• Tidak ada hasil yang ditemukan

BRIEF NOTE PENGANTAR. Riza Primahendra 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BRIEF NOTE PENGANTAR. Riza Primahendra 1"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

MARJINALISASI PERDESAAN

MARJINALISASI PERDESAAN

MARJINALISASI PERDESAAN

MARJINALISASI PERDESAAN

PENGANTAR

PENGANTAR

PENGANTAR

PENGANTAR

Tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) adalah upaya perusahaan untuk menjadikan eksistensi perusahaan menjadi bagian dari upaya

dilihat dan melihat dirinya sebagai entitas yang terpisah dari masyarakat perusahaan adalah bagian dari pemangku kepentingan yang

pemmangku kepentingan lain untuk mengatasi kemiskinan dan marjinalisasi. Salah satu wilayah yang perlu mendapatkan perhatian dari program CSR adalah perdesaan.

Telah menjadi kenyataan bahwa perdesaan

dan upaya yang dilakukan pemerintah untuk melakukan pembangunan di daerah perdesaan dalam kenyataan belum memberika

dari 60% penduduk miskin tinggal di pe perubahan seperti dapat dilihat pada grafik

Proses perbaikan di desa terjadi dalam periode 1976

adalah periode Orde Baru dimana berbagai program yang diarahkan ke desa (PKK, Puskesmas, Posyandu, Bimas, SD Inpres, Kelompencapir, KTNA, UPPKS, dsb) banyak dilaksanakan. Periode waktu

bertambahnya persentase penduduk miskin di pedesaan. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi kemiskinan di pedesaan tidak dapat dilepaskan dari

diambil pemerintah termas

entitas ekonomi yang didorong untuk berkembang.

1 Konsultan Sosial dan Trainer pada AMERTA Social Consulting & Resourcing

Jl. Pulo Asem Utara Raya A20 Rawamangun, Jakarta 13230

MARJINALISASI PERDESAAN

MARJINALISASI PERDESAAN

MARJINALISASI PERDESAAN

MARJINALISASI PERDESAAN

Riza Primahendra1

Tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) adalah upaya perusahaan untuk menjadikan perusahaan menjadi bagian dari upaya pembangunan. Perusahaan tidak lagi dilihat dan melihat dirinya sebagai entitas yang terpisah dari masyarakat

perusahaan adalah bagian dari pemangku kepentingan yang bergandengan tangan dengan pemmangku kepentingan lain untuk mengatasi kemiskinan dan marjinalisasi. Salah satu wilayah yang perlu mendapatkan perhatian dari program CSR adalah perdesaan.

n bahwa perdesaan adalah kantong kemiskinan.

dan upaya yang dilakukan pemerintah untuk melakukan pembangunan di daerah desaan dalam kenyataan belum memberikan dampak seperti yang diharapkan. Lebih dari 60% penduduk miskin tinggal di perdesaan dan persentase ini belum mengalami perubahan seperti dapat dilihat pada grafik berikut.

aikan di desa terjadi dalam periode 1976 – 1990. Periode waktu tersebut adalah periode Orde Baru dimana berbagai program yang diarahkan ke desa (PKK, Puskesmas, Posyandu, Bimas, SD Inpres, Kelompencapir, KTNA, UPPKS, dsb) banyak dilaksanakan. Periode waktu paska reformasi yaitu 1998 – 2001 justru ditandai dengan bertambahnya persentase penduduk miskin di pedesaan. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi kemiskinan di pedesaan tidak dapat dilepaskan dari kebijakan politik ekonomi yang termasuk didalamnya sektor ekonomi yang menjadi andalan dan entitas ekonomi yang didorong untuk berkembang.

Konsultan Sosial dan Trainer pada AMERTA Social Consulting & Resourcing

BRIEF NOTE

AMERTA Social Consulting & Resourcing

Jl. Pulo Asem Utara Raya A20 Rawamangun, Jakarta 13230 Email: amerta.association@gmail.com Fax: 62-21-4719005

MARJINALISASI PERDESAAN

MARJINALISASI PERDESAAN

MARJINALISASI PERDESAAN

MARJINALISASI PERDESAAN

Tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) adalah upaya perusahaan untuk menjadikan pembangunan. Perusahaan tidak lagi dilihat dan melihat dirinya sebagai entitas yang terpisah dari masyarakat. Sebaliknya, bergandengan tangan dengan pemmangku kepentingan lain untuk mengatasi kemiskinan dan marjinalisasi. Salah satu wilayah yang perlu mendapatkan perhatian dari program CSR adalah perdesaan.

kantong kemiskinan. Berbagai program dan upaya yang dilakukan pemerintah untuk melakukan pembangunan di daerah n dampak seperti yang diharapkan. Lebih desaan dan persentase ini belum mengalami 1990. Periode waktu tersebut adalah periode Orde Baru dimana berbagai program yang diarahkan ke desa (PKK, Puskesmas, Posyandu, Bimas, SD Inpres, Kelompencapir, KTNA, UPPKS, dsb) banyak 2001 justru ditandai dengan bertambahnya persentase penduduk miskin di pedesaan. Hal ini mengindikasikan bahwa kebijakan politik ekonomi yang uk didalamnya sektor ekonomi yang menjadi andalan dan

BRIEF NOTE

AMERTA Social Consulting & Resourcing

Jl. Pulo Asem Utara Raya A20 Rawamangun, Jakarta 13230

amerta.association@gmail.com

(2)

Issue 4, 2009

Satu hal yang jelas, pengabaian terhadap perdesaan akan mengakibatkan dampak yang luas dan laten. Beberapa dampak yang saat ini banyak dilihat adalah rendahnya ketahanan pangan, urbanisasi, angka kematian ibu melahirkan yang relatif tinggi, dan meluasnya kesenjangan wilayah.

Grafik Distribusi Penduduk Miskin

Sumber: BPS, data terolah, 2008

PERDESAAN DAN KEBIJAKAN POLITIK EKONOMI

PERDESAAN DAN KEBIJAKAN POLITIK EKONOMI

PERDESAAN DAN KEBIJAKAN POLITIK EKONOMI

PERDESAAN DAN KEBIJAKAN POLITIK EKONOMI

Mengkritisi kondisi perdesaan sekarang, dua catatan perlu diletakkan didepan. Pertama, perdesaan bukanlah entitas yang terisolir dan netral melainkan merupakan entitas yang dibentuk dari proses politik ekonomi. Kedua, perdesaan di Indonesia juga bukan entitas yang homogen, sebaliknya perdesaan perlu dilihat sepakai kata generik untuk menyatakan berbagai kondisi suatu area dan komunitas yang “bukan-kota” (non-urban), termasuk didalamnya adalah daerah hutan, pantai (coastal), dataran kering (dryland), dan dataran basah (wetland).

Terhadap catatan pertama, perdesaan di Indonesia pada dasarnya berada pada proses perkembangan yang lambat sampai dengan periode tahun 50 dan 60-an. Ketika kebijakan ekonomi orde baru mulai mengambil tempat, proses percepatan perubahan perdesaan dimulai. Intervensi pembangunan yang secara langsung mempengaruhi kondisi perperdesaanan adalah revolusi hijau yang diikuti dengan penyediaan berbagai pelayanan dasar seperti pusat pelayanan kesehatan (Puskesmas) dan sekolah dasar (SD) Inpres.

(3)

Issue 4, 2009

Revolusi hijau pada satu sisi merupakan upaya optimalisasi pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan (beras) yang murah dan diperlukan untuk proses industrialisasi. Pada sisi lain, revolusi hijau mendorong proses percepatan ketergantungan masyarakat perdesaan terhadap kota terhadap daerah pedesaan. Melalui revolusi hijau, benih lokal, lumbung desa, pupuk organik, dan berbagai asset lokal lainnya secara perlahan mengalami erosi. Penduduk pedesaan semakin tergantung kepada produk-produk dan jasa-jasa kota. Kemandirian perdesaan dalam pengelolaan pertanian secara perlahan tapi pasti menghilang. Revolusi hijau yang diikuti dengan kebijakan pangan murah menyebabkan terjadi peningkatan produksi akan tetapi harga produk pertanian dipertahankan pada level yang rendah. Pada prakteknya petani dapat mempertahankan kualitas kehidupannya karena berbagai pelayanan dasar disediakan oleh pemerintah. Namun demikian, proses industrialisasi yang berpusat di kota juga menyebabkan kenaikan berbagai biaya hidup yang tidak dapat ditutup dari aktifitas pertanian. Petani menjadi semakin tergantung pada pelayanan dasar yang disediakan oleh pemerintah melalui dan yang berkedudukan di kota-kota besar. Ringkasnya, ketergantungan perdesaan terhadap kota-kota semakin besar.

Perdesaan dalam perspektif industrialisme juga menjadi pasar yang potensial bagi berbagai produk dan jasa yang diproduksi oleh kota. Beberapa perusahaan menjadikan perdesaan sebagai basis pasarnya. Hal-hal ini semakin menjadikan perdesaan kehilangan potensi mengembangkan kesejahteraan warganya, khususnya yang berusia produktif. Sebaliknya proses industrialisasi yang berpusat di kota membutuhkan semakin banyak tenaga kerja

ditambah dengan berbagai fasilitas publik yang secara umum lebih baik menjadi daya tarik yang kuat bagi generasi muda perdesaan untuk berpindah ke kota.

Terhadap catatan kedua, perdesaan dalam konteks Indonesia merupakan entitas yang heterogen dimana kondisinya dari satu daerah ke daerah yang lain berbeda baik kondisi dan potensi alamnya, sistem dan struktur sosialnya, maupun kondisi demografisnya. Realita ini menyebabkan perspektif yang lebih tepat dipakai untuk melihat perdesaan adalah teritorial dan bukan sektoral. Ini juga merupakan salah satu persoalan dimana selama beberapa waktu perspektif yang dipakai untuk mensikapi perdesaan tidaklah demikian. Pandangan yang melihat perdesaan secara romantis dan homogen telah menyebabkan berbagai kebijakan yang dikembangkan untuk membangun perdesaan menggunakan perspektif tunggal yang bias. Masyarakat tani hutan, masyarakat nelayan, peladang, pengrajin, penggembala, masyarakat adat, dan berbagai kelompok sosial lainnya yang tidak berada di kota sering diabaikan eksistensinya. Sebagai akibat dari kebijakan yang bias ini berbagai modal sosial yang ada secara khas pada perdesaan tidak termanfaatkan secara optimal bahkan cenderung dihancurkan.

(4)

Issue 4, 2009

Diagram Proses Politik Ekonomi dan Dampaknya

PROBLEMA PE

PROBLEMA PE

PROBLEMA PE

PROBLEMA PERRRRDESAAN

DESAAN

DESAAN

DESAAN

Dalam kebijakan politik ekonomi yang lalu sangat jelas bahwa posisi perdesaan tidak setara dengan kota. Perdesaan dalam kebijakan politik ekonomi yang lalu adalah daerah penyangga kota dan menjadi penyedia pangan murah, penyedia buruh murah, dan pasar bagi produk industri kota.

Sebagai penyedia pangan murah, perdesaan menghadapi situasi dimana mata pencaharian utamanya (livelihood) dimarjinalisasi sehingga pada dasarnya telah terjadi perubahan sistem ekonomi perdesaan dimana perdesaan sebagai suatu sistem ekonomi yang relatif mandiri dan swadaya berubah menjadi bagian dari kebijakan industrialisasi khususnya manufaktur yang bias kota.

Dalam kaitan dengan tenaga kerja, pada dasarnya jumlah penduduk perdesaan yang bekerja pada sektor on farm memang harus semakin sedikit agar luas kepemilikan lahan penduduk perdesaan meningkat. Kepemilikan lahan yang meningkat menyebabkan pengelolaan usaha tani menjadi semakin efisien. Jumlah penduduk perdesaan yang meningkat umumnya mengakibatkan proses fragmentasi lahan yang berakibat lebih jauh semakin tidak efisiennya usaha tani yang dilaksanakan. Pertanyaannya, kemanakah

Industrialisasi Buruh Murah Pangan Murah Produk pertanian murah Revolusi Hijau Marjinalisasi Perdesaan

(5)

Issue 4, 2009

activities seperti pengelolaan pasca panen, agroindustri, dan agribisnis. Tetapi tentu saja

skenario ini tidak sesuai dengan kebijakan pembangunan neo-klasik yang lalu. Realitanya, kebijakan pembangunan yang bias telah menyebabkan semakin banyak penduduk perdesaan yang berpindah ke kota, khususnya kota-kota tertentu, untuk memenuhi kebutuhan industri manufaktur. Hal ini pada gilirannya memberikan tekanan tambahan terhadap kota-kota tersebut.

Jumlah penduduk perdesaan yang relatif besar telah mendorong berbagai industri kota menjadikan perdesaan sebagai pasarnya. Karena industri kota memiliki berbagai keunggulan dibandingkan dengan aktifitas rumah tangga, industri kota dapat menawarkan berbagai produk yang harga dan kualitasnya terstandarisasi. Sebagai dampak dari proses ini adalah semakin terpinggirnya berbagai aktifitas non pertanian yang berada di perdesaan. Fenomena perdesaan di Indonesia termasuk unik karena berbeda dengan kebanyakan negara, perdesaan di Indonesia meskipun mengalami proses marjinalisasi terus menerus akan tetapi dalam krisis ekonomi mampu menjadi jaring pengaman ekonomi nasional. Ketika industri kota mengalami collapse dan karenanya terpaksa memberhentikan sebagian besar karyawannya, perdesaan mampu menyerap karyawan tersebut selama beberapa waktu sehingga mengurangi potensi ketegangan sosial.

Aktifitas ekonomi berbasis perdesaan dalam krisis ternyata juga berperan untuk mengisi kekosongan yang diakibatkan oleh lumpuhnya industri kota. Berbagai pasar tradisional tetap aktif melakukan transaksi tanpa ada gangguan yang berarti dari krisis ekonomi.

TANTANGAN PERDESAAN KEDEPAN

TANTANGAN PERDESAAN KEDEPAN

TANTANGAN PERDESAAN KEDEPAN

TANTANGAN PERDESAAN KEDEPAN

Pada saat ini perdesaan juga menghadapi permasalahan yang semakin komplek terutama dengan dua proses yang pada saat sama terjadi, yaitu otonomi daerah dan globalisasi.

Otonomi daerah diharapkan mampu memberikan kesejahteraan yang lebih kepada daerah (dan karenanya termasuk perdesaan) melalui proses pengambilan kebijakan dan alokasi sumber daya yang diletakkan utamanya di kabupaten. Meskipun secara konseptual proses otonomi daerah tidak bisa dibantah, satu elemen yang kurang terperhatikan adalah paradigma pembangunan yang bias kota ini juga banyak berkembang di daerah. Sebagai akibatnya fenomena yang telihat dalam otonomi daerah ini adalah semakin pesatnya perkembangan kota terutama aspek infrastruktur akan tetapi infrastruktur desa seperti irigasi dan semacamnya justru semakin kurang terawat.

Otonomi daerah yang belum diikuti dengan perubahan sistem politik menyebabkan meskipun proses pengambilan keputusan dalam banyak hal telah berada di daerah akan tetapi penduduk perdesaan tetap sulit untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang terjadi kecuali ketika mereka melakukan demonstrasi fisik.

(6)

Issue 4, 2009

Pada sisi lain dalam mensikapi proses globalisasi, posisi yang diambil pemerintah seringkali lebih memperhatikan kepentingan industri yang berpusat di kota dan kurang memperhatikan dampaknya bagi perdesaan. Sebagai akibatnya berbagai aktifitas ekonomi dan industri yang berbasis di perdesaan yang masih rapuh semakin tidak terlindungi dalam menghadapi arus perdagangan bebas.

Akhirnya, sangat jelas bahwa permasalahan perdesaan hanya dapat mulai dipecahkan dengan pertama-tama melakukan perubahan mindset dan diikuti dengan program yang komprehensif dengan menggunakan modal lokal sebagai pondasi dasar. Penduduk desa yang terdiri dari petani kecil, nelayan kecil, masyarakat tani hutan, peladang, pengrajin perlu menjadi subyek utama dari upaya pemberdayaan perdesaan. Kebijakan dan program yang perlu dikembangkan mencakup

1. Pengembangan akses penduduk perdesaan terhadap informasi, pasar, pelayanan keuangan, dan asset produktif lainnya

2. Penguatan kapasitas dan kelembagaan penduduk perdesaan sehingga mampu mengembangkan usaha ekonomi on farm dan off farm.

3. Pengembangan infrastruktur perdesaan khususnya yang menunjang kegiatan ekonomi

4. Penyediaan pelayanan publik dasar khususnya pendidikan dan kesehatan yang relevan bagi penduduk perdesaan

5. Penataan arus perdagangan dan tata niaga untuk memastikan nilai tambah dari produk perdesaan didistribusikan secara fair

6. Pengembangan kebijakan yang mendorong berkembangnya lingkungan yang kondusif bagi pengembangan kegiatan ekonomi di perdesaan.

Gambar

Grafik Distribusi Penduduk Miskin
Diagram Proses Politik Ekonomi dan Dampaknya

Referensi

Dokumen terkait

3 Izin-Izin ● Kontraktor harus mengajukan ijin pelaksanaan terlebih dahulu dalam setiap item pekerjaan yang akan dilaksanakan dengan dilampiri gambar Shop Drawing dan Form

Jadi pendidikan politik itu adalah suatu proses penanaman nilai-nilai politik yang dilakukan secara sengaja, terencana, bisa bersifat formal maupun informal, dilakukan

Pembelajaran dengan media permainan tangga konsep (mind ladder game) dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap struktur komplikasi pada teks cerita pendek yang terdiri

Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa empat isolat dapat memetabolisme fosfat yang terdapat dalam media Pikovskaya dan dua isolat dapat menyerap merah

Selama mengikuti PPL di SMA Negeri 2 Magelang, praktikan dibimbing oleh Drs. Wijayanto Hadi selaku guru yang mengajar mata pelajaran fisika di SMA Negeri 2 Magelang.

Rumusan masalah umum penelitian ini adalah “ “apakah implementasi supervisi akademik kepala sekolah dalam peningkatan profesionalisme guru di SMP Negeri 7 seluma telah

Pendekatan perilaku anak digunakan dengan tujuan agar dapat lebih memahami kebutuhan anak-anak tiap kelompok usia, karena setiap kelompok usia anak memiliki

Dalam penyediaan data ada beberapa kegiatan yang dilakukan, yaitu: (a) mencari majalah Donal Bebek , (b) membaca wacana komik pada majalah Donal Bebek dengan sungguh-sungguh,