• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. spesifik. Oleh sebab itu, apa yang diperoleh ini sering disebut sebagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. spesifik. Oleh sebab itu, apa yang diperoleh ini sering disebut sebagai"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1. Latar Belakang

Kearifan merupakan salah satu bagian yang melekat pada masyarakat, khususnya masyarakat lokal. Kondisi lingkungan dan pengalaman belajar yang spesifik membuat masyarakat memiliki kemampuan dan pengetahuan yang juga spesifik. Oleh sebab itu, apa yang diperoleh ini sering disebut sebagai pengetahuan lokal atau bahkan kearifan lokal (Soetomo, 2012).

Pengetahuan dan kearifan lokal yang dimiliki masyarakat dapat meliputi berbagai bentuk yang dibagi dalam faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berkaitan dengan kondisi kehidupan sosial ekonomi, sedangkan faktor eksternal berkaitan dengan pengembangan masyarakat dan membangun jaringan (Soetomo, 2012). Faktor internal merupakan hal primer karena selalu ada kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Faktor eksternal merupakan hal sekunder bahkan tersier yang bermakna pelengkap dalam kehidupan, seperti halnya melakukan kegiatan bersama masyarakat. Kegiatan yang dilakukan juga bisa berdampak positif karena untuk menambah jaringan semakin luas.

Kearifan tradisional mencakup pengetahuan dan pemahaman masyarakat mengenai hubungan manusia dan alam dalam kelompok lingkungan sekitar. Semua bentuk kearifan lokal dihayati, dipraktikkan, diajarkan dan diwariskan dari generasi ke generasi sekaligus untuk membentuk pola perilaku manusia terhadap sesama manusia, alam maupun yang gaib. Pengetahuan dan pemahaman ini

(2)

berupa ide atau gagasan yang diaplikasikan langsung ke masyarakat untuk ikut melibatkan langsung masyarakat sebagai subyek. Hal ini diharapkan terdapat keterkaitan antara manusia dan alam sekitarnya dan diharapkan mampu berjalan seimbang (Keraf, 2002).

Suku Dayak merupakan penghuni asli Pulau Kalimantan sebagian berada di daerah Indonesia dan sebagian lagi ada di Malaysia (Florus et al., 1994). Suku Dayak ini merupakan suatu komunitas masyarakat tradisional di Indonesia yang menjalankan praktek-praktek kearifan dalam pemanfaatan sumberdaya hutan dan pengelolaan ekosistem hutan bagi kesejahteraan masyarakat. Hal ini tercermin dalam kegiatan perburuan yang dilakukan oleh masyarakat, bahkan berdampak terhadap jumlah populasi hewan buruan.

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya dalam hal pengelolaan khususnya kegiatan perburuan, perlu dilakukan upaya agar tidak berdampak terhadap jumlah populasi satwa yang ada. Hal ini juga berkaitan dengan tujuan perburuan sebagai penunjang pemenuhan kebutuhan hidup berupa protein. Maka, perlu dilakukan pengkajian terhadap masyarakat tradisional di Indonesia, diantaranya Suku Dayak Tamambaloh yang berada di Kecamatan Embaloh Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.

Suku Dayak yang menjadi perhatian dalam penelitian ini yaitu Suku Dayak Tamambaloh di Kecamatan Embaloh Hulu, khususnya di Desa Banua Martinus, Desa Pulau Manak, dan Desa Tamao. Suku Dayak Tamambaloh masih menganut nilai kearifan dan sistem kepercayaan dalam hal perburuan satwa liar. Oleh karena itu, kegiatan ini perlu dikaji dan dipelajari untuk mengenalkan dan

(3)

melestarikan kebudayaan leluhur. Kebudayaan ini merupakan salah satu ciri khas kebudayaan Indonesia yang tidak boleh luntur karena pengaruh peradaban zaman, begitu juga kearifan lokal yang ada pada Suku Dayak.

Kearifan lokal yang ada di Suku Dayak sampai saat ini masih menarik untuk dipelajari dan dikaji lebih dalam. Hal ini karena berkaitan dengan budaya daerah secara turun temurun dari zaman dahulu. Menurut Ratewi & Pattiselanno (2007) kegiatan berburu dan mengekstraksi satwa adalah kegiatan turun temurun dan terus dipraktekkan karena merupakan bagian yang penting dengan lingkungan sekitarnya. Ada hal menarik yang bisa ditelusuri diantaranya kebudayaan. Selain itu, kearifan lokal yang berkaitan dengan kegiatan perburuan satwa liar yang masih dianut oleh masyarakat merupakan salah satu hal yang perlu dilestarikan. Ada nilai positif yang bisa diambil hikmahnya yaitu perburuan ini masih mempertimbangkan kelestarian ekosistem hutan sekitar.

Kearifan lokal masyarakat umumnya berkaitan dengan kepercayaan dan religi yang dianut. Dalam masyarakat Suku Dayak Tamambaloh untuk kegiatan-kegiatan tertentu seperti upacara adat, kegiatan-kegiatan perkawinan dan kematian. Namun, dahulu masyarakat Suku Dayak Tamambaloh ketika berburu juga masih menggunakan ritual dan tradisi adat. Hal ini berasal dari keyakinan nenek moyang yang masih berlaku secara turun temurun mengenai berburu satwa liar.

Perburuan satwa liar menjadi topik utama yang akan dibahas dalam penelitian ini. Seperti dalam pernyataan Ratewi & Pattiselanno (2007), bahwa dalam zaman modern, masyarakat etnik Papua masih bergantung dengan perburuan karena merupakan bagian dari tradisi. Selain itu juga merupakan salah

(4)

satu cara hidup masyarakat Pattiselanno (2006). Hal ini juga berdampak terhadap intensitas perburuan satwa liar saat ini. Perburuan satwa liar yang dilakukan oleh masyarakat Suku Dayak Tamambaloh merupakan kegiatan yang telah dilakukan oleh mereka dari dahulu kala. Mereka memburu satwa liar yang ada di dalam hutan dengan berbagai cara dan alat tertentu. Diantaranya menggunakan alat berupa tombak (kujur), jerat tali, dan bahkan senapan serta menggunakan cara seperti berburu di malam hari dan menunggu hewan buruan.

Kegiatan perburuan satwa liar yang dilakukan oleh masyarakat Suku Dayak Tamambaloh ini, tentu berpengaruh terhadap keadaan lingkungan sekitar. Hal ini berkaitan dengan seleksi perburuan satwa liar yang dilakukan. Dalam kegiatan perburuan ini, para pemburu melakukan seleksi terhadap jenis satwa yang diburu. Tentu hal ini berdampak pada kelestarian kehidupan Suku Dayak Tamambaloh dan lingkungan sekitar. Selain itu juga berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat akan nutrisi.

Saat ini perburuan satwa liar merupakan salah satu bahasan utama yang terjadi baik di dalam maupun di luar negeri. Hal ini berkaitan dengan populasi satwa liar dan keadaan ekosistem hutan yang merupakan habitat aslinya untuk hidup. Begitu pula yang terjadi pada masyarakat Suku Dayak Tamambaloh. Perburuan satwa liar ini merupakan kegiatan yang sudah dilakukan secara turun temurun dari nenek moyang. Selain itu juga untuk memenuhi kebutuhan hidup akan daging hewan buruan, bahkan untuk peningkatan ekonomi masyarakat. Seperti pernyataan yang diungkapkan Robinson et al. (1999) perburuan satwa di

(5)

daerah tropis sangat berbeda dengan daerah temperate karena umumnya dilakukan untuk kebutuhan subsisten dan komersial.

Menurut beberapa penelitian sebelumnya, kesimpulan dalam Pattiselanno dan Mentansan (2010) menyebutkan bahwa budaya tradisional berasal secara turun temurun dan dapat meningkatkan ekonomi masyarakat di daerah pedalaman. Perburuan satwa di hutan-hutan tropis merupakan kebutuhan yang mendasar bagi masyarakat tradisional untuk mempertahankan hidupnya. Hal ini terdapat pula di daerah Embaloh Hulu.

Penelitian ini belum pernah dilakukan di daerah Kecamatan Embaloh, namun ada kecenderungan kemiripan penelitian yang dilakukan oleh Pattiselanno et al. (2010) mengenai kearifan tradisional Suku Maybrat dalam perburuan satwa yang mendukung pelestarian satwa. Metode yang digunakan berbeda karena melalui pendekatan multidisiplin antara ekologi dan antropologi. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan etnografi. Metode ini memiliki kelebihan dibandingkan dengan metode deskriptif lainnya, yaitu observatory participant, kaitannya dengan partisipasi observasi langsung mengenai adat dan budaya masyarakat setempat. Menurut Sarosa (2012) etnografi merupakan penelitian yang sifatnya sangat mendalam di bandingkan dengan penelitian lainnya. Hal mendalam terkait waktu yang diperlukan untuk memahami semua kegiatan masyarakat yang diteliti.

(6)

1.2. Rumusan Masalah

Kearifan merupakan salah satu bagian yang melekat di dalam kehidupan, khususnya masyarakat lokal. Kearifan masyarakat lokal yang ada berdasarkan tradisi budaya yang di anut. Salah satunya berada pada Suku Dayak Tamambaloh, Kecamatan Embaloh Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Kearifan dalam perburuan Suku Dayak Tamambaloh tersebut menjadi obyek utama dalam penelitian ini. Hal ini didasari karena masih banyaknya kegiatan perburuan satwa liar yang ada. Perburuan satwa liar ini penting dipelajari karena perburuan merupakan salah satu bagian dalam menjaga dan menyeimbangkan populasi hewan yang ada di alam.

Masyarakat Suku Dayak Tamambaloh dalam berburu satwa liar juga memiliki keterbatasan dalam berbagai hal. Diantaranya waktu yang digunakan untuk berburu seperti hari besar Suku Dayak yang sering disebut dengan Gawai Dayak atau Pamole Beo, Perayaan Hari Natal karena mayoritas beragama Nasrani, perayaan menjelang pernikahan dan peringatan kematian, serta ketika musim buah tiba. Selain itu juga terkait jumlah pemburu, alat dan cara yang digunakan saat berburu satwa liar.

Dari hasil data penelitian yang telah dilakukan di beberapa daerah, seperti di Suku Maybrat dan Suku Nduga Papua Barat berkaitan pula dengan perburuan satwa liar. Hal ini dapat mengancam populasi satwa apabila kegiatan perburuan tidak dilaksanakan secara arif dan bijaksana. Hal ini bisa dilihat bagaimana kepercayaan adat yang dianut masyarakat dan tujuan perburuan satwa liar. Selain itu, juga bisa terlihat dari cara dan alat yang digunakan dalam perburuan satwa

(7)

liar. Selanjutnya juga di klasifikasikan jenis-jenis satwa liar yang diburu oleh masyarakat setempat dan pemilihan waktu. Oleh karena itu, masalah yang dikaji lebih difokuskan pada kegiatan perburuan satwa liar oleh masyarakat Suku Dayak Tamambaloh.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan kearifan Suku Dayak Tamambaloh dalam perburuan satwa liar.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan mengisi kekurangan pengetahuan yang masih terbatas mengenai kearifan lokal Suku Dayak Tamambaloh. Selanjutnya informasi ini dapat dijadikan masukan bagi pemegang kebijakan khususnya pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan masyarakat lokal dalam mewujudkan paradigma atau pemikiran tentang pengelolaan hutan, khususnya dalam pengelolaan satwa liar. Para pihak yang ikut terkait pada keterlibatan masyarakat tersebut, terutama dalam hal nilai kearifan lokal perburuan satwa liarnya. Penelitian ini diharapkan mampu menyajikan data dan menjadi acuan untuk studi selanjutnya sebagai upaya pelestarian serta penyeimbangan populasi satwa liar Suku Dayak Tamambaloh. Selain itu pula diharapkan mampu menyeimbangkan kondisi habitat asli hewan yaitu hutan dengan jumlah populasi satwa liar di dalamnya.

Referensi

Dokumen terkait

4.12.2 Menyusun teks khusus dan bentuk pesan singkat, dan pengumuman/ pemberitahuan (notice), sangat pendek dan sederhana, terkait kegiatan sekolah, dengan memperhatikan fungsi

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa persepsi lingkungan fisik dilihat dari segi: (1) pewarnaan sebanyak 76,19% responden menyatakan nyaman dengan pewarnaan di tempat kerja,

Untuk menyelesaikan sengketa seperti ini, maka ada beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh wajib pajak sebagaimana ketentuan UU KUP dalam Pasal 25, wajib pajak

Ketika dilakukan terhadap semikonduktor, doping dapat diartikan sebagai penambahan pengotor intensional pada material semikonduktor dengan tujuan untuk memodifikasi

Berdasarkan gambar 4.39 diatas, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi nilai kualitas suatu sistem (quality) maka kinerja sistem tersebut semakin baik, semakin tinggi

Dari deskripsi di atas, subjek perempuan berkemampuan tahfidz tinggi (SPTT) pada aspek generalisasi memenuhi kriteria sesuai dengan indikator pada rubrik observasi

Penulis sadar bahwa terselesaikannya tugas akhir dalam bentuk skripsi sebagai syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) program studi Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu

Seleksi isu yang dilakukan Rubrik National Affairs Majalah Rolling Stone Indonesia dalam mengkonstruksi realitas rencana penutupan blog-blog musik dan situs-situs file