• Tidak ada hasil yang ditemukan

Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Selamat pagi, Salam sejahtera bagi kita semua.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Selamat pagi, Salam sejahtera bagi kita semua."

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Keynote Speech

KETUA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN The 2nd International Financial Inclusion Forum: Towards more

efficient and inclusive financial services Jakarta, 23 Oktober 2014

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Selamat pagi, Salam sejahtera bagi kita semua. Yang terhormat:

- Bp. Agus D. W. Martowardojo – Gubernur Bank Indonesia - Anggota Dewan Kommisioner OJK

- Bp. Budi G. Sadikin – CEO Bank Mandiri,

- Mr. Sarvesh Suri – Indonesia Country Manager IFC - Para pembicara dan narasumber

I. Pendahuluan

Hadirin sekalian yang berbahagia.

1. Pertama-tama, saya ingin menyampaikan apresiasi kepada Bank Mandiri melalui Mandiri Institute berkerja sama dengan International Finance Corporation (IFC) yang telah menyelenggarakan International Financial Inclusion Forum yang ke dua ini, dengan tema “Towards more efficient and inclusive financial services” dan saya juga berharap Bank Mandiri menjadi yang terdepan dalam pelaksanaan program-program nasional financial inclusion.

2. Kesempatan ini merupakan kesempatan yang berharga bagi kami sebagai regulator untuk menyampaikan prespektif kami tentang bagaimana mewujudkan industri jasa keuangan yang lebih inklusif dan kontributif terhadap kesejahteraan masyarakat luas. Forum ini juga memberikan kesempatan kepada kami untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif dalam mengembangkan kebijakan atau aturan yang mendorong lebih efektifnya program-program financial inclusion secara nasional.

(2)

II. Pergeseran Paradigma dari Microfinance ke Financial Inclusion

Bapak Ibu hadirin sekalian

3. Dalam dua dekade terakhir ini kita selalu memandang bahwa permasalahan utama dalam peningkatan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat adalah ketiadaan akses terhadap pendanaan. Untuk itu, berbagai skim kredit mikro dan kecil yang diberikan kepada keluarga kurang beruntung dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) diluncurkan untuk membuka akses terhadap pembiayaan dalam rangka pengentasan kemiskinan dan penurunan tingkat pengangguran. 4. Beberapa lembaga keuangan formal seperti Unit Mikro dari Perbankan Komersial, Badan Kredit Desa, Koperasi, Pegadaian dan Lembaga Perkreditan Desa serta Lembaga Keuangan Non formal seperti Baitul Mal Wat Tanwil dan Non Government Organization telah masuk dan melakukan ekspansi di sektor kredit UMKM, permasalahan rendahnya akses keuangan ini masih tetap signifikan.

5. Berbagai program kredit mikro yang telah dicanangkan tersebut ternyata belum optimal dalam membuka akses keuangan masyarakat yang tercermin dari Financial Inclusion Indeks kita yang masih sekitar 20%, tergolong rendah di Asia.

6. Penyediaan kredit mikro hanyalah merupakan bagian dari sesuatu yang lebih besar yaitu financial inclusion. Penyediaan kredit mikro bukanlah sesuatu yang paling dibutuhkan bagi masyarakat di daerah terpencil. Sebelum mereka membutuhkan akses terhadap pendanaan mereka akan lebih membutuhkan bentuk jasa keuangan lainnya seperti layanan rekening tabungan, asuransi, pengiriman uang dan pendidikan keuangan yang lebih baik.

7. Oleh karena itu, dibutuhkan pergeseran paradigma dari fokus hanya ke microfinance yang lebih fokus hanya pada sisi supply yaitu penyediaan akses pendanaan, ke yang lebih komprehensif yaitu financial inclusion yang fokus pada tidak hanya sisi supply tetapi juga sisi demand dan infrastructure.

Tidak optimalnya Microfinance dalam pengentasan kemiskinan Pergeseran Paradigma dr Microfinance ke Financial Inclusion

(3)

8. Kebutuhan akan program financial inclusion yang lebih efektif dan efisien sangatlah besar. Puluhan juta masyarakat kita tidak dapat mengakses layanan keuangan, baik karena faktor penyebaran jaringan lembaga jasa keuangan formal yang tidak merata, struktur geografis dan populasi yang tersebar, ketiadaan agunan dan literasi keuangan yang rendah. Bahkan menurut sumber Bank Dunia, lebih dari 2,5 miliar orang dewasa di dunia diperkirakan tidak memiliki akses terhadap jasa keuangan formal dan sebagian besar masyarakat berpenghasilan rendah.

9. Oleh karena itu, pergeseran paradigma ini bukan hanya merupakan agenda nasional tetapi juga internasional. Dalam forum internasional Asia Microfinance Forum di Shanghai beberapa bulan yang lalu saya mengemukakan bahwa saat ini kita ditengah-tengah pergeseran paradigma ini dan untuk itu kita harus meresponse dengan kebijakan yang tepat karena pergeseran paradigma tersebut tentunya akan menimbulkan peluang dan tantangan, seperti:

 Produk/jasa keuangan yang lebih beragam. Cakupan tidak

lagi terbatas hanya kredit mikro, tetapi juga produk-produk keuangan lainnya, termasuk tabungan, asuransi, dan sistem pembayaran.

 Platform baru. Besar peluang untuk menggunakan teknologi

digital dan telekomunikasi untuk mencapai masyarakat yang belum terjangkau.

 Terciptanya pasar baru. Inisiatif ini tidak hanya untuk

masyarakat miskin tetapi juga untuk masayarkat yang tergolong unbanked pada semua tingkat pendapatan.

 Melibatkan pihak atau penyedia jasa baru. Pihak-pihak yang

terlibat tidak hanya bank atau Lembaga Keuangan Mikro, tetapi juga bisa melibatkan pemerintah melalui program pro-rakyat miskin dan perusahaan telekomunikasi.

 Tantangan baru untuk regulator. Bagaimana regulator dapat

mengeluarkan kebijakan dan peraturan untuk mendorong financial inclusion yang berimbang antara aspek sosial dan aspek komersial dengan tetap tidak mengorbankan aspek kehati-hatian. Kebutuhan akan Financial Inclusion Besar: Puluhan juta jiwa Unbanked Peluang dan tantangan dari pergeseran paradigma ke Financial Inclusion

(4)

10. Program financial inclusion harus mendorong sinergi di semua sisi.

- Sisi supply diperlukan industri yang menawarkan produk atau layanan keuangan yang customer driven disertai infrastruktur finansial yang baik seperti delivery channel yang memiliki cakupan luas namun murah.

- Sisi demand seperti kapabilitas keuangan, edukasi dan kepercayaan publik serta akses keuangan yang berkualitas. - Dua sisi ini akan dapat berjalan dengan baik jika difasilitasi

oleh sisi infrastruktur berupa regulasi dan kebijakan yang mendukung.

11. Semakin disadari bahwa financial inclusion ini tidak hanya berbicara bagaimana menyediakan akses kredit bagi masyarakat kurang mampu dan UMKM, namun memiliki tujuan yang lebih holistik yaitu mengurangi angka kemiskinan, melakukan distribusi pendapatan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas dan sustainable tanpa mengorbankan dan bahkan menopang stabilitas sistem keuangan.

III. Financial Education dan Financial Capability dalam Kerangka Financial Inclusion

Bapak Ibu hadirin sekalian

12. Indonesia merupakan salah satu negara dengan perekonomian terbesar di ASIA dengan jumlah penduduk yang begitu besarnya dan kondisi geografis yang sangat tersebar sebagai negara kepulauan. Hal ini merupakan tantangan tersendiri bagi terwujudnya industri jasa keuangan yang lebih inklusif menjangkau seluruh lapisan masyarakat.

13. Financial inclusion ini telah menjadi perhatian bagi Pemerintah bersama dengan Bank Indonesia dan OJK melalui peluncuran Strategi Nasional Keuangan Inklusif yang memberikan arah bagi upaya perluasan akses layanan keuangan bagi masyarakat miskin/kurang beruntung dan UMKM.

Financial Inclusion mendorong sinergi di sisi Supply, Demand dan Infrastruktur Financial Inclusion memiliki tujuan yang lebih holistik Financial Inclusion agenda Nasional

(5)

14. Dalam pergeseran paradigma menuju financial inclusion ini literasi keuangan menjadi sangat penting. Hasil survei yang yang kami lakukan pada tahun ini yang mencakup 20 provinsi di Indonesia dengan 8.000 responden memberikan gambaran rendahnya tingkat literasi masyarakat Indonesia. Walaupun 59,7% dari masyarakat kita telah menggunakan jasa/produk keuangan tetapi hanya 21,8% dari masyarakat kita memiliki literasi keuangan yang cukup.

15. Yang menjadi isu adalah siapa yang bertanggung jawab terhadap penyediaan edukasi keuangan kepada masyarakat ini. Ada yang beranggapan bahwa penyedia produk/jasa keuanganlah yang seharusnya bertanggung jawab, karena apabila nasabah mereka merasakan manfaat dari produk/jasa keuangan yang mereka tawarkan maka mereka akan semakin loyal untuk menggunakan layanan lembaga keuangan tersebut. 16. Namun demikian, conflict of interest akan muncul karena ada

anggapan bahwa sebagian besar lembaga keuangan tidak akan membiarkan nasabahnnya untuk tahu semua hal mengenai produk/jasa keuangan yang ditawarkan dan edukasi keuangan ini tidak serta merta secara langsung meningkatkan keuntungan mereka. Sehingga akan sulit untuk mengharapkan hanya pada industri jasa keuangan untuk melakukan edukasi. 17. Untuk itu, Pemerintah bersama Otoritas Keuangan harus

berperan aktif dalam edukasi keuangan ini. Dalam mendukung peningkatan literasi keuangan masyarakat, Otoritas Jasa Keuangan meletakkan Program Literasi Keuangan sebagai salah satu program kerja prioritas. Dengan literasi keuangan yang lebih baik diharapkan masyarakat memperoleh pengetahuan dan keterampilan dalam menggunakan produk/jasa keuangan serta memiliki keyakinan untuk berhubungan dengan lembaga jasa keuangan, sehingga akan lebih luas masyarakat yang memanfaatkan produk dan jasa keuangan.

18. Dengan literasi keuangan yang memadai berarti menciptakan masyarakat yang memiliki kemampuan keuangan (financial capability) yang berarti selain menyediakan akses keuangan juga melengkapi individu dengan keterampilan praktis yang Literasi Keuangan menjadi penting. Hasil survey literasi keuangan. Siapa yang bertanggung jawab terhadap Edukasi Keuangan Masyarakat? Confict of Interest bila Edukasi Keuangan dilakukan oleh Industri Menuntut peran Pemerintah dan Otoritas dalam Edukasi Keuangan Menciptakan Masyarakat yang punya Financial

(6)

memungkinkan mereka untuk mengelola uang mereka dengan cara yang baik, meminimalkan risiko dan meningkatkan kesejahteraan mereka.

19. Masyarakat yang financially capable akan mampu memperoleh keuntungan lebih dari tersedianya jasa keuangan dan menghindari bahaya penyalahgunaan produk dan jasa keuangan. Demikian juga, industri jasa keuangan juga berpotensi mendapatkan keuntungan dari semakin besar dan loyalnya basis nasabah mereka.

20. Selanjutnya, pertanyaan yang akan sulit dijawab adalah mana yang lebih dahulu edukasi keuangan ataukah ketersediaan produk/jasa keuangan.

IV. Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Mendorong Financial Inclusion

Bapak Ibu hadirin sekalian

21. Banyak penduduk berpenghasilan rendah terus merasakan kekurangan akses terhadap jasa keuangan formal atau semi formal. Terutama mereka yang tinggal daerah terpincil dan/atau memiliki kepadatan penduduk yang rendah sehingga menjadi terlalu mahal biaya transaksinya apabila harus menghadirkan jaringan fisik lembaga keuangan formal yang dekat dengan mereka.

22. Saya memiliki keyakinan bahwa layanan keuangan tanpa kantor, memiliki potensi yang besar untuk memberikan layanan keuangan kepada masyarakat lebih luas dengan biaya yang jauh lebih rendah. Dengan bantuan tehnologi akan memungkinkan jasa keuangan untuk dapat menjangkau masyarakat kurang mampu di daerah terpencil.

23. Hasil pilot project branchless banking yang dilakukan Bank Indonesia pada bulan Mei – November 2013 yang mengikutsertakan 5 Bank dan 2 perusahaan telekomunikasi menunjukkan optimisme akan keberhasilan membawa sektor keuangan formal kepada masyarakat yang tergolong unbanked. Tidak mungking mengandalkan jaringan fisik lembaga keuangan Branchless Financial Services lebih luas dan murah Pilot Project Branchless Banking

(7)

24. Dalam forum Asia Microfinance Forum di Shanghai juga mengemuka bagaimana China berhasil mengembangkan Digital Finance yang didukung oleh mencapai 800 ribu Banking Agent. Saat ini China merupakan negara yang memiliki penetrasi bank account cukup tinggi dengan hampir 90% dari rumah tangga memiliki paling tidak satu bank account. Begitu juga di Banglades yang di kenal dengan Bkash yang bisa mencapai transaksi US$1,5 juta per hari dengan sekitar 90 ribu Agen yang tersebar dipenjuru negri.

25. Akhir tahun ini kami akan mengeluarkan pengaturan terkait Layanan Keuangan Tanpa Kantor (LKTK) dalam rangka Keuangan Inklusif atau yang dapat kita sebut dengan LAKU PANDAI. Pengaturan ini akan memberikan kerangka pengembangan dan prinsip kehati-hatian yang meliputi

- Produk (mengatur mengenai fitur produk keuangan: Tabungan – Basic saving account, Kredit Mikro dan Asuransi Mikro);

- Cakupan (mengatur wilayah operasional dan persyaratan bank pelaksana);

- Tenaga Pelaksana (mengatur tenaga pemasar dan Agen)

- Tehnologi & Delivery Channel (mengatur device, real time online dan interoperability); dan

- Beberapa isu lainnya seperti management risiko, pelaporan, persetujuan, perjanjian kerja sama, edukasi dan perlindungan konsumen serta APU & PPT.

26. Saya optimis pengaturan ini akan meberikan iklim pengaturan yang akan mendukung pengembangan Layanan Keuangan Tanpa Kantor (LKTK) dalam rangka mendorong Keuangan Inklusif yang lebih efisien dan efektif dalam menjangkau masyarakat yang kurang beruntung dan didaerah terpencil.

27. Namun demikian, tantangan yang kita hadapi tentunya masih cukup besar, antara lain: infrastruktur tehnology yang masih terbatas di remote area dan rendahnya literasi keuangan masyarakat. Tantangan masih besar dalam Brachless Financial Kisah sukses Digital Finance di China dan Bangladesh Arah pengaturan Laku Pandai

(8)

28. Isu lainnya yang saya kuatirkan juga akan muncul adalah antara Access dan Usage. Terbukanya akses apabila tidak dioptimalkan akan menciptakan tingginya dormant account yang bisa diakibatkan oleh rendahnya literasi keuangan atau karena produk keuangan yang tidak sesuai dengan kebutuhan mereka. 29. Untuk itu pengembangan produk keuangan harus customer

centric. Kita dapat memanfaatkan pengembangan tehnologi layanan keuangan tanpa kantor ini untuk survey kebutuhan produk keuangan masyarakat maupun sarana edukasi keuangan masyarakat. Kita dapat mencontoh praktik di beberapa negara seperti Philipine, Bolivia dan Peru. Studi di negara-negara tersebut memperlihatkan bahwa dengan mengingatkan untuk menabung melalui pesan singkat (SMS) saja terbukti mengkatkan tabungan sebesar 6%.

30. Tidak kalah pentingnya adalah terkait dengan proteksi nasabah. Masyarakat berpenghasilan rendah dengan keterbatasan pengetahuan mengenai tehnologi dan keuangan akan rentan terhadap fraud. Untuk itu kita perlu dimahami risikonya dan bagaimana kita melindungi mereka dari risiko tersebut dan tentunya mekanisme recovery bagi mereka untuk mendapatkan uang mereka kembali apabila mereka jadi korban fraud. V. Peran Bank Pemerintah dalam Financial Inclusion

Bapak Ibu hadirin sekalian

31. Di beberapa negara seperti China dan Vietnam, Bank Pemerintah banyak berperan sebagai penyedia jasa keuangan utama bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan UMKM. Di Indonesia sendiri, prosentasi nilai penyaluran kredit Bank Pemerintah di Indonesia pada UMKM telah mencapai 46,6% dari total penyaluran kredit perbankan kepada UMKM. Ini menunjukkan peranan yang cukup besar.

32. Dalam membuka akses terhadap pendanaan, terdapat tiga tantangan yang harus dihadapi oleh Bank-Bank Pemerintah: Access vs Usage of Financial Services Customer centric dalam pengembanga n layanan keuangan. Pemanfaatan Tehnologi dalam survey Low income class rentan terhadap fraud. Butuh edukasi dan protection. Peran Bank Pemerintah dalam Financal Inclusion.

(9)

a. Yang pertama, bagaimana Bank Pemerintah dapat menyediakan akses pendanaan yang memungkinkan secara komersial bagi masyarakat miskin dan UMKM.

b. Kedua, bagaimana Bank Pemerintah berkolaborasi dengan pelaku usaha lain (LKM) dalam menyediakan akses pendanaan (chanelling) dan pada saat bersamaan melaksanakan edukasi keuangan.

c. Ketiga, bagaimana Bank Pemerintah menjadi lebih inovatif dan memanfaatkan perkembangan tehnologi dalam mengurangi biaya akses, seperti penggunaan mobile banking atau kerjasama dengan kantor pos, untuk mewujudkan inklusi keuangan dengan biaya yang lebih rendah.

VI. Penutup

Bapak Ibu hadirin sekalian,

33. Sebelum saya mengakhir pemaparan ini, saya ingin menyampaikan dua hal lain yang menurut hemat saya perlu dipertimbangkan untuk efektifnya suatu program financial inclusion.

- Pertama adalah bahwa financial inclusion itu melibatkan dua sisi, sisi komersial dan sisi sosial. Dua sisi tersebut harus ditempatkan di posisi yang sama agar sustainable; dan

- Kedua adalah bahwa kita harus memiliki mekanisme dan infrastruktur (pengumpulan data pada tingkat nasional dan daerah serta analisis) untuk dapat melakuan tracking apakah hasil akhir dari financial inclusion strategy kita ini sesuai dengan yang diharapkan.

34. Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan yang memiliki kewenangan melakukan pengaturan dan pengawasan seluruh sektor jasa keuangan diharapkan akan lebih menajamkan pelaksanaan program-program nasional financial inclusion, yaitu melalui: - Pertama, strategi/program inklusi keuangan dan monitoring

pencapaiannya dapat dilakukan lebih komprehensif dan terintegrasi. Sisi Commercial dan Social dari Financial Inclusion harus balance Butuh Tracking keberhasilan program Financial inclusion Kelebihan keberadaan OJK dalam mensukseskan Financial Inclusion

(10)

- Kedua, dengan diamatkannya OJK untuk melakukan edukasi dan perlindungan konsumen keuangan dan masyarakat, juga menjadi nilai tambah tersendiri untuk mengakselerasi lebih inklusifnya keuangan kita khususnya sisi demand.

35. Apa yang dilakukan oleh Mandiri Institute adalah bagian dari pemikiran besar mengenai apa sarana yang diperlukan, apa produk yang cocok, serta bagaimana edukasi yang tepat, yang diperlukan untuk mendorong sistem keuangan yang lebih inklusif di Indonesia.

36. Pemikiran seperti ini memberi tambahan perspektif ke depan bagi pengambil kebijakan, dan juga bagi dunia usaha yang terlibat (baik perbankan maupun perusahaan telekomunikasi). OJK terus mendorong studi-studi seperti ini lebih lanjut ke depan.

37. Keterlibatan pihak-pihak lain seperti perusahaan telekomunikasi, pasar modal, asuransi, dana pensiun dan industri keuangan lainnya. Dan tentunya dukungan dari Pemerintah, Bank Indonesia, serta kerjasama Perbankan dengan Agent Banking, para Peneliti (universitas, lembaga penelitian seperti Mandiri Insitute) saya yakini akan menghasilkan sinergi yang lebih menguntungkan bagi semua, termasuk bagi masyarakat pengguna layanan.

38. Semoga apa yang didiskusikan hari ini akan mendorong pembangunan layanan keuangan bagi seluruh masyarakat Indonesia.

39. Demikian yang dapat saya sampaikan. Terima kasih

Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Jakarta, 23 Oktober 2014

Muliaman D. Hadad

Ketua Dewan Komisioner OJK Apresiasi

terhadap Mandiri dan Support dari OJK

Referensi

Dokumen terkait

Soetomo yang sedang menjalani rawat jalan untuk mengetahui faktor yang memengaruhi kadar GDP pasien dengan mengkategorikan kadar GDP menjadi 2 kategori, yaitu GDP

(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1 dan angka 2 dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar

Berbagai hal yang diinginkan istri selama memberikan ASI. Jenguk anak atau istri ke sini tuh udah senang. Juga perhatian sama moral juga ya tapi itu ngga di

Studi bioinfomatika terhadap hasil PCR-I6S rRNA meliputi studi kemiripan sekuen yang ada pada database menggunakan Basic Local Aligment Search Tool (BLAST) di

Di samping itu, melakukan analisis gap persyaratan standar dan regulasi Indonesia terhadap FDA untuk mengembangkan strategi perumusan kebijakan keamanan produk

Masyarakat Jawa adalah kumpulan manusia yang hidup bersama-sama yang bermayoritas penduduknya bersuku Jawa yang dalam kehidupan sehari-harinya menggunakan bahasa Jawa dan memegang

Segala dokumen yang berkaitan dengan perjanjian reksa dana sertifikat dan aset harus disimpan oleh bank kustodion agar aman.Bank kustodion hanya berkewajiban mengawasi

Mengedit data obat pada form edit Klik tombol simpan untuk menyimpan data obat Sistem berhasil menyimpan data obat yang sudah di edit pada database Sesuai