1
KETAHANAN KOROSI SISTEM LAPISAN Al DAN NiCrSi DENGAN METODE THERMAL SPRAY
SKRIPSI
Disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si)
Disusun Oleh : MUTIA RISMIANI
11160970000049
PROGRAM STUDI FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
i
LEMBAR PENGESAHAN
KETAHANAN KOROSI SISTEM LAPISAN Al DAN NiCrSi DENGAN METODE THERMAL SPRAY
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si)
Oleh:
MUTIA RISMIANI
NIM: 11160970000049
Menyetujui;
Pembimbing I Pembimbing II
Anugrah Azhar, M.Si. Dr. Eni Sugiarti, M.Eng. NIP. 19921031 201801 1 003 NIP. 19820505 200604 2 002
Mengetahui;
Kepala Program Studi Fisika Pimpinan Instansi Tempat Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Kepala Pusat Penelitian Fisika LIPI
Tati Zera, M.Si. Dr. Rike Yudianti
ii
PENGESAHAN UJIAN
Skripsi berjudul “Ketahanan Korosi Sistem Lapisan Al Dan NiCrSi Dengan Metode Thermal Spray” yang ditulis oleh Mutia Rismiani dengan NIM 11160970000049 telah diuji dan dinyatakan lulus dalam sidang Munaqasah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 16 November 2020 Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Fisika.
Menyetujui;
Penguji I Penguji II
Arif Tjahjono, S.T M.Si Edi Sanjaya, M.Si NIP. 19751107 200701 1 015 NIP. 19730715 200212 1 001
Pembimbing I Pembimbing II
Anugrah Azhar, M.Si. Dr. Eni Sugiarti, M.Eng.
NIP. 19921031 201801 1 003 NIP. 19820505 200604 2 002
Mengetahui;
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Fisika
Prof. Dr. Lily Surraya Eka Putri, M.Env.Stud Tati Zera, M.Si.
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini Saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si) di Unversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang Saya gunakan dalam penulisan ini telah Saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Uinversitas Islam Negeri Syaruf Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan merupakan hasil karya Saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka Saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 16 November 2020
Mutia Rismiani NIM. 11160970000049
iv
ABSTRAK
Pada penelitian ini, telah dilakukan pelapisan pada substrat baja karbon rendah menggunakan pelapis aluminium (Al) dan paduan nikel-kromium-silikon (NiCrSi) dengan metode thermal spray. Setelah dilakukan proses thermal spray, kemudian kedua sampel dilakukan uji korosi di dalam media korosif NaCl 5% wt selama 48 jam. Perubahan massa kedua sampel kemudian di catat pada siklus 0, 12, 18, 24, 30, 36, 42, dan 48 jam yang kemudian diolah untuk mendapatkan kurva perubahan massa dan laju korosi kedua sampel. Uji karakterisasi Fe-SEM juga dilakukan untuk melihat perubahan struktur mikro, lapisan oksida yang terbentuk dan tampak permukaan sampel lapisan sebelum dan sesudah uji korosi. Dari hasil pengujian Fe-SEM diketahui bahwa oksigen berhasil masuk kedalam lapisan coating dan berikatan dengan ion ion penyusun lapisan membentuk produk korosi berupa lapisan oksida dipermukaan sampel. Pada sampel FeAl terbentuk lapisan oksida alumina Al2O3 yang kontinu diatas permukaan sampel, sedangkan pada sampel
FeNiCrSi belum terbentuk lapisan oksida yang kontinu pada media NaCl 5% wt sehingga oksigen masih dapat terus terdifusi dan meningkatkan laju korosi. Hal ini dikonfirmasi dengan melihat kurva perubahan massa sampel lapisan FeNiCrSi yang lebih tinggi dari sampel lapisan FeAl. Laju korosi FeAl dan FeNiCrSi secara berurutan diketahui sebesar 0,25 mm/y dan 0,33 mm/y, menunjukkan sampel FeAl memiliki ketahnan korosi lebih baik dari sampel FeNiCrSi dalam media NaCl 5 % wt.
v
ABSTRACT
In this study, Al and NiCrSi coatings were succesfully formed on wild carbon steel substrate using thermal spray method. Surface immersion times in corrosive solutions NaCl 5 % wt was varied in both of samples for 48 hours. Mass change of the two samples were recorded in cycles 0, 12, 18, 24, 30, 36, 42, and 48 hours which were processed to obtain the mass change curve and corrosion rate of the two samples. The Fe-SEM characterization was also carried out to see changes in microstructure, in formed oxide layer, and in surface of the coating samples before and after the corrosion test. The Fe-SEM results show that aluminum layer reacts with the oxygen and form passive film alumina (Al2O3), while NaCrSi layer still do
not show the oxide layer on the surface. It cause the continuous diffusion of Oxygen and increase corrosion rate of NiCrSi sample. Our results confirm that FeNiCrSi sample has higher mass change than FeAl. We obtain that FeAl has better corrosive resistance (0,25mm.y) compared to FeNiCrSi (0,33 mm/y) in NaCl 5% wt solution.
vi
KATA PEGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin. Puji syukur dan ikhlas terucap sebesar-besarnya kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya dalam setiap nafas dan langkah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi tugas akhir ini walau dengan beberapa hambatan yang terjadi dikarenakan pandemi Covid-19. Begitu pula tidak lupa salawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad SAW sebagai sosok yang selalu dikagumi dan menjadi inspirasi bagi penulis. Tugas akhir ini berjudul ”Ketahanan Korosi Sistem Lapisan Al dan NiCrSi Dengan Metode Thermal Spray” yang dilaksanakan pada bulan Februari hingga selesai dibulan Oktober 2020 ini.
Kegiatan ini dapat berjalan dengan baik karena adanya fasilitas dan dukungan dari Pusat Penelitian Fisika – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2F LIPI) yang bertempat di Serpong dan Program Studi Fisika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan kontribusi dalam pelaksanaan kegiatan ini.
1. Kedua orang tua Bapak. Atang Midil, Ibu. Fauziah serta ketiga saudara kandung atas doa, kasih, sayang serta pembelajaran bermakna yang selalu hadir dalam kehidupan penulis.
2. Bapak Anugrah Azhar, M. Si selaku dosen pembimbing skripsi satu yang selalu sabar mengarahkan penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir dengan sangat baik.
3. Ibu Dr. Eni Sugiarti, M.Eng selaku pembimbing kedua yang sangat sabar mengajari dan memberikan ilmunya tanpa pamrih.
4. Teman-teman Girls Squad, Salsabilah Firdausi Hidayah, Salsa Fajar Dini, Dinniar Damayanti, Niken Aprilia Eka Putri, dan Hizba Millatina Nujjiya. 5. Teman-teman kosan Penghuni Surga yang menjadi teman seperjuangan
bertahan hidup yaitu Siti Mahmudah, Gita Pratiwi dan Rahmita Prasukam Dewi.
6. Teman-teman Fisika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2016 yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.
vii
7. Seluruh kawan seperjuangan di HmI Komisariat Fakultas Sains dan Teknologi, kepada Ilham Fitra Pradana, Muzhawwir Yunus, Muhammad Solehudin, May Sarah , Merry Nur Rakhmawati, Rizki Khusnul Adin, M.Fauzan Zarkasie dan yang lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Sebuah kesempatan beharga bisa bertukar pikiran dan memperjuangkan jalan Islam bersama kalian.
Semoga Allah SWT membalas kebaikan dan ketulusan kalian semua di dunia dan terlebih lagi di akhirat. Penulis menyadari penyusunan tugas akhir ini pasti terdapat beberapa kesalahan karena kurangnya pengalaman penulis dalam melaksanakan kegiatan ini. Penulis mengharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca, sehingga untuk penyusunan laporan serupa pada masa yang akan datang dapat lebih baik lagi. Diskusi, kritik, dan saran membangun dari pembaca dapat disampaikan melalui alamat surat elektronik penulis,
Akhir kata penulis berharap tugas akhir ini dapat bermanfaat, baik bagi pembaca dan lebih khusus bagi penulis.
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ... i
PENGESAHAN UJIAN ... ii
LEMBAR PERNYATAAN ... iii
ABSTRAK ... iv
ABSTRACT ... v
KATA PEGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
BAB I ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Rumusan Masalah ... 3 1.3. Pembatasan Masalah ... 4 1.4. Tujuan Penelitian ... 4 1.5. Manfaat Penelitian ... 4 1.6. Sistematika Penulisan ... 4 BAB II ... 6 2.1. Korosi ... 6
2.1.1. Korosi Temperatur Tinggi ... 7
2.1.2. Mekanisme Korosi Lingkungan Basah ... 8
2.1.3. Laju Korosi ... 9 2.1.4. Pengendalian Korosi ... 10 2.2. Aluminium ... 13 2.2.1. Definisi Aluminium ... 13 2.2.2. Karakteristik Aluminium ... 15 2.2.3. Sifat-Sifat Aluminium... 16 2.3. Nikel ... 18 2.4. Kromium ... 19 2.5. Kegunaan Kromium ... 20
ix
2.5.1. Sebagai zat penghambat/anti korosi ... 20
2.5.2. Diperlukan dalam metabolisme gula manusia ... 21
2.5.3. Zat warna (pigment) ... 21
2.5.4. Proses pelapisan logam secara elektrolisis (elektroplating) ... 21
2.5.5. Baja anti karat (stainless steel) ... 21
2.6. Silikon ... 21
2.7. Baja ... 22
2.8. Klasifikasi Baja ... 22
2.8.1. Baja Karbon Rendah (Low Carbon Steel) ... 22
2.8.2. Baja Karbon Sedang (Medium Carbon Steel)... 23
2.8.3. Baja Karbon Tinggi (High Carbon Steel) ... 23
2.9. Thermal spray ... 23
2.10.Klasifikasi Thermal spray ... 24
2.10.1. Chemical Heat Source ... 24
2.10.2. Electrik ... 27
2.10.3. Kinetik ... 29
2.11. Fe-SEM (Field Emission -Scanning Electron Microscope) ... 30
BAB III ... 32
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 32
3.2 Bahan dan Alat Penelitian ... 32
3.2.1 Bahan ... 32
3.2.3 Alat... 32
3.3. Diagram Alir Penelitian ... 33
3.4. Prosedur Penelitian ... 35
3.4.1.Preparasi Sampel... 35
3.4.3.Proses Thermal spray... 35
3.4.3.Uji Korosi ... 36
3.4.4.Karakterisasi ... 38
3.5. Variabel Penelitian ... 39
BAB IV ... 40
x
4.2.Morfologi Permukaan Lapisan Sampel ... 42
4.3.Analisa Penampang Melintang Lapisan Sampel ... 44
4.3.1 Pemetaan Unsur Lapisan Sampel ... 45
4.3.2 Lapisan Oksida Permukaan Sampel ... 51
4.3.3 Line Analysis Lapisan Sampel ... 54
4.4.Kurva Perubahan Massa dan Laju Korosi ... 57
BAB V ... 62
5.1. Kesimpulan ... 62
5.2. Saran ... 63
DAFTAR PUSTAKA ... 64
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Tabel konstanta perhitungan laju korosi. ... 10
Tabel 2. 2 Konversi satuan laju korosi. ... 10
Tabel 2. 3 Karakteristik Fisik Aluminium ... 15
Tabel 2. 4 Karakteristik Unsur Nikel ... 19
Tabel 2. 5 Tabel karakteristik kromium ... 20
Tabel 2. 6 Tabel karakteristik Silikon ... 22
Tabel 3. 1 Tabel parameter thermal spray ... 35
Tabel 4. 1 Analisa visual sampel lapisan FeAl dan FeNiCrSi ... 40
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Mekanisme pembentukan oksida ... 8
Gambar 2. 2 Ilustrasi terjadinya korosi pada lingkungan basah ... 9
Gambar 2. 3 ilustrasi proses elektroplating ... 12
Gambar 2. 4 Mekanisme Pack Cementation ... 13
Gambar 2. 5 Proses Thermal spray ... 13
Gambar 2. 6 Aluminium ... 16
Gambar 2. 7 Nikel ... 19
Gambar 2. 8 Kromium ... 20
Gambar 2. 9 Silikon ... 21
Gambar 2. 10 Prinsip Kerja D-Gun Spray ... 25
Gambar 2. 11 prinsip kerja Flame Spray ... 26
Gambar 2. 12 Mekanisme kerja HVOF ... 27
Gambar 2. 13 Ilustrasi Plasma Spray... 27
Gambar 2. 14 Prinsip kerja wire arc spray ... 28
Gambar 2. 15 wire Arc Spray ... 28
Gambar 2. 16 Prinsip cerja cold spray ... 29
Gambar 2. 17 Prinsip kerja Fe-SEM ... 31
Gambar 3. 1 Diagram Alir Penelitian ... 34
Gambar 3. 2 Proses pemotongan plat ... 36
Gambar 3. 3 Diagram alir proses uji korosi... 37
Gambar 3. 4 Proses Uji Korosi ... 38
Gambar 3. 5 Preparasi sampel Cross Section untuk karakterisasi Fe-SEM ... 39
Gambar 3. 6 Sampel pelapisan ... 39
Gambar 4. 1 Morfologi sampel FeAl sebelum uji korosi ... 42
Gambar 4. 2 Morfologi sampel FeAl sesudah uji korosi 48 jam ... 42
Gambar 4. 3 Morfologi sampel FeNiCrSi sebelum uji korosi ... 43
Gambar 4. 4 Morfologi sampel FeNiCrSi setelah uji korosi 48 jam ... 44
xiii
Gambar 4. 6 EDS-mapping unsur FeAl setelah uji korosi ... 46
Gambar 4. 7 EDS-Mapping lapisan FeNiCrSi sebelum uji korosi ... 48
Gambar 4. 8 EDS-mapping unsur FeNiCrSi setelah uji korosi ... 49
Gambar 4. 9 Lapisan Oksida sampel FeAl ... 52
Gambar 4. 10 Lapisan oksida sampel FeNiCrSi ... 53
Gambar 4. 11 Line Analysis Sampel sampel FeAl ... 54
Gambar 4. 12 Line analysis sampel FeNiCrSi ... 56
Gambar 4. 13 Kurva Perubahan Massa Uji Korosi sampel lapisan... 57
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Baja karbon rendah merupakan salah satu baja yang banyak digunakan karena harganya yang relatif murah dibandingkan dengan baja paduan lainnya. Baja karbon rendah mengandung karbon antara 0,1-0,3% [1]. Baja karbon rendah memiliki sifat mampu las dan mampu tempa yang sangat baik. Baja karbon rendah juga memiliki sifat kekerasan yang relatif rendah, lunak, dan keuletan yang tinggi. Untuk itu, baja karbon rendah sering dijadikan bahan dasar dalam industri besar. Salah satunya baja karbon rendah diaplikasikan sebagai pipa boiler pada pembangkit listrik. Selama penggunaannya sebagai pipa boiler pada pembangkit listrik, baja karbon rendah akan lebih sering berinteraksi dengan lingkungan elektrolit. Keadaan ini akan membuat baja karbon rendah mudah mengalami degradasi akibat korosi terhadap lingkungannya. Korosi adalah kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi redoks antara suatu logam dengan berbagai zat di lingkungannya yang menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak dikehendaki [2]. Korosi merupakan salah satu musuh besar dalam dunia industri, beberapa contoh kerugian yang ditimbulkan korosi adalah terjadinya penurunan kekuatan material dan biaya perbaikan akan naik jauh lebih besar dari yang diperkirakan [3]. Untuk mengantisipasi kerugian, maka diperlukan peningkatan pada sifat mekanik baja karbon rendah terutama pada ketahanannya terhadap korosi. Salah satu upaya yang telah banyak dikembangkan para ilmuan untuk meningkatkan sifat ketahanan korosi yaitu dengan melapisi baja dengan material yang memiliki sifat tahan korosi yang baik. Metode pelapisan ini disebut juga dengan teknologi coating.
Teknologi coating adalah penutup atau lapisan yang diaplikasikan pada permukaan suatu benda, biasanya disebut sebagai substrat. Teknologi ini sudah sejak lama dikembangkan. Salah satu metode pelapisan atau coating yang populer yaitu metode Thermal spray. Thermal spray adalah serangkaian proses di mana bahan pelapis dipanaskan dengan cepat dalam panas medium gas, dan secara bersamaan diproyeksikan pada kecepatan tinggi ke permukaan media yang
2
disiapkan, untuk menghasilkan ketebalan lapisan yang diinginkan [4]. Material yang akan digunakan pada proses thermal spray dicairkan dengan cara dipanaskan. Material yang telah dicairkan kemudian didorong oleh gas dan disemprotkan pada permukaan material substrat, yang kemudian akan mengeras dan membentuk lapisan yang kuat [2]. Thermal spray memiliki berbagai macam jenis, yaitu; Plasma Sprayed, Wire Arc Sprayed, Flame Spray, Thermal spray, dan High Velocity Oxy-Fuel Spray (HVOF). Thermal spray menghasilkan lapisan yang lebih kuat merekat pada substrat dibandingkan metode pelapisan lainnya. Selain itu, metode thermal spray juga sangat efesien digunakan untuk pabrikasi produk. Untuk itu, dalam penelitian kali ini penulis akan menggunakan thermal spray sebagai metode pelapisan.
Pada dekade terakhir, telah banyak diteliti mengenai penggunaan aluminium sebagai bahan pelapis anti korosi. Aluminium merupakan unsur logam yang paling melimpah jumlahnya di kerak bumi. Aluminium menduduki presentase dengan jumlah terbesar ketiga setelah oksigen dan silikon. Aluminium di kerak bumi ditemukan dalam bentuk senyawa yang berkombinasi dengan unsur-unsur lain, seperti oksigen, silikon dan florine. Aluminium murni didapatkan dengan proses Bayer dan kemudian proses pemurnian Hall-Heroult [1]. Aluminium memiliki keunggulan yaitu tahan terhadap korosi. Sifat tahan korosi yang dimiliki aluminium disebabkan oleh sifat alamiah aluminium yang memiliki lapisan jenuh oksigen diatas permukaannya. Selama proses oksidasi, lapisan aluminium akan menghasilkan lapisan oksida protektif diatas permukaan. Lapisan oksida protektif ini mampu menghalangi difusi oksigen lebih lanjut kedalam logam [5]. Lapisan oksida protektif ini dikenal dengan sebutan alumina (Al2O3). Tung-Yuan Yung (2019) bersama kedua rekannya meneliti ketahanan korosi lapisan aluminium pada substrat stainless steel pada larutan 3,5% wt NaCl. Pada penelitian tersebut, digunakan kawat 99,5 wt % pure aluminium sebagai bahan pelapis substrat
stainless steel menggunakan metode thermal spray [6]. Penelitian yang
dilakukannya telah menghasilkan lapisan aluminium yang memiliki cukup banyak
porosity seperti ditunjukkan penelitian lain [7-9]. Namun, meski memiliki cukup
3
melindungi substrat baja karbon rendah pada larutan 3,5 % wt NaCl selama waktu 1000 jam perendaman. Selain aluminium, unsur lain yang telah banyak diteliti sebagai bahan pelapis anti korosi adalah paduan Kromium. Lei SHAN (2016) melakukan penelitian ketahanan korosi lapisan CrSiN terhadap media korosif air laut (seawater). Penelitian tersebut menyatakan bahwa lapisan CrSiN menghasilkan
good resistance terhadap lingkungan korosif air laut [10]. Biasanya, penambahan
unsur Cr diikuti dengan penambahan unsur Ni [1]. Dimana penambahan unsur Ni pada lapisan CrSi dimaksudkan untuk meningkatkan ketahanan korosi lapisan. Untuk itu, perlu adanya pembahasan mengenai ketahanan korosi lapisan NiCrSi pada media korosif elektrolit.
Dalam penelitian ini digunakan aluminium dan paduan NiCrSi untuk melapisi substrat baja karbon rendah dengan menggunakan metode thermal spray. Penggunaan dua material yang berbeda bertujuan untuk membandingkan ketahanan korosi lapisan aluminium dengan lapisan NiCrSi. Perosedur pembanding dilakukan dengan melihat struktur mikro dan laju korosi (corrosion rate) yang dihasilkan. Lingkungan uji pada penelitian ini adalah larutan elektrolit 5% wt NaCl dengan durasi 48 jam. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis berniat mengambil judul penelitian “Ketahanan Korosi Sistem Lapisan Al dan NiCrSi Dengan Metode Thermal spray”. Diharapkan tulisan ini dapat memberikan pengetahuan yang bermanfaat, sehingga selanjutnya pengetahuan ini akan dapat terus dikembangkan dan direalisasikan dalam kehidupan nyata.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan beberapa masalah dari peneitian ini sebagai berkut:
1. Bagaimana morfologi lapisan aluminium dan NiCrSi pada substrat Baja karbon rendah?
2. Bagaimana struktur mikro lapisan aluminium dan NiCrSi pada substrat baja karbon rendah?
3. Bagaimana ketahanan korosi sistem lapisan aluminium dan NiCrSi pada substrat baja karbon rendah?
4 1.3. Pembatasan Masalah
Batasan masalah yang digunakan dalam penilitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sampel yang digunakan berupa substrat baja karbon rendah.
2. Karakterisasi sampel menggunakan Fe-SEM dan kurva perubahan massa pada uji korosi.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengamati morfologi lapisan aluminium dan NiCrSi pada substrat baja karbon rendah.
2. Mengamati struktur mikro pada sistem lapisan aluminium dan NiCrSi dengan substrat baja karbon rendah.
3. Menghitung ketahanan korosi sistem pelapisan aluminium dan NiCrSi pada substrat baja karbon rendah.
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai struktur mikro dan ketahanan sistem lapisan thermal spray aluminium dan NiCrSi terhadap korosi.
1.6. Sistematika Penulisan
Untuk membuat pembaca mudah memahami penelitian ini, maka penulisan ditulis menggunakan sistematika sebagai berikut:
BAB 1 PENDAHULUAN
Bab 1 ini mencakup tentang latar belakang yang mendasari mengapa dilakukan penelitian ini, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menjelaskan teori-teori mengenai bahan maupun metode yang digunakan pada penelitian ini secara singkat yang dibutuhkan sebagai acuan dari penelitian. Pembahasan landasan teori meliputi pembahasan
5
aluminium, nikel, kromium, silikon, baja karbon, korosi, thermal spray dan prinsip kerja alat karakterisasi yang digunakan.
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menjelaskan mengenai waktu dan tempat pelaksanaan penelitian, bahan dan alat penelitian, diagram alir penelitian, serta prosedur penelitian. BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan hasil data penelitian serta pembahasan mengenai data yang telah didapatkan.
BAB 5 PENUTUP
Bab penutup ini menjelaskan kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan serta saran untuk penelitian selanjutnya.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Korosi
Korosi adalah kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi redoks antara suatu logam dengan berbagai zat di lingkungannya yang menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak dikehendaki [2]. Korosi dapat terjadi karena logam mengalami kontak/bersentuhan dengan lingkungan sekitar. Bila plat baja diletakkan begitu saja dalam udara terbuka, maka plat itu lama-kelamaan akan mengalami korosi. Hal ini dikarenakan udara mengandung oksigen, sehingga memungkinkan mengalami reaksi reduksi oksidasi. Pada dasarnya logam akan berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungannya untuk mencapai kestabilan, sehingga dalam udara terbuka logam akan melepaskan elektron dan elektron tersebut ditangkap dan bereaksi dengan uap air (reduksi oksigen). Reaksi oksidasi yang terjadi pada logam dan reduksi oksigen udara terbuka akan menghasilkan oksida logam yang warnanya kecoklatan[11]. Oksida logam inilah yang disebut sebagai korosi. Korosi merupakan peristiwa yang tidak dapat dihindari oleh logam, apalagi sifatnya yang dapat terjadi hanya karena didiamkan di udara terbuka. Korosi jenis ini juga dapat disebut sebagai korosi kering (Dry Corrosion).
Selain dapat disebabkan karena reaksi reduksi oksidasi (reaksi kimia), korosi juga dapat disebabkan oleh reaksi elektrokimia. Reaksi elektrokimia yang dimaksudkan adalah reaksi yang tidak hanya melibatkan logam dan oksigen saja, namun juga melibatkan lingkungan elektrolit (air). Pengertian korosi secara elektrokimia merupakan proses pelepasan elektron dikarenakan adanya beda potensial yang terjadi karena aliran elektron secara kontinu. Dalam hal ini, aliran elektron terjadi pada anoda menuju katoda. Pada sisi anoda terjadi reaksi oksidasi. Reaksi ini merupakan reaksi setangah sel. Pada sisi katoda juga terjadi reaksi setengah sel yaitu penangkapan elektron. Korosi jenis ini dapat disebut juga korosi basah (Aqueous Corrosion) karena terjadi akibat melibatkan air atau larutan lainnya.
7 2.1.1. Korosi Temperatur Tinggi
Korosi temperatur tinggi didefinisikan sebagai proses degradasi atau penurunan mutu material, termasuk degradasi sifat-sifat mekanisnya yang disebabkan oleh adanya pengaruh atmosfer pada temperatur tinggi [12]. Temperatur tinggi memiliki arti temperatur dimana difusi atom dapat memberikan perubahan secara signifikan (0,5 Tm). Temperatur tinggi menyebabkan baja/besi teroksidasi secara cepat (T > 570 C) dan air berada dalam keadaan fasa gas. Korosi yang terjadi pada temperatur tinggi disebabkan oleh reaksi kimia yang melibatkan logam dengan oksigen, nitrogen, dan sulfida. Korosi ini merupakan jenis korosi kering yang terjadi tanpa melibatkan larutan elektrolit atau air. Korosi temperatur tinggi sering terjadi pada turbin gas pada pesawat terbang, ataupun komponen alat pembangkit listrik yang berkedudukan pada temperatur yang sangat tinggi.
Temperatur tinggi menimbulkan pengaruh yang sangat besar pada degradasi logam. Temperatur tinggi dapat mempengaruhi aspek termodinamika dan kinetika reaksi sehingga proses degradasi terjadi semakin cepat. Kenaikan tempertur juga dapat merubah struktur dan perilaku logam yang menyebabkan penurunan mutu logam. Pada temperatur tinggi, atmosfer akan bersifat oksidatif. Keadaan ini sangat berpotensi mengoksidasi logam.
Korosi pada temperatur tinggi pada dasarnya diakibatkan karena adanya reaksi kimia yaitu reaksi reduksi-oksidasi. Reaksi kimia pada logam terjadi dimana oksigen ditambahkan pada unsur logam dan disebut oksidasi. Sedangkan reaksi reduksi terjadi dimana oksigen dilepaskan dari suatu senyawa. Reaksi reduksi-oksidasi pada dasarnya terjadi melalui transfer elektron. Tidak semua reaksi reduksi-oksidasi melibatkan oksigen, namun reaksi ini pasti melibatkan transfer elektron. Apabila suatu materi kehilangan elektron, maka materi ini telah mengalami oksidasi, dan apabila suatu materi menerima elektron, maka materi ini telah mengalami reaksi reduksi.
Korosi pada temperatur tinggi terjadi dalam keadaan kering melibatkan logam (M) dengan oksigen, nitrogen, dan sulfida. Proses oksidasi pada logam dapat dituliskan sebagai berikut:
8
𝑀 → 𝑀2 + 2𝑒− (1)
½𝑂2+ 2𝑒− → 𝑂2 (2)
𝑀 + ½𝑂2 ⟶ 𝑀𝑂 (3)
Proses oksidasi terjadi diawali dimana oksigen masuk dan ditarik menuju permukaan logam. Oksigen yang masuk ke permukaan logam akan mengalami reaksi dengan unsur logam didalamnya. Selanjutnya akan terjadi transfer elektron antara keduanya. Logam akan mengalami oksidasi dan melepaskan elektron, sedangkan oksigen yang datang akan mengalami reduksi dan menangkap elektron. Selanjutnya proses transfer elektron ini akan membentuk lapisan oksida. Dimana lapisan oksida yang terbentuk di permukaan logam bersifat non-protektif. Oksida inilah yang disebut dengan korosi dan berwarna kecoklatan. Proses mekanisme pertumbuhan oksida digambarkan pada Gambar 2.1.
Gambar 2. 1 Mekanisme pembentukan oksida [5]
2.1.2. Mekanisme Korosi Lingkungan Basah
Korosi yang terjadi pasa lingkungan basah atau lingkungan yang melibatkan air disebut sebagai Aqueous Corrosion. Korosi ini melibatkan
larutan elektrolit dan reaksi elektrokimia. Menurut Trethewey (1991) mekanisme terjadinya korosi pada besi dalam baja adalah sebagai berikut; Pada anoda terjadi pelarutan unsur besi Fe menjadi Fe2+. Pada anoda ini terjadi juga oksidasi dimana unsur besi Fe akan melepaskan elektron.
9
Sedangkan pada katoda terjadi reaksi reduksi yang menangkap elektron.
𝐻2𝑂 + ½𝑂2+ 2𝑒− → 2𝑂𝐻− (5)
Reaksi yang terjadi pada larutan yang sersifat netral adalah sebagai berikut
𝐻2𝑂 + ½𝑂2+ 2𝑒− → 𝐻2𝑂 (6)
Reaksi yang terjadi pada lingkungan asam
2𝐻++ 2𝑒− → 𝐻
2 (7)
Katoda yang melibatkan larutan elektrolit lain biasanya juga dapat mengalami reaksi pengendapan logam [1][13] seperti;
𝑁𝑎+ + 𝑒− → 𝑁𝑎 (8)
Dari uraian diatas, syarat terjadinya korosi basah dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Adanya anoda tempat reaksi anodik terjadi 2. Adanya katoda tempat reaksi katodik terjadi 3. Ada media untuk transfer elektron/arus 4. Ada lingkungan yang bersifat elektrolit [14]
Gambar 2. 2 Ilustrasi terjadinya korosi pada lingkungan basah [15]
2.1.3. Laju Korosi
Laju korosi atau laju oksidasi adalah kecepatan degradasi material terhadap waktu. Untuk menentukan laju korosi atau laju oksidasi dapat menggunakan perbandingan perubahan massa (mass change) dengan waktu yang dijelaskan dalam ASTM G31 tentang standar Immersion Corrosion testing for metal [16]. Dituliskan sebagai berikut:
10 𝒎𝒑𝒚 = 𝑲. 𝑾
𝑫.𝑨.𝑻 (9)
Keterangan :
Mpy = mills per year
W = Perubahan massa (gr)
D = density ( gr/cm3), untuk baja karbon rendah = 7,86 𝑔/𝑐𝑚3
A = Luas Permukaan Kontak (cm2) T = Waktu pengujian (jam)
K = konstanta pada persamaan korosi berdasarkan satuan
Adapun konstanta perhitungan laju korosi dan konversi satuan perhitungan laju korosi dapat dilihat pada tabel 2.1 dan tabel 2.2.
Tabel 2. 1 Tabel konstanta perhitungan laju korosi [16].
satuan laju korosi/ Corrosion rate Konstanta Mills per year (mpy) 3,45 x 106 Inches per year (ipy) 3,45 x 103 Milimeters per year (mm/y) 8,76 x 104
Tabel 2. 2 Konversi satuan laju korosi [17].
mA 𝑐𝑚2 mm/y Mpy
mA 𝑐𝑚2 1 11,6 456
mm/y 0,0863 1 39,4
Mpy 0,00219 0,0254 1
2.1.4. Pengendalian Korosi
Secara teori, sifat korosi pada logam tidak dapat dihilangkan. Karena sifat korosi pada logam terjadi secara alamiah. Namun, sifat korosi ini mampu dikendalikan atau mampu ditekan. Pengendalian yang dimaksud adalah menekan angka laju korosi pada logam. Pengendalian korosi didasarkan pada beberapa metode. Diantaranya pengendalian korosi dapat dilakukan melalui:
11 a) Desain dan pemilihan bahan
Desain dan pemilihan bahan akan sangat berpengaruh pada kemampuan bahan, dalam hal ini adalah ketahanan oksidasi bahan. Penambahan material pemadu yang memiliki sifat ketahanan korosi yang baik juga dapat dilakukan untuk menaikan sifat tahan korosi.
b) Penggunaan inhibitor (chemistry treatment)
Inhibitor korosi didefinisikan oleh ISO 8044 sebagai ‘zat kimia yang mengurangi tingkat korosi ketika ada dalam sistem korosi pada konsentrasi yang sesuai, tanpa secara signifikan mengubah konsentrasi agen korosi lainnya. Atau dengan kata lain, inhibitor adalah zat yang bila ditambahkan dalam jumlah kecil ke lingkungan yang korosif, akan mengurangi laju korosi. Inhibitor mengurangi korosi dengan menjadi pelindung, membentuk lapisan penyerap atau pemerlambat proses katodik dan anodik [18]. Sebelum tahun 1960 inhibitor inorganik seperti zinc, chrom , polipospat dan nitrida. Setelah tahun 1980, molydate, fofonat, asam phospono karbosilat, dan polimer digunakan sebagai inhibitor. Seiring perkembangan zaman, dikembangkan inhibitor natural yang memiliki sifat biodegrable. Hingga saat ini, penelitian mengenai organik inhibitor yang berasal dari biji tumbuhan, buah-buahan, daun, bungan dan bahan organik lainnya terus dikembangkan.
c) Pelapisan (coating)
Teknik pelapisan dapat membantu mengurangi laju korosi pada bahan. Teknik pelapisan memiliki beberapa metode yaitu;
Elektroplating
Adalah teknik pelapisan yang menggunakan metode elektrolisis, yang akan membentuk lapisan tipis pada permukaan substrat. Komponen elektroplating terdiri atas katoda, anoda, larutan elektrolit, dan rectifier. Neny Anggraeni dalam bukunya Faraday dan
12
Kelistrikan menggambarkan ilustrasi proses elektroplating yang ditunjukan pada Gambar 2.2.
Gambar 2. 3 ilustrasi proses elektroplating [19]
Hot dip galvanizing
Hot dip galvanizing adalah salah satu teknik pelapisan dimana menggunakan metode pencelupan larutan yang telah dipanaskan. Hot dipping dilakukan dengan mencelupkan logam yang akan dilapiskan, biasanya baja kedalam wadah yang berisi logam cair biasanya seng ada juga aluminium dan paduan seng-aluminium.
Pack Cementation
Pack-Cementation adalah teknik pelapisan yang terdiri dari pengerjaan pengadukan dalam campuran serbuk logam dan sebuah fluks pada temperatur tinggi yang memungkinkan logam untuk berdifusi kedalam logam dasar. Metode ini terdiri dari empat komponen utama yaitu substrat, materalloy (serbuk dari elemen atau unsur-unsur yang akan didepositkan pada bermukaan substrat), aktivator garam halida atau energizer, atau inner filler [17].
13
Gambar 2. 4 Mekanisme Pack Cementation [17]
Thermal spray
Thermal spray adalah teknik pelapisan di mana bahan pelapis dipanaskan dengan cepat dalam panas medium gas, dan secara bersamaan diproyeksikan pada kecepatan tinggi ke permukaan substrat. Penggunaan thermal spray pada dunia industri logam sangat populer. Ini dikarenakan thermal spray dapat menghasilkan lapisan dengan ketebalan yang lebih baik dari metode pelapisan lainnya. Proses thermal spray ditunjukan pada Gambar 2.4.
Gambar 2. 5 Proses Thermal spray [20]
2.2. Aluminium
2.2.1. Definisi Aluminium
Aluminium adalah salah satu unsur kimia yang dilambangkan dengan Al. Aluminium memiliki nomor atom 13 dan jumlahnya sangat berlimpah di kerak bumi. Persentase jumlah aluminium di kerak bumi adalah yang ketiga terbanyak setelah oksigen dan silikon. Aluminium tergolong kedalam jenis
14
logam non ferrous atau jenis logam yang tidak mengandung unsur besi (Fe). Aluminium juga termasuk kedalam salah satu jenis logam berat bersama dengan timbal (Pb), cadium (Cd), dan jenis lainnya. Dalam kamus Cambridge disebutkan bahwa aluminium adalah elemen kimia yang ringan, logam berwarna perak, digunakan terutama untuk membuat peralatan memasak dan bagian-bagian pesawat. Nama aluminium sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu allumen yang berarti tawas (aluminium mineral).
Aluminium merupakan elemen reaktif dan tidak ditemukan begitu saja di alam. Aluminium ditemukan dengan kombinasi dengan unsur-unsur lain, seperti oksigen, silikon dan florine. Senyawa kimia ini umumnya ditemukan ditanah sebagai mineral batuan (terutama batuan beku) yaitu, bauksit, kriolit (Na3AlF6), korandum (Al2O3), dan tanah liat (aluminium silikat). Aluminium
sebagai logam diperoleh dari bijih bauksit yang terdiri dari hydrous aluminum oxyde (Al2O3aH2O) atau aluminium hidroksida. Aluminium (dalam bentuk
bauksit) adalah suatu mineral yang berasal dari magma asam yang mengalami proses pelapukan dan pengendapan secara residual [21]. Untuk mendapatkan aluminium, harus dilakukan pemisahan mineral atau pemurnian bijih bauksit. Metode pembuatan aluminium yang digunakan saat ini ditemukan oleh Charles Hall dari USA dan Paul Heroult dari Perancis pada tahun 1886. Metode pembuatan aluminium dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama dinamakan proses Bayer. Proses Bayer adalah pemurnian bijih bauksit menjadi alumina. Proses Bayer menghasilkan alumina (Al2O3) dengan membasuh bahan tambang yang mengandung aluminium (bauksit) dengan larutan natrium hidroksida (NaOH) dan akan menghasilkan aluminium hidroksida. Aluminium hidroksida lalu dipanaskan pada suhu sedikit di atas 1000 oC sehingga terbentuk alumina dan H2O yang menjadi uap air.
Tahap kedua, alumina yang telah terbentuk kemudian dilakukan proses pemurnian Hall-Heroult untuk memperoleh aluminium murni. Proses ini dilakukan dengan melarutkan alumina kedalam lelehan Na3AlF6 atau biasa disebut dengan kriloit. Larutan kemudian dielektrolisis dan menyebabkan aluminium yang telah cair menempel pada anoda, sementara oksigen akan
15
teroksidasi dengan karbon pada anoda dan membentuk karbon dioksida. Sehingga aluminium murni didapatkan dalam bentuk cair.
2.2.2. Karakteristik Aluminium
Aluminium merupakan logam mengkilap yang berwarna putih keperakan yang ringan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6. Aluminium memiliki nomor atom 13. Isotop utama yang dimiliki 27Al yang stabil dengan 14 neutron dan 13 proton. Elektron valensi yang dimiliki aluminium adalah 3 dengan konfigurasi elektron 1s2, 2s2, 2p6, 3s2, dan 3p1. Aluminium memiliki struktur kristal FCC (Face Centered Cubic atau kubus berpusat muka) yang stabil dari 4 ˚K hingga melting point [22]. Massa atom aluminium yaitu 26,9815386 g/mol. Christian Vergel dalam bukunya yang berjudul Corrosion Of Aluminium menuliskan karakteristik fisik Aluminium yang ditunjukkan pada Tabel 2.3.
Tabel 2. 3 Karakteristik Fisik Aluminium [23]
Property Unit Value Note
Atomic number 13
Density 𝜌 Kgm-1 2698
Melting point °𝐶 660.45 < 1013 × 10−3𝑏𝑎𝑟
Boiling point °𝐶 2056 < 1013 × 10−3 𝑏𝑎𝑟
Vapour pressure Pa 3,7 x 10-3 At 927℃
Mass internal energy 𝜐 J-kg-1 3,98 x 105
Mass thermal capacity Cp J-kg-1.K-1 897 At 25℃ Thermal conductivity 𝜆 W.m-1.K-1 237 At 25℃ Linear axpansion coefficient 𝛼1 10-6.K-1 23.1 At 25℃ Electrical resisitivity 10-9.Ω. 𝑚 26,548 At 25℃
Magnetic susceptibility K 1.6 x 10-3 At 25℃
Longitudinal elasticity modulus E 𝑁/𝑚2 69.000
16
Gambar 2. 6 Aluminium [24]
2.2.3. Sifat-Sifat Aluminium
Berikut ini beberapa sifat yang dimiliki aluminium: a) Lightness (keringanan)
Aluminium merupakan logam yang lebih ringan daripada logam lainnya. Aluminum sering disebut sebagai light metal atau logam ringan. Aluminium memiliki density 2700 kg/m3 dimana ini tiga kali lebih ringan dari besi [23]. Density dari paduan aluminium biasanya hanya mencapai 2600 hingga 2800 kg/m3 [23]. Ini menyebabkan aluminium menjadi sangat ringan.
b) Penghantar panas dan listrik yang baik
Aluminium merupakan penghantar panas yang baik yang kurang lebih memiliki 60% dari konduktivitas thermal tembaga (copper). Pada abad ke-19 terjadi pergantian plat timah tembaga menjadi paduan aluminium untuk peralatan dapur domestik maupun profesional. Selain penghantar panas yang cukup baik, aluminium juga merupakan penghantar listrik yang baik. Kemampuan alumnium dalam menghantar listrik adalah 2/3 dari tembaga [23]. Walaupun kemampuan aluminium tidak melebihi tembaga, namun aluminium masih memiliki keunggulan dalam penggunaanya. Hal ini dikarenakan sifat dari aluminium yang lebih ringan dari tembaga.
17 c) Tahan korosi
Aluminium merupakan unsur yang sangat reaktif. Untuk itu, aluminium ditemukan di alam bukan sebagai unsur tunggal. Namun bentuknya berupa senyawa yang memiliki daya gabung yang tinggi dengan oksigen. Dapat dikatakan bahwa kemampuan mengoksida aluminiun sangat baik yang membuat aluminium seharusnya sangat mudah berkarat (korosi). Namun dalam kenyataanya aluminium adalah logam yang memiliki keunggulan tahan terhadap korosi. Aluminium ternyata memiliki keistimewaan yang membuatnya menjadi logam tahan korosi. Aluminium memiliki lapisan tipis yang jenuh oksigen yang terbentuk pada permukaanya dan melindunginya dari atmosfer. Lapisan yang jenuh oksigen ini adalah aluminium oksida (Al2O3) yang berada
pada permukaan aluminium akibat adanya fenomena paviasi. Fenomena paviasi adalah pembentukan lapisan pelindung akibat reaksi logam terhadap udara sehingga lapisan tersebut dapat melindungi logam dalam dari korosi. Lapisan inilah yang membuat aluminium tahan korosi, namun menjadikan aluminium susah untuk di las.
d) Dapat di daur ulang
Aluminum adalah logam yang dapat didaur ulang. Proses daur ulang aluminium adalah hal yang menarik dikarenakan aluminium tidak akan kehilangan kualitasnnya saat didaur ulang. Proses daur ulang tidak dapat merubah struktur aluminium dan dapat dilakukan berkali-kali. Penelitian mengenai pendaurulangan alumnium sudah banyak dilakukan. Salah satu cara mendaurulang alumnium adalah dengan meleburkannya dengan suhu tinggi yang menghasilkan endapan dan dapat diekstrasi menjadi aluminium murni kembali. Selain dengan cara meleburkan aluminium, Samuel (2002) dalam jurnal yang ditulisnya menyebutkan teknik baru untuk mendaur ulang aliminium. Samuel menyebutkan metode yang dibuatnya sebagai direct Conversion Method. Dalam metode yang dibuatnya tidak ada proses peleburan, melainkan dilakukan proses
18
penggilingan (millig proses) pada aluminium. Proses penggilingan akan menghasilkan serbuk aluminium dan selanjutnya dilakukan proses cleaning dan sintering. Hasil dari penelitianya berupa serbuk aluminium dan mengurangi biaya sebanyak 59% dari convential method dengan cara meleburkan aluminium [25]. Kedua cara ini dapat digunakan dan membuktikan bahwa aluminium dapat didaur ulang.
e) Mudah di tempa
Aluminium memiliki karakteristik yang ringan dan juga lunak. Hal ini yang menyebabkan aluminium mudah untuk dibentuk ataupun ditempa. Aluminium juga memiliki kemampuan dapat dituang, mampu cor (castabllity) yang baik. Aluminium dapat dibentuk menjadi bentuk yang sulit sekalipun dengan cara; rolling, drawing, forging, extrusi, dll.
2.3. Nikel
Nikel adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki nomor atom 28 dan memiliki lambang unsur Ni. Nikel termasuk kedalam golongan X pada tabel periodik dan termasuk kedalam unsur logam transisi. Pada dasarnya Nikel memiliki warna metallic-lustrous atau perak keemasan seperti ditunjukkan gambar 2.7.Nikel ditemukan pada tahun 1751 oleh Cronstedt dalam bentuk mineral yang disebut kupfernickel (nikolit). Nikel adalah material yang banyak ditemukan dalam
meteorit. Nikel memiliki sifat tahan karat yang baik. Nikel juga kerap dijadikan
bahan paduan dalam baja untuk meningkatkan hardness (kekerasan) pada baja. Penambahan Nikel pada baja karbon dapat berpengaruh pada ketahanan korosinya. Biasanya pemaduan Nikel diikuti dengan unsur Kromium [1]. Nikel memiliki beberapa karakteristik yang ditunjukkan oleh Tabel 2.4.
19
Gambar 2. 7 Nikel [26]
Tabel 2. 4 Karakteristik Unsur Nikel [26]
No Keterangan Nilai
1 Massa atom standar 58.6934 g/mol
2 Titik lebur 1728 K (1455 °C, 2651 °F) 3 Titik didih 3186 K (2913 °C, 5275 °F) 4 Struktur kristal Face centered cubic (FCC)
5 Modulus Young 200 Gpa
6 Konduktivitas Thermal 90.9 W/(m·K)
7 Resistivitas listrik 69.3 n Ω·m (suhu 20 °C)
8 Arah magnet Feromagnetik
2.4. Kromium
Kromium adalah unsur yang melimpah jumlahnya ke-22 di kerak bumi. Kromium di kerak bumi ditemukan dalam bentuk bijih kromit (FeCr2O4). Kromium
adalah salah satu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Cr. Kromium memiliki nomor atom 24 dan masuk kedalam golongan VI. Kromium termasuk salah satu jenis logam transisi yang berwarna keabu-abuan seperti ditunjukkan gambar 2.8. Kromium juga memiliki sifat fisik berkilau dan keras. Karakteriskik logam Kromium diunjukkan pada Tabel 2.5.
20
gambar 2. 8 Kromium [27]
Tabel 2. 5 Tabel karakteristik kromium [28]
No Keterangan Nilai
1 Massa atom standar 51,9961 g/mol
2 Titik lebur 2180 K (1907 °C, 3465 °F) 3 Titik didih 2944 K (2671 °C, 4840 °F) 4 Konduktivitas thermal 93,9 W/(m·K)
5 Resistivitas listrik 125 n Ω·m (suhu 20 °C) 6 struktur kristal BCC
7 modulus young 279 GPa
2.5. Kegunaan Kromium
Dalam sebuah buku yang ditulis oleh Titiek Berniyanti tahun 2018 dijelaskan bahwa Kromium memiliki banyak kegunaan, diantaranya;
2.5.1.Sebagai zat penghambat/anti korosi
Ketika dibiarkan dalam udara terbuka, kromium akan mengalami paviasi oleh oksidasi. Paviasi adalah suatu fenomena dimana suatu material menjadi inert atau pasif. Saat Kromium mengalami paviasi, ia akan membentuk oksida kromat hijau yaitu sebuah lapisan permukaan tipis yang protektif terhadap korosi. Lapisan ini mencegah difusi oksigen kedalam logam dibawahnya. Oksida yang terbentuk pada Kromium Ini berbeda dari oksida yang terbentuk pada permukaan besi dan baja karbon, yang mana oksigen elemental terus bermigrasi, mencapai logam di bawahnya yang menyebabkan perkaratan atau korosi berkelanjutan.
21
2.5.2.Diperlukan dalam metabolisme gula manusia
Kromium trivalen (Cr(III)) sangat dibutuhkan dalam metabolisme tubuh manusia.
2.5.3.Zat warna (pigment)
2.5.4.Proses pelapisan logam secara elektrolisis (elektroplating)
Karena sifatnya yang memiliki kemampuan paviasi, Kromum sering dijadikan bahan pelapis untuk mengatasi masalah korosi pada logam.
2.5.5.Baja anti karat (stainless steel)
Perpaduan anatara besi dan Kromium dapat menghasilkan baja yang memiliki ketahanan korosi yang baik. Baj aini disebut juga dengan baja tahan karat (anti korosi) [29].
2.6. Silikon
Silikon merupakan unsur kimia yang pertama kali ditemukan oleh Jons Jakob Berzelius. Silikon merupakan unsur kedua yang terbanyak ditemukan di kerak bumi setelah oksigen. Di kerak bumi, silikon tidak ditemukan langsung dalam bentuk silikon murni melainkan sebagai silikat atau silika (SiO2). Dalam tabel periodik
kimia silikon memiliki lambang Si dan nomor atom 14. Silikon termasuk kedalam salah satu unsur nonlogam an termasuk dalam golongan 14 periode 3. Silikon memiliki sifat fisik berwarna abu-abu metalik dan berbentuk padat pada suhu ruangan. Adapun karakteristik kimia Silikon dapat dilihat dalam tabel karakterisasi unsur silikon.
22
Tabel 2. 6 Tabel karakteristik Silikon [30]
No Keterangan Nilai
1 Massa atom standar 28.0855 g/mol
2 Titik lebur 1687 K (1414 °C, 2577 °F) 3 Titik didih 3538 K (3265 °C, 5909 °F) 4 Konduktivitas thermal 149 W/(m·K)
5 Resistivitas listrik 103 Ω·m (suhu 20 °C)
6 struktur kristal FCC
7 modulus young 130-188 GPa
2.7. Baja
Baja adalah logam paduan besi sebagai unsur dasar dan karbon sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan karbon (C) pada baja karbon mencapai 0,2% hingga 2,1% seusai dengan gradenya [28]. Selain karbon. pada baja biasanya ditambahkan unsur paduan lainnya berupa mangan (Mn, krom (Cr), vanadium (V), molibdenum (Mo) ataupun nikel (Ni). Variasi dari paduan disesuaikan dengan kualitas baja yang diinginkan, misalnya sifat tahan panas, dan tahan temperatur tinggi.
Penambahan kandungan karbon pada baja dapat meningkatkan kekerasan (hardeness) dan kekuatan tariknya (tensile strengh), namun di sisi lain membuatnya menjadi getas (brittle) serta menurunkan keuletannya (ductility) [31]. Untuk itu perlu ditambahkan paduan lain atau diberikan perlakuan lebih untuk meningkatkan kemampuan mekanik baja.
2.8. Klasifikasi Baja
2.8.1.Baja Karbon Rendah (Low Carbon Steel)
Baja karbon rendah memiliki kandungan karbon dibawah 0,30%. Baja karbon rendah sering disebut dengan baja ringan (mild steel). Baja jenis ini memiliki kekerasan yang relatif rendah, namun memiliki keuletan dan elastisitas yang baik karena unsur karbon dalam baja yang rendah. Selain itu, baja karbon rendah memiliki sifat mampu mesin dan mampu las yang cukup baik. Sifat mampu las yang baik membuat baja karbon rendah memiliki biaya
23
pengelasan yang lebih rendah dari baja lainnya. Baja karbon rendah dibawah 0.15% disebut sebagai dead mild steel dan banyak digunakan pada sheet, strip, wire, dan ship plate. Baja karbon rendah juga sering digunakan sebagai bodi mobil, pipa saluran, komponen konstruksi jembatan dan bangunan.
2.8.2.Baja Karbon Sedang (Medium Carbon Steel)
Baja karbon sedang memiliki kandungan unsur karbon berkisar 0,3 – 0,6%. Baja karbon sedang memiliki sifat kualitas perlakuan panas yang tinggi, tidak mudah dibentuk oleh mesin, dan lebih sulit untuk dilakukan pengelasan. Baja karbon sedang memiliki sifat kekerasan yang juga relatif rendah. Namun sifat mekaniknya tersebut dapat ditingkatkan melalui perlakuan panas (heat treatment) dalam bagian yang sangat tipis dan proses pendinginan (quenching) yang sangat cepat. Sehingga baja karbon sedang dapat memiliki sifat kekerasan dan kekuatan yang lebih baik dari baja karbon rendah. Baja ini dapat diaplikasikan sebagai roda gigi, poros, dan crankshaft.
2.8.3.Baja Karbon Tinggi (High Carbon Steel)
Baja Karbon Tinggi memiliki kandungan unsur karbon sebanyak 0,6 s.d 1,7%. Karena kandungan unsur karbon yang tinggi, baja jenis ini memiliki tingkat kekerasan dan kekuatan yang paling tinggi. Baja jenis ini memiliki sifat tahan panas yang tinggi, namun keuletannya lebih rendah. Baja karbon tinggi juga memiliki kekuatan tarik paling tinggi dan sering digunakan sebagai material tools. Baja karbon tinggi biasanya diaplikasikan sebagai pisau, gergaji, atau dalam pembuatan kawat dan kabel baja.
2.9. Thermal spray
Teknologi coating adalah penutup atau lapisan yang diaplikasikan pada permukaan suatu benda, biasanya disebut sebagai substrat. Teknologi ini memiliki fungsi untuk melindungi material dalam dari lingkungan luar. Teknologi coating terdiri dari beberapa jenis, salah satunya yang sangat populer adalah Thermal spray. Thermal spray adalah istilah kolektif untuk serangkaian proses di mana bahan
24
pelapis dipanaskan dengan cepat dalam panas medium gas, dan secara bersamaan diproyeksikan pada kecepatan tinggi ke permukaan media yang disiapkan, untuk menghasilkan ketebalan lapisan yang diinginkan [4]. Prinsip dasar dari proses Thermal spray adalah pembentukan lapisan secara permanen dengan meleburkan material yang akan dijadikan sebagai bahan pelapis dalam suatu ruang pembakaran, kemudian material yang telah dileburkan di proyeksikan pada permukaan substrat yang akan menempel dan membentuk lapisan. Thermal spray mulai digunakan pada sekitar tahun 1900-an. Pada tahun 1984, Conoco Hutton TLP menggunakan 200 mikron Thermal Arc Spray aluminium pada anak tangga anjungan lepas di Laut Utara dan setelah delapan tahun, lapisan pada anak tangga masih dalam keadaan baik. Itu adalah pertama kali Thermal spray digunakan pada daerah pantai [32].
2.10.Klasifikasi Thermal spray
Thermal spray dikelompokan menjadi tiga kelompok berdasarkan sumber panas atau bahan bakar yang digunakan[33], yaitu:
2.10.1.Chemical Heat Source
Thermal spray yang mengunakan chemical heat source (sumber panas dari bahan kimia) dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu; Detonation Spray, Flame Spray, dan HVOF Spray.
a) Detonation Gun Spray
Detonation Gun Spray sering disebut juga D-Gun Spray. D-Gun spray adalah proses thermal spray yang memiliki kekuatan adhesi yang sangat baik. Dalam proses ini, serbuk pelapis akan bercampur dengan oksigen dan bahan bakar (fuel) berupa asetilena dan dimasukan kedalam tabung gas/barel dan dinyalakan oleh busi (spark plung). Untuk mencegah tembakan balik, gas nitrogen (N2) digunakan untuk menutup
lubang masuk gas. Pembakaran campuran gas ini menciptakan gelombang kejut tekanan tinggi (gelombang detonasi), yang merambat melalui aliran gas. Gas panas mempercepat partikel hingga kecepatan
25
supersonik. Partikel-partikel ini kemudian keluar dari laras dan menuju substrat. Sistematik dari D-Gun Spray ditunjukan oleh gambar.
Gambar 2. 10 Prinsip Kerja D-Gun Spray [33]
Proses D-Gun spray ini menghasilkan kerapatan yang lebih tinggi, ketahanan terhadap korosi yang lebih baik, kekerasan yang lebih tinggi, ketahanan aus yang lebih baik, daya rekat yang lebih tinggi dan kekuatan kohesif, hampir tidak ada oksidasi, lapisan yang lebih tebal, dan permukaan yang disemprotkan dengan lebih halus. Metode thermal spray jenis ini banyak digunakan dalam industri baja (roller squeeze, tension rolls), industri tekstil (pemandu benang yang dilapisi dengan lapisan titanium alumina), industri aeronautika (pelapisan muka pada baling-baling dan poros penggerak helikopter) dan di industri mobil [33]
.
b) Flame SprayFlame Spray merupakan jenis Thermal spray yang paling tua. Flame Spray pertama kali dikembangkan pada tahun 1910 [33,34].Flame spray menggunakan gas yang mudah terbakar sebagai sumber panas untuk melelehkan material pelapis. Proses ini menggunakan bahan bakar oxyacetylene flame dengan sushu sekitar 2.760˚C untuk meleburkan material pelapis. Material pelapis dapat berupa serbuk, kawat atau batang. Material pelapis yang berupa kawat, serbuk, atau batang didorong maju menuju nyala api (flame) dengan tekanan oksigen yang tinggi dan dileburkan. Material pelapis yang telah dileburkan menjadi partikel-partikel kecil disemprotkan secara manual menuju substrat.
26
Sistematika proses Flame Spray ditunjukan pada gambar. Metode Flame spray memiliki beberapa keunggulan yaitu mudah untuk dioperasikan, biaya yang murah, desain yang sederhana, dan debu serta asap yang dihasilkan selama proses berlangsung juga sedikit.
Gambar 2. 11prinsip kerja Flame Spray [33]
c) High Velocity Oxyfuel Spray (HVOF)
Metode ini ditemukan pada tahun 1958 oleh Union Carbide (sekarang disebut Praxair Surface Technologies) [34]. Namun, metode ini baru dipergunakan untuk keperluan komersil pada sekitar tahun 1980-an oleh James Browling dan Witfield [33,34]. Proses ini menggunakan kombinasi antara oksigen dan bahan bakar gas yang dapat berupa hidrogen, propana, propilena, dan bahkan minyak tanah. Saat roses berlangsung, oksigen dan bahan bakar berada pada ruang pembakaran bersamaan dengan serbuk. Temperatur dan tekanan dalam keadaan tinggi selama proses pembakaran. Hal ini menyebabkan kecepatan aliran gas pada nozzle sangat tinggi. Serbuk pelapis kemudian akan meleleh, kecepatan serbuk meleleh dipengaruhi oleh temperatur, titik lebur material, dan konduktivitas termal dari material.
27
Gambar 2. 12 Mekanisme kerja HVOF [33]
2.10.2.Elektrik
Jenis Thermal spray yang memanfaatkan sumber elektrik adalah Plasma Spray dan Wire Arc Spray.
a) Plasma Spray
Plasma spray memanfaatkan aliran listrik DC untuk menghasilkan gas plasma yang terionisasi suhu tinggi. Plasma Spray dapat menghasilkan suhu mencapai 16.6650˚C. Energi panas dari busur listrik bersamaan dengan suhu gas nitrogen atau argon membentuk gas plasma. Gas plasma ini adalah sumber panas penyemprotan yang akan mencairkan dan menembakkan partikel pelapis dengan kecepatan tinggi menuju substrat. Plasma Spray banyak digunakan untuk mengaplikasikan hidrosiapatit pada implan gigi dan protesis ortopedi. Plasma Spray memiliki keunggulan yaitu lapisn yang dibuat lebih padat, porositas rendah dan adhesinya lebih kuat jika dibandingkan dengan flame spray. Skema plasma spray dapat dilihat pada gambar 2.13.
28 b) Wire Arc Spray
Wire Arc Spray adalah proses pelapisan di mana dua kabel logam yang dimasukkan secara ke dalam pistol semprot. Kabel-kabel ini kemudian diisi dan sebuah busur dihasilkan di antara mereka. Panas dari busur ini melelehkan kawat yang masuk, yang kemudian diterbangkan dalam jet udara dari pistol. Bahan baku lelehan yang dititrasi ini kemudian diendapkan ke substrat dengan bantuan udara terkompresi [33]. Wire Arc Spray terdiri dari empat bagian utama, yaitu; 1) Spray gun digunakan untuk menembakan material yang telah melebur kepada substrat 2) Air compressor berfungsi sebagai pemercepat material 3) Blasting pot digunakan sebagai ruang garnet saat persiapan blasting berlangsung 4) Thermal Arc Spray Machine untuk mengalirkan arus listrik kepada kawat sehingga busur (Arc) dapat terbentuk [32]. Diagram sistematik Wire Arc Spray ditunjukkan pada gambar 2.14.
Gambar 2. 14 Prinsip kerja wire arc spray [33]
29 2.10.3.Kinetik
Jenis Thermal spray yang menggunakan sumber kinetik adalah Cold Spray. Cold Spray adalah metode semprot yang relatif baru di mana partikel serbuk padat biasanya logam, keramik, komposit, dan polimer dipercepat dalam nozzle de Laval yang menyatu menuju substrat. Partikel-partikel serbuk padat diendapkan pada substrat dengan kecepatan supersonik pada suhu kurang dari titik leleh bahan serbuk. Jika kecepatan tumbukan melampaui batas kritis, partikel serbuk mengalami deformasi permanen dan menempel pada permukaan material. Manfaat utama cold spray dibandingkan dengan metode Thermal spray lain adalah prosesnya menggunakan suhu rendah. Keuntungan lain adalah tidak ada pembentukan oksida, porositas rendah (di bawah 1%), konduktivitas termal dan listrik yang tinggi, kepadatan tinggi, lebih banyak kekerasan lapisan, meningkatkan ketahanan aus, abrasi panas, kekuatan dampak tinggi, oksidasi dan ketahanan korosi tinggi [33]. Aplikasi cold spray mencakup pembuatan dan pemulihan di bidang aerospace, medis, kelautan, elektronik, perbaikan mesin, otomotif, dan pabrik senyawa organik. Sistematika proses Cold Spray ditunjukkan pada gambar 2.16.
Gambar 2. 16 Prinsip cerja cold spray a) high preassure gas suplly b) low preassure
30
2.11. Fe-SEM (Field Emission -Scanning Electron Microscope)
Field Emission -Scanning Electron Microscope (Fe-SEM) adalah sebuah mikroskop elektron yang didesain untuk melihat dan mengamati permukaan suatu objek secara langsung. Pada pengujian Fe-SEM bahan yang akan diuji haruslah berbentuk solid atau padat. Fe-SEM memiliki perbesaran 10 – 3.000.000 kali perbesaran, depth of field 4-0,4 mm, dan resolusi sebesar 1 - 10 nm. Alat kerja Fe-SEM sangat bermanfaat dalam dunia penelitian maupun industri. Fe-Fe-SEM memiliki manfaat untuk mengetahui informasi berupa;
a) Topografi material, topografi material meliputi tekstur dan ciri-ciri permukaan material.
b) Morfologi material, morfologi material yaitu termasuk bentuk, dan ukuran partikel penyusun material. informasi ini juga berguna untuk mengetahui komposisi unsur dan senyawa yang terkandung dalam material.
c) Informasi kristalografi, berupa susunan butir material (konduktifitas, sifat elektrik, dan sebagainya)
Prinsip kerja Fe-SEM pada dasarnya adalah menggambarkan permukaan material dengan menggunakan berkas elektron yang dipantulkan dengan energi tinggi. Permukaan material uji akan disinari berkas elektron yang kemudian akan memantulkan kembali berkas elektron yang membawa informasi mengenai permukaan material. berkas elektron yang terpantul kembali disebut juga bekas elektron sekunder. Detektor kemudian akan mendeteksi berkas elektron berintensitas tinggi yang dipantulkan oleh material. Skema pengujian menggunakan Field Emission Scanning Electron Microscope ditunjukan pada Gambar 2.17.
31
32 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian “Ketahanan Korosi Sistem Lapisan Al dan NiCrSi Dengan metode Thermal spray” dilaksanakan pada bulan Februari s.d Juli 2020 dan bertempat di Pusat Penelitain Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Penelitian secara intensif dilakukan di Laboratorium High Resistance Material (HRM) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Serpong.
3.2 Bahan dan Alat Penelitian 3.2.1 Bahan
Berikut bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini;
No Nama Bahan
1 Substrat baja karbon 2 Aluminium wire 3 Silikon wire 4 Nikel wire 5 Kromium wire 6 Resin epoxy 7 Aquades 8 Aseton 9 NaCl 3.2.3 Alat
Berikut alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini;
No Nama Alat 1 Timbangan digital 2 Jangka sorong 3 Dryer 4 Ultrasonic cleaner 5 Penggaris 6 Spatula 7 Pinset 8 Mounting cup
33 9 Clip
10 Plat besi 11 Abrasive paper 12 Polisher
3.3. Diagram Alir Penelitian
Proses penelitian yang berjudul “Ketahanan Korosi Sistem Lapisan Al dan NiCrSi Dengan Metode Thermal spray” ini digambarkan dengan diagram alir yang dapat dilihat pada Gambar 3.1.
34
35 3.4. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu; preparasi sampel yang mencakup substrat dan material pelapis, proses Thermal spray, proses uji korosi, uji karakterisasi, dan analisis hasil.
3.4.1. Preparasi Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu substrat baja karbon rendah dan material pelapis aluminium dan paduan nikel kromium silikon. Substrat baja karbon rendah terlebih dahulu dipersiapkan sebelum dilakukan proses pelapisan. Tahapan ini perlu dilakukan agar pelapisan material aluminium dalam substrat baja karbon rendah berhasil.
Substrat baja karbon dihaluskan sisi dan permukaannya menggunakan abrasive paper dengan grade berturut-turut yaitu #100 #400 #600 #800 #1000 #1500. Proses pengamplasan ini menggunakan mesin polisher. Substrat baja karbon yang telah selesai diamplas akan menunjukan permukaan yang mengkilat seperti cermin. Setelah diamplas substrat di bersihkan menggunkana mesin ultrasonic stirer. Larutan yang digunakan untuk membersihkan baja karbon adalah aseton. Baja karbon dibersihkan sekitar 2-3 menit. Proses preparasi substrat baja karbon pun selesai, dan sampel siap digunakan.
3.4.3. Proses Thermal spray
Proses Thermal spray dilakukan di Pt. Thermic yang bertempat di Bekasi dengan menggunakan metode Thermal spray. Hal ini dilakukan dikarenkan LIPI tidak memiliki fasilitas alat yang dibutuhkan untuk proses thermal spray. Parameter Thermal Spray yang digunakan untuk melapisi substrat dengan aluminium dan NiCrSi diinformasikan pada Tabel 3.1.
Tabel 3. 1 Tabel parameter thermal spray
No Parameter Nilai
Aluminium
1 Jenis thermal spray TSA
36
3 Tegangan 32 Volt
4 Arus 200 Ampere
5 Tekanan udara 5 bar
6 Jarak spray 15-30 cm
NiCrSi
1 Jenis thermal spray Wire arc spray
2 Jenis material Wire
3 Tegangan 32 Volt
4 Arus 170-180 Ampere
5 Tekanan udara 5 bar
6 Jarak spray 15-25 cm
Setelah dilakukan proses thermal spray, sampel yang telah terlapisi kemudian dipotong menggunakan mesin pemotong besi. Masing-masing dari plat dipotong menjadi dua spesimen kecil. Proses pemotongan sampel dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Gambar 3. 2 Proses pemotongan plat
3.4.3. Uji Korosi
Sampel yang telah terlapisi selanjutnya dilakukan proses uji korosi. Proses uji korosi dilakukan di Lab HRM Fisika Lipi. Proses uji korosi dilakukan dengan perendaman didalam larutan NaCl 5% wt selama 48 jam. Tahap persiapan dan pengujian korosi ditunjukkan oleh diagram dibawah ini.
37
Gambar 3. 3 Diagram alir proses uji korosi
Uji korosi diawali dengan membuat larutan NaCl 5% wt sebagai lingkungan uji. Pembuatan NaCl 5% wt menggunakan 5 gram NaCl dan 100 ml aquades. Pertama, NaCl ditimbang sebanyak 5 gram kemudian dimasukkan kedalam gelas beaker. Aquades diukur sebanyak 100 ml dan dimasukkan kedalam gelas beaker yang sama. Aduk hingga NaCl larut dalam air. Larutan dibuat sebanyak sampel yang digunakan dan ditutup dengan kertas para film.
Pada pengujian ini siklus perendaman sampel yang digunakan adalah 0 jam, 12 jam, 18 jam, 24 jam, 30 jam, 36 jam, 42 jam, dan 48 jam. Setiap siklus sampel akan diangkat dikeringkan dan ditimbang untuk mengetahui perubahan massanya. Selanjutnya sampel akan di dokumentasikan untuk melihat perubahan visual yang terjadi selama proses pengujian berlangsung. Proses pengujian dilakuakan didalam lemari asam. Hasil dari pengujian berupa tabel perubahan massa sampel yang akan membentuk kurva perubahan massa.
38
Gambar 3. 4 Proses Uji Korosi
3.4.4. Karakterisasi
Pada penelitian ini, karakterisasi sampel menggunakan Fe-SEM. Alat Fe-SEM yang digunakan merupakan Fe-SEM dengan tipe JIB-4610F Multi Beam System. Pengujian dengan menggunakan Fe-SEM ditujukan untuk mengetahui tampak permukaan sampel. Selain itu pengujian Fe-SEM juga dilakukan untuk mengetahui struktur mikro, ukuran partikel dan juga komposisi unsur pembentuk. Pengujian Fe-SEM pada sampel dilakukan sebelum uji korosi dan juga setelah uji korosi pada lingkungan NaCl selama 48 jam untuk melihat perbedaan pada struktur mikro sampel. Sebelum dilakukan karakterisasi sampel penampang melintang (cross section) menggunakan Fe-SEM, sampel harus dilakukan preparasi terlebih dahulu untuk memenuhi standar pengujian.
Preparasi sampel dilakukan dengan metode cup mounting. Langkah pertama sebelum dilakukan cup mounting yaitu melakukan elektroplating menggunakan elektroda tembaga (Cu) dan larutan Cu plating. Larutan Cu plating serbuk CuSO4 (10%), H2SO4 (18%) dan aquades sebanyak 500 ml.
Kemudian dilakukan elektroplating kepada kedua sampel dengan rapat arus 100 mA/cm2 pada temperatur ruang. Hal ini dilakukan agar lapisan tidak mengalami kerontokan saat proses mounting. Langkah selanjutnya, sampel diletakkan melintang dan dijepit menggunakan clip. Sampel yang telah dijepit menggunakan clip, diletakkan pada cup khusus, kemudian dimasukan resin epoxy kedalam cup. Setelah sampel mengering, sampel dapat dikeluarkan
39
dari cup dan dilakukan proses amplas. Pengamplasan sampel menggunakan abbrasive paper berukuran #150 #400 #800 #1000 dan #1500 menggunakan mesin polisher manual. Setelah itu dilakukan proses pengamplasan menggunakan alumina micropolisher dengan ukuran 1 μm dan 0.5 μm untuk memastikan tidak ada scratch pada sampel.
Gambar 3. 5 Preparasi sampel Cross Section untuk karakterisasi FE-SEM
3.5. Variabel Penelitian
Variabel sampel yang digunakan pada penelitian ini ditunjukkan adalah sampel #1 sebagai aluminium coating dan #2 sebagai CrSi coating. Sampel ditunjukkan pada gambar 3.6
Gambar 3. 6 Sampel pelapisan a) FeAl dan b) FeNiCrSi
Variabel pengujian yang digunakan adalah;
a. Uji korosi menggunakan NaCl 5% dengan waktu 48 jam b. Analisa struktur mikro sampel menggunakan FE-SEM