PERFORMA IDENTIFIKASI JENIS JERAWAT
MENGGUNAKAN GRAY LEVEL CO-OCCURRENCE
MATRIX (GLCM) DAN SUPPORT VECTOR MACHINE
(SVM)
Skripsi
Oleh : Syifa Fitratul M 1113091000032
PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PERFORMA IDENTIFIKASI JENIS JERAWAT
MENGGUNAKAN GRAY LEVEL CO-OCCURRENCE
MATRIX (GLCM) DAN SUPPORT VECTOR MACHINE
(SVM)
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Komputer (S.Kom)
Oleh : Syifa Fitratul M 1113091000032
PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
PERFORMA IDENTIFIKASI JENIS JERAWAT MENGGUNAKAN GRAY
LEVEL CO-OCCURRENCE MATRIX (GLCM) DAN SUPPORT VECTOR MACHINE (SVM)
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komputer (S.Kom)
Oleh :
SYIFA FITRATUL M 1113091000032
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
A. Hanifah Setyaningrum, M.Si Siti Ummi Masruroh, M.Sc NIDN. 07280 20340 389997 NIP. 19820823 201101 2 013
Mengetahui,
Ketua Program Studi Teknik Informatika
Arini, MT
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul “Performa Identifikasi Jenis Jerawat Menggunakan Gray
Level Co-Occurrence Martix (GLCM) dan Support Vector Machine (SVM)” telah
diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 15 Januari 2018. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Komputer (S.Kom) pada Program Studi Teknik Informatika.
Jakarta, 15 Januari 2018 Tim Penguji,
Penguji I Penguji II
Victor Amrizal, M.Kom Feri Fahrianto, M.Sc
NIP. 19740624 200710 1 001 NIP. 19800829 201101 1 002 Tim Pembimbing,
Pembimbing I Pembimbing II
A. Hanifah Setyaningrum, M.Si Siti Ummi Masruroh, M.Sc NIDN. 07280 20340 389997 NIP. 19820823 201101 2 013
Mengetahui,
a.n. Dekan Ketua Prodi Teknik Informatika
Wadek Bidang Akademik FST
Dr. Ir. Elpawati, MP Arini, MT
iv
PERNYATAAN ORISINALITAS
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelas Strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Apabila di kemudian hari terbukti karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, Januari 2018
v
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI
Sebagai civitas akademik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Syifa Fitratul M NIM : 1113091000032 Program Studi : Teknik Informatika Fakultas : Sains dan Teknologi Jenis Karya : Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Performa Identifikasi Jenis Jerawat Menggunakan Gray Level co-Occurrence
Matrix (GLCM) dan Support Vector Machine (SVM)
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Jakarta, Januari 2018 Syifa Fitratul M
vi Nama : Syifa Fitratul M
Program Studi : Teknik Informatika
Judul : Performa Identifikasi Jenis Jerawat Menggunakan Metode Gray
Level Co-occurrence Matrix (GLCM) dan Support Vector Machine (SVM)
ABSTRAK
Jerawat adalah penyakit kulit yang umum terjadi pada populasi remaja hingga dewasa. Jerawat disebabkan oleh faktor intrinsik, yaitu genetik, ras dan hormonal, serta faktor ekstrinsik berupa stress, diet, kosmetik dan obat-obatan. Penanganan jerawat oleh dokter umumnya ditentukan berdasarkan jenis dan tingkat keparahan jerawat pasien. Penelitian ini menerapkan metode Gray Level
Co-occurrence Matrix (GLCM) dan Suppport Vector Machine (SVM) dalam
mengidentifikasi jenis jerawat dengan software Matlab R2015b. Proses identifikasi dimulai dengan akuisisi citra dan proses segmentasi jerawat menggunakan Multi
Level Thresholding. Ekstraksi fitur menggunakan GLCM diterapkan pada citra
hasil segmentasi untuk mendapatkan nilai contrast, correlation, energy dan
homogeneity. Klasifikasi dilakukan berdasarkan fitur yang telah diekstraksi
sebelumnya. Akurasi terbaik yang dihasilkan dari pengujian 18 citra jerawat jenis papula, pustula dan nodula yaitu sebesar 89%. Sedangkan untuk pengujian pada citra non jerawat di dapatkan hasil akurasi sebesar 50%.
Kata Kunci : Jerawat, Segmentasi, Gray Level Co-occurrence Matrix,
Support Vector Machine
Jumlah Pustaka : 16 Buku dan 7 Jurnal
vii Name : Syifa Fitratul M
Study Program : Informatic Engineering
Title : Performance of Acne Type Identification Using Gray Level Co- occurrence Matrix (GLCM) and Support Vector Machine (SVM)
ABSTRACT
Acne is a common skin disease in teenage to adult populations. Acne is caused by intrinsic factors, such as genetics, race and hormonal, as well as extrinsic factors such as stress, diet, cosmetics and drugs. Treatment by doctor is generally determined by the type and severity of the patient's. This study uses Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM) and Suppport Vector Machine (SVM) method for identifying acne type with Matlab R2015b software. The identification process begins with image acquisition and acne segmentation process using Multi Level Thresholding. The feature extraction using GLCM is applied to the image of the segmentation result to get the value of contrast, correlation, energy and homogeneity. Classification is based on previously extracted features. The best result of accuracy level for testing data is 89% of the total 18 acne images. Meanwhile, for 2 images non-acne the accuracy of the testing data reached 50%. Keyword : Acne, Segmentation, Gray Level Co-occurrence Matrix,
Support Vector Machine Number of Reference : 16 Books and 7 Journals
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas nikmat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Komputer Program Studi Teknik Informatika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Proses penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari berbagai bantuan, dukungan, saran, dan kritik yang telah penulis dapatkan, oleh karena itu dalam kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Agus Salim, M.Si., selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi. 2. Ibu Arini, MT., selaku ketua Program Studi Teknik Informatika, serta Bapak Feri Fahrianto, M.Sc., selaku sekretaris Program Studi Teknik Informatika.
3. Ibu A. Hanifah Setyaningrum, M.Si. selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Siti Ummi Masruroh, M.Sc. selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, motivasi, dan arahan kepada penulis sehingga skripsi ini bisa selesai dengan baik.
4. Seluruh Dosen, Staf Karyawan Fakultas Sains dan Teknologi, khususnya Program Studi Teknik Informatika yang telah memberikan bantuan dan kerjasama dari awal perkuliahan.
5. Ibu Dr. Suzan Ernitia, Sp.KK. yang telah memberikan informasi mengenai tentang jerawat yang sangat bermanfaat bagi penelitian penulis.
6. Orang tua penulis, yaitu Nasehudin Abd Aziz dan Euis Farida yang telah mencurahkan kasih sayang dan selalu memberikan dukungan penuh kepada penulis dalam mengerjakan skripsi. Serta kakak adik yang penulis sayangi, Emni Muflihatun Nasyifah, Yuyun Yuliani Firdaus, Silvia Lailiyah Qodariyah dan Muhammad Rafi Akbar yang selalu memberikan doa dan membantu penulis dalam pembuatan skripsi ini.
ix
7. Alia Saputri, Sriwanti Ayu Aisah, Wafira Rahmania, Rizka Chaerani, Amanda Febrianti dan Mumtaz Haya. Terima kasih atas perhatian dan dukungan serta masukan yang membangun demi terselesaikannya skripsi ini.
8. Seluruh teman-teman TI B 2013 yang senantiasa mendukung dan memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 9. Seluruh pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat serta menambah wawasan dan pengetahuan bagi pembaca. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Jakarta, Januari 2018
x DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
PERNYATAAN ORISINALITAS ... iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI ... v
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Tujuan Penelitian ... 3 1.3. Manfaat Penelitian ... 3 1.4. Rumusan Masalah ... 4 1.5. Batasan Masalah ... 4 1.6. Metode Penelitian ... 4 1.7. Sistematika Penulisan ... 5 BAB II ... 7 2.1. Jerawat ... 7 2.1.1. Definisi Jerawat ... 7 2.1.2. Jenis Jerawat... 7
2.1.3. Tingkat Keparahan Jerawat ... 10
2.2. Image Processing (Pengolahan Citra) ... 11
2.2.1. Definisi Pengolahan Citra Digital ... 11
2.2.2. Operasi Pengolahan Citra ... 11
xi
2.4. Segmentasi Citra ... 13
2.4.1. Multi Level Thresholding ... 13
2.4.2. Ruang Warna YCbCr ... 14
2.5. Ekstraksi Fitur ... 15
2.5.1. Proses ekstraksi Fitur ... 15
2.5.2. Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM) ... 16
2.6. Support Vector Machine (SVM) ... 18
2.6.1. Konsep SVM ... 18 2.6.2. SVM Linear ... 19 2.6.3. SVM Nonlinear ... 21 2.6.4. SVM Multiclass ... 25 2.6.5. Karakteristik SVM ... 27 2.7. Matlab ... 28 2.8. Extreme Programming ... 29
2.8.1. Definisi Extreme Programming ... 29
2.8.2. Tahapan Extreme Programming ... 29
2.9. Wawancara ... 31
2.10. Studi Literatur Sejenis ... 31
BAB III ... 34
3.1. Metode Pengumpulan Data ... 34
3.1.1. Studi Pustaka ... 34
3.1.2. Wawancara ... 34
3.2. Metode Extreme Programming ... 35
3.2.1. Planning ... 35 3.2.2. Design ... 35 3.2.3. Coding ... 35 3.2.4. Testing ... 36 3.3. Kerangka Berpikir ... 36 BAB IV ... 38 4.1. Planning ... 38 4.1.1. Analisis Permasalahan ... 38
xii
4.1.2. Sistem yang Diusulkan ... 38
4.1.3. Analisis Algoritma ... 39
4.1.4. User Stories... 48
4.2. Design ... 50
4.2.1. Desain Use Case ... 50
4.2.2. Desain Interface ... 57
4.2.3. Formulasi Data Latih ... 58
4.3. Coding ... 59
4.3.1. Akuisisi Citra ... 59
4.3.2. Penajaman Citra (Sharpening) ... 59
4.3.3. Segmentasi Citra Jerawat ... 60
4.3.4. Ekstraksi Fitur ... 61
4.3.5. Identifikasi Jenis Jerawat ... 62
4.4. Testing ... 63
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 65
5.1. Hasil Tampilan Antarmuka ... 65
5.2. Hasil Uji Coba ... 68
5.3. Perbedaan Citra Jerawat dan Non Jerawat ... 91
BAB VI PENUTUP ... 92
6.1. Kesimpulan ... 92
6.2. Saran ... 92
DAFTAR PUSTAKA ... 93
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Proses Terjadinya Jerawat ... 7
Gambar 2.2. Blackhead ... 8
Gambar 2.3.Whitehead... 8
Gambar 2.4. Papula ... 9
Gambar 2.5. Pustula ... 9
Gambar 2.6. Nodula ... 10
Gambar 2.7. Decision Boundary ... 19
Gambar 2.8. Data yang Terpisah Secara Linier ... 20
Gambar 2.9. Margin Kecil dan Margin Besar ... 21
Gambar 2.10. Dimensi Data ... 22
Gambar 2.11. Diagram Alir Training SVM ... 24
Gambar 2.12. Diagram Alir Testing SVM ... 25
Gambar 2.13. Contoh Klasifikasi dengan Metode OAA ... 27
Gambar 3.1. Kerangka Berpikir ... 37
Gambar 4.1. Diagram Alir Sistem... 39
Gambar 4.2. Tahap Pra-Pengolahan Citra... 40
Gambar 4.3. Tahap Segmentasi Citra ... 41
Gambar 4.4. Sample Citra Jerawat ... 41
Gambar 4.5. Potongan Citra Ukuran 4x4 ... 42
Gambar 4.6. Pembentukan GLCM Jarak 1 dan Sudut 00 ... 42
Gambar 4.7. Pembentukan GLCM Jarak 1 dan Sudut 450 ... 42
Gambar 4.8. Pembentukan GLCM Jarak 1 dan Sudut 900 ... 43
Gambar 4.9. Pembentukan GLCM Jarak 1 dan Sudut 1350 ... 43
Gambar 4.10. Use Case Diagram ... 51
Gambar 4.11. Rancangan Halaman Utama ... 57
Gambar 4.12. Rancangan Halaman Proses ... 57
Gambar 4.13. Rancangan Antarmuka Identifikasi ... 58
Gambar 4.14. Rancangan Antarmuka Info ... 58
Gambar 5.1. Halaman Utama Sistem ... 65
Gambar 5.2. Halaman Pemotongan Citra ... 65
Gambar 5.3. Halaman Identifikasi ... 66
Gambar 5.4. Tampilan Hasil Identifikasi ... 66
Gambar 5.5. Tampilan Info Papula ... 67
Gambar 5.6. Tampilan Info Pustula ... 67
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Fungsi Kernel ... 23
Tabel 2.2. Klasifikasi SVM Biner dengan Metode OAA ... 26
Tabel 2.3. Studi Literatur Sejenis ... 32
Tabel 4.1. User Story I ... 49
Tabel 4.2. User Story II ... 49
Tabel 4.3. User Story III ... 49
Tabel 4.4. User Story IV ... 50
Tabel 4.5. Identifikasi Aktor ... 50
Tabel 4.6. Identifikasi Use Case ... 51
Tabel 4.7. Skenario Akuisisi Citra ... 51
Tabel 4.8. Skenario Pemotongan Citra ... 52
Tabel 4.9. Skenario Menyimpan Citra ... 53
Tabel 4.10. Skenario Akuisisi Citra Praproses... 53
Tabel 4.11. Skenario Segmentasi Citra ... 54
Tabel 4.12. Skenario Ekstraksi Fitur Citra ... 54
Tabel 4.13. Skenario Identifikasi Jenis Jerawat ... 55
Tabel 4.14. Skenario Info Jenis Jerawat... 56
Tabel 4.15. Skenario Keluar ... 56
Tabel 4.15. Hasil Pengujian Black Box ... 63
Tabel 5.1. Hasil Citra papula1.jpg ... 69
Tabel 5.2. Hasil Citra papula2.jpg ... 69
Tabel 5.3. Hasil Citra papula3.jpg ... 70
Tabel 5.4. Hasil Citra papula4.jpg ... 70
Tabel 5.5. Hasil Citra papula5.jpg ... 71
Tabel 5.6. Hasil Citra papula6.jpg ... 71
Tabel 5.7. Hasil Citra pustula1.jpg ... 72
Tabel 5.8. Hasil Citra pustula2.jpg ... 72
Tabel 5.9. Hasil Citra pustula3.jpg ... 73
Tabel 5.10. Hasil Citra pustula4.jpg ... 73
Tabel 5.11. Hasil Citra pustula5.jpg ... 74
Tabel 5.12. Hasil Citra pustula6.jpg ... 74
Tabel 5.13. Hasil Citra nodula1.jpg ... 75
Tabel 5.14. Hasil Citra nodula2.jpg ... 75
Tabel 5.15. Hasil Citra nodula3.jpg ... 76
Tabel 5.16. Hasil Citra nodula4.jpg ... 76
Tabel 5.17. Hasil Citra nodula5.jpg ... 77
xv
Tabel 5.19. Output Citra Jerawat Salah Identifikasi ... 78
Tabel 5.20. Confusion Matrix Hasil Pengujian SVM ... 78
Tabel 5.21. Hasil Citra papula1.jpg 2 ... 80
Tabel 5.22. Hasil Citra papula2.jpg 2 ... 80
Tabel 5.23. Hasil Citra papula3.jpg 2 ... 81
Tabel 5.24. Hasil Citra papula4.jpg 2 ... 81
Tabel 5.25. Hasil Citra papula5.jpg 2 ... 82
Tabel 5.26. Hasil Citra papula6.jpg 2 ... 82
Tabel 5.27. Hasil Citra pustula1.jpg 2 ... 83
Tabel 5.28. Hasil Citra pustula2.jpg 2 ... 83
Tabel 5.29. Hasil Citra pustula3.jpg 2 ... 84
Tabel 5.30. Hasil Citra pustula4.jpg 2 ... 84
Tabel 5.31. Hasil Citra pustula5.jpg 2 ... 85
Tabel 5.32. Hasil Citra pustula6.jpg 2 ... 85
Tabel 5.33. Hasil Citra nodula1.jpg 2 ... 86
Tabel 5.34. Hasil Citra nodula2.jpg 2 ... 86
Tabel 5.35. Hasil Citra nodula3.jpg 2 ... 87
Tabel 5.36. Hasil Citra nodula4.jpg 2 ... 87
Tabel 5.37. Hasil Citra nodula5.jpg 2 ... 88
Tabel 5.38. Hasil Citra nodula6.jpg 2 ... 88
Tabel 5.39. Output Citra Jerawat Salah Identifikasi 2 ... 89
Tabel 5.40. Confusion Matrix Hasil Pengujian SVM 2 ... 89
Tabel 5.41. Hasil Citra nonjerawat1.jpg ... 90
Tabel 5.42. Hasil Citra nonjerawat2.jpg ... 90
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Bimbingan Skripsi ... 79 Lampiran 2 Hasil Wawancara ... 80
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kepercayaan diri merupakan suatu keyakinan seseorang untuk mampu berperilaku sesuai dengan yang diharapkan dan diinginkan. Apabila seseorang tidak memiliki rasa percaya pada dirinya sendiri maka akan timbul masalah karena kepercayaan diri merupakan aspek kepribadian dari seseorang yang berfungsi untuk mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya. Salah satu yang mempengaruhi kepercayaan diri yaitu dari faktor internal seperti kondisi fisik seseorang. Wajah yang berjerawat akan berpengaruh pula pada perkembangan psikososial termasuk kepercayaan diri (Saragih, et al. 2016).
Jerawat tidak hanya tumbuh di wajah saja, namun juga dapat timbul di dada bagian atas dan punggung. Ketiga daerah ini adalah tempat-tempat dimana kulit memiliki jumlah kelenjar lemak (sebaceous glands) yang relatif lebih banyak. Sesungguhnnya dalam batas tertentu atau tidak berproduksi lebih, kelenjar lemak bermanfaat untuk membunuh kuman-kuman yang ada di dalam permukaan kulit. Namun dari ketiga lokasi tersebut, jerawat yang timbul di wajah lebih meresahkan bagi banyak orang (Sutono dan Marissa, 2014:38).
IDAI (2013) merilis data yang menyatakan bahwa 80% jerawat dapat terjadi pada tingkat remaja. Jerawat tersebut ditemukan sebanyak 30-60% terjadi pada usia 14-17 tahun pada perempuan dan 16-19 tahun pada laki-laki. Data epidemiologi yang diperoleh ini menunjukkan angka penderita jerawat pada remaja cukup tinggi. Menurut Purdy dan De Berker (2010) penyakit kulit ini sering menyerang kelompok usia remaja dengan puncak usia terjadinya adalah saat berusia 17 tahun.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dawson, et al (2013) untuk penanganan dan pengobatan jerawat tidak dapat dilakukan sembarangan, jika ditangani dengan tidak tepat maka akan memperburuk kondisi jerawat dan wajah seseorang. Jenis atau ketegori perlu diketahui agar mendapatkan pengobatan yang
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tepat untuk diberikan pada jerawat tersebut. Pengklasifikasian jerawat sendiri dapat dikategorikan berdasarkan jenis dan tingkat keparahannya. Dari permasalahan tersebut, maka dibutuhkan sebuah alat bantu untuk mengetahui jenis sebuah jerawat.
Menurut Ari Gunawan, et al (2017) pada bidang pengolahan citra dan
computer vision saat ini sedang terjadi perkembangan yang sangat pesat. Computer vision banyak diaplikasikan dalam dunia medis untuk mendapatkan hasil yang
akurat dan murah biaya. Jerawat merupakan salah satu jenis masalah kulit yang dapat dideteksi dan dikelompokkan melalui sebuah aplikasi citra digital. Pemanfaatan teknologi computer vision untuk mendeteksi masalah kulit berupa jerawat dirasa tepat karena banyaknya kasus permasalahan jerawat pada manusia.
Xiang Ou, et al (2013) melakukan penelitian mengenai analisis pencitraan kapasitif kulit dengan menggunakan Gray Level Co-Occurrencematrix (GLCM). Gambar kapasitif kulit diambil oleh sensor sidik jari berbasis kapasitansi, kemudian dianalisis dengan GLCM. Empat vektor fitur GLCM yang berbeda yaitu angular
second moment, entropy, contrast dan correlation dipilih untuk menggambarkan
tekstur kulitnya. Hasil keseluruhan menunjukkan bahwa GLCM adalah cara yang efektif untuk mengekstrak dan menganalisis informasi tekstur kulit, yang berpotensi menjadi rujukan berharga untuk mengevaluasi efek dari perawatan medis dan kosmetik.
Machine learning telah banyak digunakan dalam bidang medis untuk
menganalisa dataset medis. Salah satu metode machine learning adalah Support
Vector Machine (SVM). Ciri dari metode ini adalah menemukan fungsi pemisah
(classifier) yang optimal yang bisa memisahkan dua set data dari dua kelas yang berbeda (Munawarah, et al. 2016).
Penelitian yang dilakukan oleh Rizanti, et al (2014) mengenai pembuatan aplikasi pengolahan citra iris mata menggunakan Principal Component Analysis (PCA) sebagai metode ekstraksi fitur iris dan Support Vector Machine (SVM) sebagai metode klasifikasi iris berdasarkan kondisi usus besar. Keakuratan terbaik diperoleh dengan mengambil 100 nilai komponen utama dan penggunaan fungsi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kernel Linear di SVM. Hasil tingkat akurasi untuk pengujian data pelatihan adalah 100% dari total 25 gambar iris dan waktu pengujian rata-rata 9,56 detik. Sementara itu, tingkat keakuratan data pengujian mencapai 85% dari total 20 citra iris dan waktu pengujian rata-rata 10,11 detik.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis akan melakukan penelitian dengan judul “Identifikasi Jenis Jerawat Menggunakan Metode Gray Level
Co-Occurrence Matrix (GLCM) dan Support Vector Machine (SVM)”.
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1. Membuat aplikasi pengolahan citra untuk pengidentifikasian jenis jerawat menggunakan metode Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM) dan
Support Vector Machine (SVM).
2. Mengetahui tingkat akurasi pengujian dari aplikasi. 1.3. Manfaat Penelitian
Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian yang telah disebutkan di atas, maka manfaat penelitian yang penulis harapkan diantaranya :
1.3.1. Bagi Penulis
1. Sebagai sarana untuk menerapkan ilmu teknik pengolahan citra dan penggunaan metode Gray Level Co-occurrence Matrix dan
Support Vector Machine.
2. Sebagai bukti telah meyelesaikan tugas akhir di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan membuat laporan hasil penelitian ini.
1.3.2. Bagi Institusi Perguruan Tinggi
1. Sebagai sarana pengembangan ilmu pengetahuan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1. Sebagai alat bantu alternatif untuk mengidentifikasi jerawat secara visual yang dapat dijadikan satu acuan untuk diagnosa, serta menjadi salah satu metode tambahan untuk membantu memperkuat analisa dokter.
1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana mengidentifikasi jenis jerawat dengan citra digital menggunakan metode Gray
Level Co-occurrence Matrix (GLCM) dan Support Vector Machine (SVM). 1.5. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini, penulis membatasi permasalahan dengan batasan pada: 1. Pendeteksian jerawat hanya pada bagian wajah yang terkena jerawat. 2. Jenis jerawat yang akan diidentifikasi hanya 3 macam, yaitu papula,
pustula dan nodula.
3. Menggunakan citra digital dengan ekstraksi fitur Gray-Level
Co-occurrence Matrix (GLCM) dengan menggunakan parameter contrast, correlation, energy dan homogeneity.
4. Mengklasifikasikan jerawat dengan menggunakan metode Support
Vector Machine (SVM) dengan kernel Linier.
5. Bahasa pemrograman yang digunakan adalah MATLAB dengan perangkat lunak bantu MATLAB R2015b.
1.6. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut: 1.6.1. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan penulis, yaitu: 1.6.1.1 Studi Pustaka
1.6.1.2 Wawancara
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode Extreme
Programming (XP). Adapun tahapan-tahapannya yaitu Planning, Design, Coding dan Testing.
1.7. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu : BAB I PENDAHULUAN
Menjelaskan tentang latar belakang diambilnya judul skripsi dan tujuan yang akan dicapai dalam skripsi ini. Selain itu penulis juga memberikan rumusan masalah dimana rumusan ini diambil dari permasalahan yang terdapat pada latar belakang, kemudian juga terdapat batasan masalah yang berisi batasan-batasan dalam sistem dan pada pembuatan sistem meliputi metode, proses, dan peralatan yang digunakan. Lalu penulis juga memaparkan manfaat dengan adanya penulisan skripsi dan sistem yang akan dibuat serta sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini menjelaskan teori-teori dari berbagai istilah, tools, bahasa pemrograman, dan lain sebagainya yang digunakan. Pada bab ini penulis memaparkan teori dari jerawat, metode
Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM) dan Support Vector Machine (SVM) serta bahasa pemrograman yang
digunakan.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini diuraikan mengenai studi literatur sejenis, metode pengumpulan data, metode pengembangan sistem dan kerangka berpikir penelitian.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bab ini membahas detail mengenai penerapan menggunakan metode penelitian yang dipilih, yaitu metode Extreme Programming untuk menyelesaikan masalah dan berdasarkan landasan teori yang telah dijelaskan sebelumnya.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini diuraikan mengenai uji coba sistem serta penjelasan dari hasil yang diperoleh.
BAB VI PENUTUP
Pada bab ini diuraikan mengenai kesimpulan penelitian dan saran yang dapat digunakan untuk pengembangan penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
7 BAB II
LANDASAN TEORI 2.1. Jerawat
2.1.1. Definisi Jerawat
Jerawat adalah penyakit kulit yang berupa peradangan kronis folikel pilosebasea dengan peningkatan produksi sebum, hiperkornifikasi duktus, simbiosis dengan mikroorganisme komensal (Propionobacterium acnes) dan inflamasi kulit. Produksi sebum yang meningkat merupakan kelainan yang mendasar dalam proses patogenesis penyakit ini. Etiologi untuk penyakit ini masih belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa teori etiologi yang terlibat, berupa faktor intrinsik, yaitu genetik, ras dan hormonal, serta faktor ekstrinsik berupa stress, diet, suhu atau iklim atau kelembapan, kosmetik dan obat-obatan. (Sitohang, 2015). Secara ringkas, proses terjadinya jerawat dapat digambarkan sebagai berikut :
2.1.2. Jenis Jerawat
Jerawat pada wajah pada terjadi pada semua jenis kelamin serta beragam usia. Mungkin bagi sebagian orang mereka hanya mengetahui istilah jerawat saja
Gambar 2.1. Proses Terjadinya Jerawat
(Sumber : Burkhart. Assessment of Etiologic Agents in Acne Pathogenesis. 2003)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sebagai penyakit kulit yang timbul di wajah, namun sesungguhnya jerawat sendiri memiliki beberapa jenis berasarkan tingkat perkembangan atau keparahan. Menurut Plewig (2012) jenis tersebut diantaranya :
1. Blackhead (Komedo Terbuka)
Blackhead terjadi dikarenakan adanya sumbatan muara kelenjar sebum dan keringat (apocrine). Komedo jenis ini tumbuh di permukaan kulit, dapat terkena udara sehingga warnanya menghitam dan terlihat jelas di kulit. Biasanya muncul di area hidung, dagu, dan pipi.
Gambar 2.2. Blackhead
(Sumber : http://www.danderm-pdv.is.kkh.dk/atlas/pics) 2. Whitehead
Disebut juga komedo putih, kondisi ini terjadi karena pori-pori tersumbat oleh sel-sel kulit mati, keratin, minyak berlebih, dan bakteri. Namun, berbeda dengan komedo terbuka, komedo putih timbul di bawah permukaan kulit. Inilah yang menyebabkannya disebut komedo tertutup dan warnanya tak berubah menjadi hitam seperti komedo terbuka.
Gambar 2.3. Whitehead
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Papula
Jerawat jenis ini merupakan pori-pori yang mengalami iritasi cukup parah sehingga menyebabkan munculnya tonjolan kulit pink kemerahan dan tampak gatal. Biasanya pada papula tidak terdapat cairan di dalamnya.
Gambar 2.4. Papula
(Sumber : https://yoderm.com/pimples/wp-content/) 4. Pustula
Merupakan kelanjutan dari papula namun dengan cairan nanah kekuningan di tengahnya. Pustula dapat terjadi ketika papula yang muncul di kulit tidak segera ditangani dan telanjur terinfeksi kotoran serta debu, sehingga kondisinya makin parah. Nanah pada pustula awalnya berwarna kemerahan, kemudian berubah menjadi kekuningan dan menonjol di permukaan kulit.
Gambar 2.5. Pustula
(Sumber : https://www.dermnetnz.org/assets/Uploads/acne/acne-face/_resampled/) 5. Nodula
Merupakan jerawat yang sudah meradang terlalu parah hingga menyebabkan munculnya tonjolan yang besar serta sangat terlihat di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
permukaan kulit dan menyebabkan rasa sakit apabila tersentuh. Hal ini terjadi karena peradangan pada pustula terus berlanjut sehingga beberapa unit pilo-sebaseus akan berubah menjadi kantong-kantong nanah. Dikenal sebagai bentuk jerawat yang paling parah, ia juga dikenal sebagai nodular
acne. Bintik nodula adalah benjolan besar, keras dan nyeri yang terbentuk
di bawah permukaan kulit. Rasa sakit yang terkait dengan jerawat nodula parah dan hanya perawatan dermatologis yang disarankan. Seiring peradangan menyebar, hal itu menyebabkan kerusakan pada jaringan kulit yang mengganggu struktur dan produksi kolagen. Kehilangan kolagen dan fibrin menyebabkan kulit meresap, menciptakan bekas pada permukaan luar kulit.
Gambar 2.6. Nodula
(Sumber : https://www.dermnetnz.org/assets/Uploads/acne/acne-face/_resampled/)
2.1.3. Tingkat Keparahan Jerawat
Dalam menentukan tingkat keparahan suatu jerawat beberapa dermatologis atau dokter menggunakan suatu kriteria yang disebut kriteria Lehmann. Kriteria pertama yaitu berdasarkan tingkat perkembangan jerawat, apakah komedo, papula, pustula, kista atau nodula. Kedua, berdasarkan jumlah jerawat (lesi) di daerah predileksinya (di wajah, dada bagian atas atau punggung) (Sutono, Marissa. 2013:49).
Contoh kasus jerawat yang paling ringan keparahannya adalah apabila hanya ada 5-10 komedo di wajah, namun tidak ditemukkan di dada dan punggung. Sedangkan contoh kasus yang berat adalah ditemukan lebih dari 10 papula atau
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pustula, baik di wajah, dada maupun punggung. Serta jerawat akan dianggap paling parah apabila ditemukan pustula dan nodula yang berkelompok, baik di wajah, di dada maupun punggung.
2.2. Image Processing (Pengolahan Citra) 2.2.1. Definisi Pengolahan Citra Digital
Menurut Kadir dan Susanto (2013) pengolahan citra adalah istilah umum untuk berbagai teknik yang keberadaannya untuk memanipulasi dan memodifikasi citra dengan berbagai cara. Pengolahan citra merupakan bagian penting yang mendasari berbagai aplikasi nyata, seperti pengenalan pola, penginderaan jarak jauh melalui satelit atau pesawat udara dan machine vision.
Pada penginderaan jarak jauh, tekstur atau warna pada citra dapat digunakan untuk mengidentifikasi objek-objek yang ada di dalam citra. Pada machine vision (sistem yang dapat “melihat” dan “memahami” yang dilihatnya), pengolahan citra berperan untuk mengenali bentuk-bentuk khusus yang dilihat oleh mesin. (Kadir dan Susanto, 2013).
2.2.2. Operasi Pengolahan Citra
Operasi-operasi yang dilakukan di dalam pengolahan citra banyak ragamnya. Namun, secara umum, operasi pengolahan citra dapat dikalisifikasikan dalam beberapa jenis sebagai berikut:
1. Transformasi Citra (Image Transformation)
Transformasi atau alih ragam citra dapat diartikan sebagai perubahan bentuk suatu citra. Perubahan bentuk tersebut dapat berupa perubahan geometri piksel seperti perputaran (rotasi), pergeseran (translasi), penskalaan dan lain sebaginya. Tujua diterapkannya transformasi citra adalah untuk memperoleh informasi yang lebih jelas yang terkandung dalam suatu citra.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Perbaikan citra bertujuan meningkatkan kualitas tampilan citra agaar memiliki format yang lebih baik sehingga citra tersebut menjadi lebih mudah diolah dengan komputer. Berikut contoh operasi perbaikan citra. a. Operasi titik
b. Operasi spasial
c. Operasi geometri citra d. Operasi aritmatika citra 3. Analisis citra (Image Analysis)
Teknik-teknik dalam operasi analisis citra antara lain: a. Morfologi
b. Deteksi tepi c. Segmentasi citra d. Analisis bentuk e. Ekstraksi fitur
4. Kompresi data citra (Image Compression)
Proses kompresi merupakan proses mereduksi ukuran suatu data untuk menghasilkan representasi digital yang padat namun tetap dapat mewakili kuantitas informasi yang terkandung pada data tersebut.
5. Pengenalan pola (Pattern Recognition)
Secara umum pengenalan pola adalah suatu ilmu untuk mengklasifikasikan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan pengukuran kuantitatif fitur (ciri) atau sifat utama dari suatu objek. Pola bisa merupakan kumpulan hasil pengukuran atau pemantauan dan bisa dinyatakan dalam notasi vektor atau matriks. (Putra, 2010)
2.3. Filter Penajaman Citra (Sharpening)
Prinsip dalam penajaman citra adalah untuk memperterang (highlight) dalam intensitas citra. Penggunaan penajaman citra bermacam-macam, termasuk aplikasi mulai dari cetak elektronik dan citra medis sampai inspeksi industri dan petunjuk otomatis dalam sistem militer (Prasetyo, 2011:68).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Filter spasial linear menggunakan fungsi “fspecial”, dengan membuat filter dua dimensi dari tipe yang ditentukan. Beberapa jenis filter memiliki parameter tambahan opsional, yang ditunjukkan dalam sintaks berikut.
filter = fspecial(type)
Salah satu tipe yang digunakan yaitu unsharp, dengan sintaks . filter = fspecial(‘unsharp’)
Teknik unsharp masking membuat gambar dapat dipertajam dengan mengurangi gambar buram (unsharp) dari gambar itu sendiri. Jadi, filter
unsharp adalah operator yang digunakan untuk mempertajam gambar.
Proses unsharp terdiri dari langkah-langkah berikut (Prasetyo. 2011:66) : 1. Mengaburkan (blur) citra asli.
2. Mengurangi citra yang kabur (blurred image) dari citra asli (hasil yang berbeda disebut mask).
3. Tambahkan mask ke citra asli.
2.4. Segmentasi Citra
Segmentasi citra merupakan proses yang ditujukkan untuk mendapatkan objek-objek yang terkandung di dalam citra atau membagi citra menjadi beberapa daerah dengan setiap objek atau daerah memiliki kemiripan atribut. Pada citra yang mengandung hanya satu objek, objek dibedakan dari latar belakangnya. Pada citra yang mengandung sejumlah objek, proses untuk memilah semua objek akan lebih kompleks (Kadir dan Susanto, 2013:336).
2.4.1. Multi Level Thresholding
Pada multi level thresholding atau peng-ambangan aras jamak, citra dibagi menjadi beberapa bagian dengan menggunakan beberapa nilai ambang. Cara seperti itu dilakukan apabila pada histogram terdapat puncak-puncak yang membedakan antara satu objek terhadap objek lainnya. Contoh berikut menunjukkan algoritma yang digunakan pada multi level thresholding yang menggunakan dua nilai ambang (Kadir dan Susanto, 2013: 382-383) :
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Masukan :
 f(MxN) : Citra berskala keabuan (berukuran MxN)  t1 dan t2 : nilai ambang
Keluaran :  g (MxN) : Citra biner Ambang_aras_jamak(f, t1, t2): FOR y  1 to M FOR x  1 to N If f(y,x) < t1 or f(y,x) >= t2 g(y,x)  0 ELSE g(y,x)  1 END-IF END-FOR END-FOR Return g
2.4.2. Ruang Warna YCbCr
Ruang warna popular pada pemrosesan citra digital adalah RGB. Namun jika untuk pengenalan kulit ruang warna RGB hasilnya sering kali tidak baik maka yang sering digunakan adalah ruang warna persepsional yaitu ruang warna YCbCr (Hidayat dan Rahman. 2015). Ruang YCbCr dipilih karena alasan berikut (Powar dikutip dari Awaludin dan Wahono. 2015):
1. Gambar bitmap menggunakan ruang warna RGB sebagai warna gambar. Namun penelitian medis membuktikan bahwa mata manusia memiliki sensitivitas yang berbeda untuk warna dan kecerahan. Sehingga menggunakan transformasi RGB ke YCbCr.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Komponen pencahayaan (Y) dari YCbCr merupakan warna independen, sehingga dapat diadopsi untuk memecahkan masalah variasi pencahayaan dan mudah untuk digunakan.
3. Pengelompokkan warna kulit lebih bagus menggunakan ruang warna YCbCr daripada ruang warna lain.
4. YCbCr memiliki adanya tumpang tindih paling sedikit antara kulit dan data non-kulit di bawah berbagai kondisi pencahayaan. YCbCr secara luas digunakan dalam standar kompresi video (misalnya, MPEG dan JPEG).
5. YCbCr adalah salah satu dari dua ruang warna utama yang digunakan untuk mewakili komponen video digital.
6. Perbedaan antara YCbCr dan RGB adalah bahwa YCbCr merupakan warna kecerahan dan dua sinyal warna yang berbeda, sedangkan RGB merupakan warna seperti merah, hijau dan biru.
Berikut ini adalah langkah konversi citra RGB menjadi komponen Y, Cb, dan Cr.
𝑌 = 0.257 ∗ 𝑅 + 0.504 ∗ 𝐺 + 0.098 ∗ 𝐵 + 16 (2.1) 𝐶𝑏 = 0.148 ∗ 𝑅 − 0.291 ∗ 𝐺 + 0.439 ∗ 𝐵 + 128 (2.2) 𝐶𝑟 = 0.439 ∗ 𝑅 − 0.368 ∗ 𝐺 − 0.071 ∗ 𝐵 + 128 (2.3)
2.5. Ekstraksi Fitur
Ekstraksi fitur (feature extraction) merupakan bagian fundamental dari analisis citra. Ekstraksi fitur dilakukan untuk mendapatkan nilai ciri dari sebuah citra. Berikut dijabarkan proses dan metode yang digunakan pada proses ekstraksi citra:
2.5.1. Proses ekstraksi Fitur
Proses Ekstraksi fitur yang digunakan sebagai ciri dalam pengenalan suatu objek juga dapat dilakukan dengan menganalis tekstur objek. Tekstur objek dapat direpresentasikan dengan menggunakan persamaan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
matematika, sehingga hasil dari analisa tekstur dapat diukur dan dibandingkan dengan objek lainnya dalam proses pengenalan (Muntasa, 2015:181).
Fitur-fitur suatu objek mempunyai peran penting untuk berbagai aplikasi berikut (Kadir & Susanto, 2013: 472) :
1. Pencarian citra: Fitur dipakai untuk mencari objek-objek tertentu yang berada di dalam database.
2. Penyederhanaan dan hampiran bentuk: Bentuk objek dapat dinyatakan dengan representasi yang lebih ringkas.
3. Pengenalan dan klasifikasi: Sejumlah fitur dipakai untuk menentukan jenis objek.
2.5.2. Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM)
Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM) pertama kali diusulkan oleh
Haralick pada tahun 1973 dengan 28 fitur untuk menjelaskan pola spasial. GLCM menggunakan perhitungan pada orde kedua. Pengukuran tekstur pada orde pertama menggunakan perhitungan statistik didasarkan pada nilai piksel citra asli semata, seperti varians, dan tidak memperlihatkan hubungan ketetanggaan piksel. Pada orde kedua, hubungan antar pasangan dua piksel citra asli diperhitungkan (Kulkarni dan Hall-Bayer di kutip dalam Kadir & Susanto, 2013:554).
Gray Level Co-Occurence Matrix dapat digunakan untuk analisa tekstur objek berbasis statistik. GLCM dibentuk dengan mempertimbangkan lokasi piksel-piksel yang saling berdekatan (d) dan sudut antara lokasi piksel-piksel yang saling berdekatan (θ). Hasil perhitungan GLCM, selanjutnya dapat digunakan untuk menghitung nilai fitur-fitur sebagai representasi tekstur objek. Adapun fitur yang dapat digunakan untuk memperoleh ciri tekstur dari suatu objek diantaranya adalah (Muntasa, 2015:186-191):
1. Angular Second Moment Feature (ASM Feature), fungsinya mengukur keseragaman piksel dalam suatu citra
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔𝑦/𝐴𝑆𝑀 = ∑ ∑{𝑝(𝑖, 𝑗)}2
𝑗 𝑖
(2.4) 2. Contrast Feature, fungsinya mengukur tingkat variasi tingkat
keabuanantara piksel referensi dan tetangganya 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑡 = ∑ 𝑘2 𝑘 [∑ ∑ 𝑝(𝑖, 𝑗) 𝑗 𝑖 ] |𝑖 − 𝑗| = 𝑘 (2.5)
3. Correlation Feature, fitur ini menggambarkan keberuntungan secaralinear dari suatu tingkat keabuan matrik piksel referensi terhadap piksel-piksel tetangga -tetangganya disekitarnya.
𝐶𝑜𝑟𝑟𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 = ∑ ∑ (𝑖 − 𝜇𝑖 𝑗 𝑖). (𝑗 − 𝜇𝑗). 𝑝(𝑖, 𝑗) 𝜎𝑖 𝜎𝑗
(2.6)
Persamaan diatas didapat dari mean yang merupakan nilai intensitas dari citra keabuan dan standart deviasi terlebih dahulu. Standart deviasi didapat dari akar kuadart varian yang menunjukkan sebaran nilai piksel dalam citra, dengan rumus sebagai berikut :
𝑚𝑒𝑎𝑛 𝑖 = 𝜇𝑖′= ∑ ∑ 𝑖 ∗ 𝐺𝐿𝐶𝑀 (𝑖, 𝑗) 𝐿 𝑗=1 𝐿 𝑖=1 (2.7) 𝑚𝑒𝑎𝑛 𝑗 = 𝜇𝑗′ = ∑𝐿𝑖=1∑𝐿𝑗=1𝑗 ∗ 𝐺𝐿𝐶𝑀 (𝑖, 𝑗) (2.8) 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 𝑖 = 𝜎𝑖2 = ∑ ∑ 𝐺𝐿𝐶𝑀 (𝑖, 𝑗) 𝐿 𝑗=1 𝐿 𝑖=1 (𝑖 − 𝜇𝑖 ′)2 (2.10) 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 𝑗 = 𝜎𝑗2 = ∑ ∑ 𝐺𝐿𝐶𝑀 (𝑖, 𝑗) 𝐿 𝑗=1 𝐿 𝑖=1 (𝑗 − 𝜇𝑗′)2 (2.11) 𝑺𝒕𝒂𝒏𝒅𝒂𝒓𝒕 𝒅𝒆𝒗𝒊𝒂𝒔𝒊 𝒊 = 𝝈𝒊 = √𝝈𝒊𝟐 (2.12) 𝑺𝒕𝒂𝒏𝒅𝒂𝒓𝒕 𝒅𝒆𝒗𝒊𝒂𝒔𝒊 𝒋 = 𝝈𝒋 = √𝝈𝒋𝟐 (2.13)
4. Inverse Different Moment (IDM) Feature, fitur ini digunakan untuk mengukur tingkat homogenitas lokal dari citra.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 𝐼𝐷𝑀/𝐻𝑜𝑚𝑜𝑔𝑒𝑛𝑒𝑖𝑡𝑦 = ∑ ∑ 𝑝(𝑖, 𝑗) 1 + (𝑖 − 𝑗) 𝑗 𝑖 (2.14)
2.6. Support Vector Machine (SVM)
Support Vector Machine (SVM) adalah sistem pembelajaran yang
menggunakan ruang hipotesis berupa fungsi-fungsi linier dalam sebuah ruang fitur (feature space) berdimensi tinggi, dilatih dengan algoritma pembelajaran yang didasarkan pada teori optimasi dengan mengimplementasikan learning bias yang berasal dari teori pembelajaran statistik. Teori yang mendasari SVM sendiri sudah berkembang sejak 1960-an, tetapi baru diperkenalkan oleh Vapnik, Boser dan Guyon pada tahun 1992 dan sejak itu SVM berkembang dengan pesat. SVM adalah salah satu teknik yang relatif baru dibandingkan dengan teknik lain, tetapi memiliki performansi yang lebih baik di berbagai bidang aplikasi seperti bioinformatics, pengenalan tulisan tangan, klasifikasi teks dan lain sebagainya (Munawarah, Raudlatul. 2016).
2.6.1. Konsep SVM
Menurut Widodo, et al. (2013: 107), Support Vector Machine (SVM) merupakan metode klasifikasi jenis terpandu (supervised) karena ketika proses pelatihan, diperlukan target pembelajaran tertentu. SVM muncul pertama kali pada tahun 1992 oleh Vladimir Vapnik bersama rekannya Bernhard Boser dan Isabelle Guyon.
Ide dasar SVM adalah memaksimalkan batas hyperplane (maximal margin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.7 : (a) Decision Boundary yang Mungkin (b) Decision Boundary dengan Margin Maksimal
(Sumber: Prasetyo, 2012: 118)
Konsep klasifikasi dengan SVM dapat dijelaskan secara sederhana sebagai usaha untuk mencari hyperplane terbaik yang berfungsi sebagai pemisah dua buah kelas data pada ruang input. Hyperplane (batas keputusan) pemisah terbaik antara kedua kelas dapat ditemukan dengan mengukur margin hyperplane tersebut dan mencari titik maksimalnya. Margin adalah jarak antara hyperplane tersebut dengan data terdekat dari masing-masing kelas. Data yang paling dekat ini disebut
support vector. Garis solid pada Gambar 2.7(b) sebelah kanan menunjukkan hyperplane yang terbaik yaitu yang terletak tepat pada tengah-tengah kedua kelas,
sedangkan data lingkaran dan bujur sangkar yang dilewati garis batas margin (garis putus-putus) adalah support vector. Usaha untuk mencari lokasi hyperplane ini merupakan inti dari proses pelatihan pada SVM. (Prasetyo, 2012: 118)
2.6.2. SVM Linear
Kasus data yang terpisah secara linear adalah kasus yang termudah. Misalnya kita memiliki data yang terdiri dari kelas orang yang membeli komputer dan yang tidak membeli komputer (Xi,Yi), (X2,Y2), ..., (X|D|,Y|D|). Data tersebut
kita beri notasi X dan kelasnya adalah y dimana yi hanya memiliki dua
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.8 : Data yang Terpisah Secara Linear
Cara SVM dalam memecahkan masalah klasifikasi yaitu dengan mencari
hyperplane marjinal maksimum dimana ada jumlah tak terbatas hyperplanes yang
harus dicari mana yang terbaik. Secara intuitif, hyperplane dengan margin yang lebih besar lebih akurat dalam mengklasifikasikan data dibanding margin yang lebih kecil. Inilah sebabnya mengapa (selama pembelajaran), SVM mencari
hyperplane dengan margin terbesar, dikenal dengan istilah Maximum Marginal Hyperplane (MMH). Untuk definisi margin, dapat dikatakan bahwa jarak
terpendek dari hyperplane ke satu sisi margin adalah sama dengan jarak terpendek dari hyperplane yang ke sisi lain dari margin, dimana “sisi” dari margin sejajar dengan hyperplane tersebut (Widodo, dkk, 2013: 109)
Sebuah hyperplane dapat ditulis sebagai
𝑊. 𝑋 + 𝑏 = 0 (2.15)
Di mana W adalah vektor bobot, yaitu, W = {w1, w2, ..., wn}, n adalah
jumlah atribut, dan b adalah skalar yang sering disebut sebagai bias. Jika b sebagai bobot tambahan, w0, kita dapat menulis ulang hyperplane pemisah sebagai
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.9 : (a) Margin Kecil (b) Margin Besar
Dengan demikian, setiap titik yang terletak di atas hyperplane pemisah memenuhi :
𝑤0+ 𝑤1𝑥1 + 𝑤2𝑥2 > 0 (2.17)
Demikian pula, setiap titik yang terletak di bawah hyperplane pemisah memenuhi :
𝑤0+ 𝑤1𝑥1 + 𝑤2𝑥2 < 0 (2.18)
Bobot dapat disesuaikan sehingga hyperplanes dapat mendefinisikan “sisi” dari margin yang ditulis sebagai :
𝐻1: 𝑤0+ 𝑤1𝑥1+ 𝑤2𝑥2 ≥ 1 untuk yi = +1 (2.19)
𝐻1: 𝑤0+ 𝑤1𝑥1+ 𝑤2𝑥2 ≤ 1 untuk yi = -1 (2.20)
Artinya, setiap tupel yang jatuh pada atau di atas H1 milik kelas +1, dan
setiap tuple yang jatuh pada atau di bawah H2 milik kelas -1. (Widodo, et al., 2013:
110)
2.6.3. SVM Nonlinear
Untuk data yang distribusi kelasnya tidak linear biasanya digunakan pendekatan kernel pada fitur data awal set data. Kernel dapat didefinisikan sebagai suatu fungsi yang memetakan fitur data dari dimensi awal (rendah) ke fitur lain yang berdimensi lebih tinggi (bahkan jauh lebih tinggi). Pendekatan ini berbeda dengan metode klasifikasi pada umumnya yang justru mengurangi dimensi awal untuk menyederhanakan proses komputasi dan memberikan akurasi prediksi yang lebih baik. (Prasetyo, 2012: 126)
(b) (a)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.10 : Dimensi Data (a) Dalam Fitur Dimensi Rendah (b) Dalam Fitur Dimensi TInggi
Algoritma pemetaan kernel ditunjukkan sebagai berikut : Φ : Dq  Dr
x  Φ(x)
Φ merupakan fungsi kernel yang digunakan untuk pemetaan, D merupakan data latih, q merupakan set fitur dalam satu data yang lama, dan r merupakan set fitur yang baru sebagai hasil pemetaan untuk setiap data latih. Sementara x merupakan data latih, dimana x1, x2, ..., xnϵ Dq merupakan fitur-fitur
yang akan dipetakan ke fitur berdimensi tinggi r, jadi untuk set data yang digunakan sebagai pelatihan dengan algoritma yang ada dari dimensi fitur yang lama D ke dimensi baru r.(Prasetyo, 2012: 127)
Untuk pilihan fungsi kernel yang banyak digunakan dalam aplikasi, dapat dilihat pada Tabel berikut.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 2.1 : Fungsi Kernel
x dan y adalah pasangan dua data dari semua bagian data latih. Parameter
𝜎, c, d > 0, merupakan konstanta. (Prasetyo, 2012: 128)
Dalam implementasinya, proses klasifikasi dibagi menjadi 2 tahap yaitu training dan testing. Diagram proses training pada SVM dapat dilihat pada Gambar 2.11 dan diagram proses testing pada Gambar 2.12.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.12. Diagram Alir Testing SVM 2.6.4. SVM Multiclass
SVM pada dasarnya didesain untuk klasifikasi biner (dua kelas). Namun, penelitian lebih lanjut untuk mengembangkan SVM sehingga bisa mengklasifikasi data yang memiliki lebih dari dua kelas, terus dilakukan. Ada dua pilihan untuk mengimplementasikan multiclass SVM yaitu dengan menggabungkan beberapa SVM biner atau menggabungkan semua data yang terdiri dari beberapa kelas ke dalam sebuah bentuk permasalahan optimasi. Namun, pada pendekatan yang kedua permasalahan optimasi yang harus diselesaikan jauh lebih rumit.
Pada Tugas Akhir ini, pendekatan multiclass SVM yang penulis gunakan adalah metode klasifikasi “one-against-all”. Pada metode ini, dibangun k buah model SVM biner, dengan k adalah banyak kelas. Setiap model klasifikasi ke-i dilatih dengan menggunakan keseluruhan data, untuk mencari solusi permasalahan. SVM melakukan klasifikasi dua kelas antara satu kelas dengan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kelas-kelas lain yang dipandang sebagai satu kelas. Kelas untuk suatu sampel data dapat langsung ditentukan dengan metode ini. Ketika sampel data tidak dimasukkan ke dalam kelompok yang berisi sekumpulan kelas, tetapi ke dalam suatu kelas yang spesifik, maka kelas tersebut adalah kelas dari sampel data yang bersangkutan. (Angriyasa, 2011: 43)
Dalam rangka untuk membuat SVM sebagai multiclass problem, berikut ini teknik yang diadopsi (Pushpalatha, K.N, et al., 2012: 6) :
k = 1; do
Create an initial SVM problem as A x B where A=k, b={k+1,k+2,...n}
Suppose the test vector is T Class=classify(SVM(A,B),T)
Where classify is SVM classification problem. If(class==A) Break; Else K++; While(k>=(n-1)); Actual class=Class
Tabel 2.2 : Klasifikasi SVM Biner dengan Metode One-against-all
yi = 1 yi = -1 Hipotesis
Kelas 1 Bukan kelas 1 f 1(x) = (w1)x + b1 Kelas 2 Bukan kelas 2 f 2(x) = (w2)x + b2
Kelas 3 Bukan kelas 3 f 3(x) = (w3)x + b3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.13. Contoh Klasifikasi dengan Metode One-against-all 2.6.5. Karakteristik SVM
Menurut Prasetyo (2012:150), karakteristik klasifikasi SVM dapat diringkas menjadi seperti berikut :
1. SVM bisa dikatakan sebagai teknik klasifikasi yang semi-eager lerner karena selain memerlukan proses pelatihan, SVM juga menyimpan sebagian kecil data latih untuk digunakan kembali pada saat proses prediksi.
2. SVM selalu memberikan model yang sama dan solusi dengan margin maksimal.
3. Proses pelatihan yang dilakukan oleh SVM tidak sebanyak ANN, tetapi sering kali memberikan kinerja yang lebih baik daripada ANN.
4. Dalam penggunaannya SVM hanya menentukan fungsi kernel yang harus digunakan (untuk kasus data yang distribusi kelasnya tidak dapat dipisahkan secara linear).
5. SVM membutuhkan komputasi pelatihan dan prediksi yang rumit karena dimensi data yang digunakan dalam proses pelatihan dan prediksi lebih besar daripada dimensi yang sesungguhnya.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6. Untuk set data berjumlah besar, SVM membutuhkan memori yang sangat besar untuk alokasi matriks kernel yang digunakan.
7. Penggunaan matriks kernel mempunyai keuntungan lain, yaitu kinerja set data dengan dimensi besar tetapi jumlah datanya sedikit akan lebih cepat karena ukuran data pada dimensi baru berkurang banyak.
2.7. Matlab
Matlab merupakan suatu bahasa berkemampuan tinggi untuk komputasi teknik yang mengintegrasikan komputasi, visualisasi dan pemrograman dalam suatu lingkungan yang mudah digunakan dimana masalah dan solusi dinyatakan dalam notasi matematika yang familiar. (Hermawati, 2013).
Matlab merupakan suatu sistem interatif yang berdasarkan elemen data suatu array tanpa dimensi. Hal ini memungkinkan untuk memformulasikan solusi ke banyak permasalahan teknis, khususnya yang melibatkan representasi matriks, dalam suatu pembagian waktu yang dapat menuliskan sebuah program dalam suatu bahasa noniteratif skalar seperti C atau Fortran.
Script atau kode yang digunakan oleh Matlab dapat dikategorikan sebagai bahasa pemrograman tingkat tinggi. Kode dan fungsinya merupakan campuran Bahasa Inggris dan notasi Matematika, seperti “print this” atau “if x<5 do something”. Program yang ditulis dalam bahasa pemrograman tingkat tinggi harus diterjemahkan terlebih dahulu menjadi bahasa mesin sebelum komputer dapat benar-benar mengeksekusi urutan instruksi kode dalam program.
Matlab menggunakan sistem interpreter sebagai penerjemah dan pengekesekusi kode. Interpreter akan mentranslasikan dan mengeksekusi kode ke bahasa mesin dalam baris demi baris. Matlab menggunakan apa yang disebut sebagai M-files sebagai wadah untuk penulisan kode Matlab. Sebuah atau kumpulan M-files akan membentuk sebuah program (Attaway, 2013:75).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.8. Extreme Programming
2.8.1. Definisi Extreme Programming
Extreme Programming (XP) adalah metode pengembangan perangkat lunak yang ringan dan termasuk salah satu agile methods yang dipelopori oleh Kent Beck, Ron Jeffries, dan Ward Cunningham. XP merupakan agile methods yang paling banyak digunakan dan menjadi sebuah pendekatan yang sangat terkenal. Sasaran XP adalah tim yang dibentuk berukuran antara kecil sampai medium saja, tidak perlu menggunakan sebuah tim yang besar (Schach, 2011:59).
Extreme Programming (XP) diperkenalkan menjadi sebuah metodologi dalam pengembangan perangkat lunak untuk menangani perubahan-perubahan yang biasanya sering terjadi pada saat proses pengembangan perangkat lunak berlangsung. Extreme Programming juga digunakan untuk mengatasi berbagai requirements yang tidak jelas (vogue) dari klien/pelanggan (Widodo, 2008:1-2).
2.8.2. Tahapan Extreme Programming
Dalam Extreme Programming terdapat 4 tahapan aktivitas utama dalam pengerjaannya, yaitu :
1. Planning
Planning atau perencanaan adalah proses yang dirancang untuk mencapai
tujuan tertentu dan pengambilan keputusan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Kebutuhan yang dibutuhkan pada tahap ini, yaitu :
a. Analisis Permasalahan b. Menentukan tujuan sistem c. Membuat user stories
Aktivitas planning pada model proses XP berfokus pada mendapatkan gambaran fitur serta fungsi dari perangkat lunak yang akan dibangun. Pada aktivitas ini dimulai dengan membuat kumpulan cerita atau gambaran yang diberikan klien yang kemudian akan menjadi gambaran dasar dari perangkat lunak.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Aktivitas design dalam pengembangan aplikasi bertujuan untuk mengatur pola logika dalam sistem. Sebuah design yang baik, dapat mengurangi ketergantungan antar setiap proses pada sebuah sistem. Dengan begitu, jika salah satu fitur pada sistem mengalami kerusakan, tidak akan mempengaruhi sistem secara keseluruhan. Design pada model proses XP menjadi panduan dalam membangun perangkat lunak yang didasari dari cerita klien sebelumnya. Dalam XP, proses design terjadi sebelum dan sesudah aktivitas coding berlangsung. Dimana aktivitas design terjadi secara terus-menerus selama proses pengembangan aplikasi berlangsung. 3. Coding
Setelah menyelesaikan pengumpulan cerita dan menyelesaikan design untuk aplikasi secara keseluruhan, XP lebih merekomendasikan tim untuk terlebih dahulu membuat modul unit tes yang bertujuan untuk melakukan uji coba setiap cerita yang didapat dari klien. Setelah berbagai unit tes selesai dibangun, tim dapat melanjutkan aktivitasnya ke penulisan coding aplikasi. Selanjutnya, modul aplikasi yang sudah selesai dibangun akan digabungkan dengan aplikasi utama.
4. Testing
Tahapan uji coba dimaksudkan untuk menguji semua elemen-elemen perangkat lunak yang dibuat apakah sudah sesuai dengan yang diharapkan. XP menerapkan perbaikan masalah kecil dengan sesegera mungkin akan lebih baik dibandingkan menyelesaikan masalah pada saat akan mencapai tenggat akhir. Oleh karena itu, setiap modul yang sedang dikembangkan akan terlebih dahulu mengalami pengujian dengan modul unit tes yang telah dibuat sebelumnya. Setelah semua modul telah dikumpulkan dalam sebuah sistem yang sempurna, barulah pengujian penerimaan (acceptance
test) dilakukan. Pada tahapan pengujian ini aplikasi langsung diuji coba
oleh pengguna atau klien dan mendapat tanggapan langsung mengenai penerapan cerita yang telah digambarkan sebelumnya.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.9. Wawancara
Menurut Notoatmodjo (2012:139) wawancara adalah suatu metode yang dipergunakan untuk mengumpulkan data, dimana peneliti mendapatkan keterangan atau informasi secara lisan dari seseorang sasaran penelitian (responden), atau bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang tersebut (face to face). Jadi data tersebut diperoleh langsung dari responden melalui suatu pertemuan atau percakapan
Wawancara digunakan bila ingin mengetahui hal-hal dari responden secara lebih mendalam serta jumlah responden sedikit (Guritno, et al. 2011:131). Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemkan permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam (Sugiyono, 2010:72).
Lincoln dan Guba (Sugiyono, 2010: 74), mengemukakan tujuh langkah dalam penggunakan wawancara untuk mengumpulkan data dalam penelitian kualitatif, yaitu :
1. Menetapkan kepada siapa wawancara itu akan dilakukan
2. Menyiapkan pokok-pokok masalah yang akan menjadi bahan pembicaraan 3. Mengawali atau membuka alur wawancara
4. Melangsungkan alur wawancara
5. Mengkonfirmasikan ikhtisar hasil wawancara dan mengakhirinya 6. Menuliskan hasil wawancara ke dalam catatan lapangan
7. Mengidentifikasi tindak lanjur hasil wawancara yang telah diperoleh
2.10. Studi Literatur Sejenis
Penulis melakukan studi literatur sejenis untuk mengetahui kelebihan serta kekurangan terhadap penelitian sebelumnya guna dijadikan referensi pada penelitian ini. Berikut ini adalah perbandingan penelitian literatur sejenis dilihat dari beberapa aspek :
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta No.
Peneliti Metode Kelebihan Kekurangan
1. Automatic Acne Detection for Medical Treatment .
Oleh : Thanapha Chantharaphaichit, et
al. 2015.
1. Mengonversi RGB menjadi
grayscale lalu normalisasi dan
mengonversi menjadi HSV. 2. Menggunakan Brightness
Extraction, Binary Threshold
untuk segmentasi.
Dapat membuktikan
penggunaan dari metode segmentasi Binary Threshold untuk menghasilkan deteksi jerawat dari berbagai macam jenis secara otomatis.
Penelitian ini hanya berbatas pada jerawat yang timbul di bagian pipi saja. Selain itu hasil akurasinya cukup rendah yaitu 66.67%.
2. Skin Disease Identification System using Gray Level Co-occurrence Matrix.
Oleh : Joseph Mark G. Aglibut, et al. 2017.
1. Menggunakan metode GLCM (Gray Level Co-Occurrence
Matrix)
2. Wavelet decomposition untuk normalisasi
3. KNN (k-nearest neighbors)
classifier untuk proses klasifikasi.
Penyakit kulit yang akan diklasifikasikan yaitu Jerawat dan Psoriasis. Jerawat memiliki akurasi 100% sementara Psoriasis memiliki akurasi 92%
1. Dalam pengambilan gambar, perangkat harus menangkap gambar tanpa adanya latar belakang.
2. Hanya menggunakan fitur contrast dan energy dari GLCM
3. Comparative Study of Skin Color Detection
Memberikan threshold pada citra hasil konversi RGB ke ruang
Mampu membuktikan bahwa YCbCr memiliki transformasi
Hanya melakukan pengujian pada citra berwarna dengan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta HSV and YCbCr Color
Space.
Oleh : Khamar Basha Shaik, et al. 2015.
Space. dan intensitas yang efisien mudah dibandingkan dengan HSI atau HSV. Ruang warna ini efektif dan efisien untuk pemisahan piksel gambar dalam hal warna pada gambar berwarna.
tinggi. 4. An SVM Framework for Malignant Melanoma Detection Based on Optimized HOG Features.
Oleh : Samy Bakheet. 2017.
1. Menggunakan framework CAD sistem.
2. Metode Otsu untuk melakukan segmentasi.
3. Ekstraksi menggunakan HOG (Histogram of Oriented Gradient)
4. SVM untuk proses klasifikasi.
Mampu melakukan deteksi dan klasifikasi melanoma dengan menghasilkan akurasi yang tinggi yaitu sebesar 97.32% .
Tidak menggabungkan fitur warna dan tekstur untuk klasifikasi melanoma.
34 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini akan membahas tentang metode penelitian yang penulis gunakan dalam menyusun skripsi ini. Metode penelitian yang digunakan terbagi menjadi dua yaitu metode pengumpulan data dan metode Extreme Programming. Penjelasan lebih lanjutnya adalah sebagai berikut :
3.1. Metode Pengumpulan Data
Dalam menyusun skripsi dibutuhkan data dan informasi yang menjadi bahan materi dan pembahasan. Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian terlebih dahulu untuk mencari data yang dibutuhkan. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam melakukan penelitian ini yaitu :
3.1.1. Studi Pustaka
Pada tahapan pengumpulan data dengan cara studi pustaka dan literatur, penulis mencari referensi-referensi yang relevan dengan objek yang akan diteliti. Pencarian referensi dilakukan di perpustakaan, toko buku, maupun secara online melalui internet. Setelah mendapatkan referensi-referensi yang relevan tersebut, penulis lalu mencari berbagai informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Informasi tersebut kemudian digunakan dalam penyusunan landasan teori dan metodologi penelitian. Dengan penggunaan metode studi pustaka, penulis mengumpulkan referensi-referensi yang relevan dengan penelitian penulis.
3.1.2. Wawancara
Penulis melakukan wawancara dengan narasumber yaitu dr. Suzan Ernitia, Sp.KK. yang merupakan dokter spesialis kecantikan di satu klinik kecantikan di Kota Bekasi. Tujuan peneliti melakukan wawancara adalah untuk mendapatkan informasi seputar jerawat. Hasil wawancara digunakan untuk mengidentifikasi masalah yang kemudian dikembangkan untuk dicari solusinya.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3.2. Metode Extreme Programming
3.2.1. Planning
Pada tahap planning atau perencanaan dilakukan pengidentifikasian tujuan sistem atau aplikasi dan merancangnya ke dalam sebuah sistem. Dalam tahap ini dilakukan beberapa hal antara lain :
1. Analisis Permasalahan
Pada tahap ini penulis mengumpulkan data dan menganalisis masalah dari hasil studi pustaka dan wawancara.
2. Sistem yang Diusulkan
Berdasarkan analisis kebutuhan masalah penulis ingin mengimplementasikan Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM) untuk ekstraksi fitur dan Support Vector Machine untuk identifikasi citra jerawat jenis papula, pustula dan nodula.
3. Membuat user stories
Fungsi-fungsi atau fitur-fitur aplikasi yang dikembangkan akan digambarkan ke dalam user stories. User stories ditulis dalam format kalimat menggunakan istilah umum yang dapat dan mudah dimengerti. User stories yang sudah dibuat selanjutnya diurutkan berdasarkan prioritas mana yang akan dikerjakan atau diimplementasikan terlebih dahulu
3.2.2. Design
Tahap selanjutnya, design atau perancangan merupakan proses yang berisikan semua implementasi dari user stories. Pada tahap ini, perancangan aplikasi akan terdiri dari beberapa bagian, diantaranya: 1. Desain use case.
2. Desain interface
3. Pembentukan formulasi pada data latih 3.2.3. Coding
Pada tahap ini, proses pembangunan sistem tidak langsung diimplementasikan pada desain yang dibuat, namun dikembangkan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
melalui serangkaian unit test, sehingga pengembang lebih mampu memusatkan perhatian pada apa yang harus dilakukan agar bisa melewati setiap unit uji. Kode tulis adalah terjemahan dari desain menjadi bahasa yang bisa dikenali oleh komputer. Tahap ini merupakan langkah penting dalam mengerjakan suatu sistem. Penulisan kode ini dilakukan dengan menggunakan software Matlab R2015b.
3.2.4. Testing
Testing atau pengujian akan dilakukan dengan unit uji yang sebelumnya telah dilakukan. Pengujian aplikasi dilakukan dengan menggunakan teknik Black Boxes. Ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa masing-masing fungsi telah beroperasi dengan baik.
3.3. Kerangka Berpikir
Penulis menuangkan hasil dari penjelasan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ke dalam sebuah kerangka pemikiran seperti di bawah ini :
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta