• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. Indonesia di kelas VII SMP N 3 Cilacap Tahun Ajaran Hasil penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. Indonesia di kelas VII SMP N 3 Cilacap Tahun Ajaran Hasil penelitian"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penelitian Relevan

Penelitian mengenai analisis gaya bahasa, sebelumnya pernah dilakukan. Beberapa penelitian sebelumnya yaitu penelitian yang pernah dilakukan oleh Mustakim dari Universitas Muhammadiyah Purwokerto pada tahun 2010 dengan judul Analisis Penggunaan Gaya Bahasa Guru dalam Kegiatan Pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas VII SMP N 3 Cilacap Tahun Ajaran 2009-2010. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya jenis gaya bahasa. Jenis gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat yang terdapat dalam kegiatan pembelajaran adalah gaya bahasa klimaks dan gaya bahasa repetisi. Jenis gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna yang terdapat dalam tuturan guru adalah gaya bahasa apofasis, gaya bahasa kiasmus, gaya bahasa eufeminismus, gaya bahasa litotes, gaya bahasa histeron proteron, gaya bahasa perisfrasis, gaya bahasa silepsis, gaya bahasa hiperbol, gaya bahasa oksimoron, gaya bahasa persamaan atau simile, gaya bahasa metafora, gaya bahasa metonimia, gaya bahasa ironi, dan gaya bahasa inuedo. Selain itu penggunaan gaya bahasa berdasarkan pilihan kata dan gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna tidak diteliti dalam penelitian tersebut.

Penelitian lainnya yaitu oleh Vanny Putra Dewangga dari Universitas Lampung tahun 2016 dengan judul Gaya Bahasa Mario Teguh pada Acara Mario Teguh The Golden Ways dan Rancangan Pembelajarannya untuk Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA) Kelas XII Semester II. Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa Mario Teguh menggunakan beragam gaya bahasa sebagai upaya

(2)

8 menunjukkan identitas. Penggunaan gaya bahasa sebagai alat komunikasi, Mario Teguh bertujuan agar fungsi komunikatif yang terdapat dalam tuturan memiliki daya tarik untuk didengar audien. Setiap tuturan gaya bahasa yang digunakan tersebut mengandung tindak lokusi, ilokusi, dan perlokusi yang menjadi fungsi komunikatif pada tuturan gaya bahasa.

Persamaan penelitian yang dilakukan peneliti dengan kedua penelitian sebelumnya yaitu sama-sama menganalisis gaya bahasa dari tuturan lisan. Perbedaan penelitian yang dilakukan peneliti dengan kedua penelitian sebelumnya yaitu terletak pada objek yang dikaji, sumber data, dan jenis gaya bahasa yang diteliti. Pada penelitian yang berjudul Analisis Penggunaan Gaya Bahasa Guru dalam Kegiatan Pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas VII SMP N 3 Cilacap Tahun Ajaran 2009-2010 objek yang dikaji adalah tuturan guru pada kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia dikelas VII SMP N 3 Cilacap. Sumber data yang digunakan yaitu berupa rekaman langsung. Jenis gaya bahasa yang diteliti yaitu gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat dan gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna.

Pada penelitian berjudul Gaya Bahasa Mario Teguh pada Acara Mario Teguh The Golden Ways dan Rancangan Pembelajarannya untuk Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA) Kelas XII Semester II objek yang dikaji adalah tuturan Mario Teguh pada acara Mario Teguh The Golden Ways. Sumber data yang digunakan yaitu berupa video atau rekaman. Jenis gaya bahasa yang diteliti yaitu tindak tutur gaya bahasa Mario Teguh. Pada penelitian ini objek yang dikaji yaitu tuturan komentator sepak bola pada pertandingan laga final piala AFF Suzuki Cup 2016. Sumber data diambil dari youtube, sementara pada penelitan sebelumnya sumber data diambil secara langsung. Jenis gaya bahasa yang dikaji dalam penelitian

(3)

9 ini yaitu mencakup gaya bahasa berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa berdasarkan nada, gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat, dan gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna.

B. Pengertian Retorika

Menurut Keraf (2010: 1-3) retorika merupakan suatu istilah secara tradisional diberikan pada suatu teknik pemakaian bahasa secara seni, yang didasarkan pada suatu pengetahuan yang tersusun baik. Ada dua aspek yang perlu diketahui dalam retorika, yaitu pengetahuan mengenai bahasa dan penggunaan bahasa dengan baik, dan kedua pengetahuan mengenai obyek tertentu yang akan disampaikan dengan bahasa tadi. Retorika berusaha pula mempengaruhi sikap dan perasaan orang, maka retorika dapat mempergunakan semua unsur yang bertalian dengan kaidah-kaidah keefektifan dan keindahan gaya bahasa, misalnya: ketepatan pengungkapan, keefektifan struktur kalimat, penggunaan bahasa kiasan yang serasi, penampilan yang sesuai dengan situasi, dan sebagainya. Retorika adalah sistem dan peyelidikan mengenai alat-alat stilistis ragam bahasa resmi (Kridalaksana, 1982: 145).

Menurut Sudjiman (1984: 64) retorika adalah ketrampilan pemakaian bahasa secara efektif. Titik tolak dari retorika yaitu berbicara. Berbicara berarti mengungkapkan kata atau kalimat kepada seseorang atau sekelompok orang, untuk mencapai suatu tujuan tertentu (misalnya memberikan informasi atau memberi motivasi). Retorika berarti kesenian untuk berbicara baik (Kunst, gut zu reden atau Ars bene dicendi), yang dicapai berdasarkan bakat alam (talenta) dan keterampilan teknis (ars, techne). Kesenian berbicara ini bukan hanya berarti berbicara lancar tanpa

(4)

10 jalan pikiran yang jelas dan tanpa isi, melainkan suatu kemampuan untuk berbicara dan berpidato secara singkat, jelas, padat dan mengesankan. Retorika moderen mencakup ingatan yang kuat, daya kreasi dan fantasi yang tinggi, teknik pengungkapan yang tepat dan daya pembuktian serta penilaian yang tepat. Retorika moderen adalah gabungan yang serasi antara pengetahuan, pikiran, kesenian dan kesanggupan berbicara. Dalam bahasa percakapan atau bahasa populer, retorika berarti pada tempat yang tepat, pada waktu yang tepat, atau cara yang lebih efektif, mengungkapkan kata-kata yang benar dan mengesankan. Dalam seni berbicara dituntut juga penguasaan bahasa (res) dan pengungkapan yang tepat melalui bahasa (verbal) (Hendrikus, 1991: 14-15).

Retorika sebagai “ilmu bicara” sebenarnya diperlukan setiap orang. Bagi ahli komukasi atau komunikator retorika adalah conditio sine qua non (Rakhmat, 2006: 2). Dalam studi retorika dikenal adanya tiga tahap dalam memaparkan gagasan. Pertama adalah invensi (invention), yakni tahap perlintasan gagasan dan penemuan ide. Kedua adalah disposisi (disposition), yakni tahap penyususnan gagasan hingga membentuk kesatuan isi tertentu sesuai ide yang ingin disampaikan. Ketiga adalah cara (style) dalam memaparkan isi tuturan yang telah disusun melalui wahana kebahasaan. Karena aspek style terpisah dari invensi dan disposisi dapat dimaklumi bila konsep gaya pada masa tersebut hanya dihubungkan dengan aspek bentuk kebahasaan. Wawasan retorika klasik pada sisi lain juga menentukan konsep style. Istilah retorika itu sendiri lazim diartikan sebagai seni dalam menekankan gagasan dan memberikan efek tertentu bagi penyapanya, untuk menekankan gagasan sehingga lebih persuasif perlu digunakan cara tertentu. Penggunaan cara tersebut dapat menyangkut manipulasi penggunaan bahasa maupun teknik pemaparannya (Aminuddin, 1997: 24-25).

(5)

11 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa retorika adalah seni berbicara. Seni berbicara tersebut dapat dicapai melalu bakat alami atau keterampilan yang dimiliki oleh pembicara. Dalam kegiatan bertorika hendaknya memperhatikan penggunaan bahasa yang baik dan santun. Retorika sangat penting dilakukan untuk mempermudah atau sebagai pendukung kegiatan berkomunikasi. Tujuan dari retorika yaitu untuk persuasi atau mempengaruhi orang lain.

C. Gaya Bahasa

1. Pengertian Gaya Bahasa

Aminudin (1997: 1) mengemukakan gaya adalah perwujudan penggunaan bahasa oleh seorang penulis untuk mengemukakan gambaran, gagasan, pendapat, dan membuat efek tertentu bagi penanggapnya sebagaimana cara yang digunakan. Gaya bahasa dalam retorika dikenal dengan istilah style. Kata style diturunkan dari kata latin stilus, yaitu semacam alat untuk menulis di atas lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat ini akan mempengaruhi jelas tidaknya tulisan pada lempengan tadi. Pergeseran makna terjadi pada waktu fokus pada keahlian untuk menulis indah atau mempergunakan kata-kata secara baik, indah, dan tepat guna (Ensiklopedi Sastra Indonesia, 2007: 274-275).

Menurut Keraf (2010: 112-113) gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah style. Gaya bahasa (style) menjadi masalah atau bagian dari diksi atau pilihan kata yang mempersoalkan cocok tidaknya pemakaian kata, frasa atau klausa tertentu untuk menghadapi situasi tertentu. Sebab itu, persoalan gaya bahasa meliputi semua hirarki kebahasaan: pilihan kata secara individual, frasa, klausa, dan kalimat, bahkan mencakup pula sebuah wacana secara keseluruhan.

(6)

12 Bahkan nada yang tersirat dibalik sebuah wacana termasuk pula persoalan gaya bahasa. Dilihat dari segi bahasa, gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa. Dengan demikian style (gaya bahasa) dapat dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa).

Menurut Ratna (2013: 67) tujuan utama gaya bahasa adalah menghadirkan aspek keindahan. Tujuan ini terjadi baik dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa sebagai sistem model pertama, dalam ruang lingkup lingustik, maupun sebagai sistem model kedua, dalam ruang lingkup kreativitas sastra. Pemahaman gaya bahasa sebagai bagian ilmu bahasa terbatas sebagai analisis struktur. Dalam gaya bahasa, kata-kata selain memiliki arti tertentu juga berfungsi untuk mengevokasi sehingga keseluruhan aspek berfungsi secara maksimal (Ratna, 2013: 150-151).

Baik gaya maupun gaya bahasa berkaitan dengan aspek keindahan. Perbedaanya dalam kehidupan sehari-hari, dalam aktivitas non seni gaya menduduki posisi sekunder, sedangkan dalam karya sastra dan karya seni pada umumnya keindahan merupakan gaya domain. Proses penciptaan gaya bahasa jelas disadari oleh penulisnya. Dalam penulisan, dalam rangka memperoleh aspek keindahan secara maksimal, untuk menemukan satu kata atau kelompok kata yang dianggap tepat penulis melakukan secara berulang-ulang (Ratna,2013: 161).

Minderop (2011: 51) berpendapat bahwa pada umumnya gaya bahasa adalah semacam bahasa yang bermula dari bahasa yang biasa digunakan dalam gaya tradisional dan literal untuk menjelaskan orang atau objek. Bahasa dan gaya bahasa merupakan dua bentuk yang sama dengan muatan yang berbeda. Misalnya pada kalimat Bunga mawar di desaku sudah layu dapat disebut sebagai bahasa sekaligus

(7)

13 gaya bahasa. Sebagai bahasa, kalimat tersebut mengindikasi bunga mawar yang benar-benar layu, mungki karena tidak disiram atau akarnya mengalami pembususkan. Sebagai gaya bahasa kalimat tesebut dimaksudkan dengan bunga mawar adalah „gadis‟, sedangkan sudah layu berarti „sudah tidak perawan (sudah ternoda)‟, secara tradisional disebut sebagai makna denotatif dan konotatif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah cara pemakaian bahasa secara khas dengan menggunakan kata-kata atau kalimat secara khusus.

2. Klasifikasi Gaya Bahasa

Keraf (2010: 116-145) membedakan gaya bahasa berdasarkan titik tolak unsur bahasa yang dipergunakan atau dilihat dari sudut bahasa:

a. Gaya Bahasa Berdasarkan Pilihan Kata

Berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa mempersoalkan kata yang paling tepat dan sesuai untuk posisi-posisi tertentu dalam kalimat, serta tepat tidaknya penggunaan kata-kata dilihat dari lapisan pemakaian bahasa dalam masyarakat. Dengan kata lain, gaya bahasa ini mempersoalkan ketepatan dan kesesuaian dalam menghadapi situasi-situasi tertentu. Dalam bahasa standar (bahasa baku) dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:

1) Gaya Bahasa Resmi

Gaya bahasa resmi adalah gaya bahasa dalam bentuk yang lengkap, gaya bahasa yang dipergunakan oleh mereka yang diharapkan mempergunakannya dengan baik dan terpelihara. Misalnya amanat kepresidenan, berita negara, khotbah-khotbah

(8)

14 mimbar, tajuk rencana, pidato-pidato yang penting, artikel-artikel yang serius atau esai yang memuat subyek-subyek yang penting, semuanya dibawakan dengan gaya bahasa resmi.

2) Gaya Bahasa Tidak Resmi

Gaya bahasa tidak resmi juga merupakan gaya bahasa yang dipergunakan dalam bahasa standar, khususnya dalam kesempatan-kesempatan yang tidak formal atau kurang formal. Menurut sifatnya, gaya bahasa tidak resmi ini dapat memperlihatkan suatu jangka variasi, mulai dari bentuk informal yang paling tinggi (yang sudah bercampur dan mendekati gaya resmi) hingga gaya bahasa tidak resmi yang sudah bertumpang tindih dengan gaya bahasa percakapan kaum pelajar.

3) Gaya Bahasa Percakapan

Pada gaya bahasa percakapan, pilihan kata yang digunakan adalah kata-kata populer atau percakapan. Gaya bahasa percakapan dapat diumpamakan sebagai bahasa dalam pakaian sport. Itu berarti gaya bahasanya masih lengkap untuk suatu kesempatan, dan masih dibentuk menurut kebiasaan-kebiasaan, tetapi kebiasaan ini agak longgar bila dibandingkan dengan gaya bahasa resmi dan tidak resmi. Dalam bahasa percakapan, terdapat banyak kontruksi yang digunakan oleh orang-orang terpelajar, tetapi tidak pernah digunakan bila ia harus menulis sesuatu. Kalimat-kalimat singkat dan bersifat fragmenter; sering Kalimat-kalimat-Kalimat-kalimat itu terdengar seolah-olah tidak dipisahkan oleh perhentian-perhentian final, seakan-akan disambung terus-menerus.

(9)

15

b. Gaya Bahasa Berdasarkan Nada

Gaya bahasa berdasarkan nada didasarkan pada sugesti yang dipancarkan dari rangkaian kata-kata yang terdapat dalam sebuah wacana. Sering kali sugesti ini akan lebih nyata kalau diikuti dengan sugesti suara dari pembicara, bila sajian yang dihadapi adalah bahasa lisan. Gaya bahasa dilihat dari sudut nada yang terkandung dalam sebuah wacana, dibagi atas:

1) Gaya Bahasa Sederhana

Gaya bahasa ini cocok untuk memberikan intruksi, perintah, pelajaran, perkuliahan, dan sejenisnya. Karena gaya bahasa ini biasanya dipakai dalam memberi intruksi, pelajaran, dan sebagainya, maka gaya ini cocok pula digunakan untuk menyampaikan fakta atau pembuktian-pembuktian.

2) Gaya Mulia Bertenaga

Sesuai dengan namanya, gaya ini penuh dengan vitalitas dan energi dan biasanya dipergunakan untuk menggerakkan sesuatu, menggerakkan tenaga dan vitalitas pembicara, tetapi juga dapat mempergunakan nada keagungan dan kemuliaan. Nada yang agung dan mulia dapat menggerakan emosi setiap pendengar. Dalam keagungan terselubung sebuah tenaga yang halus tetapi secara aktif dan meyakinkan bekerja untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Di balik keagungan dan kemulian terdapat penggerak yang luar biasa, tenaga yang benar-benar mampu menggerakan emosi para pendengar atau pembaca.

3) Gaya Menengah

Gaya menengah adalah gaya yang diarahkan kepada usaha untuk menimbulkan suasana senang dan damai. Karena tujuannya adalah menciptakan

(10)

16 suasana tenang dan damai, maka nadanya juga bersifat lemah lembut, penuh kasih sayang, dan mengandung humor yang sehat. Karena sifatnya yang lemah lembut dan sopan santun, maka gaya ini biasanya mempergunakan metafora bagi pilihan katanya. Ia akan lebih menarik bila mempergunakan perlambang-perlambang itu. Ia memperkenalkan pula penyimpangan-penyimpangan itu yang menarik hati, cermat dan sempurna nadanya serta menyenangkan pula refleksinya.

c. Gaya Bahasa Berdasarkan Struktur Kalimat

Struktur sebuah kalimat dapat dijadikan landasan untuk menciptakan gaya bahasa. Yang dimaksud dengan struktur kalimat di sini adalah kalimat bagaimana tempat sebuah unsur kalimat yang dipentingkan dalam kalimat tersebut. Ada kalimat yang bersifat periodik, kendur, dan kalimat berimbang. Berdasarkan ketiga macam struktur kalimat sebagai yang dikemukakan di atas, maka dapat diperoleh gaya-gaya bahasa sebagai berikut:

1) Klimaks

Menurut Ensiklopedi Sastra Indoesia (2007: 424) klimaks merupakan gaya bahasa yang melukiskan keadaan atau peristiwa dengan cara memaparkan setingkat demi setingkat, mulai dari yang kecil (rendah atau sedikit) sampai pada yang besar (tinggi atau banyak). Gaya bahasa klimaks diturunkan dari kalimat yang bersifat periodik. Klimaks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran yang setiap kali semakin meningkat kepentingannya dari gagasan-gagasan sebelumnya. Klimaks disebut juga gradasi. Istilah ini dipakai sebagai istilah umum yang sebenarnya menunjuk kepada tingkatan atau gagasan tertinggi. Bila klimaks terbentuk dari beberapa gagasan yang berturut-turut semakin tinggi kepentingannya, maka disebut anabasis.

(11)

17

2) Antiklimaks

Menurut Ensiklopedi Sastra Indonesia (2007: 71) antiklimaks yaitu suatu ragam gaya bahasa yang melukiskan beberapa peristiwa secara berurut mulai dari peristiwa yang lebih penting (lebih besar), kemudian menurun kepada peristiwa yang kuran penting (lebih kecil). Antiklimaks dihasilkan oleh kalimat yang bersetruktur mengendur. Antiklimaks sebagai gaya bahasa merupakan suatu acuan gagasan-gagasannya yang diurutkan dari yang terpenting berturut-turut ke gagasan yang kurang penting. Antiklimaks sering kurang efektif karena yang penting ditempatkan pada awal kalimat, sehingga pembicara atau pendengar tidak lagi memberi perhatian pada bagian-bagian berikutnya dalam kalimat itu.

3) Paralelisme

Menurut Ensiklopedia Sastra Indonesia (2007: 590) pararelisme merupakan gaya bahasa yang melukiskan suatu hal dengan mengulangnya kembali pada bagian ucapan berikutnya. Gaya ini merupakan ciri khas bahasa puitis. Pararelisme sering digunakan untuk memperkuat suatu gagasan. Gaya bahasa pararelisme berusaha mencapai kesejajaran dalam pemakaian kata-kata atau frasa yang menduduki fungsi yang sama. Kesejajaran tersebut dapat pula membentuk anak kalimat yang bergantung pada sebuah induk kalimat yang sama. Gaya ini lahir dari struktur kalimat yang berimbang.

4) Antitesis

Antitesis adalah sebuah gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang bertentangan, dengan mempergunakan kata-kata atau kelompok kata yang

(12)

18 berlawanan. Gaya ini timbul dari kalimat berimbang. Secara luas, antitesis adalah suatu perbandingan berimbang yang dibentuk dengan sepasang atau beberapa pasang benda atau konsep yang paling berlawanan (Ensiklopedi Sastra Indonesia, 2007: 72).

5) Repetisi

Repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Repetisi seperti halnya pararelisme dan antitesis, lahir dari klaimat yang berimbang.

d. Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna 1) Gaya Bahasa Retoris

Gaya bahasa retoris merupakan penyimpangan dari konstruksi biasa untuk mencapai efek tertentu. Macam-macam gaya bahasa retoris yaitu sebagai berikut :

a) Aliterasi

Aliterasi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan konsosnan yang sama. Biasanya dipergunakan dalam puisi, kadang-kadang dalam prosa, untuk perhiasan atau untuk penekanan. Misalnya :

Takut titik lalu tumpah.

Di dalam narasi gaya bahasa ini sering juga digunakan untuk perhiasan atau penekanan (Ensiklopedia Sastra Indonesia, 2007: 42).

b) Asonansi

Menurut Ensiklopedi Sastra Indonesia (2007: 93) asonansi adalah perulangan beberapa bunyi yang berdekatan yang terdapat pada beberapa kata yang menyebabkan

(13)

19 bunyi-bunyi enak didengar. Asonansi merupakan pemanfaatan unsur bunyi secara berulang-ulang dalam satu sajak. Dalam sastra Indonesia, asonansi umumnya berwujud perulangan bunyi vokal yang sama. Biasanya dipergunakan dalam puisi, kadang-kadang dalam prosa untuk memperoleh efek penekanan atau sekedar keindahan. Misalnya :

Ini muka penuh luka siapa punya.

c) Anastrof

Menurut Ensiklopedi Sastra Indonesia (2007: 58) anastrof adalah gaya bahasa yang membalikan urutan penggunaan kata dalam susunan kalimat untuk menarik perhatian orang terhadap subjek atau pelaku pebuatan. Anastrof atau inversi adalah semacam gaya retoris yang diperoleh dengan pembalikan susunan kata yang biasa dalam kalimat.

Pergilah ia meninggalkan kami, keheranan kami melihat peraginya.

d) Apofasis atau Preterisio

Menurut Ensiklopedi Sastra Indonesia (2007: 75) apofasis adalah gaya bahasa yang seolah-olah menyembunyikan sesuatu sebagai suatu rahasia, tetapi malah sebaliknya membuka rahasia itu secara halus, atau sebaliknya. Pada mulanya hendak melihatkan sesuatu, tetapi malah kemudian menyagkal apa yang hendak diperlihatkan tersebut.

Apofasis atau disebut juga preterisio merupakan sebuah gaya dimana penulis atau pengarang menegaskan sesuatu, tetapi tampaknya menyangkal. Berpura-pura membiarkan sesuatu berlalu, tetapi sebenarnya menekankan hal ini. Berpura-pura

(14)

20 melindungi atau menyembunyikan sesuatu, tetapi sebenarnya memamerkannya. Misalnya:

Saya tidak mau mengungkapkan dalam forum ini bahwa Saudara telah menggelapkan ratusan juta rupiah uang negara.

e) Apostrof

Adalah semacam gaya yang membentuk semacam pengalihan amanat dari para hadirin kepada sesuatu yang tidak hadir.

Hai kamu semua yang telah menumpahkan darahmu untuk tanah air tercinta ini berilah agar kami dapat mengenyam keadilan dan kemerdekaan seperti yang pernah kamu perjuangkan.

f) Asindenton

Menurut Ensiklopedia Sastra Indonesia (2007: 90) asindenton adalah gaya bahasa yang melukiskan sesuatu keadaan dengan jalan menghindari pemakaian kata hubung itu dengan tanda koma. Adalah suatu gaya yang berupa acuan, yang bersifat padat dan mampat di mana beberapa kata, frasa, atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung. Bentuk-bentuk itu biasanya dipisahkan saja dengan koma. Perhatikan contoh berikut:

Materi pengalaman diaduk-aduk, modus eksistensi dari cogito ergo sum dicoba, medium bahasa dieksploitir, imaji-imaji, metode, prosedur dijungkir balik, masih itu-itu juga.

g) Polisindenton

Menurut Ensiklopedi Sastra Indonesia (2007: 628) polisidenton merupakan gaya bahasa yang melukiskan suatu keadaan dengan cara menggunakan kata hubung secara berulang-ulang. Polisindeton adalah suatu gaya yang merupakan kebalikan dari asindeton. Beberapa kata, frasa, atau klausa yang berurutan dihubungkan satu sama lain dengan kata-kata sambung.

(15)

21 Dan ke manakah burung-burung yang gelisah dan tak berumah dan tak menyerah pada gelap dan dingin yang bakal merontokan bulu-bulunya?

h) Kiasmus

Kiasmus (chiasmus) adalah semacam acuan atau gaya bahasa yang terdiri dari dua bagian, baik frasa atau klausa, yang sifatnya berimbang, dan dipertentangkan satu sama lain, tetapi susunan frasa atau klausanya itu terbalik bila dibandingkan dengan frasa atau klausa lainnya.

Semua kesabaran kami sudah hilang, lenyap sudah ketekunan kami untuk melanjutkan usaha itu.

i) Elipsis

Menurut Ensiklopedia Sastra Indonesia (2007: 246) elipsis merupkan gaya bahasa yang sengaja menghilangkan (tidak meneruskan penggunaan) kata pada akhir kalimat, karena berdasarkan kata-kata sebelumnya kata yang dihilangkan itu dapat diduga maksudnya. Elipsis adalah suatu gaya yang berwujud menghilangkan suatu unsur kalimat yang dengan mudah dapat diisi atau ditafsirkan sendiri oleh pembaca atau pendengar, sehingga struktur gramatikal atau kalimatnya memenuhi pola yang berlaku.

Masihkah kau tidak percaya bahwa dari segi fisik engkau tak apa-apa, badanmu sehat; tetapi psikis...

j) Eufeminismus

Gaya bahasa eufemisme adalah semacam acuan berupa ungkapan-ungkapan yang tidak menyinggung perasaan orang, atau ungkapan-ungkapan yang halus untuk menggantikan acuan-acuan yang mungkin dirasakan menghina, menyinggung persaan atau mensugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan.

(16)

22

k) Litotes

Menurut Ensiklopedi Sastra Indonesia (2007: 469) litotes merupakan majas yang di dalam ungkapannya menyatakan sesuatu yang positif dengan betuk negatif, tidak jelek untuk menyatakan baik. Majas ini digunakan untuk menyederhanakan sesuatu yang hendak disampaikan. Litotes sering digunakan untuk sesuatu yang bersifat rendah hati atau berbasa-basi. Litotes adalah semacam gaya bahasa yang dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan tujuan merendahkan diri. Sesuatu hal dinyatakan kurang dari keadaan sebenarnya. Atau suatu pikiran dinyatakan dengan menyangkal lawan katanya.

Saya tidak akan mersa bahagia bila mendapat warisan satu milyar rupiah.

l) Histeron Proteron

Menurut Ensiklopedi Sastra Indonsia (2007: 325) histeron proteron adalah gaya bahasa yang sengaja menojolkan sesuatu (benda-benda) yang lebih kecil untuk menyatakan sesuatu yang lebih besar. Histeron semacam gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari sesuatu yang logis atau kebalikan dari sesuatu yang wajar, misalnya menempatkan sesuatu yang terjadi kemudian pada awal peristiwa.

Saudara-saudara, sudah lama terbukti bahwa anda sekalian tidak lebih baik sedikit dari para perusuh, hal itu tampak dari anggapan yang berkembang akhir-akhir ini.

m) Pleonasme dan Tautologi

Pada dasarnya pleonasme dan tautologi adalah acuan yang mempergunakan kata-kata lebih banyak dari pada yang diperlukan untuk menyatakan satu pikiran atau gagasan. Walaupun secara praktis kedua istilah itu disamakan saja, namun ada yang membedakan keduanya. Suatu acuan disebut pleonasme bila kata yang berlebihan itu

(17)

23 dihilangkan, artinya tetap utuh. Sebaliknya, acuan itu disebut tautologi kalau kata yang berlebihan itu sebenarnya mengandung perulangan kata yang berlebihan itu sebenarnya mengandung perulangan dari sebuah kata yang lain.

Misalnya :

Saya telah medengar hal itu dengan telinga saya sendiri.

Ungkapan di atas adalah pleonasme karena acuan itu tetap utuh dengan makna yang sama, walaupun dihilangkan kata-kata dengan telinga saya.

Ia telah tiba jam 20.00 malam waktu setempat.

Acuan di atas disebut tautologi karena kata itu sebenarnya mengulang kembali gagasan yang sudah disebut sebelumnya, yaitu malam sudah tercakup dalam jam 20.00.

n) Perifrasis

Menurut Ensiklopedi Sastra Indonesia (2007:615) perifrasis adalah gaya bahasa yang menggunakan sepatah kata untuk menggantikan serangkaian kata yang sama artinya untuk kata yang menggantikan. Sebenarnya perifrasis adalah gaya yang mirip dengan pleonasme, yaitu mempergunakan kata lebih banyak dari yang diperlukan. Perbedaanya terletak dalam hal bahwa kata-kata yang berlebihan itu sebenarnya dapat diganti dengan satu kata saja. Misalnya:

Dia telah berisirahat dengan damai (mati atau meninggal).

o) Prolepsis atau Antisipasi

Prolepsis atau antisipasi adalah semacam gaya bahasa dimana orang mempergunakan lebih dahulu kata-kata atau sebuah kata sebelum peristiwa atau gagasan yang sebenarnya terjadi. Misalnya:

(18)

24 Kedua orang itu bersama calon pembunuhnya segera meninggalkan tempat itu.

p) Erotesis atau Pertanyaan Retoris

Erotesis atau pertanyaan retoris adalah semacam pertanyaan yang dipergunakan dalam pidato atau tulisan dengan tujuan untuk mencapai efek yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar, dan sama sekali tidak menghendaki adanya suatu jawaban. Gaya ini biasanya dipergunakan sebagai salah satu alat yang efektif oleh para orator. Dalam pertanyaan retoris terdapat asumsi bahwa hanya ada satu jawaban yang mungkin.

Terlalu banyak komisi dan perantara yang masing-masing menghendaki pula imbalan jasa. Herankah saudara-saudara kalau harga-harga itu terlalu tinggi?

q) Silepsis dan Zeugma

Menurut Ensiklopedi Sastra Indonesia (2007: 740) silepsis merupakan gaya bahasa yang memanfaatkan penggunaan suku kata yang mempunai makana lebih dari satu konstruksi sintaksis. Silepsis dan zeugma adalah gaya dimana orang menggunakan dua konstruksi rapatan dengan menghubungkan sebuah kata dengan dua kata lain yang sebenarnya hanya salah satunya mempunyai hubungan dengan kata pertama. Dalam silepsis, konstruksi yang dipergunakan itu secara gramatikal benar, tetapi secara semantik tidak benar.

Ia sudah kehilangan topi semangatnya.

Dalam zeugma kata yang dipakai untuk membawahi kedua kata berikutnya, sebenarnya hanya cocok untuk salah satu dari padanya (baik secara logis maupun secra gramatikal). Misalnya:

(19)

25

r) Koreksio atau Epanortosis

Koreksio atau Epanortosis adalah suatu gaya yang berwujud, mula-mula mengaskan sesuatu, tetapi kemudian memperbaikinya.

Sudah empat kali saya mengunjungi daerah itu, ah bukan, sudah lima kali.

s) Hiperbol

Menurut Ensiklopedi Sastra Indonsia (2007: 325) hiperbol adalah gaya bahasa yang melukiskan sesuatu benda atau peristiwa yang di besar-besarkan atau berlebih-lebihan untuk mendapat suatu efek tertetu. Adalah semacam gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan, dengan membesar-besarkan sesuatu hal.

Kemarahanku sudah menjadi-jadi hingga hampir-hampir meledak aku.

t) Paradoks

Paradoks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada. Paradoks dapat juga semua hal yang menarik perhatian karena kebenarannya. Gaya bahasa yang menggunakan pernyataan yang isinya secara simpatis seolah-olah bertentangan dengan pendapat umum, tetapi jika ditilik dengan seksama ternyata pernyataan itu ada benarnya (Ensiklopedi Sastra Indonesia, 2007: 586).

Musuh sering merupakan kawan yang akrab.

u) Oksimoron

Oksimoron adalah suatu acuan yang berusaha untuk menghubungkan kata-kata untuk mencapai efek yang bertentangan. Atau dapat juga dikatakan oksimoron adalah

(20)

26 gaya bahasa yang mengandung pertentangan dengan mempergunakan kata-kata yang berlawanan dalam frasa yang sama, dan sebab itu sifatnya lebih padat dan tajam dari paradoks.

Keramah-tamahan yang bengis.

2) Gaya Bahasa Kiasan

Gaya bahasa kiasan merupakan gaya bahasa yang penyimpangannya lebih jauh, khususnya dalam bidang makna. Macam-macam gaya bahasa kiasan:

a) Persamaan atau Simile

Persamaan atau simile adalah perbandingan yang bersifat eksplisit. Yang dimaksud dengan perbandingan yang bersifat eksplisit ialah bahwa ia langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. Untuk itu, ia memerlukan upaya yang secara eksplisit menunjukkan kesamaan itu, yaitu kata-kata: seperti, sama, bagaikan, laksana, dan sebagainya.

Kikirnya seperti kepiting batu

Kadang-kadang diperoleh persamaan tanpa menyebutkan obyek pertama yang mau dibandingkan, seperti:

Bagai air di daun talas

b) Metafora

Metofora adalah semacam analogi yang membandinkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat: bunga bangsa, buaya darat, buah hati, cindra mata, dan sebagainya. Metafora sebagai perbandingan langsung tidak mempergunakan kata: seperti, bak, bagaikan, dan sebagainnya, sehingga pokok pertama langsung dihubungkan dengan pokok kedua.

(21)

27 Struktur dasar metafora sangat sederhana, yaitu sesuatu yang dibicarakan, dan ada sesuatu yang dipakai sebagai perbandingan. Sehingga Badudu dalam Pateda (2010: 234-235) menyatakan bahwa gaya bahasa metafora adalah gaya bahasa yang memperbandingkan suatu benda dengan benda yang lain.

c) Alegori, Parabel, dan Fabel

Menurut Waluyo (1995: 144) jenis alegori yang terkenal ialah parabel yang juga disebut dongeng perumpamaan. Alegori merupakan suatu cerita singkat yang mengandung kiasan. Makna kiasan ini harus ditarik dari bawah permukaan ceritanya. Dalam alegori, nama-nama pelakunya adalah sifat-sifat yang abstrak, serta tujuannya selalu jelas tersurat. Makna istilah alegori adalah cerita yang digunakan sebagai lambang (ibarat atau kias) untuk mendidik (terutama moral), atau untuk menerangkan sesuatu (Ensiklopedi Sastra Indonesia, 2007: 38).

Parabel (parabola) merupakan suatu kisah singkat dengan tokoh-tokoh biasanya manusia, yang selalu mengandung tema moral. Istilah parabel dipakai untuk menyebut cerita-cerita fiktif di dalam Kitab Suci yang bersifat alegoris, untuk menyampaikan suatu kebenaran moral atau kebenaran spiritual. Parabel adalah suatu bentuk perumpamaan, yakni cerita yang dimaksud menyakinkan pendengar (pembaca) secara moral (Ensiklopedi Sastra Indonesia, 2007: 585).

Fabel adalah metafora bentuk cerita mengenai dunia binatang, di mana binatang-binatang bahkan makhluk-makhluk yang tidak bernyawa bertindak seolah-olah sebagai manusia. Tujuan fabel seperti parabel ialah menyampaikan ajaran moral atau budi pekerti. Fabel menyampaikan suatu prinsip tingkah laku melalui analogi yang trasparan dari tindak-tanduk binatang, tumbuh-tumbuhan, atau makhluk yang tak

(22)

28 bernyawa. Fabel ingin mengambarkan sesuatu kebenaran yang telah dikenal, maka parabel ingin menyamapikan suatu pengertian baru yang berkaitan dengan situasi manusia, kini dan di akhirat (Ensiklopedi Sastra Indonesia, 2007: 585).

d) Personifikasi atau Prosopopoeia

Personifikasi atau prosopopoeia adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusian. Personifikasi (penginsanan) merupakan suatu corak khusus dari metafora, yang mengisahkan benda-benda mati bertindak, berbuat, berbicara seperti manusia.

Angin yang meraung di tengah malam yang gelap itu menambah lagi ketakutan kami.

e) Alusi

Menurut Ensiklopedi Sastra Indonesia (2007: 45) alusi merupakan suatu jenis majas pertautan yang merujuk secara tak langsung ke suatu karya sastra, salah seorang tokoh, atau suatu peristiwa. Alusi adalah semacam acuan yang berusaha mensugestikan kesamaan antara orang, tempat, atau peristiwa. Biasanya, alusi ini adalah suatu referensi yang eksplisit atau implisit kepada peristiwa-peristiwa, tokoh-tokoh, atau tempat dalam kehidupan nyata, mitologi, atau dalam karya-karya sastra yang terkenal. Misalnya dulu sering dikatakan bahwa Bandung adalah Paris van Jawa. Demikian dapat dikatakan: Kartini kecil itu turut memperjuangkan haknya.

f) Eponim

Adalah sebuah gaya dimana seseorang yang namanya begitu sering dihubung-hubungkan dengan sifat tertentu, sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat

(23)

29 itu. Misalnya Hercules dipakai untuk menyatakan kekuatan; Hellen dari Troya untuk menyatakan kecantiakan.

g) Epitet

Adalah suatu gaya di mana seseorang yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari seorang atau suatu hal. Keterangan itu adalah suatu frasa deskriptif yang menjelaskan atau menggantikan nama seseorang atau suatu barang. Misalnya:

Lonceng pagi untuk ayam jantan

h) Sinekdoke

Sinekdoke adalah semacam bahasa figuratif yang mempergunakan sebagian dari suatu hal untuk menyatakan keseluruhan (pars pro toto) atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian (totum pro parte). Misalnya:

Setiap kepala dikenakan sumbangan sebesar Rp 1.000,-

Dalam pertandingan sepak bola antara Indonesia melawan Thailand di stadion Pakansari Bogor, tuan rumah menang 2-1.

i) Metonimia

Metonimia adalah suatu gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain, karena mempunyai pertalian yang sangat dekat. Hubungan itu dapat berupa penemu untuk hasil penemuan, pemilik untuk barang yang dimiliki, akibat untuk sebab, sebab untuk akibat, isi untuk menyatakan kulitnya, dan sebagainya. Metonimia dengan demikian adalah suatu bentuk dari sinekdoke.

(24)

30

j) Antonomasia

Antonomasia juga merupakan sebuah bentuk khusus dari sinekdoke yang berwujud penggunaan sebuah epiteta untuk menggantikan nama diri, atau gelar resmi, atau jabatan untuk menggantikan nama diri. Misalnya:

Yang Mulia tak dapat menghadiri pertemuan ini.

k) Hipalase

Hipalase adalah semacam gaya bahasa dimana sebuah kata tertentu dipergunakan untuk menerangkan sebuah kata yang seharusnya dikenakan pada sebuah kata lain. Atau secara singkat dapat dikatakan bahwa hipalase adalah suatu kebailikan dari suatu relasi alamiah antara dua komponen gagasan. Misalnya:

Ia berbaring di atas sebuah bantal yang gelisah (yang gelisah adalah manusianya, bukan bantalnya).

l) Ironi, Sinisme, dan Sarkasme

Sindiran dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu baik sindiran halus, sindiran agak kasar, maupun sindiran kasar. Dihubungkan dengan gaya bahasa, hal ini disebut gaya bahasa ironi untuk sindiran halus; gaya bahasa sinisme untuk gaya bahasa agak kasar; gaya bahasa sarkasme untuk sindiran yang kasar (Pateda, 2010: 239).

Ironi atau sindiran adalah suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna atau sesuatu dengan makna atau maksud berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian kata-katanya. Ironi merupakan suatu upaya literer yang efektif karena ia menyampaikan impresi yang mengandung pergerakan yang besar. Misalnya:

“Hei, engkau hampir kesiangan, ya?” (Padahal sudah pukul 10.00)

Sinisme yang diartikan sebagai suatu sindiran yang bentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keiklasan dan ketulusan hati. Misalnya:

(25)

31 “Harum benar badanmu” (Padahal bau busuk karena belum mandi, atau karena bau badan yang memang busuk).

Sarkasme merupakan suatu acuan yang lebih kasar dari ironi dan sinisme. Sarkasme adalah suatu acuan yang mengandung kepahitan dan celaan yang getir. Sarkasme dapat saja bersifat ironis, dapat juga tidak, tetapi yang jelas adalah bahwa gaya ini selalu akan menyakiti hati dan kurang enak didengar. Misalnya:

“Hei Anjing, kau keluar dari sini!”

m) Satire

Satire adalah ungkapan yang menertawakan atau menolak sesuatu. Bentuk ini tidak perlu harus bersifat ironis. Satire mengandung kritik tentang kelemahan manusia. Tujuan utamanya adalah agar diadakan perbaikan secara etis maupun estetis.

n) Inuedo

Inuedo adalah semacam sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang sebenarnya. Inuedo menyatakan kritik dengan sugesti yang tidak langsung, dan sering tampaknya tidak menyakiti hati kalau dilihat sambil lalu. Misalnya:

Setiap kali ada pesta, pasti ia akan sedikit mabuk karena terlalu kebanyakan minum.

o) Antifrasis

Antifrasis adalah semacam ironi yang berwujud penggunaan sebuah kata dengan makna kebalikannya, yang bisa saja dianggap sebagai ironi sendiri, atau kata-kata yang dipakai untuk menangkal kejahatan, roh jahat, dan sebagainya.

(26)

32

p) Pun atau Paronomasia

Pun atau Paronomasia adalah kiasan dengan mempergunakan kemiripan bunyi atau permainan kata yang didasarkan pada kemiripan bunyi, tetapi terdapat perbedaan besar dalam maknanya.

Tanggal dua gigi saya tanggal dua.

D. Komentator Sepak Bola

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994: 515) komentator adalah orang yang (pekerjaanya) mengomentari atau mengulas suatu berita dan sebagainnya. Sama halnya dengan komentator sepak bola yakni bertugas mengomentari jalanya pertandingan. Seorang komentator sepak bola harus berbicara sepanjang pertandingan, mengingat-ingat nama pemain, peristiwa yang terjadi selama pertandingan, bahkan harus mengomentari strategi yang digunakan oleh pelatih. Pada saat mengomentari jalanya pertandingan sepak bola, komentator biasanya menciptakan istilah-istilah baru yang terlontar dari lisannya. Membutuhkan kemampuan khusus untuk menjadi seorang komentator sepak bola ( https://adyrazan.blogspot.com›Bola diakses pada tanggal 26 Juli 2017, pukul 10.25 WIB).

Menjadi seorang komentator sepak bola harus memiliki standar tertentu. Berikut ini beberapa syarat yang harus dimiliki oleh seorang komentator sepak bola: 1. Mengenal karakteristik serta historisitas pemain-pemain dari klub yang betanding.

Tidak jarang seorang komentator sepak bola harus mengulas line-up atau formasi yang diturunkan oleh pelatih dari tim yang sedang bertanding. Mengenali karakteristik pemain akan membantu penikmat sepak bola untuk memahami bagaimana membaca strategi yang sedang diusung oleh tim kesayangannya. Komentator sepak bola seolah-olah membimbing para penikmat sepak bola, untuk

(27)

33 mengetahui kualitas kedalaman sebuah tim, melalui analisa formasi, pemain inti dan pengganti, potesi perubahan formasi, dan bahkan filosofi strategi. Selain itu, tidak kalah penting untuk mengenal historisitas atau kesejarahan dari pemain tersebut. Tidak jarang, cara dan gaya seorang pemain dipengaruhi oleh masa lalunya. Historisitas juga merupakan kunci untuk memudahkan para pendukung sebah kesebelasan untuk mengenal respon emosi internal yang terjadi dilapangan. 2. Memiliki data statistik terkait dengan klub maupun pemain yang sedang bertanding. Statistik serngkali diragukan keabsahannya. Namun, secara paradoks, data statistik seringkali menolong para penikmat sepak bola untuk mengetahui atribut-atribut tertentu yang menarik untuk disajikan.

3. Memiliki kemampuan verbal. Mencakup kosak kata, intonasi suara, dan dramatisasi kejadian. Kemampuan berbicara adalah kemampuan yang wajib dimiliki seorang komentator. Elmen yang penting dibahas mengenai kemampuan verbal adalah kosakata, intonasi suara, dan kemampuan untuk mendramatisasi kejadian. Kosak kata haruslah luas dengan berbagai variasi kreatif.

4. Tidak melakukan kesalahan penyebutan nama pemain. Seorang komentator sepak bola biasanya juga mengalami kesalahan menyebutkan nama pemain, namun jika kesalahan dilakukan berulang kali, maka hal itu merupakn kesalahan yang fatal dan memalukan.

5. Mengetahui kejadian-kejadian tertentu di luar lapangan yang berpotensi terkait dengan pertandingan. Poin plus bagi komentator apabila mengetahui berita terkini mengenai kondisi di luar lapangan menjelang pertandingan.

6. Bersikap netral dan tidak berat sebelah. Sebagai seorang komentator sepak bola wajib untuk memiliki sikap profesionalisme untuk tetap tidak berat sebelah

(28)

34 (https://m.kaskus.co.id›thread›standar-yang-h...diakses pada tanggal 26 Juli 2017, pukul 10.38 WIB).

E. Laga Final Piala AFF Suzuki Cup 2016

Kejuaraan AFF 2016, yang diseponsori Suzuki dan secara resmi dikenal sebagai AFF Suzuki Cup 2016 adalah kejuaraan AFF kesebelas dari kejuaraan AFF. Peserta turnamen tersebut yaitu negara-negara yang berafiliasi dengan Fedrasi Sepak Bola ASEAN. Seluruh turnamen berlangsung dari tanggal 19 November 2016 samapai 17 Desember 2016. Setelah pengakuan FIFA sebagai turnamen “kategori A”, edisi 2016 dari turnamen tersebut akan memberikan point peringkat internasional untuk setiap pertandingan. Tahap kelompok kejuaraan diadakan untuk pertama kalinya di Myanmar dan Filipina dari tanggal 19-25 November 2016.

Pada pertemuan Dewan Fedrasi Sepak Bola ASEAN kesebelas di Naypyidaw pada tanggal 21 Desember 2013, Myanmar dan Filipina ditunjuk sebagai tuan rumah kejuaraan tersebut. Hal ini menandai untuk perama kalinya kedua negara akan menjadi tuan rumah dalam babak penyisihan grup dari kompetisi tersebut. Fedrasi Sepak Bola Filipina (FFP) pada awalnya mengundurkan diri sebagai tuan rumah di babak grup pada bulan Februari 2016, dengan menyebutkan masalah yang terjadi di Stadion Rizal Memorial dan ketersediaan tempat yang lain. Malaysia, Singapura, dan Vietnam mengumunkan bahwa mereka memiliki atau mengajukan permohonan sebagai tuan Rumah. Tuan rumah pengganti tersebut akan diumumkan pada tanggal 12 Maret 2016. Kemudian Filipina mengumumkan akan mengajukan banding untuk mempertahankan hak hosting mereka.

Pada tanggal 7 Maret 2016, AFF menerima banding dari Filipina sementara Malaysia diberi nama “host siaga”, dengan Vietnam dan Singapura menarik tawaran

(29)

35 mereka. Filipina mendapat kesempatan untuk mendapatkan kontrak untuk menggunakan Philippine Sports Stadium (PSS) sebagai tempat. Stadion Rizal Memorial akan digunakan sebagai tempat kedua selama pertandingan grup simultan terakhir. Pada tanggal 12 Maret, dikonfirmasi bahwa Filipina mempertahankan hak hosting, mengikuti Rapat Dewan AFF di Da Nang, Vietnam. PFF dapat mempresentasikan kontrak dengan PSS ke AFF dan juga surat jaminan dari Komisi Olahraga Filipina. Selama Pertemuan Dewan AFF di Naypyidaw (Myanmar), Kamboja ditunjuk sebagai tuan rumah untuk turnamen kualifikasi tersebut. Myanmar dan Filipina secara otomatis lolos ke babak final sebagai tuan rumah (https://en.wikipedia.org/wiki/2016_AFF_Championship diakses pada tanggal 30 Juli 2016, pukul 07.07 WIB.

Undian babak grup Piala AFF Suzuki Cup 2016 diselenggarakan pada tanggal 2 Agustus 2016. Indonesia dan Thailand berhasil lolos ke babak final. Final pertama diadakan di Stadion Pakansari Bogor, Indonesia mengalahkan Thailand 2-1. Sementara final kedua diadakan di Stadion Rajamanggala Bangkok, Thailand mengalahkan Indonesia 2-0. Thailand menjadi juara untuk kelima kalinya setelah mengalahkan Indonesia di final.

F. Implikasi dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia pada Kurikulum 2013

Menurut Mahsun (2014: 92) pengembangan kurikulum 2013 dilaksanakan dalam satuan rangkaian pengembangan delapan setandar yang terkait dengan reformasi bidang pendidikan, yaitu empat standar yang menjadi substansi kurikulum itu sendiri, yaitu Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses (Pembelajaran), Standar Penilaian, dan empat standar lainnya diluar kurikulum, tetapi terkait erat dengan pencapaian reformasi pada empat standar yang mencakup

(30)

36 kurikulum itu sendiri. Dengan demikian, pengembanagn kurikulum 2013 diharapkan dapat diimplementasikan secara baik karena telah didukung dengan pengembanagan empat standar lainnya yang dicanangkan dalam reformasi pendidikan. Suatu keistimewaan dalam kurikulum 2013 adalh menempatkan bahasa sebagai penghela ilmu pengetahuan (Nuh dalam Mahsun, 2014: 94).

Penempatan bahasa Indonesia sebagai penghela ilmu pengetahuan di samping memberi penegasan akan pentingnya kedudukan bahasa Indonesia sebgai bahasa nasional dan mempersatukan etnis yang berbeda latar belakang bahasa lokal dan kedudukannya sebagai bahasa resmi negara; juga menjadikan langkah awal dalam mewujudkan hajat para pendiri bangsa dalam yang mengumandangkan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan sejak kongres bahasa Indonesia pertama tahun 1938. Oleh karena itu, penempatan bahasa Indonesia sebagai penghela ilmu pengetahuan dalam Kurikulum 2013 memberi harapan baru bagi tumbuhnnya keyakinan bangsa ini pada kebesaran apa yang menjadi lambang identitas kebangsaannya, yaitu bahasa Indonesia. Perencanaan pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks selain keutamaan, juga memberi ruang pada peserta didik untuk mengembangkan berbagai jenis struktur berpikir, karena setiap teks memiliki struktur berpikir yang berbeda satu sama lain. Semakin banyak jenis teks yang dikuasai semakin banyak struktur berpikir yang dikuasai peserta didik (Mahsun, 2014: 94-95).

G. Kerangka Pikir

Analisis gaya bahasa komentator sepak bola pada laga final piala AFF Suzuki Cup 2016 terdiri dari beberapa teori yang dikemukakan yaitu meliputi teori retorika, teori gaya bahasa, pengertian komentator sepak bola, dan laga final piala AFF Suzuki Cup 2016. Teori-teori tersebut bersumber dari beberapa pakar bahasa.

(31)

37 Teori retorika mencakup pengertian retorika. Pengertian retorika yang dipaparkan berisi pengertian-pengertian retorika yang berasal dari beberapa pendapat pakar bahasa. Dalam pengertian-pengertian retorika mencangkup pengertian retorika moderen dan retorika klasik.

Teori gaya bahasa yaitu meliputi pengertian gaya bahasa dan tujuan utama gaya bahasa. Pengertian gaya bahasa yang dipaparkan berisi pengertian-pengertian gaya bahasa berdasarkan pendapat beberapa ahli bahasa dan klasifikasi gaya bahasa.

Gaya bahasa berdasarkan titik tolak unsur bahasa yang dipergunakan atau dilihat dari sudut bahasa dapat diklasifikasikan menjadai emapat macam yaitu: (1) gaya bahasa berdasarkan pilihan kata, (2) gaya bahasa berdasarkan nada, (3) gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat, (4) gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna. Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata terdiri dari: gaya bahasa resmi, gaya bahasa tak resmi, dan gaya bahasa percakapan. Gaya bahasa berdasarkan nada terdiri dari: gaya bahasa sederhana, gaya bahasa mulia bertenaga, dan gaya bahasa menengah. Gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat terdiri dari: klimaks, paralelisme, antitesis, dan repetisi. Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makana dapat dibagai menjadi dua yaitu gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan. Gaya bahasa retoris meliputi: aliterasi; asonansi; anastrof; apofasis atau preterisio; apostrof; asindenton; polisindenton; kiasmus; elipsis; eufeminismus; litotes; histeron proteron; pleonasme dan tautologi; perifrasis; prolepsis atau antisipasi; erotesis atau pertanyaa retoris; silepsis dan zeugma; koreksio atau epanortosis; hiperbol; paradoks; oksimoron. Gaya bahasa kiasan meliputi: persamaan atau simile; metafora; alegori, parabel, dan fabel; personifkasi atau prosopopoeia; alusi; eponim; epite; sinekdoke; metonimia; antonomasia; hiplase; ironi, sinisme, dan sarkasme; satire; inuedo; antifrasis; pun atau paronomasia.

(32)

Bagan 1. Kerangka Pikir

Gaya Bahasa Berdasarkan Pilihan Kata

a. Gaya Bahasa Resmi b. Gaya Bahasa Tak

Resmi c. Gaya Bahasa Percakapan Gaya Bahasa Berdasarkan Nada a. Gaya Bahasa Sederhana b. Gaya Bahasa Mulia dan Bertenaga c. Gaya Bahasa Menegah Gaya Bahasa Berdasarkan Struktur Kalimat a. Klimaks b. Antiklimaks c. Paralelisme d. Antitesis e. Repetisi

Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknnya Makna

Gaya Bahasa Retoris

Analisis Gaya Bahasa Komentator Sepak Bola pada Laga Final Piala AFF Suzuki Cup 2016

Gaya Bahasa Kiasan

Retorika

Gaya Bahasa

Komentator Sepak Bola pada Laga Final Piala AFF Suzuki CUP 2016

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil simulasi diketahui bahwa moda penempatan loudspeaker yang optimal untuk Masjid Syamsul Ulum adalah moda 2 (penggunaan loudspeaker hanya pada posis

Stres adalah reaksi tubuh terhadap situasi yang menimbulkan tekanan,b. perubahan, ketegangan emosi,

Semoga buku ini memberi manfaat yang besar bagi para mahasiswa, sejarawan dan pemerhati yang sedang mendalami sejarah bangsa Cina, terutama periode Klasik.. Konsep

Browsing benar-benar diakui oleh pengguna jika dokumen yang ditemukan relevan, berbeda dengan searching mereka mencari informasi dari ingatan tentang informasi tersebut

Akan tetapi mengingat bahwa peningkatan yang perlu dilakukan pada pegawai ASN Pemkot B justru terletak pada kapasitas dasar sebagai manusia (Human Capital) yang

Gofar Sastrodiningrat, SpBS(K); Guru Besar di Departemen Ilmu Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan Pembimbing penulisan tesis,

Penelitian ini megunakan 2 (dua) macam kuesioner, yaitu kuesioner yang akan diisi oleh karyawan koperasi dan kuesioner lainnya akan diisi oleh ketua..

Tarip adalah sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan kegiatan Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit yang dibebankan kepada masyarakat sebagai imbalan atas jasa pelayanan