Golongan Antibiotik 1. Golongan Penisilin
Penisilin diklasifikasikan sebagai obat β-laktam karena cincin laktam mereka yang unik. Mereka memiliki ciri-ciri kimiawi, mekanisme kerja, farmakologi, efek klinis, dan karakteristik imunologi yang mirip dengan sefalosporin, monobactam, carbapenem, dan β-laktamase inhibitor, yang juga merupakan senyawa β-laktam. Penisilin dapat terbagi menjadi beberapa golongan :
- Penisilin natural (misalnya, penisilin G)
Golongan ini sangat poten terhadap organisme gram-positif, coccus gram negatif, dan bakteri anaerob penghasil non-β-laktamase. Namun, mereka memiliki potensi yang rendah terhadap batang gram negatif.
- Penisilin antistafilokokal (misalnya, nafcillin)
Penisilin jenis ini resisten terhadap stafilokokal β-laktamase. golongan ini aktif terhadap stafilokokus dan streptokokus tetapi tidak aktif terhadap enterokokus, bakteri anaerob, dan kokus gram negatif dan batang gram negatif.
- Penisilin dengan spektrum yang diperluas (Ampisilin dan Penisilin antipseudomonas)
Obat ini mempertahankan spektrum antibakterial penisilin dan mengalami peningkatan aktivitas terhadap bakteri gram negatif (Katzung, 2007). Golongan Sefalosporin dan Sefamisin
Sefalosporin mirip dengan penisilin secara kimiawi, cara kerja, dan toksisitas. Hanya saja sefalosporin lebih stabil terhadap banyak beta-laktamase bakteri sehingga memiliki spektrum yang lebih lebar. Sefalosporin tidak aktif terhadap bakteri enterokokus dan
L.monocytogenes. Sefalosporin terbagi dalam beberapa generasi, yaitu: 1. Sefalosporin generasi pertama
Sefalosporin generasi pertama termasuk di dalamnya sefadroxil, sefazolin, sefalexin, sefalotin, sefafirin, dan sefradin. Obat - obat ini sangat aktif terhadap kokus gram positif seperti pnumokokus, streptokokus, dan stafilokokus.
2. Sefalosporin generasi kedua
Anggota dari sefalosporin generasi kedua, antara lain: sefaklor, sefamandol, sefanisid, sefuroxim, sefprozil, loracarbef, dan seforanid. Secara umum, obat – obat generasi kedua memiliki spektrum antibiotik yang sama dengan generasi pertama. Hanya saja obat generasi kedua mempunyai spektrum yang diperluas kepada bakteri gram negatif.
3. Sefalosporin generasi ketiga
Obat–obat sefalosporin generasi ketiga adalah sefeperazone, sefotaxime, seftazidime, seftizoxime, seftriaxone, sefixime, seftibuten, moxalactam, dll. Obat generasi ketiga memiliki spektrum yang lebih diperluas kepada bakteri gram negatif dan dapat menembus sawar darah otak.
4. Sefalosporin generasi keempat
Sefepime merupakan contoh dari sefalosporin generasi keempat dan memiliki spektrum yang luas. Sefepime sangat aktif terhadap haemofilus dan neisseria dan dapat dengan mudah menembus CSS (Katzung, 2007).
3. Golongan Kloramfenikol
Kloramfenikol merupakan inhibitor yang poten terhadap sintesis protein
mikroba. Kloramfenikol bersifat bakteriostatik dan memiliki spektrum luas dan aktif terhadap masing – masing bakteri gram positif dan negatif baik yang aerob maupun anaerob (Katzung, 2007).
Golongan Tetrasiklin
Golongan tetrasiklin merupakan obat pilihan utama untuk mengobati
infeksi dari M.pneumonia, klamidia, riketsia, dan beberapa infeksi dari spirokaeta.
Tetrasiklin juga digunakan untuk mengobati ulkus peptikum yang disebabkan oleh H.pylori. Tetrasiklin menembus plasenta dan juga diekskresi melalui ASI dan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan tulang dan gigi pada anak akibat ikatan tetrasiklin dengan kalsium. Tetrasiklin diekskresi melalui urin dan cairan empedu (Katzung, 2007).
5. Golongan Makrolida
Eritromisin merupakan bentuk prototipe dari obat golongan makrolida
yang disintesis dari S.erythreus. Eritromisin efektif terhadap bakteri gram positif terutama pneumokokus, streptokokus, stafilokokus, dan korinebakterium. Aktifitas antibakterial eritromisin bersifat bakterisidal dan meningkat pada pH basa (Katzung, 2007).
6. Golongan Aminoglikosida
Yang termasuk golongan aminoglikosida, antara lain: streptomisin,
neomisin, kanamisin, tobramisin, sisomisin, netilmisin, dan lain – lain. Golongan aminoglikosida pada umumnya digunakan untuk mengobati infeksi akibat bakteri gram negatif enterik, terutama pada bakteremia dan sepsis, dalam kombinasi dengan vankomisin atau penisilin untuk mengobati endokarditis, dan pengobatan tuberkulosis (Katzung, 2007).
7. Golongan Sulfonamida dan Trimetoprim
Sulfonamida dan trimetoprim merupakan obat yang mekanisme kerjanya
menghambat sintesis asam folat bakteri yang akhirnya berujung kepada tidak terbentuknya basa purin dan DNA pada bakteri. Kombinasi dari trimetoprim dan sulfametoxazole
merupakan pengobatan yang sangat efektif terhadap pneumonia akibat P.jiroveci, sigellosis, infeksi salmonela sistemik, infeksi saluran kemih, prostatitis, dan beberapa infeksi
mikobakterium non tuberkulosis (Katzung, 2007).
8. Golongan Fluorokuinolon
Golongan fluorokuinolon termasuk di dalamnya asam nalidixat, siprofloxasin, norfloxasin, ofloxasin, levofloxasin, dan lain–lain. Golongan fluorokuinolon aktif terhadap bakteri gram negatif. Golongan fluorokuinolon efektif mengobati infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh pseudomonas. Golongan ini juga aktif mengobati diare yang disebabkan oleh shigella, salmonella, E.coli, dan Campilobacter (Katzung, 2007).
Mekanisme aksi Asam traneksamat
Asam traneksamat bekerja dengan cara memblok ikatan plasminogen dan plasmin terhadap fibrin ; inhibisi terhadap plasmin ini sangat terbatas pada tingkat tertentu.
Asam traneksamat secara kompetitif menghambat aktivasi plasminogen (melalui mengikat domain kringle), sehingga mengurangi konversi plasminogen menjadi plasmin (fibrinolisin), enzim yang mendegradasi pembekuan fibrin, fibrinogen, dan protein plasma lainnya, termasuk faktor-faktor prokoagulan V dan VIII. Asam traneksamat juga langsung menghambat aktivitas plasmin, tetapi dosis yang lebih tinggi diperlukan daripada yang dibutuhkan untuk mengurangi pembentukan plasmin. Farmakodinamik As. Traneksamat:
Asam traneksamat merupakan antifibrinolytic yang kompetitif menghambat aktivasi plasminogen menjadi plasmin. Asam traneksamat merupakan inhibitor kompetitif aktivasi plasminogen, dan pada banyak konsentrasi yang lebih tinggi, inhibitor nonkompetitif plasmin, yaitu tindakan yang mirip dengan asam aminokaproat. Asam traneksamat adalah sekitar 10 kali lebih kuat daripada in vitro aminokaproat. Asam traneksamat mengikat lebih kuat daripada asam aminokaproat untuk kedua reseptor yang kuat dan lemah dari molekul plasminogen dalam rasio yang sesuai dengan perbedaan potensi antara senyawa. Asam traneksamat dalam konsentrasi 1 mg per ml tidak agregat trombosit in vitro. Pada pasien dengan angioedema herediter, penghambatan pembentukan dan aktivitas plasmin oleh asam traneksamat dapat mencegah serangan angioedema dengan mengurangi aktivasi plasmin diinduksi protein komplemen pertama (C1)
Keterolac
Menghambat sintesa prostaglandin dengan menghambat kerja isoenzim COX-1 & COX-3.
Menghambat sintesa prostaglandin dengan cara menghambat kerja enzym cyclooxygenase (COX), COX-1 & COX-2 pada jalur arachidonat tidak melalui jalur opiat.
Efeknya menghambat biosintesis prostaglandin. Kerjanya menghambat enzim siklooksogenase (prostaglandin sintetase). Selain menghambat sintese prostaglandin, juga menghambat tromboksan A2. ketorolac tromethamine memberikan efek anti inflamasi dengan menghambat pelekatan granulosit pada pembuluh darah yang rusak, menstabilkan membrane lisosom dan menghambat migrasi leukosit polimorfonuklear dan makrofag ke tempat peradangan
Efek pada darah : Menghambat proses agregasi platelet & dapat memperpanjang waktu pendarahan. Konsentrasi tromboxan B2 serum
As. Mefenamat :
Menghambat sintesa prostaglandin dengan menghambat kerja isoenzim COX-1 & COX-2
Kerja Asam mefenamat adalah seperti obat golongan AINS lain yaitu menghambat sintesa Prostaglandin dengan menghambat kerja enzim cyclooxygenase/PGHS (COX-1 & COX-2). Efek anti inflamasi, analgetik & antipiretik merupakan dipercaya dari kerja menghambat COX-2. Efek anti inflamasi mungkin juga dihasilkan dari kerja menghambat biosintesis dari mukopolisakarida. Efek antipiretik diduga akibat
hambatan sintesa prostaglandin di CNS.
• Menghambat siklooksigenase-1 (COX-1) dan COX-2,
• tindakan farmakologis mirip dengan NSAID lainnya; berperan dalam aktivitas anti-inflamasi, analgesik, dan antipiretik
Alinamin
Alinamin merupakan salah satu jenis vitamin yang mengandung komponen vitamin B, khususnya vitamin B1 dan B2. Vitamin B1 dan B2 ini suplemen yang dibutuhkan ketika seseorang mengalami keadaan-keadaan tertentu seperti meningkatnya kebutuhan, seperti pada saat kehamilan dan menyusui pada saat memerlukan banyak energi, terjadi gangguan penyerapan, seperti pada diare dan gangguan pencernaan lainnya. Alinamin-F tablet mengandung vitamin B1 dalam bentuk TTFD (Thiamini TetrahydroFurfuryl Disulfidi hydrochloridum).
Vitamin B1
FARMAKODINAMIK DAN FISIOLOGI. Pada dosis kecil atau dosis terapi tiamin tidak memperlihatkan efek farmakodinamik yang nyata. Pada pemberian IV secara cepat dapat terjadi efek langsung pada pembuluh darah perifer berupa vasodilatasi ringan, disertai penurunan tekanan darah yang bersifat sementara. Meskipun tiamin berperan dalam metabolism karbohidrat, pemberian dosis besar tidak mempengaruhi kadar gula darah. Dosis toksik pada hewan coba adalah 125-350 mg/ kg BB secara IV dan kira-kira 40 kalinya untuk pemberian oral. Pada manusia, reaksi toksik setelah pemberian parenteral biasanya terjadi karena reaksi alergi.
Defisiensi Tiamin. Defisiensi berat menimbulkan penyakit beri-beri yang gejalanya terutama tampak pada sistem saraf dan kardiovaskular. Gangguan saraf dapat berupa neuritis perifer dengan gejala rasa berat dan lemah pada tungkai, gangguan sensorik seperti hiperestesia, anesthesia, rasa nyeri dan rasa terbakar. Kekuatan otot semakin berkurang, dan pada keadaan berat dapat terjadi kelumpuhan tungkai. Gejala yang timbul pada sistem kardiovaskular dapat berupa gejala insufisiensi jantung antara lain sesak napas setelah kerja jasmani, palpitasi, takikardi, gangguan ritme serta pembesaran jantung dan perubahan elektrokardiogram. Pada saluran cerna gangguan dapat berupa konstipasi, nafsu makan berkurang, perasaan tertekan dan nyeri di daerah epigastrium.
Kebutuhan Sehari. Karena tiamin penting untuk metabolism energy, terutama karbohidrat, maka kebutuhan akan tiamin umumnya sebanding dengan asupan kalori. Kebutuhan minimum adalah 0,3 mg/ 1000 kcal, sedangkan AKG di Indonesia ialah 0,3-0,4 mg/hari untuk bayi, 1,0 mg/hari untuk orang dewasa dan 1,2 mg/hari untuk wanita hamil.
Vitamin B2
FARMAKODINAMIK. Pemberian riboflavin baik secara oral maupun parenteral tidak memberikan efek farmakodinamik yang jelas.
Defisiensi Riboflavin. Keadaan ini ditandai dengan gejala sakit tenggorok dan radang di sudut mulut. Timbul dermatitis seboroik di muka, anggota gerak dan seluruh badan. Gejala-gejala pada mata adalah fotofobia, lakrimasi, gatal dan panas.
Kebutuhan Sehari. Kebutuhan tiap individu akan riboflavin berbanding lurus dengan energy yang digunakan, minimum 0,3 mg/ 1000 kcal.
FARMAKOKINETIK. Pemberian secara oral atau parenteral akan diabsorbsi dengan baik dan didistribusi merata ke seluruh jaringan. Asupan yang berlebihan akan dikeluarkan melalui urin dalam bentuk utuh. Dalam tinja ditemukan riboflavin yang disintesis oleh kuman di saluran cerna, tetapi tidak ada bukti nyata yang menjelaskan bahwa zat tersebut dapat diabsorpsi melalui mukosa usus.
Kaitan Alinamin dengan Sistem Reproduksi
Beberapa sumber menyebutkan bahwa pengaruh utama alinamin untuk sistem reproduksi yaitu pengaruh pada ibu hamil. Seperti yang diketahui, ibu hamil biasanya mengalami kelelahan yang berlebih dikarenakan kebutuhan energi yang meningkat tetapi tidak tercukupinya produksi energi. Untuk itu, pemberian alinamin dapat diberikan ( khususnya tiamin/ vitamin B1) yang berperan dalam proses metabolisme terutama metabolisme karohidrat sehingga bisa meningkatkan produksi energi pada ibu hamil. Alinamin (tiamin/ vitamin B1) juga berguna untuk pengobatan wanita hamil yang kurang gizi.
Selain itu, ibu hamil biasanya secara alamiah mengalami keadaan emesis gravidarum ( mual muntah ). Penggunaan alinamin ini juga dapat membantu mengurangi gejala mual muntah pada ibu hamil.
Skor VBAC
Kriteria seleksi pasien yang mencoba VBAC menurut ACOG, yaitu4,5,6:
1. Satu atau dua seksio dengan insisi transversal rendah 2. Panggul adekuat secara klinis
3. Tidak ada parut uterus lain atau riwayat ruptura uteri
4. Dokter mendampingi selama persalinan, dapat memonitor persalinan dan melakukan seksio sesarea segera.
5. Tersedianya dokter anastesi dan personil untuk melakukan seksio sesarea segera. Beberapa kriteria/persyaratan lainnya antara lain :
1. Tidak ada indikasi untuk harus dilakukan seksio sesarea pada kehamilan saat ini seperti letak lintang, sungsang, bayi besar, plasenta previa.
2. Terdapat catatan medik yang lengkap mengenai riwayat seksio sesarea sebelumnya (operator, jenis insisi, komplikasi, lama perawatan).
3. Segera mungkin pasien dirawat di RS setelah persalinan mulai. 4. Tersedia darah untuk transfusi.
5. Janin presentasi verteks normal.
6. Pengawasan selama persalinan yang baik (personil, partograf, fasilitas). 7. Adanya fasilitas dan perawatan bila dibutuhkan seksio sesarea darurat. 8. Persetujuan tindak medik mengenai keuntungan maupun risikonya. KONTRAINDIKASI
Sedangkan kontraindikasi VBAC menurut ACOG antara lain2,5 :
1. Riwayat insisi klasik atau T atau operasi uterus transfundal lainnya (termasuk riwayat histerotomi, ruptura uteri, miomektomi).
2. Adanya indikasi untuk harus dilakukan seksio sesarea (plasenta previa, makrosomia, malpresentasi, malposisi)
3. Komplikasi medis atau obstetri yang melarang persalinan pervaginam.
4. Ketidakmampuan melaksanakan seksio sesarea segera karena tidak adanya operator, anastesia, staf atau fasilitas.
5. Kehamilan kembar.
Untuk memperkirakan keberhasilan persalinan pervaginam dengan riwayat seksio sesaria, dibuat sistem penilaian dengan memperhatikan beberapa variabel yaitu nilai Bishop, persalinan pervaginam sebelum seksio sesarea, dan indikasi seksio sesarea sebelumya. Weinstein dkk dan Alamia dkk telah menyusun sistem penilaian untuk memperkirakan keberhasilan persalinan pervaginam dengan riwayat seksio sesaria. Namun, menurut ACOG, tidak ada suatu cara yang memuaskan untuk memperkirakan apakah persalinan pervaginam dengan riwayat seksio sesaria akan berhasil atau tidak. Beberapa sistem skoring untuk memprediksi keberhasilan persalinan pervaginam dengan riwayat seksio sesaria
Skor Weistein :
Weinstein Tidak Ya
Indikasi SC yang lalu 0 4
Grade A Malpresentasi
PIH (Pregnancy Induced Hypertension) Gemelli
0 6
Grade B
Plasenta previa atau Solusio Prematur Ketuban pecah 0 5 Grade C Gawat janin CPD atau Distosia Prolaps tali pusat
0 4 Grade D Makrosomia PJT 0 3 Interpretasi : Skor > 4 : keberhasilan > 58% Skor > 6 : keberhasilan > 67% Skor > 8 : keberhasilan > 78% Skor > 10 : keberhasilan > 85% Skor > 12 : keberhasilan > 88% Skor Alamia :
No .
Skor Alamia Nilai
1 Riwayat persalinan pervaginam sebelumnya 2 2 Indikasi SC sebelumnya
Sungsang, gawat janin, plasenta previa, elektif 2
Distosia pada pembukaan < 5 cm 1
Distosia pada pembukaan > 5 cm 0
3 Dilatasi serviks > 4 cm 2 > 2,5 < 4 cm 1 < 2,5 cm 0 4 Station dibawah –2 1 5 Panjang serviks < 1 cm 1
6 Persalinan timbul spontan 1
Interpretasi :
Skor 7 – 10 : keberhasilan 94,5% Skor 4 – 6 : keberhasilan 78,8% Skor 0 – 3 : keberhasilan 60,0% Skor Flamm-Geiger :
No. Kriteria Nilai
1 Usia dibawah 40 tahun 2
2 Riwayat persalinan pervaginam:
- sebelum dan setelah seksio sesarea 4
- setelah seksio sesarea pertama 2
- sebelum seksio pertama 1
- Belum pernah 0
3 Indikasi seksio sesarea pertama bukan kegagalan kemajuan persalinan
1 4 Pendataran serviks pada saat masuk rumah sakit
- > 75% 2
- 25 – 75 % 1
- < 25% 0
5 Pembukaan serviks pada saat masuk rumah sakit ≥ 4 cm 1 Interpretasi :
Skor 0-2 : keberhasilan VBAC 42-45 % Skor 3 : keberhasilan VBAC 59-60 % Skor 4 : keberhasilan VBAC 64-67% Skor 5 : keberhasilan VBAC 77-79%
Skor 6 : keberhasilan VBAC 88-89% Skor 7 : keberhasilan VBAC 93%
Skor 8-10 : keberhasilan VBAC 95-99%
Pada pasien-pasien yang akan direncanakan untuk dilakukan persalinan pervaginam dengan riwayat seksio sesarea sebelumnya harus dilakukan :
Pasien dirawat pada usia kehamilan 38 minggu atau lebih da dilakukan persiapan seperti persalinan biasa.
Dilakukan pemerikssaan NST atau CST ( bila sudah inpartu ), jika dimungkinkan malahan dilakukan continuous electronic fetal heart monitoring.
Kemajuan persalinan dipantau dan dievaluasi seperti halnya persalinan biasanya, yakni menggunakan partograf standar.
Setiap patologi persalinan atau kemajuannya, memberikan indikasi untuk segera mengakhiri persalinan itu secepatnya ( yakni dengan seksio sesarea kembali ).
Kala II persalinan sebaiknya tidak dibiarkan lebih dari 30 menit, sehingga harus diambil tindakan untuk mempercepat kala II ( ekstraksi forseps atau ekstraksi vakum ) jika dalam waktu tersebut bayi belum lahir.
Dianjurkan untuk melakukan eksplorasi/pemeriksaan terhadap keutuhan dinding uterus setelah lahirnya plasenta, terutama pada lokasi irisan seksio sesarea terdahulu.
Dilarang keras melakukan ekspresi fundus uteri ( perasat Kristeller ).
Apabila syarat-syarat untuk persalinan per vaginam tak terpenuhi ( misalnya kala II dengan kepala yang masih tinggi ), dapat dilakukan seksio sesarea kembali.
Apabila dilakukan seksio sesarea kembali, diusahakan sedapat mungkin irisan mengikuti luka parut terdahulu, sehingga dengan begitu hanya akan terdapat 1( satu ) bekas luka / irisan.
Persalinan spontan lebih diharapkan pada wanita dengan riwayat seksio sesarea. Pada beberapa penelitian penggunaan Oksitosin sebagai augmentasi maupun induksi pada persalinan percobaan dengan riwayat seksio sesarea sebelumnya tidak menunjukkan nilai yang cukup signifikan. Namun pada penelitian lainnya penggunaannya dapat meningkatkan risiko terjadinya ruptura uteri 2-5 kali dibandingkan dengan lahir secara spontan. Menurut The American Academy of Pediatics dan The American College of Obstetricians and Gynecologist (2002) menyimpulkan bahwa penggunaan oksitosin sebagai induksi ataupun augmentasi masih dapat diterima selama pasien dalam pengawasan yang ketat. 2,3,4,6