• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR. Dili, 21 Maret Prof.Dr. I Wayan Parsa, S.H.,M.Hum Prof. Dr. Yohanes Usfunan, Drs, SH, MH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KATA PENGANTAR. Dili, 21 Maret Prof.Dr. I Wayan Parsa, S.H.,M.Hum Prof. Dr. Yohanes Usfunan, Drs, SH, MH"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

1

KATA PENGANTAR

Pertama-tama patut kita menyampaikan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas perkenaan dan perlindungan-Nya, naskah akademik Undang-Undang tentang Hirarki dan Materi Muatan Peraturan Perundang-Undangan dapat diselesaikan. Melalui kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih banyak kepada Presiden Parlemen Nasional Negara Republik Demokratik Timor-Leste, Bapak Fernando Lasama de Araujo atas inisiatif dan dukungannya sehingga penelitian naskah akademik Undang-Undang ini, diselsaikan.

Terima kasih banyak juga kami sampaikan kepada Mesa Parlamen Nasional dan para pimpinan Bancada Parlamen Nasional serta para anggota Parlamen Nasional yang telah memberikan dukungannya terhadap aktivitas-aktivitas pelatihan perancangan peraturan perundang-undangan. Terima kasih ini juga kami sampaikan kepada Country Representative UNDP Timor-Leste, Bapak Akbar Usmani yang telah memberikan dukungan finansial untuk kelancaran penyelenggaraan kegiatan ini. Ucapan terima kasih yang sama juga kami sampaikan kepada Bapak João Pereira selaku Chief Technical Advisor yang terus membantu kami dalam kegiatan semester pertama dari dua semester yang direncanakan dalam pelatihan perancangan Peraturan Perundang-Undangan kepada calon-calon Legal Drafter Parlemen Nasional Republik Demokratik Timor-Leste.

Kamipun menyampaikan terima kasih kepada Bapak Marcelino Magno selaku kepala Kabinet (Chefe do Gabineti) Parlamento Nasional Republik Demokratik Timor-Leste yang telah memberikan dukungannya sehingga kegiatan ini berjalan dengan baik. Ucapan terima kasih yang sama juga kami sampaikan kepada Direktur Administrasi Parlemen Nasional Republik Demokratik Timor-Leste, Ibu Angelina Machado yang telah memberikan dukungannya sehingga aktivitas ini dapat berjalan dengan lancar.

Pada bagian lain kamipun tak lupa menyampaikan terima kasih kepada seluruh staf administrasi Parlemen Nasional Republik Demokratik Timor-Leste dan seluruh staf administrasi UNDP yang telah memberikan dukungan teknis dalam memperlancar penyusunan naskah akademik Rancangan Undang-Undang tentang Hirarki dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan.

Dili, 21 Maret 2016

Prof.Dr. I Wayan Parsa, S.H.,M.Hum Prof. Dr. Yohanes Usfunan, Drs, SH, MH

(3)

2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………ii DAFTAR ISI ... vi BAB I PENDAHULUAN ... 1 1. Latar Belakang 1.1 Identifikasi Masalah ... 1 1.2 Penyebab ... 2 1.3 Konsekuensi ... 4 2. Tujuan ... 7 3. Ruang Lingkup ... 8 3.1. Pengertian-pengertian ... 8

3.2. Gambaran umum Naskah Akademik UU tentang Hirarki dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan. ... 10

a) Falsafah Uma Lulik. ... 10

b) Identifikasi Peraturan perundang-undangan RDTL ... 27

c) Justifikasi ... 34

4. Metode ... 46

4.1. Pendekatan ... 46

4.2. Sumber Bahan Hukum ………...49

4.3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ... 49

4.4. Analisis Bahan Hukum ... 49

4.5 Wawancara ... 49

(4)

3

BAB II Analisis Manfaat dan Keuntungan yang diperoleh dengan adanya UU tentang

Hirarki dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan ... 51

1. Analisis Manfaat ... 51

1.1. Manfaat kepada Pemerintah ... 51

1.2. Manfaat kepada Masyarakat ... 56

2. Analisis Keuntungan ... 57

2.1. Keuntungan kepada Pemerintah ... 57

2.2. Keuntungan kepada Masyarakat ... 58

BAB III Analisis Konsekuensi yang ditimbulkan sehubungan dengan adanya UU tentang Hirarki dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan ... 60

1. Konsekuensi kepada Pemerintah ... 60

2. Konsekuensi kepada Masyarakat ... 63

BAB IV Rekomendasi Materi yang akan diatur dalam UU tentang Hirarki dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan ... 64

1. Rekomendasi kepada Pemerintah ... 64

2. Rekomendasai kepada Masyarakat ... 68 Daftar Pustaka

(5)

4 BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang.

Dalam bab ini deskripsi dan analisa meliputi: identifikasi masalah, identifikasi penyebab dan identifikasi konsekuensi/akibat.

1.1. Identifikasi Masalah.

Sejak kemerdekaan Negara Republik Demokratik Timor-Leste Tahun 2002, permasalahan yang dihadapi Parlemen Nasional dan Pemerintah dewasa ini yaitu belum adanya kepastian hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam arti luas. Ketidakpastian hukum yang dimaksud berkaitan dengan belum adanya Undang-Undang yang berfungsi sebagai pedoman dalam membuat peraturan perundang-undangan. Oleh sebab itu, undang-undang yang berfungsi sebagai pedoman tersebut diharapkan berisi materi-materi sebagai berikut:

Pertama, memuat hirarki (penjenjangan) peraturan perundang-undangan mulai dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi sampai dengan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tingkatannya. Dengan adanya hirarki peraturan perundang-undangan tersebut diharapkan menciptakan sinkronisasi dan harmonisasi peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, peraturan yang lebih rendah tingkatannya tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangan-undangan yang lebih tinggi, ataupun mencegah pertentangan antara satu peraturan undangan dengan peraturan perundang-undangan yang lain secara horizontal.

(6)

5

Kedua, Dengan adanya Undang-Undang tentang Hirarki dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan tersebut diharapkan memuat secara jelas dan detail materi muatan masing-masing peraturan perundang-undangan mulai dari Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste sampai peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tingkatannya.

Oleh karena itu, Negara Republik Demokratik Timor-Leste hingga saat ini belum memiliki Undang-Undang yang mengatur tentang Hirarki dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan, hal tersebut kadang-kadang menimbulkan kesulitan bagi penyelenggara negara dan pejabat pemerintahan dalam menentukan peraturan perundang-undangan yang tepat. Hal inilah yang acapkali menimbulkan ketidakpastian hukum di Negara Republik Demokratik Timor-Leste.

1.2 Penyebab.

Ketidakpastian hukum tersebut antara lain disebabkan karena:

Pertama, kemungkinan Parlemen Nasional dan Pemerintah Republik Demokratik Timor-Leste sejauh ini menganggap belum mendesak sehingga tidak memberikan perhatian khusus untuk membentuk Undang-Undang tentang Hirarki dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan Negara Republik Demokratik Timor-Leste. Kedua, Parlemen Nasional dan pemerintah Republik Demokratik

Timor-Leste belum menggunakan wewenang konstitusional untuk membuat Undang-Undang tentang Hirarki dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan Negara Republik Demokratik Timor-Leste, sesuai dengan Pasal 95 ayat (1), Pasal 96 ayat (1), Pasal 97 ayat (1)

(7)

6

dan Pasal 115 ayat (2) huruf a Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste 2002.

Pasal 95 ayat (1), “Parlemen Nasional berwenang dan bertanggung jawab untuk membuat undang-undang mengenai persoalan-persoalan dasar yang menyangkut kebijakan dalam dan luar negeri”.

Pasal 96 ayat (1), Parlemen Nasional dapat mengijinkan Pemerintah untuk membuat Undang-undang ………dst.

Pasal 97 ayat (1), wewenang untuk memprakarsai undang-undang dimiliki oleh:

a) Anggota Parlemen;

b) Fraksi-Fraksi dalam Parlemen; c) Pemerintah.

Pasal 115 ayat (2) huruf a, Pemerintah berwenang dan bertanggung jawab untuk menjamin hubungan dengan badan-badan lain untuk: mengajukan rancangan undang-undang dan konsep resolusi pada Parlemen Nasional.

Ketiga, Berdasarkan pertimbangan kedua, maka Parlemen Nasional dan Pemerintah perlu berkoordinasi dengan Presiden Republik khususnya dalam rangka pembentukan Peraturan Perundang-undangan tentang Hirarki dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan.

Selain itu, berdasarkan Pasal 85 huruf e, Presiden berwenang, “Meminta kepada Mahkamah Agung untuk melaksanakan peninjauan pencegahan dan peninjauan abstrak atas kesesuaian antara aturan-aturan dengan Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste 2002, serta pembenaran atas pertentangan dengan Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste 2002 yang disebabkan kelalaian“.

Formulasi ketentuan bahwa presiden berwenang meminta Mahkamah Agung melakukan peninjauan kembali (judicial review),

(8)

7

pada hakekatnya untuk menciptakan sinkronisasi dan harmonisasi peraturan-peraturan agar sesuai dengan Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste-Tahun 2002. Diperlukannya sinkronisasi dan harmonisasi peraturan perundang-undangan, bertujuan mencegah terjadinya konflik norma hukum.

Keempat, oleh karena belum adanya Undang-Undang tentang Hirarki dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan yang berfungsi sebagai pedoman dalam membuat peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang, maka acapkali penyelenggaraan pemerintahan dalam bidang eksekutif, legislatif dan yudikatif belum terlaksana dengan baik karena masih terdapat perbedaan penafsiran terhadap isi dan tingkatan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

1.3 Konsekuensi.

Sebagai konsekuensi belum adanya Undang-Undang tentang Hirarki dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan tersebut menimbulkan Ketidakpastian hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara Republik Demokratik Timor-Leste. Konsekuensi tersebut menimbulkan dampak lain sebagai berikut:

Pertama, Pemerintah mengalami kesulitan dalam membuat kebijakan-kebijakan maupun mengeluarkan keputusan dalam penyelenggaraan pemerintahan karena belum ada Undang-Undang tentang Hirarki dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan.

(9)

8

Padahal undang-undang tersebut berfungsi sebagai landasan hukum bagi penyelenggara negara dan pejabat pemerintahan dalam membuat peraturan dan menetapkan kebijakan-kebijakan nasional dan internasional.

Kedua, menimbulkan konflik norma hukum (antinomy) antara peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tingkatannya dengan peraturan perudang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya, secara vertikal maupun horizontal antara satu bentuk peraturan perundang-undangan dengan peraturan perundang-undangan lain yang sama levelnya.

Ketiga, menimbulkan konflik kewenangan karena kewenangan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan kemungkinan tidak jelas atau saling bertentangan. Hal ini menimbulkan kesulitan bagi penyelenggara negara dan pejabat pemerintahan dalam menjalankan fungsi-fungsinya, baik dalam fungsi pembentukan keputusan, fungsi perbuatan materil maupun dalam fungsi pelayanan umum (servisu publiku). Sistem koordinasi antara lembaga-lembaga negara yang satu dengan lembaga negara yang lainnya.

Keempat, menimbulkan multi interpretasi dari masing-masing penyelenggara negara dan pejabat pemerintahan terhadap peraturan perundang-undangan maupun peraturan kebijakan.

(10)

9

Demokratik Timor-Leste kadang-kadang masih menimbulkan tumpang tindih kewenangan antar penyelenggara negara dan pejabat pemerintahan. Hal ini disebabkan karena adanya kesamaan dalam pengaturan kewenangan.

Keenam, menimbulkan norma kabur karena belum adanya Undang-Undang tentang Hirarki dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan Negara Republik Demokratik Timor-Leste. Konsekuensi lebih lanjut adalah sering ditemukan adanya norma yang pengaturanya tidak jelas dan saling bertentangan.

Ketujuh, oleh karena belum ada Undang-Undang tentang Hirarki dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan, sering menimbulkan kebingungan karena masih terjadi pluralisme hukum. Hal ini karena masih berlaku produk hukum Portugal, Regulasi UNTAET, hukum Timor-Leste, hukum Indonesia. Pengaturan yang bersifat pluralistik ini cenderung saling bertentangan satu sama lain sehingga menimbulkan kesulitan dalam penerapannya.

Kedelapan, belum adanya Undang-Undang tentang Hirarki dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan menimbulkan konsekuensi lain yaitu tidak adanya suatu standar baku mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan. Karena itu, Undang-Undang tentang Hirarki dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan akan berfungsi sebagai pedoman dalam membentuk peraturan perundang-undangan.

(11)

10

Kesembilan, belum adanya Undang-Undang tentang Hirarki dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan, dapat menimbulkan peluang penyalahgunaan wewenang dan kesewenang-wenangan.

2. Tujuan.

Dalam rangka menciptakan peraturan perundang-undangan yang baik untuk menciptakan pemerintahan yang baik dan bersih (good governance, clean governance), diperlukan penataan politik (kebijakan) legislasi. Politik legislasi Negara Republik Demokratik Timor-Leste yang baik akan mampu menciptakan kepastian hukum dan keadilan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.

Oleh sebab itu, guna mengatasi konflik peraturan perundang-undangan baik secara vertikal maupun horizontal, kekaburan norma dan kekosongan norma, maka pembentukan Undang-Undang tentang Hirarki dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan merupakan hal yang sangat mendesak. Pengkajian perlunya pembentukan Undang-Undang tentang Hirarki dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan dalam naskah akademik ini bertujuan:

Pertama, untuk mendeskripsi konsep-konsep hukum maupun pembenaran-pembenaran teoritik terkait perlunya Undang-Undang tentang Hirarki dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan. Dengan demikian semua peraturan perundang-undangan yang berlaku dibawah Konstitusi tidak boleh bertentangan, harus sesuai dengan Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste 2002. Kedua, untuk membuat rambu-rambu tentang tata cara penyusunan

peraturan perundang-undangan sesuai dengan Undang-Undang tentang Hirarki dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan.

(12)

11

Ketiga, menghindari penyesatan logika hukum yang membingungkan sebagai akibat adanya ketentuan-ketentuan hukum yang tidak jelas menyangkut formatnya, prosedur dan mekanisme dalam penerapannya.

Keempat, tujuan penyusunan naskah akademik tentang Undang-undang Hirarki dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan ini yaitu menemukan pembenaran filosofis, yuridis dan sosiologis sebagai bahan pemikiran yang berfungsi untuk menjadi pedoman dalam pembuatan peraturan perundang-undangan di Negara Republik Demokratik Timor-Leste.

Kelima, untuk menghasilkan naskah akademik Undang-Undang tentang Hirarki dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan yang komprehensif, kontekstual dan responsif.

3. Ruang Lingkup.

Ruang lingkup pengkajian dalam penyusunan naskah akademik Undang-Undang tentang Hirarki dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan, terfokus pada Hirarki dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan.

3.1. Pengertian-pengertian.

Yang dimaksud dengan pengertian-pengertian dalam naskah akademik ini sebagai berikut:

1. Nilai Filosofis Uma Lulik merupakan sumber dari segala sumber hukum Timor-Leste yang mengandung nilai-nilai universal:

a. Ketuhanan. b. Kemanusiaan.

(13)

12 c. Persatuan dan kesatuan.

d. Keadilan.

e. Permusyawaratan dan Konsensus. f. Adat istiadat.

g. Kekeluargaan dan Harmonisasi lingkungan hidup.

2. Konstitusi adalah Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste Tahun 2002.

3. Hirarki adalah tata urutan peraturan undangan dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kedudukannya sampai dengan peraturan perundang-perundang-undangan yang lebih rendah.

4. Materi muatan peraturan perundang-undangan adalah hal-hal yang diatur dalam setiap tingkatan Peraturan Perundang-undangan sesuai jenis dan fungsinya.

5. Peraturan perundang-undangan adalah peraturan yang dibentuk oleh Parlemen Nasional, Pemerintah Pusat, Pemerintahan Daerah, maupun oleh pejabat-pejabat berwenang pusat dan daerah yang mengikat secara umum.

6. Penetapan adalah keputusan yang dibentuk oleh badan atau pejabat pemerintahan yang bersifat individual, konkrit, final dan menimbulkan akibat hukum.

7. Undang-undang (Leis do Parlemento Nasional ou Decretos Leis do Governo) adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Parlemen Nasional berdasarkan kewenangannya maupun atas usulan pemerintah.

8. Peraturan Parlemen Nasional (Decreto do Parlemen) adalah tentang amandemen anggaran belanja dan pendapatan Negara (ABPN) dan undang-undang lainya.

(14)

13

9. Pemerintah (Decreto do Governo) adalah peraturan yang dibentuk oleh Perdana Menteri untuk menjabarkan Undang-Undang dan Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste 2002.

10. Dekrit Presiden (decreto do Presidente da Repúbica) adalah keputusan yang dibentuk oleh Presiden RDTL bersifat internal dan external tentang kebijakan-kebijakan lembaga presidenan.

11. Peraturan Resolusi Parlemen Nasional (Resolução do Parlamento Nacional), adalah pernyataan/pendapat bersama dari Parlemen Nasional tentang kebijakan dalam dan luar negeri.

12. Resolusi Pemerintah (Resolução do Governo), adalah pernyataan/pendapat bersama dari Dewan Menteri tentang suatu kebijakan Pemerintah.

13. Peraturan kebijakan (Instruções Públicas) adalah peraturan, keputusan, pernyataan tertulis yang bersifat pengaturan atau penetapan yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat pemerintahan yang berwenang ditingkat pusat dan daerah.

14. Tata Tertib Parlemen Nasional (Regimento do Parlemento Nasional) adalah peraturan Parlemen Nasional untuk memberikan persetujuan, pengesahan dan peninjauan kembali terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah pusat dan daerah serta untuk mengatur mekanisme internal Parlemen Nasional.

15. Peraturan Daerah (Regulamentos dos Municipios) dibentuk oleh Asembleia do Municipio bersama Presidente da Cámara Municipio.

16. Peraturan Desa atau Kelurahan (Regulamento dos Sucos ou Bairros) dibentuk oleh badan perwakilan Desa/Kelurahan bersama dengan Kepala Desa.

(15)

14

17. Publikasi adalah penempatan Peraturan Perundang-undangan dalam Lembaran Negara seri I dan Lembaran Negara Seri II.

18. Unit Perancangan Undang-Undang adalah unit dalam masing-masing Lembaga Negara yang bertugas membantu merancang peraturan perundang-undangan.

19. Unit Perancangan Peraturan Daerah adalah unit dalam Assembleia dos Municipio dan Pemerintah Daerah yang bertugas membantu merancang peraturan daerah.

20. Sosialisasi adalah cara untuk menyebarluaskan peraturan perundang-undangan kepada masyarakat.

21. Program legislasi nasional adalah instrument perencanaan program pembentukan undang-undang yang disusun secara berencana, terpadu dan sistematis.

3.2. Gambaran umum Naskah Akademik Undang-Undang tentang Hirarki dan Materi Muatan Peraturan Perundang-Undangan.

a. Falsafah Uma Lulik.

Sejak Negara Timor-Leste diproklamirkan pada tanggal 28 Novenber Tahun 1975 yang kemudian direstorasi kemerdekaan tersebut pada tahun 2002, hingga kini belum dirumuskan suatu falsafah bangsa yang dijadikan sebagai dasar dan ideologi Negara. Padahal Negara Timor-Leste terkenal dengan Falsafah Uma Lulik yang kemungkinan dapat dijadikan sebagai salah satu falsafah bangsa. Konsep ini dapat dikaji dari empat perspektif yakni, perspektif filosofis, yuridis, sosiologis dan etimologis.

Secara etimologis Uma berarti Rumah dan Lulik berarti Suci/Kudus/Sakral. Dengan demikian, secara harafiah Uma Lulik berarti “Rumah Suci”. Dengan Uma Lulik setiap warga

(16)

15

Negara Republik Demokratik Timor-Leste dapat diketahui status sosialnya, apakah berasal dari keturunan bangsawan (berkasta) atau tidak.

“Falsafah Uma Lulik dapat dipandang sebagai kesepakatan luhur yang mempersatukan semua ikatan suku ke dalam satu bangsa yang majemuk dalam prinsip persatuan, setiap manusia Timor-Leste, mulai dari ujung barat Oecusse sampai ujung Timur Tutuala, pasti mempunyai Uma

Lulik. Uma Lulik merupakan simbol filosofis dari persatuan umum dan hubungan sesama manusia,

manusia dengan alam dan manusia dengan para leluhur atau nenek moyang, yang masih tetap dipertahankan sejak jaman dahulu kala sampai sekarang.” 1

Bertitik tolak dari pendapat tersebut dapat ditarik unsur-unsur falsafah Uma Lulik sebagai berikut:

1. unsur religiomagis (keTuhanan) 2. kesepakatan yang luhur

3. unsur kekeluargaan/persatuan 4. unsur kemanusiaan

5. lingkungan hidup/manusia dengan alam 6. adat istiadat

7. musyawarah (demokrasi) 8. tolong-menolong/kesejahteraan

Di Timor-Leste, bila seseorang tidak mempunyai Uma Lulik akan dikategorikan sebagai Pendatang (lemorai, laorai) dan orang yang tidak berakar, atau tidak mempunyai dasar keturunan (asal usul) yang jelas (abut laíha) dengan Uma Lulik setiap warga Negara Republik Demokratik Timor Leste dapat diketahui status sosialnya, apakah berasal dari keturunan bangsawan (berkasta) atau tidak. Falsafah Uma Lulik dipersepsikan juga sebagai tempat pemujaan kepada leluhur dari para keturunannya.

Dalam suku Mambae “orang yang tidak mempunyai rumah adat itu dikatakan sebagai orang yang tidak mempunyai identitas yang jelas, dengan kata kiasa dalam bahasa Mambae Suco Rotuto “

Mou Man Hiut, Lau Man Lei” jadi intinya setiap orang Timor-Leste mempunyai Uma Lulik,

1

Leonito Ribeiro, “Politik Legislasi Negara Republik Demokratik Timor-Leste, Tesis dalam rangka memperoleh gelar Magister Hukum, fakultas hukum, program pascasarjana UNUD Denpasar Bali. 2009 h. 199

(17)

16

sebagai contoh : Suco Bunak (Marae),2 terdapat Uma Lulik dengan nama,Uma Lulik Tae Bele, Local Giral, dan Uma Lulik Boleha di Baucau.

Dari sudut pandang filosofis, Uma Lulik merupakan dasar keyakinan masyarakat tentang hal-hal yang dicita-citakan, tempat yang suci atau disakralkan dan Religiomagis (adanya Tuhan), sebagai simbol atau motaforik serta ikatan spiritual yang tinggi dan sebenarnya dasar bagi penyelenggaraan negara yang dikristalisasikan dari nilai-nilai Uma Lulik, Seperti yang diungkapkan Hone dan Ospina 3 bahwa:

“Uma Lulik ne’e maka uma sagradu ida (fatin lolos ida) no “uma sagrada” simboliku/motaforika ho sintidu ispiritual boot no uma familia individual ida nian iha mundu. Membru komunidade no grupu solidaridade hetan fasilitasaun liuhusi Uma Lulik no indentifikasaun husi ema ida-nia familia tutan. Familia hahu ho uma kain, ne’ebe pretense ba knua boot liu ida ka suco. Suco hirak kontrariamente iha asosiasaun ho Uma Lulik ida, uma sagradu ida ne’be fungsiona nu’udar baze/sentru ba nivel oi-oin (multiplayer) husi familia tutan”

Secara bebas diterjemahkan, Uma Lulik adalah sebuah Rumah suci (tempat yang tepat) dan

“Rumah Sakral” simbol ikatan spiritual yang kuat dan sebuah rumah keluarga individu-individu di dunia. Anggota masyarakat dan kelompok solidaritas mendapat fasilitas melalui Uma Lulik dan mengidentifikasi silsilah setiap orang. Sebuah keluarga berkembang melalui rumah tangga kecil yang merupakan bagian dari kampung atau Suku. Namun demikian dalam beberapa Suco terdapat beberapa Uma Lulik, dan dalam Uma Lulik terdapat beberapa tingkatan sebagai berikut yaitu : Uma Kain, Uma Fukun dan Uma Lulik terbesar.

2 Suku Bunak, berbahasa Bunak (Marae) menghuni di sebagian Distrik Bobonaro, Kovalima, Ainaro, Manufahi, serta di

Atambua-NTT-Indonesia, Suku Bunak menurut Grijzen, termasuk salah satu dari suku bangsa yang tua, yang lebih dulu menghuni Pulau Timor, lihat H.J. Contoleur Grijzen, 1904. Mededeelingen omtrent Beloe of Centraal Timor, Tijid Schrift van Batasiaasche Genootschap, dalam ADM Parera, 1994, Sejarah Pemerintahan Raja-Raja Timor : Suatu Kajian Peta Politik Pemerintahan Kerajaan-Kerajaan di Timor Sebelum Kemerdekaan RI, PT. Yanense Mitra Sejati dan Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. hal. 53.dan Bahasa Bunak (Marae) kategori bahasa Melanesia dan Insulindia, lihat Antonio Vicente Marques Sores, 2003, Pulau Timor: Sebuah Sumbangan Untuk Sejarahnya, tanpa nama Penerbit. hal.16. Dan menurut Cappel, Bahasa Bunak memperlihatkan cirri Bahasa Irian (Papua) Lihat F.J. Ormeling, The Timor-Problem. J.B. Wolters, Groningen, Jakarta dan Martinus Nijhoff, sGravenhage, p.71, dalam ADM Parera, 1994, hal. 54

3 Tanja Hohe and Sofia Ospina, 2001, Traditional Power Structures and the Community Empowerment and Local Governance Project-Final Report. Dili, P. 1-182, dalam Jose “Josh” Trindade dan Bryant Castro, 2007, Asistensia Teknika ba Dialogu Nasional iha Timor-Leste : Hanoin fila-fali Timor Oan nia Identidade nu’udar Estratejia atu Hamoris Dame ida : konflitu Lorosa’e-Loromonu husi Perspetivu Tradisional Ida, Uniao Europeia dan GTZ, Dili, Timor-Leste. Hal.17

(18)

17

Dari sudut pandang filsafat hukum Uma Lulik berfungsi sebagai cita hukum (rechtside) yang dijadikan dasar dan tujuan setiap hukum di Timor-Leste. Oleh sebab itu, diperlukan perenungan agar dalam setiap pembentukan peraturan perundang-undangan di Negara Republik Demokratik Timor-Leste kedepan, perlu dipertimbangkan agar selalu bersumber dan berpedoman pada falsafah Uma Lulik. Sebab peraturan perundang-undangan di Negara Republik Demokratik Timor-Leste secara aksiologi, bertujuan untuk mewujudkan tujuan-tujuan Negara sebagaimana tertuang dalam pembukaan alinea 9 sampai dengan alinea 11 dan Pasal 6 Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste 2002.

Alinea 9 sampai dengan alinea 11 Pembukaan Konstitusi Republik Demokratik Timor Leste 2002 menentukan :

a. Membangun budaya demokratis dan kelembagaan sesuai negara hukum. b. Penghormatan kepada Konstitusi dan lembaga-lembaga yang terpilih.

c. Melindungi segenap bangsa, tanpa melepaskan bagian manapun wilayah Timor-Leste atau hak-hak kedaulatan atas tanahnya.

d. Memajukan kesejahteraan umum.

e. Menghargai dan melindungi hak-hak asasi manusia tanpa diskriminasi.

f. Melawan segala bentuk Tirani, penindasan, penguasaan dan pemisahan sosial, budaya, dan keagamaan yang berbasis moral agama dengan kepercayaan pada Tuhan.

g. Mempersatukan seluruh unsur bangsa dengan semua ikatan primordialnya. h. Meletakkan kekuasaan di bawah kekuasaan rakyat;

i. Menjamin asas pemisahan kekuasaan. j. Membangun keadilan sosial.

(19)

18

Sedangkan tujuan Negara sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6, Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste 2002 dirumuskan sebagai berikut:

a. Untuk mempertahankan dan menjamin kedaulatan Negara;

b. Untuk menjamin dan melindungi kebebasan hak-hak asasi setiap warga negara dalam menghormati prinsip hak Negara demokratis;

c. Untuk mempertahankan dan menjamin politik demokrasi dan mengikutsertakan semua elemen dalam menyelesaikan masalah-masalah nasional;

d. Untuk menjamin pembangunan ekonomi, kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi; e. Untuk memajukan pembangunan masyarakat yang berlandaskan keadilan sosial, dengan

mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin setiap warga negara.

f. Untuk melindungi lingkungan hidup serta melestarikan sumber daya alam;

g. Untuk menegakkan dan menjunjung tinggi nilai-nilai kepribadian dan warisan budaya rakyat Timor-Leste;

h. Melindungi dan memajukan pendirian dengan membangun hubungan persahabatan dan kerjasama antar semua bangsa dan negara.

i. Membangun dan memajukan pembangunan yang harmonis dan terpadu disemua sektor dan semua wilayah serta pemeratan pembagian hasil produksi nasional secara adil;

j. Untuk menciptakan, memajukan dan menjamin persamaan hak dan kesempatan yang sama antara Perempuan dan Laki-laki.

Berdasarkan tujuan negara sebagaimana dirumuskan secara eksplisit dalam pembukaan maupun batang tubuh Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste 2002, maka dapat dipahami bahwa salah satu tujuan Negara Republik Demokratik Timor-Leste adalah memperkokoh rasa persatuan dan kesatuan bangsa Republik Demokratik Timor-Leste. Persatuan dan kesatuan bangsa

(20)

19

Republik Demokratik Timor-Leste secara filosofis juga berkaitan dengan falsafah Uma Lulik yang didalamnya terkandung cita-cita pencapaian tujuan Negara. Dengan demikian falsafah Uma Lulik tersebut mengandung kaidah-kaidah penuntun hukum yaitu:

Pertama, dalam falsafah Uma Lulik terdapat unsur religiomagis Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, setiap orang dari kelompok Uma Lulik yang mau pergi/keluar dari lingkungannya ataupun datang dari perantauan, maka yang bersangkutan harus berdoa dan bersyukur di Uma Lulik kepada Tuhan dan para Leluhur supaya dilindungi dalam setiap aktivitasnya. Itulah nilai-nilai Uma Lulik sebagai jati diri manusia Timor-Leste. Pandangan hidup ini merupakan nilai-nilai kerohaniaan (kebenaran, kebaikan, religius) yang diyakini kebenarannya yang menimbulkan tekad bagi dirinya untuk mewujudkan dalam sikap tingkah laku dan perbuatan dalam mencapai tujuannya. Artinya kesemuanya itu sebagai ungkapan cita-cita kemanusian demi terwujudnya hubungan yang harmonis dan serasi antar manusia dengan dirinya sendiri, antara manusia dengan sang pencipta yang bersumber pada kepercayaan atau keyakinan terhadap-Nya.

(21)

20

Kedua, peraturan perundang-undangan yang dibuat di Timor-Leste harus bertujuan membangun dan menjamin integritas bangsa Timor-Leste baik secara teritorial dan ideologis. Oleh karena itu, peraturan perundang-undangan di Timor-Leste tidak boleh mengatur ketentuan-ketentuan yang berpotensi menimbulkan disintegrasi wilayah maupun ideologi karena hal itu bertentangan dengan tujuan Negara.

Peraturan perundang-undangan yang dibentuk di Timor-Leste harus didasarkan pada prinsip-prinsip demokrasi. Prinsip demokrasi menghendaki pembuatan peraturan perundang-undangan berdasarkan kesepakatan rakyat atau wakil-wakilnya yang dipilih melalui pemilihan umum.

Ketiga, sesuai dengan falsafah Uma Lulik, maka peraturan perundang-undangan yang dibentuk di Negara Republik Demokratik Timor-Leste harus ditujukan untuk memajukan pembangunan berlandaskan keadilan sosial, dengan mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin warga Negara Republik Demokratik Timor-Leste.

Keempat, peraturan perundang-undangan Negara Republik Demokratik Timor-Leste yang dibentuk harus ditujukan untuk menegakkan dan menjunjung tinggi watak dan kepribadian yang merupakan warisan budaya rakyat Timor-Leste, mengakui dan menghargai norma dan adat Timor-Leste dan kebudayaan yang menuntun kehidupan manusia sehingga hidup dalam satu kesatuan masyarakat yang harmonis.

Kelima, dalam falsafah Uma Lulik, terdapat unsur adat istiadat, yang dalam hubungan hidup kemanusian itu timbul atas dasar kebiasaan. Selain itu

(22)

21

terdapat hubungan antara manusia dengan lingkungan hidup sejalan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Uma Lulik.

Uma Lulik juga sebagai tempat untuk melakukan kegiatan adat istiadat dan

warisan budaya secara turun-temurun yaitu :

“Uma Lulik maka heransa husi ami-nia vizavo/bei alan sira atu hametin lisan, moralidade no kustumi hirak, ne’ebé habele ema atu haktuir regras iha sosiedade, atu nune’e para ita bele kria orden [sosial]....[…] sé ita tau hamutuk [Uma Lulik ] ida-ne’e, ami bele uza nia atu hasoru malu ba ritual no seremoniu iha Uma Lulik . Violensia no konflitu bele hamenus tamba wainhira ema hasoru ema hatene malu diak liútan no komprende oin’sa sira iha ligasaun ba malu. 4

Terjemahan bebasnya sebagai berikut, Uma Lulik merupakan warisan dari nenek moyang untuk memperkokoh kebiasaan, adat-istiadat, moral, etika. Dengan Uma Lulik akan dapat mempermudah setiap orang mengikuti aturan dalam komunitas sosial, karena itu dalam membuat peraturan kita harus bersatu di dalamnya (Uma Lulik). Demikian juga dapat digunakan untuk melakukan upacara ritual. Dengan demikian, mengurangi kekerasan dan pertentangan di antara warga masyarakat.

Keenam, dari sudut pandang sosiologis, Uma Lulik sebagai simbol pemersatu, dapat diketahui silsilah terun-temurun, tempat berkumpul, tempat penyembahan kepada Tuhan dan leluhur, tempat merumuskan kesepakatan-kesepakatan adat dan tempat menyelesaikan perselisihan adat. McWilliam 5 mengemukakan :

Simbolikamente, Uma Lulik maka episentru husi Timor oan sira nia valor tamba kriasaun husi estrutura familia tutan depende ba nia funsaun, nia funsaun hirak hanesan rezerva kultura ida ne’ebe liga individual sira no

4 Intervista, Chefe do Suco, Viqueque, Marco 2007, dalam Jose “Josh” Trindade …Op.cit..Hal.31

5 Adrew McWilliam, Houses of Resistence in East Timor : Structuring Sociality in the New Nation. anthropological Forum 15, no. 1 (2005) p.32 dalam Jose “Josh” Trindade..,.ibid. hal. 20-21

(23)

22

uma kain iha unidade istorika no simbolika. Unidade no solidaridade tau ona iha kontextu Uma Lulik nia utilizasaun iha kria, negosiu no mantein forma husi relasaun social hirak :

Dala uluk, uma sagradu hari’i parametru hirak no linajem (sisilah) relasaun familia nia hirak. Nia identifika orijin hirak husi vizavo/bei alan sira ne’ebe maka hari’i, sira ne’ebe maka hela uluk iha teritoriu/fatin ida, liu husi utilazasaun sasan lulik hirak no istoria oral hirak. Ho vizavo/bei alan komun ida-ne’ebe maka identifika ona, seremonia hirak no ritual ne’ebe hala’o iha uma laran atu reafirma fali ligasaun ho jerasaun viziavo/bei alan sira, unifika membru familia tutan sira no liga sira ba malu no ba teritoriu jeografiku espesifiku ne’ebe maka iha ligasaun/ asosiasaun ho uma.

Dala rua nian, uma sagradu hirak hala’o funsaun importante ida iha funsaun social boot ida hodi forma rede ida ba aliansa grupu uma hirak-ne’ebe hari’I sentru husi relasaun publiku hirak. Aliansa hirak hari’I iha grupu familia hirak-nia leten atu forma kontinuamente unidade social boot liutan husi komunidade ba suco ba expansaun reinu ida.

“Jadi secara simbolik Uma Lulik merupakan pusat (episentrum) nilai masyarakat Timor-Leste karena diciptakan melalui struktur keluarga secara turun-temurun tergantung fungsinya. Fungsi-fungsi tersebut seperti tempat pemberdayaan budaya, perdamaian, solidaritas dan relasi sosial.

Secara konseptual Uma Lulik memberikan perlindungan bagi setiap orang dalam konteks

kehidupan bersama, perdamaian, keharmonisan dan nilai-nilai moral masyarakat Timor-Leste. Fungsi lain dari Uma Lulik yaitu :

a. Sebagai perbandingan nilai modern dan lokal.

b. Simbol perdamaian, persatuan dan identitas bangsa Timor-Leste. c. Simbol cita-cita multikultural yang nyaman dalam kehidupan bersama. d. Sebagai simbol nasionalisme Negara Timor-Leste.

e. Sebagai simbol adat istiadat dan kebiasaan.6

Sebelum masuknya penjajah Portugis struktur pemerintahan tradisional Timor dijalankan dari pusat sampai daerah berdasarkan tiga (3) aspek.

Ketiga aspek tersebut adalah sebagai berikut :

1. Unsur manusia, yang terdiri dari tiga fase hidup yaitu lahir, kawin dan mati.

(24)

23

2. Unsur tanah, yang dibagi atas tiga bagian yaitu tanah yang dipakai manusia, tanah yang dipakai hewan dan tanah hutan pemali (tanah adat atau tanah sakral);

3. Unsur hewan terdiri atas tiga jenis yaitu : hewan besar, hewan kecil dan unggas.7

Berdasarkan hukum adat, maka peranan hakim adat (Maktetun Lia Nain atau Lal Gomo) sangat penting artinya dalam menyelesaikan sengketa adat. Penyelesaian sengketa adat menurut hukum adat sesuai dengan prinsip musyawarah dan sumpah (Nahe Biti Boot dan Hemu Ran) merupakan mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif dan fleksibel baik yang menyagkut sengketa individu, antar individu ataupun sengketa politik.

Deonisio Babo Soares 8 mendeskripsikan: “Nahe biti maka referensia ba fatin, espasu ka

fatin iha ne’ebe ko’alia, debate, resolve, isu/asuntu familia ka social boot liutan, nia sentidu liu ona suku diak diferensa, resolve dispute no resolve konflitu politika entre Timor Oan sira […] Nahe Biti haboot ona iha tinan 1974 atu resolve diferensa politika iha tinan 1974 hafoin funu sivil, no uza fila fali iha tinan 1999 ba objektivu ne’ebe hanesan mos”.

Dari pemikiran ini dapat ditarik unsur-unsur sebagai berikut: 1. Tempat penyelesaian sengketa.

2. Dialog dan debat.

3. Menyelesaikan masalah-masalah keluarga.

4. Menyelesaikan sengketa antar suco atau desa serta menyelesaikan konflik politik antar orang Timor-Leste.

Penyelesaian sengketa adat berdasarkan prinsip Nahe Biti Boot tersebut tidak termasuk kejahatan serius (serious crime) dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat lainnya, kecuali pelanggaran adat. Nahe Biti Boot juga dapat diartikan bentang tikar sebagai tempat untuk melakukan dialog panutan, salah satu tahap untuk memulai dialog, berdebat, menyelesaikan isu

7 Antonio Vicente Marques Soares, 2003, Pulau Timor : Sebuah Sumbangan Untuk Sejarahnya, Tanpa nama Penerbit. Hal. 22

8 Nahe Biti: The Philosophy and Process of Grassroots Reconciliation (and Justice) In East Timor.” The Asia Pacific Journal of Anthropology 5, no. (2004) :15-33, dalam Jose “Josh” Trindade..,.Op.cit. 24-25

(25)

24

atau masalah keluarga atau masalah sosial yang lebih besar, dapat mengharmoniskan kembali perbedaan, sebagai penyelesaian sengketa dan penyelesaian konflik politik antar orang Timor-Leste.

Fungsi Nahe Biti Boot dalam menyelesaikan konflik etnis sangat efektif karena:

“wainhira enkuandramentu konflitu ne’ebe konsentra iha estadu bele diak to’o nivel balun, presiza atu halo ijame ba enkuadramentu tradisional bazea ba komunidade atu buka oportunidade atu serbisu sinerjikamente hamutuk. Tamba Timor Lorosa’e iha Tradisaun ne’ebe riku tebes ba funsaun struktura social hirak mekanisme dame ne’ebe kontinua existe nafatin, influenza no lori baze lejitimidade ida-ne’ebe hatudu ona resileinsia / fleksibilidade” 9

Terjemahan bebasnya, “kalau terjadi konflik, perlu mencari penyelesaiannya berdasarkan hukum adat sesuai tradisi yang berlaku. Hal tersebut karena Timor-Leste kaya dengan tradisi yang tetap eksis sampai sekarang dan sangat efektif dalam penyelesaian sengketa. Setelah proses penyelesaian sengketa melalui Nahe Biti Boot, dilanjutkan sumpah dengan cara minum darah (Hemu Ran)”, yang bertujuan:

1. Sumpah setia minum darah untuk berperang, agar tidak ada yang saling mengkhianati.

2. Sumpah setia minum darah supaya tidak boleh saling menganggu atau menyerang (dari tingkat kampung, desa hingga kabupaten).

3. Sumpah minum darah setelah sengketa, dilakukan agar para pihak tidak mengulangi persengketaan lagi sebagai simbol persaudaraan para pihak.

Dalam Hemu Ran bisa juga mengunakan darah manusia atau darah binatang yang telah dipersembahkan, dicampur dengan arak (tuak Timor) ataupun dengan air “suci” oleh ketua adat atau air suci dari Gereja. Tujuannya untuk memberikan kekuatan agar mentaati sumpah dan bila melanggar sumpah adat tersebut akan mendapat kutukan. Menurut kepercayaan masyarakat Timor setiap konflik sosial hanya dapat diselesaikan dengan menciptakan keharmonisan.

9 The Asia Foundation, Law and Justice in East Timor; A survey of Citizen Awareness and Atitudes Regarding Law and

Justice in East Timor (2004). The report highlights the salient position customary practice hold in the perceptions of in East Timor. dalam Jose “Josh” Trindade..,.ibid. hal. 24

(26)

25

Tanja Hohe, 10mengatakan fungsi Hemu Ran sebagai berikut:

“Ba konflitu entre komunidade, maioria konflitu rai ka konflitu politika, bele sai lalais fali funu ida. Sira-nia rezolusaun tau fokus iha restorasaun duke hera’e ba kriasaun orden sosio kosmik. Mekanismu husi defende komunidade ka estabelesementu relasaun politika no diplomatika atu mosu. Dame hari’i liuhusi fundasaun liurai ka relasaun kaben hirak. Komunidade hirak koko atu buka ligasaun hirak hanesan ne’e iha istoria husi sira nia familia, ka sira hari’i fali ida-tan hodi tama iha hemu ran (juramentu) hodi nune’e sai maun alin, ka fo sira-nia oan feto sira ba kaben.

Adapun terjemahan bebasnya, ”Konflik-konflik di masyarakat kebanyakan berkaitan dengan persoalan tanah atau politik dapat memicu terjadinya sebuah peperangan. Oleh karena itu, untuk tidak mengulangi konflik-konflik tersebut maka mekanisme penyelesaiannya menggunakan pendekatan Hemu Ran yang lebih dipahami dalam konteks historis.

Namun demikian, hingga saat ini dalam penyelesaian setiap sengketa di Timor-Leste Uma

Lulik tetap memegang peran utama. Bertitik tolak dari penguraian dan analisa sebelumnya, maka

konsep Uma Lulik dapat dipahami sebagai simbol yang mengandung unsur-unsur esensial dan universal seperti:

1. Ketuhanan. 2. Kemanusiaan.

3. Persatuan dan kesatuan. 4. Permusyawaratan. 5. Adat istiadat. 6. Kekeluargaan.

7. Harmonisasi lingkungan dan kesejahteraan.

Karenanya, kedepan unsur-unsur Uma Lulik dapat digunakan sebagai dasar pijakan bagi pembangunan dalam segala aspek pembangunan Republik Demokratik Timor-Leste karena mengandung filosofi bangsa. Dalam membangun sistem hukum Negara Republik Demokratik Timor-Leste falsafah Uma Lulik, dapat dipergunakan sebagai norma dasar (Groundnorm) sekaligus

10 Tanja Hohe, 2003, Justice Without Judiciary. In : Conflict, Security & Development 3 : 3 December . p. 343 dalam Jose “Josh” Trindade …Ibid..Hal.26-27

(27)

26

sebagai cita hukum karena, dapat digunakan sebagai dasar, sumber dan pedoman dalam peraturan perundang-undangan Republik Demokratik Timor-Leste.

Uma Lulik sebagai filosofi dan ideologi bangsa membawa konsekuensi, semua peraturan

perundang-undangan harus mengacu pada falsafah Uma Lulik sebagai Norma Fundamental Negara (Staatsfundamentalnorm) dan aturan-aturan pokok negara (Verfassungnorm).

(28)

27

Untuk memahami nilai-nilai esensial dan universal Uma Lulik tersebut dapat di pahami dalam bagan berikut ini.

Bagan 1, Struktur Uma Lulik Boot: 11

11

Jose “Josh” Trindade …Ibid..Hal.20

Uma Lulik Boot (Raja)

Membru familia individual sira (anggota-anggota keluarga) Membru familia individual sira

(anggota-anggota keluarga)

Chefe Familia (uma Kain) Kepala Keluarga (satu rumah tangga) Keluarga-keluarga

Chefe husi suco nia (kepala desa) (masing-masing desa punya Uma Lulik Kecil)

Desa-desa /Suku Lain

Saling kerja sama dan menghargai Uma Lulik sira seluk(uma

Lulik lain yang sederejat)

(29)

28

Bagan 2 : Struktur Pemerintahan Tradisional, Susunan Pemerintahan Kerajaan Pulau Timor sebelum mengalami

perubahan tahun 1703, pada masa pemerintahan Portugis oleh Gubernur Jenderal Antonio Coelho Guerreiro.

Sumber : Antonio Vicente Marques Soares, 12

Keterangan, struktur sejarah organisasi pemerintahan Kerajaan Pulau Timor13 :

12

Antonio Vicente Marques Soares, 2003, Pulau Timor..Op.Cit.Hal. 21

Makfua’at / Makfanun

Makait Lulik

Dato Wain Maktudan Rai Lor

Mako’an maktetun Lia-Nain LIURAI (RAJA) LORO RIN-BESI SUKU FUKUN UMA KAIN KNUA Maromak Oan (Kaisar)

(30)

29 1. Eksekutif :

a. Kaisar bergelar “Maromak Oan-Maha-Toba-Mahemu-Toba” b. Kepala wilayah bergelar “Liurai” disamakan dengan Gubernur; c. Adipati bergelar “Loro” disamakan dengan Bupati;

d. Kepala wilayah Kecamatan bergelar “Rin Besi” disamakan dengan Camat; e. Kepala Suku bergelar “Nai Suku” disamakan dengan Kepala Desa.

f. Kepala Kampung bergelar “Katuas Knua atau Datuk” disamakan dengan Kepala Kampung atau Dusun.

g. Kepala lingkungan kecil bergelar “Makair Fukum eh Katuas Uma Knoik eh Ulun Hadak

Nen eh Ulun Ahi Matan” disamakan dengan Kepala Rukun Tetangga (RT) ; dalam hal

tertentu kepala Lingkungan kecil ini bertindak sebagai Eksekutif, legislative dan yudikatif, karena kedudukannya sebagai ujung tombak pemerintah pusat di kalangan masyarakat. 2. Legislatif :

a. Lembaga Legislatif bergelar “Mako’an”

b. Lembaga Yudikatif bergelar “Maktetun Lia Na’in”

c. Lembaga Penghubung bergelar “Mahibuk Lia Na’in atau Makdale Lia Na’in”. 3. Pelaksana Pemerintahan Tingkat Tinggi :

a. Penanggungjawab di bidang kependudukan, pertanahan dan perekonomian bergelar “Dato

Wa’in”

b. Perantara khusus bagi Kaisar dengan aparat bawahannya bergelar “Makair Lulik”; c. Penanggungjawab angkatan perang dan ketertiban wilayah bergelar “Maktudan Rai Lor”

13 Ibid. Hal. 23

(31)

30

Bagan 1 mendiskripsikan hubungan antara Uma Lulik sebagai pusat dari kelompok-kelompok masyarakat yang tergabung dalam sebuah lingkungan yang disebut sebagai desa. Sedangkan desa sendiri terbentuk dari keluarga-keluarga maupun individu-individu dalam masyarakat.

Bagan 2 mendeskripsikan struktur pemerintahan tradisional masyarakat jaman dahulu yang terdiri dari lembaga-lembaga sebagai berikut, eksekutif, legislatif dan yudisial termasuk hubungan antar lembaga-lembaga tersebut. Lembaga-lembaga tradisional ini secara emberional terus mengalami perubahan dan penyempurnaan secara dinamis sesuai kebutuhan dan tuntutan perkembangan masyarakat. Perkembangan dan kemajuan seperti ini juga terdapat dalam Uma Lulik itu sendiri.

Falsafah Uma Lulik sebagai sumber dari segala sumber hukum, harus dijabarkan dalam peraturan perundang-undangan Negara Republik Demokratik Timor-Leste. Hal ini terbukti dari unsur-unsur esensial dan universal dari falsafah Uma Lulik sebagaimana tercantum dalam alinea 11 pembukaan Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste 2002 yang menentukan, “Interpretando o

profundo sentimento, as aspirações e a fé em Deus do povo de Timor-Leste” Atau : “Hodi interpreta povu Timór-Leste nia sentimentu kle’an, nia aspirasaun no nia fé ba Maromak”(Dengan

menafsirkan perasaan mendalam, cita-cita dan kepercayaan pada Tuhan dari rakyat Timor-Leste). Berdasarkan falsafah Uma Lulik maka semua peraturan perundang-undangan harus menjamin integrasi atau keutuhan ideologi dan teritori negara dan bangsa Timor-Leste. Hal ini sesuai dengan tujuan negara yang menegaskan tidak akan melepaskan bagian manapun dari wilayah Timor-Leste atas kedaulatan negara.

Mempertahankan dan menjamin kedaulatan Negara sesuai Pasal 1 ayat (1) tentang negara yang demokratis, berdaulat, merdeka dan bersatu, berdasarkan kekuatan hukum, keinginan rakyat dan kehormatan atas martabat manusia. Pasal 6 huruf a menentukan “untuk mempertahankan dan menjamin kedaulatan Negara”.

(32)

31

Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste juga menegaskan tentang prinsip demokratisasi yang harus diselenggarakan dalam suasana kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat secara seimbang. Prinsip demokratisasi tersebut tercermin dalam rumusan kalimat sesuai teori demokrasi populis “kedaulatan berada di tangan rakyat”, yang dibuktikan melalui pemilihan umum yang bersifat langsung, umum, bebas dan rahasia.

Pasal 2 ayat (4) Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste menentukan,”Negara akan mengakui dan menghargai norma dan adat Timor-Leste yang tidak bertentangan dengan Undang-undang Dasar dan Undang-Undang-undang apapun lainnya yang khususnya berkaitan dengan hukum adat”. Dalam kaitan dengan falsafah Uma Lulik, secara konstitusional Pasal 6 huruf g menentukkan, tujuan Negara

” untuk menegakkan dan menjunjung tinggi watak dan warisan budaya rakyat Timor-Leste”

Unsur keTuhanan dalam falsafah Uma Lulik diakui dalam Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste 2002 sebagaimana tertuang dalam pembukaan alinea 11 dan batang tubuh. Pasal 12 menetukan:

1. Negara akan mengakui dan menghormati agama masing-masing, yang bebas dalam penataannya dan pelaksanaan kegiatan sendiri, yang harus dilakukan sesuai dengan Undang-Undang dan hukum.

2. Negara akan memajukan kerja sama dengan agama yang turut menyumbang pada kesejahteraan rakyat Timor-Leste.

Pengakuan tentang unsur keTuhanan sebagaimana ditemukan dalam falsafah Uma Lulik secara konstitusional juga ditegaskan dalam Pasal 77 ayat (3) tentang Sumpah Presiden Republik Demokratik Timor-Leste “Saya bersumpah, demi Tuhan, demi Rakyat dan demi kehormatan saya

bahwa saya akan melaksanakan dengan kesetiaan fungsi-fungsi yang dipercayakan kepada saya, akan menaati dan menegakkan Undang-Undang dan hukum serta mengabdikan seluruh tenaga dan

(33)

32

pengetahuan saya untuk mempertahankan dan memantapkan kemerdekaan dan persatuan Negara”.

Unsur kemanusian dalam falsafah Uma Lulik juga ditegaskan dalam Pasal 10 konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste yang menentukan:

1. Republik Demokratik Timor-Leste akan mendukung perjuangan semua bangsa demi pembebasan nasional.

2. Republik Demokratik Timor-Leste akan memberikan suaka politik, sesuai dengan undang-undang, kepada warga Negara asing yang dianiayai sebab perjuangannya untuk pembebasan nasional dan sosial, pembelaan hak asasi manusia, demokrasi dan perdamaian.

Pasal 59 ayat (5) menentukan, “setiap orang berhak atas nikmat dan daya cipta budaya serta berkewajiban untuk melestarikan, melindungi, dan menghargai warisan budaya”. Formulasi dalam ketentuan ini menunjukkan secara eksplisit keterkaitan dengan unsur adat istiadat yang ditemukan dalam falsafah Uma Lulik.

Bertitik tolak dari paparan dan analisa ini, dapat dipahami bahwa unsur-unsur esensial dan universal yang terkandung dalam falsafah Uma Lulik juga diakui dalam Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste, sehingga cukup beralasan bila Uma Lulik dipertimbangkan sebagai falsafah Negara.

b. Idenfikasi Peraturan Perundang-undangan Republik Demokratik Timor-Leste. Dalam Regulasi UNTAET No.1 tahun 1999 menentukan, hukum yang berlaku di Negara

Republik Demokratik Timor-Leste adalah hukum yang berlaku sebelum tanggal 25 oktober 1999.

(34)

33

yang disahkan melalui Undang-undang Negara Republik Demokratik Timor-Leste No. 2 Tahun 2002 tentang penerapan hukum.

Ketentuan tersebut diperkuat dengan Undang-Undang No. 10 tahun 2003 tentang interpretasi terhadap ketentuan Pasal 1 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 yang isinya menentukan,“ penerapan peraturan perundang-undangan di Timor-Leste yakni berasal dari

Indonesia“. Namun kemudian dengan adanya Undang-Undang Republik Demokratik Timor-Leste

No. 1 Tahun 2003 tentang Status Hukum Benda-Benda tidak Bergerak yang masih memberlakukan hukum Portugis dalam pidang pertanahan, menimbulkan kekaburan norma sehingga membingungkan.

Berdasarkan Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste 2002, maka dapat diidentifikasi peraturan perundang-undangan sebagai berikut :

1. Constituição da República Democrática de Timor-Leste (Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste 2002).

Sejak kemerdekaan Timor-Leste 2002 hingga kini belum menetapkan Norma Fundamental Negara (Staatsfundamentalnorm). Oleh sebab itu, diperlukan Undang-Undang tentang Hirarki dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan yang memuat materi-materi substansial, termasuk norma fundamental Negara (falsafah Uma Lulik).

2. Leis do Parlemento Nacional (undang-undang dari Parlemen Nasional) dan Decretos-Leis do Governo (undang-undang usulan Pemerintah).

Undang-undang (Gesetznorm) merupakan salah satu bentuk peraturan perundang-undangan yang merupakan bagian dari sistem hukum nasional Negara Timor-Leste. Dalam pembentukan undang-undang di Timor-Leste, rancangan undang-undang yang berasal dari Parlemen Nasional disebut Projecto de Lei, Sedangkan rancangan undang-undang yang

(35)

34

berasal dari Pemerintah disebut Proposta de Lei, tetapi mempunyai kedudukan yang sama yaitu sebagai undang-undang.

Namun demikian, kedua macam undang-undang yang berasal dari Parlemen nasional dan pemerintah berbeda dalam bentuk, jenis dan materinya. Penyusunan Projecto de Lei oleh Parlemen Nasional berdasarkan Pasal (85) ayat 2 Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste 2002. Sedangkan Proposta de Lei dari pemerintah berdasarkan Pasal (96) Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste 2002.

3. Decretos do Governo (Peraturan Pemerintah), merupakan salah bentuk peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh pemerintah untuk menjabarkan dan menjalankan perintah undang-undang.

Decretos do Governo berfungsi sebagai instrument-instrumen hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan. Instrumen hukum dalam bentuk keputusan maupun peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah Republik Demokratik Timor-Leste ada yang bersifat umum, abstrak dan berlaku terus-menerus (dauerhaftig). Selain itu ada juga keputusan yang bersifat individual, konkrit, final dan menimbulkan akibat hukum yang dalam praktek pemerintahan dikenal dengan istilah penetapan.

4. Diplomas Ministeriais (Peraturan atau Keputusan Menteri).

Peraturan atau keputusan Menteri lebih bersifat mengatur yang ditujukan kepada banyak pihak. Akan tetapi selain itu ada juga keputusan menteri yang bersifat penetapan (beschiking).

Diploma Ministeriais ini lebih mengarah pada aturan pelaksana secara teknis yang sangat detail dalam satu instansi atau departemen seperti peraturan Kode Etik, peraturan Penjaga Penjara, peraturan Direktor Nasional dan lain-lain peraturan/keputusan.

(36)

35 5. Resoluções do Governo (Resolusi Pemerintah).

Resolusi Pemerintah secara substansial untuk menetapkan hal-hal seperti, memberikan persetujuan terhadap ketentuan-ketentuan tentang prosedur Dewan Menteri (Approval of the

Rulainles of Procedure of the Council of Ministers), pemberian medali penghargaan (Award of Medal of Recognition). Selain itu, resolusi pemerintah berfungsi untuk memberikan

persetujuan terhadap kebijakan-kebijakan nasional atas pendidikan (Approves the national

policy on education) dan lain sebagainya.

6. Resoluções do Parlemento Nacional (Resolusi PN).

Resolusi Parlemen Nasional menetapkan hal-hal seperti, Meratifikasi Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (Ratifying the United Nations Charter), memberi persetujuan kunjungan Presiden Republik ke luar negeri, pemilihan juru bicara Parlemen Nasional (Election of the

Speaker of the National Parliament), dan lain-lain.

7. Decretos Presidenciais (Keputusan/Dekrit Presiden).

Dalam Pasal 85 huruf a, c, f, g, i, dan j. Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste menentukan, Keputusan presiden dapat bersifat einmalig yang artinya keputusan tersebut hanya berlaku satu kali saja. Keputusan seperti ini biasanya bersifat “penetapan” (beschikking), yang norma hukumnya ditujukan kepada individu, karena bersifat konkrit, final dan menimbulkan akibat hukum selain itu, Keputusan Presiden bersifat einmalig karena dalam Decretos Presidenciais Republik Demokratik Timor-Leste hanya menetapkan Perdana Menteri (Appointment of the Prime Minister), menetapkan Duta Besar (Appointment of the Ambassador), Menetapkan Ketua MA (Appointment of the President of

(37)

36

menetapkan Negara dalam keadaan Darurat (appointment of emergency state), dll dengan persetujuan Parlemen Nasional berdasarkan Regimento do Parlamento Nacional.

8. Garis pedoman umum dari kebijakan pemerintah dan pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan pasal 116 huruf a Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste yang merupakan wewenang Dewan Menteri.

9. Instruções/Regulamentos Públicas (instruksi umum atau peraturan pelaksana). Bentuk instruksi umum menetapkan hal-hal seperti, pengeluaran dan pemakaian mata uang Koin di Timor-Leste (The Issuance and Use of Coins in Timor-Leste), peraturan dalam kampanye Pemilihan Umum (Regulation on the Electoral Campaign), Kode Etik Media professional (Code of conduct for Media Professionals), Kode Etik Pemantau Pemilu Nasional dan Internasional (Code of Conduct for National or International Electoral Observers), Amandemen Perturan-peraturan (Amending Regulations 190/STAE/04 and 191/STAE/04), dll.

10. Decisão judicial (putusan Pengadilan/jurisprudensi).

Diatur dalam Pasal 35 ayat (1), Pasal 118 ayat (3) Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste 2002.

11. Regimento Conselho de Estado (Tata Tertib Dewan Negara).

Diatur dalam Pasal 91 ayat (1) huruf e Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste 2002. 12. Regimento do Parlamento Nacional (Tata Tertib Parlemen Nasional).

Diatur dalam Pasal 95 ayat (4) huruf c, Pasal 99 ayat (2), Pasal 101 ayat (1), (2) Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste 2002.

13. Legislação da UNTAET, Legislação da Indonésia, Legislação da Portugues (peraturan UNTAET, Indonesia, Portugues).

(38)

37

Diatur dalam Pasal 165, 168, 169, Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste 2002. Pengaturan dalam Pasal 165 Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste 2002 menentukan, “Undang-undang dan peraturan-peraturan yang berlaku di Timor-Leste akan tetap berlaku berkaitan dengan semua hal, kecuali bila bertentangan dengan Undang-Undang atau asas-asas yang terkandung didalamnya“. Demikian juga pengaturan dalam Pasal 168 Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste 2002 menentukan, “Pemerintah yang diangkat berdasarkan Peraturan UNTAET No. 2001/28 akan tetap menjalankan fungsi-fungsinya sampai waktu Pemerintah pertama yang berdasarkan Undang-Undang diangkat dan dipersumpahkan oleh Presiden Republik, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang. “Pengaturan dalam Pasal 169 Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste menentukan, “Presiden yang dipilih berdasarkan Peraturan UNTAET No.2002/01 akan mempunyai wewenang dan akan memenuhi mandat sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang“.

Dalam melaksanakan kegiatan kenegaraan Dewan Negara maupun Anggota Parlemen Nasional tunduk pada Tata Tertibnya masing-masing. Anggota Parlemen Nasional dalam menyusun Rancangan Peraturan Perundang-undangan hanya tunduk pada Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste 2002 dan Tata Tertib Parlemen Nasional. Adapun landasan hukum pembentukan peraturan perundang-undangan Republik Demokratik Timor-Leste sebagai berikut:

1. Pasal 1 ayat (1) Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste 2002 yakni, Republik Demokratis Timor-Leste adalah Negara yang demokratis, berdaulat, merdeka dan bersatu, berdasarkan kekuatan hukum, keinginan Rakyat dan kehormatan atas martabat manusia. 2. Pasal 2 ayat (2) Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste 2002 yakni, Negara tunduk

(39)

38

3. Pasal 92 Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste 2002 yakni, Parlemen Nasional adalah lembaga kedaulatan Republik Demokratis Timor-Leste yang mewakili semua warga negara Timor-Leste dan diberikan wewenang legislatif, pengawasan dan pengambilan keputusan politik.

4. Pasal 95 ayat (1), (2) huruf e Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste 2002 menentukan:

Ayat (1) Parlemen Nasional berwewenang dan bertanggung jawab untuk membuat undang-undang mengenai persoalan-persoalan dasar yang menyangkut kebijakan dalam dan luar negeri.

Ayat (2) huruf e menentukan, Parlemen Nasional secara eksklusif, berwewenang dan bertanggung jawab untuk membuat undang-undang mengenai “Hak-hak, kebebasan dan jaminan”

Pasal 97 ayat (1) Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste 2002 menentukan, Wewenang untuk memprakarsai undang-undang dimiliki oleh:

a. Anggota Parlemen;

b. Fraksi-fraksi dalam Parlemen; c. Pemerintah.

Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Republik Demokratik Timor-Leste No.1/2002 tentang peraturan perundang-undangan yang diterbitkan (Publication of Acts), menentukan,” semua peraturan perundang-undangan dapat diundangkan dalam Lembaran Negara (Jornal da República)”.

(40)

39 c. Justifikasi.

Dalam bagian ini mengetengahkan justifikasi (pembenaran) secara yuridis konstitusional dan pembenaran teoritik berkaitan dengan naskah akademik Rancagan Undang-Undang tentang Hirarki dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan.

Secara konstitusional Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste 2002 Pasal 1 ayat (1) yo Pasal 2 ayat (2) menentukan, “Republik Demokratis Timor-Leste adalah Negara yang demokratis, berdaulat, merdeka dan bersatu, berdasarkan kekuatan hukum, keinginan Rakyat dan kehormatan atas martabat manusia“. Demikian juga Pasal 2 ayat (2) menentukan, “Negara tunduk pada Undang-Undang Dasar dan hukum”.

Bertitik tolak dari rumusan-rumusan tersebut, menunjukan secara jelas bahwa supremasi hukum dijunjung tinggi di Negara Republik Demokratik Timor-Leste, mengingat hal ini sesuai dengan salah satu syarat Negara hukum yaitu asas legalitas. Konsep Negara hukum menurut sistem civil law harus memenuhi 4 syarat sebagaimana dikemukakan, Yohanes Usfunan yaitu14:

1. Asas legalitas

2. Asas pembagian kekuasaan

3. Perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) 4. Pengawasan pengadilan (peradilan administrasi)

Asas legalitas merupakan asas yang mengilhami perlunya pembentukan legislasi nasional dalam bentuk undang-undang untuk menjalankan ide dasar negara hukum Negara Republik Demokratik Timor-Leste. Asas yang paling relevan dengan perancangan peraturan perundang-undangan (legislasi) yaitu asas legalitas. Asas ini mensyaratkan agar setiap tindakan pemerintah harus berdasarkan peraturan perundang-undangan “wetelijke gronslag”. Dengan landasan ini,

14Yohanes Usfunan, Perancangan Peraturan Perundang-undangan Yang Baik Menciptakan Pemerintah Yang Bersih Dan Demokratis, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Dalam Bidang Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana, 1-5- 2004, h.24.

(41)

40

Undang-undang dalam arti formal dan undang-undang itu sendiri merupakan tumpuan dasar tindakan Pemerintah dan Parlemen Nasional.

Oleh karena itu, pembentukan undang-undang merupakan bagian penting dari eksistensi suatu negara hukum termasuk Negara Republik Demokratik Timor-Leste. Hal ini berarti pembentukan undang-undang pada hakekatnya untuk mengatur hal-hal pokok yang didelegasikan oleh Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste. Oleh karena itu peraturan perundang-undangan termasuk Undang-Undang tentang Hirarki dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk harus benar-benar mencerminkan kepastian hukum dan keadilan sesuai cita hukum.

Dalam rangka mewujudkan cita hukum (Rechtsidee) sebagaimana tertuang dalam pembukaan dan batang tubuh Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste 2002, maka peraturan perundang-undangan yang diharapkan adalah peraturan perundang-undangan yang bersifat responsif, yang mampu memenuhi rasa keadilan dan menjamin hak asasi manusia sesuai dengan tuntutan dan harapan masyarakat.

Pembenaran teoritis yang diuraikan berikut ini pada dasarnya bertujuan untuk menjelaskan pentingnya pembentukan Undang-Undang tentang Hirarki dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan.

Hirarki Peraturan Perundang-undangan bertujuan untuk menjamim kepastian hukum dan mencegah konflik norma hukum (antinomy). Sebab menurut teori perjenjangan norma hukum (stufenbau teorie) Hans Kelsen15), norma hukum yang tingkatnya lebih rendah memiliki daya mengikat apabila bersumber dan berdasarkan norma hukum yang lebih tinggi. Relevansi teori ini dengan Undang-Undang tentang Hirarki dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan yaitu

15

Hans Kelsen, Teori Hukum Murni : Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif, Diterjemahkan Oleh Raisul Muttaqien, Nusemedia dan Nuansa, Bandung 1970. Hal. 242

(42)

41

sebagai dasar penciptaan harmonisasi dan sinkronisasi peraturan perundang-undangan guna mencegah penyalahgunaan wewenang, kesewenang-wenangan dan pelanggaran hak asasi manusia.

Menurut Teori Stufenbau, “Norma itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu

susunan hirarkis, dimana norma yang dibawah, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi. Norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada akhirnya berhenti pada suatu norma yang tertinggi yang disebut norma dasar atau Grundnorm atau fundamental norm”.16 Berdasarkan teori ini tata urutan atau susunan hirarkis dari tata hukum suatu negara dipostulasikan dalam norma dasar, yakni Konstitusi dalam arti materil,17 adalah urutan tertinggi didalam hukum nasional.

Dengan demikian teori ini sangat relevan dengan obyek penelitian ini, yaitu naskah akademik Undang-Undang tentang Hirarki dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan. Negara Republik Demokratik Timor-Leste menganut sistem pemerintahan semi-parlementer sehingga Parlemen Nasional merupakan lembaga negara mempunyai kekuasan membentuk peraturan perundang-undangan. Kewenangan Pemerintah Timor-Leste dalam menjalankan pemerintahan, bertanggungjawab atas pengarahan dan pelaksanaan kebijakan-kebijakan Negara. Dari prespektif hukum ketatanegaraan, konsep negara hukum merupakan objek studi yang selalu aktual untuk dikaji, karena pengertian negara hukum sejak zaman purba sampai sekarang masih terus berkembang. Di Timor-Leste istilah negara hukum sering diterjemahkan Estado de

direito (sama dengan rechtstaats atau the rule of law).

Dalam tradisi Anglo Amerika, konsep Negara hukum dikembangkan atas kepeloporan Albert Venn Dicey dengan konsep “The Rule of Law” yang meliputi:

16 Hans Kelsen, 1973, General Theory of Law and State, dalam Maria Farida Indrati Soeprapto,2004, Ilmu Perundang–

undangan, Dasar–dasar Pembentukannya, Kanisius, Yogyakarta, selanjutnya disebut Hans Kelsen II, hal. 8 17 Ibid.

(43)

42

1. Equality before the law artinya setiap manusia mempunyai kedudukan hukum yang sama dan mendapat perlakuan yang sama.

2. Supremacy of Law; artinya kekuasaan tertinggi terletak pada hukum. 3. Due Process of Law.18

Maksudnya pemerintah harus dapat melindungi kepentingan dan hak-hak rakyat karena hak-hak asasi itu dicantumkan dalam undang-undang dan Konstitusi sebagai sumbernya. Konsep Negara hukum rechtsstaat bertumpu pada sistem hukum civil law yang berkarakter administrative yang mengedepankan prinsip wetmatigheid yang kemungkinan menjadi rechtsmatigheid dan konsep Negara hukum the rule of law bertumpu pada sistem hukum common law yang berkarakter judisial dalam perlindungan hak-hak asasi manusia.

Oleh karena itu inti dari konsep negara hukum adalah negara yang berlandaskan hukum dan menjamin kepastian dan keadilan hukum bagi rakyatnya serta menghormati hak-hak asasi. Relevansinya dengan penelitian ini adalah dalam rangka implementasi konsep negara hukum di Negara Timor-Leste. Salah satu konsekuensi Negara hukum yaitu pembentukan peraturan perundang-undangan. Pada umumnya landasan pembentukan peraturan perundang-undangan sebagai berikut :

a. Landasan filosofis (filosofische grondslag), mengisyaratkan setiap pembentukan peraturan perundang-undangan itu bertitik tolak dari falsafah hidup bangsa, supaya mendapatkan pembenaran (rechtvaardiging) yang dapat diterima.

b. Landasan yuridis (rechtsgrond), mengisyaratkan agar setiap pembentukan peraturan perundang-undangan memiliki dasar keabsahan, baik yang bersifat formal maupun material.

Referensi

Dokumen terkait