• Tidak ada hasil yang ditemukan

METABAHASA Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "METABAHASA Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

METABAHASA

Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

METABAHASA: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Journal homepage: http://journal.stkipyasika.ac.id/index.php/metabahasa

Journal Email: metabahasayasika@gmail.com

PENGEMBANGAN BUKU PELAJARAN SMP/MTS BERBASIS

KOMPONEN BUDAYA DI JAWA BARAT DALAM UPAYA

MENGATASI HAMBATAN KONSEPTUAL DALAM PEMBELAJARAN

BAHASA INDONESIA

E. KOSASIH

Dosen Program Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia E-mail: ekos_kosasih@yahoo.com

ABSTRACT

We formulate the issues related to the perception of students to the text-based culture of West Java with from outside West Java; the levels of creativity of students interpret the text, and the development of cultural components of West Java in preparing teaching materials formula so that they can overcome the students’ conceptual barriers in interpreting and developing creativity in the classroom. Based on the analysis, we found that students easier understand and interpret text-based culture of West Java. They are also more expressive in making other works that relate to their own culture. In addition, there is the development through the introduction of other cultures so that the students' understanding is not just limited to their own culture. Students’ insights can be more extensive and more familiar with other cultures in Indonesia.

Keywords: Bearer of textbooks - culture (West Java) - conceptual barriers

ABSTRAK

Peneliti merumuskan persoalan-persoalan terkait dengan persepsi para siswa terhadap teks (wacana) yang berbasis budaya Jawa Barat dengan teks yang berbasis budaya dari luar Jawa Barat, tingkat kreativitas pemaknaan teks yang telah dibacanya, serta pengembangan komponen-komponen budaya kejawabaratan di dalam formula penyusunan bahan ajar sehingga bisa mengatasi hambatan koseptual para siswa memaknai dan mengembangkan kreativitasnya pada Article Received: 23 Desember 2018, Review process: 29 Desember 2018 , Accepted: 05

(2)

pembelajarannya di kelas. Berdasarkan hal tersebut, peneliti mendapatkan sejumlah temuan sebagai berikut. Para siswa lebih mudah memahami dan memaknai teks yang berbasis budaya Jawa Barat. Mereka pun lebih eksprsif pula di dalam membuat karya-karya lainnya ketika berkaitan dengan budayanya. Dalam penyusunan model buku pelajaran, pengembangan teks yang ada di dalamnya harus memperhatikan aspek budaya dari para siswanya sehingga buku itu mudah dipelajari siswa, Di samping itu, terdapat pula pengembangan ke arah pengenalan budaya lain sehingga pemahaman siswa tidak hanya terbatas pada budayana sendiri. Wawasan siswa bisa lebih luas dan bisa mengenali budaya-budaya lainnya di Indonesia.

Kata KuncI: Pengembangan buku pelajaran – budaya (Jawa Barat) – hambatan konseptual

PENDAHULUAN

Buku wajib yang digulirkan bersamaan dengan uji coba pemberlakuan Kurikulum 2013 merupakan itikad baik pemerintah di dalam mengatasi mahalnya buku-buku sekolah di samping untuk menyeragamkan pemahaman supaya lebih terkendali dan menghindari terjadinya penyimpangan atas rancangan program pembelajaran bahasa Indonesia sebagaimana yang dinyatakan di dalam kurikulum (Media Indonesia, 10-2-2014). Buku sekolah, khususnya buku pelajaran, merupakan media instruksional yang dominan peranannya di kelas (Patrick, 1988) dan bagian sentral dalam suatu sistem pendidikan (Altbach et al, 1991).Oleh karena itu, buku merupakan alat yang penting untuk menyampaikan materi kurikulum. Keseriusan pemerintah dalam pengadaan buku-buku sekolah akan berjalan tidak efektif apabila tidak memperhatikan penanganan isi buku itu secara baik. Salah satunya adalah faktor akeberagaman sosial budaya atau karakteristik para pemakaianya (siswa). Rendahnya pemahaman siswa terhadap buku bacaan dapat disebabkan oleh hambatan konseptual yang mereka dapatkan dari bacaan itu. Istilah, perkataan, ataupun simbol-simbol yang tidak mereka akrabi dapat menjadi penghambat para siswa di dalam mehamai isi bacaan yang ada di dalamnya. Hal itu termasuk pula dalam pengembangan kreativitas para siswa sebab bagaimanapun selalu terdapat sejumlah kegiatan di dalam buku pelajaran itu yang menuntut kemampuan berpikir dan kegiatan-kegiatan kreatif. Semuanya itu akan terhambat apabila pemaknaan dan apresiasi para siswa terhadap isi buku itu terhambat.

Salah satu faktor penghambat pemaknaan dan apresiasi siswa pada isi suatu buku pelajaran adalah masalah budaya. Perbedaan budaya diduga merupakan

(3)

salah satu penyebab rendahnya pemakanaan dan apresiasi siswa terhadap isi suatu bacaan (buku pelajaran). Hal itu berimplikasi pula terhadap terganggunya daya kreativitas mereka ketika mengerjakan sejumlah kegiatan yang ada di dalamnya.Oleh karena itu, budaya ditempatkan sebagai salah satu unsur pembelajaran yang harus diperhatikan dalam pendekatan pembelajaran bahasa terpadu (CLIL, content language integrated learning) .

Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan di atas, masalah penelitian ini adalah sebagai berikut, “Bagaimanakah pengembangan buku pelajaran yang yang berbasis komponen-kompone budaya di Jawa Barat dalam upaya mengatasi hambatan konseptual dalam pembelajaran bahasa Indonesia?”

Masalah tersebut lebih rincinya adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana perbedaan persepsi para siswa terhadap teks (wacana) yang berbasis budaya Jawa Barat dengan teks yang berbasis budaya luar Jawa Barat?

2. Bagaimana tingkat kreativitas pemaknaan teks yang telah dibaca siswa terhadap bentuk teks lainnya?

3. Bagaimana pemanfaatan komponen-komponen budaya kejawabaratan di dalam formula penyusunan bahan ajar sehingga bisa mengatasi hambatan koseptual para siswa memaknai dan mengembangkan kreativitasnya pada pembelajarannya di kelas?

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini berupaya untuk merumuskan naskah akademis dan model pengembangan buku bahasa Indonesia yang berbasis budaya untuk siswa SMP. Penelitian yang demikian digolongkan ke dalam jenis penelitian pengembangan program pengajaran (developing of instruction program) (Creswell, 1997: 23) atau jenis penelitian dan pengembangan (research and development) menurut Borg dan Gall (1989). Kegiatan tersebut dilakukan untuk memenuhi tuntutan keberadaan buku pelajaran yang memperhatikan budaya para siswa SMP.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Hal ini karena masalah yang ada di dalamnya dijawab melalui penggambaran objek faktual (Koentjaraningrat, 1986: 32. Penelitian deskriptif berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek secara apa adanya Data penelitian ini pun berupa data deskriptif dalam bentuk

(4)

rangkaian kata atau pernyataan deskriptif meskipun terdapat data yang terkumpul berupa angka-angka. Data yang dimaksud berupa hal-hal berikut:

1. persepsi para siswa dan guru terhadap teks (wacana) yang berbasis budaya Jawa Barat dengan teks yang berbasis budaya luar Jawa Barat.

2. tingkat kreativitas pemaknaan teks yang telah dibaca siswa terhadap bentuk teks lainnya.

Data-data itu diperoleh melalui LK yang dikerjakan para siswa berkaitan dengan pemaknaan dan kreativitas mereka atas teks yang mereka baca dengan basis budaya yang berbeda.

Data penelitian ini diperoleh dari beberapa sumber di lokasi penelitian, yakni yang berupa hal-hal berikut.

1. Kurikulum SMP yang berlaku (Kurikulum 2013)

2. Buku pelajaran bahasa Indonesia SMP yang dikeluarkan pemerintah (Wahana

Pengetahuan Bahasa Indonesia), sebaai buku wajib yang dipergunakan di

sekolah-sekolah.

3. Guru-guru bahasa Indonesia SMP dari beberapa daerah di Jawa Barat, yang dipilih secara acak. Sebagai pembanding, dilakukan pula penyebaran angket untuk guru-guru di luar Jawa Barat, yakni dari Papua (Sorong). Mereka pada umumnya adalah guru senior, bahkan pengurus MGMP Bahasa Indonesia. 4. Para siswa SMP sebanyak dari sekolah dan daerah yang berbeda yang ada di

Jawa Batat, yakni siswa Tasikmalaya dan Bandung.

Penelitian ini menggunakan teknik tes, wawancara, angket, dan pengembangan produk.

1. Teknik tes digunakan dalam rangka menjawab rumusan masalah (1) dan (2), yakni untuk menjelaskan perbedaan persepsi para siswa terhadap teks (wacana) yang berbasis budaya Jawa Barat dengan teks yang berbasis budaya luar Jawa Barat serta tingkat kreativitas pemaknaan teks yang telah dibaca siswa terhadap bentuk teks lainnya.

2. Wawancara dan penyebaran angket dilakukan terhadap guru-guru bahasa Indonesia SMP di beberapa sekolah. Wawancara/angket tersebut bertujuan untuk mengumpulkan sejumlah keterangan mengenai pemberlauan Kurikulum 2013 dan keberadaan buku pemerintah yang ada di sekolahnya dalam fungsinya sebagai sumber pembelajaran di kelas. Wawancara juga dituntukkan

(5)

untuk memperoleh gambaran tentang pentingnya unsur-unsur budaya dijadikan sebagai wahana di dalam penyampaikan materi-materi kebahasaindonesiaan di dalam buku pelajaran yang digunakannya. Wawancara juga ditujukan untuk memperoleh gambaran tentang cara mereka di dalam menggunakan buku pelajaran itu di dalam pembelajaran di kelas. Peneliti juga ingin mendapatkan saran-saran tentang aplikasi budaya yang dianggap ideal di dalam buku pelajaran.

3. Pengembangan produk bertujuan untuk merumuskan model pengembangan buku bahasa Indoneia yang memperhatikan unsur-unsur kebudayaan (Jawa Barat). Model pengembangan yang berupa contoh bab penyusunan buku pelajaran SMP sebagai implementasi dari teori landasan dan hasil pengamatan lapangan, baik itu berdasarkan kajian kurikulum, telaah terhadap buku pelajaran yang ada, serta pandangan-pandangan para guru. Model yang dimaksud dikembangkan dari kompetensi dasar (KD) dalam Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Bahasa Indonesia SMP Kelas VII.

Secara umum, Borg & Gall (1970) mengemukakan prosedur kerja atau langkah-langkah yang di dalam penelitian dan pengembangan (research and

development), yakni sebagai berikut:

1. mengkaji dan mengumpulkan informasi (termasuk mengkaji literatur, melakukan observasi, interview) terkait permasalahan yang terjadi di dalam imlementasi Kurikulum 2013, pemanfaatan buku pelajaran bahasa Indonesia di SMP, serta pandangan guru terkait dengan penggunaan teks berbasis budaya di dalam pembelajarannya. Di samping itu, pemahaman dan kreativitas pemaknaan para siswa tentang teks-teks berbasis budaya (Jawa Barat) menjadi fokus utama di dalam langkah ini;

2. merencanakan (termasuk menentukan sistematika model dan unsur-unsur budaya Jawa Barat yang akan digunakan di dalamnya) dengan memperhatikan pandangan para guru dan hasil tes terhadap siswa;

3. menyusun produk berupa model buku pelajaran bahasa Indonesia untuk SMP Kelas 7 berdasarkan Kurikulum 2013 dengan berbasis budaya (Jawa Barat).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Adapun hasil penelitian dan pengembangan buku pelajaran yang peneliti kembangkan mencakup empat tahap, yaitu 1) tahap studi pendahuluan; 2) tahap perancangan; dan 3) tahap pengembangan.

(6)

1. Studi Pendahuluan

Tahap ini dilakukan untuk mengetahui kompetensi yang berupa daya serap dan tingkat pemahaman para siswa terkait dengan materi dalam pembelajaran bahasa Indonesia dan sebagai acuan untuk melakukan pengembangan buku pelajarannya. Tahap studi pendahuluan dilakukan dengan memberikan lembar kerja tentang membaca pemahaman kepada beberapa kelompok siswa, yang berisi teks berbasis budaya Jawa Barat dan yang berbasis bukan budaya Jawa Barat. Selain itu, penulis melakukan wawancara dan menyebarkan angket kepada beberapa guru terkait dengan daya serap dan pemahaman mereka dalam pelajaran bahasa Indonesia.

a. Tanggapan Guru

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa sekalipun guru telah memahami pentingnya aspek budaya untuk meningkatkan pemaknaan siswa terhadap wacana ataupun teks yang dipelajarinya tetapi guru belum sekalipun mencoba menerapkan proses pembelajaran yang secara khusus berbasis budaya kejawabaratan di kelas. Wacana-wacana yang secara khusus menyajikan unsur budaya Jawab Barat merupakan hal yang sulit untuk diterapkan di kelas sehubungan dengan keterbatasan sumber dan wawasan guru yang belum memadai. Penyebab lainnya ialah kurangnya pemahaman guru dalam menerapkan wacana berbasis budaya itu sendiri dalam korelasinya dengan materi pembelajaran yang dihadapinya. Belum adanya bahan ajar yang dapat membantu guru dalam memanfaatkan unsur-unsur budaya Jawa Barat merupakan kendala lain yang merak hadapi.

Tanggapan para guru juga diperoleh melalui penyebaran angket. Terdapat sembilan pertanyaan yang diajukan di dalam angket tersebut. Kesembilan pertanyaan itu terkait dengan tingkat pemahaman siswa apabila berhadapan dengan teks yang bertema tertentu, pemahaman peristilahan, dan kegiatan tulis-menulis. Pertanyaan-pertanyaan tersebut bertujuan untuk mengetahui tanggapan para guru tentang sikap dan perilaku para siswanya terkait dengan teks berbasis budaya. Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan itu diperoleh gambaran sebagai berikut.

1) Teks yang mudah dipahami siswa adalah teks yang berkaitan langsung dengan keadaan lingkungan dan budaya mereka. Misalnya, bagi siswa Papua, judul teks yang mudah dipahami adalah tentang keadaan Gunung Jaya Wijaya ataupun

(7)

tentang kehhidupan masyarakat pedalaman. Hal itu berbeda dengan para siswa Jawa Barat yang cenderung lebih mudah memahami teks yang berisi tentang tari-tarian dari Jawa Barat itu sendiri.

2) Para siswa akan mengalami kesulitan di dalam memahami konsep-konsep ataupun perstilahan di luar lingkungan dan budayanya. Sebaliknya, mereka akan lebih mudah memahami perstilahan yang terkait dengan kehidupannya sendiri. Istilah-istilah yang terkait dengan bidang teknologi akan lebih sulit mereka pahami di bandingkan dengan istyilah-istilah yang berkenaan dengan masalah lingkungan alam dan budaya. Bagi siswa yang berasal dari Papua, misalnya, kata daun dan panen lebih mudah mereka pahami daripada istilah pasar, antri,

sepeda, dan pameran.

3) Ketika para siswa dihadapkan pada kegiatan menulis, mereka akan lebih mudah menuangkan pikiran dan pengalamannya untuk tema-tema binatang dan alam. Kebiasaan-kebiasaan diri dan masyarakatnya pun dianggap lebih mudah mereka tulis daripada tema-tema lainnya yang kurang mereka kenal atau jauh dari lingkungan alam serta kehidupan sosial dan budayanya.

2. Hasil Tes Membaca Siswa

Tes dilakukan untuk mengetahui perbedaan tingkat pemahaman para siswa terhadap wacana yang berbasis budaya Jawa Barat dengan wacana yang tidak berbasis budaya Jawa Barat. Tes dilakukan dengan cara dua kelompok siswa mengisi LK. Setiap siswa membaca dua wacana dalam waktu yang berbeda. Setelah membaca wacana-wacana itu, mereka mendapat sejumlah pertanyaan terkait dengan isi wacana itu. Mereka pun melakukan sejumlah kegiatan dalam bentuk ekspresi pengalaman terkait dengan tema wacana yang telah mereka baca. a. Kelompok siswa SMP Kota Tasikmalaya berjumlah 27 orang, yang terdiri atas 9

laki-laki dan 18 perempuan.

b. Kelompok siswa SMP Kota Bandung berjumlah 19 orang, yang terdiri atas 8 laki-laki dan 11 perempuan.

Tes yang peneliti lakukan terhadap kelompok-kelompok siswa tersebut diperlukan untuk menyesuaikan rancangan dan pengembangan model buku nantinya. Para siswa SMP yang menjadi subjek penelitian ini memiliki rentang rata-rata usia sekitar 12-13 tahun dan termasuk kategori remaja. Secara psikologis, pada usia ini kemampuan berpikir siswa telah memasuki stadium oprasional formal. Pada tahap ini siswa telah mampu berpikir secara abstrak dengan menggunakan

(8)

simbol-simbol tertentu atau mengoprasionalkan kaidah-kaidah logika formal yang tidak lagi terikat pada objek-objek yang bersifat konkret. Oleh karena itu, pada tingkatan ini mereka telah memiliki kemampuan analisis, kemampuan mengembangkan suatu hal, kemampuan menarik suatu kesimpulan atau pandangan umum dari kategori objek yang beragam. Berdasarkan observasi, terlihat bahwa karakteristik kognitif para siswa siswa 1) telah memiliki kemampuan untuk membedakan hal yang nyata/konkret atau hal yang abstrak; 2) memiliki kemampuan nalar secara ilmiah; 3) menyadari aktivitas kognitif dan mekanisme yang membuat proses kognitif itu efesien dan tidak efesien; 4) telah dapat memikirkan masa depan dengan membuat perencanaan dan mengeksplorasi kemungkinan untuk mencapainya.

Mereka tergolong para siswa yang memiliki sikap dan motivasi belajar yang baik selama metode, media, dan bahan ajar yang digunakan dapat menimbulkan daya tarik bagi mereka untuk belajar. Pada umumnya mereka dengan tertib dan teratur mengikuti arahan guru untuk belajar. Hal ini dikarenakan sistem pendidikan dan penegakan disiplin serta aturan telah cukup baik dilaksanakan oleh seluruh siswa.

Adapun penggunaan tes dalam hal ini berupa LK, bertujuan untuk membuktikan perbedaan tingkat pemahaman dan daya kreasi siswa terkait dengan tema tertentu. Adapun aspek-aspek yang terkandung dalam angket mencakup 1) wacana yang terdiri atas dua tema: lingkungan/budaya sendiri dan budaya orang lain; 2) pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan isi wacana itu; dan 3) tugas-tugas untuk mengukur daya kerasi mereka terkait dengan wacana yang telah dibacanya.

Secara umum hasil tes itu menunjukan bahwa siswa masih merasa kesulitan dalam memahami bahan ajar yang disediakan guru. Penjelasan guru dan teks bahan ajar belum dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis teks diskusi. Selain itu, bahan ajar yang tersedia belum dapat membantu siswa untuk belajar aktif secara mandiri. Selama ini, siswa hanya terpaku pada bahan ajar berbentuk buku pelajaran dan belum menggunakan bahan ajar alternatif seperti buku pelajaran. Bahan ajar yang digunakan siswa juga tidak menerapkan aspek budaya yang mampu melatih kesadaran berpikir tentang proses berpikirnya sendiri.

Berdasarkan temuan-temuan tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa masih mengalami kesulitan dalam mengikuti kegiatan proses pembelajaran di kelas, bahan

(9)

ajar yang digunakan selama ini dipandang kurang efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran sehingga perlu dilakukan pembaharuan dalam pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar yang dirancang khusus untuk materi-materi tertentu. Berdasarkan alasan ini maka ditawarkan pengembangan buku pelajaran berbasis strategi budaya pada materi menulis teks diskusi untuk lebih meningkatkan pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi menulis teks diskusi dan untuk melatih kesadaran siswa akan proses berpikirnya sendiri.

Berdasarkan hasil analisis terhadap tulisan-tulisan siswa terkait dengan wacana yang telah dibacanya tampak bahwa para siswa lebih mudah menjawab soal yang berkenaan dengan lingkungan sekitarnya; budaya yang dikenalainya. Bercerita tentang lingkungan yang ada di sekitar siswa lebih jelas dan lebih spesifik. Berikut dideskripsikan beberapa karya siswa terkait dengan penggambaran lingkungan di sekitarnya.

Kota Bandung

Rekreasi dari Kota Bandung

Perjalanan aku melihat sawah yang luas Daun pisang memanggil-manggilku Seolah aku harus menemaninya

Perjalanan 4 hari 3 malam Yang menyenangkan

Jalan aspal mengantarkan kami

Sungguh perjalanan yang sangat menyenangkan

Tampak dalam puisinya itu siswa menyebutkan hal-hal yang lebih spesifik tentang tema yang diceritakannya. Ia menyebutkan sawah, daun pisang, termasuk lamanya hari dalam perjalanannya.

Berikut contoh lainnya.

Pada pagi hari siswa-siswi siap-siap Setelah itu mereka masuk ke bis Mereka sampai di Bandung Padahal mereka berjalan-jalan

Mereka semua bermain di trans studio Di sana mereka sangat senang

(10)

Tetapi saatnya pulang

Mereka di sana sangat senang.

Hal yang juga spesifik ditunjukkan dalam puisi itu, yakni dengan menyebutkan objek tertentu di dalamnya (Trans Studio). Digambarkan keadaan objek yang dimaksud berdasarkan pengalamannya sendiri.

Hal yang berbeda ketika para siswa harus mempuisikan daerah Bali. Para siswa mendeskripsikan daerah itu hanya berdasarkan kesan umum tentang Bali sebagai daerah tujuan wisata, yang kemungkinan penduduknya ramah dan suasananya ramai. Berikut kutipannya.

Dulu Bali sangat sepi dan tidak terlalu ramai Di Bali dulu belum ada mobil, motor, dll

Dulu di Bali orang-orangnya sangat ramah dan baik hati kepada semua orang

Sekarang di Bali sangat padat oleh penduduk, Dan juga padat oleh kendaraan, uang rupiah di Bali

sekarang sudah tidak ada dan restoran di Bali sangat mahal haganya

Berdasarkan hasil analisis terhadap puisi-puisi itu, dapatlah diperoleh gambaran-gambaran sebagai berikut.

1. Bacaan merupakan salah satu sumber inspirasi para siswa di dalam menulis. Dari sebuah bacaan, siswa dapat menulis karya lainnya sebagai hasil dari

konversinya. Bacaan berpengaruh banyak, baik itu pada pemilihan tema maupun penggunaan kata-katanya. Siswa cenderung lebih lancar di dalam menulis

setelah mereka memperoleh sejumlah pengetahuan (dari hasil kegiatan membaca).

2. Bacaan yang menyajikan tema tentang lingkungan/budayanya lebih mudah dikonversi ke dalam karya lain yang lebih kreatif. Siswa melakukan penambahan pengetahuan dan wawasannya sendiri pada karangan barunya. Karangan itu lebih ekspresif, yang ditandai oleh penggunaan kata-kata yang lebih sepsifik, sebagai potret nyata terhadap objek yang mereka alami dan mereka rasakan secara langsung.

3. Bacaan bertema tentang sesuatu di luar lingkungan/budayanya cenderung suulit dikonversi ke dalam karya lainnya. Siswa pada akhirnya lebih banyak menggunakan kata-kata dari bacaan asalnya itu. Kalaupun mereka menggunakan

(11)

kata-kata sendiri, cenderung berkaitan dengan konsep-konsep umum. Kata-kata itu sepertinya diperoleh dari persepsi, imajinasi, atapun informasi-informasi dari televisi atau media masa lainnya.

4. Para siswa yang banyak berhubungan dengan banyak sumber informasi, dalam hal ini adalah siswa yang tinggal di perkotaan cenderung tidak terpengaruh oleh tema budaya tertentu. Apapun budaya yang melatarbelakanginya, siswa dapat mengkonversi wacana ke dalam karya lainnya dengan tingkat kreativitas pengembangan yang relatif sama. Misalnya, siswa di Kota Bandung. Ketika mengonversikan bacaan tentang Bandung ataupun tentang Bali, tingkat kretivitas pengembangannya hampir sama. Walaupun mereka bukan orang Bali, tetapi ketika membuat karangan tentang itu, mereka cukup jelas dan terperinci. Selain diperoleh dari teks yang dibacanya, fakta-fakta tambahan tentang teks itu kemungkinan diperoleh dari sumber lain. Mobilitas pergaulan mereka lebih tinggi sehingga informasi-informasi tentang lingkungan dan budaya luar memugkinkan sama banyak dengan pengetahuan mereka tentang lingkungannya sendiri.

Adapun organisasi atau desain pengembangan buku pelajaran erat kaitannya dengan kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru dan siswa; sesuai dengan tuntutan kurikulum. Adapun proses dan pola pengembangan yang sesuai dengan Kurikulum 2013, mengikuti pendekatan ilmiah (scientific approach) dan pedagogik genre (genre

pedagogy). Pendekatan ilmiah digunakan untuk mengembangkan belajar mandiri

dan sikap kritis terhadap fakta dan fenomena. Guru diharapkan tidak memberi “tahu” sesuatu yang dapat dilakukan anak untuk mencari “tahu”. Pengetahuan didapat melalui langkah-langkah metode ilmiah: mengajukan pertanyaan, mengamati fakta, mengajukan jawaban sementara, menguji fakta, menyimpulkan jawaban, menyampaikan temuan. Guru tidak harus menjelaskan pengertian pantun, syarat-syarat pantun tetapi memandu siswa menemukan itu semua dengan mengamati fakta (berbagai macam pantun). Sementara itu, pendekatan pedagogik genre didasarkan pada siklus belajar-mengajar “belajar melalui bimbingan dan interaksi” yang menonjolkan strategi pemodelan teks dan membangun teks secara terbimbing bersama (joint construction) sebelum membuat teks secara mandiri. Bimbingan dan interaksi menjadi penting dalam kegiatan belajar di kelas.

(12)

Dalam pedagogik genre, makna perancah (scaffolding) menempel pada proses belajar mengajar. Teori Belajar Sosial Vygotsky menekankan “kolaborasi interaktif antara guru dan siswa, guru mengambil peran otoritatif untuk menaikkan jenjang performansi potensial siswa”.

Pembelajaran mandiri bukanlah berarti siswa belajar secara mandiri tanpa bantuan (guru, teman sejawat). Dukungan dapat dimaknai sebagai suatu situasi siswa mencapai keberhasilan suatu tugas di bawah bimbingan. Dukungan yang secara bertahap dihilangkan saat siswa mampu melaksanakan tugas secara mandiri.

Proses utama belajar mengajar pedagogik genre dikenal sebagai siklus belajar mengajar yang terdiri atas empat tahap, yaitu: (1) penyiapan konteks dan membangun pembelajaran; (2) pemodelan dan dekonstruksi; (3) konstruksi terbimbing; dan (4) konstruksi mandiri. Dalam (1) penyiapan konteks dan membangun pembelajaran, paparan buku dimulai dengan mengemukakan korelasi dan peran pentingnya suatu materi terkait dengan konteks tertenu. Hal tersebut dimaksudkan agar siswa lebih mudah memahami kebermakaan dari materi yang akan dipelajarinya itu. Pemodelan teks, fokus pada penunjukkan teks yang akan dipelajari siswa; di samping analisisnya terkait dengan fungsi, struktur, dan ciri-ciri kebahasaannya. Kegiatan ini semacam membedah dan merakit kembali bangunan teks. Kegiatan pembelajaran terbimbing (berkelompok), siswa membangun kompetensi teks bersama-sama yang di dalam buku diarahkan melalui kegiatan pembelajaran berkelompok yang juga melibatkan guru. Adapun konstruksi ataupun pembelajaran mandiri, diarahkan berupa sejumlah kegiatan pembelajaran yang menuntut siswa untuk mengoptimaklan kemampuannya sesuai dengan tuntutan kurikulum.

Dengan mengikuti pendekatan pedagogik dan mengolaborasikannya dengan pendekatan ilmiah, isi buku pelajaran per babnya tersusun dalam organisasi berikut. A. Membangun konteks, berupa pengenalan dan pengaitan jenis teks dan tema

(13)

tema tentang lingkungan budaya Jawa Barat. Dikenalkan pada siswa pada bagian awal bab tentang fungsi berita dan peristiwa-peristiwa budaya yang mungkin menjadi tema pemberitaannya.

B. Pemodelan, berupa sajian contoh teks berita sebagai bahan untuk sumber pembelajaran tentang fungsi, struktur, dan kaidah kebahasaannya. Dalam proses pembelajarannya dilakukan melalui beberapa bagian langkah-langkah pendekatan ilmiah, terutama mengamati dan menanyakan model teks.

C. Kontruksi terbimbing, berupa sejumlah kegiatan dalam rangka memelajari setiap kompetensi dasar (KD) yang ada pada bab itu. Di dalamnya meliputi kegiatan menalar, mengasosiasi, mungkin pula berlanjut pada kegiatan mengomunikasikan. Terkait dengan jenis teks berita, di dalam kegiatan ini siswa berdiskusi kelompok untuk menganalisis fungsi, struktur, dan ciri kebahasaan eks berita.

D. Konstruksi mandiri, berupa kegiatan pengembangan yang dilakukan oleh masing-masing siswa, misalnya terkait dengan kegiatan menulis berita. Pengalaman pribadi siswa tentang peristiwa budaya dan lingkungan sekitarnya dituangkan secara mandiri ke dalam bentuk berita.

Pengorganisasian Buku Pelajaran dengan Pendekatan Pedagogik Genre dan

Pendekatan Ilmiah

Pengajaran bahasa Indonesia dapat diarahkan untuk memberi pemahaman (melalui uraian materi) dan contoh-contoh melalui latihan-latihan. Uraian materi dan latihan harus memperhatikan aspek-aspek berikut: mendorong siswa untuk mengungkapkan potensi berbahasanya, mendukung terbentuknya performansi

Pembentukan konteks tentang pengenaan dan fentingnya berita budaya

Pemodelan teks berita peristiwa budaya

Kontruksi terbimbing berupa kegiatan mempelajari

berita secara berkelompok Konstruksi mandiri

berupa kegiatan pendalaman/pengembangan

(14)

komunikasi siswa yang andal, memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengambil bagian dalam peristiwa berbahasa yang seluas-luasnya; memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh pengalaman-pengalaman budaya yang sesuai dengan kebutuhan dam kemahiran berbahasanya.

1. Materi dalam buku pelajaran berawal dari peristiwa berbahasa dalam konteks budaya, misalnya dalam bentuk wacana (lisan ataupun tertulis) tentang peristiwa-peristia budaya. Isi wacana memiliki relevansi dengan kompetensi dasar yang ada di dalam kurikulum SMP, yakni tentang teks berita.

2. Berdasarkan peristiwa berbahasa, penulis merumuskan konsep berbahasa dan mengitkannya dengan budaya Jawa Barat. Konsep-konsep itu dapat berupa generalisasi, penjukkan fakta, ataupun contoh-contoh kegiatan berbahasa yang memudahkan siswa SMP di dalam memahami dan menerapkan kompetensi dasar yang sedang dikembangkan.

3. Konsep berpikir dan berbahasa kemudian diaplikasikan melalui pengalaman berbahasa siswa, baik berupa kegiatan berpikir, berasa, berimajinasi, ataupun kegiatan berkomunikasi yang ada relevansinya dengan keperluan siswa SMP. Pengalaman berbahasa dinyatakan di dalam buku pelajaran berupa latihan ataupun tugas-tugas.

Kurikulum 2013 dikembangkan dengan pendekatan berbasis gendre (teks). Hal itu tampak dari materi-materi yang ada di dalamnya yang berorientasi pada pengembangan beragam jenis teks. Adapun gendre itu sendiri diartikan sebagai suatu peristiwa komunikasi, baik lisan ataupun tertulis. Sementara itu, setiap peristiwa komunikasi itu sendiri diasumskan memiliki tujuan komunikatif yang khas yang juga berbeda dalam wujud komunikasinya: struktur teks dan kaidah-kaidah kebahasannya. Dengan demikian, teks dalam pendekatan berbasis genre tidak diartikan sebagai suatu bentuk tulisan saja, semacam artikel, esai, dan sejensnya; melainkan sebagai suatu wujud dari peristiwa komunikasi (kegiatan berbahasa) dalam beragam kepentingan yang setiap peristiwa berbagasa itu memilki tujuan, struktur, dan kaidah kebahasaan tersendiri.

Ada sebuah pendekatan yang disarankan di dalam mempelajari jenis-jenis teks itu, yakni pendekatan pembelajaran bahasa terpadu (CLIL, content language

(15)

meliputi topik, srtategi komunikasi, kognisi, dan budaya (4C: content, cognitif,

communication, culture).

1) Topik (content) berkaitan dengan isi atau tema pelajaran, yakni tentang

lingkungan budaya.

2) Kegiatan berpikir siswa (cognitif), berkaitan dengan keterampilan berpikir dalam

mempelajari suatu topik, misanaya memaknai, menganalisis, membandingkan, mengkreasikan teks berita.

3) Strategi komunikasi(communication) berkaitan dengan kegiatan atau konteks

berbahasa, seperti membaca, mendiskusikan, mempresentasikan, memaknai, membandingan, menganalisis, mengkreasikan, melaporkan, mengomunikasikan hal-hal yang terkait dengan fungsi, struktur, kaidah kebahasaan dalam teks berita.

4) Budaya (culture) berkaitan dengan konteks atau kepentingan berbahasa itu

sendiri yang dipengaruhi oleh unsur waktu, tempat, dan suasana, yang dalam hal ini tentang lingkungan Jawa Barat.

Keempat komponen materi dan kegiatan pembelajaran didesain di dalam sebuah pendekatan ilmiah, yakni pendekatan yang mengutamakan kemampuan berpikir siswa dengan berdasarkan fakta-fakta yang sesuai dengan kompetensi pembelajaran. Namun, Di dalam mengembangkan materi-materi tersebut, guru dapat saja menggunakan model lain yang relevan. Adapun langkah-langkah pembelajaran dari model saintifik di dalam pengembangan bukunya adalah sebagai berikut.

1) Mengamati

Secara umum langkah kegiatan pengamatan yang dimaksud adalah sebagai berikut.

a. Menentukan jenis teks yang akan amati, dalam hal ini terkait dengan lingkungan budaya siswa.

b. Membuat lembar pengamatan sesuai KD yang sedang dikembangkan.

c. Menentukan secara jelas langkah-langkah pengamatan yang akan dilakukan untuk mengumpulkan data yang diinginkan, misalnya dengan membaca atau menonton tayangan tentang lingkungan budayanya.

(16)

Selama proses mengamati, siswa dapat melakoninya dengan dua cara, yakni sebagai berikut.

1) Pengamatan terstruktur, aspek-aspek yang harus diamati siswa telah ditentukan secara sistematis oleh guru, misalnya pada fungsi, struktur, dan kaidahnya. 2) Pengamatan tidak berstruktur, aspek-aspek yang harus diamati siswa tidak

ditentukan secara baku. Dalam hal ini siswa membuat catatan tentang hal-hal yang mereka anggap menarik dari teks yang diamatinya.

2) Menanya 1.1.1 Buku

pelajaran yang baik mampu menginspirasi siswa untuk meningkatkan dan

mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Ketika buku itu menyajikan sejumlah kegiatan, pada saat itu pula buku tersebut memandu para siswa untuk bisa berpikir kritis dan memunculkan sejumlah pertanyaan, baik rekait dengan masalah-masalah budaya sebagai tema bacaan yang ada di dalamnya ataupun yang terkait dengan masalah-masalah kebahasaan.

Berbeda dengan penugasan yang menginginkan tindakan nyata, pertanyaan dimaksudkan untuk memperoleh tanggapan verbal. Istilah “pertanyaan” tidak selalu dalam bentuk “kalimat tanya”, melainkan juga dapat dalam bentuk pernyataan, asalkan keduanya menginginkan tanggapan verbal. Bentuk pertanyaan, misalnya “Apa yang dimaksud dengan berita? Bentuk pernyataan, misalnya: “Sebutkan ciri‐ciri berita!”

Dalam pengembangan buku teks ini, pertanyaan (tugas) disajikan dalam setiap kegiatan. Model pertanyaan itu diharapkan dijadikan model oleh siswa dalam mengungkapkan hal-hal yang ingin diketahuinya setelah mereka melakukan serangkaian kegiatan pengamatan (membaca, mendengarkan, observasi lapangan).

3) Menalar

Penalaran adalah proses berpikir yang logis dan sistematis atas fakta‐ kata empiris yang dapat diamati/dibaca di dalam teks dalam buku pelajaran untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Dalam kaitan dengan peggunaan buku pelajaran, penalaran mencakup dua cara, yakni penalaran induktif dan penalaran deduktif.

(17)

berbagai fenomena kebahasaan yang bersifat khsusus untuk hal‐hal yang bersifat umum. Dengan demikian, menalar secara induktif adalah proses penarikan simpulan dari kasus‐kasus kebahasaan yang bersifat nyata secara individual atau spesifik menjadi simpulan yang bersifat umum. Kegiatan menalar secara induktif lebih banyak berpijak pada observasi inderawi atau pengalaman empirik.

Bentuk penalaran induktif dalam buku ini dinyatakan dengan model sebagai pendahuluannya; kemudian siswa dihadapkan pada pengertian, ciri-ciri, dan pernyataan-pernyataan lainnya yang bersifat umum. Misalnya, untuk sampai pada pemahaman tentang pengertian dan ciri-ciri ringkasan berita, siswa ditunjukkan model berita terlebih dahulu. Kemudian berita itu dianalisis, untuk kemudian sampailah pada perumusan pengertian dan ciri-ciri ringkasan berita. Dengan demikian, inti dari strategi pembelajaran induktif adalah bagian buku ini mendorong siswa untuk mencari tahu atas konsep tertentu, sesuai dengan tuntutan KD.

Penalaran Induktif

b. Penalaran deduktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari pernyataan‐pernyataan atau fenomena kebahasaan yang bersifat umum menuju pada hal yang bersifat khusus. Dalam pengembangan buku ini, penalaran deduktif disampaikan pada bagian-bagian materi yang dianggap belum dikenal siswa sebelumnya. Mereka tidak dihadapkan langsung pada contoh kasus. Akan tetapi, didahului dengan sejumlah teori yang nantinya mereka jadikan sebagai landasan dalam melakukan sejumlah analisis pada pembelajaran berikutnya.

(18)

Dengan demikian, strategi pembelajaran deduktif adalah bagian buku ini bertujuan untuk memberi tahu atas materi yang sama sekal belum dipahami siswa.

Penalaran Deduktif 4) Mengasosiasikan dan Mengolah Informasi

Pemahaman siswa tentang suatu konsep perlu dikembangkan pada konsep lain sehingga mereka memperoleh pemahaman yang lebih utuh. Untuk itu, dalam setiap pengembangan KD, buku pelajaran menyajikan contoh teks yang beragam dengan struktur, kaidah, dan tingkat kesulitan yang beragam. Hal itu dimaksudkan agar pemahaman siswa lebih meningkat dan komprehensif. Dalam pengembangan KD tentang teks berita, misalnya. Mula-mula disajikan sebuah teks berita tentang peristiwa budaya. Selanjutnya, siswa untuk menganalisis teks itu berdasarkan fungsi, struktur, dan ciri-ciri kebahasaannya.

Untuk memperoleh pemahaman yang lebih komprehensif siswa memang harus menerapkan (mencoba) pada hal baru, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Dalam buku itu, mereka diharapkan dapat melakoni sejumlah kegiatan yang tersaji di dalam setiap subpembelajarannya. Adapun kegiatan pembelajaran yang ada di dalam buku itu diharapkan meliputi tahap persiapan, pelaksanaan, dan tindak lanjut.

1) Persiapan

(19)

(1) menentukan unsur-unsur suatu berita, baik yang diperdengarkan ataupun dengan dibaca;

(2) menelaah struktur dan kaidah kebahasaan berita; (3) menyimpulkan pokok-pokok dalam suatu berita;

(4) menyajikan informasi dalam bentuk berita, secara lisan dan tulisan

b) membangun konteks berupa apersepsi yang menjelaskan koreasi materi (berita) dengan kepentingan siswa sehari-hari;

c) menyajikan model berita yang berbasis budaya (di sekitar siswa), yang fungsinya sebagai bahan latihan pada kegiatan analisis struktur dan kaidah kebahasaan;

2) Pelaksanaan

a) Mengarahkan dan membandu siswa untuk melakukan proses pengamatan dan sejulah kegiatan yang revan dengan KD-nya. Latihan-latihan yang tersaji di dalamnya juga perlu memperhatikan tingkat pemahaman dan keragaman penguasaan siswa.

b) Memperhatikan masalah‐masalah yang akan menghambat kegiatan

pembelajaran. Oleh karena itu, pada bagian tersebut bagian buku perlu menyajikan rubrik “kamus kecil” dan “jendela bahasa/budaya” untuk menamambah wawasan siswa tentang tema teks yang dibacanya.

3) Tindak lanjut

a) Menyajian kegiatan-kegiatan mengarakan siswa untuk menuliskan laporan. b) Menyajikan kegiatan yang mengarakan siswa untuk melakukan silang baca.

Kegiatan tersebut ditempatkan pada setiap pembelajaran per KD berakhir; yang disesuaikan dengan tingkat kebutuhan dan ketersediaan waktunya. KD yang memerlukan kegiatan lebih kompleks (KI-4) selalu diakhir dengan kegiatan ini.

(20)

5) Mengomunikasikan

Kegiatan belajar mengomunikasikan adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. Kompetesi yang dikembangkan dalam tahapan mengkomunikasikan adalah mengembangkan sikap menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam. Selain itu, kegiatan ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar, baik lisan ataupun tertulis. Di dalam buku, tahap ini dinyatakan dengan presentasi laporan dan pengumpulannya.

Pada bagian akhir, isi buku menyajikan kegiatan penyimpulan dan refleksi untuk menguji ketuntasan dan keterpahaman siswa dalam mempelajari buku per babnya.

SIMPULAN

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh ketertarikan peneliti terhadap besarnya peranan buku teks di dalam proses belajar mengajar. Buku pelajaran memiliki peranan penting dalam membantu siswa belajar, khususnya di dalam peningkatan kemampuan berpikir dan berkomunkasi. Namun, kenyaaan tersebut sering kali terhambat oleh kesenjangan konsep karena persoalan budaya yang berbeda ataupun asing bagi siswa. Rendahnya pemahaman siswa terhadap konsep-konsep dalam buku termasuk di dalam kretivitas belajar mereka yang juga terhambat dapat diatasi dengan penyajian wacana-wacana yang berbasis kebudayaan (Jawa Barat).

(21)

Berdasarkan hasil wawancara dan penyebaran angket terhadap para guru dan teknis tes terhadap para siswa diperoleh gambaran bahwa para siswa lebih mudah memahami wacana yang menyajikan tentang budaya dan lingkungan terdekatnya. Mereka pun lebih ekspresif ketika mengonversi wacana itu ke dalam karya lainnya. Hambatan-hambatan konseptual dapat teratasi dengan penyajian wacana-wacana tersebut. Meskipun fakta-fakta tersebut tidak selalu konsisten. Siswa yang mobilitas pergaulannya lebih tinggi; siswa yang lebih mudah mengakses beragam informasi dari luar lingkungannya menunjukkan bahwa sajian wacana kedaerahan tidak berpengaruh besar pada tingkat pemahaman mapun kreativitas pengembangannya. Apapun temanya mereka memiliki kemampuan yang sama di dalam pemahaman ataupun pengembangannya.

Berdasarkan fakta-fakta itu, penyanulisan model buku pelajaran bahasa Indonesia SMP (Kurikulum 2013) sudah selayaknya memperhatikan wacana-wacana yang berbasis budaya dan lingkungan terdekat siswa. Tidak hanya penyajian wacana, hal itu perlu disertai dengan kegiatan-kegiatan pembelajarannya. Pendekatan-pendekatan pembelajaran yang menyertai pemberlakuan Kurikulum 2013 juga sangat relevan dengan harapan-harapan tersebut. Pendekatan pedagogik genre mengehndaki pengenalan konteks pembelajaran yang relevan dengan pengetahuan siap, pengalaman, lingkungan kehidupan siswa. Begitu pun dengan pendekatan CLIL (content language integrated learning) yang menempatkan bidaya (culture) sebagai salah satu komponen yang perlu diperhatikan di dalam proses pembelajarannya.

Sebagai aplikasinya dalam buku pelajaran, perlu diawalu dengan sajian tentang peristiwa berbahasa dalam konteks budaya, misalnya dalam bentuk wacana (lisan ataupun tertulis) tentang peristiwa-peristia budaya. Isi wacana memiliki relevansi dengan kompetensi dasar yang ada di dalam kurikulum SMP, yakni tentang teks berita. Berdasarkan peristiwa berbahasa itu, kemudian dirumuskan konsep berbahasa dan mengitkannya dengan budaya (Jawa Barat). Konsep-konsep itu dapat berupa generalisasi, penjukkan fakta, ataupun contoh-contoh kegiatan berbahasa yang memudahkan siswa SMP di dalam memahami dan menerapkan kompetensi dasar yang sedang dikembangkan. Konsep berpikir dan berbahasa diaplikasikan pula melalui pengalaman berbahasa berupa kegiatan berpikir, berasa, berimajinasi, ataupun kegiatan berkomunikasi yang ada relevansinya. Pengalaman-pengalaman berbahasa itu dinyatakan di dalam buku berupa latihan ataupun tugas-tugas.

(22)

Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat peneliti rekomendasikan hal- hal sebagai berikut.

a. Guru perlu melengkapi wacana-wacana di dalam buku pelajaran dengan konteks lainnya yang aktual dan lebih kontektual dengan kehidupan para siswa itu sendiri. Aktualisasi nilai-nilai budaya tersebut dapat pula diilakukan melalui tugas-tugas/kegiatan pembelajaran lainnya. Untuk itu, guru perlu memiliki pemahaman dan wawasan yang luas tentang peristiwa-peristiwa budaya di likungannya. Peristiwa-peristiwa budaya tersebut emudian disinergikan dengan mater-materi (kometensi dasar, KD) yang ada di dalam buku pelajaran itu sendiri.

b. Guru perlu mengorganisasian materi-materi dan kegiatan dalam buku pelajaran yang relevan dengan kehidupan dan budayanya. Dengan demikian, guru dapat pengalaman belajar siswa secara nyata. Hal tersebut tentunya akan menarik bagi siswa, lebih-lebih apabila guru dapat memperjelasnya dengan contoh-contoh budaya yang aktual dan terdekat dengan kehidupan siswa. Materi yang ada di dalam buku teks itu lebih bermakna.

c. Penulis buku hendaknya memiliki wawasan yang luas tentang peristiwa-peristiwa budaya yang ada di sekelingnya. Diharapkan pula dapat menempatkan peristiwa-peristiwa budaya itu secara korelatif dengan tuntutan kurikulum pada setiap KD-nya.

d. Penulis buku perlu memasukkan kegiatan pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir dan berkomunikasi yang bisa diaplikasikan dengan keperluan siswa sebagai bagian dari lingkungan dan budayanya. Bentuk dan pola latihan dalam buku teks perlu bervariatif. Latihan-latihan ttu bukan hanya mengandung unsur pemahaman, melainkan harus multitaksonomik: mengembangkan berbagai pemahaman tentang budaya dan lingkungannya dengan pembelajaran bahasa sebagai wahananya.

e. Penyusunan buku pelajaran bahasa Indonesia SMP diharapkan dapat mengutamakan tema budaya daerah agar siswa mudah mempelajari konsep-konsep yang ada di dalamnya dengan tidak melupakan sekuens berdasarkan hierarki belajar. Kemudian, penulis perlu mencari suatu hierarki urutan bahan ajar yang menggambarkan urutan pemahaman dan penguasaan materi dari yang sederhana kepada yang kompleks, mulai dari aspek kognitif, psikomotor, sampai apektif.

(23)

DAFTAR PUSTAKA

Amirin, Tatang. 2002. “Landasan Filosofis Pendidikan Berwawasan Budaya (Life

Skills)”. Yogyakarta: Majalah Dinamika Pendidikan No. 1/Tahun IX, Maret

2002.

Borg, W. R. & Gall, M.D.. 1989. Educational Research. London: Longman Group Ltd.

Depdikbud. 1996. Panduan Operasional Penulisan Modul. Jakarta: Universitas Terbuka.

Depdiknas. 2000. Keberbahasaan dan Kepenulisanan Bahasa Indonesia untuk

Penulis dan Penyunting Buku Pelajaran. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.

Development Basic Educational. 2009. Pengajaran Profesional dan Pembelajaran

Bermakna. Jakarta: DBE3.

Dirjen Dikdasmen. 2003. Pedoman Penyelenggaraan Program Budaya (Life Skills)

Pendidikan Luar Sekolah. Jakarta: Ditjen Diklusepa Depdiknas.

Dirjen Dikdasmen. 2004. Pedoman Penyelenggaraan Program Budaya Pendidikan

Nonformal. Jakarta: Bagian Proyek Life Skills PLS Ditjen Diklusepa

Depdiknas.

Fraenkel, Jack, R., dan Wallen, Norman, E.. 1993. How to Design and Evaluate

Research in Education. New York: McGRAw-Hill Inc.

Husen, Akhlan, dkk. 1997. Telaah Buku Kurikulum dan Buku Teks. Jakarta: Depdiknas

Joyce, Bruce & Weil Marsha, (2000), Model of Teaching-Sixth Edition, Allyn & Bacon, A Pearson Education Company.

Mintowati. 2003. Panduan Penulisan Buku Ajar. Jakarta: Depdikbud. Nasution, S..1982. Asas-Asas Kurikulum. Bandung: Jemmars.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 11 Tahun 22005 tentang Buku Teks Pelajaran.

(24)

P.H. Slamet. 2002. Pendidikan Budaya: Konsep Dasar. http://www.depdiknas.go.id , 15 Nopember 2002.

Prajoga, S.. (1999) Cara Belajar (Learning Types) dalam Penulisan Buku Teks, Makalah, Kerjasama SEAMEO-RESCAM-DEPDIKNAS.

Pusat Kurikulum. 2006. Pengembangan Model Pendidikan Budaya. Jakarta: Pusat Kurikulum.

Pusat Perbukuan. 2004. Pedoman Penilaian Buku Pelajaran Bahasa dan Sastra

Indonesia SD. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Pusat Perbukuan. 2005a. Pedoman Pengembangan Buku Pelajaran. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Pusat Perbukuan. 2005b. Pedoman Penulisan Buku Pelajaran, Penjelasan Standar

Mutu Buku Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: Departemen

Pendidikan Nasional.

Pusat Perbukuan. 2006. Pedoman Penulisan Buku Pelajaran, Pemetaan tentang

Nosi dan Fungsi di dalam Bahaa Indonesia. Jakarta: Departemen

Pendidikan Nasional.

Rachmawati, W.S. .2004. Anatomi Buku Ajar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil sosialisasi dan pelatihan dapat menambah pengetahuan para kader desa untuk menyampaikan kembali ke masyarakat secara lebih luas baik pembuatan sanitizer

DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF

Menurut SNI 01-2973-1992 biskuit adalah produk yang diperoleh dengan memanggang adonan dari tepung terigu dengan penambahan makanan lain dan dengan atau tanpa penambahan

Pada tahap evaluasi penelitian ini, dilakukan beberapa perbandingan hasil temu kembali pada kueri uji berdasarkan metode pembobotan TF- IDF, TF-RIDF dan TF-F1. Kueri yang

Metode Penelitian: Desain penelitian observasional analitik dengan cross sectional dan teknik quasi eksperimental one group pre and post test design. Alat ukur

Padahal sekretaris adalah pekerjaan yang longtime (terus menerus) dan beban kerjanya bisa dikatakan berat tetapi upah yang diterima oleh sekretaris di Bank Syariah

Distribusi Responden Penelitian Berdasarkan Riwayat Cedera Kepala Pada gambar 3 dapat dilihat bahwa responden penelitian pada kelompok kasus memiliki hasil yang berbeda dengan

SMA Cenderawasih II adalah organisasi yang bergerak di bidang pendidikan. Untuk pencatatan pembayaran siswa pada tiap bulannya, baik yang sudah terjadwal maupun tidak oleh Bagian