Alamat Redaksi
DEWAN REDAKSI JURNAL AGROINTEK
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA Jl. Raya Telang PO BOX 2 Kamal Bangkalan, Madura-Jawa Timur
E-mail:Agrointek@trunojoyo.ac.id
September and December.
Agrointek does not charge any publication fee.
Agrointek: Jurnal Teknologi Industri Pertanian has been accredited by
ministry of research, technology and higher education Republic of Indonesia: 30/E/KPT/2019. Accreditation is valid for five years. start from Volume 13 No 2 2019.
Editor In Chief
Umi Purwandari, University of Trunojoyo Madura, Indonesia Editorial Board
Wahyu Supartono, Universitas Gadjah Mada, Yogjakarta, Indonesia
Michael Murkovic, Graz University of Technology, Institute of Biochemistry, Austria Chananpat Rardniyom, Maejo University, Thailand
Mohammad Fuad Fauzul Mu'tamar, University of Trunojoyo Madura, Indonesia Khoirul Hidayat, University of Trunojoyo Madura, Indonesia
Cahyo Indarto, University of Trunojoyo Madura, Indonesia Managing Editor
Raden Arief Firmansyah, University of Trunojoyo Madura, Indonesia Assistant Editor
Miftakhul Efendi, University of Trunojoyo Madura, Indonesia Heri Iswanto, University of Trunojoyo Madura, Indonesia Safina Istighfarin, University of Trunojoyo Madura, Indonesia
Volume15No2 June 2021 ISSN : 1907 –8056
e-ISSN : 2527-5410
AGROINTEK: Jurnal Teknologi Industri Pertanian
Agrointek: Jurnal Teknologi Industri Pertanian isan open access journal published by Department of Agroindustrial Technology,Faculty of Agriculture, University of Trunojoyo Madura. Agrointek: Jurnal Teknologi Industri Pertanian publishes original research or review papers on agroindustry subjects including Food Engineering, Management System, Supply Chain, Processing Technology, Quality Control and Assurance, Waste Management, Food and Nutrition Sciences from researchers, lecturers and practitioners. Agrointek: Jurnal Teknologi Industri Pertanian is published four timesa year in March,June,
Agrointek Volume 15 No 2 Juni 2021: 617-623
EKSPLORASI PANGAN TRADISIONAL ACEH: KARAKTERISTIK IKAN
DEPIK (Rasbora tawarensis) DAN PRODUK OLAHANNYA
Faidha Rahmi
1, Zulida Susanti
1, Cut Nilda
2, Murna Muzaifa
2* 1Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Gajah Putih, Aceh Tengah, 2Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh,
Article history
ABSTRACT
Diterima: 25 September 2020 Diperbaiki: 10 Maret 2021 Disetujui
:
11 Maret 2021Depik fish (Rasbora tawarensis) is an endemic freshwater fish typical of Lake Laut Tawar in Central Aceh. Gayo people usually buy depik fish in fresh or processed form in the form of dried depik and belacan depik. This research is a laboratory experimental study that aims to analyze the quality of depik fish and its processed products (fresh, dry and fermented depik fish). The parameters analyzed consisted of chemical analysis in the form of proximate analysis (moisture, ash, protein, fat and fiber content) and microbiological analysis by calculating the total plate count (TPC) of total mesophilic bacteria, lactic acid bacteria and fungi. The results showed that there were differences in the chemical and microbiological characteristics of depik fish with their processed products. Fresh depik has the highest water content, while dry depik has the highest fat and protein content. The highest ash content and fiber content were obtained at belacan depik. The highest total of mesophilic bacteria was obtained in fresh depik, while the highest total of lactic acid bacteria was obtained in fermentation depik. Fungal populations were only found in dry depicts and fermentation depik
Keyword
aceh; depik;
fermentation; rasbora tawarensis
© hak cipta dilindungi undang-undang
* Penulis korespondensi
Email : murnamuzaifa@unsyiah.ac.id DOI 10.21107/agrointek.v15i2.8674
618 Rahmi et al./AGROINTEK 15(2): 617-623
PENDAHULUAN
Ikan depik (Rasbora tawarensis) merupakan ikan air tawar endemik khas Danau Laut Tawar di Aceh Tengah, Provinsi Aceh. Danau ini telah menjadi kebanggaan masyarakat Gayo yang tinggal di sekitarnya sebagai sumber air bersih untuk berbagai kebutuhan, sumber mata pencaharian penduduk serta menjadi tempat tujuan wisata (Indra, 2015; Muzaifa, 2015). Klasifikasi Ikan Depik menurut Weber masuk ke dalam suku Crypinidae dan marga Rasbora yang dikenal sebagai ikan penghuni perairan tawar sejati (Bleeker, 1998).
Populasi ikan depik saat ini menurun tajam dan telah ditetapkan sebagai ikan dengan status terancam (threatened species) oleh IUCN (CBSG 2003). Beberapa faktor yang menyebabkan menurunnya populasi ikan depik antara lain degradasi lingkungan, introduksi ikan asing, teknik penangkapan yang merusak, pencemaran dan perubahan iklim secara global (Muchlisin, 2008; Ayuniara, 2019).
Dalam bidang pangan, ikan diketahui sebagai salah satu sumber protein hewani. Ikan depik menjadi salah satu penyedia protein penting bagi Masyarakat Gayo, salah satu etnis di Provinsi Aceh. Walaupun populasinya semakin menurun dan harganya semakin mahal, mencapai 100-120 ribu/kg, minat masyarakat terhadap ikan depik tetap tinggi. Masyarakat Gayo biasa membeli ikan depik dalam bentuk segar maupun olahan berupa depik kering dan belacan depik (Gambar 1). Belacan depik merupakan olahan depik yang difermentasi dengan penambahan garam dan sejumlah bumbu khas terutama , kunyit dan sereh (Muzaifa, 2015; Muzaifa et al., 2015).
Gambar 1 Ikan depik dan produk olahannya
Kualitas ikan depik dan olahannya berupa depik kering dan depik fermentasi dapat dipengaruhi oleh banyak faktor seperti bahan baku, metode pengolahan dan adanya bahan-bahan tambahan-bahan selama pengolahan. Khususnya pada produk olahan belacan depik, fermentasi
merupakan salah satu metode pengolahan yang dapat memengaruhi kualitas. Selama fermentasi terjadi sejumlah aktivitas enzim dan mikroba dalam memecah komponen-komponen organik yang menyebabkan modifikasi tekstur, aroma dan rasa sehingga dihasilkan karakteristik produk belacan yang unik (Alexandraki, 2013).
Kajian mengenai keberadaan ikan depik dari aspek teknologi pangan sejauh ini memang masih jarang diteliti. Adapun berbagai aspek budidaya dan biologisnya telah terlebih dahulu dikaji antara lain fekunditas ikan depik (Apriyadi dan Abidin, 2016), pertumbuhan benih dengan pemberian berbagai pakan (Komariyah dan Afrizal, 2019), faktor-faktor yang mempengaruhi populasi ikan depik (Ayuniara, 2019) dan pola distribusinya di danau laut Tawar (Rahman, 2020).
Aspek mikrobiologis dan kimia ikan depik dan produk olahannya penting untuk dikaji. Diketahui bahwa perubahan biokimia selama fermentasi dapat mempengaruhi mutu produk yang dihasilkan. Mutu produk pangan khas suatu daerah perlu ditingkatkan untuk menjaga kelestariannya. Olahan ikan depik yang diperdagangnkan secara komersial adalah dalam bentuk depik kering dan belacan depik. Sejauh ini belum ada standar mutu untuk ikan depik maupun olahannya tersebut. Oleh karena itu sebagai langkah awal perlu dilakukan karakterisasi mutu ikan depik segar dan produk olahannya.
METODE
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan depik segar yang diperoleh dari nelayan di pinggiran Danau Laut Tawar Kabupaten Aceh Tengah, garam, kunyit, , sereh. Bahan untuk keperluan analisis antara lain media Plate Count Agar (PCA), Man Ragosa
Sharpe Agar (MRSA), Saboroud Dextro Agar
(SDA), NaOH, HCl, NaOH, H2SO4, HBO3, dan
akuades. Peralatan yang digunakan adalah baskom, timbangan analitik, cawan petri, cawan porselen, gelas ukur, pipet tetes, erlenmeyer, autoklaf, inkubator, oven, desikator, laminar air
flow, colony counter.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan menganalisis mutu ikan depik dan produk olahannya (tiga bentuk ikan depik yang dianalisis: segar, kering dan fermentasi). Penelitian ini terdiri atas tiga tahapan meliputi
Rahmi et al./AGROINTEK 15(2): 617-623 619 persiapan bahan baku, pengolahan ikan depik
dan analisis produk. Persiapan Bahan Baku
Ikan depik segar yang baru ditangkap nelayan langsung dikumpulkan dan dibagi menjadi 3 bagian. Masing-masing dimasukkan kedalam kotak pendingin yang telah diberi kode (A, B, C) dan dibawa ke tempat pengolahan. Pengolahan ikan depik.
Satu bagian ikan depik segar (A) tetap dibiarkan dalam pendingin untuk selanjutnya dibawa ke Laboratorium untuk dianalisis. Dua bagian lagi dijemur selama dua hari hingga menjadi depik kering (B dan C). Depik kering satu bagian (B) langsung disimpan untuk dianalisis, sedangkan satu bagian lagi (C) diproses dengan fermentasi menjadi belacan depik. Proses pembuatan belacan depik mengacu pada proses pembuatan belacan depik yang dilakukan oleh Muzaifa (2015) namun dengan sedikit modifikasi yaitu rempah tidak menggunakan daun jeruk purut. Langkah awal dilakukan dengan menjemur ikan depik segar dibawah matahari selama 2-3 hari hingga diperoleh ikan depik kering. Ikan depik kering ini selanjunya digiling dan ditambahakan garam dan rempah. Rempah yang digunakan antara lain daun mint lokal (Mentha piperita) yang disebut dengan gegarang, bunga kecombrang (Etlingera elatior), , kunyit dan sereh. Campuran ini diaduk rata selanjutnya dimasukkan kedalam wadah tertutup dan diinkubasi selama 7 hari. Diagram alir pengolahan ikan depik segar menjadi produk olahannya (depik kering dan belacan depik) dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Diagram alir pembuatan produk olahan ikan depik
Analisis Produk
Analisis dilakukan terhadap 3 produk yaitu ikan depik segar dan olahannya (depik kering dan belacan depik). Parameter yang dianalisis terdiri atas analisis kimia berupa analisis proksimat (kadar air, abu, protein, ikan depik lemak dan serat) (AOAC 2005) dan analisis mikrobiologis dengan menghitung total plate count (TPC) terhadap total bakteri mesofilik, bakteri asam laktat dan jamur. Setiap perlakuan pembuatan produk dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali.
Data kimia yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dengan analysis of variance (ANOVA). Uji lanjut dilakukan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5%. Adapun data mikrobiologis dianalisis secara deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk tabel berupa nilai rata-rata.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air
Kadar air merupakan faktor penting yang dapat menentukan kualitas suatu produk, baik kesegaran maupun daya awetnya. Kadar air ikan depik dan produk olahannya berkisar antara 5,71%-70,90% dengan rerata 39,22%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pengolahan yangdilakukan terhadap ikan depik memengaruhi kadar air ikan depik dan produk olahannya sebagaimana terlihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Kadar air ikan depik dan produk olahannya (notasi yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
pada uji BNT 5%)
Gambar 2 menunjukkan bahwa kadar air tertinggi diperoleh pada ikan depik segar sedangkan yang terendah adalah depik kering diikuti depik fermentasi. Perbedaan ini disebabkan adanya tahapan proses pengeringan yang dilakukan terhadap produk ikan depik kering dan depik fermentasi. Selama pengeringan terjadi proses penguapan air dari ikan depik segar dengan
70,90c 5,71a 39,22b 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00
Depik segar Depik kering Depik fermentasi Kad ar Air (% )
620 Rahmi et al./AGROINTEK 15(2): 617-623 adanya panas dari sinar matahari. Proses ini akan
mengurangi kadar air bahan baku sehingga membatasi terjadinya reaksi kimia, enzimatis dan mikrobiologis (Guiné, 2018).
Lebih tingginya kadar air pada depik fermentasi dibandingkan depik kering disebabkan adanya penambahan bahan-bahan segar dalam jumlah besar seperti (Alpinia galanga), kunyit (Curcuma longa) dan sereh (Cymbopogon
citratus) yang mempunyai kadar air yang lebih
tinggi dibandingkan depik kering. Bahkan penambahan dapat mencapai jumlah dua kali lipat dari jumlah ikan depik kering yang digunakan (Yuliadi, 2015). Bermawie et al. (2012) menyebutkan bahwa dapat memiliki kadar air mencapai 7,79 % sehingga penambahannya pada depik kering secara signifikan meningkatkan kadar air produk.
Kadar Abu
Bahan makanan sebagian besar (96%) merupakan bahan organik dan air, sisanya merupakan unsur mineral sebagai zat anorganik atau abu (Winarno, 2008). Kadar abu ikan depik dan produk olahannya berkisar antara 2,45%-10,18% dengan rerata 6,73%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pengolahan yang dilakukan terhadap ikan depik memengaruhi kadar abu ikan depik dan produk olahannya sebagaimana terlihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Kadar abu ikan depik dan produk olahannya (notasi yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada uji BNT 5%).
Berdasarkan Gambar 3 terlihat bahwa kadar abu tertinggi diperoleh pada depik fermentasi, diikuti depik kering dan depik segar. Peningkatan kadar abu dipengaruhi oleh adanya proses penambahan garam yang cukup tinggi mencapai 12,5%, disamping adanya penambahan bahan rempah segar lainnya. Hal ini sesuai dengan Yuliadi (2015) yang menyebutkan bahwa dalam pembuatan depik fermentasi dilakukan
penambahan garam sampai 10 % lebih serta adanya penambahan sejumlah bahan segar seperti , kunyit, daun sereh dan daun jeruk purut. Hal inilah yang berkontribusi terhadap meningkatnya nilai kadar abu ikan depik fermentasi. Hasil kadar abu pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Muzaifa (2015) dan Yuliadi (2015) masing-masing 8,22 % dan 6,99%. Kadar Lemak
Kadar lemak yang diperoleh pada penelitian ini bekisar antara 1,13%-4,84% dengan rerata 2,63%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pengolahan yang dilakukan terhadap ikan depik memengaruhi kadar lemak ikan depik dan produk olahannya sebagaimana terlihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Kadar lemak ikan depik dan produk olahannya (notasi yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada uji BNT 5%).
Berdasarkan Gambar 3 terlihat bahwa kadar lemak tertinggi diperoleh pada depik kering 4,84% dan terendah depik segar 1,13%. Tingginya kadar lemak pada depik kering berkaitan dengan menurunnya kadar air akibat proses penjemuran sehingga konsentrasi lemak menjadi lebih tinggi. Kadar lemak depik kering pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Novia et al. (2014) yaitu mencapai 6,50 %. Kandungan lemak yang dimiliki ikan depik dapat berupa asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh.
Adapun menurunnya kadar lemak pada
depik fermentasi disebabkan karena adanya
proses pencampuran bahan tambahan berupa
bahan segar yang umumnya mengandung
lemak rendah, disamping berkurangnya
jumlah ikan depik yang digunakan. Hal inilah
yang berkontribusi terhadap penurunan kadar
lemak produk akhir.
Kadar Protein
Kadar protein ikan depik dan produk olahannya berkisar antara 17,16%-33,01% 2,45a 7,55 b 10,18c 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00
Depik segar Depik kering Depik fermentasi Kad ar Ab u (% ) 1,13a 4,84c 1,93b 0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00
Depik segar Depik kering Depik fermentasi Kad ar L em ak (% )
Rahmi et al./AGROINTEK 15(2): 617-623 621 dengan rerata 25,04%. Hasil analisis ragam
menunjukkan bahwa pengolahan yang dilakukan terhadap ikan depik memengaruhi kadar protein ikan depik dan produk olahannya sebagaimana terlihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Kadar protein ikan depik dan produk olahannya (notasi yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada uji BNT 5%).
Gambar 5 menunjukkan bahwa kadar protein tertinggi diperoleh pada depik kering. Tingginya kadar protein pada depik kering ini juga berkaitan dengan menurunnya kadar air akibat penjemuran sehingga protein menjadi lebih terkonsentrasi. Selanjutnya menurunnya kadar protein pada ikan fermentasi diduga disebabkan berkurangnya jumlah ikan depik yang digunakan akibat adanya pencampuran dengan bahan segar yang umumnya mengandung protein rendah.
Kandungan protein ikan depik segar 17,16%, sedikit lebih tinggi dibandingan hasil penelitian Munthe et al. (2016) yaitu 15,75%. Hasil ini menunjukkan bahwa ikan depik merupakan sumber protein penting bagi penduduknya. Nurhayati et al. (2007) menyebutkan bahwa ikan dengan kadar protein 15-20 % termasuk ke dalam golongan ikan berprotein tinggi. Kadar protein belacan depik pada penelitian ini 24,95% berada pada kisaran belacan depik yang diteliti oleh Yuliadi (2015) yaitu 21-30,92%.
Kadar Serat
Kadar serat ikan depik dan produk olahannya berkisar antara 17,16%-33,01% dengan rerata 25,04%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pengolahan yang dilakukan terhadap ikan depik memengaruhi kadar serat
ikan depik dan produk olahannya sebagaimana terlihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Kadar serat ikan depik dan produk olahannya (notasi yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada uji BNT 5%).
Berdasarkan Gambar 6 terlihat bahwa kadar serat tertinggi diperoleh pada produk olahan ikan depik khususnya belacan depik, diikuti depik kering dan depik segar. Tingginya kadar serat pada belacan depik disebabkan oleh adanya penambahan bahan-bahan rempah segar yang berkontribusi terhadap peningkatan kandungan serat, terutama yang digunakan dalam jumlah besar. diketahui mengandung serat sekitar 20% lebih. Semakin tua yang digunakan semakin tinggi kandungan seratnya Bermawie et al. (2012). Disamping itu penambahan kunyit, sereh dan daun juga berkontribusi terhadap peningkatan kadar serat tersebut.
Analisis Mikrobiologis
Analisis mikrobiologis dilakukan dengan menghitung total bakteri mesofilik, bakteri asam laktat dan jamur. Hasil analisis mikrobiologis dari ikan depik dan produk oalahnnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Bakteri mesofilik tertinggi diperoleh pada ikan depik segar mencapai 1,5x105 CFU/ml. Bakteri mesofilik adalah bakteri yang hidup secara umum pada suhu sedang atau kondisi normal. Ikan mengandung protein dan air yang cukup tinggi (6080%) dan memiliki pH mendekati norma sekitar 7,2 sehingga sangat baik bagi pertumbuhan mikroorganisme (Eryanto, 2006; Ndahawali, 2016). 17,16a 33,01c 24,95b 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00
Depik segar Depik kering Depik fermentasi Kad ar p ro tein (% ) 0,84a 1,12b 1,49c 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00
Depik segar Depik kering Depik fermentasi Kad ar Serat (% )
622 Rahmi et al./AGROINTEK 15(2): 617-623
Tabel 1 Enumerasi Mikroorganisme pada ikan depik dan produk olahannya
Sampel
Enumerasi Mikroorganisme (CFU/g) Total Bakteri
Mesofilik
Total
Bakteri Asam Laktat
Total Jamur
Depik Segar 1,5x105 3,5x101 0
Depik kering 2,5x103 2,9x101 1x105
Depik Fermentasi 5,2x104 2,0x103 1x104
Pada ikan, mikroorganisme biasanya terdapat pada permukaan kulit, insang dan saluran cerna (Jeyasekaran et al., 2006). Bakteri golongan
Pseudomonas sp., Bacillus sp. dan Aeromonas sp.,
merupakan bakteri yang umum ditemukan pada ikan tawar (Nursyirwani, 2003). Menurut SNI nomor 01-2332-3-2006, ikan depik segar ini masih berada pada ambang batas ikan yang dikategorikan segar yaitu tidak melebihi 5x105 CFU/g. Pada produk olahan depik jumlah bakteri mesofilik ini berkurang akibat adanya proses penjemuran matahari yang mengurangi kadar air sehingga membatasi pertumbuhan mikroorganisme.
Total bakteri asam laktat tertinggi dijumpai pada belacan depik mencapai 2,0x103 CFU/g. Hal ini disebabkan adanya proses fermentasi yang mampu memberikan kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan bakteri asam laktat. Adanya penambahan garam dan pemeraman belacan depik (fermentasi dalam wadah tertutup rapat) merupakan faktor utama yang mendorong pertumbuhan bakteri asam laktat. Hal ini sesuai dengan Molin (2003) dan Holzapfel (1995) yang menyebutkan bahwa pertumbuhan bakteri asam laktat terjadi segera pada bahan organik yang ditutup sedemikian rupa sehingga membatasi oksigen.
Jamur tidak ditemukan pada ikan depik segar. Hal ini merupakan indikator ikan depik segar cukup memperoleh nutrisi yang baik di lingkungannya dan dalam keadaan sehat. Ikan yang terinfeksi jamur biasanya karena kondisi stress, lingkungan yang kurang baik dan kurangnya makanan (Siddique et al., 2009; Suwarsito Mustadifah, 2011). Adapun keberadaan jamur pada ikan kering maupun fermentasi memang umum ditemukan. Bernal et al. (2018) telah mengisolasi jamur Aspergillus dari ikan kering pada beberapa supermarket di kota Batangas. Zang et al. (2018) juga telah mengidentifikasi sebanyak 153 fungi (jamur) yang berasosiasi dengan produk ikan fermentasi khas
Cina, Suan Yu. Kelompok jamur utama yang teridentifikasi antara lain Aspergillus, Candida,
Cladosporium, Saccharomyces,
Wickerhamomyces, Fusicolla, Torulaspora, Fusarium dan Aureobasidim.
KESIMPULAN
Ikan depik segar memiliki karakteristik kimia dan mikrobiologis yang berbeda dengan produk olahannya. Depik segar mempunyai kadar air tertinggi, sedangkan depik kering memiliki kadar lemak dan protein tertinggi. Kadar abu dan kadar serat tertinggi diperoleh pada belacan depik. Total bakteri mesofilik tertinggi diperoleh pada depik segar, sedangkan total bakteri asam laktat tertinggi diperoleh pada depik fermentasi. Populasi jamur hanya ditemukan pada depik kering dan depik fermentasi.
Perlu dilakukan analisis lanjut terhadap mutu citarasa belacan depik dan korelasinya dengan karakteristik kimia maupun mikrobiologis yang telah diuji. Hasil tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai profil mutu olahan ikan depik yang dapat dijadikan standar mutu, karena sejauh ini produk olahan ikan depik belum mempunyai standar mutu baku seperrti SNI.
UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada DRPM Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional yang telah mendanai penelitian ini melalui hibah dosen pemula Tahun Anggaran 2020.
DAFTAR PUSTAKA
Alexandraki, V., E. Tsakalidou., K. Papadimitrioui., W. Holzapfel., 2013. Status and trends of the conservation and sustainable use of microorganisms in food processing. www.fao.orgTanggal akses 27 April 2020
Rahmi et al./AGROINTEK 15(2): 617-623 623 AOAC. 2005. Official Methode of Analysis.
Association of Analytical Chemist, Washington D.C.
Ayuniara. 2019. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi populasi ikan depik (Rasbora tawarensis) di Danau Laut Tawar Kabupaten Aceh Tengah sebagai referensi mata kuliah ekologi dan masalah lingkungan (Thesis Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh.
Apriyadi, A., Abidin, M. 2016. Teknik Menghitung Fekunditas Telur Ikan Depik (Rasbora Tawarensis) dengan Metoda Grafimetrik dari Hasil Tangkapan di Danau Laut Tawar Aceh Tengah. Bul. Tek. Litkayasa Sumber Daya dan Penangkapan
14, 9–11.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.15578/b tl.14.1.2016.9-11
Bermawie, N., Purwiyanti, S., Melati, Meilawati, N.L. 2012. Karakter Morfologi, Hasil, Dan Mutu Enam Genotip Lengkuas Pada Tiga Agroekologi. Bul. Penelit. Tanam. Rempah
dan Obat 23, 125–135.
https://doi.org/10.21082/bullittro.v23n2.20 12.
Bernal, K.J., Grenas, L., Patena, M.A. 2018. Isolation and Identification of Fungi from Boiled Salted Fish. LPU-Laguna J. Allied Med. 3, 105–115.
Guiné, R.P.F. 2018. The Drying of Foods and Its Effect on the Physical-Chemical, Sensorial and Nutritional Properties. ETP Int. J. Food Eng. https://doi.org/10.18178/ijfe.4.2.93-100
Indra 2015. Kajian Kondisi Perikanan di Danau Laut Tawar Aceh Tengah. https://doi.org/10.24815/agrisep.v16i2.304 7
Jeyasekaran, G., Ganesan, P., Anandaraj, R., Jeya Shakila, R., Sukumar, D. 2006. Quantitative and qualitative studies on the bacteriological quality of Indian white shrimp (Penaeus indicus) stored in dry ice.
Food Microbiol.
https://doi.org/10.1016/j.fm.2005.09.009 Komariyah, S., Afrizal, F.Y. 2019. Pertumbuhan
Benih Ikan Depik (Rasbora tawarensis) yang Diberi Berbagai Pakan Alami. LIMNOTEK 26, 47–53.
Munthe, I., Isa, M., Winaruddin, W., Sulasmi, S., Herrialfian, H., Rusli, R. 2016. Analisis Kadar Protein Ikan Depik (rasbora
tawarensis) di Danau Laut Tawar Kabupaten Aceh Tengah (Protein Content Analysis of Depik (Rasbora tawarensis) In Laut Tawar Lake Aceh Tengah). J. Med. Vet.
https://doi.org/10.21157/j.med.vet..v10i1.4 044
Muzaifa, M. 2015. Chemical nd Microbiological Analysis f Belacan Depik ( Rasbora Tawarensis ), Fermented Paste Fish f Traditional GayoSagu 14, 19–22.
Ndahawali, D.H. 2016. Mikroorganisme penyebab kerusakan pada ikan dan hasil perikanan lainnya. Bul. Matric 13, 17–21. Novia, S., Isa, M., Razali 2014. Description of
Depik Fish (Rasbora Tawarensis) Lipid Content in Laut Tawar Lake Aceh Tengah
8, 2–3.
https://doi.org/10.21157/j.med.vet..v8i2.33 19
Nurhayati, T., Salamah, E., Hidayat, T. 2007. Karakteristik Hidrolisat Protein Ikan Selar (Caranx leptolepis) yang Diproses Secara Enzimatis. Bul. Teknol. Has. Perikan. 10, 23–34.
https://doi.org/10.17844/jphpi.v10i1.966 Rahman, M.S. 2020. Pola Distribusi Ikan Depik
(Rasbora tawarensis) di Kawasan Perairan Danau Laut Tawar. Skripsi. UIN Ar-Raniry Banda Aceh.
Siddique, M., Bashar, M., Hussain, M., Kibria, A. 2009. Fungal disease of freshwater fishes in Natore district of Bangladesh. J. Bangladesh Agric. Univ. 7, 157–162. https://doi.org/10.3329/jbau.v7i1.4979 Suwarsito, Mustadifah, H. 2011. Diagnosa
Penyakit Ikan Menggunakan Sistem Pakar ( Diagnozing Fish Disease Using Expert Syetem ). Teknol. Inf. I, 131–140.
Zang, J., Xu, Y., Xia, W., Yu, D., Gao, P., Jiang, Q., Yang, F. 2018. Dynamics and diversity of microbial community succession during fermentation of Suan yu, a Chinese traditional fermented fish, determined by high throughput sequencing. Food Res. Int. https://doi.org/10.1016/j.foodres.2018.05.0 76
AUTHOR GUIDELINES
Term and Condition
1. Types of paper are original research or review paper that relevant to our Focus and Scope and never or in the process of being published in any national or international journal
2. Paper is written in good Indonesian or English
3. Paper must be submitted to http://journal.trunojoyo.ac.id/agrointek/index and journal template could be download here.
4. Paper should not exceed 15 printed pages (1.5 spaces) including figure(s) and table(s)
Article Structure
1. Please ensure that the e-mail address is given, up to date and available for communication by the corresponding author
2. Article structure for original research contains
Title, The purpose of a title is to grab the attention of your readers and help them decide if your work is relevant to them. Title should be concise no more than 15 words. Indicate clearly the difference of your work with previous studies.
Abstract, The abstract is a condensed version of an article, and contains important points ofintroduction, methods, results, and conclusions. It should reflect clearly the content of the article. There is no reference permitted in the abstract, and abbreviation preferably be avoided. Should abbreviation is used, it has to be defined in its first appearance in the abstract.
Keywords, Keywords should contain minimum of 3 and maximum of 6 words, separated by semicolon. Keywords should be able to aid searching for the article. Introduction, Introduction should include sufficient background, goals of the work, and statement on the unique contribution of the article in the field. Following questions should be addressed in the introduction: Why the topic is new and important? What has been done previously? How result of the research contribute to new understanding to the field? The introduction should be concise, no more than one or two pages, and written in present tense.
Material and methods,“This section mentions in detail material and methods used to solve the problem, or prove or disprove the hypothesis. It may contain all the terminology and the notations used, and develop the equations used for reaching a solution. It should allow a reader to replicate the work”
Result and discussion, “This section shows the facts collected from the work to show new solution to the problem. Tables and figures should be clear and concise to illustrate the findings. Discussion explains significance of the results.”
Conclusions, “Conclusion expresses summary of findings, and provides answer to the goals of the work. Conclusion should not repeat the discussion.”
Acknowledgment, Acknowledgement consists funding body, and list of people who help with language, proof reading, statistical processing, etc.
References, We suggest authors to use citation manager such as Mendeley to comply with Ecology style. References are at least 10 sources. Ratio of primary and secondary sources (definition of primary and secondary sources) should be minimum 80:20.
Journals
Adam, M., Corbeels, M., Leffelaar, P.A., Van Keulen, H., Wery, J., Ewert, F., 2012. Building crop models within different crop modelling frameworks. Agric. Syst. 113, 57–63. doi:10.1016/j.agsy.2012.07.010
Arifin, M.Z., Probowati, B.D., Hastuti, S., 2015. Applications of Queuing Theory
in the Tobacco Supply. Agric. Sci. Procedia 3, 255–
261.doi:10.1016/j.aaspro.2015.01.049 Books