• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari Amerika Selatan. Pada tahun 1492 Columbus mengunjungi suku Indian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari Amerika Selatan. Pada tahun 1492 Columbus mengunjungi suku Indian"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Sejarah Tembakau Deli

Tembakau merupakan tanaman perkebunan/industri berupa semak setahun yang berasal dari Amerika Selatan. Pada tahun 1492 Columbus mengunjungi suku Indian Arawaks yang memberinya daun–daun kering berharga mahal. Pada tahun 1545 daun kering ini juga ditemukan pada suku Indian Iroquois di Canada tahun 1558. Andre Thevet mengumumkan bahwa daun kering tersebut berasal dari tembakau. Dari Amerika Selatan tembakau disebarkan oleh orang Portugis dan Spanyol ke Turki (1600), Cina dan Jepang (pertengahan abad ke 16), Afrika Tengah (1889), New Zealand (1900) dan lain– lain. Tidak diketahui kapan tepatnya tembakau masuk ke Indonesia (Erwin, 1997).

Sejarah mencatat bahwa sekitar 147 tahun lalu atau tepatnya tahun 1863, sebuah konsesi tanah pertama sejak Belanda menginjakkan kaki di Sumatera Utara, diberikan kepada seorang pengusaha tembakau Belanda bernama Nienhuys di Tanjung Sepassai. Sejak saat itulah dunia mulai mengenal tembakau deli, komoditas yang membuat wilayah Sumatera Utara di bagian timur terkenal dengan sebutan The Dollar Land. Akan tetapi, keberadaan komoditas yang mengantarkan nama Deli Serdang, bahkan Indonesia di pasar dunia itu, kini terancam. Jika dulu penanaman hampir di seluruh wilayah pantai timur Sumatera Utara, ini hanya tersisa di atas lahan antara sungai Wampu dan Sungai Ular, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.

Banyak peneliti yang telah mencoba mengadopsi tembakau deli dengan cara menanam di daerahnya bahkan menyilangkan dengan varietas lokal, agar diperoleh sifat

(2)

baik dari tembakau deli. Berdasarkan laporan penelitian yang diterbitkan pada tahun 1905, telah ditanam tembakau sumatera di Italia dan Brazil dimana kedua Negara ini merupakan Negara penghasil daun tembakau cerutu. Suerdieck Charutos merupakan perusahaan di bagian tenggara Brazil yang setiap tahun menanam tembakau Sumatera seluas 500 ha, dengan produktivitas yang sangat tinggi, namun mutu yang dihasilkan belum bisa mengimbangi mutu tembakau sumatera yang ditanam di daerah deli (Erwin dan Sabrina, 2000).

Tembakau Conecticut yang juga digemari oleh pabrik cerutu telah berusaha untuk meniru semua kultur tehnis tembakau deli yang ditanam dengan naungan agar intensitas cahaya matahari menyerupai daerah deli yang dikenal dengan nama tembakau conecticut bawah naungan. Hasil tembakau sumatera yang ditanam di Conecticut ini hampir sama dengan tembakau deli, bahkan dalam beberapa hal lebih unggul seperti daun lebih panjang, lebih lebar dan warna lebih terang. Namun rasa dan aroma tembakau tersebut belum bisa mengimbangi tembakau deli. Hal yang sama juga telah dilakukan oleh perusahaan perkebunan di Indonesia. PTPN-X telah mencoba menanam tembakau sumatera yang disilang dengan tembakau lokal ditanam di bawah naungan menghasilkan tembakau jawa deli. Produktivitas yang dihasilkan cukup tinggi, sifat–sifat daun yang hampir sama dengan tembakau deli, tetapi rasa dan aromanya belum bisa menggantikan posisi tembakau deli (Erwin dan Sabrina, 2000).

(3)

Tanah dan Iklim Tembakau Deli

Tembakau deli dibudayakan pada tanah inceptisol yang berasal dari endapan tanah dasit tua dan dasit muda. Tanah ini mengandung unsur hara K dan P yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya. Derajat kemasaman (pH) tanah rata-rata 6.0, tekstur tanah bervariasi dari lempung berpasir sampai lempung berliat (Druif, 1980). Budidaya tembakau sebenarnya tidak selalu menghendaki tanah khusus, asalkan solum tanahnya memiliki sifat gembur dan beraerasi cukup sampai kedalaman 50 – 60 cm. Pori aerasi tanah dapat ditingkatkan persentasenya dengan pengolahan tanah dan pemberian bahan organik berupa pupuk kandang, kompos, maupun limbah blotong dan sebagainya (Idjuddin, 1993).

Faktor tanah sangat mempengaruhi pertumbuhan tembakau deli. Tanaman tembakau sangat mengehendaki tanah dengan tingkat kesuburan yang cukup baik, menghendaki bahan organik dan kelembaban tanah yang cukup tinggi. Jumlah unsur hara yang cukup dan seimbang sangat menentukan terhadap produktivitas. Kelebihan salah satu unsur hara seperti fosfat akan menyebabkan pertumbuhan akar terganggu dan akhirnya mempengaruhi jumlah daun dan tanaman menjadi cepat matang dan berbunga (Erwin 1997).

Tanaman tembakau dapat dibudidayakan di berbagai tempat mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi yang terbentang antara 60 LU – 40 LS. Di daerah deli tanaman tembakau diusahakan pada ketinggian 12 – 15 meter di atas permukaan laut (BPTD, 1997). Umumnya varietas tembakau tidak begitu peka terhadap lamanya

(4)

penyinaran matahari, atau disebut sebagai tanaman berhari netral. Lamanya periode penyinaran tidak mempengaruhi besarnya keadaan struktur bahan tembakau.

Tembakau deli pada awal penanaman memerlukan curah hujan yang kecil. Pada saat sebelum penanaman memerlukan panas matahari yang tinggi untuk penjemuran tanah, gunanya untuk menekan perkembangan bakteri penyakit layu dan nematode. Jumlah hujan yang cukup, sangat diperlukan pada saat pertumbuhan minggu ke dua sampai dengan waktu panen, karena pada periode ini tanaman tembakau sangat membutuhkan air untuk proses pertumbuhan. Bila pada periode tersebut terjadi defisit air maka tanaman akan memperlihatkan pertumbuhan yang kerdil dan luas daun menyempit serta sangat mudah terserang penyakit.

Tembakau deli membutuhkan curah hujan yang cukup. Kebutuhan bersih curah hujan untuk pertumbuhan selama periode tanam sampai panen (± 77 hari) sebesar 483 mm (Lampiran 5.). Curah hujan rata-rata bulanan di lokasi penelitian pada saat musim tanam (Maret sampai pertengahan bulan Mei) selalu berada di bawah kebutuhan optimum untuk pertumbuhannya. Oleh karena itu suplai air perlu sekali dilakukan. Hampir di semua kebun sudah mempunyai alat penyiram air dengan sprinkle, hanya jumlahnya masih terbatas dan belum cukup untuk memenuhi seluruh areal kebun yang ditanami. Suatu hal yang menjadi hambatan adalah sumber air untuk irigasi guna penyiraman tanaman.

Intensitas hujan juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman tembakau. Curah hujan yang terlalu tinggi pada suatu saat tertentu dapat mengganggu

(5)

pertumbuhannya. Suhu udara yang cocok untuk pertumbuhan tanaman tembakau berkisar antara 21 - 32,30C (Abidin, 1999).

Kondisi Tanah Tembakau Deli Saat Ini

Beberapa tahun terakhir ini kondisi lahan tembakau deli telah mengalami degradasi yang cukup berat. Terjadi perubahan terhadap beberapa sifat dan ciri tanah yang cukup memprihatinkan, terutama setelah rotasi dilakukan dengan tanaman tebu selama tiga tahun berturut–turut. Degradasi tanah dapat menimbulkan kualitas lahan menurun dan produktivitas tanaman tembakau cenderung merosot (Perangin-angin dan Erwin, 1999).

Beberapa sifat fisik lahan tembakau deli yang saat ini merupakan faktor penghambat bagi tanaman tembakau sebagai akibat penggunaan areal budidaya tebu antara lain :

- Pori Areasi; Hasil evaluasi sifat fisik tanah oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agriklimat Bogor, ternyata keadaan pori aerasi tanah–tanah di areal tembakau deli tergolong rendah sampai tinggi pada lapisan atas tanah. Sedangkan pori aerasi tanah– tanah lapisan bawah tergolong rendah yang disebabkan karena tidak terjangkau oleh alat pengolah tanah. Rendahnya pori aerasi tanah dapat menghambat pertumbuhan tanaman tembakau, karena akan mengganggu respirasi akar.

- Pori pemegang Air; Persentase pori–pori pemegang air tersedia bagi tanaman di areal–areal tembakau tergolong rendah sampai tinggi. Pori pemegang air ini sangat penting untuk diperbaiki. Upaya perbaikan dapat dilakukan dengan memperdalam pengolahan tanah, sehingga kapasitas resapan air akan meningkat dan aliran

(6)

permukaan akan berkurang, karena air akan ditahan di celah–celah bongkahan tanah dan terinfiltrasi. Upaya lain untuk meningkatkan daya pegang air tanah tersebut adalah dengan aplikasi pupuk organik dan kompos.

- Permeabilitas dan Infiltrasi; Lahan tembakau deli sekarang ini memiliki tingkat permeabilitas yang agak lambat (0.12 – 0.5 cm/jam). Hal ini sangat mengganggu pertumbuhan tanaman karena tanaman akan kekurangan oksigen bila permeabilitas tanah sangat lambat. Laju infiltrasi tanah tembakau deli terlalu cepat di beberapa lokasi yaitu 16.74 – 24.38 cm/jam. Hal ini menyebabkan sistem irigasi atau aliran permukaan ataupun dengan sistem jog tidak akan efisien. Sistem irigasi yang terbaik dengan tipe tanah yang berinfiltrasi cepat adalah dengan sistem sprinkle irrigation atau irigasi tetesan.

- Indeks Plastisitas; Tanah–tanah di lahan tembakau pada umumnya tergolong agak plastis sampai plastis dengan indeks 10 – 30 pada kedua lapisan tanah atas dan bawahnya.

- Stabilitas Agregat; kestabilan agregat tanah-tanah di lahan tembakau pada umumnya tergolong agak stabil sampai sangat stabil dengan indeks 50 – 80.

- Lapisan Tanah Padat; Tanah–tanah di areal tembakau pada umumnya menunjukkan tingkat kepadatan tanah antara 1,5 – 5,0 kg/cm2 pada kedalaman tanah 0 – 35 cm. Tingkat kekerasan tanah menunjukkan hubungan negatif dengan kandungan C-organik (Basyaruddin 2004). Tanah–tanah bekas rotasi tebu banyak terjadi pemadatan di lapisan bawah akibat pengolahan secara mekanis maupun pengaruh alat–alat berat lainnya. Pemadatan tanah lapisan bawah ini menyebabkan terhambatnya

(7)

perkembangan perakaran tanaman semusim yang ukuran relatif pendek, sehingga daerah jelajah perakaran akan sangat terbatas.

Adapun beberapa sifat kimia tanah yang mengalami perubahan setelah rotasi tanaman tebu di lahan-lahan tembakau deli adalah sebagai berikut :

- Bahan organik ; Kandungan bahan organik tanah di lahan tembakau deli menurun dengan tajam setelah dirotasi dengan tanaman tebu. Hal ini disebabkan karena rotasi yang pendek waktunya menghasilkan biomasa rendah, disamping juga jenis vegetasinya berubah. Pada lahan yang telah dirotasi dengan tebu tiga tahun berturut– turut, ditanam mimosa dan dibiarkan tumbuh bersama gulma bahkan di beberapa tempat gulmanya didominasi oleh alang-alang, dengan demikian siklus hara diperpendek. Hal tersebut akan mempengaruhi kualitas bahan organik dan pembentukan humus, bahkan mungkin banyak terjadi proses mineralisasi dengan meningkatnya suhu tanah. Pada waktu persiapan lahan untuk tembakau bahan organik dibakar, dan khususnya ketika tanaman tembakau masih kecil lahannya bersih sehingga erosinya cukup besar. Hal ini tercermin dari endapan di parit–parit drainase yang cukup tebal, begitu juga koloid–koloid berupa lumpur yang terbawa oleh erosi. Jadi keadaan ini pun memberikan kontribusi terhadap kehilangan bahan organik. Seolah–olah usaha rotasi di lahan ini hampir tidak memberikan hasil terhadap penambahan bahan organik. Penurunan bahan organik lebih nyata setelah tahun 1980-an, atau setelah areal tembakau dirotasikan dengan tebu.

- Nitrogen ; Berbeda dengan bahan organik (C-organik), N-total tanah perubahannya kecil sekali dan cenderung konstan. Hal ini mungkin merupakan batas terendah (limit)

(8)

untuk tanah–tanah di lahan tembakau deli. Selama beberapa tahun pengamatan, kandungan N-total rata-rata kurang dari 0,2%. Nilai C/N 9-12 untuk lahan tembakau deli sudah merupakan keseimbangan alam. Walaupun pada kenyataannya secara pengamatan visual terlihat kecendrungan tanaman tembakau menunjukkan gejala defisiensi N. Aplikasi N pada tanaman tembakau juga memperlihatkan respon yang tinggi terhadap peningkatan dosis pupuk nitrogen. Hubungan kandungan bahan organik dengan ketersediaan N di tanah cukup erat. Tanah-tanah yang miskin bahan organik umumnya akan menjadi defisiensi N (Erwin, 1997).

- Fosfat (P) ; Kandungan P tanah umumnya menurun terus sampai tahun 1989, dan kemudian menaik lagi. Peningkatan kadar P tersedia tanah disebabkan pemupukan TSP untuk tebu sebesar 200 – 250 Kg/Ha setiap musim. Akibat ketersediaan P yang lebih di lahan-lahan tembakau deli mempunyai dampak terutama terhadap pertumbuhan dan produksi. Disamping itu lahan tembakau deli mengandung mineral amorf (alofan), jika lahan diolah secara intensif dapat mempercepat pelapukan mineral primer menjadi imogolit – haloisit – kaolinit, bahkan menjadi gibsit yang akan membebaskan banyak fosfat (Tan 1998; Basyaruddin 1999). Tanaman tembakau akan dipacu untuk lebih cepat menjalani proses generatif dan menghambat proses vegetatif. Beberapa tahun terakhir terlihat kinerja tembakau deli kurang baik, tanaman cenderung mengecil/kerdil, luas daun menyempit, tanaman cepat berbunga serta mengacaukan kriteria matang panen, yang kesemua hal tersebut merupakan cirri-ciri sebagai akibat kelebihan ketersediaan P di dalam tanah.

(9)

- Kalium (K) ; Kandungan K berfluktuasi, mencerminkan bahwa unsur ini sangat mobil dan sulit untuk mencapai keseimbangan. Berdasarkan pengamatan lapangan, endapan sungai Wampu banyak mengandung muskovit (mika) yang merupakan sumber dari K. Hal ini juga tercermin dari tingginya K pada kompleks adsorpsi dan K total dengan ekstraksi HCl 25%. Disamping itu endapan laut dapat juga memberikan konstribusi terhadap tingginya K disamping pembakaran. Keadaan ini tercermin juga dari tajamnya fluktuasi kandungan K pada tanah-tanah di areal Tembakau Deli.

Dari sifat-sifat tanah di atas dan dari hasil penilaian kelas dan sub kelas kesesuaian lahan di lahan bekas rotasi tanaman tebu maka terdapat lahan–lahan yang tergolong cukup sesuai (S2) seluas 5.745 hektar, lahan yang tergolong sesuai marginal (S3) seluas 3.354 hektar dan yang tidak sesuai saat ini (N1) seluas 30 hektar. Faktor yang menjadi pembatas utama pertumbuhan tanaman tembakau deli adalah ketersediaan air, kedalaman efektif dangkal karena adanya lapisan padat atau padas, rendahnya retensi hara (KTK tanah), keseimbangan hara, dan di beberapa tempat drainase terhambat (Puslitnak, 1993).

Metode Konservasi Tanah

Konservasi tanah adalah serangkaian strategi pengaturan untuk mencegah erosi tanah dari permukaan bumi atau terjadi perubahan secara kimiawi atau biologi akibat penggunaan yang berlebihan, salinisasi, pengasaman, atau akibat kontaminasi lainnya. Konservasi tanah diartikan sebagai penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Sifat–sifat

(10)

fisik dan kimia tanah, dan keadaan topografi lapangan menentukan kemampuan tanah untuk suatu penggunaan dan perlakuan yang diperlukan.

Usaha-usaha konservasi tanah ditujukan untuk (1) mencegah kerusakan tanah oleh erosi, (2) memperbaiki tanah yang rusak, (3) memelihara serta meningkatkan produktivitas tanah agar dapat dipergunakan secara lestari. Dengan demikian maka konservasi tanah tidaklah berarti penundaan penggunaan tanah, tetapi menyesuaikan macam penggunaannya dengan kemampuan tanah dan memberikan perlakuan sesuai dengan syarat–syarat diperlukan, agar tanah dapat berfungsi secara lestari. Teknologi yang diterapkan pada setiap macam penggunaan tanah akan menentukan apakah akan didapat penggunaan dan produksi yang lestari dari sebidang tanah (Arsyad, 2003).

Metode konservasi tanah dapat dibagi dalam tiga golongan utama yaitu (1) metode vegetatif, (2) metode mekanik dan (3) metode kimia. Dalam penelitian ini akan digunakan metode vegetatif yaitu pemanfaatan sisa-sisa tanaman atau limbah organik untuk memperbaiki tanah yang telah rusak.

Penggunaan sisa tumbuhan untuk konservasi tanah dapat dalam bentuk mulsa atau pupuk hijau. Pemanfaatan sisa organik ini dapat mengurangi erosi dengan cara meredam energi hujan yang jatuh sehingga tidak merusak struktur tanah, mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan serta mengurangi daya kuras aliran permukaan. Di samping itu dapat juga berfungsi meningkatkan kegiatan biologi tanah dan dalam proses perombakannya akan terbentuk senyawa-senyawa organik yang penting dalam pembentukan struktur tanah oleh karena itu maka kemantapan struktur tanah akan

(11)

meningkat, aerasi menjadi lebih baik dan permeabilitas tanah yang tinggi terpelihara (Jack, et al., 1955; Russel, 1968; dan Kohnke, 1968 dalam Arsyad, 2003).

Peranan Bahan Organik dalam Mengatasi Lahan Terdegradasi

Faktor degradasi tanah dan proses terjadinya degradasi tanah mutlak untuk dikenali sehingga upaya rehabilitasi tanah terdegredasi dapat dilakukan dengan tepat sesuai kerusakan spesifik tanah terdegredasi. Meningkatnya kekerasan tanah yang pada akhirnya akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman sehingga menurunkan kualitas tanah merupakan ciri utama dari tanah terdegradasi (Reganold, et al., 1987).

Kondisi tanah yang demikian juga menyebabkan rendahnya efisiensi pemberian pupuk anorganik karena sebagian besar pupuk akan mengalami pencucian atau penguapan, sehingga hanya sebagian kecil yang dapat dimanfaatkan tanaman. Oleh karena itu pupuk anorganik cenderung diberikan lebih dari dosis yang semestinya, sehingga akumulasi unsur-unsur yang terkandung dalam pupuk mungkin akan semakin memperparah degradasi lahan, misalnya meningkatnya pemberian unsur Na, Fe, Al, dan Si pada tanah-tanah yang mudah terdispersi akan menyebabkan meningkatnya kekerasan tanah (Djajadi dan Dalmadiyo, 1998).

Secara umum dalam merehabilitasi lahan–lahan yang terdegradasi dapat dilakukan dengan menambahkan dan mengelola bahan organik pada lahan itu (Balittanah, 2005). Di dalam sub sistem tanah, sisa tanaman dapat berfungsi sebagai sumber energi bagi organisme tanah, sumber hara bagi tanaman dan pemelihara sifat fisika kimia tanah. Upaya ini dapat direalisasikan jika telah diketahui secara baik karakter dari sisa tanaman

(12)

serta faktor–faktor yang menentukan fungsinya di dalam agroekosistem (Sahar, dkk., 2009). Fungsi sisa tanaman sebagai bahan organik ditentukan oleh laju dekomposisinya, sedangkan laju dekomposisi sisa tanaman ditentukan oleh kualitasnya, kondisi lingkungan dan organisme perombaknya (Tian, 1992; Mafongoya et al.,1997 dalam Handayanto dan Ismunandar, 1999).

Untuk memperoleh media pertumbuhan yang baik bagi tanaman tembakau, pada umumnya petani maupun perkebunan mengolah tanahnya dengan intensif. Di Deli pengolahan tanah intensif dilakukan dengan merotasikan tembakau dengan tebu. Tujuan semula adalah untuk memperbaiki struktur tanah dengan meningkatnya masukan bahan organik dari serasah tebu. Namun setelah 10 tahun terjadi penurunan bahan organik tanah sebagai akibat menurunnya aktivitas mikroorganisme tanah (Perangin– angin dan Erwin, 1998).

Antisipasi terjadinya degradasi tanah pada lahan tembakau harus dilakukan demi keberlanjutan daya dukungnya. Salah satu strategi untuk meningkatkan daya dukung lahan adalah dengan menambahkan bahan organik untuk mempertahankan atau meningkatkan bahan organik tanah dan memanfaatkan pupuk hayati. Penambahan pupuk organik telah banyak dilaporkan dapat memperbaiki sifat-sifat fisik, kimia, dan biologi tanah (Sri Adiningsih, 2000).

Limbah Organik Pabrik Gula

Tebu (Saccharum officinarum) adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tanaman ini termasuk

(13)

jenis rumput-rumputan. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di pulau Jawa dan Sumatra.

Ampas tebu dan blotong merupakan limbah dari hasil pengolahan tebu pada pabrik gula, mengandung unsur hara esensial yang dibutuhkan tanaman. Blotong efektif menekan laju penguapan air tanah. Sifat Higroskopisnya mampu mengikat air hujan dalam jumlah banyak. Justika (2003) dalam Muhit dan Qodriyah (2006) mengemukakan bahwa pemanfaatan mulsa blotong merupakan salah satu alternatif memanen air hujan dan menyiasati kekeringan.. Sifat higroskopis limbah tebu/pabrik gula yang disebabkan kandungan niranya membuat lahan mampu mengikat air hujan lebih banyak. Pembenamannya ke dalam tanah diharapkan dapat menyerap air hujan lebih banyak sehingga kelembaban tanah dapat terjaga lebih lama. Bukan hanya itu, mulsa juga turut mempengaruhi aspek-aspek iklim lainnya. Mulsa dari blotong mampu menekan energi radiasi untuk menguapkan air tanah dan memanaskan udara.

Blotong mengandung paling sedikit sembilan macam unsur hara esensial yang dibutuhkan tanaman. Setiap ton blotong dengan kadar air 70% setara dengan 28 kg ZA, 72 kg TSP, dan 7,5 kg KCl. Penggunaannya sebagai kompos sejumlah 40 ton/ha mampu meningkatkan kadar N tanah 0,0015% (setara 30 kg N atau 67 kg urea/ha). Penggunaan blotong dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk sejumlah 25 – 50% (Hendroko dkk., 1993).

Berbagai penelitian yang dilakukan menunjukkan penggunaan blotong dapat meningkatkan kandungan air tanah. Semakin banyak blotong yang ditabur semakin

(14)

banyak pula air yang terperangkap di dalam tanah. Meskipun pada saat musim hujan, hal itu harus didukung oleh pengaturan saluran air yang baik. Selain itu uji coba di beberapa areal perkebunan tebu menunjukkan bahwa blotong juga membantu pertumbuhan tanaman tebu. Jumlah tanaman dalam rumpun, tinggi tanaman serta jumlah ruas tebu meningkat secara signifikan setelah pemberian blotong. Selain itu pemberian blotong juga mampu meningkatkan biomasa tebu sekitar 10 persen. Dengan begitu secara teoritis, produksi tebu petani pun menjadi lebih tinggi (Justika, 2003 dalam Muhit dan Qodriyah, 2006).

Selain blotong, ampas tebu juga merupakan limbah pabrik gula. Ampas tebu atau lazimnya disebut bagas, adalah hasil samping dari proses ekstraksi (pemerahan) cairan tebu. Dari satu pabrik dihasilkan ampas tebu sekitar 35 – 40% dari berat tebu yang digiling. Berdasarkan data dari Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) ampas tebu yang dihasilkan sebanyak 32% dari berat tebu giling.

Ampas tebu sebagian besar mengandung ligno-cellulose. Panjang seratnya antara

1,7 sampai 2 mm dengan diameter sekitar 20 mikro. Bagase mengandung air 48 - 52%, gula rata-rata 3,3% dan serat rata-rata 47,7%. Serat bagase tidak dapat larut dalam air dan sebagian besar terdiri dari selulosa, pentosan dan lignin. Disamping itu ampas tebu mengandung senyawa-senyawa organic seperti abu 3,82 %, lignin 22,09 %, selulosa 37,65 %, SiO2 3,01 %. Setelah mengalami peruraian mengandung 22,4% C, ratio C/N 33.6, kadar N 0,25 – 0,60%, kadar fosfat 0,15 – 0,22%, dan 0,2 – 0,38% K2O (Erwin, 2008).

(15)

Perombakan Bahan Organik

Bahan organik merupakan senyawa karbon yang berasal dari makhluk hidup, terdiri atas satu rangkaian karbon (C) dari rangkaian sederhana (gula, asam amino) sampai kepada rangkaian yang rumit (polysaccharida dan protein). Berdasarkan jumlahnya bahan organik didominasi oleh bahan sukar melapuk seperti selulosa, hemiselulosa, dan lignin, serta bahan mudah lapuk seperti gula, asam amino, dan asam organik. Kandungan lain yang terdapat di dalam bahan organik adalah lemak, minyak, resin, wax (zat lilin), pigmen, protein, dan mineral. Bahan organik juga terdiri dari senyawa humik dan non humik.

Selulosa merupakan senyawa karbon yang terbesar dari tumbuhan dan kemungkinan senyawa organik terbesar yang melimpah di alam. Selulosa penyusun utama dinding sel tanaman dan bersama-sama dengan hemiselulosa, pectin, dan protein membentuk struktur jaringan yang memperkuat dinding sel tanaman. Selulosa, hemiselulosa dan lignin merupakan polimer glukosa dan polifenol yang sulit didekomposisi (Winarso, 1992). Selulosa memiliki beberapa nomor glukosa dalam rantai linier yang diikat oleh ikatan β pada atom C 1 dan 4 dari glukosa.

Di dalam tanah, bahan organik yang berasal dari berbagai sumber limbah akan didekomposisi oleh organisme yang hidup di dalam tanah. Dalam proses dekomposisi, semua senyawa organik akan diurai terlebih dahulu menjadi penyusun organiknya, dan akhirnya terbentuk CO2 dan H2O. Proses dekomposisi ini bisa terjadi baik dalam kondisi aerob ataupun anaerob (Tan, 1994).

(16)

Hampir semua mikrobia di dalam tanah dapat langsung mempergunakan senyawa yang larut sebagai sumber C untuk proses asimilasi di dalam protoplasmanya. Tetapi tidak untuk senyawa yang rumit. Proses asimilasi dari C di dalam protoplasma tergantung pada keberadaan mikrobia dan status oksigen di dalam tanah. Dalam proses dekomposisi tersebut, karbon digunakan sebagai sumber energi dan pembangunan protoplasma sel mikoroba perombak. Jumlah karbon yang diasimilasi lebih besar dibandingkan nitrogen. Sekitar 2/3 karbon dibebaskan sebagai CO2 dan 1/3 bagian lagi bersenyawa dengan nitrogen dalam sel hidup mikroba perombak (Tate, 1987). Pada proses asimilasi tersebut sejumlah hara N, P, K, dan S diangkut ke dalam sel mikroba menyebabkan ketersediaannya untuk tanaman di dalam tanah berkurang. Proses ini disebut immobilisasi. Setelah proses immobilisasi yang terjadi pada awal pelapukan bahan organik, maka proses selanjutnya adalah mineralisasi. Proses mineralisasi bergantung pada temperatur, suplai oksigen, C/N rasio dari bahan organik, jenis dan jumlah mikrobia.

Proses dekomposisi dapat dipercepat baik secara fisik, kimia maupun biologi. Melalui proses biokonversi oleh mikroorganisme selulolitik (mikroba perombak selulosa). Langkah awal yaitu hidrolisis enzimatik dari polimer glukosa oleh kompleks selulosa yang mengubah polimer menjadi glukosa monomer. Langkah kedua meliputi metabolisasi dari gula sederhana menjadi CO2 (aerob) atau asam organik dan etanol diikuti oleh CH4 dan CO2 (anaerob) secara simultan diikat sebagai elemen C di dalam protoplasma mikroba, asam-asam organik, protein sel tunggal atau senyawa-senyawa berguna lainnya (Kettering and Fletcher, 2008),.

(17)

Tingkat kemudahan suatu jenis bahan organik untuk melapuk sangat bergantung pada sifat kimiawi dari bahan tersebut, apakah C penyusun terdiri dari rangkaian yang sederhana atau rumit. Selain senyawa penyusun bahan, faktor-faktor lain yang sangat mempengaruhi perombakan bahan organik adalah kadar air, suhu, aerasi, jenis dan populasi organisme perombak. Kadar air, suhu, dan aerasi adalah faktor yang menentukan aktifitas organisme pengurai. Laju dekomposisi bahan organik juga sangat tergantung pada kandungan N bahan. Bahan-bahan yang kaya protein akan segera diurai (Tate, 1987).

Mikroorganisma Selulolitik (MOS) pada Proses Pengomposan

Mikroorganisma selulolitik umum dijumpai dalam tanah-tanah pertanian atau hutan, dalam rabuk atau jaringan tanaman yang membusuk. Mikroorganisme ini terdiri dari berbagai kelompok bakteri mesophilik aerobik dan anaerobik, serta protozoa. Beberapa diantaranya diketahui dengan mudah dan cepat merombak selulosa seperti penambahan inokulasi MOS pada pembuatan kompos adalah bagian dari usaha untuk mempercepat pengomposan (Azhari, 2000).

Mikroorganisme di dalam tanah berperan penting dalam dekomposisi bahan organik yang dapat meminimalkan atau bahkan meniadakan serta mengefektifkan penggunaan pupuk kimiawi buatan. Merangsang pertumbuhan tanaman melalui kemampuan beberapa mikroba dapat menghasilkan zat-zat perangsang tumbuh seperti vitamin, hormon, asam amino dan senyawa organik lainnya, menghambat perkembangan pathogen tanaman melalui sifat antagonis dan kompetisi dalam pemanfaatan nutrisi dalam

(18)

tanah atau melalui produksi antibiotik atau senyawa toksik (biopestisida) (Hanafiah, dkk., 2005).

Selulosa seperti tepung merupakan satu polimer dari glukosa. Selulosa dapat didekomposisi dengan mudah dan cepat oleh organisme spesifik yang ditemukan diantara bakteri, jamur, aktinomycetes dan binatang tingkat rendah. Tepung dengan mudah dan cepat didekomposisi oleh sejumlah besar mikroorganisme. Organisme dekomposisi tepung yang khusus dan berkemampuan tinggi dalam menghasilkan diastotik (penuh tenaga) atau enzim amilolitik yaitu sejumlah jamur, bakteri dan aktinomicetes (Sylvia, et al.,1998).

Proses dekomposisi selulosa dapat ditentukan berdasarkan perubahan nilai rasio C/N. Mikroorganisme memecah bahan organik menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana untuk menghasilkan energi. Energi yang dihasilkan sebagian besar digunakan untuk sintetis makromolekul seperti asam nukleat, lipida dan polisakarida. Sintetis asam nukleat penting untuk pembentukan komponen sel atau untuk pertumbuhan dan perkembangan sel.

Pelarutan selulosa menjadi produk terlarut diketahui sebagai gula reduksi pada kultur medium. Untuk mengetahui aktivitas ekso β-(1,4)-glucanace terhadap kristal selulosa (avicel) dan untuk aktivitas enzim endo β-(1,4)-glucanace terhadap sellulosa amorf digunakan substart Carboxymethyl Cellulose (Cahyono dan Bachruddin, 1995; Rexon, 1996).

Kultur selulopati dapat diisolasi dan dapat digunakan sebagai inokulan untuk mempercepat proses pengomposan. Beberapa kelompok mikroorganisme seperti fungi,

(19)

bakteri, dan aktinomicetes mempunyai peranan besar dalam peruraian selulosa. Isolasi bakteri, jamur dan aktinomicetes dapat dilakukan dengan menumbuhkannya melalui teknik pengayaan pada media yang sesuai seperti media asparagin untuk jamur, hans untuk bakteri, dan media kenknight untuk aktinomicetes (Sutanto, 2002).

Referensi

Dokumen terkait

Hasil karakterisasi asam humat hasil ekstraksi cair-cair tanah gambut fibrik dan hemik dengan menggunakan FTIR menunjukkan adanya kesamaan gugus fungsi dengan asam

Dinas kelautan dan Perikanan dalam pelaksanaan program PUGAR di Kabupaten Brebes berwenang dalam administrasi.Tim pendamping dalam program PUGAR ini adalah pihak

Diantara kelima variabel kualitas pelayanan di ketahui bahwa variabel yang paling berpengaruh terhadap kepuasaan anggota adalah variabel lingkungan fisik,yang di

Dari Tabel 1 dapat disimpulkan bahwa laju reaksi tranesterifikasi minyak goreng bekas dengan menggunakan katalis CaO dari cangkang kerang darah mengikuti orde

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Non-Debt Tax Shield, Firm Size, Business Risk dan Growth Opportunity terhadap Struktur Modal pada perusahaan

Pada saat ia diganggu roh jahat dan hamba-hambanya melihat hal itu dan menasihati Saul untuk mencari seorang yang pandai memaikan kecapi agar ia tenang (ayat 16).. Saul

Dosis pestisida adalah banyaknya pestisida atau larutan semport yang digunakan dalam setiap satuan luas, sedangkan konsentrasi pestisida adalah takaran pestisida yang harus

Dengan cara yang sama juga pada Interpolasi Polinomial Chebyshev untuk data pengangguran dengan kategori Tidak/Belum Pernah Sekolah/Belum Tamat SD dapat dilihat