LAPORAN KEGIATAN BKPRN
2009-2014
KATA PENGANTAR
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 2009, Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) memiliki tugas melakukan koordinasi lintas sektor dalam bidang penataan ruang dan wajib melaporkan pelaksanaan kegiatannya kepada Presiden RI. Laporan Kegiatan BKPRN Tahun 2009-2014 mengangkat isu-isu strategis penataan ruang yang penanganannya telah dikoordinasikan BKPRN sejak terbitnya Keputusan Presiden No. 4 Tahun 2009 hingga akhir tahun 2014.
Laporan ini terbagi kedalam 5 (lima) bagian pembahasan. Pertama, mengulas sejarah singkat pembentukan BKPRN, struktur organisasi, capaian serta tantangan BKPRN di masa yang akan datang. Bagian kedua, memuat fasilitasi penyelesaian peraturan perundangan bidang penataan ruang nasional dan daerah yang diamanatkan UU Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Bagian ketiga, mengemukakan penguatan kelembagaan penataan ruang. Bagian keempat berkenaan dengan pendayagunaan penataan ruang nasional dan daerah. Bagian terakhir, berisi penyelesaian sengketa dan konflik pemanfaatan ruang.
Semoga laporan ini dapat menjadi sumber informasi sekaligus ke depannya menjadi umpan balik untuk peningkatan kualitas koordinasi penataan ruang nasional.
Jakarta, Februari 2015
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
LAPORAN KEGIATAN BKPRN
2009-2014
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... ii DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR GAMBAR ... v DAFTAR SINGKATAN ... viBAB I Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN): Struktur, Capaian, dan Tantangan ... 1
Struktur Organisasi BKPRN... 1
Pedoman Tata Kerja Sekretariat BKPRN ... 2
Kilasan Capaian BKPRN 2009-2014 ... 2
Tantangan BKPRN di Masa Mendatang ... 3
BAB II Fasilitasi Penyelesaian Peraturan Perundangan Bidang Penataan Ruang ... 5
Peraturan Pemerintah (PP) ... 5
Peraturan Presiden (Perpres) Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau/Kepulauan ... 5
Perpres RTR Kawasan Strategis Nasional (KSN) ... 6
Inpres No. 8 Tahun 2013 tentang Penyelesaian Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota ... 7
Peninjauan Kembali Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 Tahun 2008 tentang RTRWN ... 7
Peraturan Daerah (Perda) RTRW ... 8
Peraturan Daerah (Perda) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) ... 9
Inisiasi Penyusunan Regulasi Pengelolaan Ruang Udara Nasional ... 9
BAB III Penguatan Kelembagaan Penataan Ruang Nasional dan Daerah ... 10
Pembentukan BKPRD Provinsi ... 10
Forum Koordinasi Penataan Ruang ... 10
Bimbingan Teknis Penataan Ruang ... 13
BAB IV Pendayagunaan Penataan Ruang Nasional dan Daerah ... 14
Penetapan Mekanisme Sinkronisasi Kawasan Hutan dengan RTRW Daerah... 14
Audit Pemanfataan Ruang (Stocktaking) ... 14
Peran Penataan Ruang dalam Mengantisipasi Global Climate Change ... 14
Integrasi Pengurangan Resiko Kebencanaan dalam Penataan Ruang ... 15
Penyelarasan Implementasi UU No. 26/2007 dan UU No. 27/2007 jo UU No. 1 Tahun 2014 ... 15
Hari Tata Ruang Nasional ... 16
Fasilitasi Penyelesaian Rencana Rinci Tata Ruang (RRTR) ... 16
Survei Penjajakan Ekspektasi Peran Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) ... 17
LAPORAN KEGIATAN BKPRN
2009-2014
Penggunaan Kawasan untuk Peace Keeping Centre dan Standby Force di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat... 18
Pembangunan Gedung Disaster Reduction Center (DRC) dan Arsip Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) di Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat ... 18
Proses Penyusunan RTRW Provinsi Aceh ... 19
Pemanfaatan Kawasan Karst di Kabupaten Gunungkidul, Provinsi D.I Yogyakarta... 19
Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Kabupaten Batang, Provinsi Jawa Tengah ... 19
Pembangunan Bali International Park (BIP) di Kabupaten Badung, Provinsi Bali ... 20
Pembangunan Kawasan Industri di Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah ... 20
Usulan Reklamasi di Wilayah Perairan Teluk Benoa, Provinsi Bali ... 21
Rencana Investasi Pabrik Kelapa Sawit di Kota Dumai, Provinsi Kepulauan Riau ... 21
Pembangunan Pabrik Baja di Kabupaten Mojokerto, Provinsi Jawa Timur... 21
Pembangunan Bandara Karawang dan Pelabuhan Cilamaya di Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat ... 22
Rencana Reklamasi Pantai Utara Kabupaten Tangerang ... 23
Rencana Pembangunan Runway-III Bandara Internasional Soekarno-Hatta ... 23
Penyelesaian Sengketa dan Konflik Pemanfaatan Ruang Lainnya ... 24
LAMPIRAN ... 26
LAMPIRAN 1: Struktur & Tugas Tim Pelaksana BKPRN dan Kelompok Kerja BKPRN ... 27
LAMPIRAN 2: Agenda Kerja BKPRN Tahun 2012-2013 ... 30
LAMPIRAN 3: Agenda Kerja BKPRN 2014-2015 ... 33
LAMPIRAN 4: Pelaksanaan Agenda Kerja BKPRN 2009-2014 ... 36
LAMPIRAN 5: Status Penetapan BKPRD Provinsi ... 40
LAPORAN KEGIATAN BKPRN
2009-2014
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Rancangan Kegiatan BKPRN Tahun 2015-2019 ... 3
Tabel 2 Status Penetapan RTRW Provinsi dan Kabupaten/Kota Tahun 2009-2014 ... 8
Tabel 3 Rincian Perda RTRW Provinsi yang Telah Ditetapkan ... 8
LAPORAN KEGIATAN BKPRN
2009-2014
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Struktur Organisasi BKPRN... 1
Gambar 2 Holding Zone sebagai Upaya Percepatan Penyelesaian RTRW ... 7
Gambar 3 Pembukaan Sarasehan oleh Menteri Pekerjaan Umum ... 7
Gambar 4 FGD Fasilitasi Akselerasi Penyelesaian RZWP-3-K di Ternate ... 9
Gambar 5 FGD Pembahasan Urgensi Regulasi Pengelolaan Ruang Udara Nasional ... 9
Gambar 6 Pembukaan Rakornas BKPRD 2012 oleh Menteri Dalam Negeri ... 11
Gambar 7 Sidang Pleno Rakernas BKPRN Tahun 2013 ... 12
Gambar 8 Rakornas BKPRD Tahun 2014 di Bali ... 12
Gambar 9 Sidang Pleno Raker Regional BKPRN Wilayah I Tahun 2014... 13
Gambar 10 Pembukaan Workshop Pedoman Informasi Kebencanaan Geologi untuk Penyusunan RTR oleh Kepala Badan Geologi ... 15
Gambar 11 Ilustrasi Pengaturan Wilayah Pesisir ... 16
Gambar 12 Pembukaan Acara Puncak Hari Tarunas 2014 ... 16
Gambar 13 Suasana FGD Penjajakan Ekspektasi Peran BKPRN di Provinsi NTB ... 17
Gambar 14 Lambang Peacekeeping Centre Indonesia ... 18
Gambar 15 PLTU Batang ... 19
Gambar 16 Lokasi Kawasan Alas Kethu dalam RTRW Kab. Wonogiri ... 20
Gambar 17 Pola Ruang Kawasan Teluk Benoa dalam Perpres No. 45 Th 2011 ... 21
Gambar 18 Pola Ruang Rancangan Perda RTRW Kota Dumai ... 21
Gambar 19 Posisi Situs Trowulan dalam RTRW Kab. Mojokerto ... 22
Gambar 20 Pola Ruang dalam RTRW Kab. Karawang ... 22
LAPORAN KEGIATAN BKPRN
2009-2014
DAFTAR SINGKATAN
AMDAL : Analisis Dampak Lingkungan Hidup BBK : Batam, Bintan, dan Karimun
BIG : Badan Informasi Geospasial
Bimtek : Bimbingan teknis
BKPH : Badan Kesatuan Pemangkuan Hutan BKPRD : Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah BKPRN : Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional BKTRN : Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional BNPB : Badan Nasional Penanggulangan Bencana
BPN : Badan Pertanahan Nasional
DPCLS : Daerah Penting Cakupan Luas Strategis DRC : Disaster Reduction Center
ESDM : Energi dan Sumber Daya Mineral
Gerbangkertosusila : Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan
HAM : Hak Asasi Manusia
HGB : Hak Guna Bangunan
HGU : Hak Guna Usaha
IMB : Izin Mendirikan Bangunan
Inpres : Instruksi Presiden
IPSC : Indonesia Peace and Security Center
Jabodetabekpunjur : Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur
K/L : Kementerian/Lembaga
KDB : Koefisien Dasar Bangunan
Kedung Sepur : Kendal, Demak, Ungaran, Salatiga, Semarang, Purwodadi KLHS : Kajian Lingkungan Hidup Strategis
KPP : Kawasan Peruntukan Pertambangan
KSN : Kawasan Strategis Nasional
KSP : Kawasan Strategis Provinsi
KZB : Koefisien Zona Terbangun
LH : Lingkungan Hidup
LP2B : Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan LPI : Lingkungan Pantai Indonesia
Mamminasata : Makassar, Maros, Sungguminasa, Takalar Mebidangro : Medan, Binjai, Deli Serdang, Karo
MHA : Masyarakat Hukum Adat
NSPK : Norma, Standar, Pedoman, Kriteria
Perda : Peraturan Daerah
Perpres : Peraturan Presiden
PHE ONJW : Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java
PKC : Peace Keeping Center
PLN : Perusahaan Listrik Negara
PLTU : Pembangkit Tenaga Listrik tenaga Uap PMPP : Pusat Misi Pemelihara Perdamaian
PPATK : Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
PP : Peraturan Pemerintah
PPN : Perencanaan Pembangunan Nasional PPNS : Penyidik Pegawai Negeri Sipil PRUN : Pengelolaan Ruang Udara Nasional
PU : Pekerjaan Umum
Raker Reg : Rapat Kerja Regional Rakernas : Rapat Kerja Nasional Rakornas : Rapat Koordinasi Nasional
RBI : Rupa Bumi Indonesia
RDTR : Rencana Detail Tata Ruang RRTR : Rencana Rinci Tata Ruang
LAPORAN KEGIATAN BKPRN
2009-2014
RTR : Rencana Tata Ruang
RTRLN : Rencana Tata Ruang Laut Nasional
RTRW : Rencana Tata Ruang Wilayah
RTRWN : Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
RUTR : Rencana Umum Tata Ruang
RZWP-3-K : Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Sarbagita : Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan
SC-DRR : Safer Communities through Disaster Risk Reduction
SDM : Sumber Daya Manusia
SEB : Surat Edaran Bersama
SOP : Standard Operating Procedure
SPR-KRB : Standar Penataan Ruang di Kawasan Rawan Bencana SUTET : Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi
TGHK : Tata Guna Hutan Kesepakatan
TKPTRN : Tim Koordinasi Pengelolaan Tata Ruang Nasional TNI : Tentara Nasional Indonesia
TWALD : Taman Wisata Alam Laut Daerah
UNDP : United Nations for Development Programme
LAPORAN KEGIATAN BKPRN
2009-2014
BAB I Badan Koordinasi Penataan Ruang
Nasional (BKPRN): Struktur, Capaian,
dan Tantangan
Struktur Organisasi BKPRN
Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) merupakan lembaga ad hoc yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan berbagai instansi pemerintah dalam menangani masalah penataan ruang bagi kebutuhan pembangunan secara terkoordinasi. Dalam perjalanannya, lembaga ini telah mengalami beberapa kali perubahan nama dan struktur.
Pada awal pembentukannya, BKPRN bernama Tim Koordinasi Pengelolaan Tata Ruang Nasional (TKPTRN) yang dibentuk dengan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1989. Lembaga ini berubah menjadi Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional (BKTRN) melalui Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1993, yang selanjutnya ditetapkan kembali dengan Keputusan Presiden Nomor 62 Tahun 2000.
Terbitnya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang berimplikasi pada kebutuhan wadah koordinasi penataan ruang yang dinamis dan
antisipatif. Menindaklanjuti kebutuhan tersebut ditetapkan Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 2009 tentang Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional yang mengubah BKTRN menjadi BKPRN. Berdasarkan amanat Keppres Nomor 4 Tahun 2009, BKPRN memiliki tugas mengkoordinasikan, antara lain:
Penyiapan kebijakan penataan ruang nasional; Penyusunan peraturan perundang-undangan di
bidang penataan ruang;
Pemaduserasian berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penyelenggaraan penataan ruang;
Penanganan dan penyelesaian masalah yang timbul dalam penyelenggaraan penataan ruang dan memberikan pengarahan serta saran pemecahannya;
Fasilitasi kerjasama penataan ruang antarprovinsi;
Upaya peningkatan kapasitas kelembagaan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penataan ruang; dan Pelaksanaan RTRWN, pemantauan pelaksanaan RTRWN dan pemanfaatan hasil pemantauan tersebut untuk penyempurnaan.
Dalam rangka membantu kelancaran pelaksanaan tugas BKPRN, dibentuk Tim Pelaksana yang berfungsi sebagai pelaksana tugas dalam bidang teknis penyelenggaraan penataan ruang. Selain itu, Tim Pelaksana dapat membentuk Kelompok Kerja untuk menangani tugas-tugas yang bersifat khusus. Penjelasan mengenai tugas dan struktur Tim Pelaksana BKPRN serta Kelompok Kerja BKPRN dirinci pada LAMPIRAN 1.
KETUA BKPRN merangkap anggota Menteri Koordinator Bidang Perekonomian SEKRETARIS merangkap anggota Menteri PPN/Kepala Bappenas WAKIL KETUA I merangkap anggota Menteri Pekerjaan Umum ANGGOTA
Menteri Pertahanan, Menteri ESDM, Menteri Perindustrian, Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan, Menteri Perhubungan, Menteri Kelautan & Perikanan, Menteri LH,
Kepala BPN, Waseskab
WAKIL KETUA II merangkap anggota Menteri Dalam Negeri
Gambar 1 Struktur Organisasi BKPRN
Sumber: Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 2009 tentang Badan Penataan Ruang Nasional
LAPORAN KEGIATAN BKPRN
2009-2014
Pedoman Tata Kerja Sekretariat BKPRN
Dalam upaya peningkatan kualitas keorganisasian BKPRN serta sebagai operasionalisasi dari Peraturan Menko Bidang Perekonomian Nomor PER-02/M.EKON/10/2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja BKPRN, disusun Pedoman Tata Kerja Sekretariat BKPRN yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri PPN/Kepala Bappenas selaku Sekretaris BKPRN Nomor KEP.46/M.PPN/HK/03/2013 tentang Pedoman Tata Kerja Sekretariat BKPRN. Pedoman ini memuat tata kerja baku antarorgan BKPRN.
Pedoman Tata Kerja Sekretariat BKPRN didasarkan pada prinsip-prinsip berikut:
1. Subsidiarity: pengambilan keputusan sedapat mungkin berada pada jenjang terendah.
2. Musyawarah dan mufakat: pengambilan keputusan tetap mengedepankan asas musyawarah dan mufakat. 3. Tertib organisasi: struktur organisasi BKPRN sesuai dengan kewenangan, tugas, dan fungsi masing-masing K/L. 4. Efektif dan efisien: tegas dan tidak berlarut-larut yang tercermin dari jumlah pertemuan/rapat yang terdefinisi
jelas untuk pengambilan keputusan dan/atau pencapaian kesepakatan mengenai isu tersebut. 5. Tata kelola yang baik: penerapan prinsip akuntabilitas, keterbukaan informasi, dan partisipatif.
Kilasan Capaian BKPRN 2009-2014
Selama kurun waktu 2009-2014, BKPRN telah melaksanakan berbagai kegiatan dalam rangka peningkatan kualitas penataan ruang nasional. Pada tahun 2009, kegiatan BKPRN utamanya diarahkan pada penyelesaian peraturan perundangan yang diamanatkan UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yaitu penyusunan 5 (lima) Peraturan Pemerintah (PP), 7 (tujuh) Peraturan Presiden (Perpres) Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan, dan 76 (tujuh puluh enam) Peraturan Presiden (Perpres) Kawasan Strategis Nasional (KSN).
Hingga akhir tahun 2014, seluruh Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres) Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan amanat UU Penataan Ruang telah diterbitkan. PP terbaru yang diterbitkan adalah PP No. 68 Tahun 2014 tentang Penataan Wilayah Pertahanan Negara.
BKPRN juga memfasilitasi upaya akselerasi penyelesaian Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di tingkat provinsi, dan kabupaten/kota. Hingga akhir tahun 2014, terdapat 25 provinsi, 317 kabupaten, dan 81 kota yang telah menetapkan RTRW. Salah satu langkah percepatan penyelesaian RTRW berupa penerbitan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2013 tentang Penyelesaian Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Sebagai operasionalisasi Inpres tersebut, diterbitkan Surat Edaran Bersama (SEB) Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, dan Menteri Kehutanan tentang Percepatan Penyelesaian Penyusunan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi dan Kabupaten/Kota melalui Penerapan Kawasan yang Belum Ditetapkan Perubahan Peruntukan Ruangnya (Holding Zone).
Secara simultan dengan percepatan penyelesaian RTRW, BKPRN juga terus mendorong percepatan penyelesaian Rencana Rinci Tata Ruang (RRTR) yang merupakan instrumen penting untuk mengendalikan pemanfaatan ruang sekaligus memperkuat kepastian hukum rencana tata ruang. Sehubungan dengan urgensi penyelesaian RRTR tersebut, telah disusun perkiraan lokasi penyusunan RRTR pada kurun waktu 2015-2019 yang telah disampaikan kepada Badan Informasi Geospasial (BIG) untuk acuan prioritas penyediaan peta dasar skala besar.
Selain akselerasi penyelesaian RTRW dan RRTR, BKPRN memfasilitasi akselerasi penyelesaian Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 34 Tahun 2014 tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Hingga Desember 2014, telah ditetapkan 5 (lima) Perda 3-K Provinsi, 8 (delapan) Perda 3-K Kabupaten, dan 4 (empat) Perda RZWP-3-K Kota. Disamping itu, BKPRN memfasilitasi integrasi RZWP-RZWP-3-K dengan RTRW, terutama dalam pengaturan perencanaan wilayah kecamatan pesisir. Berkenaan dengan ruang udara, sejak Maret 2014 BKPRN memfasilitasi proses inisiasi penyusunan regulasi pengelolaan ruang udara nasional melalui serangkaian pembahasan lintas pemangku kepentingan, utamanya untuk perumusan urgensi.
LAPORAN KEGIATAN BKPRN
2009-2014
Seperti halnya BKPRN di tingkat nasional, koordinasi penataan ruang di daerah dilakukan oleh Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD). BKPRD dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2009 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah. Hingga tahun 2014, BKPRD telah terbentuk di seluruh provinsi kecuali Provinsi Papua Barat dan Kalimantan Utara. Diharapkan BKPRD dapat mempercepat penyelesaian konflik-konflik pemanfaatan ruang yang terjadi di daerah.Setiap 2 (dua) tahun, BKPRN menyelenggarakan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) untuk membahas penyelesaian isu-isu strategis serta menyusun Agenda Kerja BKPRN selama 2 (dua) tahun. Penyelesaian Agenda Kerja 2012-2013 (LAMPIRAN 2), yang merupakan hasil Rakernas BKPRN Tahun 2011 di Kota Manado, diarahkan pada penyelesaian peraturan perundangan amanat UU No. 26 Tahun 2007. Selanjutnya Agenda Kerja BKPRN 2014-2015 (LAMPIRAN 3), hasil Rakernas BKPRN Tahun 2013 di Jakarta, bertitikberat pada fasilitasi penyelarasan implementasi peraturan perundangan terkait dengan tata ruang.
Capaian pelaksanaan agenda kegiatan BKPRN selama kurun 2009-2014, dapat dijabarkan dalam tabel sebagaimana terlampir (LAMPIRAN 4). Dalam pelaksanaan tugas BKPRN, dijumpai beberapa kendala yakni:
Masih terdapat ketidakharmonisan antarperaturan perundangan bidang penataan ruang; Masih terbatasnya dan kurang terintegrasinya penyediaan sistem informasi spasial; dan
Masih terbatasnya ketersediaan Rencana Rinci Tata Ruang (RRTR) yang merupakan acuan operasional perizinan.
Tantangan BKPRN di Masa Mendatang
Dalam 5 (lima) tahun ke depan, penataan ruang akan memasuki tahapan pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ruang. BKPRN akan semakin dituntut untuk tanggap dalam mengoordinasikan penanganan terhadap beberapa isu penataan ruang berikut:
1. Integrasi dan harmonisasi berbagai produk rencana dan peraturan perundangan sektoral terkait penataan ruang, sehingga potensi konflik pemanfaatan ruang dapat diminimalisir.
2. Percepatan penyediaan instrumen pengendalian pemanfaatan ruang, yakni Rencana Rinci Tata Ruang (RRTR) serta Neraca Penatagunaan Tanah di tingkat kecamatan sebagai instrumen ketersediaan tanah bagi pembangunan. 3. Pembinaan kelembagaan penataan ruang baik di tingkat pusat maupun daerah untuk memperkuat komitmen
pengendalian dan penegakan hukum terhadap pelanggaran penataan ruang.
4. Peningkatan kualitas produk rencana tata ruang seperti penyediaan peta dasar dan tematik sesuai kebutuhan skala peta, maupun penyediaan sistem informasi sebagai basis dalam pengambilan keputusan.
5. Adaptasi penyelenggaraan penataan ruang terhadap pemberlakuan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan perubahan struktur kabinet.
Menyikapi isu-isu tersebut, telah diidentifikasi rancangan kegiatan BKPRN pada tahun 2015-2019 seperti dimuat dalam tabel berikut.
Tabel 1 Rancangan Kegiatan BKPRN Tahun 2015-2019
No Isu Kegiatan Kementerian/Lembaga Tahun
1 Integrasi dan harmonisasi produk rencana dan peraturan perundangan terkait penataan ruang
Review implikasi peraturan perundangan terkait penataan ruang terhadap implementasi UU Penataan Ruang
Kementerian
PPN/Bappenas 2015-2019
Fasilitasi integrasi substansi penataan ruang (RZWP-3-K, KLHS, dan LP2B) ke dalam RTRW
Kementerian
PPN/Bappenas 2015-2019 Penyusunan dan penetapan Rencana Tata Ruang
Laut Nasional (RTRLN)
Kementerian Kelautan dan
Perikanan 2015-2019 Penyusunan dan penetapan rencana zonasi laut
pada kawasan-kawasan strategis nasional
Kementerian Kelautan dan Perikanan
2015-2019
Penetapan 16 (enam belas) lokasi Kawasan Bentang Alam Karst lintas provinsi
Kementerian ESDM 2015-2019
LAPORAN KEGIATAN BKPRN
2009-2014
No Isu Kegiatan Kementerian/Lembaga Tahun
Kawasan Cagar Alam Geologi
Penyusunan Peraturan Menteri ESDM tentang Pemanfaatan Ruang Berbasis Bahaya Geologi
Kementerian ESDM 2015-2017
Implementasi Cetak Biru Transportasi Antarmoda/Multimoda
Kementerian Perhubungan 2015-2030
Implementasi Rencana Induk Pelabuhan Nasional Kementerian Perhubungan 2015-2030
2 Penyusunan dokumen pengendalian pemanfaatan ruang
Fasilitasi Persetujuan Substansi Rencana Rinci Tata Ruang Provinsi/Kabupaten
Kementerian PU 2015-2019
Evaluasi Persediaan dan Peruntukan Penggunaan
Tanah Regional (Pulau Sumatera) Badan Pertanahan
Nasional 2015 Neraca Penatagunaan Tanah Kecamatan Badan Pertanahan
Nasional
2015-2019
3 Pembinaan kelembagaan penataan ruang
Review Kelembagaan BKPRN Kementerian PPN/Bappenas
2015
Penyelenggaraan Rakernas BKPRN Kementerian Dalam Negeri (diusulkan dialihkan ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang)
2015, 2017, dan 2019
Rakornas BKPRD Kementerian Dalam Negeri 2015-2019 Evaluasi Kinerja BKPRD Kementerian Dalam Negeri 2015-2017 Forum Pembahasan Evaluasi Raperda tentang
RTRW Provinsi
Kementerian Dalam Negeri 2015-2017
Revisi Permendagri Nomor 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Daerah
Kementerian Dalam Negeri 2015-2016
Fasilitasi Penyelenggaraan Pengelolaan Kawasan Strategis Nasional
Kementerian Dalam Negeri 2015-2019
Fasilitasi Pemerintah Daerah dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Kementerian Dalam Negeri 2015-2019
Fasilitasi Implementasi Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang Pulau (Kerjasama Antara Pemerintah Daerah Provinsi)
Kementerian Dalam Negeri 2015-2019
Rapat Kerja Regional BKPRN Kementerian Dalam Negeri 2016 dan 2018
4 Penyediaan data dan
sistem informasi Pembinaan Pemetaan Rencana Tata Ruang
Badan Informasi Geospasial
2015-2019
Penyusunan Norma, Standar, Pedoman, Kriteria (NSPK) Pemetaan Tata Ruang
Badan Informasi
Geospasial 2015-2019 Integrasi Data Spasial Tata Ruang Badan Informasi
Geospasial 2015-2019 Penyedian peta dasar Rupa Bumi Indonesia (RBI)
dan Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) skala menengah dan skala besar untuk Rencana Rinci Tata Ruang dan RZWP-3-K
Badan Informasi
Geospasial 2015-2019
Pengembangan e-BKPRN Sekretariat BKPRN 2015-2019
LAPORAN KEGIATAN BKPRN
2009-2014
BAB II Fasilitasi Penyelesaian Peraturan
Perundangan Bidang Penataan Ruang
UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengamanatkan penyusunan peraturan perundang-undangan sebagai peraturan turunan, antara lain Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres) tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau/Kepulauan, Peraturan Presiden (Perpres) tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Strategis Nasional (KSN), serta Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi, dan Kabupaten/Kota. Selain peraturan perundangan turunan amanat UU No. 26 Tahun 2007, terdapat peraturan perundangan serta kebijakan sektoral yang mendukung penyelenggaraan penataan ruang yang ditetapkan dengan mengacu kepada UU No. 26 Tahun 2007, serta beberapa kebijakan dan regulasi pendukung penyelenggaraan penataan ruang.
Peraturan Pemerintah (PP)
UU No. 26 Tahun 2007 mengamanatkan penyelesaian PP paling lambat 2 (dua) tahun dan Perpres paling lambat 5 (lima) tahun, terhitung sejak UU tersebut diberlakukan. Sejak tahun 2009, BKPRN memfasilitasi penyelesaian Peraturan Pemerintah (PP) amanat UU No. 26 Tahun 2007, meliputi:
1. PP No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN); 2. PP No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang;
3. PP No. 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang; 4. PP No. 8 Tahun 2013 tentang Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang; dan
5. PP No. 68 Tahun 2014 tentang Penataan Wilayah Pertahanan Negara.
Dengan telah terbitnya PP No. 8 Tahun 2013 tentang Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang, diharapkan ada kesatuan sistem peta rencana tata ruang yang akurat, dengan mengacu pada georeferensi tunggal yang ditetapkan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG). Dengan demikian, peta-peta Rencana Tata Ruang disusun berdasarkan informasi geospasial dasar dan tematik yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pada bulan Agustus 2014 ditetapkan PP No. 68 Tahun 2014 tentang Penataan Wilayah Pertahanan Negara. PP ini merupakan bentuk upaya pengelolaan wilayah dari aspek pertahanan agar tidak terjadi benturan kepentingan dengan fungsi-fungsi pembangunan lainnya, terutama dalam penyelenggaraan penataan ruang nasional.
Peraturan
Presiden
(Perpres)
Rencana
Tata
Ruang
(RTR)
Pulau/Kepulauan
Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau/Kepulauan merupakan penjabaran dan operasionalisasi dari RTRWN. RTR Pulau/Kepulauan memuat strategi pemanfaatan ruang, yang diharapkan dapat menjadi dasar bagi berbagai sektor dan daerah dalam menyusun berbagai program pembangunan ke depan. Perpres RTR Pulau/Kepulauan yang telah ditetapkan meliputi:
1. Perpres No. 88 Tahun 2011 tentang RTR Pulau Sulawesi; 2. Perpres No. 3 Tahun 2012 tentang RTR Pulau Kalimantan; 3. Perpres No. 13 Tahun 2012 tentang RTR Pulau Sumatera; 4. Perpres No. 28 Tahun 2012 tentang RTR Pulau Jawa-Bali;
5. Perpres No. 56 Tahun 2014 tentang RTR Kepulauan Nusa Tenggara; 6. Perpres No. 57 Tahun 2014 tentang RTR Pulau Papua; dan
LAPORAN KEGIATAN BKPRN
2009-2014
Perpres RTR Kawasan Strategis Nasional (KSN)
Berkenaan dengan amanat PP No. 26 Tahun 2008 tentang RTRWN untuk menetapkan 76 (tujuh puluh enam) Perpres RTR Kawasan Strategis Nasional (KSN), hingga akhir tahun 2014 telah ditetapkan 8 (delapan) Perpres yaitu:
1. Perpres No. 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur;
2. Perpres No. 45 Tahun 2011 tentang RTR Kawasan Perkotaan Sarbagita yang telah direvisi melalui Perpres No. 51 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Perpres No. 45 Tahun 2011 tentang RTR Kawasan Perkotaan Sarbagita; 3. Perpres No. 55 Tahun 2011 tentang RTR Kawasan Perkotaan Mamminasata;
4. Perpres No. 62 Tahun 2011 tentang RTR Kawasan Perkotaan Mebidangro;
5. Perpres No. 87 Tahun 2011 tentang RTR Kawasan Batam, Bintan, dan Karimun (BBK); 6. Perpres No. 58 Tahun 2014 tentang RTR Kawasan Borobudur dan Sekitarnya; 7. Perpres No. 70 Tahun 2014 tentang RTR Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi; 8. Perpres No. 81 Tahun 2014 tentang RTR Kawasan Danau Toba dan Sekitarnya; dan
9. Perpres No. 179 Tahun 2014 tentang RTR Kawasan Perbatasan Negara di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Setelah melalui proses peninjauan kembali pada tahun 2013 dan direkomendasikan untuk direvisi, Perpres No. 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur saat ini dalam proses penyusunan materi teknis revisi dan ditargetkan selesai pada akhir tahun 2014.
Berkenaan dengan wilayah perbatasan, pada tahun 2014 terdapat 4 (empat) Rancangan Perpres RTR KSN Perbatasan yang berada dalam tahap finalisasi oleh Sekretariat Kabinet, yaitu:
1. RTR KSN Perbatasan Negara di Provinsi Maluku;
2. RTR KSN Perbatasan Negara di Provinsi Maluku Utara dan Provinsi Papua Barat; 3. RTR KSN Perbatasan Negara di Provinsi Papua; dan
4. RTR KSN Perbatasan Negara di Kalimantan.
Sementara itu, hingga Desember 2014 terdapat 4 (empat) Rancangan Perpres RTR KSN yang tengah dalam tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM, meliputi:
1. RTR KSN Perbatasan Negara di Provinsi Sulawesi Utara-Gorontalo-Sulawesi Tengah-Kalimantan Timur-Kalimantan Utara;
2. RTR KSN Perbatasan Negara di Provinsi Riau dan Provinsi Kepulauan Riau; 3. RTR KSN Perbatasan Aceh-Sumatera Utara; dan
4. RTR KSN Selat Sunda.
Rencana Tata Ruang (RTR) KSN lainnya yang tengah dalam proses penyusunan antara lain KSN Perkotaan Kendal-Demak-Ungaran-Salatiga-Semarang-Purwodadi (Kedung Sepur), RTR KSN Gresik-Bangkalan-Mojokerto-Surabaya-Sidoarjo-Lamongan (Gerbangkertosusila), RTR KSN Cekungan Bandung, serta RTR KSN Laut Lepas.
Sesuai hasil pembahasan bersama Kementerian Hukum dan HAM, disepakati penetapan Perpres yang diamanatkan PP No. 26 Tahun 2008 dibatasi maksimal sebanyak 12 (dua belas) Perpres dalam 1 (satu) tahun. Oleh karena itu, akan dilakukan penyesuaian bagi Perpres yang belum ditetapkan dengan cara penggabungan penetapan beberapa RTR dengan karateristik substansi yang sama kedalam 1 (satu) Perpres, diantaranya 13 KAPET; 12 Taman Nasional; 4 KSN Pariwisata; serta KSN Teknologi Tinggi.
LAPORAN KEGIATAN BKPRN
2009-2014
Inpres No. 8 Tahun 2013 tentang Penyelesaian Penyusunan Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota
Salahsatu permasalahan dalam proses penetapan RTRW Provinsi adalah belum selesainya proses perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan, terutama bila perubahan tersebut berkenaan dengan Daerah Penting Cakupan Luas Strategis (DPCLS) yang mensyaratkan persetujuan dari DPR RI.
Sebagai upaya percepatan penyelesaian Perda RTRW, pada Rakernas BKPRN 2011 disepakati gagasan ―Penerapan status Holding Zone bagi provinsi yang sudah mendapatkan persetujuan substansi teknis dari Menteri Pekerjaan Umum, namun belum mendapatkan persetujuan dari Menteri Kehutanan‖. Menindaklanjuti kesepakatan tersebut, BKPRN secara intensif telah mempersiapkan dan merekomendasikan pokok pengaturan Holding Zone, yang dituangkan pada tanggal 18 September 2013, melalui Instruksi Presiden (Inpres)
Nomor 8 Tahun 2013 tentang Penyelesaian Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Instruksi diberikan kepada 18 Menteri/Kepala Lembaga terkait, terutama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Kehutanan, Kepala Badan Informasi Geospasial, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, serta Gubernur dan Bupati/Walikota untuk melakukan langkah penyelesaian sesuai tupoksi dan kewenangannya.
Sebagai operasionalisasi dari Inpres tersebut, pada 17 Maret 2014 diterbitkan Surat Edaran Bersama (SEB) Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, dan Menteri Kehutanan tentang Percepatan Penyelesaian Penyusunan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi dan Kabupaten/Kota melalui Penerapan Kawasan yang Belum Ditetapkan Perubahan Peruntukan Ruangnya (Holding Zone). Sebagai tindak lanjut, telah dilaksanakan fasilitasi integrasi kawasan hutan dalam pola ruang RTRW Provinsi dan kabupaten/kota di 28 (dua puluh delapan) provinsi, sepanjang tahun 2014.
Peninjauan Kembali Peraturan Pemerintah (PP)
No. 26 Tahun 2008 tentang RTRWN
Selama 5 tahun masa implementasi PP No. 26 Tahun 2008 tentang RTRWN, terjadi banyak perubahan kebijakan strategis sektoral yang mempengaruhi pengaturan dalam RTRWN sehingga perlu dilakukan peninjauan kembali terhadap PP No. 26 Tahun 2008. Oleh karena itu, sejak tahun 2012 proses persiapan peninjauan kembali terhadap PP tersebut mulai dilakukan. Sebagai langkah awal, pada tanggal 26 Maret 2013, BKPRN menyelenggarakan sarasehan dengan tema ―Kilas Balik 5 Tahun Implementasi RTRWN sebagai Matra Spasial Pembangunan Nasional‖. Penyelenggaraan sarasehan bertujuan untuk meninjau implementasi dan pencapaian RTRWN sebagai instrumen dan matra spasial pembangunan nasional. Kesimpulan sarasehan diantaranya:
RTRWN yang memuat kebijakan dan strategi spasial nasional perlu dipertahankan kerangka muatannya sebagai upaya menjaga konsistensi dan wibawa suatu rencana.
Implementasi dan pengendalian pemanfaatan ruang RTRWN perlu lebih diefektifkan melalui dukungan sektor-sektor dengan mengadopsi indikasi program yang ditetapkan dalam RTRWN.
Kegiatan sarasehan dilanjutkan dengan pelaksanaan penjaringan masukan dari Pemerintah Daerah bertempat di Manado, Medan, Mataram, dan Balikpapan. Sepanjang tahun 2014, proses peninjauan kembali RTRWN dilanjutkan
Gambar 2 Holding Zone sebagai Upaya Percepatan Penyelesaian RTRW
Gambar 3 Pembukaan Sarasehan oleh Menteri Pekerjaan Umum
LAPORAN KEGIATAN BKPRN
2009-2014
terhadap 5 aspek utama muatan RTRWN, yaitu Sistem Perkotaan Nasional, Kawasan Strategis Nasional (KSN), Sistem Jaringan Prasarana, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya. Hasil pembahasan aspek tersebut menjadi dasar penyusunan konsep rekomendasi hasil peninjauan kembali RTRWN.Peraturan Daerah (Perda) RTRW
UU No. 26 Tahun 2007 mengamanatkan penyelesaian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi selambatnya 2 (dua) tahun dan RTRW Kabupaten/Kota selambatnya 3 (tiga) tahun, terhitung sejak tahun penetapan UU tersebut. BKPRN memfasilitasi penyelesaian penetapan Perda RTRW Provinsi dan Kabupaten/Kota karena dokumen ini menjadi acuan dalam melaksanakan berbagai program pembangunan di daerah.
Hingga Desember 2014 telah ditetapkan 317 (tiga ratus tujuh belas) Perda RTRW Kabupaten (dari 398 kabupaten) dan 81 (delapan puluh satu) Perda RTRW Kota (dari 93 kota). Rincian status penetapan RTRW tertera dalam tabel berikut.
Tabel 2 Status Penetapan RTRW Provinsi dan Kabupaten/Kota Tahun 2009-2014
Wilayah 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Provinsi (34) 2 7 10 14 19 26
Kabupaten (398) 6 14 65 202 259 317
Kota (93) 1 4 20 56 70 81
Sumber: Hasil Rekapitulasi, Desember 2014
Dari 34 provinsi, terdapat 25 provinsi yang telah menetapkan Perda RTRW seperti dirinci dalam tabel berikut. Masih terdapat 9 (Sembilan) provinsi yang belum menetapkan Perda RTRW, yaitu Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Riau, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara. Rancangan Perda RTRW kesembilan provinsi tersebut ditargetkan selesai pada awal tahun 2015.
Tabel 3 Rincian Perda RTRW Provinsi yang Telah Ditetapkan
NO. PROVINSI PERDA NO. PROVINSI PERDA
1 Bali No. 16 Tahun 2009 14 Sumatera Barat No.13 Tahun 2012
2 Sulawesi Selatan No. 9 Tahun 2009 15 Jambi No.10 Tahun 2013
3 Lampung No. 1 Tahun 2010 16 Maluku No. 16 Tahun 2013
4 Jawa Barat No. 22 Tahun 2010 17 Maluku Utara No. 2 Tahun 2013
5 Jawa Tengah No. 6 Tahun 2010 18 Papua Barat No.2 Tahun 2013
6 D.I Yogyakarta No. 2 Tahun 2010 19 Sulawesi Tengah No. 8 Tahun 2013
7 Nusa Tenggara Barat No. 3 Tahun 2010 20 Aceh No. 19 Tahun 2013
8 Banten No. 2 Tahun 2011 21 Papua No. 23 Tahun 2013
9 Nusa Tenggara Timur No. 1 Tahun 2011 22 Sulawesi Barat No.1 Tahun 2014
10 Gorontalo No. 4 Tahun 2011 23 Kep. Bangka Belitung No. 2 Tahun 2014
11 Bengkulu No. 2 Tahun 2012 24 Sulawesi Utara No. 1 Tahun 2014
12 DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 25 Sulawesi Tenggara No. 2 Tahun 2014
13 Jawa Timur No. 5 Tahun 2012
Sumber: Hasil Rekapitulasi, Desember 2014
Pada tataran Kabupaten/Kota, upaya percepatan penyelesaian RTRW dan Rencana Rinci Tata Ruang (RRTR) dilakukan melalui penerbitan Surat Menteri Pekerjaan Umum No.TR. 02 03/Mn-225 perihal Percepatan Penetapan Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Rinci Tata Ruang (RRTR) kepada seluruh Kepala Daerah pada April 2014. Upaya percepatan penyelesaian RRTR dan RDTR juga dilakukan melalui pelimpahan wewenang pemberian persetujuan substansi dari Menteri PU kepada Gubernur di beberapa daerah melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 01/PRT/M/2013 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Persetujuan Substansi Dalam Penetapan Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Rinci Tata Ruang Kabupaten/Kota.
LAPORAN KEGIATAN BKPRN
2009-2014
Peraturan Daerah (Perda) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K)
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 jo Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil memuat ketentuan pengelolaan ruang laut dalam lingkup wilayah pesisir hingga sejauh 12 mil laut dari garis pantai. Undang-Undang ini ditetapkan dengan tujuan melindungi, mengonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan, dan memerkaya sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil serta sistem ekologisnya secara berkelanjutan. Disebutkan dalam UU tersebut bahwa Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) merupakan rencana yang berisi arahan pemanfaatan sumberdaya yang disertai penetapan struktur dan pola ruang di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. RZWP-3-K ditetapkan dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda).
Hingga Desember2014, baru dilakukan penetapan RZWP-3-K pada 5 provinsi (Jawa Timur, D.I Yogyakarta, Sumatera Barat, Jawa Barat, dan Jawa Tengah), 8 kabupaten (Gresik, Sinjai, Banjar, Serang, Badung, Batang, Berau, dan Bolaang Mongondow Timur), serta 4 kota (Ternate, Kendari, Pekalongan, dan Sorong). Kondisi tersebut antara lain disebabkan belum adanya kesamaan cara pandang dalam penataan ruang perairan laut, terbatasnya informasi spasial untuk penyusunan RZWP-3-K, serta masih terbatasnya pemahaman mengenai substansi RZWP-3-K sebagai instrumen penataan ruang di perairan laut.
Dalam rangka akselerasi penyelesaian Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) yang akan menjadi landasan pemberian izin di perairan laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menetapkan Peraturan Menterian Kelautan dan Perikanan No. 34 Tahun 2014 tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Disamping itu, BKPRN memfasilitasi integrasi RZWP-3-K kedalam RTRW, terutama dalam pengaturan perencanaan wilayah kecamatan pesisir.
Inisiasi Penyusunan Regulasi Pengelolaan Ruang Udara Nasional
UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Pasal 6 Ayat (5) berbunyi ruang laut dan ruang udara, pengelolaannya diatur dengan undang-undang tersendiri. Pengelolaan ruang laut telah diatur melalui UU No. 27 Tahun 2007 jo UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Berkenaan dengan ruang udara, sejak Maret 2014 BKPRN telah memfasilitasi inisiasi penyusunan regulasi Pengelolaan Ruang Udara Nasional (PRUN) melalui serangkaian pembahasan yang mengikutsertakan para pemangku kepentingan. Dalam proses inisiasi hingga Akhir September 2014 disepakati bahwa pengaturan PRUN bersifat melengkapi peraturan perundangan yang telah ada.
Indikasi permasalahan utama yang diharapkan dapat dijawab melalui
kehadiran regulasi PRUN diantaranya adalah pelanggaran batas-batas ruang udara nasional yang mengusik penegakan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Kedepannya akan dilakukan pendalaman terhadap urgensi regulasi PRUN, termasuk keterkaitannya dengan aspek pertahanan keamanan, ekonomi, sosial, lingkungan, dan kelembagaan.
Gambar 4 FGD Fasilitasi Akselerasi Penyelesaian RZWP-3-K di Ternate
Gambar 5 FGD Pembahasan Urgensi Regulasi Pengelolaan Ruang Udara
LAPORAN KEGIATAN BKPRN
2009-2014
BAB III Penguatan Kelembagaan Penataan
Ruang Nasional dan Daerah
Pembentukan BKPRD Provinsi
Sebagaimana keberadaan BKPRN di tingkat nasional, koordinasi dan sinkronisasi antarsektor di daerah dilakukan didalam wadah Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) yang dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 50 Tahun 2009 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah.
Penataan ruang provinsi menjadi tugas dan tanggungjawab Gubernur, sedangkan penataan ruang kabupaten/kota menjadi tugas dan tanggungjawab Bupati/Walikota. Forum BKPRD diharapkan dapat berperan aktif dalam perencanaan ruang dan penyelesaian konflik pemanfaatan ruang di tingkat daerah.
Hingga September 2014, dari 34 (tiga puluh empat) provinsi, sebanyak 32 (tiga puluh dua) provinsi telah membentuk BKPRD sesuai amanat Permendagri No. 50 Tahun 2009. Sementara itu, BKPRD Provinsi Papua Barat yang telah dibentuk belum sesuai dengan Permendagri dan Provinsi Kalimantan Utara merupakan provinsi pemekaran sehingga belum memiliki BKPRD (LAMPIRAN 5).
Sebagai upaya penguatan kapasitas BKPRD, pada tahun 2012 diselenggarakan forum dialog dan pertukaran pengalaman BKPRD dalam penyelenggaraan penataan ruang. Selanjutnya pada tahun 2014, Kementerian Dalam Negeri menyusun Pedoman tentang Tata Cara Penyusunan Tata Kerja (SOP) BKPRD.
Forum Koordinasi Penataan Ruang
Berdasarkan Keputusan Menteri PPN/Kepala Bappenas Nomor 46/M.PPN/HK/03/2013 Tanggal 14 Maret 2013 tentang Pedoman Tata Kerja Sekretariat BKPRN, Rapat Kerja BKPRN terdiri dari 2 (dua) bagian, yaitu:
Rapat Kerja (Raker) Regional BKPRN, merupakan forum penataan ruang tingkat regional yang melibatkan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Penyelenggaraan Raker Regional BKPRN dilakukan setiap 2 (dua) tahun sekali bergantian dengan tahun penyelenggaraan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) BKPRN. Tujuan diselenggarakannya Raker Regional BKPRN adalah untuk memantau kemajuan pelaksanaan Agenda Kerja BKPRN, serta menghimpun masukan untuk perumusan isu-isu strategis penyelenggaraan penataan ruang yang perlu ditindaklanjuti dalam Rakernas BKPRN.
Rapat Kerja Nasional (Rakernas) BKPRN, merupakan forum penataan ruang tingkat nasional yang melibatkan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Penyelenggaraan Rakernas BKPRN dilakukan setiap 2 (dua) tahun sekali bergantian dengan tahun penyelenggaraan Rapat Kerja (Raker) Regional BKPRN. Tujuan diselenggarakannya Rakernas BKPRN adalah untuk menyusun dan menyepakati Agenda Kerja BKPRN pada 2 (dua) tahun kedepan. Sementara itu, dalam kapasitasnya sebagai pembina BKPRD, Kementerian Dalam Negeri menyelenggarakan Rapat Kerja BKPRD dan Rapat Koordinasi Nasional BKPRD.
Selama periode 2009-2014, rapat kerja BKPRN yang telah diselenggarakan adalah sebagai berikut. 1. Rapat Kerja BKPRD Tahun 2010
Sesuai dengan agenda bersama BKPRN dan BKPRD, pada tanggal 12-14 Oktober 2010 di Kota Batam, Kepulauan Riau telah diselenggarakan Rapat Kerja (Raker) BKPRD dengan tema ―Percepatan Penyelesaian Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah melalui Penguatan BKPRD‖.
Isu-isu strategis penyelenggaraan penataan ruang yang berhasil dirumuskan dan perlu ditindaklanjuti, antara lain: a. Proses persetujuan perubahan kawasan hutan yang memakan waktu relatif panjang dianggap sebagai
LAPORAN KEGIATAN BKPRN
2009-2014
b. Akselerasi penyelesaian Perda RTRW juga terkendala oleh implikasi dari peraturan perundangan yang baruditerbitkan setelah UU No. 26 Tahun 2007.
2. Rapat Kerja Nasional BKPRN Tahun 2011
Rapat Kerja Nasional (Rakernas) BKPRN Tahun 2011 diselenggarakan di Kota Manado, Sulawesi Utara pada 29 November – 1 Desember 2011 dengan tema ―Optimalisasi Penyelenggaraan Penataan Ruang untuk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi yang Berkelanjutan‖.
Rumusan tindak lanjut yang disepakati dalam Rakernas adalah:
a. Perbaikan dan penyederhanaan proses penyusunan rencana umum dan rencana rinci tata ruang; b. Penguatan kelembagaan BKPRN dan hubungannya dengan BKPRD;
c. Sinkronisasi kebijakan, rencana, dan program lintassektor dan antartingkat pemerintahan serta integrasi rencana pembangunan dan rencana tata ruang; dan
d. Penyusunan mekanisme penyelesaian permasalahan pemanfaatan ruang di tingkat nasional maupun daerah. Rumusan tersebut menjadi dasar penyusunan Agenda Kerja BKPRN Tahun 2012-2013.
3. Rapat Koordinasi Nasional BKPRD 2012
Rakornas BKPRD 2012 diselenggarakan di Kota Pekanbaru, Riau dengan tema ―Penguatan Peran dan Fungsi BKPRD dalam Penyelenggaraan Penataan Ruang Daerah‖. Secara garis besar, kesepakatan rumusan tindak lanjut dalam Rakornas BKPRD Tahun 2012 antara lain:
a. Percepatan penyelesaian Perda RTRW Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk memberikan kepastian hukum di daerah terutama terkait dengan aspek perijinan;
b. Pendelegasian kewenangan pemberian persetujuan substansi rencana rinci tata ruang kabupaten/kota kepada pemerintah provinsi;
c. Penguatan peran dan fungsi BKPRD pada aspek pengendalian pemanfaatan ruang; dan
d. Pemerintah Daerah diharapkan menyampaikan laporan penyelenggaraan penataan ruang minimal 2 (dua) kali dalam setahun sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan penataan ruang serta tolok ukur kinerja BKPRD dalam melakukan koordinasi penataan ruang daerah.
Hasil kesepakatan tersebut disampaikan kepada Gubernur seluruh Indonesia dalam bentuk Surat Edaran Menteri Dalam Negeri melalui Surat No. 080/4704/SJ tanggal 20 November 2012. Hasil Rakornas BKPRD Tahun 2012 juga akan menjadi input bagi Rapat Kerja Nasional (Rakernas) BKPRN Tahun 2013.
4. Rapat Koordinasi Nasional BKPRD Tahun 2013
Rakornas BKPRD Tahun 2013 dilaksanakan tanggal 10-12 April 2013 di Kota Padang, Sumatera Barat dengan tema ―Optimalisasi Peran dan Fungsi BKPRD dalam rangka Mewujudkan Penyelenggaraan Penataan Ruang Daerah yang Berkualitas‖. Rumusan tindak lanjut yang disepakati dalam Rakornas, diantaranya:
a. Perlu penyiapan mekanisme dan tata kerja BKPRD;
b. Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) bidang penataan ruang; dan c. Penguatan peran dan fungsi BKPRD.
Gambar 6 Pembukaan Rakornas BKPRD 2012 oleh Menteri Dalam Negeri
LAPORAN KEGIATAN BKPRN
2009-2014
5. Rapat Kerja Nasional BKPRN Tahun 2013Rakernas BKPRN Tahun 2013 diselenggarakan tanggal 7 November 2013 di Jakarta dengan tema ―Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Penataan Ruang melalui Tata Pemerintahan yang Baik untuk Mewujudkan Penataan Ruang yang Optimal dan Berkelanjutan‖. Berikut pokok-pokok hasil kesepakatan Rakernas BKPRN 2013:
1. Dalam rangka menjaga konsistensi implementasi rencana tata ruang (yang telah ditetapkan melalui Peraturan Daerah), perlu dilakukan: i) Penyiapan mekanisme (Standard Operating Procedure/SOP) pengendalian pemanfaatan ruang; dan ii) Percepatan
penyusunan peta skala rinci oleh pemerintah kabupaten/kota dengan asistensi teknis oleh Badan Informasi Geospasial (BIG).
2. Kapasitas kelembagaan Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) akan terus diperkuat melalui: i) Penyusunan mekanisme (Standard Operating Procedure/SOP) BKPRD; dan ii) Penguatan peran BKPRD Provinsi untuk memfasilitasi penyelesaian permasalahan penataan ruang kabupaten/kota.
3. BKPRN perlu terus melakukan fasilitasi penyelarasan implementasi peraturan perundangan sektoral yang mengatur pemanfaatan ruang, terutama yang berkenaan dengan UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; dan UU Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Salah satu instrumen penting dalam penyelarasan adalah peta yang dapat secara jelas mencantumkan lokasi kegiatan sektor yang bersangkutan.
4. Menyikapi maraknya konflik pemanfaatan ruang, perlu disusun mekanisme (Standard Operating
Procedure/SOP) penyelesaian konflik. Disamping itu, direncanakan akan dilangsungkan sidang BKPRN (tingkat
menteri) untuk membahas konflik-konflik pemanfaatan ruang yang bersifat strategis atau mendesak, diantaranya terkait perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan di Propinsi Kepulauan Riau.
6. Rapat Koordinasi Nasional BKPRD 2014
Rapat Koordinasi Nasional BKPRD Tahun 2014 dilaksanakan tanggal 7-9 Mei 2014 di Nusa Dua, Bali. Tema yang diangkat adalah ―Membangun Efektivitas Kinerja Kelembagaan Penataan Ruang Daerah dalam Mendukung Terwujudnya Keberhasilan Pembangunan Daerah‖. Dalam Rakornas BKPRD Tahun 2014 dihasilkan beberapa kesepakatan berikut:
a) Pelaksanaan pelatihan dan bimbingan serta penambahan tenaga pendukung guna meningkatkan kualitas dan kuantitas aparatur penataan ruang di daerah;
b) Percepatan penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) sebagaimana amanat
UU No. 27 Tahun 2007 jo UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; c) Optimalisasi penerapan sistem informasi penataan ruang secara online yang dapat diakses dengan mudah
oleh seluruh pemangku kepentingan;
d) Penyusunan Mekanisme Tata Kerja (SOP) BKPRD untuk meningkatkan efektifitas kinerja dan optimalisasi peran BKPRD; dan
e) Peningkatan kualitas dan kuantitas Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan Satpol PP serta pemberian insentif yang memadai.
Gambar 7 Sidang Pleno Rakernas BKPRN Tahun 2013
LAPORAN KEGIATAN BKPRN
2009-2014
Hasil kesepakatan tersebut disampaikan kepada Gubernur seluruh Indonesia dalam bentuk instruksi Menteri Dalam Negeri melalui Surat No.050/6315/IV/Bangda.7. Rapat Kerja Regional BKPRN Tahun 2014
Raker Regional BKPRN Wilayah Barat (I) Tahun 2014 dilaksanakan tanggal 22-24 Juni 2014 di Kota Bandung, sementara Raker Regional BKPRN Wilayah Timur (II) Tahun 2014 dilaksanakan tanggal 3-5 September 2014 di Kota Surabaya. Tema yang diusung adalah ―Penyelarasan Kebijakan Penataan Ruang Nasional dan Daerah dalam rangka Percepatan Pembangunan Daerah‖. Kesepakatan rumusan tindak lanjut adalah sebagai berikut:
a) Akselerasi penyelesaian Rencana Rinci Tata Ruang (RRTR) Kabupaten/Kota;
b) Akselerasi penyelesaian Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K);
c) Integrasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) kedalam RTRW; d) Akselerasi penyelesaian penetapan Kawasan Strategis Nasional (KSN); dan e) Integrasi dokumen Rencana Tata Ruang dengan Rencana Pembangunan.
Bimbingan Teknis Penataan Ruang
Pelaksanaan bimbingan teknis penataan ruang dilakukan untuk membantu daerah dalam penyusunan materi teknis Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) dan Rencana Rinci Tata Ruang (RRTR). Bimbingan teknis rutin dilakukan setiap tahun oleh Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Kementerian PU, dan Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri.
Hal-hal pokok yang menjadi pembahasan dalam kegiatan bimbingan teknis penataan ruang tersebut diantaranya
adalah: (a) upaya percepatan penyelesaian rencana tata ruang wilayah provinsi maupun kabupaten/kota; (b) penyelesaian permasalahan yang terkait pemanfaatan ruang di daerah; serta (c) peningkatan kapasitas
kelembagaan penataan ruang di daerah.
Dalam periode 2011-2014, Kementerian PU menyelenggarakan Konsultasi Manajemen Regional Pendampingan Teknis Penyusunan Tata Ruang Kabupaten serta Fasilitasi Persetujuan Substansi Raperda RTRW Provinsi dan Kabupaten dalam rangka penyusunan materi teknis dan Raperda RTRW Provinsi, Kabupaten/Kota. Selain itu, Kementerian PU juga melaksanakan Fasilitasi Persetujuan Substansi Rencana Rinci Tata Ruang Provinsi/Kabupaten.
Selain persetujuan substansi teknis Kementerian PU, Pemerintah Daerah juga perlu mendapatkan persetujuan substansi dari Badan Informasi Geospasial (BIG) untuk peta Rencana Tata Ruang. Pada periode tahun 2010-2014, BIG menyelenggarakan pembinaan teknis penyusunan peta tata ruang terhadap 25 provinsi, 307 kabupaten, dan 77 kota. Selain itu, dilakukan asistensi terhadap peta 55 Rencana Tata Ruang KSN dan 120 Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). BIG juga melakukan penyediaan peta dasar skala menengah dan skala besar yang meliputi Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) Pulau Sulawesi skala 1:25.000; Peta RBI Pulau Sumatera skala 1:50.000; Peta RBI 1:5.000 untuk Kota Palangkaraya, Bandung bagian Utara, Tarakan, Banjarmasin, Banjarbaru, dan Samarinda; serta penyediaan citra satelit tegak resolusi tinggi.
Gambar 9 Sidang Pleno Raker Regional BKPRN Wilayah I Tahun 2014
LAPORAN KEGIATAN BKPRN
2009-2014
BAB IV Pendayagunaan Penataan Ruang
Nasional dan Daerah
Penetapan Mekanisme Sinkronisasi Kawasan Hutan dengan RTRW Daerah
Dalam rangka persetujuan substansi teknis RTRW daerah yang terkait sektor kehutanan, diterbitkan Peraturan Menteri Kehutanan No. 28/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara Pelaksanaan Konsultasi dalam rangka Pemberian Persetujuan Substansi Kehutanan atas Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Daerah. Peraturan Menteri tersebut menyebutkan bahwa setiap usulan atas perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan dalam substansi rencana tata ruang daerah ditetapkan oleh Pemerintah (Menteri Kehutanan) berdasarkan pada hasil penelitian terpadu, yang mekanisme pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan No. P.36/Menhut-II/2010. Hal serupa juga menjadi amanat dari Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Dengan demikian, setiap pemerintah provinsi, kabupaten/kota yang akan mengajukan usulan perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan, harus berkonsultasi dengan BKPRN c.q. Kementerian Kehutanan untuk dilakukan penelitian oleh Tim Terpadu. Dalam pelaksanaannya, waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan persetujuan hasil penelitian Tim Terpadu rata-rata lebih dari 6 (enam) bulan.
Audit Pemanfataan Ruang (Stocktaking)
Dalam upaya mengatasi berbagai konflik pemanfaatan ruang nasional, Menko Perekonomian selaku Ketua BKPRN dalam Sidang BKPRN tanggal 16 Juni 2009 mengamanatkan agar segera dilakukan Stocktaking atau Audit Pemanfaatan Ruang.
Stocktaking (Audit Pemanfaatan Ruang) merupakan proses inventarisasi dan integrasi data-data spasial yang ditujukan
untuk mengetahui ―potret‖ carut marut konflik pemanfaatan ruang dan tumpang tindih berbagai penetapan ijin/status kawasan (antara lain: kawasan hutan, ijin konsesi pertambangan, ijin pemanfaatan hutan, ijin/status tanah (HGU), ijin lokasi perkebunan, ijin lokasi kawasan industri, ijin lokasi permukiman transmigrasi).
Tujuan diadakannya Stocktaking adalah pemetaan eksisting tutupan lahan (landcovering) dan membandingkannya dengan berbagai penetapan kawasan dan pemberian izin kawasan pemanfaatan ruang serta untuk mengklasifikasi permasalahan. Hasil Stocktaking akan digunakan sebagai bahan rekomendasi BKPRN dalam penyelesaian berbagai konflik pemanfaatan ruang serta percepatan penyelesaian RTRW Provinsi/Kabupaten/Kota.
Peran Penataan Ruang dalam Mengantisipasi Global Climate Change
Berkenaan dengan peran penataan ruang dalam mengantisipasi Global Climate Change, BKPRN memfasilitasi Kementerian Lingkungan Hidup dalam melakukan penyusunan Rencana Aksi Penyelamatan Ekosistem Pulau Sumatera. Rencana aksi tersebut merupakan hasil kesepakatan 4 (empat) Menteri (Menteri Negara LH, Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan dan Menteri Pekerjaan Umum) dan 10 (sepuluh) Gubernur se-Sumatera dalam rangka mengupayakan perlindungan hutan alam dan ekosistem sensitif untuk meningkatkan daya dukung ekosistem Pulau Sumatera. Penyusunan rencana aksi ini ditindaklanjuti dengan kegiatan sosialisasi yang dilakukan di Provinsi Riau, Provinsi Sumatera Barat, dan Provinsi Jambi yang dinilai sebagai ‖Heart of Sumatera‖.
Pada tahun 2010 dan 2011, kegiatan dilanjutkan dengan penyusunan RTR Berbasis Ekosistem: Peta Jalan Menuju Penyelamatan Ekosistem Sumatera: (Visi Sumatera 2020). Peta jalan ini disusun bersama oleh Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Forum Tata Ruang Sumatera.
LAPORAN KEGIATAN BKPRN
2009-2014
Visi Ekosistem Sumatera membagi ruang atas 4 (empat) elemen dasar ruang yaitu:1. Ruang hijau: ruang untuk habitat hutan alami yang harus dipertahankan fungsi-fungsinya.
2. Ruang biru: ruang untuk hidrologi (aliran, resapan, dan penyimpan air) yang perlu dipastikan kelangsungannya. 3. Ruang coklat: ruang untuk masyarakat adat yang telah punya sistem pemanfaatan ruang secara turun-temurun. 4. Ruang abu-abu: ruang untuk kegiatan-kegiatan pengelolaan, eksploitasi, dan pembangunan infrastruktur dengan
prinsip ekonomi yang berkelanjutan.
Rencana Aksi Peta Jalan menuju Penyelamatan Ekosistem Sumatera diarahkan pada tiga sasaran utama yaitu: (1) Restorasi hutan alam yang sudah rusak; (2) Pengelolaan ekosistem penting dengan mengupayakan perlindungan hutan alam dan ekosistem sensitif dalam rangka meningkatkan daya dukung ekosistem pulau Sumatra; dan (3) Pengembangan model insentif dan disinsentif untuk mendorong pemerintah daerah melakukan kegiatan konservasi yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi daerah.
Integrasi Pengurangan Resiko Kebencanaan dalam Penataan Ruang
Pada tahun 2014, pengarusutamaan pengurangan resiko bencana ke dalam rencana tata ruang menjadi salahsatu agenda yang banyak mendapat perhatian. Indonesia merupakan negara dengan tingkat resiko bencana yang sangat tinggi sehingga aspek mitigasi bencana perlu terintegrasi ke dalam rencana tata ruang dalam upaya mewujudkan penataan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Integrasi aspek mitigasi bencana ke dalam rencana tata ruang amat penting untuk mengurangi resiko bencana dalam penyelenggaraan pembangunan. Oleh karena itu, dilakukan upaya penyelarasan proses, muatan, serta kelembagaan agar rencana tata ruang dapat menjadi instrumen mitigasi bencana yang efektif.
Ketersediaan data spasial dan nonspasial yang rinci dan akurat merupakan faktor penting. Selain itu, fungsi kelembagaan serta peran koordinasi antarpemangku kepentingan terus diperkuat, terutama dalam mengawal proses integrasi kajian resiko bencana ke dalam rencana tata ruang, hingga pada tahapan implementasi.
BKPRN turut mengawal kebijakan penataan ruang di tingkat nasional agar mengakomodasi pengurangan resiko bencana. Beberapa kajian resiko bencana telah dan/atau tengah dilakukan sebagai bahan penyusunan instrumen pengurangan resiko kebencanaan dalam penataan ruang, antara lain: 1) Pedoman Penerapan Informasi Kebencanaan Geologi untuk Penyusunan Rencana Tata Ruang yang disusun oleh Badan Geologi, Kementerian ESDM bekerjasama dengan Georisk—Jerman dan Kementerian Dalam Negeri; 2) Standar Penataan Ruang di Kawasan Rawan Bencana (SPR-KRB) oleh Kementerian PU dan BNPB; dan 3) Materi Teknis Revisi Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang berdasarkan Perspektif Pengurangan Resiko Bencana oleh Kementerian PPN/Bappenas bekerjasama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan UNDP melalui Safer Communities through Disaster Risk Reduction (SC-DRR).
Penyelarasan Implementasi UU No. 26/2007 dan UU No. 27/2007 jo UU
No. 1 Tahun 2014
UU No. 26 Tahun 2007 mendefinisikan ruang sebagai satu kesatuan yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi dengan dokumen rencana berupa Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang
Gambar 10 Pembukaan Workshop Pedoman Informasi Kebencanaan Geologi untuk Penyusunan RTR oleh
LAPORAN KEGIATAN BKPRN
2009-2014
ditetapkan melalui Peraturan Daerah (Perda). Merujuk pada pemahaman tersebut, rencana tata ruang tidak hanya mengatur ruang darat tetapi juga ruang laut dan udara.Selain UU No. 26 Tahun 2007, peraturan lain yang mengatur ruang wilayah Republik Indonesia adalah UU No. 27 Tahun 2007 jo UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dengan salahsatu dokumen rencana berupa Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K).
Sesuai UU No. 27 Tahun 2007 jo UU No. 1 Tahun 2014, RZWP-3-K merupakan rencana yang mengatur arahan pemanfaatan sumber daya disertai penetapan struktur dan pola ruang di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang mencakup wilayah perencanaan darat (kecamatan pesisir) hingga wilayah perairan sejauh 12 mil laut dari garis pantai. Dalam rangka penyelarasan implementasi kedua peraturan perundangan terkait penataan ruang tersebut, serta sebagai tindak lanjut Rakernas
BKPRN 2013, telah diselenggarakan Lokakarya Penyelarasan Implementasi UU No. 27 Tahun 2007 jo UU No. 1 Tahun 2014 dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 pada tanggal 18 Desember 2013 di Jakarta. Hasil lokakarya ini salahsatunya merekomendasikan perlunya penyusunan Pedoman Integrasi Rencana Tata Ruang matra darat dan matra laut.
Hari Tata Ruang Nasional
UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyatakan pentingnya peran aktif masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang di Indonesia. Sebagaimana diatur lebih lanjut dalam PP No. 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang, masyarakat dapat berperan dengan berpartisipasi dalam tahap penyusunan rencana tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk terus meningkatkan kesadaran dan peran masyarakat terhadap penataan ruang serta mensosialisasikan kebijakan pemerintah di bidang penataan ruang. Sejak tahun 2008, Kementerian Pekerjaan Umum telah menginisiasi kegiatan peringatan Hari Tata Ruang setiap tanggal 8 November dengan berbagai kegiatan seperti pameran, talkshow, kuliah umum (public lecture), dan lainnya. Dalam rangka lebih meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap tata ruang, tanggal 8 November ditetapkan sebagai Hari Tata Ruang Nasional melalui Keputusan Presiden No. 28 Tahun 2013.
Fasilitasi Penyelesaian Rencana Rinci Tata Ruang (RRTR)
Hingga akhir tahun 2014, baru 3 (tiga) Perda RRTR yang ditetapkan, yaitu Perda RDTR Provinsi DKI Jakarta, RDTR Kecamatan Kota Sumenep, dan RDTR Perkotaan Waibakul. Sementara RRTR merupakan instrumen operasional yang digunakan sebagai acuan perizinan dan pengendalian pemanfaatan ruang. Kendala utama dalam penyelesaian RRTR adalah terbatasnya ketersediaan peta skala besar (1:5.000). Mengingat urgensi penyelesaian RRTR, BKPRN telah memfasilitasi penyusunan perkiraan lokasi penyelesaian RRTR pada kurun waktu 2015-2019 dan telah menyampaikannya kepada Badan Informasi Geospasial (BIG) sebagai acuan untuk prioritas penyediaan peta skala besar. Peningkatan ketersediaan RRTR akan memperkuat kepastian hukum rencana tata ruang.
Gambar 11 Ilustrasi Pengaturan Wilayah Pesisir
Gambar 12 Pembukaan Acara Puncak Hari Tarunas 2014
LAPORAN KEGIATAN BKPRN
2009-2014
Survei Penjajakan Ekspektasi Peran Badan Koordinasi Penataan Ruang
Nasional (BKPRN)
Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) dibentuk sebagai respon atas kebutuhan berbagai instansi pemerintah dalam menangani masalah pemanfaatan ruang bagi keperluan pembangunan yang terkoordinasi. Jika ditelusuri sejarahnya, lembaga koordinasi penataan ruang telah terbentuk sejak tahun 1989 melalui Keputusan Presiden Nomor 57 tentang Tim Koordinasi Pengelolaan Tata Ruang Nasional. Dengan keberadaannya yang telah menginjak 25 tahun serta dengan terbentuknya Kementerian Agraria dan Tata Ruang, patut dilakukan review terhadap pelaksanaan peran dan kelembagaan BKPRN.
Dalam rangka review tersebut telah dilaksanakan survei awal penjajakan ekspektasi peran BKPRN untuk memperoleh gambaran awal ekspektasi fungsi kelembagaan BKPRN mendatang dalam pandangan pemerintah daerah, khususnya para anggota BKPRD. Sasaran survei penjajakan ekspektasi peran BKPRN ini adalah i) Diperolehnya hasil review pelaksanaan peran BKPRN; ii) Teridentifikasinya isu-isu prioritas untuk ditangani BKPRN; dan iii) Teridentifikasinya ekspektasi peran BKPRN mendatang.
Survei penjajakan ekspektasi peran BKPRN diselenggarakan 23 Desember 2014 di Kantor Bappeda Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dengan responden BKPRD Provinsi NTB dan BKPRD Kota Mataram yang memiliki komitmen kuat serta berperan aktif dalam mengkoordinasikan penyelesaian permasalahan penataan ruang. Berikut temuan pokok dari survei tersebut:
1. Peran dan fungsi BKPRN masih diperlukan terutama dalam hal: i) Koordinasi lintas sektor yang tidak dapat diselenggarakan oleh satu Kementerian/Lembaga tertentu; ii) Harmonisasi regulasi peraturan perundangan; iii) Persetujuan substansi RTRW dan RDTR; serta iv) Menyikapi kian maraknya isu pengendalian penataan ruang.
2. Untuk meningkatkan optimalisasi fungsi BKPRN direkomendasikan: i) Pendelegasian wewenang pusat kepada daerah terutama dalam persetujuan substansi RTRW dan RDTR; ii) Penyusunan Pedoman Penyusunan Kawasan Strategis Provinsi (KSP) serta Kawasan Strategis Kab/Kota; dan iii) Pembinaan terhadap daerah untuk peningkatan pemahaman terhadap regulasi dan kebijakan penataan ruang.
Sebagai tindaklanjut, temuan survei penjajakan ekspektasi peran BKPRN ini akan diolah lebih lanjut sebagai bahan untuk survei pada daerah-daerah lainnya dan juga pada instansi terkait di tingkat pusat, khususnya anggota BKPRN.
Gambar 13 Suasana FGD Penjajakan Ekspektasi Peran BKPRN di Provinsi NTB
LAPORAN KEGIATAN BKPRN
2009-2014
BAB V Penyelesaian Sengketa dan Konflik
Pemanfaatan Ruang
Dalam melaksanakan fungsi koordinasi di bidang penataan ruang, BKPRN menjadi forum pemberian rekomendasi upaya penyelesaian untuk berbagai konflik pemanfaatan ruang, baik antarsektor, antardaerah, maupun antara sektor dan daerah. Sejak tahun 2009, BKPRN telah membahas berbagai konflik pemanfaatan ruang di daerah dan beberapa diantaranya telah menghasilkan rekomendasi penyelesaian kepada Pemerintah Daerah sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
Penggunaan Kawasan untuk Peace Keeping Centre dan Standby Force di
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat
Pada tahun 2010, Kementerian Pertahanan menyampaikan permohonan rekomendasi penggunan kawasan Peace Keeping Centre (PKC)/Pusat Misi Pemelihara Perdamaian TNI (PMPP TNI) dan Standby Force di Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor (Surat Menteri Pertahanan No.B/247/M/II/2010). Lahan seluas 260 Ha yang diusulkan sebagai lokasi PKC tersebut berada pada Zona B3, yang dalam Perpres No. 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur diarahkan pemanfaatannya untuk kawasan rumah hunian rendah yang mempunyai daya dukung lingkungan rendah, tingkat pelayanan prasarana dan sarana rendah, serta merupakan kawasan resapan air dengan batasan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) mencapai 50%.
BKPRN telah merekomendasikan bahwa rencana kegiatan PKC masih sesuai dengan kriteria dan arahan pemanfaatan ruang dengan penetapan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) sebesar 5% (Surat Menteri PU selaku Ketua
Tim Pelaksana BKPRN No.TR.04 04-Mn/365 tertanggal 12 Juli 2010). Namun demikian dalam perkembangannya, sesuai arahan Presiden bahwa kawasan PKC akan dikembangkan menjadi kawasan seven in one, Menteri Pertahanan mengajukan perubahan atas rekomendasi sebelumnya dengan peningkatan KDB menjadi 20% (Surat No. B/171/M/II/2012 tertanggal 9 Februari 2012).
BKPRN kemudian menanggapi bahwa kawasan PKC dapat dibangun dengan KDB 5-8% (Surat Menteri Pekerjaan Umum selaku Ketua Tim Pelaksana BKPRN No.TR.04 04-Mn/212 tertanggal 13 April 2012). Terhadap rencana perubahan penggunaan PKC tersebut, BKPRN merekomendasikan revisi penetapan lokasi oleh Pemerintah Kabupaten Bogor dan revisi AMDAL, serta perlu untuk dilakukan sosialisasi kegiatan IPSC kepada masyarakat dalam proses pembebasan lahan yang berjalan oleh Kementerian Pertahanan. Ketentuan tersebut lebih lanjut perlu diintegrasikan kedalam RDTR Kabupaten Bogor.
Pembangunan Gedung Disaster Reduction Center (DRC) dan Arsip Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) di Kabupaten
Cianjur, Provinsi Jawa Barat
Pada September 2010, PPATK membangun gedung DRC dan arsip PPATK, yang berlokasi di Desa Ciloto, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur dan telah memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) berlaku tahun 2003-2033. Pembangunan dilakukan tanpa adanya Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Permohonan IMB yang kemudian diajukan PPATK ditolak oleh Pemerintah Kabupaten Cianjur karena dalam Perpres No. 54 Tahun 2008 tentang
Gambar 14 Lambang Peacekeeping