• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Sistem Agribisnis Dalam Rangka Pembangunan Pertanian Berkelanjutan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengembangan Sistem Agribisnis Dalam Rangka Pembangunan Pertanian Berkelanjutan"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Pengembangan Sistem Agribisnis Dalam Rangka

Universitas HKBP Nommensen Medan. Jl. Sutomo No. 4A Medan 20234 Telp. 061-4522922. HP. 082166387190.

Email : hotden_ngl@yahoo.com

Abstrak

Pembangunan pertanian merupakan cara untuk melakukan perubahan dengan inovasi dan teknologi sesuai dengan potensi agroekosistem wilayah untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan hidup petani. Pembangunan pertanian yang lebih menekankan pada pertumbuhan ekonomi akan menimbulkan dampak negatif terhadap kelestarian sumber daya alam dan lingkungan. Untuk menjaga keberlanjutan pembangunan pertanian masa mendatang diperlukan reorientasi paradigma pembangunan baik dari segi arah, strategi maupun kebijakan. Pembangunan pertanian berkelanjutan dapat menjadi solusi alternative bagi peningkatan kesejahteraan rakyat tanpa mengabaikan kelestarian sumber daya alam. Pembangunan pertanian berkelanjutan akan makin optimal jika disinergikan dengan pengembangan sistem agribisnis. Makalah ini bertujuan mengulas peran sistem agribisnis dalam rangka pembangunan pertanian berkelanjutan. Hasil studi menunjukkan; 1) pembangunan pertanian konvensional terutama pada pertanian tanaman pangan menimbulkan dampak negatif bagi kelestarian sumber daya alam, 2) Pengembangan sistem agribisnis berbasis sumberdaya domestik tidak memerlukan impor dan pembiayaan eksternal, 3) Subsistem agribisnis hulu merupakan penghasil sarana produksi terbaik untuk menghasilkan produk usahatani berkualitas, 4) Subsistem pertanian primer mampu menghasilkan komoditi pangan, hortikultura, tanaman obat-obatan, 5) Subsistem agribisnis hilir merupakan industri pengolah komoditi pertanian primer menjadi barang jadi berupa makanan, minuman, pakan, farmasi bahkan bio-energi. Pembangunan pertanian berkelanjutan melalui pengembangan sistem agribisnis dapat menjamin terciptanya efisiensi, pertumbuhan, pemerataan dan berwawasan lingkungan. Untuk mendukung upaya ini diperlukan konsolidasi kelembagaan baik di tingkat petani, pihak swasta maupun pemerintah untuk mengembangkan secara sinergis; 1) Subsistem agribisnis hulu untuk melakukan perannya sebagai pelayan usahatani untuk memberikan bimbingan teknis produksi, manajemen, hubungan sistem agribisnis serta memfasilitasi proses pembelajaran dan pelatihan petani, 2) Subsistem agribisnis hilir untuk melakukan perannya sebagai pengolah lanjutan untuk meningkatkan mutu produk dalam memenuhi kebutuhan konsumen, serta berfungsi memperlancar proses pemasaran produk melalui perencanaan sistem pemasaran yang baik.

Kata kunci: pembangunan pertanian berkelanjutan, sektor pertanian, sistem agribisnis.

(2)

1. Pendahuluan.

Strategi pembangunan ekonomi bangsa yang tidak tepat pada masa lalu ditambah dengan krisis ekonomi berkepanjangan, menimbulkan berbagai persoalan ekonomi bagi bangsa Indonesia. Mulai dari masalah kemiskinan, pengangguran, ketimpangan ekonomi, ketidaktahanan pangan, deplesi sumber daya alam yang menyebabkan kemerosotan mutu

lingkungan, dll merupakan sederetan masalah yang mengganggu perekonomian bangsa Indonesia.

Saragih, B (2001), menyampaikan untuk mengatasi masalah ekonomi yang begitu kompleks diperlukan strategi pembangunan ekonomi yang mampu memberi solusi. Strategi

pembangunan yang dimaksud harus memiliki karakteristik sebagai berikut, 1) memiliki jangkauan kemampuan memecahkan masalah ekonomi dan ketika strategi ini diimplementasikan maka persoalan ekonomi akan dapat diatasi, 2) strategi yang dipilih harus dapat memanfaatkan hasil-hasil pembangunan sebelumnya sehingga pembangunan

sebelumnya tidak menjadi sia-sia, 3) strategi yang dipilih harus mampu membawa perekonomian Indonesia yang lebih cerah dan menjadi sinergis (interdepency economy)

dengan perekonomian dunia.

Di antara pilihan strategi pembangunan ekonomi yang ada, strategi pembangunan yang memenuhi karakteristik tersebut adalah Pembangunan Agribisnis (agribusiness led development) yaitu strategi pembangunan ekonomi yang mengintegrasikan pembangunan

pertanian berkelanjutan (perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan) dengan pembangunan industri hulu dan hilir pertanian serta sektor-sektor jasa yang terkait di

dalamnya (Saragih, B. 1998).

Strategi pengembangan sistem agribisnis tersebut adalah berbasis pada pemberdayagunaan keragaman sumberdaya pada setiap daerah (domestic resources based), akomodatif terhadap keragaman kualitas sumberdaya manusia, tidak mengandalkan pinjaman

luar negeri, berorientasi ekspor maka strategi pembangunan sistem agribisnis akan bergerak menuju pembangunan agribisnis yang digerakkan oleh barang modal dan SDM yang lebih terampil (capital driven) sehingga mampu beralih pada proses pembangunan agribisnis yang digerakkan oleh ilmu pengetahuan, teknologi dan SDM terampil (innovation-driven),

(3)

2. Sistem Pengembangan Agribisnis

Davis, H.J. and R.A. Golberg (1957), dalam tulisannya yang berjudul “A concept of agribusiness” menuliskan bahwa agribisnis berasal dari kata Agribusiness di mana Agr=Agriculture artinya pertanian dan Business artinya usaha atau kegiatan yang menghasilkan keuntungan. Jadi Agribisnis adalah kegiatan yang berhubungan dengan pengusahaan tumbuhan dan hewan (komoditas pertanian, peternakan, perikanan, dan kehutanan) yang berorientasi pasar dan peningkatan nilai tambah. Antara, M (2000),

menyampaikan bahwa agribisnis merupakan konsep dari suatu sistem yang integratif dan terdiri dari beberapa subsistem, yaitu; 1) subsistem pengadaan sarana produksi (agroindustri hulu), 2) subsistem produksi usahatani, 3) subsistem pengolahan dan industri hasil pertanian

(agroindustri hilir), 4) subsistem pemasaran dan perdagangan, dan 5) subsistem kelembagaaan penunjang.

Uraian di atas menunjukkan bahwa kegiatan agribisnis merupakan; a) kegiatan yang berbasis pada keunggulan sumberdaya alam (on farm agribusiness) dengan penerapan teknologi dan sumberdaya manusia bagi perolehan nilai tambah (off-farm agribusiness), b) kegiatan yang memiliki spektrum yang luas, dari skala usaha kecil, rumahtangga hingga skala usaha raksasa. Sehingga usaha mempercepat pertumbuhan sektor agribisnis dengan kondisi petani yang lemah (modal, skill, pengetahuan dan penguasaan lahan yang terbatas) akan

dapat ditempuh melalui penerapan sistem pengembangan agribisnis. Dengan demikian Pengembangan sistem agribisnis adalah merupakan suatu bentuk (model, sistem, pola) yang mampu memberikan keuntungan bagi pelaku-pelaku agribisnis (petani/ peternak/ pekebun/ nelayan/ pengusaha kecil dan menengah/ koperasi), dalam bentuk peningkatan pendapatan, peningkatan nilai tambah dan perluasan kesempatan kerja.

3. Prospek Pembangunan Agribisnis Indonesia.

Jika dilihat dari potensi sumberdaya dan arah kebijakan pembangunan nasional serta potensi pasar atas produk-produk agribisnis, maka Indonesia memiliki prospek untuk

pembangunan sistem agribisnis, yang didukung oleh; a) Keputusan politik yang dimuat dalam GBHN 1999-2004 yang antara lain mengamanatkan pembangunan keunggulan komparatif Indonesia sebagai negara agraris dan maritime, b) Amanat konstitusi yaitu UU No. 22 tahun 1999, UU No. 25 tahun 1999 dan PP 25 tahun 2000 tentang pelaksanaan Otonomi Daaerah. Esensi Otonomi Daerah adalah mempercepat pembangunan ekonomi dengan

(4)

disumbang oleh agribinsis, c) Kekayaan keragaman hayati (biodivercity) daratan dan perairan

yang terbesar di dunia, lahan yang relatif luas dan subur, dan agroklimat sebagai keunggulan komperatif untuk agribisnis, d) Berbasis pada sumberdaya domestic (domestic resources based, high local content) tidak memerlukan impor dan pembiayaan eksternal (utang luar

negeri), e) Produk Indonesia memiliki keunggulan-keunggulan bersaing terutama produk-produk agribisnis, seperti barang-barang dari karet, produk-produk turunan CPO (detergen, sabun, palmoil, dll), (Saragih, B. 2001).

Disamping itu, isu krisis pangan dunia pada saat ini memberi peluang bagi pengembangan agribisnis Indonesia. Kita memiliki ruang gerak dalam pengembangan agribisnis terutama bahan pangan dan serat (tekstil, barang-barang karet, kertas, bahan bangunan dan kayu) yang menguntungkan Indonesia ke depan. Kesadaran masyarakat dunia semakin meningkat akan pentingnya kelestarian lingkungan hidup sehingga mendorong

masyarakat dunia mengkonsumsi barang-barang yang bersifat bio-degradable. Hal ini akan menggeser penggunaan produk petro-fiber baik dalam industri tekstil maupun dalam industri barang-barang dari karet akan digantikan oleh bio-fiber (serat tanaman) seperti rayon.

Di bidang energi juga sedang terjadi perubahan yang fundamental, dimana sumber energi utama dunia adalah sumberdaya mineral (petroleum). Namun cadangan minyak dunia makin tipis, sementara alternatif energi seperti energi nuklir terbukti beresiko tinggi (kasus

Rusia, Jepang). Kelangkaan energi dunia ini memberi kesempatan untuk mengembangkan bio-energi seperti palmoil-diesel (dari minyak sawit), ethanol (dari tebu). Hal ini memberi prospek baru bagi Indonesia sebagai salah satu produsen minyak sawit terbesar di dunia. Kelangkaan petro-energi tersebut juga akan berdampak pada industri-industri yang berbasis pada petro kimia, seperti pupuk, pestisida, detergent. Industri petro-pesticida akan bergeser

kepada bio-pesticide, industri petro-detergent akan beralih pada bio-detergent dan industri petro-fertilizer akan beralih kepada bio-fertilizer (Saragih, B. 2001).

Untuk bidang farmasi dan kosmetika juga sedang terjadi proses perubahan yang menguntungkan negara-negara agribisnis seperti Indonesa. Kebutuhan hidup akan kebugaran

(5)

4. Pengembangan Sistem Agribisnis Berkelanjutan.

Untuk mendayagunakan keunggulan Indonesia sebagai negara agraris dan maritime dalam menghadapi tantangan liberalisasi Perdagangan, perubahan pasar internasional, pemerintah (Departemen terkait) harus mengembangkan sistem dan usaha agribisnis berdaya saing (competitiveness), berkerakyatan (people-driven) dan berkelanjutan (sustainable). Pemerintah harus mengembangkan secara sinergis pembangunan sistem agribisnis yang mencakup; 1) Subsistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness), yakni industri-industri

yang menghasilkan barang-barang modal pertanian, seperti industri perbenihan/ pembibitan, tanaman, ternak, ikan, industri agrokimia (pupuk, pestisida, obat, vaksin ternak/ikan), industry alat dan mesin pertanian (agro-otomotif); 2) Subsistem pertanian primer (on-farm agribusiness), yaitu kegiatan budidaya yang menghasilkan komoditi pertanian primer

(usahatani tanaman pangan, hortikultura, tanaman obat-obatan, perkebunan, peternakan,

perikanan, dan kehutanan), 3) Subsistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness), yaitu industri-industri yang mengolah komoditi pertanian primer menjadi olahan seperti industri makanan/ minuman, pakan, barang-barang serat alam, farmasi dan bio-energi, dan 4) Subsistem penyedia jasa agribisnis (services for agribusiness) seperti perkreditan, transportasi dan pergudangan, Litbang, Pendidikan SDM, dan kebijakan ekonomi (lihat Davis and Golberg, 1957; Downey and Steven, 1987).

Sistem dan usaha agribisnis yang dikembangkan pemerintah, harus berkerakyatan yang dicirikan dengan keterlibatan rakyat dalam sistem dan usaha agribisnis, berlandaskan sumber daya yang dimiliki rakyat baik sumberdaya alam, teknologi (indigenous technologies), kearifan lokal (local widom), budaya ekonomi lokal (local culture, capital

social) dan menjadikan organisasi ekonomi rakyat banyak menjadi pelaku utama agribisnis.

Disamping itu pengembangan sistem dan usaha agribisnis juga harus berkelanjutan, baik dari segi ekonomi, teknologi maupun dari segi ekologis. Dari sisi ekonomi, pembangunan sistem dan usaha agribisnis harus berakar pada sumberdaya dan organisasi ekonomi lokal dan menjadikan inovasi teknologi ramah lingkungan dan kreativitas (skill)

rakyat sebagai sumber pertumbuhan, untuk menghasilkan sistem dan usaha agribisnis yang berkelanjutan.

5. Paradigma Pembangunan Berkelanjutan

Perhatian terhadap pembangunan berkelanjutan dimulai sejak munculnya kekwatiran

R. Malthus pada ketersediaan lahan di Inggris akibat ledakan penduduk tahun 1798.

(6)

Limit to Growth (Fauzi, A. 2006). Meadow mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi

akan sangat dibatasi oleh ketersediaan sumber daya alam sehingga penyediaan barang dan

jasa yang berasal dari sumber daya alam tidak akan dapat dilakukan secara terus-menerus.

Perhatian terhadap pembangunan berkelanjutan mencuat kembali pada tahun 1987

saat World Commission on Environment and Development (WCED) menerbitkan buku

berjudul Our Common Future (Fauzi, A. 2006). Buku ini memicu lahirnya agenda baru

pembangunan ekonomi yang berkaitan dengan lingkungan dalam konteks pembangunan yang

berkelanjutan. Mereka (WCED) mendefinisikan pembangunan berkelanjutan sebagai

pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan

generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka.

6. Pertanian Berkelanjutan.

Turner et al. (1993) mendefinisikan pembangunan berkelanjutan sebagai upaya

memaksimalkan manfaat bersih pembangunan ekonomi dengan syarat dapat

mempertahankan dan meningkatkan jasa, kualitas dan kuantitas sumber daya alam sepanjang

waktu. Selanjutnya The Agricultural Research Service (USDA) mendefinisikan pertanian

berkelanjutan sebagai pertanian yang pada waktu mendatang dapat bersaing, produktif,

menguntungkan, mengkonservasi sumber daya alam, melindungi lingkungan, serta

meningkatkan kesehatan, kualitas pangan, dan keselamatan.

Definisi Pertanian berkelanjutan menurut FAO (1989) adalah “ manajemen dan konservasi basis sumberdaya alam, dan orientasi perubahan teknologi dan kelembagaan guna menjamin tercapainya dan terpuaskannya kebutuhan manusia generasi saat ini maupun mendatang. Pembangunan pertanian berkelanjutan menkonservasi lahan, air, sumberdaya

genetik tanaman maupun hewan, tidak merusak lingkungan, tepat guna secara teknis, layak secara ekonomis, dan diterima secara social “

Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) merupakan implementasi dari konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) pada sektor pertanian. Konsep

pembangunan berkelanjutan dimulai akhir tahun 1980 an sebagai respon terhadap strategi pembangunan sebelumnya yang terfokus pada tujuan pertumbuhan ekonomi tinggi yang terbukti telah menimbulkan degradasi kapasitas produksi maupun kualitas lingkungan hidup. Pertanian berkelanjutan merupakan pengelolaan sumber daya alam dengan teknologi

dan kelembagaan untuk menjamin pemenuhan dan pemuasan kebutuhan manusia secara

berkelanjutan. Pembangunan pertanian harus mampu mengkonservasi tanah, air, tanaman dan

(7)

diterima. Sehingga berimplikasi pada proses pembangunan yang berwawasan lingkungan,

sehingga; 1) menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar nutrisi bagi masyarakat untuk generasi

masa kini dan mendatang, 2) dapat menyediakan lapangan pekerjaan, 3) memelihara

kapasitas produksi pertanian, 4) mengurangi dampak kegiatan pembangunan pertanian yang

dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, 5) menghasilkan berbagai produk pertanian,

baik primer maupun hasil olahan, yang berkualitas serta berdaya saing tinggi.

7. Implikasi Kebijakan Pertanian Berkelanjutan Dalam Sistem Agribisnis.

Saat ini pertanian berkelanjutan sudah menjadi gerakan global dan telah menjadi dasar pelaksanaan (rules of conduct) “Praktek Pertanian yang Baik” (good agricultural practices). Negara, lembaga pembangunan, organisasi swadaya masyarakat dan lembaga

konsumen internasional turut mendorong dan mengawasi pelaksanaan prinsip pertanian

berkelanjutan tersebut. Kepatuhan produsen terhadap standar praktek pertanian bekelanjutan menjadi salah satu acuan bagi konsumen atas produk pertanian. Karena itu, setiap perusahaan agribisnis harus mematuhi prinsip Praktek Pertanian yang Baik (PPB) agar dapat memperoleh akses pasar, khususnya di pasar internasional (Saptana dan Ashari, 2007)

Pengawasan atas praktek pertanian berkelanjutan merupakan salah satu pertimbangan dalam perumusan kebijakan perdagangan suatu negara. Hal ini menunjukkan bahwa

kepatuhan terhadap standar pertanian berkelanjutan merupakan salah satu kunci akses bagi pasar produk pertanian. Gerakan pertanian berkelanjutan juga didorong oleh lembaga-lembaga donor pembangunan internasional (World Bank, IMF, Asia Development Bank). Bahkan kepatuhan terhadap praktek pembangunan pertanian berkelanjutan merupakan salah satu persyaratan pemberian bantuan oleh lembaga donor, maka pada gilirannya, kebijakan

Negara penerima bantuan tersebut akan mengarahkan dan memaksa pengusaha agribisnis mematuhi standar praktek pertanian berkelanjutan.

8. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Dengan Pengembangan Sistem Agribisnis.

Sanim, B (2006) menyampaikan bahwa; Pembangunan pertanian berkelanjutan

memiliki tiga tujuan yaitu; tujuan ekonomi (efisiensi dan pertumbuhan), tujuan sosial

(kepemilikan/ keadilan), dan tujuan ekologi (kelestarian sumber daya alam dan lingkungan).

Ketiga tujuan tersebut saling terkait dimana proses pembangunan pertanian berkelanjutan

dapat terwujud bila tiga tujuan pembangunan tersebut tercapai. Efisiensi dan pertumbuhan

sektor pertanian dapat dipacu melalui pertumbuhan produksi dan pendapatan petani,

(8)

dapat ditempuh melalui kebijakan reformasi agraria (land reform) serta meningkatkan akses

dan control masyarakat petani ke sumber daya pertanian, modal, teknologi, kesejahteraan

sosial, dan ketenteraman.

Sejak dilaksanakannya proses pembangunan pertanian berkelanjutan di Indonesia telah diterapkan beberapa sistem pengembangan pertanian berskala usaha, baik untuk komoditi pangan maupun non pangan. Tujuan dan sasaran sistem pengembangan pertanian adalah pengembangan secara menyeluruh dan terpadu, yakni tidak hanya peningkatan

produksi, tetapi juga pengadaan sarana produksi, pengolahan produk, pengadaan modal usaha dan pemasaran produk bekerjasama dengan pengusaha. Sistem pengembangan sektor pertanian semacam ini adalah pengembangan pertanian berdasarkan agribisnis dan di antara sistem-sistem tersebut telah diterapkan pemerintah berupa kebijakan nasional antara lain: Unit Pelaksana Proyek (UPP), Insus dan Supra Insus, Sistem Inkubator, Sistem Modal

Ventura, Sistem Kemitraan (Contract Farming) dalam berbagai bentuknya seperti Pola PIR, Pola Pengelola, Sistem “Farm Cooperative” (Saptana dan Ashari, 2007).

Keberhasilan pembangunan pertanian berkelanjutan ditentukan oleh pelaksanaan

revitalisasi pertanian. Krisnamurthi, B (2006) mengemukakan, revitalisasi pertanian

memiliki tiga pengertian, yaitu; 1) sebagai kesadaran akan pentingnya pertanian bagi

kehidupan bangsa dan rakyat Indonesia, 2) sebagai bentuk rumusan harapan masa depan

tentang kondisi pertanian, 3) sebagai kebijakan dan strategi besar melakukan revitalisasi itu

sendiri.

Pada satu sisi, Simatupang, P (1995) menyampaikan bahwa Struktur agribisnis yang

berkembang saat ini kurang memiliki daya saing, sehingga perlu dikembangkan dngan baik,

hal itu disebabkan oleh tiga faktor utama yaitu:

1. Tidak ada keterkaitan fungsional yang harmonis di antara kegiatan atau pelaku agribisnis,

sehingga dinamika pasar belum dapat direspons secara efektif karena tidak adanya

koordinasi.

2. Terbentuknya marjin ganda sehingga ongkos produksi, pengolahan, dan pemasaran hasil

yang harus dibayar konsumen lebih mahal.

3. Tidak adanya kesetaraan posisi tawar antara petani dan pelaku agribisnis lainnya sehingga

petani sulit mendapatkan harga pasar yang wajar.

Namun walaupun demikian bahwa pembangunan pertanian berkelanjutan melalui

pendekatan pengembangan sistem agribisnis akan memberikan beberapa manfaat yaitu; 1)

mengoptimalkan alokasi sumber daya pada satu titik waktu dan lintas generasi, 2)

(9)

keterpaduan produk berdasarkan tarikan permintaan (demand driven), 3) meningkatkan

efisiensi masing-masing subsistem agribisnis dan harmonisasi keterkaitan antar subsistem

melalui keterpaduan antar pelaku, 4) terbangunnya kemitraan usaha agribisnis yang saling

membutuhkan, memperkuat, dan menguntungkan, dan 5) adanya kesinambungan usaha yang

menjamin stabilitas dan kontinuitas pendapatan seluruh pelaku agribisnis. Pendekatan

tersebut hanya akan berhasil bila dilakukan secara partisipatif.

Pembangunan pertanian berkelanjutan dapat dilakukan melalui pengembangan sistem

agribisnis. Dalam agribisnis dikenal konsep agribisnis sebagai suatu sistem dan agribisnis

sebagai suatu usaha (perusahaan). Di samping itu dikenal azas-azas dalam pengembangan

agribisnis yang berkelanjutan yaitu terpusat, efisien, menyeluruh dan terpadu, serta menjaga

kelestarian lingkungan.

9. Penutup

Proses pembangunan ekonomi yang keliru pada masa lalu dan munculnya krisis ekonomi berkepanjangan, mengharuskan Indonesia memilih strategi pembangunan ekonomi yang tepat. Pembangunan agribisnis merupakan suatu strategi pembangunan ekonomi yang mengintegrasikan pembangunan pertanian dengan pembangunan industri hulu dan hilir pertanian serta sektor jasa yang terkait di dalamnya. Strategi pembangunan sistem agribisnis

yang berbasis pada pemberdayagunaan keragaman sumberdaya daerah, akomodatif terhadap keragaman kualitas sumberdaya manusia, tidak mengandalkan impor dan pinjaman luar negeri yang besar, namun berorientasi ekspor sehingga mampu memecahkan sebagian besar permasalahan perekonomian yang ada.

Selain itu, strategi pembangunan sistem agribisnis secara bertahap akan bergerak

dinamis menuju pembangunan agribisnis yang digerakkan ilmu pengetahuan, teknologi dan SDM terampil (innovation-driven), diyakini mampu mengantarkan pertanian Indonesia memiliki daya saing dan bersinergis dalam dunia internasional. Jika dilihat dari berbagai aspek, seperti potensi sumberdaya yang dimiliki, arah kebijakan pembangunan nasional,

(10)

Daftar Pustaka

Antara, M. 2000. Sistem Pengembangan Agribisnis Hortikultura Berkelanjutan Dan Berdaya Saing Tinggi di Kawasan Timur Indonesia. Makalah Seminar Pada “Pertemuan Sosialisasi Program dan Organisasi Hortikultura dan Aneka Tanaman Wilayah Timur Indonesia, 12 Desember 2000”. Direktorat Jenderal Produksi Hortikultura dan Aneka Tanaman. Departemen Pertanian RI. Denpasar. Bali.

Davis, H. J. and R.A. Golberg. 1957. A Concept of Agribusiness. Harvard Graduate School of Business Administration. Boston, Massachusets.

Downey, W. David and Steven, P. Erickson. 1987. Agribusiness Management. Mc Graw-Hill Book Company, New York, Second Edition.

FAO.1989. Sustainable Development and Natural Resources Management. Twenty-Fifth Conference, Paper C 89/2 simp 2, Food and Agriculture Organization, Rome.

Fauzi, A. 2006. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan: Teori dan aplikasi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Krisnamurthi, B. 2006. Revitalisasi Pertanian: Sebuah konsekuensi sejarah dan tuntutan masa depan. Dalam Revitalisasi Pertanian dan Dialog Peradaban. Penerbit Buku Kompas. Jakarta.

Sanim, B. 2006. Analisis Ekonomi Lingkungan dan Audit Lingkungan. Makalah disampaikan pada Pelatihan Dosen Perguruan Tinggi Negeri Se-Jawa dan Bali dalam Bidang Audit Lingkungan, Bogor, 11−20 September 2006.

Saragih, B. 2001. Pembangunan Sistem Agribisnis di Indonesia dan Peranan Public Relation. Makalah Seminar Peranan Public Relation dalam Pembangunan Pertanian. Program Pascasarjana PS. KMP-IPB. Bogor.

Saragih, B. 1998. Kumpulan Pemikiran Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian. Yayasan Persada Mulia Indonesia.

Saptana dan Ashari, 2007. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Melalui Kemitraan Usaha Jurnal Litbang Pertanian RI, 26 (4). Jakarta.

Simatupang,P. 1995. Industrialisasi Pertanian Sebagai strategi Agribisnis dan Pembangunan Pertanian dalam Era Globalisasi. Orasi Pengukuhan Ahli Peneliti Utama. Bogor. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.

(11)

Referensi

Dokumen terkait

Pada praktikum selanjutnya diharapkan menggunakan preparat yang terdiri dari semua organ ikan agar lebih mengetahui jenis penyakit atau kelainan yang spesifik

Tujuan khusus ketiga yaitu keluarga mampu memberikan stimulasi bagi anak dengan kriteria evaluasi keluarga mampu mempraktekkan cara memberikan stimulasi bagi

Pada penelitian ini akan membandingkan perubahan karakteristik indikator pembangunan ekonomi pada awal masa kepengurusan Kepala Daerah tahun 2011 dan diakhir tahun

Sedangkan definisi dari etika muja > dalah adalah standar nilai yang dijadikan acuan dalam usaha memperkuat pernyataan yang dipersoal– kan dengan menggunakan argumentasi

Team Leader of Marketing LINE Indonesia, Galuh Chandrakirana dalam wawancaranya pada artikel yang berjudul “Strategi LINE Gunakan Euforia AADC Untuk Dongkrak Pengguna Fitur Find

Berdasarkan pada penelitian diproleh kesimpulan bahwa (1) Faktor yang menjadi sengketa warisan adalah penggugat sebagai isteri yang sah dari pewaris belum mendapat

Skema pengisian borang manajemen risiko yang diterapkan oleh Direktorat Kemahasiswaan Institut Pertanian Bogor merupakan alat yang penting untuk meminimalisir risiko dan dampak

Untuk review dokumen resmi yang digunakan adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD, seperti Peraturan Daerah (Perda), Surat Keputusan