1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Keberadaan sanksi pidana dalam hukum pidana sangat penting, mengingat tiga tonggak dasar hukum pidana salah satunya pidana sebagai sanksi disamping perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana. Pidana merupakan pemberian suatu nestapa bagi pelanggar tindak pidana yang dapat dipertanggungjawabkan. Pidana menurut teori retributif dimana pidana merupakan pembalasan kepada orang
yang melakukan kejahatan (mutlak).1 Kemudian Roeslan Saleh mengartikan pidana
sebagai reaksi atas delik, dan ini berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara kepada pelaku delik Pidana merupakan suatu sanksi yang dimaksudkan untuk memberikan penderitaan kepada pelaku tindak pidana agar
menimbulkan efek jera.2 Dari pengertian kedua pakar hukum pidana tersebut dapat
diartikan bahwa pidana adalah suatu nestapa dan penderitaan bagi pelaku tindak pidana. Akan tetapi di lain sisi sanksi pidana juga harus membuat agar masyarakat memandang pidana tersebut sebagai efek jera, sehingga masyarakat yang melihat daripada pelaksanaan pidana akan enggan melakukan suatu tindakan melawan hukum pidana.
1 Syamsul Fatoni, 2016. Pembaharuan Sistem Pemidanaan, Malang, Setara Press. Hlm 42 2 Mahrus Ali, 2012. Dasar-Dasar Hukum Pidana, Ed. 1, Cet.2, Sinar Grafika, Jakarta Hlm 168
2
Konteks pemidanaan di Indonesia pidana telah bergeser dari semula pembalasan menjadi pembinaan yang diwujudkan kedalam sistem pemasyarakatan. Hal tersebut dapat dilihat didalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Jauh sebelum itu pada tahun 1964 melalui surat instruksi direktorat nomor J.H.G.8/506 Tanggal 17 Juni 1964 sistem pemenjaraan diubah menjadi sistem pemasyarakatan dan dengan lahirnya undang-undang nomor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan memperjelas adanya keinginan pembinaan dibandingkan dengan pembalasan semata melalui menempatkan para terpidana didalam suatu penjara dan memberikan suatu keterampilan dsb. Selain itu pergeseran pemidanaan dari pembalasan menjadi pembinaan dilandaskan pada perkembangan masyarakat.
Sistem pemasyarakatan sebagaimana dalam pasal 1 angka 2 Undang-undang No 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. Sistem ini menganut sistem mengintegrasikan narapidana ke dalam masyarakat melalui
3
program-program pembinaan yang lebih memperhatikan hak-hak narapidana
dibandingkan dengan sistem yang lama yaitu sitem kepenjaraan.3
Tujuan pembinaan guna mencapai goal terpidana menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat. Namun fakta yang terjadi banyak residivis yang menunjukkan kegagalan lembaga pemasyarakatan menjalankan amanat undang-undang nomor 12 Tahun 1995 guna menciptakan terpidana memperbaiki diri dan tidak mengulangi kembali perbuatannya. Untuk mencapai tujuan ini dibutuhkan sarana dan prasarana yang baik. Akan tetapi fakta yang terjadi di sebagian besar lapas telah terjadi tata kelola yang buruk sehingga menyebabkan tidak tercapainya tujuan sistem pemasyarakatan sebagaimana disebutkan diatas dan diperparah dengan banyaknya lapas yang mengalami kelebihan kapasitas (over capacity) yang hampir terjadi di seluruh lapas yang ada. Permasalahan yang ada dalam pelaksanaan pemidanaa menyebabkan gagalnya fungsi pembinaan yang berbasis pemasyarakatn dalam lapas. Kondisi over capacity di lembaga pemsyarakatan dapat pula menjadi faktor kriminogen
Permasalahan mengenai buruknya pelaksanaan pemidanaan yang berbasis pemasyarakatan yang diakibatkan melebihnya daya tampung lapas (over capacity), maka perlu adanya konsep baru yang dapat melaksanakan sistem pemasyarakatn yang membina, siap mengembalikan pelaku tindak pidana ketengah-tengah masyarakat dan tidak mengulangi perbuatannya. Penulis mencoba membawa konsep pidana kerja
4
sosial sebagai suatu solusi dari adanya permasalahan over capacity. Dimana kerja sosial adalah bentuk pidana di mana pidana tersebut dijalani oleh terpidana di luar
lembaga dengan melakukan pekerjaan sosial yang ditentukan.4 Umumnya di
negara-negara eropa kerja sosial diterapkan didalam kejahatan-kejahatan dengan ancaman
pidana yang tidak terlalu berat.5
Menyikapi realitas sistem pemidanaan di Indonesia yang terjadi, pidana kerja sosial merupakan alternatif pemidanaan. Pidana jenis tersebut dijatuhkan kepada terpidana diluar lembaga dengan melakukan pekerjaan-pekerjaan sosial dengan tidak dibayar.Pidana kerja sosial yang diterapkan di luar negeri atau yang terdapat dalam RUU KUHP 2015 penerapannya terhadap pidana yang tidak terlalu berat dan cenderung kepada alternatif bagi pengenaan pidana denda. Dalam teknis pelaksanan pidana kerja sosial ini telah melalui persetujuan dengan terpidana hal ini bertujuan
guna mencari jalan kekeluargaan.6
Penulis mencoba meneliti prospek penerapan pidana kerja sosial dalam rangka mengatasi kondisi over capacity yang dialami oleh sebagian besar lembaga pemasyarakatan di indonesia. Sekaligus penulis mencoba menawarkan konsep pidana kerja sosial sebagai alternatif pemidanaan ditengah permasalahan over capacity yang terjadi. Berdasarkan latar belakang diatas penulis mencoba melakukan penelitian
4Eva Norita 2009. Pidana Kerja Sosial Dalam Kebijakan Kriminal Hukum Pidana Indonesia, Skripsi Universitas Sumatra Utara. Hlm. 46.
5 Ibid. 6Ibid. Hlm 12
5
hukum yang berjudul PROSPEK PIDANA KERJA SOSIAL SEBAGAI ALTERNATIF PEMIDANAAN DI INDONESIA.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pidana kerja sosial sebagai suatu alternatif pemidanaan di Indonesia dalam mengatasi permasalahan over capacity lembaga pemasyarakatan di Indonesia ?
2. Bagaimana relevansi pidana kerja sosial dengan tujuan pemidanaan di Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui dampak yang terjadi akibat kelebihan kapasitas lembaga pemsyarakatan serta pandangan prospektif penerapan pidana kerja sosial untuk menghadirkan pembinaan terpidana yang lebih bermanfaat serta menghilangkan stigmaisasi terhadap terpidana oleh masyarakat.
D. Manfaat penelitian
Berdasarkan tujuan yang telah penulis jabarkan diatas, maka penulis berharap penelitian ini memberikan manfaat dan kegunaan sebagai berikut:
1. Penelitian Tugas Akhir ini diharapkan mampu memberikan tambahan wawasan seputar Hukum Pidana khususnya mengenai konsep Pidana Kerja Sosial
6
2. Penelitian ini juga sebagai syarat bagi penulis untuk memperoleh gelar sarjana Strara 1 Ilmu Hukum, sekaligus menjadi lahan aktualisasi dan pengembangan pemikiran serta wawasan penulis dalam keilmuan hukum.
E. Kegunaan Penelitian
Diharapkan dengan lahirnya tulisan ini dapat menambah Ilmu Pengetahuan di bidang Hukum Pidana khususnya konsep Pidana Kerja Sosial sebagai alternatif pemidanaan di Indonesia sehingga dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan perundang-undangan yang berkaitan dengan pembaharuan Hukum Pidana.
F. Metode Penelitian 1. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan didalam penyusunan penelitian hukum kali ini menggunakan pendekatan yuridis normatif , yakni melihat hukum sebagai perilaku manusia dalam masyarakat. Dalam penelitian kali ini penulis mencoba meneliti perundang-undangan, dengan didukung oleh literature yang berhubungan dengan permasalahan yang diangkat.Penelitian kali ini juga dilakukan dengan menggunakan konsep atau doktrin oleh para ahli yang berkembang dalam ilmu hukum.
2. Jenis Bahan Hukum/Sumber data a. Bahan Hukum Primer
Bahan Hukum yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan atau hukum positif
7 b. Bahan Hukum Skunder
Bahan-bahan hukum yang membrikan petunjuk dan penjelasan terhadap hukum primer yang diperoleh dari buku, artikel ilmiah, jurnal, maupun media yang komperhensif.
c. Bahan hukum Tersier
Bahan hukum yang merupakan pelengkap yang didapatkan dari ensikopedia maupun kamus.
3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum a. Studi Dokumen
Pengumpulan data-data yang dimiliki oleh pihak yang terkait dengan penelitian ini seperti naskah akademik suatu Undang-undang serta ditambah dengan analisa substansi undang-undang terkait.
b. Studi Kepustakaan
Studi ini menggunakan metode penelusuran dan pencarian bahan-bahan kepustakaan dari berbagai literatur dalam hal ini buku maupun jurnal.
c. Studi Internet
Melakukan penelusuran dan pencarian bahan-bahan melalui internet atau website untuk melengkapi bahan hukum lainnya.
4. Teknik Analisa Bahan Hukum
Analisa terhadap bahan dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif yakni dengan memilah bahan-bahan hukum yang terkait dengan permasalahan yang diangkat.
8
G. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan penelitian ini digunakan sistematika pembagian kedalam 4 Bab dengan masing-masing Bab terdiri atas sub yang bertujuan untuk mempermudah pemahamannya. Adapun sistematika penelitiannya sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan
Berisi tentang Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kegunaan Penelitian, Kerangka Teori dan Sistematika Penulisan. BAB II Landasan Teori
Berisi tentang teori-teori hukum sebagai pisau analisis dari permasalahan yang dibahas oleh penulis tentang Studi Prospek Pidana Kerja Sosial Sebagai Alternatif Pemidanaan Di Indonesia.
BAB III Pembahasan
Bab ini berisi tentang pembahasan dan penjabaran atau penyajian data-data dari penelitian dari permasalahan yang ada dalam penulisan penelitian hukum ini, melalui pengkajian dengan menggunakan teori-teori yang relevan dengan permasalahan dalam penulisan ini.
BAB IV Penutup
Bab ini merupakan bab akhir yang berisi kesimpulan dari pembahasan bab sebelumnya dan berisi saran tentang permasalahan yang diteliti