1.1 Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka dalam suatu penelitian sangatlah penting, terutama untuk
memperoleh pandangan-pandangan dan teori-teori yang dapat digunakan sebagai
kriteria atau bahan pembanding dalam memahami permasalahan yang diteliti.
Hasil pengkajian terhadap bahan pustaka dimanfaatkan sebagai sumber data
sekunder. Beberapa bahan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini diuraikan
sebagai berikut.
Mardika (1990) dalam skripsi yang berjudul “Kapak Perunggu di Bali”
melakukan penelitian tentang kapak perunggu yang ditemukan di Pulau Bali.
Penelitian ini meliputi klasifikasi terhadap tipe-tipe kapak perunggu yang
ditemukan di Pulau Bali dan teknik pembuatan kapak perunggu. Klasifikasi kapak
perunggu yang dilakukan pada penelitian ini berdasarkan kepada atribut yang
dimiliki oleh setiap kapak perunggu. Atribut kapak perunggu yang menjadi dasar
dari klasifikasi pada penelitian ini yaitu, bentuk tangkai, bentuk mata, ragam
hiasan, dan warna. Kapak perunggu yang diteliti berasal dari instansi pemerintah
yaitu, Museum Bali, Balai Arkeologi Denpasar, dan Balai Pelestarian Cagar
Budaya serta yang berasal dari non instansi pemerintah yaitu, di dalam pura dan
rumah warga.
Tulisan ini dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan klasifikasi
klasifikasi kapak perunggu tipe jantung yang terdapat di Pulau Bali walaupun
hanya gambaran umum, sehingga tulisan ini dapat menjadi petunjuk tentang
jumlah dari kapak perungu tipe jantung yang ditemukan hingga tahun 1990 dan
bentuk fisik dari kapak perunggu tipe jantung yang sudah tercatat pada tahun
tersebut.
Soejono (1977) dalam disertasi yang berjudul “Sistem-sistem Penguburan
pada Akhir Masa Prasejarah di Bali” menampilkan tabel yang berisikan tentang
persentase kadar logam pembentuk logam perunggu yang terdapat pada beberapa
tinggalan logam yang menjadi bekal kubur. Pada tabel tersebut terdapat beberapa
tinggalan logam yang berupa kapak perunggu yang berasal dari wilayah
Gilimanuk, Cacang, Taman Bali, dan Pasir Angin. Pada tabel ini ditemukan
bahwa unsur Cu (tembaga) menjadi unsur yang terlihat paling tinggi
persentasenya pada setiap tinggalan, tetapi terdapat beberapa tinggalan dimana
unsur Pb (timbal) atau Sn (Timah) yang terlihat paling tinggi persentasenya. Pada
tabel tersebut juga terdapat persentase bahan baku logam perunggu pada beberapa
artefak perunggu dengan bentuk yang berbeda dengan kapak perunggu. Persentase
bahan baku dari artefak perunggu tersebut memiliki perbedaan satu sama lain
yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti bentuk dan teknik pembuatan.
Persentase bahan baku dari beragam artefak perunggu tersebut dapat dijabarkan
sebagai berikut:
Tabel 2.1 Unsur Logam Analisis Kapak Perunggu di Indonesia No Objek Cu Pb Sn Zn Sb Mg Si(o2) S F Fe Al 1 Kapak Perunggu (Cacang) 38, 09 5,3 9 34,9 4 - - - 16,60 - - 1,8 2 3,1 0 2 Kapak Perunggu (Cacang) 35, 67 7,7 1 16,1 1 - - - 6,25 - - 0,3 6 4,2 2 3 Kapak Perunggu (Tamanbali) 51, 42 3,0 3 17,0 5 - - - 18,90 - - 0,7 1 3,9 7 4 Kapak Perunggu (Gilimanuk) 35, 41 4,4 1 6,92 - - - 16,15 - - 0,7 3 2,3 2 5 Kapak Perunggu (Gilimanuk) 34, 56 6,3 4 14,9 2 - - - 9,65 - - 1,2 5 3,3 7 6 Kapak Perunggu (Pasir Angin) 26, 13 0,5 5 37,2 2 - - - 1,50 - - 0,1 8 1,5 0 7 Nekara Perunggu (Bebitra) 75, 50 6,0 9 14,5 1 - - - 2,20 - - 1,2 1 0,4 4 8 Gelang Perunggu (cacang) 79, 75 0,5 5 11,1 1 - - - 0,75 - - 0,1 0 0,8 0
Ket. Cu: Tembaga, Pb: Timbal, Sn: Timah, Zn: Seng, Sb: Antimon, Mg: Magnesium, Si(o2): Silikon Oksida, S: Belerang, F: Fluor, Fe: Besi, Al:
Aluminium.
Sumber : R.P. Soejono, 1977
Data pada tabel ini dapat menjadi data sekunder dalam penelitian kali ini,
sebab data tersebut menjadi acuan untuk melakukan analisis laboratorium pada
ketiga sampel kapak perunggu tipe jantung sehingga analisis tersebut dapat fokus
pada semua unsur yang seharusnya terdapat pada logam perunggu. Data pada
ketiga sampel kapak perunggu tipe jantung, hanya beberapa data dari tabel di atas
yang akan digunakan sebagai data pembanding karena tidak semua data memiliki
hubungan dengan ketiga sampel kapak perunggu tipe jantung.
Sule (1991) dalam jurnalnya yang berjudul “Peranan Metalurgi dan Pengolahan Bahan Galian dalam Arkeologi” menyajikan sifat-sifat yang dimiliki
oleh beberapa unsur logam yang dapat menjadi bahan baku dari suatu logam
paduan. Mengetahui sifat-sifat dasar dari setiap unsur logam dapat membantu
dalam hal menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil dari jumlah
persentase setiap unsur logam yang terkandung dalam logam paduan. Sifat-sifat
yang dimiliki oleh setiap unsur logam akan mempengaruhi kualitas dari logam
paduan sehingga para pengrajin logam paduan akan menambahkan suatu unsur
logam dalam jumlah persentase tertentu dengan melihat sifat yang dimiliki oleh
unsur logam tersebut. Jurnal ini juga menjelaskan tentang proses untuk
mendapatkan suatu unsur logam dari alam sampai dapat dijadikan sebagai bahan
baku untuk membuat suatu benda.
Triwuryani (1993) dalam tulisannya yang berjudul “Hubungan Antara Bahan, Bentuk, dan Fungsi Artefak Perunggu di Indonesia” menjelaskan bahwa logam perunggu merupakan campuran dari logam tembaga (Cu) dengan timah,
baik timah putih (Sn) ataupun timah hitam (Pb). Selain campuran pokok ini, untuk
membuat perunggu lebih kuat dan lebih berat dan juga lebih banyak terkadang
ditambahkan logam lain, misalnya seng (Zn). Campuran antara tembaga (Cu)
dengan seng (Zn) akan menghasilkan apa yang disebut dengan kuningan.
keras, dan ada perubahan warna pada logam serta dapat menaikan tingkat fluiditas
(keadaan cair) sehingga logam lebih mudah dicetak menjadi bentuk-bentuk yang
dikehendaki oleh si pembuat. Penjelasan tersebut dapat menjadi bahan analisis
terhadap data persentase unsur logam dari ketiga kapak perunggu tipe jantung,
analisis ini ditujukan untuk memastikan bahwa bahan baku dari kapak perunggu
tipe jantung yang menjadi sampel benar-benar berupa logam perunggu.
Pada bagian lain dari tulisan yang sama, Triwuryani juga menjelaskan
lebih lanjut bahwa logam perunggu tidak akan terbentuk jika logam tembaga tidak
dicampurkan dengan logam timah atau timah hitam (timbal). Pencampuran ini
bertujuan supaya logam tembaga tidak cepat kering pada saat dituangkan. Selain
itu, pencampuran timbal pada tembaga dapat membuat logam menjadi lebih cair
sehingga mudah mengalir. Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa
pembuatan artefak logam akan lebih mudah apabila logam tembaga dicampurkan
dengan logam timah atau timbal. Data tersebut juga menjadi pedoman dalam
penelitian ini untuk menentukan jenis-jenis logam apa saja yang perlu difokuskan
untuk dicari dari ketiga sampel kapak perunggu tipe jantung dalam analisis di
laboratorium
Prijono (2006) dalam tulisannya yang berjudul “Pemanfaatan Analisis Metalografi dalam Identifikasi Perunggu Masa Perundagian” memberikan contoh
tentang penerapan analisis elemental-kuantitatif pada artefak perunggu beserta
dengan contoh persentase campuran logam yang menjadi logam pembentuk
logam perunggu pada tinggalan gelang perunggu dan kapak perunggu. Tulisan
penelitian kali ini untuk melakukan analisis terhadap persentase unsur logam pada
ketiga sampel kapak perunggu tipe jantung yang akan dilakukan di laboratorium.
Karmana (2012) dalam skripsi yang berjudul “Aktivitas Pertukaran
(Exchange) Komoditi Ditinjau Berdasarkan Temuan Benda Berbahan Logam
Koleksi Museum Manusia Purba Gilimanuk” telah memaparkan mengenai
perdagangan artefak logam yang terjadi di wilayah Gilimanuk pada masa
perundagian. Perdagangan pada masa tersebut dilakukan dengan sistem
pertukaran dengan benda lainnya. Pertukaran artefak logam ini pada awalnya
dilakukan oleh masyarakat Gilimanuk dengan masyarakat yang berasal dari luar
Pulau Bali, dapat dikatakan demikian karena di wilayah Gilimanuk tidak
ditemukan kemungkinan adanya sumber bijih logam sebagai bahan baku utama
artefeak logam. Artefak logam yang paling banyak ditemukan di sekitar wilayah
Gilimanuk yaitu artefak berbentuk tajak atau kapak dengan tipe jantung dan tipe
bulan sabit. Berdasarkan pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa artefak
logam khususnya tajak memiliki kedudukan penting dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat Gilimanuk pada masa perundagian. Simpulan ini dikuatkan juga
dengan penemuan tajak atau kapak perunggu pada beberapa sarkofagus sebagai
bekal kubur.
Pada wilayah di sekitar pesisir Pulau Bali memiliki peluang lebih besar
untuk memiliki dan mengembangkan artefak logam. Hal ini dikarenakan
masyarakat pesisir memiliki kesempatan lebih besar untuk berinteraksi dengan
masyarakat dari luar pulau yang dapat membuat artefak logam. Masyarakat pesisir
mendapatkan artefak logam atau sekedar untuk mendapatkan bahan baku yang
berupa bijih logam. Pendapat tersebut dapat menjadi petunjuk awal bahwa kapak
perunggu tipe jantung memang berasal dari luar Pulau Bali dan masuk ke Pulau
Bali melalui daerah pesisir khususnya daerah Gilimanuk.
Pada skripsi tersebut, terdapat pula penelitian yang menggunakan analisis
tipologi yang dilakukan terhadap artefak logam khususnya kapak perunggu tipe
jantung dan analisis tentang asal dari bahan baku logam yang digunakan untuk
membuat artefak logam yang terdapat di Museum Manusia Purba Gilimanuk.
Analisis tipologi yang dilakukan pada skripsi tersebut berguna untuk mengetahui
data tentang kapak perunggu tipe jantung yang digunakan sebagai sampel.
Data-data yang didapatkan seperti bentuk mata kapak dan ukuran dari kapak tersebut. Haryono (2001) dalam bukunya yang berjudul “Logam dan Peradaban Manusia” menjelaskan tentang sejarah penemuan logam perunggu serta menjelaskan lebih lanjut mengenai logam perunggu dari segi campuran logam
sampai persentase yang ideal untuk membuat logam perunggu yang bagus. Pada
buku ini juga terdapat contoh persentase campuran logam perunggu pada nekara
sehingga dapat dijadikan sebagai data pembanding. Buku ini juga berisi
penjelasan tentang teknologi perunggu yang digunakan di Asia khususnya yang
digunakan di Indonesia.
Penjelasan yang terdapat di buku tersebut dapat menjadi sumber data
sekunder untuk penelitian ini. Penjelasan yang dimaksud yaitu penjelasan tentang
kandungan yang seharusnya terdapat pada logam perunggu supaya logam ini
dalam melakukan analisis terhadap data hasil analisis laboratorium ketiga sampel
kapak perunggu tipe jantung. Buku ini juga berisikan penjelasan tentang teknologi
perunggu yang digunakan pada umumnya di Indonesia, keterangan ini dapat
menjadi acuan untuk melakukan analisis untuk mengetahui teknologi perunggu
yang digunakan untuk membuat kapak perunggu tipe jantung.
Haryono (1996) dalam makalahnya yang berjudul “Kebudayaan Logam Masa Prasejarah Asia Tenggara dan Kaitannya dengan Indonesia” memberikan
secara lebih rinci tentang perkembangan kebudayaan logam yang terjadi di
wilayah Asia Tenggara. Makalah ini menjelaskan tentang awal mula
berkembangnya kebudayaan logam mulai dari Thailand sampai Vietnam.
Makalah tersebut juga menjelaskan tentang ciri-ciri dari teknologi yang
berkembang di wilayah Asia Tenggara. Penjelasan tentang teknologi tersebut
dapat dijadikan referensi awal tentang teknologi yang digunakan untuk
mengerjakan ketiga sampel.
Haryono (2001) dalam jurnalnya yang berjudul “Analisis Metalurgi: Peranannya dalam Ekplanasi Arkeologi” menjelaskan tentang bagaimana
penerapan Teori Metalurgi untuk menganalisis artefak logam berdasarkan ilmu
Arkeologi. Jurnal ini menjelaskan bahwa dalam teori tersebut terdapat beberapa
analisis yang dapat digunakan untuk mengungkap permasalahan yang terdapat
pada sebuah artefak logam. Salah satu permasalahan tersebut yaitu komposisi
unsur logam yang menjadi bahan baku dari sebuah artefak logam. Analisis yang
dapat digunakan untuk mengungkap permasalahan tersebut yaitu Analisis
sehingga sangat berguna sebagai data sekunder untuk menentukan analisis yang
tepat digunakan dalam penelitian ini.
Haryono (1986) dalam artikelnya yang berjudul “Beberapa Artefak Perunggu Situs Gunung Wingko Catatan Tentang Aspek-Aspek Teknologis”
memberikan gambaran tentang hubungan antara persentase bahan baku dengan
teknik pembuatan. Artikel ini menjelaskan secara rinci pengaruh persentase bahan
baku dari suatu artefak dalam melakukan analisis teknik pembuatan yang
digunakan untuk membuat artefak tersebut. Dalam artikel ini juga terdapat teori
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penambahan suatu unsur logam ke
dalam logam paduan. Teori tersebut akan digunakan untuk memperkirakan
faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah persentase serta perbedaan atau persamaan
yang terdapat dalam unsur logam dari setiap sampel penelitian.
1.2 Konsep
Perlu diuraikan beberapa konsep atau pengertian dasar yang secara
langsung berkaitan dengan judul penelitian, yang bertujuan untuk memperjelas
pembahasan dalam penelitian ini. Konsep pada dasarnya memiliki arti gagasan
atau ide yang dimiliki oleh seseorang yang hendak dituangkan dalam bentuk lisan
maupun tulisan. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini perlu dijelaskan
lebih lanjut untuk menuntun serangkaian proses penelitian guna memudahkan
pemahaman terhadap objek penelitian. Konsep-konsep yang akan dijelaskan yang
berkaitan dengan judul penelitian yaitu kapak perunggu tipe jantung, logam
1.2.1 Kapak Perunggu Tipe Jantung
Kapak perunggu adalah alat yang terbuat dari bahan perunggu yang secara
umum terdiri atas tangkai/corong dan mata kapak. Bentuk dari mata kapak yang
ditemukan di Indonesia sangatlah bervariasi, selain itu pada mata kapak ada yang
memiliki ragam hias dan ada pula yang polos tanpa ragam hias. Kapak perunggu
sering pula disebut dengan kapak corong karena sebagian besar tangkai dari kapak
perunggu berbentuk corong yang diperkirakan dibentuk dengan menggunakan
teknik cetak langsung tipe setangkub, tangkai corong ini diperkirakan merupakan
tempat untuk memasukkan tangkai kayu yang menyiku kepada bidang kapak.
Fokus penelitian ini yaitu kapak perunggu tipe jantung yang sampai saat
ini hanya ditemukan di Pulau Bali. Kapak perunggu tipe jantung merupakan tipe
keenam dari delapan tipe yang diklasifikasikan oleh R.P. Soejono (Poesponogoro
dan Notosusanto, 1993: 234). Ciri khas dari kapak perunggu tipe jantung terdapat
pada bentuk dari mata kapaknya yang berbeda dari yang lainnya, sekilas bentuk
mata kapak dari kapak perunggu tipe jantung menyerupai bentuk jantung. Kapak
tersebut memiliki tangkai yang panjang dan berisi lubang di dalamnya. Fungsi
dari kapak ini masih diperdebatkan oleh para ahli. Kapak ini diperkirakan
digunakan sebagai alat upacara. Kapak perunggu tipe jantung dalam penelitian ini
yaitu kapak perunggu tipe jantung yang tersimpan di tiga instansi pemerintah
yaitu Balai Arkeologi Denpasar (Bali, NTT, NTB), Museum Bali, dan Museum
1.2.2 Logam Perunggu
Logam menurut kamus Siegfried Mandel adalah sekelompok unsur yang
dapat dibedakan dengan kelompok non logam yaitu berdasarkan sifat-sifat
fisiknya seperti “ductile”, “malleable”, kekerasan, konduktivitas, kilap, dan kemampuan membentuk paduan (alloy) (Sule, 1991: 19)
Logam perunggu merupakan jenis logam yang berasal dari pencampuran
beberapa jenis bahan logam. Hal ini membuat logam perunggu menjadi lebih
sesuai dengan keinginan manusia karena dapat lebih mudah untuk dibentuk pada
saat proses peleburan logam. Manusia di dunia pada Masa Perundagian terlebih
dahulu mengenal peleburan logam tembaga untuk membuat artefak sebelum
beralih menggunakan logam perunggu. Manusia di Indonesia tidak mengenal
pembuatan artefak logam dengan bahan baku logam tembaga melainkan langsung
menggunakan bahan baku berupa logam perunggu, ini dikarenakan peradaban
logam masuk ke Indonesia pada saat penggunaan bahan logam tembaga telah
digantikan dengan penggunaan bahan logam perunggu.
Logam perunggu merupakan campuran dari logam tembaga (Cu) dengan
timah, baik timah putih (Sn) maupun timbal atau timah hitam (Pb). Campuran
timah yang terlalu banyak (jumlah maksimum timah yang dapat dicampurkan ke
dalam tembaga sebesar 30%) pada tembaga membuat logam menjadi getas
(mudah patah) dan tidak bisa ditempa, tidak cocok untuk membuat benda-benda
kebutuhan sehari-hari. Campuran dengan banyak kandungan timah membuat
cairan logam menjadi lebih cair sehingga mudah mengalir (Triwurjani dalam
Kalky, 1999:4).
Penelitian ini akan melakukan analisis di laboratorium tentang persentase
campuran logam yang menjadi pembentuk dari logam perunggu pada tinggalan
kapak perunggu tipe jantung yang menjadi koleksi Balai Arkeologi Denpasar
(Bali, NTT, NTB), Museum Bali, dan Museum Manusia Purba Gilimanuk.
Analisis kandungan logam ini selain bertujuan untuk membandingkan persentase
campuran logam pada setiap sampel kapak perunggu tipe jantung, juga bertujuan
untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi terdapatnya perbedaan atau
persamaan jumlah persentase masing-masing unsur logam dari ketiga sampel
kapak perunggu tipe jantung yang memiliki beberapa perbedaan seperti perbedaan
ukuran, lokasi penemuan, dan lain sebagainya.
1.2.3 Elemental-kuantitatif
Elemental Kuantitatif merupakan salah satu analisis yang menjadi bagian
dari Teori Metalurgi. Analisis lainnya yang menjadi bagian dari teori ini antara
lain analisis warna, berat jenis, skala kekerasan, radiografi, metalografi, dan
difraksi sinar-x (Haryono, 2001: 5-7). Analisis ini terdiri dari dua suku kata yaitu
elemental dan kuantitatif. Kata elemental berakar kata elemen yang memiliki arti
bagian-bagian dasar yang mendasari sesuatu. Kata dasar yang dimaksud dalam
analisis ini yaitu unsur-unsur kimia yang mendasari dari terbentuknya suatu
benda. Kata kuantitatif memiliki pengertian yang sama dengan kata kuantitas
tersebut, maka Analisis Elemental-Kuantitatif memiliki arti analisis yang
digunakan untuk mengungkap komposisi unsur logam dari setiap artefak atau
benda logam.
Kata komposisi memiliki pengertian yaitu berupa susunan atau tata susun
dari benda atau sesuatu lainnya, sedangkan unsur logam memiliki arti yaitu bagian
terkecil yang dimiliki oleh logam. Dalam analisis ini yang dimaksud dengan
komposisi unsur logam yaitu susunan dari bagian terkecil yang dimiliki oleh
sebuah logam yang merupakan bahan baku untuk membuat suatu benda.
Komposisi tersebut dapat berupa campuran logam paduan yang terdiri dari
beberapa logam atau berupa logam yang berasal dari satu logam saja atau disebut
dengan ”monometalik”
1.3 Landasan Teori
Landasan teori dibutuhkan dalam suatu penelitian sebagai alat analisis dan
dasar pembahasan masalah. Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Teori
Metalurgi dan Teori Tipologi.
1.3.1 Teori Metalurgi
Teori metalurgi digunakan untuk menjawab atau menerangkan hal-hal
yang bersangkut paut dengan proses pembuatan dan proses pakai terhadap suatu
artefak khususnya yang berbahan baku logam. Teori metalurgi lahir dari fakta
diantara semua bahan artefak lainnya seperti batu dan tanah. Karena kerumitan itu
maka tidak mengherankan apabila pengetahuan metalurgi kemudian menjadi tolak
ukur bagi munculnya peradaban (Childe dalam Haryoho, 2001: 1). Bagi ahli
metalurgi perhatian utama terhadap logam adalah sifat-sifat logam yang
menyangkut sifat mekanis, elektris, dan magnetis (Brick dalam Haryono, 2001:2).
Aplikasi penggunaan teori metalurgi adalah untuk melakukan modifikasi dan
mengubah sifat-sifat metalik melalui kontrol komposisi dan unsur logam
(Haryono, 2001: 2).
Berdasarkan komposisi dan unsur logam terdapat dua jenis logam yang
disebut dengan istilah unalloyed metal (logam bukan paduan) dan alloyed metal
(logam paduan). Logam paduan adalah kombinasi antara dua jenis logam atau
lebih yang dicampurkan secara permanen dengan cara melebur bersama-sama
(Knauth dalam Haryono, 2001: 2). Supaya dapat dikatakan sebagai alloy harus
ada faktor kesengajaan karena tujuan tertentu, untuk mengetahui faktor tersebut
dapat dilihat dari besar kecilnya persentase unsur logam pada logam paduan
(Smith dalam Haryono, 2001: 2). Terdapat tiga fase historis tentang
perkembangan teknologi logam yaitu fase awal menggunakan jenis tembaga alam
(native copper) yang didapat bukan dari hasil penambangan bijih tembaga, fase
selanjutnya penggunaan bijih tembaga, dan fase terakhir adalah penggunaan
perpaduan tembaga dengan logam lainnya yang menghasilkan perunggu yang
disebut fase polimetalik. Logam paduan perunggu dapat terdiri atas dua
komponen (binary alloy) dan dapat terdiri atas tiga komponen (ternary alloy)
1.3.2 Teori Tipologi
Tipologi secara umum didefinisikan sebagai studi tentang tipe atau jenis.
Istilah tipologi dalam ilmu arkeologi diartikan sebagai sebuah sistem klasifikasi
yang digunakan arkeolog untuk mengatur data, sehingga dapat digunakan untuk
mengelompokkan artefak sesuai dengan atribut dan ciri yang dapat diamati.
Penentuan ciri yang menjadi dasar klasifikasi disesuaikan dengan kebutuhan atau
masalah yang diteliti. Analisis tipologi merupakan analisis yang mengutamakan
penentuan ciri khas dalam pilihan unsur-unsur yang menonjol dan penerapannya
dalam artefak. Atribut merupakan salah satu acuan dalam menentukan tipe
artefak.
Penentuan atribut yang menjadi ciri suatu tipe atau jenis akan menentukan
tipologi. Artinya, kumpulan artefak yang sama dapat diklasifikasikan secara
berbeda dengan memberikan atribut yang berbeda dalam menentukan tipe.
Demikian juga akan terjadi tipologi yang berbeda dihasilkan dari data yang sama
ketika atribut yang sama digunakan, tetapi dengan menggunakan aturan yang
berbeda. Ada dua jenis pendekatan tipologi, yaitu pendekatan monothetik dan
pendekatan polithetik. Pengklasifikasian berdasarkan pendekatan monothetik
didasarkan pada identifikasi atribut tunggal. Pendekatan polithetik tidak
menggunakan atribut tunggal untuk membuat klasifikasi (Odell dalam Patridina,
1.4 Model Penelitian
Model penelitian merupakan abstraksi dan sintesis antara teori dan
permasalahan penelitian yang dijelaskan dalam bentuk gambar atau bagan. Guna
mendapatkan jawaban atas permasalahan tentang campuran bahan baku dan
perbedaan atau persamaan yang terdapat pada bahan baku dari kapak perunggu
tipe jantung koleksi Balai Arkeologi Denpasar (Bali, NTT, NTB), Museum Bali
serta Museum Manusia Purba Gilimanuk, maka mutlak diperlukan model
penelitian dalam bentuk bagan atau diagram alir. Bagan ini dimaksudkan untuk
dapat memberi gambaran dalam rangka menjelaskan model penelitian. Model
Gambar 2.1 Bagan Model Penelitian ket :
: kaitan satu arah
: kaitan dua arah
Balai Arkeologi Denpasar (Bali, NTT, NTB), Museum Bali dan Museum Manusia Purba Glimanuk
Kapak Perunggu Tipe Jantung
a. Analisis elemental -kuantitatif
b. Analisis Komparatif
a. Teori Metalurgi b. Teori Tipologi
Perbedaan dan persamaan bahan campuran logam perunggu pada ketiga sampel kapak perunggu tipe jantung
Persentase Campuran Logam pada kapak perunggu tipe jantung
Tinggalan Arkeologi
Bahan Baku dan Teknologi Pembuatan Kapak Perunggu Tipe Jantung di Bali
Berdasarkan bagan model penelitian di atas dijelaskan seperti berikut.
Pulau Bali merupakan salah satu pulau di Indonesia yang memiliki banyak
tinggalan arkeologi. Terdapat berbagai jenis tinggalan arkeologi di Pulau Bali
termasuk tinggalan dari zaman logam seperti nekara, penutup jari, dan kapak
perunggu. Pulau Bali memiliki tiga tipe lokal kapak perunggu dan salah satunya
yaitu kapak perunggu tipe jantung yang sampai saat ini hanya ditemukan di Pulau
Bali.
Kapak perunggu tipe jantung yang digunakan sebagai sampel merupakan
koleksi dari Balai Arkeologi Denpasar (Bali, NTT, NTB), Museum Bali, dan
Museum Manusia Purba Gilimanuk. Analisis yang digunakan untuk menganalisis
persentase campuran logam pada ketiga sampel tersebut yaitu analisis
elemental-kuantitatif yang dilakukan di dalam laboratorium dengan menggunakan bahan
kimia dan peralatan laboratorium, sedangkan analisis yang digunakan untuk
mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya perbedaan atau persamaan dari
campuran logam pada ketiga sampel tersebut yaitu analisis komparatif. Kedua
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui bahan baku utama dari kapak perunggu