcanan Kanada (Canadian Food Inspection

Agency) merupakan badan yang melakukan pemeriksaan dan membuatkan

izin kepada produk rekayasa genetika yang akan diimpor atau dikomersialkan sebagai bahan makanan.

5. Malaysia. ICeamanan pangan produlc rekayasa genetika ditangani oleh suatu komite "Jawatan ICuasa Penasehat Pengubahsuaian Genetilc atau seperti GMAC (Genetic Modzj?cation Advisory Committee) yang berada di bawah kementerian Sains, Teknologi dan Alam sekitar. GMAC telah membuat pedoman yang disebut "Garis Panduan Kebangsaan bagi Pelepasan Organisme Diubahsuai secara Genetilc (GMO)".

Petani

Petani adalah orang yang mengelola/membudidayakan tanaman pangan dan atat1 yang menanan1 tanaman perlcebunan. Dalam lcarnus Bahasa Indonesia, petani didefinisilcan sebagai orang yang mata pencahariannya bercocok tanam. Menurut Mosher (1965) diacu

a

Sofivanto (2006), petani adalah orang yang mengubah tanaman dan hewan serta sifat-sifat tubuh tanah supaya Iebih berguna

(31)

baginya dan manusia lainnya. Petani lebih dari hanya seorang juru tani dan manager, tetapi ia adalah seorang manusia dan menjadi anggota dari dua kelompok manusia, yaitu sebagai anggota suatu keluarga dan anggota suatu masyarakat setempat.

Karakteristik petani menentukan pemahaman petani terhadap informasi pertanian. Karakteristik petani terdiri dari faktor internal yaitu umur, besar (jumlah anggota) keluarga, pendidikan, pengalaman berusaha tani dan pendapatan.

Umdusia secara biologis menunjuk kepada jangka waktu seseorang sejak lahirnya yang berada dalam keadaan hidup. Menurut Padmowihardjo (1994),

umur bukan mempakan faktor psikologis, namun dapat mempengaruhi faktor psikologis. Terdapat dua faktor yang dipengaruhi oleh umur. Faktor pertama ialah mekanisme belajar dan kematangan otak, organ-organ seksual, dan otot organ-organ tertentu. Faktor kedua adalah akumulasi pengalaman dan bentuk- bentuk proses belajar yang lain.

Jumlah Anggota keluarga adalah banyaknya individu yang

tinggallmenetap bersama dalam satu rumahkeluarga dan hidup dari pengahasilan yang sarna. Banyaknya jumlah anggota keluarga berdampak pada pemenuhan kebutuhan keluarga. Jumlah keluarga yang semakin besar menyebabkan seseorang memerlukan tarnbahan pengeluaran atau kebutuhan penghasilan yang lebih tinggi untuk membiayai kehidupannya. Menurut Hemanto (1993), besarnya

jumlah anggota keluarga yang akan menggunakan jumlah pendapatan yang sediit akan berakibat pada rendahnya tingkat konsumsi. Hal ini berpengaruh terhadap produktivitas kerja, kecerdasan, dan menurunnya kemampuan berinvestasi.

Pendidikan mempakan suatu proses pembahan tingkah laku menuju kepada perilaku yang lebih baik. Slamet (2003), menyatakan pendidikan mempakan suatu usaha untuk menghasilkan pembahan-pembahan pada perilaku manusia. Seseorang dapat menarnbah pengetahuannya melalui pendidikan yang dilaluinya, baik pendidikan formal maupun non formal. Pendidikan yang semakin tinggi dapat menghasilkan keadaan sosio ekonomi makin baik dan kemandirian yang semakin mantap. Pendidikan mentpakan fenomena dan usaha manusiawi yang selalu terselenggara dimanapun manusia berada. Pendidikan memegang

(32)

peran sentral dalam perkembangan kebudayaan manusia, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.

Pendidikan didefinisikan sebagai suatu proses yang diorganisir dengan tujuan mencapai sesuatu hasil yang nampak sebagai perubahan dalam tingkah laku. Menurut Soekanto (2002), pendidikan mengajarkan kepada individu aneka macam kemampuan. Pendidikan memberikan nilai-nilai tertentu bagi manusia, terutama dalam membuka pikiran serta menerima hal-hal baru dan juga bagaimana b e r f i i secara ilmiah. Pendidiian mempunyai dua aspek, yaitu pengajaran dan pelatihan perilaku yang baik.

Padmowihardjo (1994) mengemukakan, bahwa pengalaman adalah suatu kepemilikan pengetahuan yang dialami seseorang dalam kurun waktu yang tidak ditentukan dalam proses belajar. Seseorang akan berusaha menghubungkan hal yang dipelajari dengan pengalaman yang dimiliki. Dalam mengelola usahatani, umumnya petani mas& banyak mempergunakan pengalaman sendii atau pengalaman orang lain dan perasaan.

Pendapatan petani adalah penghasilan yang diperoleh dari upah kelugrga dan keuntungan usaha. Soekartawi et al. (1986) menyatakan bahwa pendapatan

merupakan cermin kehidupan petani. Pendapatan petani yang rendah men~pakan ciri petani kecil dan masuk dalam golongan petani miskin.

Faktor ekstemal yang menentukan pemahaman petani terhadap informasi pertanian adalah interaksi dengan akses terhadap sumber informasi. Golongan masyarakat yang aktif mencari informasi dan ide-ide baru, biasanya lebih inovatif dibandingkan dengan orang-orang pasif apalagi yang selalu skeptis (tidak percaya) terhadap sesuatu yang baru. Golongan yang inovatif, biasanya banyak memanfaatkan beragam sumber informasi, seperti lembaga pendidiian, lembaga penelitian, diias terkait, media massa, tokoh masyarakat, sesama petani, maupun dari lembaga-lembaga komersial (pedagang). Sedangkan golongan masyarakat yang kurang inovatif umumnya hanya memanfaatkan informasi dari media massa (Sofwanto 2006).

(33)

Penerimaan Petani tehadap PRG

Penerimaan (Acceptance) menyangkut penilaian seseorang akan sifat suatu benda yang menyebabkan orang menyenangi bendalobjek tersebut. Pembentukan penerimaan akan suatu produk didapatkan dari pengetahuan yang berbentuk pengalaman pribadi serta berdasarkan informasi yang diterima dari orang lain, yang memiliki pengaruh. Alur pembentukan sikap penerimaan terhadap sesuatu dimulai ketika seseorang menerima informasi tentang produk atau jasa. Informasi tersebut kemudian dievaluasi dan dipilah, berdasarkan kebutuhan, nilai, kepribadian, dan kepercayaan dari individu, sehingga terjadilah pembentukan, perubahan atau konfirmasi dalam kepercayaan konsumen terhadap produk, serta tingkat kepentingan dari tiap atribut produk terhadap dirinya atau terhadap kebutuhannya saat

ini

(Sumanvan 2003). Hasil akhirnya adalah terbentuknya penerimaan dari individu terhadap suatu objek (produk, jasa atau hal lainnya).

Dalam ilmu perilaku konsumen disebutkan bahwa konsumen akan mengalami serangkaian tahap mental dan perilaku yang rumit untuk sampai pada keputusan pembelian. Tahap-tahap

ini,

berkisar dari kesadaran (terpapar terhadap informasi), evaluasi (pilihan dan pembentukan sikap), perilaku (pembelian), sampai ke evaluasi akhir (adopsi atau penolakan). Rangkaian tahap-tahap ini sering disebut sebagai proses penerimaan konsumen.

Sumanvan (2003), mengungkapkan bahwa penerimaan merupakan salah satu tahap dalam proses pengolahan informasi pada diri konsurnen. Pengolahan informasi yang dimaksud adalah bagaiman proses yang terjadi pada d i i konsumen ketika salah satu panca indera menerima input dalam bentuk stimulus. Setelah melihat stimulus, memperhatikan, dan memahami stimulus tersebut maka sampailah kepada suatu kesimpulan mengenai stimulus atau objek tersebut. Dari tahapan tersebut, timbullah penerimaan pada din konsumen terhadap suatu objek.

Lebih lanjut Sumanvan (2003), mengatakan bahwa terbentuknya suatu perilaku (tindakan) seseorang dimulai dari domain kognitif yaitu subjek mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau objek. Hal ini kemudian menimbulkan pengetahun baru pada subjek tersebut dan selanjutnya memunculkan respon dalam bentuk sikap terhadap objek yang diketahuinya. Akhimya rangsangan tersebut menimbulkan respon lebih jauh lagi yaitu berupa

(34)

suatu tindakan atau perilaku sehubungan dengan stimulus yang telah dialaminya tersebut. Pengetahuan mengenai suatu objek baru menjadi sikap terhadap objek tersebut apabila pengetahuan tersebut disertai dengan kesiapan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan terhadap objek.

Inovasi diartilcan sebagai sesuatu ide, perilaku, produk, informasi, dan praktek-praktelc baru yang belum banyak diketahui, diterima, dan digunakad diterapkaddilaksanalcan oleh sebagaian besar warga masyarakat dalam suatu lokalitas tertentu, yang dapat digunakan atau mendorong terjadinya perubahan- perubahan di segala aspek kehidupan masyarakat demi selalu tenvujudnya perbaikan-perbailcan mutu hidup setiap individu dan seluruh warga masyarakat bersangkutan (Departemen Kehutanan 1996).

Adopsi pada hakekatnya dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku, bailc yang berupa pengetahuan (cognitive), sikap (affective), maupun keterampilan (psycho-motoric) pada din seseorang setelah menenma inovasi. Penenmaan tersebut tidak hanya sampai sekedar tahu, tetapi sampai benar-benar dapat melalcsanakan atau meneraplcannya dengan benar serta menghayatinya dalarn kehidupan. Penerimaan inovasi tersebut, dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung oleh orang lain, sebagai cerminan dari adanya perubahan sikap, pengetah~lan, dan atau lceterampilannya.

Menurut ICotler dan Armstrong (2004), konsumen umumnya akan melalui lima tahap proses pengadopsian sebelum menerimalmenerapkan suatu inovasi (produk baru). Tahapan adopsi itu adalah :

1. Kesadaran (awareness), lconsumen tahu akan produk baru tetapi kekurangan informasi tentangnya.

2. I<etertarilcan (interest), konsumen mencari informasi tentang produk baru tersebut.

3. Pengevaluasian (evaluation), konsumen mempertimbangkan apakah mencoba prod~~lc ban1 adalah masulc alcal. Pada tahap ini konsumen memberilcan penilaian terhadap baild bumk atau manfaat produk yang telah dilcetahui informasinya secara lebih lengkap.

4. percobaan (trial), lconsumen mencoba produk dalam skala yang kecil nntuk meninglcatlcannperlciraan besarnya nilai produk tersebut. Dalam ha1

(35)

ini percobaan slcala lcecil dilalculcan untuk lebih meyakinkan penilaiannya, sebelum menerapkan untuk slcala yang lebih luas lagi.

5. Pengadopsian (adoption), Iconsumen menetukan apakah akan menjadi pengguna atau tidalc dari produk ban1 tersebut. Pada tahap ini konsumen alcan meberilcan lceputusan alcan menerima atau menerapkan produk baru (inovasi) berdasarkan penilaian dan uji coba yang telah dilakukanl diamatinya sendiri.

Departeinen ICehutanan (1996) mengemulcakan beberapa faktor yang mempengan&i kecepatan seseorang (petani) untuk mengadopsi inovasi, meliputi :

a. Luas usahatani. Semakin luas usahatani biasanya semakin cepat mengadopsi, lcarena memiliki kemampuan ekonomi yang lebih baik. b. Tinglcut pendapatan. Petani dengan tinglcat pendapatan semakin tinggi

biasanya alcan semakin cepat mengadopsi inovasi.

c. Keberanian mengambil resilo, sebab, pada tahap awal biasanya tidak berhasil seperti yang diharapkan. ICema itu,individu yang memiliki keberanian menghadapi resilco biasnya lebih inovatif.

d. Umur. Semalcin tua (diatas 50 tahun) biasanya semakin lamban mengadopsi inovasi dan cenderung hanya melaksanakan kegiatan-kegiatan yuang sudah biasa diterapkan oleh warga masyarakat setempat.

e. Tinglcnt partisipasinya clalam Icelompoldorganisasi diluar lingkungannnya

sendiri. Warga masyarakat yang s ~ k a bergabung dengan orang-orang

diluar sistem sosialnya sendiri, umumnya lebih inovatif dibanding mereka yang hanya melalculcan lcontak pribadi dengan warga masyarakat setempat. f. Aktivitas mencari informasi dun ide-ide baru. Golongan masyarakat yang alctif mencari informasi dan ide-ide baru biasanya lebih inovatif dibandinglcan orang-orang pasif apalagi yang selalu skeptis (tidak percaya) terhadap sesuatu yang baru.

g. Sumber informasi yang clinzanfaatlcan. Golongan yang inovatif biasnya banyak memanfaatlcan beragam sumber informasi, seperti lembaga pendidilcan/perguruan tinggi, lembaga penelitian, dinas terkait, media masa, tolcoh masyaralcat (petani) setemapat maupun dari luar lembaga-

(36)

lambaga komersial. Sedangkan golongan masyarakat yang kurang inovatif umumnya hanya memanfaatkan informasi dari tokoh-tokoh @etani) setempat dan relatif sedikit memanfaatkan informasi dari media masa.

Penerimaan petani terhadap PRG terbentuk karena adanya informasi baik yang dilihat, dibaca, didengar atau dirasakan, dan dari persepsi yang dibentuk oleh pengetahuan akan PRG.

Pengetahuan Petani tentang PRG

Pengetahuan merupakan hasil usaha manusia untuk memahami sesuatu obyek tertentu. Pengetahuan didapatkan individu baik melalui proses belajar, pengalaman atau media elektronika yang kemudian disimpan dalam diri individu. Aziz (1995) mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan segala informasi dan kebijaksanaan dari dunia sekitar yang disertai dengan pemahaman pada informasi yang diterima pada sesuatu obyek, karena tanpa adanya unsur pemahaman, belumlah dapat seseortang dikatakan telah berpengetahuan.

Pengetahuan atau knowledge adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengungkapkan atau mengingat kembali pengalaman, konsep, prinsip- prinsip materi, dan kejadian pada hal-ha1 yang urnum maupun khusus. Pendapat lain mengatakan pengetahuan adalah segala sesuatu yang diietahui seseorang dari hasil belajar atau pengalaman tertentu. Pengetahuan merupakan hasil belajar sebagai aktifitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, serta diperoleh melalui pengalaman.

Menurut Notoatmojo (1995), pengetahuan adalah hasil dari proses belajar dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Para ahli psikologi kognitif membagi pengetahuan kedalam pengetahuan deklaratif (declarative knowledge) dan pengetahuan prosedur (procedural knowledge). Pengetahuan deklaratif adalah fakta atau subjektif yang diketahui seseorang, sedangkan pengetahuan prosedur adalah pengetahuan mengenai bagaimana fakta-fakta tersebut digunakan (Sumarwan 2003).

(37)

Secara sederhana pengetahuan pada dasarnya keseluruhan keterangan dan ide yang terkandung dalam pemyataan-pemyataan yang dibuat mengenai sesuatu gejalal peristiwa baik yang bersifat alamiah, sosial, maupun keorangan (Gie 1991). Pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu. Dengan pengetahuan manusia mempunyai wawasan dan gambaran dari objek- objek yang ditelitinya. Untuk bisa mendapatkan pengetahuan, manusia perlu mengetahui sesuatu hal tentang apa yang ingin diketahui dari hasil pengamatan secara berulang-ulang sampai dengan mendapatkan kesirnpulan.

Pengetahuan petani tentang PRG adalah segala sesuatu yang diietahui petani berkenaan dengan peredaran, manfaat, dan kerugian PRG. Petani, yang dalam hal ini sebagai produsen dan konsumen, dapat memperoleh pengetahuan melalui media massa seperti televisi, radio, surat kabar, bertanya pada orang lain atau pada anggota kelompok taninya dan pada penyuluh pertanian, mengalami sendiri dan mendengarkan cerita orang lain maupun dari pendidiian formal dan non formal yang dijalaninya.

Sumarwan (2003) mengungkapkan, bahwa pengetahuan yang baik mengenai suatu produk dapat mendorong konsumen untuk menyukai produk tersebut. Dengan demikian, sikap positif terhadap suatu produk dapat mencerminkan pengetahuan konsumen mengenai produk tersebut. Pengetahuan dapat meningkatkan kemampuan seseorang untuk mengerti suatu pesan, membantu mengganti logika yang salah, dan menghiidarkannya dari persepsi yang tidak tepat.

Persepsi Petani tedtang PRG

Kata persepsi berasal dari Bahasa Latin yaitu perseptio yang berarti mengambil, mengerti atau menangkap dan dalam bahasa Inggris yaituperception yang berarti penglihatan, tanggapan, daya memahami. Sedangkan dalam bahasa sehari-hari persepsi diartikan sebagai mengerti, memahami atau menyadari. Rakhmat (1992) mengatakan, persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

(38)

persepsi adalah tanggapan atau penerimaan langsung dari suatu serapan atau juga proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya.

Pada urnumnya pengertian persepsi berkisar diantara penginderaan dan pemikiran. Namun demikian persepsi bukan hanya sekedar hasil penginderaan, ada unsur penafsiran (interpretation) terlebih dahulu terhadap stimulus yang diterima. Persepsi merupakan proses penginterpretasian yang merupakan pemaknaan hasil pengamatan. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, secara singkat dapat dipahami bahwa persepsi adalah proses memberikan makna pada stimuli inderawi yang menghasikan pengalaman (Rakhrnat 1992).

Dalam proses pembentukan persepsi terjadi pemusatan perhatian, yang merupakan langkah awal dalam proses persepsi. Tanpa perhatian tidak akan

te rjadi persepsi. Perhatian menimbulkan stimulus, dan stimulus mengenai alat indera atau reseptor. Proses ini dinamakan proses kealaman (fisik). Stimulus yang diterima oleh alat indera dilanjutkan oleh alat sensoris ke otak. Proses ini dinamakan proses fisiologis. Kemudian terjadilah proses didiam otak atau pusat kesadaran, itu yang dinamakan proses psikologis. Sehingga dengan begitu individu dapat menyadai tentang apa yang diterima melalui alat indera atau reseptor itu. Persepsi tentang sesuatu merupakan interpretasi atau respon kesadaran sesorang terhadap lingkungan fisik atau stimulasi yang diperolehnya (Hardinsyah dan Yunita 1997).

Persepsi juga dinyatakan sebagai proses seseorang mengungkapkan pendapat atau opini dari berbagai stimulus yang diterimanya. Apa yang didengar, dibaca, dilihat, dan dirasakan oleh seseorang akibat faktor lingkungannya yang akan memberi respon persepsi dari seseorang. Menurut Sarwono (1989) hasil persepsi individu terhadap objek persepsi berbeda antara individu yang satu dengan yang lain. Persepsi bersifat individual, ada faktor-faktor yang mempengamhi perbedaan persepsi tersebut, yaitu karakteristik objek yang dipersepsi, karakteristik individu yang mempersepsi, dan karakteristik lingkungan dimana persepsi itu dibentuk. Dalam mempersepsikan sesuatu setiap orang tidaklah sama. Karena persepsi merupakan proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan garnbaran keseluruhan yang bermakna. Disamping itu

(39)

kemungkinan disebabkan karena adanya perbedaan perhatian, keyakinan dan kebutuhan, pengalaman, serta harapan pada diri masing-masing.

Lebih lanjut Sarwono (1989) mengatakan, bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perbedaan persepsi seseorang adalah (1) Perhatian, yaitu rangsangan yang ada disekitar individu tidak seluruhnya dapat ditangkap, tetapi akan difokuskan perhatiannya terhadap objek tertentu saja, perbedaan fokus akan mengakibatkan perbedaan persepsi; (2) Set, yaitu harapan-harapan seseorang terhadap rangsangan yang akan timbul ; (3) Sistem nilai, sistem nilai yang berlaku dimasyarakat juga mempengaruhi bagairnana seseorang memberikan persepsi terhadap suatu objek. Seseorang akan cenderung menyesuaikan persepsinya dengan sistem nilai yang berlaku dimasyarakat pada saat itu; (4) Ciri kepribadian, yaitu ciri kepribadian seperti terbuka, tertutup, pemarah, dan sebagainya.

Sikap (attitudes) adalah faktor penting yang akan mempengaruhi keputusan konsumen (Sumarwan 2003). Konsep sikap sangat terkait dengan konsep kepercayaan (belied dan perilaku (behavior). Sikap adalah gambaran perasaan dari seseorang, dan perasaan tersebut akan direfleksikan oleh perilakunya. Sikap akan sangat berguna bagi seseorang, sebab sikap akan mengarahkan pada apa yang dilakukan. Sikap positif akan menumbuhkan perilaku yang positif, sebaliknya sikap negatif akan menumbuhkan perilaku yang negatif.

Menurut tricomponent attitude model, sikap terdiri atas tiga komponen: kognitif, afektif, dan konatif. Kognitif adalah pengetahuan dan persepsi konsumen, yang diperoleh melalui pengalaman dengan suatu objek-sikap dan informasi dari berbagai sumber. Afektif menggambarkan emosi dan perasaan konsumen, yaitu menunjukkan penilaian langsung dan umum terhadap suatu produk, apakah produk itu disukai atau tidak disukai. Konatif menunjukkan tindakan seseorang atau kecenderungan perilaku terhadap suatu objek, konatif berkaitan dengan tindakan atau perilaku yang akan dilakukan oleh seseorang (Schiffman dan kanuk 1994; Engel, Blackwell, dan Miniard 1993 diacu dalam Sumarwan 2003).

Informasi, baik yang dilihat, dibaca, didengar, atau dirasakan akan menjadi pengetahuan bagi seseorang dan dapat mempengamhi persepsi seseorang terhadap objek tertentu, termasuk PRG. Dikarenakan persepsi bertautan dengan

(40)

cara mendapatkan pengetahuan khusus tentang kejadian pada saat tertentu, maka persepsi terjadi kapan saja stimulus menggerakkan indera.

Dalarn teori perilaku konsumen, persepsi dan pengetahuan seseorang merupakan dua ha1 yang penting diperhatikan bahkan dijadikan sasaran perubahan

untuk

tujuan pemasaran. Demikian pula dalam psikologi

untuk

tujuan

Gambar

Gambar 1. Peningkatan Luas Areal Tanaman Biotek (1996-2007)
Tabel 1. Luas Tanam dan Jenis Tanaman Produk Rekayasa Genetika (PRG)  di berbagai  Negara Tahun 2007
Gambar  2.  Alur Kerangka Pemikiran
Gambar 3. Diagram Pengambilan Contoh Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (Pokja ULP) Jasa Konsultansi dan Jasa Lainnya pada Biro-Biro dan Pusat-Pusat di Sekretariat Jenderal Kecuali Pusat K3,

46 Associative Meaning Found in The Central Media News PDF 47 Syntactic Characteristics of African American Vernacular English on ‘a Raisin’ in the Sun’ Film PDF 48

Hasil uji struktur mikro dapat diketahui dengan melihat hasil foto metalografi pada pendinginan terbentuk ledeburit dan cementite. Pada pendinginan udara ledeburite ke

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS BRAWJAYA,

mendapatkan klarifikasi tentang laporan keuangan Mengeskplorasi  mengumpulkan berbagai informasi Tugas  diskusi kelompo k  membua t notula  merangk um hasil diskusi 

Pada proses ini Dilakukan perataan hujan menggunakan metode rata-rata aljabar dari data hujan harian hasil pencatatan curah hujan dari daerah masing-masing

Hasil penelitian untuk skripsi Istihanah Rahayu (2013) yang menerapkan media Audio Visual pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dapat meningkatkan keterampilan menyimak

Hal-hal yang dapat dilakukan oleh pasien dalam meningkatkan. keberhasilan terapi DM