• Tidak ada hasil yang ditemukan

TI GKAH LAKU KA CIL (Tragulus javanicus) YA G BERHUBU GA DE GA AKTIVITAS MAKA DI PE A GKARA SKRIPSI BE IK ASHAR BAGUS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TI GKAH LAKU KA CIL (Tragulus javanicus) YA G BERHUBU GA DE GA AKTIVITAS MAKA DI PE A GKARA SKRIPSI BE IK ASHAR BAGUS"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

1

TIGKAH LAKU KACIL (Tragulus javanicus) YAG

BERHUBUGA DEGA AKTIVITAS MAKA

DI PEAGKARA

SKRIPSI

BEIK ASHAR BAGUS

DEPARTEME ILMU PRODUKSI DA TEKOLOGI PETERAKA FAKULTAS PETERAKA

ISTITUT PERTAIA BOGOR 2011

(2)

i

RIGKASA

BENIK ASHAR BAGUS. D14050296. 2011. Tingkah Laku Kancil (Tragulus

javanicus) yang Berhubungan dengan Aktivitas Makan di Penangkaran. Skripsi.

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Hotnida C. H. Siregar, M.Si Pembimbing Anggota : Dr. Wartika Rosa Farida

Kancil (Tragulus javanicus) merupakan satwa liar yang berstatus dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999. Populasi kancil saat ini mengalami penurunan dan dikhawatirkan keberadaannya akan hilang di masa mendatang. Penangkaran merupakan salah satu upaya konservasi ex situ untuk mempertahankan populasi kancil. Informasi mengenai perilaku kancil di penangkaran sangat terbatas, padahal perilaku tersebut dapat memberikan gambaran dan informasi tentang manajemen pemeliharaan yang baik. Informasi mengenai jenis pakan yang disukai oleh kancil, murah, bergizi, serta tidak bersaing dengan makanan manusia di penangkaran juga masih sangat terbatas. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan mempelajari aktivitas tingkah laku harian dan pemilihan jenis pakan pada kancil di penangkaran.

Penelitian dilakukan dari bulan September sampai dengan Desember 2009 di Penangkaran Mamalia, Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Cibinong. Materi yang digunakan adalah satu ekor kancil betina yang telah ditangkarkan selama tiga tahun. Peubah yang diamati adalah aktivitas makan, minum, defekasi, urinasi, lokomosi, grooming, memamahbiak, dan istirahat serta pemilihan jenis pakan. Pengamatan dimulai pukul 06.00 WIB hingga pukul 06.00 WIB hari berikutnya. Setiap periode pengamatan dibagi lagi menjadi beberapa interval per 15 menit. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode one zero sampling. Nilai satu akan diberikan bila ada aktivitas yang dilakukan dan nol bila tidak ada aktivitas. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif.

Jenis pakan yang diberikan pada penelitian ini ada 12 jenis, yaitu ubi jalar merah (Ipomea batatas), jambu biji (Psidium guajava), oyong (Luffa acutangula), labu siam (Sechium edule), labu air (Lagenaria siceraria), buncis (Phassolus

calcaratus), kecambah kacang hijau (Phaseolus radiatus), sawi putih (Brassica chinensis), kulit pisang lampung (Musa sp.), daun brojo lego (Mikania cordata),daun jaat liar (Phaseolus sp.), dan meniran (Phylanthus urinaria,). Aktivitas pemilihan

pakan kancil di penangkaran memperlihatkan sifat selektif terhadap pakan yang diberikan. Urutan pemilihan pakan pada siang hari adalah ubi jalar merah, labu siam, jambu biji merah, oyong, labu air, buncis. Pada periode malam hari adalah kulit pisang lampung, daun meniran, kecambah, sawi putih, daun brojo lego, dan daun

jaat liar. Pakan yang diberikan disarankan dipotong-potong kecil. Aktivitas kancil

didominasi aktivitas istirahat (36,371%), diikuti memamahbiak (15,312%), lokomosi (15,558%), grooming (13,814%), makan (12,603%), urinasi (3,284%), devekasi 3,058%), dan minum (0%). Kandang kancil sebaiknya diberi tempat persembunyian untuk mengakomodasi aktivitas istirahat, grooming, dan memamahbiak.

(3)

ii

ABSTRACT

Daily Behaviour of Mouse Deer (Tragulus javanicus) Related to Eating Activity in Captive

B. A. Bagus, H. C. H. Siregar, and W. R. Farida

Mouse deer (Tragulus javanicus) is a wild animal with the status of protected based on the Government Regulation No. 7, 1999. Mouse deer population has decreased and could be extinct in the future. Captive breeding is one of the ex situ efforts to preserve this wild animal population. This research was conducted in September-December 2009 in Small Mammal Captivity, Zoology Division, Research Center for Biology, LIPI, Cibinong. A female mouse deer aged three years and had been captivated for 3 years was used as the observed. Variables measured were daily activities (eating, drinking, defecating, urinating, locomotion, grooming, ruminating, and resting) and selection of feeds: Ipomea batatas, Sechium edule, Psidium guajava,

Luffa acutangula, Lagenaria leucantha, Phassolus calcaratus, Musa sp.), Phylanthus urinaria, Phaseolus radiatus, Brassica chinensis, Mikania cordata, and Phaseolus

sp. Observations were carried out for 24 hours, from 06.00 am until 06.00 am the day after. Each periode was divided into 15 minutes observation intervals. One-zero sampling method was used in the data collecting then the data were analysed descriptively. Mouse deer prefered Ipomea batatas, Sechium edule, Psidium guajava,

Luffa acutangula, Lagenaria siceraria, and Phassolus calcaratus, as feeds in the day

light and Musa sp., Phylanthus urinaria, Phaseolus radiatus, Brassica chinensis,

Mikania cordata, and Phaseolus sp. in the night. The percentage of mouse deer’s

activities are 36,371 % resting, 15,312% ruminating, 15,558% locomotion, 13,814%

grooming, 12,603% eating, 3,284% urinating, 3,058% defecation and 0% drinking.

The captive should be given hiding place to acomodate resting, ruminating, and grooming activities.

(4)

iii

TIGKAH LAKU KACIL (Tragulus javanicus) YAG

BERHUBUGA DEGA AKTIVITAS MAKA

DI PEAGKARA

BEIK ASHAR BAGUS D14050296

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEME ILMU PRODUKSI DA TEKOLOGI PETERAKA FAKULTAS PETERAKA

ISTITUT PERTAIA BOGOR 2011

(5)

iv Judul : Tingkah Laku Kancil (Tragulus javanicus) yang Berhubungan dengan

Aktivitas Makan di Penangkaran Nama : Benik Ashar Bagus

NIM : D14050296

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Ir. Hotnida.C.H.Siregar, M.Si) (Dr. Wartika Rosa Farida) NIP. 19620617 199003 2 001 NIP. 19590131 198403 2 001

Mengetahui: Ketua Departemen,

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri M. Agr.Sc) NIP. 19591212 198603 1 004

(6)

v RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 2 September 1985 di Jombang, sebagai anak ketujuh dari delapan bersaudara dari pasangan Bapak Moh Shohim dan Ibu Siti Asiyah. Pendidikan Sekolah dasar diselesaikan tahun 1999 di Madrasah Ibtidaiyah Tarbiyatus Shibyan desa Sumengko Kecamatan Duduk Sampeyan Kabupaten Gresik, pendidikan lanjutan tingkat pertama diselesaikan tahun 2002 di SLTPN 1 Ngoro, Jombang dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2005 di SMUN 1 Jombang, Jawa Timur.

Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) pada tahun 2005. Selama menjadi mahasiswa, Penulis mengikuti kegiatan kemahasiswaan seperti : BEM KM, BEM Fakultas, Forces, JAC (Jombang Agrostudent Community) dan beberapa kepanitiaan kegiatan yang bersifat lokal maupun nasional yang diselenggarakan oleh lembaga kemahasiswaan yang ada di lingkungan kampus.

(7)

vi

KATA PEGATAR

Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuhu

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat taufik serta hidayahNya Penulis dapat menyelesaikan tugas akhir penyusunan skripsi yang berjudul “Perilaku Kancil (Tragulus javanicus) yang Berhubungan dengan Aktivitas Makan di Penangkaran”.

Kancil merupakan salah satu satwa liar yang mempunyai potensi untuk dijadikan hewan penghasil daging yang bergizi. Hal ini dikarenakan daging kancil memiliki kandungan asam amino yang lengkap. Daging kancil juga memiliki karakteristik organoleptik daging yang enak dan gurih. Kancil juga dapat dijadikan sebagai hewan model herbivora karena ukuran tubuhnya yang kecil sehingga mudah dalam penanganan.

Usaha penangkaran memerlukan dasar pengetahuan dalam ilmu perilaku, reproduksi, ilmu nutrisi pakan, ilmu lingkungan, dan ilmu genetik. Informasi mengenai perilaku harian kancil di penangkaran belum banyak diketahui, padahal informasi tentang perilaku ini sangat berguna untuk manajemen pemeliharaan kancil yang baik dan efisien di penangkaran.

Kancil yang digunakan pada penelitian pada awalnya ada dua ekor (jantan dan betina), namun kancil jantan mati karena stres sehingga hanya tersisa satu hewan yang digunakan sebagai hewan percobaan. Oleh karena hewan yang digunakan dalam penelitian hanya satu ekor, maka pengambilan data diperbanyak dengan waktu yang lebih lama (3 bulan).

Informasi mengenai jenis pakan yang disukai oleh kancil, murah, bergizi, serta tidak bersaing dengan makanan manusia di penangkaran juga masih sangat terbatas. Melihat permasalahan tersebut maka Penulis merasa tertarik untuk meneliti kancil.

Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi usaha pelestarian satwa (penangkaran) dan dunia peternakan.

Bogor, Maret 2011

(8)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... i

ABSTRACT ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv RIWAYAT HIDUP ... v KATA PENGANTAR ... vi DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR GAMBAR ... x DAFTAR LAMPIRAN ... xi PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Kancil (Tragulus javanicus) ... 3

Klasifikasi dan Morfologi ... 3

Habitat dan Status Konservasi ... 3

Karakteristik Karkas dan Kandungan Nutrisi Daging Kancil ... 4

Tingkah Laku ... 5

Tingkah Laku Makan ... 7

Tingkah Laku Membuang Kotoran (Defekasi dan Urinasi) ... 8

Tingkah Laku Istirahat ... 9

Tingkah Laku Minum ... 9

Tingkah Laku Merawat Diri ... 9

Tingkah Laku Bergerak (Lokomosi) ... 10

Pemilihan dan Konsumsi Pakan ... 10

Jenis Pakan ... 11

Ubi Jalar Merah (Ipomea batatas) ... 11

Oyong (Luffa acutangula) ... 11

Labu Siam (Sechecium edule) ... 12

Pisang lampung (Musa sp.) ... 12

Sawi Putih (Brassica chinensis) ... 12

Buncis (Phaseolus vulgaris) ... 13

Jaat Liar (Phaseolus sp.) ... 13

Daun Brojo lego (Mikania cordata) ... 13

Meniran (Phylanthus urinaria) ... 14

Jambu Biji (Psidium guajava) ... 14

Labu Air (Lagenaria siceraria) ... 15

Kecambah Kacang Hijau (Phaseolus radiatus) ... 15

(9)

viii

Lokasi dan Waktu ... 16

Materi ... 16 Hewan ... 16 Kandang ... 16 Peralatan ... 17 Pakan ... 17 Prosedur ... 17 Rancangan ... 18

Peubah yang diamati ... 18

Analisis Data ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

Keadaan Umum ... 20

Kondisi Hewan ... 20

Kondisi Kandang ... 20

Kondisi Lingkungan ... 21

Aktivitas dan Tingkah Laku Kancil ... 22

Aktivitas yang Berhubungan Langsung dengan Aktivitas Makan Kancil . 23 Aktivitas Makan ... 23

Aktivitas memamahbiak ... 25

Aktivitas Minum ... 26

Aktivitas Defekasi ... 26

Aktivitas Urinasi ... 28

Aktivitas yang Mempengaruhi Pola Makan Kancil ... 29

Aktivitas Lokomosi ... 29

Aktivitas Merawat Diri atau Grooming ... 30

Aktivitas Istirahat ... 31

Pemilihan Pakan ... 33

Kesimpulan ... 36

Saran ... 36

UCAPAN TERIMA KASIH ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38

(10)

ix

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Rataan Karkas Kancil, Kambing, dan Domba ... 4

2. Kandungan Asam Amino Daging Kancil dan Beberapa Ternak Lain ... 5

3. Rataan Suhu dan Kelembaban di Penangkaran ... 20

(11)

x

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Phaseolus sp. ... 13

2. Brojo lego (Mikania cordata) ... 14

3. Meniran (Phylanthus urinaria) ... 14

4. Kancil (Tragulus javanicus) ... 16

5. Kandang Kancil ... 16

6. Persentase Harian Aktivitas Kancil Selama Penelitian ... 22

7. Tingkah Laku Makan Kancil di Penangkaran ... 24

8. Tingkah Laku Memamahbiak Kancil di Penangkaran ... 25

9. (a) Kancil pada saat Defekasi (b) Kancil Selesai Defekasi ... 27

10. Tingkah Laku Defekasi Kancil di Penangkaran ... 27

11. Tingkah Laku Urinasi Kancil di Penangkaran ... 28

12. Tingkah Laku Lokomosi Kancil di Penangkaran ... 29

13. Tingkah Laku Grooming Kancil di Penangkaran ... 31

14. Kancil Istirahat di Gorong-Gorong ... 32

15. Tingkah Laku Istirahat Kancil di Penangkaran ... 33

(12)

xi

DAFTAR LAMPIRA

Nomor Halaman

1. Data Rataan Aktivitas Kancil Selama Penelitian ... 42

2. Persentase Aktivitas Kancil Selama Penelitian ... 42

3. Persentase Aktivitas Kancil Tiap Tingkah Laku Selama Penelitian ... 43

4. Data Suhu dan Kelembaban Lingkungan pada Pengamatan ... 43

5. Data Pemilihan Jenis Pakan Pada Siang Hari ... 44

(13)

1

PEDAHULUA Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi di dunia sehingga mendapat sebutan Megadiversity Country. Keanekaragaman ini mencakup ekosistem, spesies, dan genetis yang berada di darat, perairan air tawar, di kawasan pesisir, dan laut. Padahal luas daratan Indonesia hanya 1,5% dari luas dunia (Bappenas, 2003). Kekayaan yang berupa keanekaragaman hayati ini perlu dijaga dan dilestarikan agar masih dapat dinikmati di masa yang akan datang. Salah satu keanekaragaman hayati tersebut adalah kancil (Tragulus javanicus) yang saat ini populasinya mengalami penurunan dan diperkirakan terancam punah.

Kepunahan satwa liar pada umumnya disebabkan oleh tingkah laku manusia yang tidak bertanggungjawab. Penjualan satwa secara ilegal dan perburuan liar yang terus berlangsung tanpa menghiraukan waktu perkembangbiakan dapat menyebabkan populasi kancil di habitat aslinya berkurang. Perburuan terhadap kancil dikarenakan daging kancil dikonsumsi sebagai sumber protein hewan dan menurut Setiawan (2005) daging kancil memiliki karakteristik organoleptik daging yang enak dan gurih. Hutan-hutan yang merupakan habitat asli dari satwa liar juga beralih fungsi menjadi lahan pertanian, perkebunan, pemukiman, dan industri untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Penebangan hutan secara ilegal (ilegal logging), dan penerapan hukum yang tidak tegas juga menambah parah dari kerusakan habitat satwa liar di alam. Akibatnya populasi satwa liar tersebut akan berkurang karena habitat aslinya telah rusak.

Kancil merupakan satwa yang dilindungi di Indonesia. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999, status konservasi kancil bersama semua anggota genus Tragulus merupakan satwa yang dilindungi oleh pemerintah Indonesia (Departemen Kehutanan, 1999). IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resource) menyatakan kancil berstatus terancam punah (endangered species).

Penangkaran merupakan salah satu program pelestarian satwa di luar habitatnya. Prinsip yang harus diperhatikan dalam usaha penangkaran adalah memenuhi kebutuhan hewan sehingga dapat hidup layak dan dapat mengkondisikan lingkungannya seperti di habitat alaminya. Pemenuhan prinsip ini dimaksudkan agar

(14)

2 satwa tersebut dapat berproduksi dengan baik. Pengetahuan pola tingkah laku harian satwa dan pengetahuan jenis pakan yang disukai oleh satwa, murah, bergizi, serta tidak bersaing dengan makanan manusia sangat diperlukan untuk mendukung keberhasilan usaha penangkaran. Keberhasilan penangkaran merupakan langkah awal dari usaha budidaya.

Kancil mempunyai beberapa keunggulan diantaranya memiliki nilai persentase karkas yang tidak jauh berbeda dengan kambing dan domba (Rosyidi, 2005). Kandungan asam amino daging kancil relatif lebih tinggi dan lengkap dari beberapa hewan domestikasi (sapi, domba, kambing), kecuali kerbau (Widiatmoko, 2005). Kancil juga dapat dijadikan hewan model herbivora karena ukuran tubuhnya yang kecil sehingga mudah dalam penanganan.

Informasi mengenai perilaku kancil di penangkaran masih sangat terbatas, padahal perilaku tersebut dapat memberikan gambaran dan informasi tentang cara makan, minum, grooming, lokomosi, urinasi, istirahat, dan memamahbiak. Informasi mengenai jenis pakan yang disukai oleh kancil, murah, bergizi, serta tidak bersaing dengan makanan manusia di penangkaran juga masih sangat terbatas. Informasi ini dapat membantu manajemen pemeliharaan kancil di penangkaran menjadi lebih baik dan efisien. Keberhasilan manajemen pemeliharaan di penangkaran diharapkan dapat mempertahankan dan mengembangkan populasi kancil serta lebih lanjut dapat mengarah pada usaha budidaya.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, mempelajari, dan menganalisis aktivitas perilaku kancil yang terdapat di Penangkaraan Mamalia Kecil, Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Cibinong, Bogor. Selain itu juga bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai jenis pakan yang disukai oleh kancil, murah, bergizi, serta tidak bersaing dengan makanan manusia di penangkaran. Informasi ilmiah hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu mengatasi masalah konservasi terutama dalam hal penerapan zooteknik pengelolaan kancil dan penerapan jenis pakan alternatif yang disukai oleh kancil, murah, bergizi, serta tidak bersaing dengan makanan manusia. Keberhasilan penangkaran kancil nantinya diharapkan dapat mengarah pada usaha budidaya.

(15)

3

TIJAUA PUSTAKA Kancil (Tragulus javanicus) Klasifikasi dan Morfologi

Ruminansia adalah jenis hewan yang mempunyai kebiasaan memamahbiak. Ruminansia dibagi menjadi tiga golongan berdasarkan jenis makanannya. Golongan pertama adalah pemakan rumput berserat kasar, seperti sapi, kerbau, domba. Golongan kedua adalah ruminansia pemakan rumput dan daun-daunan, seperti kambing, gazelle, dan impala. Golongan ketiga adalah ruminansia pemakan daun-daunan, umbi, biji-bijian, dan buah-buahan yang mudah dicerna. Perbedaan jenis makanan ini menimbulkan adanya perbedaan struktur anatomis alat pencernaan masing-masing golongan. Kancil yang digunakan dalam penelitian ini termasuk ruminansia golongan ketiga (Kay et al., 1980).

Kancil diklasifikasikan kedalam kingdom Animalia, sub kingdom Metazoa, filum Chordata, kelas Mammalia, ordo Artiodactila, sub ordo Ruminansia, famili Tragulidae, dan genus Tragulus. Genus Tragulus dibagi menjadi tiga spesies yaitu

Tragulus napu dengan berat antara 5-8 kg, T. meminna dengan berat 2.25-2.70 kg,

dan T. javanicus dengan berat 2-2.5 kg. Kancil merupakan hewan herbivora. Ukuran panjang badannya antara 45-100 cm dengan tinggi antara 20-40 cm. Satwa ini memiliki kepala kecil, moncong mulut lebar dengan rambut yang sedikit di bagian hidung, matanya lebar tanpa kelenjar air mata, telinganya kecil dan memusat. Lehernya pendek dan tidak bertanduk. Kancil memiliki empat kaki, kuku semu lebih lemah daripada kuku tengah. Gigi kancil berjumlah 34. Hewan jantan memiliki gigi taring atas yang panjang dan berbentuk tombak, sedangkan kancil betina memiliki gigi taring atas kecil. Perutnya terdiri dari empat bagian tetapi omasumnya tereduksi dan kecil. Betina memiliki empat puting, jantan memiliki skrotum yang tidak runcing dan penisnya berbentuk spiral (Grzimek, 1972).

Habitat dan Status Konservasi

Habitat merupakan hasil interaksi berbagai komponen yaitu komponen fisik yang terdiri dari air, tanah, topografi, dan iklim (makro dan mikro) serta komponen biologis yang terdiri dari manusia, vegetasi, dan satwa. Habitat yang sesuai menyediakan semua kelengkapan habitat bagi suatu spesies selama musim tertentu

(16)

4 atau sepanjang tahun (Smiet, 1986). Kelengkapan habitat terdiri dari beberapa jenis termasuk makanan, perlindungan, dan faktor-faktor lain yang diperlukan oleh spesies kehidupan liar untuk bertahan hidup dan melangsungkan reproduksinya secara berhasil (Bailey, 1984). Wilayah jelajah (home range) adalah wilayah yang dikunjungi satwa liar secara tetap karena dapat memenuhi kebutuhan makan, minum serta mempunyai fungsi sebagai tempat berlindung, tempat tidur, dan tempat kawin (Alikodra, 1990).

Hasil penelitian Farida et al. (2003) di Cagar Alam Nusakambangan Barat dan Nusakambangan Timur menyatakan bahwa habitat kancil tersebar hampir di semua lokasi di wilayah luar maupun dalam kawasan. Kancil menyukai habitat di tempat-tempat rimbun misalnya di bawah rimbunan pohon-pohon salak, banyak jatuhan daun-daun kering dan umumnya tempat bersarangnya tidak jauh dari sungai. Kancil merupakan satwa yang dilindungi di Indonesia. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999, status konservasi kancil bersama semua anggota genus Tragulus merupakan satwa yang dilindungi oleh pemerintah Indonesia (Departemen Kehutanan, 1999).

Karakteristik Karkas dan Kandungan utrisi Daging Kancil

Rataan karkas kancil sebesar 52,03%. Persentase karkas kancil jantan lebih kecil daripada kancil betina. Kancil jantan memiliki berat organ-organ non-karkas yang lebih berat dibanding kancil betina. Kancil memiliki persentase karkas tidak jauh berbeda dengan kambing dan domba (Rosyidi, 2005). Rataan karkas kancil, kambing, dan domba tercantum dalam Tabel 1.

Tabel 1. Rataan Karkas Kancil, Kambing, dan Domba

Jenis Hewan Rentangan (%) Rataan (%)

Kancil 47,14-55,68 52,03

Domba 45,00-57,00 52,00

Kambing Kacang 40,72-44,22 42,46

Kambing Peranakan Etawah 43,37-49,76 46,65

Sumber : (Rosyidi, 2005)

Kandungan asam amino kancil relatif tinggi dan lengkap dibandingkan dengan ternak lainnya kecuali kerbau (Widiatmoko, 2005). Kandungan asam amino daging kancil dibandingkan dengan ternak lain disajikan pada Tabel 2. Kancil termasuk salah satu spesies satwa liar yang mampu menghasilkan proporsi produksi

(17)

5

No Asam Amino Kancil Sapi Kerbau Domba Kambing

1 As. Aspartat 0,93 - 2,56 - -2 As. Glutamat 1,49 - 3,97 - -3 Serin 0,58 - 0,87 - -4 Glisin 0,30 - 1,07 - -5 Histidin 1,32 0,07 0,77 0,18 0,13 6 Arginin 0,47 - 1,22 0,41 0,46 7 Threonin 0,41 0,11 1,17 0,29 0,30 8 Alanin 0,90 - 1,42 - -9 Prolin 0,46 - 1,19 - -10 Tirosin 0,35 - 0,82 0,19 0,19 11 Valin 0,51 0,11 1,32 0,34 0,34 12 Methionin 0,21 0,05 0,65 0,19 0,17 13 Sistin 0,43 - 0,36 0,08 0,08 14 Isoleusin 0,36 0,08 1,23 0,29 0,32 15 Leusin 0,18 0,19 1,88 0,48 0,53 16 Phenilalanin 0,19 0,10 0,90 0,21 0,22 17 Lisin 0,56 0,18 1,80 0,49 0,47 ……….%...

daging yang relatif tinggi sehingga kancil mempunyai potensi untuk dijadikan sebagai salah satu hewan penghasil daging yang potensial (Rosyidi, 2005).

Setiawan (2005) melaporkan bahwa daging kancil memiliki daya mengikat air rendah, susut masak besar, dan sangat empuk. Daging kancil matang memiliki kesan juiceness sedang, empuk, tekstur agak halus, dan rasa yang gurih. Daging kancil jantan maupun betina tidak berbeda nyata secara fisik maupun organoleptik, kecuali untuk warna daging matang betina lebih cerah dibandingkan jantan.

Tabel 2. Kandungan Asam Amino Daging Kancil dan Beberapa Ternak Lain

Sumber : (Widiatmoko, 2005)

Tingkah Laku

Tingkah laku hewan adalah suatu kondisi penyesuaian hewan terhadap lingkungannya. Setiap hewan akan belajar tingkah lakunya sendiri untuk beradaptasi dengan lingkungan tertentu. Satwa liar yang didomestikasi akan mengalami perubahan tingkah laku yaitu berkurangnya sifat liar dan agresif, musim kawin yang lebih panjang, dan kehilangan sifat berpasangan (Craig, 1981).

Tingkah laku pada tingkat adaptasi ditentukan oleh kemampuan belajar hewan untuk menyesuaikan tingkah lakunya terhadap suatu lingkungan yang baru. Menurut Stanley dan Andrykovitch (1984), tingkah laku maupun kemampuan

(18)

6 belajar hewan ditentukan oleh sepasang atau lebih gen. Tingkah laku individu dalam satu spesies secara umum relatif sama meskipun terdapat variasi. Tingkah laku tersebut dapat diwariskan pada turunannya yaitu berupa tingkah laku dasar.

Perilaku satwa adalah respon atau ekspresi satwa terhadap rangsangan atau stimulus atau agent yang mempengaruhinya. Rangsangan dibagi menjadi dua macam yaitu rangsangan dalam dan rangsangan luar. Rangsangan dalam antara lain adalah faktor fisiologis, sekresi hormon, dan faktor motivasi. Rangsangan luar dapat berbentuk suara, pandangan, tenaga mekanis, dan rangsangan kimia (Mukhtar, 1986). Rosyidi (2005) menyatakan, perilaku merupakan suatu kegiatan yang diperlihatkan oleh hewan dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari. Satwa liar sebagian besar mempunyai berbagai pola tingkah laku yang dapat dicobakan untuk suatu situasi, dengan demikian kancil belajar menerapkan salah satu pola yang menghasilkan penyesuaian terbaik (Alikodra, 1990).

Perilaku merupakan suatu aktivitas yang perlu melibatkan fungsi fisiologis. Setiap macam perilaku melibatkan penerimaan rangsangan melalui panca indera. Perubahan rangsangan-rangsangan ini menjadi aktivitas neural, aksi integrasi susunan syaraf dan akhirnya aktivitas berbagai organ motorik, baik internal maupun eksternal (Tanudimadja dan Kusumamihardja, 1985). Kebanyakan perilaku yang diarahkan untuk suatu tujuan (seperti makan, minum, tidur, dan seksual) terdiri dari tiga tahap yang jelas dan terjadi secara siklis. Tiga tahap tersebut yaitu perilaku apetitif, konsumatoris, dan refraktoris. Tahap apetitif dapat sederhana atau kompleks, sering mencakup mencari dari perilaku yang diubah dan yang banyak dipelajari. Tahap konsumatoris relatif cenderung untuk konsisten, memperlihatkan sedikit perbedaan dari individu yang satu terhadap individu lain dan sebagian besar dapat instinktif. Tahap refraktoris mencakup hilangnya perhatian dan berhentinya aktivitas konsumatoris, meskipun kesempatan untuk memberi respon selalu ada.

Satwa liar mempunyai berbagai tingkah laku dan proses fisiologis untuk menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungannya. Menurut Mukhtar (1986), aktivitas tingkah laku dapat dikelompokkan kedalam sembilan sistem tingkah laku, yaitu: (1) tingkah laku makan dan minum (ingestif); (2) tingkah laku mencari perlindungan (shelter seeking), adalah kecenderungan mencari kondisi lingkungan yang optimum dan menghindari bahaya; (3) tingkah laku persaingan antara dua

(19)

7 satwa yang sejenis (agonistik), umumnya terjadi selama musim kawin; (4) tingkah laku seksual yang merupakan tingkah laku peminangan (courtship), kopulasi dan hal-hal lain yang berkaitan dengan hubungan satwa jantan dan betina satu jenis; (5) care

giving atau epimelitic adalah pemeliharaan terhadap anak (maternal behaviour); (6)

tingkah laku meminta dipelihara merupakan tingkah laku individu muda untuk dipelihara oleh yang dewasa (care soliciting atau et-epimelitic); (7) tingkah laku

eliminatif atau tingkah laku membuang kotoran; (8) tingkah laku meniru salah satu

anggota kelompok untuk melakukan pekerjaan yang sama dengan beberapa tahap rangsangan dan koordinasi yang berbalas-balasan (allelomimetik); dan (9) tingkah laku memeriksa lingkungannya (investigatif).

Tingkah Laku Makan

Hewan mempunyai tiga cara dalam memperoleh makanan, yaitu pertama tetap berada di tempat dan makanan datang sendiri, kedua berjalan untuk mencari makan, dan ketiga menjadi parasit bagi organisme lain. Tingkah laku makan dipengaruhi oleh faktor genetik, suhu lingkungan, jenis makanan yang tersedia, dan habitat (Warsono, 2002).

Fungsi utama tingkah laku adalah untuk menyesuaikan diri terhadap beberapa perubahan keadaan, baik dari luar maupun dari dalam. Tingkah laku makan disebabkan oleh adanya rangsangan dari luar (makanan) dan rangsangan dari dalam (adanya kebutuhan atau lapar). Tingkah laku ini berkembang sesuai dengan perkembangan dari proses belajar (Alikodra, 1990).

Satwa liar mempunyai tingkah laku proses fisiologis untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Satwa liar melakukan kegiatan-kegiatan yang agresif, melakukan persaingan dan bekerja sama untuk mendapatkan makanan, perlindungan, pasangan untuk kawin, reproduksi dan sebagainya untuk mempertahankan kehidupannya (Alikodra, 1990). Hasil pengamatan Winarto et al. (1991) melaporkan secara berurutan dari beberapa pakan yang disukai kancil adalah pisang, kacang panjang, kangkung, pepaya, jambu biji, jagung, mentimun, tomat, wortel, dan bayam. Penggunaan otot bibir pada kancil dalam mengambil pakan tidak terlalu aktif dibandingkan pada domba. Penggunaan bibir pada kancil hanya untuk mengangkut pakan, sedangkan pemotongan pakan dilakukan oleh gigi geraham. (Winarto et al., 1991). Keadaan seperti demikian dikarenakan otot-otot bibir relatif kurang

(20)

8 berkembang yang mengakibatkan pasifnya gerakan bibir dalam menangkap pakan. Bibir pada kancil berfungsi untuk mengambil dan menahan pakan untuk dimasukkan ke dalam mulut (Nurhidayat et al., 1992). Otot bibir pada domba berkembang baik untuk merumput (Hafez, 1969).

Kancil yang hidup di alam mendapatkan pakan dari tumbuhan dan buah-buahan. Hasil penelitian yang dilakukan di Nusakambangan Barat dan Timur melaporkan ada 34 jenis tumbuhan hutan yang tergolong kedalam 21 suku tumbuhan sebagai sumber pakan kancil dan kijang, 14 jenis diantaranya adalah jenis tumbuhan yang dipilih kancil sebagai sumber pakannya, 19 jenis tumbuhan yang dimakan kijang, dan hanya 1 jenis tumbuhan berupa daun muda dan buah uris-urisan (Grewia

laevigata) yang dimakan oleh kancil dan kijang (Farida et al., 2003). Dilaporkan

dari penelitian di Taman Nasional Gunung Halimun bahwa tercatat sebanyak 50 jenis tumbuhan hutan yang termasuk kedalam 22 famili dari tanaman hutan yang dipilih oleh kancil dan rusa sebagai sumber makanan. Terdapat 44 jenis tumbuhan hutan yang dimakan kancil dan 50 jenis yang dimakan rusa (Farida et al., 2006).

Kancil termasuk Sub ordo Ruminansia yang mempunyai perilaku memamahbiak. Aktivitas memamahbiak umumnya dilakukan pada waktu istirahat setelah makan sebagaimana ruminansia lain. Memamahbiak dilakukan dengan duduk, posisi kaki depan maupun belakang ditekuk di bawah badan. Aktivitas memamahbiak selama ada waktu kosong. Frekuensi memamahbiak pada siang hari lebih tinggi daripada malam hari, namun mencapai puncak pada periode pukul 22.00-02.00 WIB. Puncak aktivitas makan pada kancil yang hidup secara berkelompok di Kebun Binatang Ragunan dan Surabaya terjadi pada pukul 09.00-12.00 WIB dan pada periode 15.00-18.00 WIB (Winarto et al., 1991).

Tingkah Laku Membuang Kotoran (Defekasi dan Urinasi)

Kancil pada saat urinasi bisa di sembarang tempat, akan tetapi yang paling

sering biasanya menempatkan urinnya pada tempat yang sama di sudut kandang dekat tempat buang feses. Kancil betina saat akan melakukan urinasi ditandai dengan merendahkan pantat sambil membuka paha lebar-lebar, sedangkan pada kancil jantan hanya sedikit merendahkan pantatnya dan tidak membuka paha terlalu lebar. Proses urinasi yang umum pada jantan air mengucur ke bawah dari bawah perut, sedangkan yang betina air kencing mengucur dari belakang pantat seperti pancuran (Rosyidi,

(21)

9 2005). Jumlah dan komposisi urin sangat berubah-ubah dan tergantung pemasukan bahan makanan, berat badan, usia, jenis kelamin dan lingkungan hidup seperti temperatur, kelembaban, aktivitas tubuh, dan keadaan kesehatan (Koolman et al., 2000).

Tingkah Laku Istirahat

Perilaku istirahat pada hewan dilakukakan dalam berbagai bentuk yaitu tidur (siang hari pada hewan nokturnal), duduk di atas panjatan tanpa melakukan aktivitas lainnya dan lain sebagainya. Istirahat (tidak bergerak) menunjukkan tidak adanya aktivitas kadang diselingi dengan merawat tubuh (grooming) (Kinnaird, 1997). Perilaku istirahat pada kancil meliputi perilaku diam, istirahat untuk memamahbiak, dan tidur. Perilaku diam biasanya dilakukan di sudut kandang yang jauh dari pintu kandang. Perilaku diam dilakukan dengan keempat kakinya lurus menapak ke lantai tidak bergerak, kepala agak menunduk, kadang-kadang matanya terlihat menutup (Rosyidi, 2005).

Tingkah Laku Minum

Aktivitas minum dilakukan oleh hewan untuk memenuhi kebutuhan akan air. Hewan akan minum jika merasa haus. Winarto et al. (1991) melaporkan bahwa selama pengamatan yang dilakukan di Kebun Binatang Ragunan, Jakarta aktivitas minum pada kancil sangat jarang dilakukan. Aktivitas minum hanya diketahui 1-2 kali saja. Pengamatan yang dilakukan di Kebun Binatang Surabaya aktivitas minum tidak pernah dilakukan. Kebutuhan air diduga sudah terpenuhi dari makanan yang didapat dan didukung lingkungan kandang yang sejuk. Rosyidi (2005) melaporkan bahwa kemampuan menahan haus pada kancil diduga karena kemampuan dinding sel darah merah kuat sehingga mampu menahan terjadinya hemolisis. Kemampuan sel darah merah dalam menahan terjadinya hemolisis dibuktikan dari hasil penelitian di laboratorium bahwa darah kancil tahan terhadap penambahan NaCl hingga 25%.

Tingkah Laku Merawat Diri

Grooming merupakan salah satu tingkah laku pada hewan untuk merawat

dirinya dari ektoparasit yang melekat pada rambut di permukaan tubuhnya (Mitchell dan Erwin, 1987). Perilaku grooming merupakan rangkaian dari perilaku istirahat (perilaku merawat tubuh ini lebih sering dilakukan pada saat istirahat). Perawatan

(22)

10 tubuh pada kancil dilakukan dengan cara menggosok-gosokkan badannya ke benda keras. Perilaku merawat tubuh dilakukan pada dua posisi, yaitu berdiri dan rebah. Perilaku merawat diri dilakukan dengan cara menjilati bulu-bulu di sekitar bibir kiri maupun bibir kanan dengan menggunakan lidah. Lidah juga digunakan untuk membersihkan bulu di kaki dan perut (Rosyidi, 2005).

Tingkah Laku Bergerak (Lokomosi)

Tingkah laku bergerak adalah semua pergerakan satwa dari satu tempat ke tempat lainnya (Kinnaird, 1997). Tingkah laku lokomosi pada kancil adalah aktivitas kancil pada saat berjalan-jalan untuk makan, minum, dan bermain. Aktivitas berjalan pada kancil dilakukan dengan cara melangkahkan kaki secara bergantian antara kaki kanan dan kiri (Rosyidi, 2005).

Pemilihan dan Konsumsi Pakan

Tingkat konsumsi (Voluntary Feed Intake) diartikan sebagai jumlah pakan yang dikonsumsi oleh hewan bila bahan makanan tersebut diberikan ad libitum (Parakkasi, 1995). Konsumsi zat makanan sangat diperlukan untuk membantu metabolisme dalam tubuh (Sutardi, 1980). Aktivitas konsumsi meliputi proses mencari makan, mengenal dan mendekati pakan, proses bekerjanya indra hewan terhadap pakan, proses memilih pakan, dan proses menghentikan pakan. Produktivitas hewan salah satunya dapat dilihat dari jumlah konsumsi. Konsumsi pakan akan bertambah jika diberikan pakan yang berdaya cerna lebih tinggi daripada pakan yang berdaya cerna rendah. Temperatur lingkungan yang tinggi menurunkan konsumsi sedangkan penurunan temperatur merangsang pusat makan untuk meningkatkan konsumsi pakan (Arora, 1989).

Cara pengambilan pakan pada kancil agak sedikit berbeda dibandingkan dengan ruminansia lain. Pengambilan pakan diawali dengan pemilihan pakan menggunakan alat penciuman. Kancil mengambil pakan pilihannya setelah memilih pakan yang disediakan. Pengambilan pakan dilakukan dengan menggunakan bibir atas dan bawah kemudian pakan yang diambil dibawa langsung ke gigi geraham. Pakan yang telah sampai di gigi geraham dikunyah sebentar sebelum ditelan. Lama pengunyahan awal ini tergantung dari jenis pakan yang dipilihnya (Nurhidayat et

al., 1992). Pengambilan rumput pada domba dilakukan dengan bibir yang

(23)

11 dan mentimun hanya dikunyah beberapa kali saja lalu ditelan. Pakan yang berupa sayur-sayuran dan polong-polongan yang ukuran panjangnya 10-20 cm dikunyah bertahap sampai keseluruhan potongan itu masuk kemudian baru ditelan (Winarto et

al., 1991).

Jenis Pakan

Pakan adalah bahan yang dapat dimakan, dicerna, dan digunakan oleh hewan. Secara umum dapat dikatakan bahwa jenis pakan merupakan bahan-bahan pakan yang dapat dimakan atau edible. Bahan pakan mengandung zat-zat makanan, yaitu komponen-komponen yang ada dalam bahan pakan tersebut yang dapat digunakan oleh hewan (Tillman et al., 1991).

Ubi Jalar Merah (Ipomea batatas)

Kandungan protein sebagian besar kultivar ini adalah antara 1,5% dan 2,5%. Ubi jalar merupakan sumber vitamin C yang baik dan vitamin B sedang. Ubi berdaging jingga adalah sumber beta karoten yang amat baik, yang kandungannya lebih tinggi dibandingkan dengan yang berdaging kuning sedangkan yang berdaging putih hanya mengandung sedikit atau tidak mengandungnya (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999). Rosyidi (2005) melaporkan bahwa komposisi nutrien yang terdapat dalam ubi jalar adalah 35,19% bahan kering, 2,30% protein kasar, 2,56% serat kasar, 1,88% lemak kasar, 93,04% bahan ekstrak tanpa nitrogen, 0,23% abu, 88,46% total digestible nutrients.

Oyong (Luffa acutangula)

Oyong merupakan jenis tanaman setahun, berbatang lemah, berbulu, dan merambat. Buahnya bulat panjang, berbelimbing dengan ukuran 15-30 cm dan semakin mengecil ke pangkalnya. Oyong banyak ditanam di Asia tropika. Tanaman ini cocok ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 1.500 m dpl. Pertumbuhannya tidak membutuhkan perawatan khusus, hanya pada waktunya memerlukan ajir sebagai rambatannya. Buah yang tua berserat. Kandungan airnya tinggi dan nilai gizinya rendah. Oyong dapat memberi rasa dingin pada yang memakannya. (Sastrapradja et al., 1984). Kandungan gizi oyong adalah air 94,5 g, energi 19 Kkal, protein 0,8 g, lemak 0,2 g, karbohidrat 4,1 g, abu 0,4 g, kalsium 19 mg, fosfor 33 mg, besi 0,9 mg (Mahmud et al., 2009).

(24)

12

Labu Siam (Sechecium edule)

Labu siam atau waluh siyem lebih dikenal dengan nama gambas di daerah Jawa Barat. Tanaman ini tumbuh merambat, batangnya kecil dan panjang. Buah berbentuk seperti bola lampu, berdaging tebal, lunak, dan banyak mengandung air. Tanaman ini berasal dari Amerika tropika, sekarang banyak ditanam di kawasan malesia seperti Filipina, Malaysia dan Indonesia. Labu siam dapat dan mudah tumbuh dimana saja, baik di dataran rendah maupun dataran tinggi. Syarat penting untuk pertumbuhannya yaitu penyinaran matahari yang penuh. Tanaman ini tidak menyukai air tergenang. Labu siam memiliki kandungan air sebesar 92% dari buahnya (Sastrapadja et al., 1984). Kandungan gizi labu siam adalah air 92,3 g, energi 30 Kkal, protein 0,6 g, lemak 0,1 g, karbohidrat 6,7 g, abu 0,3 g, kalsium 14 mg, fosfor 25 mg, besi 0,5 mg (Mahmud et al., 2009).

Pisang lampung (Musa sp.)

Pisang lampung mirip dengan pisang mas dan memiliki perbedaan pada ujung buahnya. Pisang lampung ujung buahnya lancip sedangkan pisang mas ujung buahnya tumpul. Setiap tandannya terdiri dari enam sampai delapan sisir dan setiap sisir terdiri dari 18-20 buah. Berat setiap sisir 940 gram, berat setiap buah 50 gram. Panjang buah sembilan cm dan lingkar buah 10,5 cm. Warna kulit buah kuning penuh dan warna daging buah kuning kemerahan. Rasa buahnya manis dan aromanya harum. Pisang lampung disajikan sebagai hidangan segar. Jenis pisang ini mudah sekali rontok dari sisirnya. (Satuhu dan Supriyadi, 1999).

Sawi Putih (Brassica chinensis)

Sawi putih tumbuhnya amat tegak dan berdaun kompak. Penampilan sawi ini sekilas mirip dengan petsai. Tangkai daun berwarna putih berukuran agak lebar dengan tulang daun yang juga berwarna putih. Daunnya berwarna hijau segar. Jenis sawi ini tergolong terbesar dan terberat diantara jenis sawi lainnya. (Haryanto et al., 2003). Kandungan gizi sawi putih adalah air 96,6 g, energi 9 Kkal, protein 1 g, lemak 0,1 g, karbohidrat 1,7 g, serat 0,8 g, abu 0,6 g, kalsium 56 mg, fosfor 42 mg, besi 1,1 mg (Mahmud et al., 2009).

(25)

13

Buncis (Phaseolus vulgaris)

Tumbuhan ini termasuk kedalam famili leguminosae dan mempunyai dua tipe pertumbuhan, yaitu membelit atau merambat dan tegak. (Setianingsih, 2002). Kandungan setiap 100 g bagian biji kering yang dapat dimakan berisi 10 g air, 22,6 g protein, 1,4 g lemak, 62 g karbohidrat, 4,3 g serat, dan 3,7 g abu. Kandungan energinya rata-rata 1.453 kJ per 100 g. Kandungan setiap 100 g polong muda adalah 91 g air, 1,8 g protein, 0,2 g lemak, 6,6 g karbohidrat, 1 g serat, dan 0,7 g abu. Kandungan energinya rata-rata 126 kJ per 100 g. (Van der Maesen dan Somaatmadja, 1993).

Jaat Liar (Phaseolus sp.)

Suku polong-polongan atau Fabaceae merupakan salah satu tumbuhan dikotil yang terpenting dan terbesar. Banyak tumbuhan budidaya penting termasuk kedalam suku ini, dengan bermacam-macam kegunaan antara lain sebagai bahan makanan, minuman, bumbu masak, zat pewarna, pupuk hijau, pakan ternak, dan bahan pengobatan. Anggota suku ini dikenal karena kemampuannya mengikat (fiksasi) nitrogen langsung dari udara (tidak melalui cairan tanah) karena bersimbiosis dengan bakteri tertentu pada akar atau batangnya. Tumbuhan ini memiliki kandungan gizi sebagai berikut air 9,61%, abu 8,85%, protein kasar 1,43%, serat kasar 20,02%, energi bruto 3.928,55 kal/gram (Apriyanti, 2010). Dokumentasi jaat liar (Phaseolus sp.) disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Phaseolus sp. Sumber : Bagus (2009)

Daun Brojo lego (Mikania cordata)

Tumbuhan brojo lego (M.cordata) merupakan tumbuhan liar yang banyak terdapat di lingkungan sekitar. Tumbuhan ini bersifat merambat dan mudah tumbuh.

(26)

14 Daun brojo lego mempunyai kandungan nutrisi sebagai berikut air 10,58%, abu 11,29%, protein kasar 18,44%, lemak kasar 1,58%, serat kasar 17,44%, energi bruto 3674,84 kal/gram (Apriyanti, 2010). Dokumentasi brojo lego (Mikania cordata) disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Brojo lego (Mikania cordata) Sumber : Bagus (2009)

Meniran (Phylanthus urinaria)

Tumbuhan ini termasuk dalam famili Euphorbiaceae banyak ditemukan tumbuh liar di pekarangan rumah dan ladang. Meniran dapat tumbuh di dataran rendah hingga dataran tinggi (1.000 meter dpl.). Seluruh bagian tumbuhan meniran dapat digunakan sebagai obat. Meniran juga berkhasiat mencegah penularan penyakit karena virus dengan memperkuat daya tahan tubuh. Senyawa kimia yang dikandung meniran antara lain filantin, kalium, mineral, dammar, dan zat penyamak (Kusuma, 2005). Kandungan gizi pada meniran adalah kadar abu 6,39%, protein 10,65%, lemak 2,94%, serat kasar 29,97%, energy bruto 3.967 kal/gram (Farida, 2007). Dokumentasi meniran disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Meniran (Phylanthus urinaria)

Sumber : Bagus (2009)

Jambu Biji (Psidium guajava)

Jambu biji merah tiap 100 g daging buahnya mengandung 3.100 mikrogram vitamin A dan 310 miligram vitamin C. Buah daging yang pucat warnanya praktis

(27)

15 tidak bervitamin A, namun rata-rata masih mengandung 46 miligram vitamin C ( Rismunandar, 1989). Rukmana (2008), melaporkan Tiap 100 g buah jambu biji mengandung 49,0 kalori, 0,9 g protein, 0,3 g lemak, 12,2 g k, 14,0 mg kalsium, 28,0 mg fosfor, 1,1 mg zat besi, 5 SI vitamin A, 0,02 mg vitamin B1, 87,0 mg vitamin C, 86,0 g air, dan 82,0% bagian yang dapat dimakan. Vitamin C hanya terdapat pada daging dan kulit buah yang masih hijau, sedangkan pada buah yang sudah tua dan matang kandungan vitamin C-nya menurun. Jambu biji memiliki kandungan vitamin C paling banyak dibandingkan dengan buah yang lain.

Labu Air (Lagenaria siceraria)

Labu air atau labu botol (Lagenaria siceraria) adalah tanaman purba yang tersebar luas dan sangat cocok tumbuh pada kondisi semi kering daerah tropika dan subtropika. Tanaman ini berasal dari Afrika yang kemudian didomestikasi di dataran rendah tropika afrika tengah di bagian selatan. Labu air merupakan tanaman setahun dengan batang jalar merambat, panjang, bertulang, dan bercabang banyak, dengan panjang batang 3-15 m. Batang merayap longitudinal dengan bulu lembut dan sulur bercabang, satu pendek dan lainnya panjang. Daunnya sederhana, sangat besar, berbentuk jantung (cordate) atau lonjong dengan lebar 15-30 cm. Permukaan daun tertutup bulu halus lir-beludru dan berbau harum. Tanaman ini cocok tumbuh di tanah bertekstur ringan dan berdrainase baik dengan pH mendekati netral. Buah memerlukan waktu empat sampai lima bulan untuk mencapai matang sempurna dan memiliki kulit keras permanen (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999). Kandungan gizi labu air adalah air 95 g, energi 19 Kkal, protein 0,6 g, lemak 0,2 g, kh 3,8 g, serat- abu 0,4 g, kalsium 12 mg, fosfor 18 mg, besi 0,6 mg (Mahmud et al., 2009).

Kecambah Kacang Hijau (Phaseolus radiatus)

Perkecambahan adalah proses awal pertumbuhan individu baru pada tanaman yang diawali dengan munculnya radikel pada testa benih. Proses perkecambahan dan pertumbuhan perkecambahan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air dalam medium pertumbuhan. Air diabsorbsi dan digunakan untuk memacu aktivitas enzim-enzim sebagai metabolisma perkecambahan di dalam benih (Salisbury dan Ross, 1992). Kandungan gizi kecambah atau tauge adalah air 90,4 g, energi 34 Kkal, protein 3,7 g, lemak 1,2 g, karbohidrat 4,3 g, serat 1,1 g, abu 0,4 g, kalsium 166 mg, fosfor 74 mg, besi 0,8 mg (Mahmud et al., 2009).

(28)

16 MATERI DA METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Penangkaraan Mamalia Kecil, Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Cibinong. Penelitian dilaksanakan dari tanggal 9 September sampai dengan 30 Desember 2009.

Materi Hewan

Penelitian ini menggunakan hewan percobaan satu ekor kancil (Tragulus

javanicus) berjenis kelamin betina dan telah ditangkarkan selama tiga tahun. Kancil

yang digunakan berasal dari Sukabumi, Jawa Barat. Dokumentasi kancil disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Kancil (Tragulus javanicus) Sumber : Bagus (2009)

Kandang

Kandang yang digunakan adalah kandang aktivitas dan dilengkapi dengan gorong-gorong dari beton sebagai tempat istirahat atau tidur bagi kancil. Kandang berukuran panjang 455 cm, lebar 260 cm, dan tinggi 220 cm dan dilengkapi dengan tempat pakan dan minum. Dokumentasi kandang kancil disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Kandang Kancil Sumber : Bagus (2009)

(29)

17

Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jam, termohygrometer, peralatan kebersihan, tempat makan, tempat minum, alat hitung, kamera digital, pita ukur, teropong (binoculars) dan alat tulis.

Pakan

Pakan yang digunakan terdiri dari 12 jenis, yaitu ubi jalar merah (Ipomea

batatas), jambu biji (Psidium guajava), oyong atau gambas (Luffa acutangula), labu

siam (Sechium edule), labu air (Lagenaria siceraria), buncis (Phassolus calcaratus), kecambah (Phaseolus radiatus), sawi putih (Brassica chinensis), kulit pisang

lampung (Musa sp.), daun brojo lego (Mikania cordata), daun jaat liar (Phaseolus

sp.) dan daun meniran (Phylanthus urinaria).

Pakan dibagi menjadi dua bagian, pakan yang diberikan pagi hari yaitu ubi jalar, jambu biji merah, oyong atau gambas, labu siam, labu air, dan buncis dan pakan yang diberikan pada sore hari yaitu kecambah, sawi putih, kulit pisang lampung, daun brojo lego, daun jaat liar, dan daun meniran.

Prosedur

Penelitian pendahuluan dilakukan terlebih dahulu yaitu dengan mencari bahan pakan yang bersumber dari tumbuhan liar di sekitar kandang, masing-masing pakan baik berupa rumput, tumbuhan perdu, daun yang berasal dari pohon, umbi-umbian ataupun pohon buah-buahan diberikan kepada kancil untuk diketahui apakah pakan tersebut dimakan atau tidak. Tumbuhan liar yang dimakan kancil kemudian didata dan diidentifikasi di Herbarium Bogoriens (Bidang Botani) Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Cibinong. Dipilih 12 pakan yang paling disukai dan terjamin ketersediaanya selama masa penelitian. Ke-12 pakan yang dipilih dikelompokkan menjadi dua kelompok berdasarkan kecenderungan pakan yang dikonsumsi kancil pada siang dan malam hari. Kelompok satu diberikan pada pagi hari pukul 06.00 WIB dan kelompok dua diberikan pada sore hari pukul 18.00 WIB. Masa adaptasi atau preliminary dilakukan selama 14 hari.

Pengambilan data dilakukan sebanyak 24 kali selama 24 jam yang berlangsung delapan minggu, pengamatan dibedakan menjadi minggu ganjil dan minggu genap, minggu ganjil (minggu pertama, ketiga, kelima, dan ketujuh), pengambilan data pada hari Senin, Rabu, dan Jumat sedangkan pada minggu genap (minggu kedua, keempat,

(30)

18 keenam, dan kedelapan), pengambilan data pada hari Selasa, Kamis, dan Sabtu. Pengamatan dilakukan mulai pukul 06.00 WIB sampai dengan pukul 06.00 WIB keesokan harinya. Waktu pengamatan dibagi menjadi enam periode yaitu pagi hari (06.00-10.00 WIB), siang hari (10.00-14.00 WIB), sore hari (14.00-18.00 WIB), petang hari (18.00-22.00 WIB), malam hari (22.00-02.00 WIB) dan fajar (02.00- 06.00 WIB). Setiap periode pengamatan dibagi lagi menjadi interval waktu selama 15 menit. Aktivitas yang diamati kemudian dicatat.

Pengamatan pada pemilihan pakan dilakukan dengan cara melihat pakan pertama yang dimakan dari semua jenis pakan yang diberikan. Preferensi kancil terhadap pakan yang diberikan diamati, kemudian dicatat. Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif.

Rancangan Peubah yang diamati

Peubah yang diamati adalah sebagai berikut :

1. Pengamatan aktivitas kancil yang berhubungan langsung dengan aktivitas makan, terdiri dari :

- Aktivitas makan, yaitu memasukkan makanan ke mulut, mengunyahnya, dan kemudian menelannya.

- Memamahbiak, yaitu aktivitas pengunyahan kembali pakan yang telah ditelan dan disimpan di rumen ke mulut (proses regurgitasi) yang kemudian dikunyah kembali (proses remastikasi) setelah proses remastikasi selesai pakan akan ditelan kembali (proses redeglutasi).

- Aktivitas minum, yaitu memasukkan air atau cairan ke dalam tubuh melewati mulutnya.

- Aktivitas defekasi, yaitu aktivitas mengeluarkan kotoran dalam bentuk padat. - Aktivitas urinasi, yaitu aktivitas mengeluarkan kotoran berbentuk cair. 2. Aktivitas yang mempengaruhi aktivitas makan, terdiri dari :

- Lokomosi, yaitu aktivitas menggerakkan tubuh dengan cara berpindah dari tempat yang satu ke tempat yang lain, bermain dan bersuara.

- Grooming, yaitu aktivitas membersihkan diri atau merawat tubuh seperti, menjilat dan menggaruk maupun membersihkan badan yang lainnya.

(31)

19 - Istirahat, yaitu tidak adanya aktivitas yang terjadi, apabila kancil dalam

keadaan diam atau tidur dan duduk.

3. Pencatatan suhu dan kelembaban lingkungan sekitar kandang

Pengukuran peubah suhu dan kelembaban menggunakan alat

thermohygrometer. Waktu pengukuran dilakukan sebanyak lima kali, yaitu pagi hari

(06.00 WIB), siang hari (12.00 WIB), sore hari (18.00 WIB), malam hari (00.00 WIB), dan fajar (05.00 WIB).

Analisis Data

Pengumpulan data dilakukan dengan metode one zero sampling. Nilai satu diberikan apabila ada aktivitas dan nilai nol diberikan apabila tidak terjadi aktivitas (Martin dan Batesson, 1988). Pengamatan dilakukan mulai pukul 06.00 WIB sampai dengan pukul 06.00 WIB hari berikutnya dengan interval waktu pengamatan 15 menit. Apabila terjadi aktivitas dalam waktu 15 menit tersebut maka dicatat angka satu dan angka nol apabila tidak terjadi aktivitas. Pencatatan ini terus berulang sampai waktu akhir pengamatan yaitu pukul 06.00 WIB hari berikutnya.

Penghitungan persentase aktivitas setiap individu adalah sebagai berikut : Persentase Aktivitas = (A/B) x 100 %

A = Rata-rata aktivitas yang diamati dalam perlakuan B = Total semua aktivitas yang diamati

(32)

20

HASIL DA PEMBAHASA Keadaan Umum

Kondisi Hewan

Kondisi kancil betina selama penelitian secara keseluruhan dapat dikatakan baik dan sehat. Kondisi yang sehat dapat dilihat dari bulunya yang mengkilat, cara berjalannya yang normal, aktivitasnya normal, nafsu makannya lahap, sorot matanya tajam, feses dan urinnya normal (tidak mencret), serta tubuhnya yang gemuk.

Kondisi Kandang

Kandang kancil dibuat dari kerangka besi berdinding kawat loket sehingga udara mengalir bebas. Kandang berventilasi baik akan menjamin aliran udara yang terus menerus melewati kandang dan sekitar hewan (Tillman et al., 1991). Ventilasi yang baik juga akan mencegah seminimal mungkin debu dan menurunkan kadar bau-bauan yang berhubungan langsung dengan keadaan kesehatan hewan (Anggraeni, 2006). Tumbuhan dan pepohonan banyak tumbuh di sekitar kandang, salah satunya adalah tumbuhan granadila merah (Passiflora coccinea) yang tumbuh menjalar di atas kandang. Tumbuhan tersebut secara tidak langsung mempengaruhi suplai oksigen dan mengurangi cekaman suhu di sekitar kandang. Kisaran suhu di Penangkaran Mamalia selama pengamatan antara 22-31 oC dan kelembaban antara 60-99%. Rataan suhu dan kelembaban dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan Suhu dan Kelembaban di Penangkaran

Waktu Temperatur (0C) Rh (%) Pagi 23,75 90,83 Siang 30,13 69,67 Sore 25,08 86,25 Malam 24,04 96,21 Fajar 23,54 96,54

Kondisi suhu yang rendah dan kelembaban yang tinggi pada pagi dan malam hari, serta suhu yang tinggi dan kelembaban yang rendah pada siang hari akan berpengaruh terhadap kondisi dan aktivitas kancil, seperti aktivitas makan, lokomosi, dan istirahat.

(33)

21

Kondisi Lingkungan

Lokasi kandang, tingkat kebisingan, suhu, kelembaban, bau-bauan, dan aktivitas makhluk hidup lain yang merupakan bagian dari lingkungan sekitar adalah faktor-faktor yang sangat penting dan perlu diperhatikan selama pengamatan karena akan mempengaruhi perilaku kancil yang diamati. Mukhtar (1986), menyatakan perilaku satwa dipengaruhi oleh dua macam rangsangan yaitu rangsangan dalam dan rangsangan luar. Rangsangan dalam antara lain adalah faktor fisiologis, sekresi hormon, dan faktor motivasi. Rangsangan luar dapat berbentuk suara, pandangan, tenaga mekanis, dan rangsangan kimia.

Kancil merupakan hewan nokturnal yang bersifat aktif pada malam hari, tidak banyak mengeluarkan suara, mudah stres, dan sangat peka terhadap lingkungan sekitar. Kebisingan maupun cekaman lingkungan lain di sekitar penangkaran mempengaruhi aktivitas yang diamati. Kebisingan ditimbulkan oleh suara-suara yang berasal dari lingkungan sekitar seperti suara satwa, suara manusia, dan suara yang berasal dari kendaraaan bermotor yang lewat di sekitar kandang. Tanggapan kancil terhadap gangguan ini ditunjukkan dengan sikap atau gerakan yang tiba-tiba lari menuju tempat persembunyian (gorong-gorong) untuk menghindar dari bahaya.

Kancil termasuk hewan yang peka terhadap aktivitas makhluk hidup maupun benda lain yang berada di sekitar lingkungannya. Kancil mengenali lingkungan dan memberi tanggapan terhadap kondisi lingkungan dengan menggunakan indra pendengaran dan indra penciuman. Telinga akan digerak-gerakkan untuk mendeteksi suara. Bau-bauan dideteksi dengan cara menggerak-gerakkan kepalanya ke atas, ke bawah, ke kiri, dan ke kanan (seperti gerakan mencari sumber bau atau mencium-cium). Kancil menoleh ke kiri, ke kanan, dan ke belakang untuk melihat objek. Hewan ini sesekali keluar dari tempat persembunyian untuk memeriksa lingkungannya dengan cara berputar-putar di kandang sambil mengendus-endus dan menggerak-gerakkan telinga. Jumailah (1999) melaporkan bahwa perilaku memeriksa situasi dilakukan jika kancil mencurigai sesuatu yang asing atau ingin mengetahui keadaan sekitarnya. Pemeriksaan dilakukan biasanya dengan cara mengendus-endus atau kepala didongakkan dan lubang hidung dibuka lebar. Aktifnya penggunaan indra penciuman ini, menurut Nurhidayat et al. (1992) dikarenakan kancil mempunyai otot M. Dilatator nares lateralis menuju ke lateral

(34)

22 cuping hidung. Otot ini sangat berperan dalam mendilatasikan cuping hidung sehingga kancil dapat dengan mudah mengendus-endus untuk memeriksa lingkungan sekitar.

Aktivitas dan Tingkah Laku Kancil

Aktivitas kancil yang diamati terdiri atas tingkah laku yang berhubungan langsung dengan makan, yaitu: makan, minum, urinasi, dan defekasi. Aktivitas lain yang diamati adalah tingkah laku yang mempengaruhi pola makan (lokomosi,

grooming, memamahbiak, dan istirahat). Pengamatan kancil dilakukan mulai pukul

06.00 sampai pukul 06.00 WIB pagi berikutnya.

Kancil memulai aktivitasnya dengan berjalan keluar dari gorong-gorong (bangun tidur) kemudian melakukan aktivitas lokomosi mengelilingi kandang. Tingkah laku berputar-putar ini bertujuan memeriksa keadaan sekitar. Aktivitas lokomosi ini juga penting untuk menyesuaikan diri terhadap suhu udara yang dingin sehingga panas tubuhnya meningkat dan kancil tidak kedinginan. Hewan ini akan mendekati tempat pakan jika keadaan sekitar dirasa aman. Persentase aktivitas kancil selama 24 jam disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Persentase Harian Aktivitas Kancil Selama Penelitian

Aktivitas kancil yang paling dominan selama di penangkaran adalah istirahat, yaitu 36,371% atau sekitar 8,72 jam dari total aktivitas kancil selama 24 jam. Aktivitas istirahat yang tinggi ini dipengaruhi oleh suhu udara lingkungan sekitar. Aktivitas lain yang cukup tinggi adalah lokomosi (15,558% atau 3,73 jam). Kancil merupakan binatang ruminansia yang melakukan aktivitas memamahbiak untuk mencerna makanannya. Nilai persentase aktivitas memamahbiak adalah 15,312%

(35)

23 atau 3,67 jam dari total semua aktivitas. Aktivitas memamahbiak biasanya dilakukan saat kancil sedang istirahat. Aktivitas lain yang banyak dilakukan kancil dalam sehari-harinya adalah grooming, yaitu 13,814% atau 3,31 jam sehari. Grooming memiliki peranan penting sebagai bentuk perawatan tubuh. Aktivitas makan mempunyai nilai persentase sebesar (12,603% atau 3,03 jam), defekasi (3,058% atau 0,73 jam), urinasi (3,284% atau 0,79 jam), dan minum (0%).

Aktivitas yang Berhubungan Langsung dengan Aktivitas Makan Kancil Aktivitas Makan

Aktivitas makan dimulai dengan proses pemilihan pakan yang diberikan. Kancil memilih jenis pakan menggunakan indra penciumannya, yaitu dengan mengendus-endus pakan yang disediakan. Hewan ini mengambil pakan dengan menggunakan bibir atas dan bibir bawah untuk selanjutnya dikunyah sebentar menggunakan gigi geraham sebelum ditelan.

Pengunyahan yang dilakukan oleh kancil sedikit berbeda dengan yang dilakukan oleh hewan ruminansia lainnya. Pakan cenderung seperti di dorong ke kerongkongan yang diikuti dengan gerakan kepala ke atas dan ke bawah (seperti gerakan manggut-manggut atau menelan pakan dengan keras). Pakan akan dikunyah beberapa saat sesuai ukuran, keras lunaknya, dan jenis pakan yang dipilih. Menurut Nurhidayat et al. (1992), keadaan makan tersebut terjadi akibat otot-otot bibir kancil relatif kurang berkembang, yang menyebabkan pasifnya gerakan bibir dalam menangkap pakan. Bibir pada kancil berfungsi untuk mengambil dan menahan pakan untuk dimasukkan ke dalam mulut. Winarto et al. (1991) menyatakan penggunaan otot bibir pada kancil dalam mengambil pakan tidak terlalu aktif dibandingkan pada domba. Penggunaan bibir pada kancil hanya untuk mengangkat pakan, sedangkan pemotongan pakan dilakukan oleh gigi geraham. Pakan yang dipotong-potong menjadi bagian yang kecil dapat memudahkan proses pengambilan, pengunyahan, dan penelanan pakan oleh kancil.

Aktivitas makan pada kancil biasanya dilakukan ketika keadaan lingkungan sekitar telah sepi. Kancil merupakan hewan yang sangat peka terhadap gangguan dari lingkungan luar. Kancil bersifat pemalu dan selalu berusaha untuk tidak terlihat. Hewan ini akan lari dan bersembunyi di gorong-gorong jika merasa terancam. Aktivitas makan kancil biasanya dilakukan terpisah dari tempat fesesnya. Kancil

(36)

24 akan melanjutkan aktivitas berikutnya seperti grooming, istirahat di gorong-gorong, defekasi, urinasi, maupun memamahbiak setelah selesai makan.

Aktivitas makan kancil disajikan pada Gambar 7. Secara keseluruhan intensitas makan kancil terlihat lebih tinggi pada waktu malam hari dibandingkan dengan siang hari. Kondisi ini sesuai dengan sifat kancil sebagai hewan nokturnal (aktif pada malam hari). Aktivitas makan tertinggi terjadi pada pukul 18.00-19.00 WIB, yaitu sebesar 9,61% dari keseluruhan waktu yang diperlukan untuk makan dalam sehari. Pada waktu tersebut bertepatan dengan waktu pemberian pakan dan merupakan waktu pergantian dari siang ke malam. Peningkatan aktivitas makan juga terjadi pada pukul 23.00-04.00 WIB. Peningkatan aktivitas makan dapat juga diakibatkan oleh kondisi suhu lingkungan sekitar. Rata-rata suhu udara pada malam hari sebesar 24,04 oC dan pada waktu fajar 23,54 oC, sedangkan kelembaban pada malam hari sebesar 96,21% dan pada waktu fajar sebesar 96,54%. Kondisi udara tersebut cukup dingin. Hewan ini membutuhkan panas yang tinggi untuk menjaga keseimbangan suhu tubuh sehingga dia akan mengkonsumsi pakan lebih banyak. Temperatur lingkungan yang tinggi menurunkan konsumsi sedangkan penurunan temperatur merangsang pusat makan untuk meningkatkan konsumsi pakan (Arora, 1989). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Winarto et al. (1991) yang melaporkan aktivitas makan kancil yang terendah terjadi pada periode antara pukul 22.00-02.00 WIB.

(37)

25

Aktivitas memamahbiak

Aktivitas memamahbiak memiliki nilai tertinggi dibandingkan dengan aktivitas lain yang berhubungan langsung dengan aktivitas makan, yaitu sebesar 15,312%. Kancil termasuk golongan hewan ruminansia yang melakukan aktivitas memamahbiak. Aktivitas memamahbiak ini dilakukan pada saat suasana tenang baik dalam kondisi kancil duduk, istirahat maupun berdiri. Aktivitas memamahbiak pada kancil dilakukan dengan mengembalikan pakan yang telah ditelan dan disimpan di rumen ke dalam mulut (proses regurgitasi), yang kemudian dikunyah kembali (proses remastikasi) dan setelah proses remastikasi selesai maka pakan akan ditelan kembali (proses redeglutasi). Pakan tersebut selanjutnya dicerna lagi oleh enzim-enzim mikroba rumen (microbial attack) seperti pada hewan ruminansia lainnya.

Jumlah kecapan dalam proses memamahbiak tergantung dengan besar kecilnya pakan dan jenis bahan pakan yang dikonsumsi. Kancil membutuhkan suasana yang tenang untuk memamahbiak. Suasana yang gaduh akan mngganggu aktivitas memamahbiak, kancil kadang-kadang akan berhenti memamahbiak jika merasa dirinya terancam. Aktivitas memamahbiak dilakukan selama ada waktu luang sehingga pada setiap periode pengamatan ditemukan aktivitas memamahbiak. Aktivitas memamahbiak tertinggi terjadi pada pukul 07.00-08.00 WIB yaitu sebesar 9,65% lalu menurun dari pukul 08.00 sampai pukul 22.00 WIB dan naik kembali pada pukul 23.00 WIB seperti yang tampak pada Gambar 8. Jika dibandingkan dengan aktivitas makan (Gambar 7), tampak bahwa aktivitas memamahbiak dilakukan setelah aktivitas makan.

(38)

26 Aktivitas memamahbiak terendah terjadi pada pukul 18.00-19.00 WIB dengan nilai sebesar 0,13% dari keseluruhan total memamahbiak. Nilai yang rendah ini dimungkinkan karena pada waku tersebut adalah waktu pemberian pakan sehingga kancil akan banyak melakukan aktivitas lokomosi dan makan.

Aktivitas Minum

Aktivitas minum adalah aktivitas memasukkan air atau cairan ke dalam tubuh melewati mulut. Selama penelitian tidak ditemukan aktivitas minum pada kancil. Kancil tidak melakukan aktivitas minum diduga karena kebutuhan akan air sudah terpenuhi dari pakan yang dikonsumsi. Kondisi kandang yang sejuk dan tingginya curah hujan diduga juga berpengaruh terhadap aktivitas minum kancil. Menurut Rosyidi (2005), kancil memiliki dinding sel yang cukup tebal sehingga diduga saat sel-sel kancil memetabolisme pakan dapat mengefisiensi penggunaan air. Keadaan ini menyebabkan kancil tahan tidak minum beberapa hari bahkan beberapa minggu, sehingga kebutuhan minum kancil hanya berasal dari kandungan air yang ada dalam pakan maupun dari hasil metabolisme tubuh.

Aktivitas Defekasi

Aktivitas defekasi merupakan aktivitas membuang kotoran yang berbentuk padat. Kancil termasuk hewan yang bersih, hal ini ditandai jika kancil melakukan aktivitas defekasi maupun urinasi maka sebagian besar kotoran kancil akan ditempatkan di tempat yang sama di salah satu bagian sudut atau pinggir kandang dan kadang-kadang agak terpisah. Jika melihat sifat atau tingkah laku defekasi atau urinasi kancil maka hewan ini berpotensi untuk dijadikan sebagai hewan peliharaan untuk kesenangan (pets) seperti kelinci. Aktivitas defekasi pada kancil rata-rata diawali dengan aktivitas urinasi. Feses kancil yang normal berbentuk bulat panjang hampir mirip dengan kotoran domba atau kambing namun ukurannya lebih kecil. Ukuran feses kancil beragam, besarnya kurang lebih sebesar pentol korek api.

Tingkah laku dan posisi tubuh saat melakukan defekasi pada kancil mirip domba atau kambing, yaitu dilakukan dengan melebarkan kedua kaki bagian belakang sehingga menyebabkan bagian punggung belakang agak tertarik ke bawah. Kancil akan diam berkonsentrasi sebelum mengeluarkan feses dan ketika proses pengeluaran feses berlangsung ekor diangkat agak ke atas seperti yang ditunjukkan

(39)

27 pada Gambar. 9 (a). Ekor kembali diturunkan ke bawah jika proses pengeluaran feses sudah selesai seperti yang ditunjukkan pada Gambar. 9 (b). Rosyidi (2005) menyatakan bahwa dari cara urinasi dapat digunakan untuk membedakan jenis kelamin pada kancil yaitu kancil betina saat melakukan eliminasi paha kancil dibuka lebar-lebar serta pantat diturunkan sangat rendah sekali hampir menyentuh lantai kandang. Hewan jantan pada waktu defekasi paha tidak dibuka lebar-lebar dan pantat tidak terlalu diturunkan.

(a) (b)

Gambar 9. (a) Kancil pada saat Defekasi (b) Kancil Selesai Defekasi Sumber : Bagus (2009)

Hasil pengamatan menunjukkan aktivitas defekasi tertinggi terjadi pada pukul 24.00-01.00 WIB sebesar 13,42% dari keseluruhan waktu yang diperlukan untuk defekasi dalam sehari seperti yang terlihat pada Gambar 10.

(40)

28 Tingginya aktivitas defekasi ini disebabkan oleh hasil metabolisme konsumsi pakan pada waktu sebelumnya yang tidak dicerna dan tidak digunakan lagi oleh tubuh, sehingga harus dikeluarkan.

Aktivitas Urinasi

Aktivitas urinasi dilakukan untuk membuang kotoran yang berbentuk cair. Tingkah laku urinasi pada kancil tidak jauh berbeda dengan tingkah laku defekasi. Total aktivitas urinasi sebesar 3,284% (0,79 jam) dari total aktivitas kancil selama 24 jam seperti yang tampak pada Gambar 11.

Gambar 11. Tingkah Laku Urinasi Kancil di Penangkaran

Nilai ini menempati urutan ketiga terbesar dalam hasil persentase aktivitas yang berhubungan langsung dengan makan. Aktivitas urinasi kancil pada malam hari memiliki intensitas lebih tinggi daripada di siang hari (Gambar 11). Keadaan demikian dikarenakan suhu pada waktu malam hari adalah rendah (24,04oC) dan kelembaban tinggi (96,21%). Keadaan ini mengakibatkan suhu udara menjadi cukup dingin. Kondisi udara yang dingin akan merangsang tubuh kancil untuk memproduksi panas tubuh lebih tinggi, hal ini bertujuan untuk mempertahankan suhu tubuh agar tetap stabil. Jumlah urin akan meningkat akibat dari aktivitas tubuh tersebut sehingga kancil akan banyak melakukan aktivitas urinasi. Jumlah dan komposisi urin sangat berubah-ubah dan tergantung pemasukan bahan makanan, berat badan, usia, jenis kelamin, dan lingkungan hidup seperti temperatur, kelembaban, aktivitas tubuh dan, keadaan kesehatan (Koolman dan Rohm. 2000).

Gambar

Tabel 1. Rataan Karkas Kancil, Kambing, dan Domba
Tabel 2. Kandungan Asam Amino Daging Kancil dan Beberapa Ternak Lain
Gambar 1.  Phaseolus sp.
Gambar 2.  Brojo lego (Mikania cordata)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Telah dilakukan pengujian kadar residu pestisida asefat pada biji kakao dan biji cengkeh dengan menggunakan kromatografi gas. Kromatografi gas

Berdasarkan hasil pembelajaran pada siklus 1 dapat diketahui adanya peningkatan hasil belajar servis bawah bola voli melalui pendekatan permainan kasvo dimana tingkat

Pelaksanaan kegiatan KK Dampingan KKN PPM UNUD ini dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi masalah yang sedang dihadapi oleh keluarga dampingan sehingga,

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih serta penyayang yang telah melimpahkan segala nikmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

Sistem ini menggunakan algoritma FP -Growth untuk menemukan pola berupa item yang dibeli bersamaan dengan parameter minimum support (nilai penunjang) 0,2 dan

Memberikan pedamanlpetunjuk bagi Pejabat Pembina Kepegawaian dalam menindaklanjuti perubahan batas uda penstun Pegawai Negeri Sipil dan bwi Kantor Pelayanan

Selama penulis mengajar dengan melalui media lagu anak ada beberapa kendala diantaranya tidak tersedianya sarana IT disekolah sehingga penulis yang menyiapkan

PERKEBUNAN TEH TATAR ANYAR INDONESIA (CUKUL ESTATE ) DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEHIDUPAN BURUH PETIK TAHUN 1972-2007.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu