PENGARUH METODE INDIVIDUAL BIMBINGAN TERHADAP KEMAMPUAN
MENGGOSOK GIGI PADA ANAK DENGAN RETARDASI MENTAL RINGAN DI
SLB CITEUREUP CIMAHI UTARA TAHUN 2017
Tri Wahyuni, Chatarina S., Dewi Umu KulsumProgram Studi Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Cimahi email: [email protected]
ABSTRAK
Pendahuluan: Retardasi Mental Ringan disebut juga moron atau debil. Kelompok ini memiliki IQ antara 68-52 menurut Binet, sedangkan menurut Skala Weschler (WISC) memiliki IQ 69-55. Anak Retardasi Mental memiliki beberapa keterbatasan salah satunya masalah gigi dan mulut. Salah satu metode yang dapat dilakukan untuk mengetahui kemampuan anak dalam menggosok gigi dapat menggunakan metode individual (bimbingan) agar anak dapat melakukan kebutuhannya secara mandiri. Tujuan: mengetahui pengaruh metode individual (bimbingan) terhadap kemampuan menggosok gigi pada anak dengan retardasi mental ringan di SLB Citeureup Cimahi Utara tahun 2017. Metode: pre eksperiment dengan rancangan one group pretest and posttest. Jumlah sampel adalah 12 responden. Teknik pengambilan sampel secara Consecutive Sampling. Analisa data dilakukan dengan dua tahap yaitu univariat dan bivariat ( uji t-dependent). Hasil: penelitian pada pretest nilai mean 5,25, hasil posttest nilai mean 10,67, hasil Uji t-dependent didapatkan nilai Pvalue = 0,001 yang menunjukkan terdapat pengaruh metode individual (bimbingan) terhadap kemampuan menggosok gigi pada anak dengan retardasi mental ringan di SLB Citeurep Cimahi Utara Tahun 2017. Saran: dapat menerapkan metode individual (bimbingan) kepada anak retardasi mental ringan dan melaksanakan kegiatan sikat gigi bersama setiap harinya.
Kata kunci : Metode Individual (Bimbingan), Kemampuan Menggosok Gigi,Retardasi Mental Ringan, Pre Eksperimen
ABSTRACT
Background: Mild Mental Retardation is also called moron or debil. This group has IQ between 68-52 according to Binet, whereas according to Weschler Scale (WISC) has IQ 69-55. Child Mental Retardation has some limitations of one of the problems of teeth and mouth, one of methods that can be done to determine the ability of children in brushing teeth can use individual methods (guidance) So that children can do their needs independently. Purpose of this study is to know influence individual method (guidance) to ability brushing teeth in children with mild mental retardation in SLB Citeureup North Cimahi 2017. Methods: pre experiment with one group pretest and posttest design. The sample in this research is 12 respondents. Technique of sampling Consecutive Sampling. Data analysis was done in two stages: univariate and bivariate (dependent test). Result : pretest mean score 5,25, score mean posttest 10,67 and result of t-dependent test obtained of Pvalue = 0,001 show influence of individual method (guidance) to brush ability of tooth in child with mild mental retardation at SLB Citeurep North Cimahi Year 2017. Recommendation : that schools be able to apply individual methods (guidance) to children with mild mental retardation and carry out daily toothbrushing activities.
Keywords : Individual Method (Guidance), Ability Brushing Teeth, Mild Mental Retardation, Pre Eksperiment
PENDAHULUAN
American Assosiation Of Mental Deficiency (AAMD) mendefinisikan retardasi mental sebagai kekurangan pada kecerdasan teoritis yang bersifat congenital atau didapat diawal kehidupan. Tiga hal penting yang menyatakan definisi retardasi mental: (1) fungsi intelektual lamban yaitu IQ 70 ke bawah diukur dengan tes standar, (2) kekurangan dalam perilaku
adaptif, individu dalam memenuhi tanggung jawab sosial masih kurang dari usia dan kelompok, dan (3) terjadi pada masa perkembangan, batas usia dari masa perkembangan adalah 18 tahun (Sularyo, 2014). Penyebab retardasi mental pada anak dapat disebabkan faktor pranatal seperti; Chromosomal Aberrastion, Sindrom Down,
Delesi, faktor perinatal seperti infeksi, asfiksia berat, dan faktor pascanatal seperti trauma kepala, masalah psikososial, dan infeksi (Sebastian, (2002 dalam Soetjiningsih, 2013).
Pengelompokkan anak dengan retardasi mental (RM) pada umumnya didasarkan pada taraf intellegensinya, yang terdiri dari keterbelakangan ringan, sedang dan berat. Kemampuan intelegensi anak retardasi mental kebanyakan diukur dengan tes Stanford Biner dan SKala Weschler (WISC). Pada umumnya manifestasi klinis anak retardasi mental tidak berbeda jauh dengan anak pada umumnya. Pada anak retardasi mental ringan tidak mengalami gangguan fisik, mereka tampak seperti anak normal, karena itu sukar membedakan secara fisik dengan anak normal (Somantri, 2012).
Prevalensi retardasi mental (RM) pada anak-anak dibawah umur 18 tahun di negara maju diperkirakan mencapai 0,5 - 2,5%, di negara berkembang berkisar 4,6%. Insidens retardasi mental di negara maju berkisar 3-4 kasus baru per 1000 anak dalam 20 tahun terakhir. Angka kejadian anak retardasi mental berkisar 19 per 1000 kelahiran hidup. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2007, jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia sekitar 7% dari total jumlah anak usia 0-18 tahun (Kemenkes RI, 2014).
Di Indonesia, jumlah Retardasi Mental (RM) tahun 2013 sebesar 100.000 penderita. Insiden tertinggi ada pada usia anak sekolah dengan puncak umur 10-14 tahun. Dari jumlah tersebut anak RM berat sebesar 2,5%, RM sedang sebesar 2,6%, dan RM ringan sebesar 3,5%. Data statistik tahun 2007-2009 sebanyak 290.837 jiwa atau sebesar 13,68%. Dari 33 provinsi, tercatat 14 provinsi memiliki prevalensi tinggi anak retardasi mental, dimana Jawa Barat berada di urutan pertama sebesar 15,41% dengan berbagai macam etiologi yang mengalami retardasi mental dan terdaftar di SLB tipe C, dimana angka retardasi mental yang terdata paling besar di Kota Bandung sebesar 15,6% (Kemenkes RI, 2014).
Anak yang mengalami retardasi mental ringan bersifat educable atau dapat didik, artinya anak tidak mampu mengikuti program sekolah biasa, tetapi masih dapat belajar, membaca, menulis, dan berhitung sederhana (Somantri, 2012). Anak dengan retardasi mental ringan memiliki beberapa masalah kebutuhan dasar manusia yang menjadi tugas yang penting untuk di selesaikan. Anak retardasi mental ringan masih dapat didik seperti mandi, makan, merapikan pakaian, menggosok gigi, tetapi tetap membutuhkan pengawasan yang terus menerus. Semakin meningkatnya jumlah anak yang mengalami retardasi mental, maka dibutuhkan materi pendidikan khusus anak retardasi mental salah satunya adalah bina diri (Casmini, 2007).
Anak dengan retardasi mental akan terjadi keterbatasan dalam melakukan perawatan diri salah satunya adalah menggosok gigi, karena hal tersebut menimbulkan dampak yang berpengaruh pada kesehatan anak yaitu gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan anak yang memerlukan asupan makanan yang baik dan adekut, sehingga anak dengan retardasi mental beresiko terjadinya malnutrisi dan kesehatan gigi dan mulut yang buruk (Fasalwati, 2016). Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan Ramawati (2011), tentang kemampuan merawat diri anak tuna grahita didapatkan bahwa anak mampu latih, yang berarti diperlukan latihan menggosok gigi pada anak retardasi mental (Ramawati, 2011).
Upaya peningkatan kemampuan menggosok gigi pada anak retardasi mental dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti: metode demonstrasi, metode ceramah (bimbingan), dan metode latihan keterampilan. Kondisi kesehatan gigi dan mulut yang buruk merupakan masalah yang banyak ditemui pada penderita retardasi mental
karena ketidakmampuan penderita untuk menggosok gigi secara mandiri akibat gangguan fungsi intelektual dan disertai gangguan fungsi adaptif (Perwidananta, 2014).
Pada penelitian dengan judul Improving the oral health of residents with intellectual and developmental disabilities: An oral health strategy and pilot study, dengan pendekatan metode pilot study berfokus pada pembuatan konsep penyuluhan kesehatan mengenai peningkatan kesehatan gigi dan mulut. Di dapatkan hasil bahwa oral hygiene penderita retardasi mental mengalami peningkatan setelah diberikan pendidikan kesehatan gigi. Peran perawat dalam pemberian pendidikan kesehatan diantaranya yaitu sebagai edukator (pendidik), perawat sebagai koordinator, dan juga perawat sebagai peneliti. Perawat memberikan pendidikan kesehatan agar terjadi perubahan perilaku sasaran sesuai dengan yang diharapkan (Konsursium Ilmu Kesehatan dalam Hidayat 2008).
Studi pendahulan yang peneliti lakukan pada tanggal 15 maret 2017 didapatkan data siswa secara keseluruhan pada SLB Citeureup Cimahi Utara Tahun 2016/2017 terdapat 19 siswa SDLB dengan Retardasi Mental Ringan. Hasil wawancara dengan guru di SLB Citeureup didapatkan data bahwa di Sekolah diajarkan tentang program menggosok gigi
METODE PENELITIAN
Rancangan penelitian dalam penelitian ini menggunakan pre eksperimental dengan one group pre-post test design yaitu suatu penelitian yang mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan satu kelompok subjek. Kelompok subjek diobservasi sebelum dilakukan intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah intervensi (Nursalam, 2013). Sebelum dilakukan intervensi, kelompok subjek dilakukan pengukuran awal (pretest) untuk menentukan kemampuan atau nilai awal responden (kemampuan menggosok gigi), kemudian dilakukan intervensi dengan memberikan metode individual (bimbingan). Setelah dilakukan intervensi, kelompok subjek dilakukan pengukuran akhir (posttest) untuk
kepada anak Retardasi Mental tetapi tidak diterapkan secara rutin dalam lingkungan sekolah, terdapat masih banyak anak yang memiliki gangguan gigi dan mulut, seperti anak dengan karies atau gigi berlubang, serta gangguan perawatan gigi yang kurang, dibuktikan dengan 4 dari 5 anak mengalami gigi berlubang. Upaya peningkatan kemampuan menggosok gigi pada anak yang diajarkan sekolah hanya dalam bentuk edukasi kepada orang tua dan diajarkan dalam pembinaan pengembangan diri pada anak. Berdasarkan hasil wawancara kepada 5 orang tua anak retardasi mental ringan yang dilakukan secara random kepada orang tua didapatkan bahwa orang tua telah mendapatkan edukasi dari sekolah tentang perawatan gigi dan mulut, 3 dari 5 orang tua tidak menerapkan hal tersebut dirumah dan jarang untuk membantu anak dalam menggosok gigi. Berdasarkan observasi yang dilakukan pada anak retardasi mental ringan didapatkan hasil 3 dari 5 anak kemampuan menggosok gigi masih kurang, dan sisanya mampu melakukan tetapi belum sesuai dengan langkah-langkah menggosok gigi yang benar.
menentukan pengaruh metode individual (bimbingan) terhadap kemampuan menggosok gigi pada anak retardasi mental ringan.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa SDLB Retardasi Mental Ringan di SLB Citeureup sebanyak 19 siswa. Teknik sampling pada penelitian ini menggunakan consecutive sampling, pada consecutive sampling semua subjek yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi.
Perhitungan sampel berdasarkan rumus besar sampel penelitian analitis numerik berpasangan (Dahlan, 2013) dengan Zα = 5% (1.960), Zβ = 5% (1,645) serta nilai X1 adalah 1,116, X2 adalah 0,183 dan dengan nilai
simpang baku adalah 0,837 (Pernawati, 2013), maka didapatkan jumlah sampel sebanyak 12 responden. Pengambilan sampel dilakukan di SLB Citeureup Cimahi Utara pada anak retardasi mental ringan, dengan kriteria inklusi dan eklusi yang telah ditentukan. Kriteria inklusi antara lain anak retardasi mental ringan yang mampu diajak bekerja sama, anak retardasi mental ringan yang mampu diajak berkomunikasi. Adapun kriteria eklusi antara lain anak retardas mental sedang dan berat, anak RM yang malas datang ke sekolah, anak RM dalam kondisi sakit.
Metode individual (bimbingan) dilakukan 3kali pada anak retardasi mental ringan d SLB Citeureup Cimahi Utara, sesuai dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Afany dan Medawati (2014) pengaruh
HASIL PENELITIAN
pelatihan menyikat gigi terhadap keterampilan motorik menyikat gigi pada anak retardasi mental.
Instrumen pada penelitian menggunakan lembar observasi, phantom gigi, leaflet, dan lembar balik. Lokasi penelitian dilakukan di SLB Citeureup Cimahi Utara pada tanggal 05 – 13 Mei 2017.
Dalam penelitian ini terdapat dua jenis analisis yang digunakan, yaitu yang pertama analisis univariat dan yang kedua adalah bivariat, secara univariat berupa rerata nilai kemampuan mengoosok gigi dan analisis bivariat menggunakan uji t-dependent untuk melihat pengaruh metode invidual (bimbingan) terhadap kemampuan menggosok gigi pada anak retardasi mental ringan di SLB Citeureup Cimahi Utara tahun 2017.
Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Tabel 1. Kemampuan menggosok gigi sebelum dan setelah dilakukan metode Individual (Bimbingan) pada anak dengan retardasi mental ringan di SLB Citeureup Cimahi Utara
Tahun 2017
Variabel Pengukuran Mean SD Pvalue
Kemampuan Pretest 5,25 2,179
0,001
Menggosok Gigi Posttest 10,67 1,670
Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa terjadi perbedaan hasil uji statistik sebelum dan setelah diberikan intervensi terlihat pada nilai mean sebelum diberikan intervensi 5,25 dan nilai mean setelah diberikan intervensi meningkat menjadi 10,67 dengan Uji-T Dependent didapatkan nilai Pvalue = 0,0001
dengan ketentuan alpha 5 % maka dapat PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.3 terlihat kemampuan menggosok gigi pada anak retardasi mental setelah dilakukan metode individual (bimbingan) sebanyak 3 kali dalam hari berturut-turut menunjukkan efektifitas metode individual (bimbingan) baik dalam meningkatkan kemampuan menggosok gigi pada anak retardasi mental ringan. Berdasarkan
disimpulkan bahwa pada kedua pengukuran terdapat perbedaan kemampuan menggosok gigi sebelum dan setelah dilakukan intervensi. yang artinya terdapat pengaruh yang signifikan metode individual (bimbingan) terhadap kemampuan menggosok gigi pada anak dengan retardasi mental ringan di SLB Citeureup Tahun 2017.
data statistik menggunakan Uji t dependen didapatkan hasil Pvalue = 0,001 < 0,05 maka H0 ditolak artinya terdapat pengaruh metode individual (bimbingan) terhadap kemampuan menggosok gigi pada anak dengan retardasi mental ringan di SLB Citeureup Cimahi Utara Tahun 2017
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Afany & Medawati (2014) menjelaskan ada pengaruh yang signifikan pada pelatihan menyikat gigi keterampilan motorik gigi pada anak retardasi mental di SLB-C Dharma Rena Rig Putra II. Diperkuat pula dengan penelitian Pujiyasati, Hartini, & Nurullita (2014) terdapat pengaruh metode latihan menggosok gigi dengan kemandirian pada anak retardasi mental usia sekolah dengan data tidak berdistribusi normal, didapatkan hasil
Pvalue 0,0001 sehingga menggunakan uji hasil
Wilcoxon. Penelitian diatas mendukung dalam penelitian ini, yang menjadi perbedaan dengan penelitian ini adalah menggunakan desain pre eksperiment one grup pre-post test without control group dengan jumlah sampel 12 responden, dan hasil analisis data berdistribusi normal sehingga menggunakan analisis bivariat Shaphiro Wilk dengan Uji T Dependen (Paired T test).
Promosi kesehatan tidak terlepas dari kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok, atau individu. Dengan adanya pesan maka diharapkan masyarakat, kelompok atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik. Pengetahuan tersebut akhirnya diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilaku. Promosi kesehatan juga merupakan suatu kegiatan yang mempunyai masukan (input), proses dan keluaran (Notoatmodjo, 2012).
Kegiatan promosi kesehatan guna mencapai tujuan yakni perubahan perilaku, dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah metode promosi kesehatan. Metodenya antara lain metode individual, kelompok, dan massa. Dasar digunakannya pendekatan individual karena setiap orang mempunyai masalah atau alasan yang berbeda-beda sehubungan dengan penerimaan atau perilaku baru tersebut. Agar petugas kesehatan mengetahui dengan tepat serta dapat membantunya maka perlu menggunakan metode atau cara ini. Bentuk
pendekatannya yaitu bimbingan dan wawancara (Notoatmodjo, 2012 ).
Pendekatan bimbingan perlu meninjau lebih khusus beberapa jenis dan ciri perbedaan itu, antara lain kecerdasan (Intellegensi), bakat (aptitude), keadaan jasmani (physicial fitness), penyesuaian sosial dan emosional, latar belakang keluarga, prestasi belajar (academic achievement). Adapun fungsi pengajaran individual terdiri dari empat tujuan minimum, antara lain mengajar bertitik tolak dari “kekeliruan” agar tidak melakukan dan tidak mengalami bahaya dari kekeliruan itu, Instructive error menggunakan kekeliruan untuk meningkatkan pengajaran agar siswa dapat memahami kekeliruan, Machines programmed for artificial intelegence (Hamalik, 2009).
Anggapan ini didasarkan atas pendapat bahwa ruang perhatian itu terbatas, demikian pula ingatan, pengajaran bukan menyajikan materi dari beberapa materi mata pelajaran, melainkan menyajikan informasi dengan cara dan struktur tertentu sehingga siswa memperoleh maksimum regenerative travel dan materi yang telah ditunjukkan kepadanya (Hamalik, 2009).
Keuntungan dari metode individual ini pembelajaran tidak dibatasi waktu, siswa dapat belajar secara tuntas, perbedaan - perbedaan yang banyak di antara para peserta dipertimbangkan, para peserta didik dapat bekerja sesuai dengan tahapan mereka dengan waktu yang dapat mereka sesuaikan, gaya-gaya pembelajaran yang berbeda dapat diakomodasi, hemat untuk peserta dalam jumlah besar, para peserta didik dapat lebih terkontrol mengenai bagaimana dan apa yang mereka pelajari (Hamzah, 2008).
Dari teori tersebut peneliti melakukan penelitian menggunakan metode individual (bimbingan) dan hasilnya terdapat pengaruh dalam meningkatkan kemampuan menggosok gigi anak retardasi mental ringan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan penelitian diatas disimpulkan bahwa penggunaan metode individual (bimbingan) memiliki pengaruh yang positif dalam meningkatkan kemampuan menggosok gigi anak retardasi mental ringan.
DAFTAR PUSTAKA
_____________. (2008). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika
_____________. (2012). Promosi Kesehatan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT.Rineka Cipta
Agustin, (2014), Pengaruh Penggunaan Metode Demonstrasi Terhadap Kemampuan Msenyikat Gigi Pada Anak ADHD di SLB Mutiara Hati Sidoarjo, Skripsi, Sidoarjo, Universitas Negeri Surabaya
Arif,M. (2008). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Indeks
Binkley, et al. (2014). Improving the oral health of residents with intellectual and developmental disabilities: An oral health strategy and pilot study, Elsevier, 47(1), 54-63
Boediharjo. (2014). Pemeliharaan Kesehatan Gigi Keluarga. Surabaya: Airlangga University Press
Budiharto. (2009). Pengantar Ilmu Kesehatan dan Pendidikan Kesehatan Gigi. Jakarta: EGC
Casmini. (2007). Emotional Parenting. Yogyakarta: Pilar Medika.
Clara, N, (2015), Faktor-Faktor Kebersihan Gigi dan Mulut Pada Anak Sindrom Down di SLB Cimahi Tahun 2015, Skripsi, Cimahi. Fakultas Kedokteran Unjani Hamalik, Oemar. (2009). Psikologi Belajar &
Mengajar. Bandung. Sinar Baru Algensindo
Hamzah, B, U. (2008). Model Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara
Hasan, A. (2012). Promosi Kesehatan di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta
Hidayat, A. A. (2009). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika
Bentuk metode individual (bimbingan) ini sangat di rekomendasikan sebagai pilhan metode pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus yaitu tuna grahita.
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND. _LUAR_BIASA/195602141980032-TJUTJU_SOENDARI/Power_Point_Per kuliahan/Materi_PPI/Prinsip_Pemb.Indiv idual.ppt_%5BCompatibility_Mode%5D. pdf./ diperoleh 1 Mei 2017
http://www.google.co.id/belajar-menggosok-gigi/ diperoleh8 april 2017
Kaplan H. I, Sadock B. J, Grebb J. A. (2010). Sinopsis Psikiatri Jilid 2. Terjemahan Widjaja Kusuma. Jakarta: Binarupa Aksara
Kemenkes RI. (2014). Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak di Tingkat Pelayanana Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
Maramis. W. F & Albert. F. M. (2009). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Jakarta: Airlangga university press
Maulana, H. D. J. (2009). Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC.
Mulyani, S & Syaodih, N. (2007). Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Universitas Terbuka
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Nursalam. (2013). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika P. Ernisa, (2012), Keefektivan Modul
Kegunaan Sinar Matahari Dalam Kehidupan Sehari-hari Dalam Meningkatkan Keterampilan Proses Belajar IPA Siswa Tunagrahita Kategori Ringan Di Kelas IV SLB N 2 Yogyakarta, Skripsi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
PDGI.or.Id /2012/ Pedoman Paket Dasar Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di Puskesmas. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI/ Diakses 8 April 2017
Pernawati, E, (2013), Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Kemampuan Menggosok Gigi Pada Anak Usia Prasekolah di TK Dewi Sartika Kuningan 2013, Skripsi, Cimahi, STIKES Jenderal AChmad Yani
Perwidananta, R, (2016), Keberhasilan Penyuluhan Kesehatan Gigi dan Mulut Dengan Modifikasi Metode Makaton Dalam Meningkatkan Kemampuan Menggosok Gigi Secara Mandiri Pada Penderita Retardasi Mental Di SLB Harmoni Surakarta, Skripsi, Surakarta, Universitas Muhamadiyah Surakarta Pintauli, S. H. (2008). Menuju Gigi dan Mulut
sehat. Medan: USU Press
Pujiyasari, Hartini, & Nurullita, (2014), Pengaruh Metode Latihan Menggosok Gigi Dengan Kemandirian Menggosok Gigi Anak Retardasi Mental Usia Sekolah, Skripsi, Semarang, Universitas Muhammadiyah Semarang
Ramawati, D, (2002), Kemampuan Perawatan Diri Anak Tuna Grahita Berdasarkan Faktor Eksternal dan Internal Anak, Tesis, Jakarta, Universitas Indonesia Rektorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa.
(2007). Program Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus. Jakarta: Depdiknas
Riyanto, A. (2011). Pengolaan Data dan Analisis Data Kesehatan Cetakan I. Yogyakarta: Nuha Medika
Salmiah, S. (2010). Kesehatan Gigi dan Mulut Anak. Jakarta: EGC
Sastroasmoro, S. (2007). Dasar - Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Binarupa Aksara
Soetjiningsih. (2013). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC
Somantri, S. T. (2012). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT. Rafika Aditama Srinatania, D, (2013), Pengaruh Pendekatan
Multiple Intellegence terhadap kemandirian anak retardasi mental di SPLB-C YPLB Cipaganti Bandung 2013, Skripsi, Cimahi, STIKES Jendral Ahmad Yani
Srinatania, D. (2013). Pengaruh Pendekatan Multiple Intellegence terhadap kemandirian anak retardasi mental di SPLB-C YPLB Cipaganti Bandung 2013. STIKES Jenderal Achmad Yani
Sugiyono.(2011). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung: alfabeta Sularyo,
T. S. (2014). Retardasi Mental. Jakarta. Sari Pediatri. Vol.2,No.3 Sularyo. (2010). Retardasi Mental. Jakarta:
Salemba Medika
Suryawati, N. P. (2010). 100 Pertanyaan Penting Perawatan Gigi Anak. Jakarta: Dian Rakyat
Suwariyah. (2013). Buku Ajar keperawatan Pediatrik Edisi 6 Vol. 1. Jakarta: Trans Info Medika
Vianty, D. A, (2014), Pengaruh pendidikan Kesehatan tentang Perawatan gigi Terhadap Kemampuan Menggosok Gigi pada Anak Pra Sekolah di TK Patal Banjaran kabupaten Bandung 2014, Skripsi, Cimahi, STIKES Jenderal Achmad Yani
Wong. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Vol. 2 Edisi 6. Jakarta: EGC www.depkes.go.id/ 2014. Pdf
Yuniarti. (2015). Asuhan Tumbuh Kembang Neonatus Bayi-Balita dan Anak Pra Sekolah. Bandung: Refika Aditama