• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. keadaan bebas dari penyakit. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. keadaan bebas dari penyakit. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang Masalah

Pelayanan kesehatan merupakan upaya peningkatan kesehatan secara luas untuk seluruh masyarakat. Kesehatan itu sendiri meliputi kesehatan badan, rohani dan sosial, dan bukan hanya keadaan bebas dari penyakit. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang selanjutnya disebut UUD RI 1945 perlindungan terhadap kesehatan sangat jelas diatur dalam ketentuan Pasal 28H ayat (1) disebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.sesuai dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 9 ayat (3) yang berbunyi: “Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat”. Untuk mewujudkan lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi semua orang pemerintah telah membuat berbagai kebijakan yang terkait dengan perlindungan dan pengelolahan lingkungan hidup.1

Selanjutnya dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan “Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis”. Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan disebutkan tentang Kewajiban. Kewajiban tersebut diatur dalam Pasal 9 ayat (1) dan Pasal 9 ayat (2). Pasal 9 ayat (1) menyebutkan:“Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan, dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya”. Sedangkan ketentuan Pasal 9 ayat (2) mengatur: “Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaksanaannya

(2)

meliputi upaya kesehatan perseorangan, upaya kesehatan masyarakat, dan pembangunan berwawasan kesehatan”. Dengan demikian, pada dasarnya kesehatan itu menyangkut semua segi kehidupan, baik di masa lalu, masa kini, maupun masa yang akan datang, sehingga jangkauannya sangatlah luas. Dalam sejarah perkembangannya pun telah terjadi perubahan orientasi nilai dan pemikiran tentang upaya memecahkan masalah kesehatan, yang pada hakekatnya berkembang sejalan dengan proses perkembangan teknologi dan sosiologi budaya.

Salah satu dampak negatif dari perkembangan teknologi yang pesat yaitu adanya perubahan gaya hidup dan perilaku modernisasi yang dapat mengancam kesehatan contohnya adalah merokok. Merokok merupakan suatu fenomena sosial yang unik. Meski banyak orang dan pakar yang memberi himbauan bahwa rokok dapat mengancam kesehatan dan jiwa perokok namun banyak orang khususnya warga Indonesia yang menjadikan rokok sebagai suatu kebiasaan dan tetap mendapat tempat atau peminat dikalangan perokok Indonesia. Para perokok bukannya tidak tahu dengan berbagai dampak dari akibat merokok bahkan seharusnya mereka yang paling tahu dampak dan efek samping merokok.

Menurut laporan WHO (world health organization) mengenai angka prevelensi Tembakau dunia, angka prevelensi merokok di indonseia merupakan salah satu yang tertinggi di dunia dengan 46;8 persen laki laki dan 3,1 persen perempuan Jumlah perokok mencapai 62,8 juta dan 40 persen diantaranya merupakan dari kalangan ekonomi bawah. Dan faktanya kebiasaan merokok sebagian penduduk Indonesia telah menjadi suatu kebiasaan dan menyebabkan lebih dari 200.000 kematian setiap tahunnya. Indonesia merupakan satu satunya Negara di kawasan asia pasifik yang belum menandatangani Kerangka Konvensi WHO tentang Pengendalian Tembakau.2

2

Marie Paule Kieny, http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs339/en/, Diakses Pada Tanggal 01 Desember 2015

(3)

Rokok sendiri merupakan produk yang unik dalam hal pemakaian atau konsumsi. Secara definisi rokok merupakan sebuah silinder yang diisi dengan daun Tembakau yang sudah dicacah ditengahnya yang dilapisi kertas. Dan cara pemakaiannya pun dengan dibakar ujungnya kemudian dihisap. Sebenarnya alasan rokok berbahaya adalah kandungan dari hasil pembakaran Tembakau bukan Tembakaunya.Asap dari hasil Tembakau yang dibakar mengandung bahan kimia yang dapat memicu berbagai penyakit seperti nikotin, tar dan karbonmonoksida.3

Untuk mengantisipasi dampak buruk dan bahaya yang disebabkan rokok terhadap kesehatan manusia Pemerintah Indonesia memberikan kewenangan setiap Pemerintah Daerah untuk menetapkan Kawasan Tanpa Rokok, kewenangan pembentukan Kawasan Tanpa Rokok tersebut tercantum pada Pasal 115 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menetapkan bahwa Pemerintah Daerah wajib menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya.4

Berdasarkan kewenangan yang diperoleh dari Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 155 ayat (2), maka Pemerintah Provinsi Bali membuat Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Peraturan Daerah tersebut diatur tentang Kawasan Tanpa Rokok hanya di lingkungan Pemerintah Provinsi Bali. Untuk mencakup setiap daerah, maka khusus untuk di Denpasar dibuatlah sebuah Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok untuk mencakup wilayah Denpasar yaitu Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 7 tahun 2013.

Walaupun sudah diundangkan selama 2 tahun ternyata Peraturan Daerah ini belum efektif dalam penerapannya. Itu dibuktikan dengan data yang saya peroleh di Satpol PP Provinsi

3Marie Paule Kieny, http://www.who.int/tobacco/research/youth/effects/en/, , Diakses Pada Tanggal 10 Juli

2015

4Budhi Antariksa, 2015, “Bahaya merokok bagi kesehatan”, http://www.dokita.co/ diakses tanggal 19

(4)

Bali. Bahwa pelanggaran atas Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok pada tahun 2015 ( januari -desember) berjumlah 208 pelanggar dan untuk wilayah Denpasar berjumlah 58 pelanggar. Berdasarkan data tersebut ternyata ada pelanggaran Kawasan Tanpa Rokok untuk di wilayah Denpasar. Walaupun ada pelanggaran untuk wilayah Denpasar, namun ternyata untuk penindakan di wilayah Denpasar dilakukan oleh Satpol PP Provinsi Bali.

Untuk menjamin efektifnya implementasi Peraturan Daerah dibutuhkan tanggung jawab untuk mematuhi aturan hukum yang ada didalamnya baik oleh penanggung jawab Kawasan Tanpa Rokok setempat maupun oleh perokok. Oleh karenanya, pada awal pemberlakuan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok dibutuhkan bantuan untuk menjamin kepatuhan sebelum masyarakat menjadi terbiasa jaminan kepatuhan dapat diperoleh dengan keseimbangan antara sosialisasi pada setiap lapisan masyarakat termasuk penanggung jawab kawasan dan aparat penegak hukum, adanya kesamaan persepsi semua pihak tentang Peraturan Daerah dan penegakan hukum yang konsisten.

Diterbitkannya Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 7 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok menimbulkan suatu permasalahan dalam pelaksanaannya dilapangan. Hal ini disebabkan karena masih banyak terjadi kerancuan dalam hal penerapan terhadap Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian berjudul “EFEKTIFITAS PERATURAN DAERAH NOMOR 7

(5)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana diuraikan diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Kota Denpasar ?

2. Bagaimanakah hambatan-hambatan dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Kota Denpasar?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Ruang lingkup atau batas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan pembahasan merupakan pembatasan-pembatasan seperlunya terhadap materi yang hendak dibahas dengan maksud untuk lebih terarahnya pembahasan dan untuk mencegah meluasnya permasalahan yang kadang-kadang justru akan mengaburkan pembahasan terhadap permasalahan yang diangkat. Sesuai dengan permasalahan tersebut di atas, maka pembahasan dalam proposal ini terbatas pada pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Kota Denpasar dan hambatan-hambatan dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok.

(6)

Dalam rangka menumbuhkan semangat anti plagiat didalam dunia pendidikan di Indonesia mahasiswa diwajibkan untuk mampu mewujudkan orisinalitas dari penelitian yang sedang ditulis. Dalam hal ini penulis wajib memakai minimal 2 (dua) penelitian pembeda, adapun 2 (dua) pembeda dalam penelitian ini:

1. Skripsi yang berjudul “ Kepastian Penegakan Hukum Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Dalam Rangka Meningkatkan Kualitas Pariwisata Bali” yang disusun oleh I Gusti Agung Ngurah Iriandhika Prabhata. Dalam skripsi ini mengangkat dua permasalahan, yaitu tentang: 1) Bagaimana pengaturan mengenai penegakkan hukum kawasan tanpa rokok di Bali? 2) Bagaimana keterkaitan antara kepastian penegakan hukum kawasan tanpa rokok dengan upaya meningkatkan kualitas pariwisata Bali? Hasil penelitian dari skripsi ini yaitu melalui interpretasi sistematis, interpretasi gramatikal, interpretasi perbandingan dan interpretasi teologis terkait prosedur penegakan dan sanksi hukum dapat dilihat bahwa Perda Provinsi Bali tentang KTR tidak secara jelas mengatur mengenai prosedur penegakkan hukum, dengan kata lain memuat suatu kekaburan norma hukum, sehingga belum mampu memberikan kepastian dalam penegakan hukumnya. Disamping itu sanksi hukum terhadap pelanggaran Perda Provinsi Bali Tentang KTR belum mampu memberikan efek jera . melalui jaminan kepastian hukum dalam hal penegakkan kebijakan KTR, maka akan meningkatkan kualitas pariwisata Bali, sebagaimana yang telah diterapkan di DKI Jakarta dan Surabaya, khususnya terpenuhinya faktor kebersihan dan kenyamanan dalam berwisata (cleanliness and personality comfort) yang merupakan faktor meningkatnya kualitas suatu pariwisata.

2. Skripsi yang berjudul “Peran Satpol PP Makasar dalam mengatasi Kawasan Tanpa Rokok didaerah Suci” yang disusun oleh Bambang Juniadi Barajaya Dalam skripsi ini mengangkat

(7)

dua permasalahan, yaitu tentang: 1) Bagaimana tugas Satpol PP dalam menangani Kawasan Tanpa Rokok ditempat suci tersebut? 2) Dan bagaimana peran Satpol PP dalam melaksanakan Perda baru tersebut? Hasil penelitian dari skripsi ini yaitu dalam melakukan penegakan peraturan daerah kota Makassar tentang Kawasan Tanpa Rokok hendaknya diadakan sosialisasi tentang bentuk-bentuk pelanggaran dan sanksi-sanksi yang akan dijatuhkan kepada pelanggar kawasan tanpa rokok, itu dimaksudkan agar timbul kesadaran dan tanggung jawab sebagai unsur aparatur Negara yang pada akirnya penegakan Peraturan Daerah kota Makassar tersebut dapat diterapkan secara optimal.

Bertolak dari kedua skripsi diatas tidak ada persamaan dengan penelitian yang dilakukan penulis, baik dari judul maupun masalahnya.

1.5 Tujuan Penelitian

1.5.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui secara umum peran pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Kota Denpasar.

1.5.2 Tujuan Khusus

Sesuai dengan permasalahan yang dikaji adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui, menjelaskan, menganalisa pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Kota Denpasar.

2. Untuk mengetahui, menjelaskan, menganalisa hambatan-hambatan dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok.

1.6 Manfaat Penelitian

(8)

Secara teoritis dari hasil penelitian ini adalah untuk memberi masukan dan manfaat positif bagi pengembangan ilmu hukum, khusunya terkait dengan pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Kota Denpasar.

1.6.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini ditujukan untuk dapat dijadikan pedoman dalam pembuatan karya-karya tulis baik itu dalam pembuatan makalah maupun penelitian hukum lainnya dan memberikan pengalaman belajar serta melakukan penelitian bagi mahasiswa sehingga mahasiswa mengetahui hambatan-hambatan dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok.5

1.7 Landasan Teoritis

1.7.1 Teori Negara Hukum

Indonesia merupakan negara hukum berdasarkan Pancasila, di mana unsur-unsur di atas terpenuhi seperti yang temuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, alenia pertama yang menyatakan bahwa “kemerdekaan merupakan hak segala bangsa”, pernyataan tersebut merupakan affirmasi dari Hak dasar untuk menentukan nasib sendiri.Dalam alenia kedua pembukaan menyebutkan Indonesia sebagai negara yang “adil” dan “makmur”. Kekuasaan hendaklah dijalankan dengan adil, artinya negara tidak dapat bertindak

(9)

wenang terhadap rakyatnya.6 Dalam alenia ketiga tercantum hasrat Indonesia untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas, yang menekankan HAM kolektif yang dimiliki sebuah bangsa, serta alenia keempat mencantukan hak sosial, ekonomi, politik dan pendidikan. Di dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara hukum”. Istilah Negara hukum di Indonesia, sering di terjemahkan rechtstaats atau the rule of law. Paham recht staats pada dasarnya bertumpu pada sistem hukum Eropa Kontinental.

Immanuel Kant mengemukakan paham Negara hukum dalam arti sempit, yang menempatkan rechtstaats, hanya sebagai alat perlindungan hak – hak individual dan kekuasaan Negara diartikan secara pasif, yang bertugas sebagai pemelihara ketertiban dan keamanan masyarakat. Sementara itu di dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuann Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa segala tindakan penguasa atau pemerintah memerlukan suatu bentuk hukum tertentu dan harus sesuai dengan Undang – Undang yang berlaku. Pernyataan tersebut mengandung arti adanya supremasi hukum dan konstitusi, dianutnya prinsip pemisahan dan pembatasan kekuasaan menurut sistem konstitusional yang diatur dalam Undang – Undang Dasar, adanya prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak yang menjadi persamaan setiap warga Negara dalam hukum serta jaminan keadilan bagi setiap orang termasuk penyalahgunaan wewenang oleh pihak yang berkuasa.7 Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 menyatakan bahwa “negara Indonesia adalah negara hukum”. Konsep ini berasal dari Freidrich Julius Stahl yang diilhami oleh Immanuel Kant. Menurut Stahl, unsur negara hukum (rechtsstaat) adalah:

6

Sjachran Basah, 1985, Eksistensi dan Tolok Ukur Badan Peradilan Administrasi di Indonesia, Alumni Bandung, hal.11.

7

(10)

1. Perlindungan hak-hak asasi manusia

2. Pemisahan kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu. 3. Pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan. 4. Peradilan administrasi dalam perselisihan.

Sedangkan prinsip suatu negara hukum menurut J.B.J.M ten Berge adalah adanya asas legalitas, perlindungan hak-hak asasi, pemerintah terikat pada hukum, monopoli paksaan pemerintah untuk menjamin penegakan hukum dan pengawasan oleh hakim yang merdeka.8

Dalam suatu negara hukum seperti halnya negara Indonesia, Hak Asasi merupakan suatu hal yang penting.Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara implisit menjamin keberadaan hak asasi.Kemudian dalam Pasal-Pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 hak asasi juga sudah dijamin secara tegas.Hak-hak asasi yang diatur dalam konstitusi negara inilah yang kemudian disebut sebagai hak konstitusi.

Pengakuan Hak Asasi Manusia tersebut merupakan bukti bahwa Indonesia tidak hanya secara deklaratif menyatakan sebagai Negara hukum namun juga secara praktis, yang dalam hal ini Indonesia menganut negara hukum dalam arti materiil atau yang dikenal dengan sebutan Negara Kesejahteraan (Welfare State). Dalam negara, kesejahteraan hak rakyat bebas dari asap rokok. Namun demikian dalam pengawasan dan penegakkan kawasan tanpa rokok tidak dapat dilakukan secara sewenang-wenang. Berkaitan dengan pandangan tersebut maka skripsi ini memuat tentang efektifitas Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Kota Denpasar, dimana hal ini apabila tidak ditangani dapat mengancam hak konstitusional rakyat Indonesia untuk mendapatkan lingkungan hidup yang sehat.

1.7.2 Teori Penegakan Hukum

(11)

Secara umum penegakan hukum dapat diartikan sebagai tindakan menerapkan perangkat sarana hukum tertentu untuk memaksakan sanksi hukum guna menjamin penataan terhadap ketentuan yang ditetapkan. Menurut Satjipto Rahardjo, “penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan – keinginan hukum (yaitu pikiran – pikiran badan pembuat undang – undang yang dirumuskan dalam peraturan – peraturan hukum) menjadi kenyataan”.9

Menurut Soerjono Soekanto dalam bukunya yang berjudul penegakan hukum, menyebutkan bahwa :

Suatu penegakan hukum dapat dilakukan dengan baik dan mantap bukan hanya dilihat dari jumlah peraturan yang tertulis yang telah dikeluarkan dan luas bidang suatu kehidupan masyarakat karena hal itu akan mewujudkan penegakan hukum secara formal saja, namun dalam segi materialnya lebih hukum itu sendiri, karena tanpa kegiatan tersebut kesulitan besar akan dihadapi disamping biaya social yang sangat besar. 10

Penegakan hukum (law enforcement) dalam arti luas mencakup kegiatan untuk melaksanakan dan menerapkan hukum serta melakukan tindakan hukum terhadap pelanggaran atau penyimpangan hukum yang dilakukan oleh subyek hukum.Penegakan hukum mencakup pilar segala aktifitas yang dimaksud agar hukum sebagai perangkat kaidah normatif yang mengatur dan mengikat para subjek hukum dalam segala aspek kehidupan masyarakat dan bernegara benar – benar ditaati dan sunguh – sunguh dijalankan sebagaimanan mestinya.

Secara umum, sebagaimana dikemukakan oleh Soerjono Soekanto, faktor– faktor yang mempengaruhi dalam penegakan hukum ada 5 macam antara lain :

1. Faktor hukum atau norma hukum yang berlaku

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukm

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan 5. Faktor kebudayaan, yang sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada

karya manusia dalam pergaulan hidup

9 Satjipto Rahardjo, 1996, Masalah Penegakan Hukum, Sinar Baru, Bandung, hal. 24.

10

Soerjono Soekanto, 1983, Penegakan Hukum, Cet I, Binacipta, Bandung, (selanjutnya disingkat Soerjono soekanto I), h.37.

(12)

Faktor – faktor tersebut diatas saling berkaitan satu sama lain, sebab merupakan bagian dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur dari efektivitas berlakunya undang – undang atau peraturan.11 Dari kelima faktor tersebut dapat dikaji berdasarkan Teori Sistem hukum dari Lawrence M Friedman Teori Sistem Hukum dari sistem kemasyarakatan, maka hukum mencakup tiga komponen yaitu :

a. Legal substance (subtansi hukum) : merupakan aturan – aturan, norma-norma dan pola tingkah laku nyata manusia yang berada dalam sistem itu termasuk produk yang dihasilkan oleh orang yang berada di dalam sistem hukum itu, mencakup keputusan yang mereka keluarkan atau aturan baru yang merela susun. 12

b. Legal structure (struktur hukum) : merupakan kerangka, bagian yang tetap bertahan, bagian yang memberikan semacam bentuk dan batasan terhadap keseluruhan instansi – instansi penegak hukum antara lain ; institusi atau penegak hukum seperti advokat, polisi, jaksa dan hakim.

c. Legal culture (budaya hukum) : merupakan suasana pikiran sistem dan kekuatan social yang menentukan bagaimana hukum itu digunakan, dihindari atau disalah gunakan oleh masyarakat.

Sebagai daerah otonom, Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota, berwenang untuk membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah, guna menyelenggarakan urusan otonomi daerah dan tugas pembantuan. Peraturan daerah ditetapkan oleh kepala daerah, setelah

11

Soerjono Soekanto, 1988, Efektifitas Hukum dan Peranan Sanksi, Ramadja Kara Bandung dikutip dari Siswanto Sunarso, 2011, Penegakan Hukum Psikotropika Dalam Kajian Sosiologi Hukum (Selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto II), Cet IV, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta Hal.88

12

(13)

mendapat persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).13 Dalam menegakkan Peraturan Daerah, Pemerintah Daerah wajib menyebarluaskan Peraturan Daerah tersebut yang telah diundangkan dalam berita daerah. Untuk menegakkan peraturan daerah tersebut, dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang bertugas dalam membantu kepala daerah untuk menegakkan Peraturan Daerah dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.14Anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dapat diangkat sebagai penyidik pegawai negeri sipil dan penyelidikan, serta penuntutan terhadap pelanggaran atas ketentuan Peraturan Daerah dilakukan oleh pejabat penyidik dan penuntut umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.Dalam menegakkan Peraturan Daerah dapat juga ditunjuk pejabat lainyang diberi tugas untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran selama berdasarkan pada ketentuan peraturan daerah tersebut.

1.7.3 Teori Efektivitas Hukum

Berbicara mengenai efektivitas hukum, Soerjono Soekanto berpendapat tentang pengaruh hukum baik sebagai kaidah maupun sebagai sikap tindak atau prilaku teratur dalam membimbing manusia.15 Masalah pengaruh hukum tidak hanya terbatas pada timbulnya ketaatan atau kepatuhan pada hukum tapi mencakup efek total dari hukum terhadap sikap tindak atau prilaku baik yang bersifat positif maupun negatif. Ketaatan seseorang bersikap atau berprilaku didasarkan pada kesesuaiannya dengan harapan pembentuk undang-undang. Pengaruh hukum terhadap sikap tindak atau prilaku, dapat diklarifikasikan sebagai ketaatan (compliance), ketidaktaatan atau penyimpangan (deviance) dan pengelakan (evasion).

13

Soerjono Soekanto, 2010, Faktor – Faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum, ( Rajawali Press, Jakarta, (Selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto III), h. 5.

14 Siswanto Sunarno, 2009, Hukum Pemerintah Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hal 37. 15 Ibid. h.89

(14)

Efektivitas penegakan hukum dibutuhkan kekuatan fisik untuk menegakkan kaidah-kaidah hukum tersebut menjadi kenyataan berdasarkan wewenang yang sah. Sanksi merupakan aktualisasi dari norma hukum threats dan promises, yaitu suatu ancaman tidak akan mendapatkan legitimasi bila tidak ada faedahnya untuk dipatuhi atau ditaati. Internal values merupakan penilaian pribadi menurut hati nurani yang diartikan sebagai suatu sikap tingkah laku.

1.8 Metode Penelitian

1.8.1 Jenis Penelitian

Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Dalam penelitian hukum dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris.16

1. Penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Logika keilmuan dalam penelitian hukum normatif dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja hukum normatif, yaitu hukum yang objeknya hukum itu sendiri.17

2. Penelitian hukum empiris adalah istilah dari penelitian hukum sosiologis pada penelitian sosiologis, hukum dikonsepkan sebagai pranata sosial yang secara riil dikaitan dengan variable-variabel sosial yang lain. Apabila hukum sebagai gejala sosial yang empiris sifatnya, dikaji sebagai variabel bebas/sebab ( independent variabel) yang menimbulkan

16

Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Cetakan ke IV, Kencana Prenada Media Group, Jakarta Hal. 35

17 Johnny Ibrahim, 2005, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Cetakan Pertama, Bayumedia

(15)

pengaruh dan akibat pada berbagai kehidupan sosial, kajian itu merupakan kajian hukum sosiologis (sosio-legal research).18

Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian hukum empiris. Menurut Soerjono Soekanto penelitian hukum empiris atau sosiologis terdiri dari penelitian terhadap hukum identifikasi hukum ( tidak tertulis) dan penelitian terhadap efektifitas hukum. Sehingga penulis mengkaji bagaimanakah Efektifitas Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 7 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok ini penerapannya dala, masyarakat. Penelitian hukum empiris menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi:

a. Penelitian yang bersifat Eksploratif b. Penelitian yang bersifat Deskriptif c. Penelitian yang bersifat eksplanatoris

Dalam hal ini penulis menggunakan penelitian yang bersifat deskriptif. Sifat deskriptif ini pada penelitian secara umum, termasuk pula dalam penelitian ilmu hukum, bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan gejala atau kelompok tertentu atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antar gejala yang satu dengan gejala lainnya di dalam masyarakat.19

1.8.2 Jenis Pendekatan

Dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan pendekatan tersebut, penelitian akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum adalah :

18

Amirudin dan H. Zainal Asikin, 2010, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, Hal.133

19 Soerjono Soekanto, 2007, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan ke III, Universitas Indonesia, Jakarta, (

(16)

1. Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach) 2. Pendekatan fakta (The fact Approach)

3. Pendekatan Kasus (Case Approach)

4. Pendekatan Historis (Historical Approach)

5. Pendekatan Analisis Konsep Hukum (analytical and conceptual approach) 6. Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach)

7. Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach).20

Dari berbagai pendekatan secara teoritis adapun pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu :

a) Pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach) yaitu dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkutan dengan isu hukum yang sedang ditangani.

b) Pendekatan fakta (fact approach) yang artinya bahwa pendekatan yang di lakukan berdasarkan fakta – fakta yang terjadi di lapangan yang ada kaitannya dengan permasalahan isu hukum yang sedang di tangani.

1.8.3 Sumber Data

Pada umumnya, data dalam penelitian dibedakan antara data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat dan bahan pustaka.Data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat disebut dengan data primer (data dasar) dan data yang diperoleh dari bahan pustaka disebut data sekunder. Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, data yang didapatkan bersumber dari data berikut :

a) Data primer

(17)

Data primer adalah data yang diperoleh oleh hasil penelitian lapangan.Adapun sumber utama dalam penulisan penelitian ini adalah data yang diperoleh dari Dinas Trantib dan Satpol PP Provinsi Bali.

b) Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang bersumber dari penelitian kepustakaan. Penelitian kepustakaan yang dimaksud antara lain : dokumen-dokumen berupa peraturan perundang-undangan, literatur hukum, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan yang menunjang dan berkaitan dengan penelitian serta untuk menyempurnakan data yang di dapat dari lapangan. Untuk sumber data dari peraturan perundang-undangan yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari sumber bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier sebagai berikut :

1) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan-bahan hukum yang mengikat (Perundang-Undangan). Dalam penelitian ini bahan hukum yang dipergunakan adalah :

- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. - Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

- Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. - Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

- Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

- Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan.

(18)

- Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 7 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok. - Peraturan Gubernur Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Kawasan

Tanpa Rokok

2) Bahan Hukum Sekunder

Data ini diperoleh melalui membaca atau meneliti beberapa buku atau literatur hukum, serta menalaah pendapat dari para pakar hukum yang ada hubungannya dan relevansinya dengan permasalahan yang dibahas, penelitian kepustakaan ini diharapkan menghasilkan kesimpulan yang teoritis. Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini bersumber dari penelitian kepustakaan ( library research)

3) Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier yang digunakan dalam penelitian ini berupa bahan-bahan non hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.Bahan hukum tertier yang digunakan seperti kamus-kamus hukum.

1.8.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam mendapatkan data untuk penelitian ini, digunakan 2 cara, kedua cara tersebut adalah :

a) Teknik studi dokumen, yaitu dalam pengumpulan bahan hukum primer dan sekunder terhadap sumber kepustakaan yang relevan dengan permasalahan yang dibahas. Studi dokumen dilakukan dengan cara membaca, mengklarifikasi, mengutip, dan menganalisis aturan-aturan terkait dengan Kawasan Tanpa Rokok.

b) Studi lapangan yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara terjun secara langsung dilapangan dan melakukan proses wawancara untuk mendapatkan data primer (basic data

(19)

primary data). Dalam penelitian ini, untuk mendapatkan data primer dilakukan penelitian

pada Dinas Trantib dan Satpol PP Provinsi Bali.

1.8.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Dalam penelitian hukum empiris dikenal adanya analisis data yang diperoleh dan telah dikumpulkan serta diolah dengan menganalisa secara kualitatif karena di lihat sifat dari data dan penelitiannya yang berupa deskriptif.Data tersebut kemudian disajikan secara deskriptif analitis, yaitu dengan menggambarkan secara lengkap sebagaimana adanya tentang aspek-aspek yang berkaitan dengan masalah yang dibahas sehingga dapat diperoleh suatu kesimpulan.

Referensi

Dokumen terkait

Dapat disimpulkan bahwa dari pengolahan data penulis tentang “Pengaruh Channel Youtube Yulia Baltschun Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Informasi Diet Sehat Viewers”

Parameter kualitas air yang penting di sekitar keramba jaring apung di Danau Maninjau telah menunjukkan kadar yang tidak mendukung untuk kehidupan ikan di dalam

14 Tingginya jumlah infeksi yang disebabkan oleh Pseudomonas sp ini kemungkinan karena bakteri ini telah berkoloni dengan lingkungan rumah sakit (seperti peralatan medis, udara

Keempat argumen para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa umur ekonomis suatu mesin adalah merupakan jangka waktu pemakaian mesin dimana mesin tersebut memiliki biaya

Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah usulan strategi rekomendasi dalam meningkatkan kunjungan wisatawan di Kawasan Kota Tua Jakarta yang dikembangkan

Untuk membuktikan pendirian pengelolaan sampah organik lebih baik dibandingkan dengan membayar retribusi maka digunakan metode analisis kelayakan dengan mengunakan lima

Bahwa dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan hidup dan upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit Baptis Batu, maka diperlukan penyelenggaraan Pengorganisasian dan

kekasaran pemukaan resin komposit nanofil dan giomer lebih tinggi dibanding karbamid peroksida 10%, proses bleaching dengan karbamidperoksida10%dan20% menyebabkan