• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II PENDEKATAN TEORITIS"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Koran sebagai Komunikator Komunikasi Massa

Menurut Nurudin (2009) komunikasi massa sangat banyak dibahas oleh para ahli komunikasi, diantaranya adalah Alexis S. Tan yang mengulas teori komunikasi dari perspektif fungsi komunikasi massa. Ia mengajukan sejumlah konsep mengenai fungsi tersebut, yaitu: to information, to education, to persuade, dan to entertain. Sementara itu, Hofmann (1999) mengulas fungsi komunikasi massa dengan memperkenalkan teori lima fungsi, yaitu: fungsi informasi dan pengawasan, linkage (pertalian), transmission of value, hiburan, dan interpretasi.

West dan Turner (2008) membedakan komunikasi massa dengan media massa. Komunikasi massa adalah komunikasi kepada khalayak luas dengan menggunakan media massa, sedangkan media massa merupakan saluran-saluran atau cara pengiriman bagi pesan-pesan massa. Komunikasi massa tidak lepas dari pengaruh media yang menjadi alat penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan. Winarso (2005) menyatakan bahwa komunikasi massa adalah produksi dan distribusi secara institusional dan teknologis dari sebagian aliran pesan yang dimiliki bersama secara berkelanjutan dalam masyarakat-masyarakat industrial. Komunikator dalam komunikasi massa ini seringkali berupa sebuah media massa, koran/koran, stasiun televisi, majalah, atau penerbit buku.

Selain itu, Nurudin (2009) menjelaskan bahwa komunikasi massa merupakan produk kelompok bukan produk seseorang sehingga komunikator dalam komunikasi massa adalah suatu lembaga karena elemen utamanya adalah media massa. Oleh karena itu, komunikator dalam komunikasi massa setidaknya mempunyai ciri sebagai berikut: (1) kumpulan individu, (2) dalam berkomunikasi, peran individu-individu tersebut dibatasi oleh sistem dalam media massa, (3) pesan yang disebarkan atas nama media yang bersangkutan dan bukan atas nama pribadi unsur-unsur yang terlibat, (4) materi yang disampaikan oleh komunikator biasanya untuk mencapai keuntungan atau laba secara ekonomis.

(2)

2.1.2 Definisi Berita Pertanian

Wonohito (1977) menguraikan bahwa istilah berita dalam jargon koran berbeda dengan berita yang biasanya kita pakai. Berita juga tidak sama dengan kabar atau warta, karena berita adalah laporan yang hangat, padat, cermat mengenai suatu kejadian, bukan kejadiannya itu sendiri. Menurut Wonohito berita merupakan suatu proses yang bertahap-tahap, yaitu: dari fakta, nilai berita, dan patut untuk dicetak. Artinya, perkembangan suatu peristiwa hingga menjadi berita tentu harus melalui proses teknik jurnalistik.

Effendy (2003) dan Rousydiy (1985) merumuskan konsep berita secara harfiah, yakni berita sebagai definisi dari news, yang merupakan singkatan dari

North (utara), East (timur), West (barat), dan South (selatan). Mereka mengartikan

berita sebagai laporan dari keempat arah angin tersebut, artinya berita merupakan laporan yang berasal dari manapun di berbagai penjuru dunia. Mereka juga mendefinisikan berita sebagai laporan tercepat mengenai fakta atau opini yang mengandung hal-hal yang penting, menarik minat, atau kedua-duanya, bagi sejumlah besar penduduk.

Effendy (2003) dan Rousydiy (1985) juga menjelaskan bahwa Frank Lutter Mott melalui bukunya New Survei of Journalism menyebutkan paling sedikit terdapat tujuh konsep yang mendukung definisi berita, yaitu: berita sebagai laporan tercepat, fakta obyektif, interpretasi, sensasi, minat insani, ramalan, dan gambar. Berita dikenal sebagai serangkaian kalimat yang mengandung informasi

what,who, where, when, why, dan how. Keenam informasi ini menurut Rousydiy

(1985) dianggap sebagai syarat atau rukun berita.

Definisi berita pertanian merujuk pada Soekartawi (1988) yang mengutarakan arti komunikasi pertanian, yakni suatu pernyataan antarmanusia yang berkaitan dengan kegiatan di bidang pertanian, baik secara per orangan maupun per kelompok, yang sifatnya umum dan menggunakan lambang-lambang tertentu. Oleh karena itu, berita pertanian merupakan salah satu wujud dari fungsi komunikasi pertanian. Menurut Morissan, (2005) untuk menyampaikan berita tersebut, pihak media dapat menyajikan dalam bentuk hardnews atau softnews.

(3)

harus segera disampaikan karena sifatnya aktual dan faktual, biasanya disebut sebagai strightnews. Sementara itu softnews (berita lunak) merupakan segala informasi penting dan menarik yang disampaikan secara mendalam (indepth) namun tidak harus segera disampaikan kepada khalayak.

2.1.3 Agenda Setting Theory 2.1.3.1 Konsep Agenda setting

Nurudin (2009) menjelaskan bahwa Mc.Combs dan Donald L. Shaw memperkenalkan teori agenda setting pada tahun 1973 lewat publikasi yang berjudul “The agenda setting function of the mass media”. Secara singkat teori ini menekankan bahwa media tidak selalu berhasil memberitahu apa yang kita pikirkan, tetapi media benar-benar berhasil memberitahu kita agar berpikir tentang apa. Selain itu, media memberikan agenda-agenda melalui pemberitaannya sedangkan masyarakat akan mengikutinya.

Mengutip pernyataan Cragen dan Shield (2002) bahwa dalam teori agenda

setting media tidak mempengaruhi sikap khalayak, tetapi media berpengaruh

terhadap apa yang dipikirkan khalayak. Dengan kata lain, media mempengaruhi persepsi khalayak tentang hal yang dianggap penting. Hal ini diperkuat oleh Rakhmat (2002) yang menunjukkan bahwa kenyataannya media yang memilih informasi kemudian khalayak akan membentuk persepsi tentang peristiwa. Artinya, teori agenda setting mengasumsikan adanya hubungan positif antara perhatian media dan perhatian khalayak pada suatu peristiwa.

Fiske (2004) dalam Sulistiawan (2005) mengemukakan bahwa agenda

setting adalah kemampuan media untuk menentukan informasi apa yang dianggap

penting. Selain itu, agenda setting menurut Sulistiawan (2005) diartikan sebagai teori yang menyajikan topik diskusi dan kepentingan bagi publik. Sementara DeFleur dan Denis dalam Descartes (2004) mengartikan agenda merupakan seleksi terhadap berita yang terdapat indikasi bahwa kadar suatu berita tersebut menjadi lebih penting dibandingkan dengan berita yang lain. Oleh karena itu, terjadinya agenda setting menurut Winarso (2005) dikarenakan pers harus selektif dalam melaporkan berita.

(4)

Nurudin (2009) mengartikan bahwa agenda media juga bisa dimunculkan secara sengaja dan bertujuan untuk membentuk agenda publik. Misalnya, kasus

Century bertahun-tahun menjadi topik pembicaraan karena media seringi

membuat berita tersebut pasang surut. Kemudian contoh lainnya seperti berita KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) yang melibatkan mantan pejabat Orde Baru. Khalayak mungkin saja sudah melupakan kejadian tersebut, akan tetapi media dapat mengingatkan masyarakat tentang kasus tersebut dengan kemasan berita yang agak berbeda. Dengan demikian, Winarso (2005) menerjemahkan bahwa agenda setting dibangun dengan beberapa kombinasi dari pemrograman internal, editorial, keputusan manajerial, dan pengaruh-pengaruh luar dari sumber nonmedia, seperti kelompok sosial, pejabat pemerintah, sponsor dan iklan, dan lain-lain.

2.1.3.2 Macam-Macam Agenda

McQuail dan Wimdahl (1995), Severin dan Tankard (1992) mengemukakan bahwa teori agenda setting berkaitan dengan tiga dimensi agenda, yaitu:

1. Agenda media

Agenda media yaitu prioritas media dalam meliput suatu berita kejadian, terdiri dari: a) Visibility (visibilitas) yakni jumlah dan tingkat menonjolnya berita, b)

Audience salience (tingkat menonjol bagi khalayak) yakni relevansi isi berita

dengan kebutuhan khalayak, c) Valence (valensi) yakni menyenangkan atau tidaknya cara pemberitaan tersebut bagi suatu peristiwa.

2. Agenda Publik

Agenda publik yaitu tingkat perbedaan penonjolan suatu berita menurut opini publik dan pengetahuan mereka, terdiri dari: a) Familiarity (keakraban) yakni derajat kesadaran khalayak akan topik tertentu, b) Personal salience (penonjolan pribadi) yakni relevansi kepentingan individu dengan ciri pribadi, c) Favorability (kesenangan) yakni pertimbangan senang atau tidak terhadap topik berita.

3. Agenda kebijakan

Agenda kebijakan menggambarkan berita dan kebijakan yang dikemukakan oleh politikus. Dimensi agenda kebijakan antara lain: a) Support (dukungan) yakni

(5)

kegiatan menyenangkan bagi posisi suatu berita, b) Likelihood of action (kemungkinan kegiatan) yakni kemungkinan pemerintah melaksanakan apa yang diibaratkannya, c) Freedom of action (kebebasan bertindak) yakni nilai kegiatan yang mungkin dilakukan oleh pemerintah.

2.1.3.3 Teknik Pengukuran Agenda

Menurut Descartes (2004) teknik dalam penelitian ini menghubungkan dua agenda, yakni agenda media dan agenda publik. Untuk melihat hubungan keduanya, penelitian melibatkan dua macam pengukuran. Pengukuran pertama dilakukan dengan analisis isi terhadap agenda media, sedangkan yang kedua diperoleh melalui metode survei untuk data mengenai agenda publik.

Manhein dalam Descartes (2004) mengungkapkan bahwa agenda media adalah daftar berita-berita dan peristiwa-peristiwa pada suatu waktu yang disusun berdasarkan urutan kepentingannya. Agenda media terdiri dari pokok persoalan, peristiwa, anggapan, dan pandangan yang memanfaatkan waktu dan ruang dalam publikasi yang tersedia untuk disampaikan kepada publik. Kemudian, Kerlinger (2006) menambahkan bahwa untuk mengukur agenda media digunakan teknik analisis isi, yaitu teknik penelitian untuk uraian yang obyektif, sistematis, dan kuantitatif. Pertama teknik analisis isi bersifat obyektif kerena dicapai dengan pembuatan kategori yang jelas dan bebas dari bias peneliti. Kemudian analisis isi bersifat sitematis karena ada seperangkat prosedur yang seragam terhadap semua isi pesan komunikasi yang diteliti. Sementara sifat kuantitatif dari analisis isi menunjukkan adanya pengukuran terhadap isi media dengan indikator, seperti: frekuensi pemberitaan, panjang berita per centimeter kolom, pemberlakuan berita dan penempatan berita.

Wimmer dan Dominick (2003) menawarkan beberapa metode pengukuran agenda publik, yaitu: (1) Pada metode pertama, responden ditanya terbuka mengenai: berita yang menurut responden paling penting untuk dirinya (intrapersonal) dan berita apa yang paling penting dalam komunitas responden saat ini (interpersonal), (2) Metode kedua dilakukan dengan meminta responden untuk memberikan penilaian terhadap berita yang disusun oleh peneliti, (3) Metode ketiga adalah variasi pendekatan kedua, dimana responden diberikan

(6)

daftar topik yang dipilih oleh peneliti dan responden diminta memberikan peringkat berdasarkan kepentingan yang dimiliki responden, (4) Metode keempat dilakukan dengan menggunakan perbandingan berganda (paired comparisson

methods). Dalam hal ini, setiap berita yang sudah diseleksi dipasangkan dengan

berita yang lain dan responden diminta mempertimbangkan setiap pasangan berita untuk mengidentifikasi berita mana yang lebih penting. Ketika semua responden telah ditabulasi, berita diurutkan dari yang paling penting ke berita yang kurang penting.

Sulistiawan (2005) mengukur agenda publik ini dari segi apa yang dipikirkan orang (intrapersonal), apa yang dibicarakan orang itu dengan orang lain (interpersonal), dan apa yang mereka anggap sedang menjadi pembicaraan orang ramai (community salience). Apabila diukur dari segi efek pemberitaan, efek tersebut terdiri dari efek langsung dan efek lanjutan (subsequent effect). Efek langsung berkaitan dengan isu, yakni: (1) pengenalan, apakah isu itu ada atau tidak ada dalam agenda khalayak, (2) penonjolan, dari semua isu yang berkembang, manakah yang dianggap paling penting menurut khalayak, (3) bagaimana isu itu diperingkatkan (prioritas) oleh responden dan apakah peringkatnya itu sesuai dengan peringkat media. Efek lanjutan berupa persepsi (pengetahuan tentang peristiwa tertentu) atau tindakan (memilih kontestan pemilu atau melakukan aksi protes).

2.1.3.4 Konsep Penjaga Gawang (Gatekeeper)

Nurudin (2009) menyatakan istilah gatekeeper pertama kali diperkenalkan oleh Kurt Lewin pada tahun 1947 lewat bukunya yang berjudul Human Relation.

Gatekeeper sering diartikan sebagai penapis informasi atau palang pintu, atau

penjaga gawang, yaitu orang yang sangat berperan dalam penyebaran informasi melalui media massa. Mereka adalah orang yang berfungsi sebagai orang yang mengurangi, menambah, mengemas agar semua informasi yang disebarkan lebih mudah dipahami. Gatekeeper yang dimaksud antara lain reporter, editor, manajer pemberitaan, penjaga rubrik, kameramen, dan semua bagian yang memengaruhi materi berita. Semakin kompleks sistem media yang dimiliki maka semakin banyak pula gatekeeping yang dilakukan.

(7)

Bittner (1996) mengistilahkan gatekeeper sebagai individu-individu atau kelompok orang yang memantau arus informasi dalam sebuah saluran komunikasi massa. Dengan demikian, mereka yang disebut sebagai gatekeeper antara lain reporter, editor berita, atau orang-orang lainnya yang ikut menentukan arus informasi yang disebarkan. Secara umum, peran gatekeeper ini sering dihubungkan dengan berita, khususnya koran. Fungsi gatekeeper dimainkan editor yang seolah menjadi mata audiens sebagaimana mereka menyortir melalui peristiwa sehari-hari sebelum dibaca oleh pembaca.

Berbagai informasi harus melewati berbagai tahapan seleksi terlebih dahulu sebelum dipublikasikan menjadi sebuah berita. Pada akhirnya, ada informasi yang lolos dari tahap seleksi kemudian diangkat menajdi berita, dan ada informasi yang tidak lolos. Tubbs dan Moss (2001) mengartikan proses ini sebagai jaringan atau rantai penjagaan gawang. Keputusan gatekeeper tersebut dipengaruhi oleh beberapa peubah, yaitu: (a) ekonomi, untuk kepentingan komersialisasi, (b) pembatasan legal, untuk kepentingan kebijakan dan aturan, (c) deadline, untuk kepentingan ketersediaan waktu, (d) etika, terkait kesadaran dan kepercayaan diri penjaga gawang, (e) kompetisi, untuk kepentingan persaingan pasar, (f) nilai berita, untuk kepentingan kualitas pemberitaan, dan (g) feedback, terkait kemungkinan respons gugatan dari pembaca.

2.2 Kerangka Pemikiran

Konsep agenda setting mengasumsikan bahwa media mempunyai pengaruh yang kuat untuk membentuk pikiran publik tentang suatu isu. Apabila media menganggap penting suatu berita maka publik juga memikirkan hal tersebut. Oleh karena itu, agenda media mempunyai hubungan positif dengan agenda publik. Dalam penelitian ini, konsep agenda setting diuji pada unit analisis berita pertanian di Koran Kampus IPB. Apabila merujuk pada konsep tersebut, pihak media (Koran Kampus IPB) dapat memberikan penonjolan bagi berita pertanian sehingga publik (mahasiswa IPB) juga memikirkan informasi yang diberitakan. Agenda media diukur dari beberapa indikator seperti frekuensi rubrik, proporsi berita, dan penempatan berita. Agenda publik diukur berdasarkan indikator tingkat kepentingan berita, peringkat berita, dan pilihan berita. Selain itu, agenda

(8)

publik juga dipengaruhi oleh beberapa karakteristik individu seperti kebutuhan, pengalaman, dan sebagainya. Akan tetapi, dalam penelitian ini perbedaan agenda publik diukur berdasarkan perbedaan program studi mahasiswa IPB (Gambar 1).

Keterangan:

: diukur dengan : mempengaruhi

: hubungan yang tidak diteliti

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Analisis Berita Pertanian Koran Kampus IPB dari Perspektif Agenda Setting Theory

2.3 Hipotesis Penelitian

Penelitian ini mengukur kesesuaian agenda setting dan perbedaan agenda publik bagi mahasiswa yang memiliki perbedaan program studi, maka dari itu diberikan hipotesis penelitian seperti di bawah ini:

1. Terdapat hubungan nyata antara agenda media dan agenda publik mahasiswa IPB terhadap berita pertanian di Koran Kampus IPB.

2. Terdapat perbedaan nyata agenda publik mahasiswa program studi SKPM 2009 dengan mahasiswa program studi AGH 2008 terhadap berita pertanian.

PROGRAM STUDI Berita Pertanian

di Koran Kampus IPB

A G E N D A S E T T I N G - Frekuensi rubrik - Proporsi - Penempatan berita Analisis isi/agenda media

- Dukungan - Alternatif kegiatan - Kebebasan bertindak Agenda Kebijakan - Tingkat kepentingan berita - Peringkat berita - Pilihan berita

(9)

2.4 Definisi Operasional

No Peubah Definisi

Operasional Indikator Pengukuran

1 Frekuensi rubrik Tingkat kepentingan berita pertanian bagi media berdasarkan jumlah pemunculan rubrik pertanian di Koran Kampus IPB. Ada atau tidaknya rubrik pertanian di Koran Kampus IPB edisi 38, 39, 40, dan edisi 41.

Analisis isi Koran Kampus IPB edisi 38-41. Diukur berdasar skor penilaian, yaitu: Skor 3= ada rubrik pertanian

Skor 2= tidak ada rubrik pertanian Skor Maksimal 12 Skor Minimal 8 Kategori: Tidak Penting=rataan skor 8,00-10,00 Penting= rataan skor 10,01-12,00. 2 Proporsi berita Tingkat kepentingan berita pertanian bagi media berdasarkan Persentase space untuk berita pertanian dari total space yang ada di Koran Kampus IPB. Banyaknya tempat yang digunakan untuk berita pertanian di Koran Kampus IPB tahun 2011.

Analisis isi Koran Kampus IPB edisi 38-41. Diukur secara matematis per halaman koran per edisi. Skor 4= 3,1-4 hal Skor 3= 2,1-3 hal Skor 2= 1,1-2 hal Skor 1= 0-1 hal Skor Maksimal 16 Skor Minimal 4 Kategori:

sangat tidak penting= rataan 1,00-1,75 tidak penting= rataan 1,76-2,50= penting = rataan 2,51-3,25 sangat penting= rataan 3,26-4,00. 3 Penempatan berita Tingkat kepentingan berita pertanian bagi media berdasarkan lokasi berita pertanian di Koran Kampus IPB. No halaman Koran Kampus IPB yang berisi berita pertanian, di edisi 38, 39, 40, dan 41. Jika ada dua

Analisis isi Koran Kampus IPB edisi

38-41. Diukur

berdasarkan skor penilaian satu berita pertanian per edisi, yaitu:

Skor4= hal 1-4 Skor3= hal 5-12

(10)

atau lebih berita pertanian dalam satu edisi, maka dipilih berita dengan nomor halaman yang terdepan. Skor2= hal13-18 Skor1= hal 19-24 atau tidak dimuat

Skor Maksimal 16 Skor Minimal 4

Kategori:

sangat tidak penting= rataan 1,00-1,75 tidak penting= rataan 1,76-2,50= penting = rataan 2,51-3,25 sangat penting= rataan 3,26-4,00. 4 Kepentingan berita Tingkat kepentingan suatu berita pertanian yang dimuat Koran Kampus IPB bagi responden. Penting atau tidaknya suatu berita pertanian bagi responden saat mengisi kuesioner. Pernyataan responden saat mengisi kuesioner mengenai penting atau tidaknya suatu berita pertanian. Diukur berdasarkan skor penilaian, yaitu: Skor 4= 4 Skor 3= 3 Skor 2= 2 Skor 1= 0-1 Skor Maksimal 16 Skor Minimal 4 Kategori:

Sangat tidak penting= ratan skor 1,00-1,75 Tidak penting= rataan 1,76-2,50 Penting= rataan 2,51-3,25 Sangat penting= rataan 3,26-4,00. 5 Peringkat berita Tingkat kepentingan berita pertanian berdasarkan penilaian responden dalam mengurutkan berita pertanian di Koran Kampus IPB dibandingkan Peringkat yang diberikan oleh responden untuk setiap berita pertanian yang diajukan peneliti dalam Pernyataan responden saat mengisi kuesioner mengenai peringkat berita pertanian. Diukur berdasarkan skor penilaian, yaitu: Skor 4= peringkat 1-2 Skor 3= peringkat 3-4 Skor 2= peringkat 5-6 Skor 1= peringkat 7-8 Skor Maksimal 16

(11)

berita lainnya. kuesioner. Skor Minimal 4

Kategori:

sangat tidak penting= rataan 1,00-1,75 tidak penting= rataan 1,76-2,50

penting= rataan 2,51-3,25

sangat penting= rataan 3,26-4,00.

6 Pilihan berita Tingkat

kepentingan berita pertanian berdasarkan kecenderungan responden dalam memilih satu berita pertanian dibandingkan berita yang lain.

Fakta yang diberikan responden saat memilih satu berita pertanian yang dibandingkan berita lain. Masing-masing judul berita tersebut disandingkan dengan berita lain (nonpertanian) sebagai pembanding sebanyak 5 kali. Diukur dengan skor, yaitu:

Skor 4= terpilih 4-5 Skor 3= terpilih 3 Skor 2= terpilih 2 Skor 1= terpilih 1 atau tidak terpilih sama-sekali

Skor Maksimal 16 Skor Minimal 4

Kategori:

sangat tidak penting= rataan 1,00-1,75 tidak penting= rataan 1,76-2,50= penting = rataan 2,51-3,25 sangat penting= rataan 3,26-4,00.

7 Agenda Media Tingkat prioritas Koran Kampus IPB terhadap berita pertanian. Banyaknya pemberitaan tentang pertanian di Koran Kampus IPB selama tahun 2011. Diukur berdasarkan skor rataan dari indikator jumlah rubrik, jumlah berita, proporsi berita, dan penempatan:

Kategori:

sangat tidak penting= rataan 1,00-1,75 tidak penting= rataan 1,76-2,50=

(12)

2,51-3,25 sangat penting= rataan 3,26-4,00.

8 Agenda Publik Tingkat kepentingan responden terhadap berita pertanian di Koran Kampus IPB. Banyaknya penilaian responden yang mendukung pentingnya berita pertanian di Koran Kampus IPB saat mengisi kuesioner. Diukur berdasarkan skor rataan dari indikator kepentingan berita, peringkat berita, dan pilihan berita.

Kategori:

sangat tidak penting= rataan 1,00-1,75 tidak penting= rataan 1,76-2,50= penting = rataan 2,51-3,25 sangat penting= rataan 3,26-4,00. 9 Program Studi Identitas responden berdasarkan departemen pengampu di IPB yang tercatat dalam Kartu Tanda Mahasiswa. Program studi responden saat diwawancara. Bukti yang ditunjukkan oleh responden saat diwawancara. Dikategorikan

menjadi dua, yaitu: mahasiswa program studi SKPM 2009 dan mahasiswa program studi AGH 2008.

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Analisis Berita Pertanian Koran   Kampus IPB dari Perspektif Agenda Setting Theory

Referensi

Dokumen terkait

Proses penempelan primer pada untai DNA yang sudah terbuka memerlukan suhu optimum, sebab suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan amplifikasi tidak terjadi

Memantau kulit bayi dan suhu bayi untuk melihat adanya peningkatan suhu (hipertermi) sehingga dapt dilakukan intervensi yang tepat.. Monitor nadi

Selain konsep kekerasan, konsep yang tepat digunakan untuk mengkaji kasus yang terjadi di Sawahlunto/Sijunjung adalah konsep yang dipaparkan oleh Colombijn yaitu

Analisis Perataan Laba (Income Smoothing): Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perataan Laba Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Dasar dan Kimia yang Terdaftar

Masing – masing nilai data tersebut dikorelasikan dengan biomassa pada plot sampel sehingga diketahui nilai korelasi terbaik (> 0,5) Nilai tersebut menunjukkan model

Permendikbud tahun 2014 nomor 111 pasar 10 ayat 1 “Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling pada SD/MI atau yang sederajat dilakukan oleh Konselor atau Guru Bimbingan dan

Dari keseluruhan hasil pemeriksaan pasien dengan menggunakan tes tubex menunjukkan persentase yang positif demam tifoid cukup tinggi sedangkan yang negatif lebih

Jika stres yang diakibatkan burnout pada guru dalam jangka waktu yang panjang maka kemungkinan guru akan mengalami penurunan kepuasan kerja atau bahkan tidak puas dengan