KAJIAN KERAGAAN PERTUMBUHAN TANAMAN DAN KUALITAS BUNGA VARIETAS UNGGUL BARU KRISAN BUNGA POTONG PADA DUA MACAM
KERAPATAN TANAM Wahyu Handayati
BPTP Jawa Timur, Jl. Raya Karangploso KM 4, PO Box 188 Malang 65101 e-mail : wahyuhandayati@yahoo.com
ABSTRAK
Krisan merupakan salah satu tanaman hias paling populer dan bernilai komersial tinggi. Beberapa varietas unggul baru krisan hasil pemuliaan dalam negeri telah dikoleksi oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur. Sebelum disebarkan kepada para petani, perlu dilakukan pengkajian untuk mengetahui keragaan pertumbuhan dan penampilan bunga pada spesifik lokasi Jawa Timur. Berkaitan dengan hal tersebut, suatu percobaan telah dilakukan di rumah plastik Kebun Percobaan Karangploso BPTP Jawa Timur sejak Agustus sampai Desember 2010. Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok pola faktorial. Sebagai faktor pertama adalah kerapatan tanam yakni 64 tanaman/m2 (jarak tanam 12,5 cm x12,5 cm) dan 81 tanaman/m2 (jarak tanam 11cm x 11 cm); dan faktor kedua adalah 6 varietas unggul baru yakni Asmaranda, Dwima Kencana, Dwima Pelangi, Puspita Kayani, Raspati dan Swarna Kencana. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa semakin rendah kerapatan tanaman, maka pertumbuhan tanaman dan kualitas bunga akan lebih baik bila dibandingkan dengan kerapatan tanaman yang tinggi. Hasil pengamatan selanjutnya menunjukkan bahwa varietas Dwima Kencana, Raspati, Swarna Kencana memiliki pertumbuhan tanaman dan kualitas bunga paling baik dibandingkan dengan varietas lainnya.
PENDAHULUAN
Salah satu jenis tanaman hias yang paling populer dan diminati konsumen adalah krisan bunga bunga potong. Hal tersebut tercermin dari makin meningkatnya produksi bunga potong krisan dari tahun ke tahun. Jika pada tahun pada 2009 mencapai 107.847.072 tangkai, maka pada tahun 2010 meningkat menjadi 185.232.970 tangkai atau terjadi peningkatan produksi sebesar 41,78 % (BPS, 2011).
Pada umumnya jenis-jenis krisan yang dibudidayakan di Indonesia merupakan hasil introduksi dengan cara mendatangkan benih-benih varietas baru dari negara Belanda. Benih impor tersebut umumnya dilindungi oleh "breeder right", sehingga untuk menggunakannya, produsen dalam negeri harus membayar royalti yang besarnya sekitar 10 % dari harga jual setiap benih. Jumlah bibit yang diperbanyak dan atau diperjualbelikan harus dilaporkan dan royaltinya harus dibayar ke pemulia atau pedagang bibit (“traders”) pemilik “breeder’s right” (Saleh, 2001). Hal tersebut menyebabkan biaya produksi menjadi tinggi dan konsekuensinya harga jual bunga juga menjadi sangat tinggi. Di samping itu, bibit tersebut seringkali tidak sesuai dengan pesanan, baik jenis maupun kualitasnya dan bahkan di negara asalnya tidak populer lagi. Penggunaan kultivar dengan kondisi seperti itu dan dengan harga mahal akibat
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
2
tambahan biaya royalti, menyebabkan daya saing bunga krisan di pasar domestik, regional maupun internasional menjadi rendah (Anonim, 2000).
Selera konsumen terhadap penampilan bunga selalu berubah, sehingga senantiansa diperlukan kultivar-kultivar unggul baru untuk menggantikan varietas-varietas yang lama. Sebenarnya kondisi ini merupakan peluang sekaligus tantangan bagi pemulia dalam negeri, agar dapat menghasilkan varietas unggul baru krisan. Sementara itu, pertumbuhan produksi bibit krisan di dalam negeri sudah mulai menampakkan hasil, terutama setelah dilepasnya kultivar unggul baru yang berasal dari hasil pemuliaan di dalam negeri dan telah mencapai sekitar 10 % per tahun (Marwoto, 1999).
Sampai saat ini telah dihasilkan sekitar 35 varietas krisan oleh pemulia dalam negeri (Balai Penelitian Tanaman Hias/Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian) dan pada tahun 2010 dilepas sebanyak 12 varietas unggul baru (Anonim, 2011). Namun sebelum varietas tersebut dikembangkan dan disebarluaskan kepada para petani (pengusaha), terlebih dahulu perlu dilakukan kajian untuk mengetahui keragaan pertumbuhan, daya hasil dan penampilan bunganya, sehingga dapat diperoleh teknologi dan varietas spesifik lokasi.
Dalam budidaya krisan bunga potong, pada umumnya petani di Jawa Timur menggunakan kerapatan tanam 100 tanaman/m2 (jarak tanam 10 x 10 cm) dan 81 tanaman/m2 (11 x 11 cm). Sementara menurut Budiarto et al (2004) bahwa untuk menghasilkan krisan bunga potong dengan kualitas prima, maka kerapatan tanam yang ideal adalah 64 tanaman/m2 (jarak tanam 12,5 x 12,5 cm). Oleh karena itu, perlu dilakukan pengkajian untuk mengetahui jarak tanam ideal bagi varietas-varietas unggul baru yang telah dikoleksi dengan cara membandingkan kerapatan tanam petani dengan jarak tanam anjuran.
Tujuan pengkajian adalah untuk mengetahui keragaan pertumbuhan dan kualitas varietas unggul baru krisan bunga potong pada kerapatan tanam yang berbeda. Dari pengkajian diharapkan diperoleh varietas-varietas unggul baru spesifik lokasi dengan dengan jarak tanam yang ideal, sehingga dapat dihasilkan krisan bunga potong dengan mutu prima.
BAHAN DAN METODE
Pengkajian dilaksanakan di rumah plastik Kebun Percobaan Karangploso Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur, sejak Agustus sampai Desember 2010. Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok pola faktorial. Sebagai faktor pertama adalah kerapatan tanaman yakni 64 tanaman/m2 (jarak tanam 12,5 cm x12,5 cm) dan 81 tanaman/m2 (jarak tanam 11cm x 11 cm); dan faktor kedua adalah varietas unggul baru yakni Asmaranda, Dwima Kencana, Dwima Pelangi, Puspita Kayani, Raspati dan Swarna
Pengolahn tanah dilakukan dengan cara dipacul dan dihaluskan. Sebelum bedengan dibentuk, terlebih dahulu diberi pupuk kandang dengan dosis 10 ton/ha. Pupuk kandang dan tanah diaduk sampai rata dan dibuat bedengan dengan lebar 1 m
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
dan panjang 10 m. Sehari sebelum tanam, diberi pupuk NPK (15:15;15) dengan dosis 200 kg/ha dengan cara ditaburkan merata diatas permukaan bedengan dan ditutup tipis dengan tanah. Sebelum benih ditanam, di atas bedengan dipasang jaring (net) penegak tanaman krisan dan dibasahi dengan air sampai kapasitas lapang.
Benih ditanam pada lubang tanam yang telah dibuat persis ditengah lubang jaring penegak. Selanjutnya disiram sampai basah dan diulang tiap hari selama satu minggu sampai benih tumbuh dengan baik (lilir). Penyiraman berikutnya dilakukan sesuai dengan kebutuhan tanaman. Untuk menambah cahaya di atas bedengan dipasang lampu lilin 18 watt dengan jarak 2 m x 2 dan 1,5 m di atas permukaan tanaman. Lampu dinyalakan setiap malam selama 4 jam secara siklik sampai tinggi tanaman mencapai 45 cm atau paling lama 35 hari setelah tanam.
Pemupukan susulan berupa NPK (15;15:15) dengan dosis 100 kg/ha dilakukan pada umur 1 bulan dan umur 2 bulan setelah tanam. Penyiangan gulma dilakukan sesuai dengan kondisi pertanaman.
Pengamatan yang dilakukan meliputi : tinggi tanaman, dan penampilan bunga, vas life dan intensitas serangan penyakit karat daun. Data yang diperoleh ditabulasi dan diolah dengan program STX 1.0. Perbedaan rerata pengamatan diuji lanjut dengan Uji Kisaran Berganda Duncan pada taraf 0,05.
HASIL DAN PEMBAHASAN a. Pertumbuhan Tanaman
Pada tabel 1 dapat dilihat pertumbuhan varietas unggul baru yang ditanam pada dua macam kerapatan tanam. Hasil percobaan menunjukkan bahwa semua faktor perlakuan berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Pada kerapatan tanam 64 tanaman/m2 dihasilkan tanaman yang memiliki postur lebih tinggi, bila dibandingkan dengan kerapatan tanam 81 tanaman/m2. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa semakin sedikit jumlah tanaman per satuan luas atau makin lebar jarak tanamnya, maka pertumbuhan tanaman akan lebih baik dibandingkan tanaman yang ditanam lebih rapat. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian sebelumnya bahwa semakin tinggi kerapatan tanaman, maka pertumbuhan tanaman menjadi lebih lambat (Handayati dan Sihombing 2011).
Selanjutnya pada pengamatan pengaruh varietas terhadap tinggi tanaman menunjukkan pengaruh beda nyata antar varietas. Postur tanaman paling tinggi dimiliki oleh varietas Dwima Kencana, Raspati dan Swarna Kencana. Dengan penampilan tanaman seperti itu, dapat dikemukakan bahwa ketiga varietas tersebut lebih adaptif dibanding ketiga varietas lainnya.
Bila ditelaah lebih lanjut diantara perlakuan varietas dan kerapatan tanam terdapat pengaruh interaksi. Pada semua varietas nampak bahwa semakin rendah kerapatan tanam, maka pertambahan tinggi atau pertumbuhan tanaman akan semakin cepat bila dibandingkan dengan kerapatan tanaman yang lebih tinggi. Respon yang paling tinggi ditunjukkan oleh perlakuan varietas Swarna Kencana dengan kerapatan tanam 64 tanaman/m2.
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
4
Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman pada umur 2, 4 dan 8 minggu setelah tanam
Waktu Pengamatan (mst) Kerapatan Tanaman/ m2 Varietas Asma randa Dwima Kencan a Dwima Pelangi Puspa Kayani Raspati Swarna Kencan a Rata-rata 2 64 16.17 16,44 17,77 13,67 16,33 20,33 16,77 a 81 14,72 15,61 15,50 11,17 15,34 16,22 14,76 b Rata-rata 15,45 b 16,03 b 16,63 ab 12,42 c 15,84 b 18,27 a 4 64 33,77 41,77 38,67 38,22 47,77 65,33 44,25 a 81 32,33 39,71 34,44 28,66 42,00 51,33 38,08 b Rata-rata 33,05 e 40,74 cd 36,55 de 33,44 e 44,89 bc 58,33 a 8 64 48,57 57,99 48,77 51,78 69,37 72,77 58,20 a 81 44,67 52,00 44,00 43,11 57,77 69,55 51,85 b Rata-rata 46,61 d 54,99 c 46,39 d 47,45 d 63,56 b 71,17 a b. Kualitas Bunga
Pengaruh perlakuan jarak tanam dan varietas terhadap keragaan atau penampilan beberapa karakter penting yang berhubungan dengan kualitas bunga dapat dilihat pada tabel 2. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa karakter panjang tangkai bunga dipengaruhi oleh kerapatan tanaman. Makin rendah kerapatan tanaman, maka tangkai dari bunga yang dihasilkan akan makin panjang. Hubungan yang lebih jelas antara kerapatan tanaman dengan panjang tangkai bunga krisan bunga potong dapat digambarkan dengan persamaan regresi linier Y = 1,62 – 8,1 x dengan koefisien korelasi r = 0,70 (Gambar 1).
Pengamatan panjang tangkai bunga menunjukkan adanya perbedaan nyata antar varietas nyata. Tangkai terpanjang ditunjukkan oleh varietas Raspati dan Swarna Kencana, sebaliknya tangkai terpendek dimiliki oleh varietas Dwima Pelangi. Meskipun terdapat perbedaan yang nyata antar varietas namun semua varietas tersebut diklasifikasikan dalam mutu A.
Pengamatan selanjutnya terhadap diameter tangkai bunga menunjukkan pengaruh nyata dari kerapatan tanaman dan varietas. Semakin rendah kerapatan tanaman, maka diameter bunga akan makin besar. Sementara varietas yang diameter tangkainya paling besar dimiliki oleh varietas Dwima Pelangi.
Tabel 2. Keragaan penampilan bunga dan intensitas serangan penyakit karat
Karakter bunga Kerapatan
Tanam/m2 Varietas Asmarand a Dwima Kencana Dwima Pelangi Puspa Kayani Raspati Swarna Kencana Rata-rata Panjang tangkai bunga (cm) 64 96,48 100,49 87,11 99,89 110,81 103,45 99,70 a 81 85,56 87,00 74,56 87,62 89,44 91,39 85,93 b Rata-rata 91,02 c 93,75 bc 80,83 d 93,76 bc 100,13 a 97,42 ab Diameter tangkai bunga (cm) 64 0,79 0,80 0,95 0,83 0,84 0,66 0,81 a 81 0,66 0,69 0,77 0,68 0,67 0,60 0,68 b Rata-rata 0,77 b 0,75 b 0,86 a 0,76 b 0,76 b 0,63 c Diameter bunga kuncup (cm) 64 0,79 0,82 0,81 0,86 0,85 1,12 0,87 a 81 0,71 0,71 0,71 0,72 0,72 0,96 0,76 b
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
Rata-rata 0,75 b 0,77 b 0,77 b 0,79 b 0,80 b 1,04 a Diameter bunga mekar (cm) 64 4,86 4,90 5,54 6,02 6,01 5,92 5,54 a 81 4,45 4,02 4,72 5,29 5,15 5,04 4,78b Rata-rata 4,65 c 4,45 c 5,13 b 5,65 a 5,58 ab 5,48 ab
Vas life (hari)
64 7,33 7,00 8,00 4,33 7,33 6,67 6,67 a 81 7,00 6,67 7,67 4,33 6,67 6,33 6,55 a Rata-rata 7,17 a 6,83 a 7,83 a 4,33 b 7,00 a 6,50 a Intensitas penyakit karat (%) 64 0,00 0,00 8,33 0,00 0,00 0,00 2,51 a 81 0,00 0,00 15,00 0,00 0,00 0,00 1,38 a Rata-rata 0,00 0,00 11,67 0,00 0,00 0,00
Pengamatan terhadap diameter bunga kuncup dan mekar menunjukkan adanya pengaruh nyata dari kerapatan tanaman dan varietas. Diameter bunga kuncup dan paling besar dihasilkan dari kerapatan tanaman 64 tanaman/m2. Sementara varietas yang memiliki bunga paling besar dihasilkan oleh varietas paling Puspa Kayani, Raspati dan Swarna Kencana.
Gambar 1. Hubungan kerapatan tanaman dengan panjang tangkai bunga
Pengamatan terhadap vas life atau lama kesegaran dalam peragaan bunga menunjukkan bahwa kerapatan tanam tidak menunjukkan perbedaan pengaruh nyata, sementara varietas menunjukkan perbedaan yang nyata. Hasil tersebut berbeda dengan penelitian Handayati dan Sihombing (2011) bahwa kerapatan tanam yang lebih rendah pada varietas Puspita Nusantara menghasilkan bunga yang memilki vas life yang lebih lama. Sebelumnya Mitra dan Phal (2005) melaporkan bahwa kerapatan tanaman berpengaruh nyata terhadap panjang dan diameter tangkai bunga, diameter bunga kuncup dan mekar serta vas life.
Pengamatan terhadap serangan hama penyakit penting menunjukkan bahwa selama percobaan berlangsung tidak ditemukan adanya serangan hama penggorok daun. Penyakit karat daun sebagai penyakit penting hanya ditemukan pada varietas Dwima Pelangi dedngan intensitas yang rendah. Meskipun diantara perlakuan kerapatan tanam terdapat perbedaan yang nyata, namun dengan intensitasnya rendah belum mempengaruhi pertumbuhan tanamaan dan hasil panen bunga.
Menurut Anonim (2009) bahwa standar mutu bunga potong krisan ada dua versi yaitu dari PT. Alam Indah Bunga Nusantara dan versi Badan Standarisasi Nasional. Berdasarkan versi pertama yang lebih banyak diadopsi oleh petani dan pedagang krisan
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
6
bunga potong, mutu krisan bunga potong dibedakan menjadi 2 kelas yaitu A dan B. Kelas A memiliki panjang tangkai bunga lebih dari 75 cm dengan diameter tangkai bunga lebih dari 0,6 mm dengan diameter bunga mekar lebih besar dari 4 cm. Sementara kelas B memiliki panjang tangkai bunga kurang dari 75 cm dengan diameter kurang 0,3 sampai 0,59 cm dengan diameter bunga mekar antara 3,0 sampai 3,9 cm. Berdasarkan klasifikasi tersebut dapat dikemukakan bahwa semua varietas yang dikaji dapat dikategorikan sebagai bunga kelas A, kecuali varietas Puspa Kayani yang memiliki vas life yang sangat pendek.
Keragaan penampilan bunga secara keseluruhan dapat dilihat pada gambar 2. Masing-masing varietas memiliki variasi dalam kecerahan warna bunga dan dalam waktu pecahnya serbuk sari yang berpengaruh langsung terhadap vas life. Varietas yangmemiliki bunga paling cerah adalah varietas Dwima Pelangi, Raspati dan Swarna Kencana dengan serbuk sari yang tidak mudah pecah, sehingga vas lifenya menjadi lebih lama. Sementara varietas Puspa Kayani memiliki warna bunga yang cerah dan menarik, tetapi serbuksari cepat pecah, sehingga vas laifenya menjadi lebih singkat dan tidak disukai oleh konsumen.
Gambar 2. Penampilan bunga dari varietas unggul yang dikaji
KESIMPULAN
1. Kerapatan tanam yang paling ideal untuk menghasilkan bunga potong dengan mutu prima adalah 64 tanaman/m2 atau jarak tanam 12,5 x 12,5 cm
2. Varietas yang menunjukkan pertumbuhan dan kualitas bunga paling baik adalah Dwima Pelangi, Raspati dan Swarna
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2000. Deskripsi klon-klon unggul krisan tipe spray dan standar. Monograf. 19 hal.
Anonim, 2001. Standarisasi dalam pelelangan. PT. Bina Madya Persada. http://www.bunga-rawabelong.com/index.php?modul=detailnews&id=10055
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012
BPS, 2011. Produksi tanaman hias potong di Indonesia Tahun 2009 – 2010.
Anonim. 2011. Statistik Badan Litbang Pertanian 2010. http://www.litbang.deptan.go.id/spp/pdf-file/hasil-10.pdf. Unduh tanggal 3 April 2011
Handayati, W. dan D. Sihombing. 2011. Pengaruh kerapatan tanam dan kualitas benih krisan bunga potong terhadap perkembangan penyakit karat dan hama penggorok daun. Prosiding Semminar Nasional “ Kemandirian Pangan”. Balai Pengakajian Teknologi Pertanian Jawa Timur. Malang , 3 Desember. Hal 339-346
Marwoto, B. 1999. Perakitan dan pengembangan varietas baru krisan (Dendranthema
morifolium Tzvelev) di Indonesia. Makalah Workshop Florikultura II, 12 Mei
1999. Fak. Pertanian IPB Bogor. 5 hal
Mitra, M. and P. Phal. 2008. Performance of Chrysanthemum morifolium Ramat cv “Chandrama” grown of different levels of planting density and stem maintened per plant. Natural Product Radiance. 7 (2) : 146 – 149
Saleh, S. 2001. Budidaya tanaman hias. Makalah Pada Ekspose Hasil Penelitian Hortikultura. Puslitbang Hortikultura. Segunung, 2 Oktober 2001. 9 hal.
Artikel ini telah di presentasikan pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012