http://www.karyailmiah.polnes.ac.id
PERAN INDEPENDENSI DEWAN PENGAWAS SYARIAH TERHADAP
LOYALITAS PENERAPAN SYARIAT ISLAM
Eko Adi Widyanto
(Staf Pengajar Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Samarinda)
Abstrak
Untuk menjaga akan ketaatan prinsip-prinsip syariah telah diterapkan di Bank Syariah, maka perlu suatu bagian khusus yang bertugas untuk mengatur, mengevaluasi dan menjamin aturan dan ketaatan tersebut telah dijalankan sesuai dengan regulasi yang berlaku. Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah salah satu bagian dari bank yang tugasnya memastikan bahwa bank telah mempertahankan ajaran syariah dalam kegiatan operasionalnya. Peran DPS sangat penting karena ditangannya keputusan ajaran Islam telah diterapkan dalam operasional bank syariah oleh suatu bank dengan sebenar-benarnya. Untuk itu Independensi adalah syarat mutlak yang diperlukan oleh DPS. Artikel ini mencoba untuk menelaah peran DPS dalam aspek Independensi, baik dalam penyampaian laporan maupun dilihat dari aspek tanggung jawab moral.
Kata kunci : Independensi, Dewan Pengawas Syariah, Bank Syariah
PENDAHULUAN
Dalam kurun beberapa tahun terakhir, di Indonesia banyak bermunculan lembaga-lembaga keuangan yang bernafaskan Islam. Ini ditandai dengan banyak bermunculannya lembaga-lembaga islam seperti Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), Asuransi Syariah (takaful), Pegadaian Syariah, Lembaga Amal Zakat Infaq Shadaqah (LAZIS) dan yang paling sering mendapatkan perhatian adalah Bank Syariah.
Umat Islam sebagai kelompok mayoritas yang ada di Indonesia saat ini mulai bisa menerima dan membuka diri dengan adanya alternatif baru yang ditawarkan oleh lembaga keuangan islam, khususnya bank syariah. Khusus untuk lembaga ini, antusiasme yang begitu besar telah terlihat dan hal ini semakin nampak dengan adanya dukungan dari pemerintah yang mewajibkan semua BUMN untuk memiliki unit syariah di daerah-daerah produktif.
Perkembangan ini meningkat dengan pesat baik dalam segi nasabah, omzet, maupun
asset-assetnya. Dari semua alasan yang dapat diterima akan adanya minat yang begitu besar pada bank syariah adalah adanya keyakinan bahwa dana yang mereka simpan telah melalui prosedur yang benar dan jauh dari hal-hal yang tidak bertentangan dengan syariat islam itu sendiri.
Namun, dalam suatu masyarakat
perbedaaan adalah sesuatu yang wajar, yang mana hal ini direspon dengan adanya sebagian masyarakat yang memiliki pendapat berbeda dalam menilai bank syariah, mereka yang umumnya mengetahui sifat dan karakteristik bank syariah
cenderung untuk tidak bersikap proaktif
dikarenakan mereka masih menganggap bahwa bank syariah yang ada sekarang masih belum sepenuhnya menjalankan syariat-syariat islam. Hal ini bisa terjadi karena mereka berpendapat bahwa sistem akuntabilitas pada bank syariah itu sendiri masih mengadopsi sistem akuntabilitas dari sistem konvensional yang masih baku, belum adanya teknis perhitungan dan penilaian yang benar-benar pasti untuk akuntansi syariah terutama dalam tataran teknis, dan yang terpenting, mereka berpendapat belum adanya jaminan bahwa bank
diharapkan. Bagi kebanyakan umat Islam yang taat pada ajaran agamanya, mereka akan berusaha menghindari praktek "Riba" seperti yang biasa dilakukan pada praktek bank konvensional.
Terlepas dari banyaknya pendapat yang berbeda-beda, bank syari'ah merupakan suatu jalan keluar alternatif yang dapat dijadikan pilihan bagi umat muslim untuk menyimpan dana supaya
tetap dapat memperoleh ketenangan dan
ketentraman batin yang mana bank syariah ini menjanjikan sesuatu yang berbeda dengan apa yang ditawarkan oleh bank konvensional, yaitu adanya jaminan bahwa apa yang mereka jalankan sudah sesuai dengan pemenuhan syariat islam dan adanya suatu keyakinan bahwa apa yang telah
dilakukan tidak melanggar prinsip syari'ah.
Sehingga, agar nasabah tidak merasa ragu dalam menggunakan fasilitas bank syari'ah, maka bank
syari'ah perlu menjaga kemurnian sistem
operasionalnya dari hal-hal yang mengakibatkan dilanggarnya prinsip-prinsip syariah.
Adanya situasi yang dikhawatirkan akan membuat turunnya minat serta menghambat
perkembangan bank syariah, dan untuk
menghindari dari hal-hal yang tidak diinginkan
mengingat adanya persepsi sebagian dari
masyarakat yang memandang negatif akan
hadirnya bank syariah mendorong pemerintah dan majelis ulama Indonesia untuk mempertimbangkan penyelesaian yang konkrit akan masalah yang timbul dan sedang terjadi dengan cara memberikan jalan keluar yaitu tindakan penyelesaian atas keresahan yang terjadi di masyarakat. Hal ini
nantinya diharapkan dapat menunjukkan
keseriusan sikap pemerintah dan MUI yang tulus
dalam mendengar aspirasi masyarakat dan
mencari solusi yang terbaik.
Merespon kuatnya tuntutan masyarakat
agar bank syariah lebih menunjukkan
“keislamiannya”, maka pada tanggal 15-16 Juni 1997 MUI dengan Dewan Syariah Nasional (DSN) memutuskan untuk mengeluarkan suatu aturan (fatwa) bahwa setiap bank syariah wajib memiliki suatu badan khusus yang merupakan bagian dari sistem organisasi bank syariah, yang bertugas
mengawasi proses kegiatan dan aktivitas
operasional bank syariah agar tetap berpegang pada ajaran islam dan tidak melenceng dari nilai-nilai syariah dalam proses kegiatan usahanya.
Sehingga menyikapi akan adanya tuntutan
tersebut, maka MUI pada Tanggal 1 Januari 1999, secara resmi membentuk suatu lembaga yang bertugas untuk mengawasi dijalankannya proses operasional yang sesuai dengan prinsip-prinsip islam pada bank syariah yang kemudian disyahkan dan dinamakan Dewan pengawas Syariah (DPS)
Bank syariah sebagai suatu lembaga keuangan alternatif dalam meyimpan dana memiliki suatu bagian khusus yang disebut dengan Dewan Pengawas syariah (DPS). DPS merupakan unit yang hanya dimiliki oleh perusahaan/organisasi yang dijalankan sesuai dengan syariat Islam.
Auditing Standard For Islamic Financial Institutions
(ASIFI) menetapkan standar untuk memberikan
pedoman mengenai pengertian, penunjukan,
komposisi, dan laporan dewan pengawas syariah untuk meyakinkan bahwa operasi, transaksi, bisnis lembaga keuangan tersebut dilaksanakan sesuai dengan aturan prinsip syariat islam (harahap, 2002). Dewan pengawas syariah ini bisaanya terdiri dari 3 orang atau lebih dengan profesi dan ahli dalam hukum-hukum islam dan berfungsi untuk memberikan fatwa agama terutama dalam produk-produk bank syariah kemudian bersama dengan dewan komisaris mengawasi pelaksanaannya (Muhammad, 2002). Intinya, tugas utama dari dewan pengawas syariah ini adalah mengawasi
pelaksanaan operasional bank dan
produk-produknya agar tidak menyimpang dari aturan syariah (Antonio, 1999).
Hampir semua bank syariah memiliki DPS. Idealnya DPS tidak bisa dipisahkan dari bank syariah itu sendiri meski sifatnya adalah badan evaluasi. Hal ini dikarenakan dalam Islam tidak mengenal pemisahan antara bisnis dan agama (Ihsan dan Prasetyaningrum, 2004). Berkaitan dengan pernyataan ini timbul sebuah pertanyaan yang dikemukakan oleh Karim (1999) bahwa independensi sangat mungkin tercederai oleh DPS. Hal ini timbul karena berbeda dengan auditor eksternal, anggota DPS adalah berasal karyawan dan digaji oleh bank tersebut. Hal ini menjadi perdebatan karena salah satu tugas DPS selain menerbitkan fatwa, mereka juga membuat laporan Independensi kepada Shareholder. Dengan kondisi
tersebut wajar timbul pertanyaan tentang
independensi pada Dewan Pengawas Syariah
PEMBAHASAN
Dewan pengawas syariah merupakan profesi yang lahir dan besar dari tuntutan publik akan adanya suatu jaminan akan penerapan konsistensi dan loyalitas dalam syariat islam. Jasa profesional dari DPS merupakan kewajiban yang harus diemban olehnya sebagai pihak yang diserahi tanggung jawab untuk membuat pelaporan dan verifikasi yang mana nantinya output yang telah dihasilkannya tidak hanya digunakan oleh klien (pihak bank ybs), namun juga oleh pihak ketiga atau public (investor/pemegang saham, kreditor, pemerintah, masyarakat dll). Khususnya
http://www.karyailmiah.polnes.ac.id
dalam hal pengendalian dan pengambilan
keputusan decision making. Oleh karenanya, posisi DPS adalah sangat vital karena meski mereka bekerja selayaknya auditor untuk kepentingan klien (bank) dan juga untuk kepentingan pihak ketiga yang memiliki kepentingan terhadap laporan keuangan. Setiap pernyataan yang dikeluarkannya atau setiap apa yang difatwakan/diputuskan adalah menyangkut sesuatu yang sangat prinsipil karena terkait dengan aqidah dan keyakinan dari orang-orang yang berada dalam lingkup kerjasama dengan organisasi yang menaungi mereka dan pihak ketiga (bank)
Agar masyarakat bisa memahami arti hadirnya lembaga ini dalam menjunjung tinggi nilai-nilai syariah, maka lembaga ini memegang peranan besar dalam meyakinkan masyarakat bahwa apa yang dilakukan oleh bank sudah benar-benar sesuai syariah karena ada fungsi kontrol dari lembaga ini secara langsung dalam proses kegiatan usaha bank syariah tersebut. Dengan adanya jaminan ini, maka diharapkan masyarakat akan dapat membuka diri dan menerima bank syariah dalam aspek aktivitas ekonomi mereka dan dapat merubah sikap mereka yang selama ini
cenderung skeptis terhadap bank syariah.
Sehingga pada akhirnya dapat meyakinkan
masyarakat untuk bertransaksi dengan bank syariah
Mengingat vitalnya fungsi lembaga ini dalam meyakinkan masyarakat, khususnya untuk menggunakan jasa bank syariah dalam aktivitas ekonomi mereka, maka DPS haruslah memiliki sifat Independen, objektif, jujur dan bebas dari konflik kepentingan (conflict of interest) layaknya seorang auditor. Sikap ini sangat diperlukan mengingat DPS sebagai patokan masyarakat dan merupakan pedoman bagi mereka untuk meyakini bahwa langkah yang mereka pilih (menggunakan jasa bank syariah) bukanlah suatu kesalahan. Tidak berbeda jauh dengan akuntan publik, DPS juga harus dapat bersikap independen. Menurut Ikhsan dan Kristin (2003) independensi DPS mencakup 2
bagian yaitu independence in fact dan
independence in appearance. Mulyadi (1990)
mengatakan bahwa independensi merupakan salah satu kode etik profesi akuntan publik dan merupakan kejujuran dalam diri akuntan untuk
mempertimbangkan fakta-fakta yang bersifat
objektif dan tidak memihak dalam merumuskan dan menyatakan pendapat. Sedangkan Kode Etik Akuntan (1994) menyatakan bahwa independensi adalah sikap yang diharapkan dari seorang akuntan publik untuk tidak mempunyai keinginan pribadi dalam melaksanakan tugasnya yang
bertentangan dengan prinsip integritas dan
obyektifitas.
Pernyataan diatas mengindikasikan bahwa
penilaian masyarakat terhadap independensi
berpengaruh sangat besar bagi apresiasi baik terhadap bank syariah. Jika terjadi suatu masalah
pada bank syariah yang diakibatkan oleh
kesalahan DPS, apalagi hal tersebut berhubungan dengan pelanggaran independensi, sehingga hal ini
diketahui oleh masyarakat, maka besar
kemungkinan hal ini akan digeneralisasikan sehingga jika masyarakat mempersepsikan bahwa DPS gagal mempertahankan independensinya,
maka akan mempengaruhi kepercayaan
masyarakat terhadap laporan yang dikeluarkan DPS. Intinya, laporan yang dikeluarkan oleh DPS pun patut dipertanyakan kelayakannya.
Adanya desakan yang kuat terhadap independensi DPS pada dasarnya terjadi karena adanya desakan pada bank syariah untuk memberikan real guarantee bahwa suatu laporan tentang kegiatan operasional bank syariah adalah benar-benar seusai dengan syariat Islam dan dapat dipertanggungjawabkan oleh DPS selaku pihak yang melakukan fungsi kontrol terhadap jalannya aktivitas organisasi yang mana dengan adanya jaminan ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan para pemakai laporan operasional bank syariah (nasabah, manajemen dan investor) agar tetap yakin bahwa tidak ada pelanggaran yang sengaja dilakukan oleh pihak internal (bank syariah) dalam kegiatan operasional mereka.
Masih adanya keraguan akan kredibilitas bank syariah dalam menerapkan prinsip syariah dapat dirujuk dari penelitian yang dilakukan oleh Gunawan (2003). Berdasarkan survey penelitian tentang preferensi masyarakat mengenai bank syariah yang dilakukan oleh Bank Indonesia bekerjasama dengan lembaga perguruan tinggi ditemukan bahwa adanya keraguan masyarakat terhadap kepatuhan syariah oleh bank syariah
menempati urutan pertama dalam
mempertanyakan loyalitas bank syariah dalam menjalankan aktivitas kegiatan usahanya. Bahkan dalam penelitian tersebut menjelaskan bahwa sebagian masyarakat cenderung untuk berhenti menjadi nasabah bank syariah karena adanya keraguan akan konsistensi penerapan prinsip syariah, selain karena pelayanan yang kurang memuaskan (BI, 2000). Hasil penelitian lainnya juga menyebutkan bahwa kualitas pemahaman prinsip-prinsip syariah dalam transaksi perbankan adalah sangat vital untuk meningkatkan keyakinan masyarakat akan profesionalitas pengelola bank syariah, dalam hal ini adalah manajemen bank syariah dan dewan pengawas syariah. Dengan posisinya yang sejajar dengan dewan komisaris, maka DPS akan memiliki suara yang kuat sehingga ia merupakan lembaga yang sangat berpengaruh dan merupakan tokoh kunci yang menjamin bahwa kegiatan operasional bank sesuai dengan aturan prinsip syariah
syariah bukannya tanpa kelemahan. Meski pengawasan telah disempurnakan, dan system telah dibentuk dan diciptakan dengan sedemikian rupa, namun masih saja ada titik lemah yang masih perlu mendapat perhatian. Sebagai lembaga tertinggi, DPS hampir memutuskan semua dan mengambil kebijakan dari apa yang telah mereka rundingkan antar anggota. Hal ini menjadikan
mereka sebagai suatu lembaga “super power”
karena tidak ada lembaga diatas mereka yang dapat mengontrol dan mengawasi segala kebijakan yang dikeluarkan atas keputusan yang telah atau akan dikeluarkan. Sehingga segala fatwa yang dikeluarkan oleh mereka terkait dengan mekanisme kerja dari pengawasan yang mereka lakukan adalah sesuatu yang hampir tidak pernah dipertentangkan.
Kembali kepada sifat para anggota DPS itu sendiri sebagai manusia yang tidak luput dari kekhilafan. DPS sebagai manusia juga bisa berbuat kesalahan. Namun dilihat dari kedudukannya sebagai lembaga yang membawahi beberapa bagian atau divisi, setiap anggotanya dapat memiliki kesempatan untuk mendapatkan “sesuatu yang lebih dari yang mereka dapatkan sekarang”.
Terkait dengan independensi yang harus
dijaganya, bagi DPS juga tersedia “space to take
opportunity” agar dapat meningkatkan kualitas
kesejahteraan personal. Hal ini merupakan suatu “godaan” yang berhembus dengan kuat pada integritas, moralitas, etika dan tanggung jawabnya
sebagai orang yang dipercaya untuk
mendistribusikan kesejahteraan masyarakat
(manusia) lewat organisasi seperti apa yang disampaikan oleh Triyuwono dalam artikelnya menyangkut konsep Shari’ate Enterprise Theory (2000)
Karena statusnya yang sangat
berpengaruh pada organisasi Bank Syariah inilah maka jika ada suatu pelanggaran, ketidakwajaran, dan penyimpangan yang terjadi terkait dirinya sebagai lembaga yang tertinggi (setingkat dewan komisaris) pada bank syariah, maka perlu ada pertanyaan yang perlu dikemukakan mengapa hal tersebut terjadi? Benarkah hal tersebut hanya faktor ketidaksengajaan semata (human error)? Apakah ada hal-hal lain di balik itu yang perlu perhatian khusus untuk mengetahuinya? Jika hal tersebut terjadi karena disebabkan oleh suatu
kesengajaan, motivasi apa yang melatar
belakanginya? Mengapa ia tidak bertindak dengan semestinya? Apa yang mendorongnya mengambil
konsekuensi mengingkari kepercayaan dan
kewajiban yang disematkan kepadanya? Benarkah apa yang dilakukannya hanya semata-mata karena materi, ataukah ada hal-hal lain dibalik itu yang
Sekian banyak pertanyaan menjadi
pemikiran untuk meneliti lebih jauh lagi tentang independensi DPS dalam menjalankan tugas, fungsi serta kapasitasnya dalam organisasi dan sistem kerja. Banyak pertanyaan yang dijawab. Dari hasil deskripsi diatas, maka perlu kiranya penelaahan lebih jauh dari sudut pandang yang berbeda-beda, namun tetap dalam satu fokus utama yaitu independensi.
Penelitian tentang independensi terutama dalam bank syariah ini perlu dan penting untuk dilakukan mengingat masih minimnya penelitian yang menitikberatkan pada aspek independensi
terutama pada suatu lembaga/badan yang
bernama Dewan Pengawas Syariah. Penelitian serupa telah banyak dilakukan namun dalam lingkup yang berbeda, objek yang berbeda dan penugasan dalam system kerja yang berbeda pula. Sebelumnya penelitian serupa banyak dilakukan namun telaah yang dilakukan difokuskan pada aspek independensi seorang akuntan public (auditor).
Alasan mengapa penulis mengemukakan sikap independensi yang sering digunakan untuk mengukur kinerja dari seorang auditor adalah karena system kerja antara DPS dengan seorang auditor hampir serupa meski tidak seluruhnya sama. Karim (1990) mengatakan bahwa ada sejumlah persamaan mendasar antara system kerja DPS dengan akuntan publik (auditor). Keduanya sama-sama mengeluarkan laporan yang bertujuan untuk memverifikasi kewajaran laporan keuangan hasil operasional organisasi. DPS memberikan jaminan apakah aktivitas operasional bank, seperti yang dicerminkan dalam laporan keuangan telah sesuai dengan prinsip-prinsip dan
nilai-nilai islam (syariah) sedangkan auditor
(eksternal) mengkonfirmasikan apakah laporan keuangan tersebut fair tentang posisi keuangan bank dalam bentuk laporan opini.
Bertolak dari pemikiran diatas maka haruslah dicari sebuah solusi dan diberikan perhatian lebih jauh tentang aspek-aspek yang mempengaruhi seorang DPS dalam mengambil suatu keputusan terkait dengan independensi, apakah ia mampu secara konsisten dapat menerapkan syariat islam terkait dengan fungsinya sebagai fungsi kontrol perusahaan? Faktor apa
saja yang dipertimbangkannya dalam
mengeluarkan kebijakan serta sejauh mana ia mampu bersikap independent, objektif dan Fair (jujur) dalam menjalankan tugas dan kewajibannya serta menerapkan syariat islam dalam bank syariah sesuai fungsinya sebagai controllership dan kapasitasnya sebagai pengawas dalam kegiatan operasionalisasi bank syariah.
http://www.karyailmiah.polnes.ac.id
KESIMPULAN
Independensi DPS dilihat dari ketaatan suatu organisasi/badan usaha (bank syariah) dalam menerapkan komitmen pada prinsip-prinsip bisnis yang sesuai dengan syariat Islam. Atas dasar tersebut, keputusan/fatwa yang diterbitkan tidak terpengaruh atas desakan pihak-pihak tertentu, dalam hal ini manajemen di bank tempat DPS bekerja meski ketegangan antara pihak manajemen bank dengan DPS kadangkala masih terjadi. Tekanan pada umumnya disebabkan karena pihak manajemen bank lebih banyak memberikan penekanan pada aspek finansial ekonomi dibandingkan dengan aspek religius. Hal ini merupakan dilema bagi DPS. Laporan yang menghasilkan pelanggaran akan merugikan badan usaha tempat DPS bekerja. Selain itu juga motif untuk melindungi tempat bekerja mungkin saja memberikan motivasi mengabaikan aspek religius dalam penerapan syariat Islam.
Bank Indonesia yang membawahi divisi syariah perlu mencari solusi bagaimana hal yang mungkin bisa menjadi perdebatan ini dapat diselesaikan dengan segera. Langkah-langkah preventif mungkin bias diawali dengan cara memberikan wacana untuk membentuk sebuah lembaga independent yang khusus mengawasi ketaatan penerapan prinsip syariah yang konsisten tanpa harus menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya pelanggaran prinsip syariah dikemudian hari. Mungkin dengan tindakan ini, diharapkan tingkat kepercayaan masyarakat akan perbankan syariah di Indonesia dapat lebih baik dari sebelumnya. Lebih penting dari tersebut, hal ini
diharapkan akan dapat mengembangkan
sosialisasi, generalisasi dan peningkatan
kepercayaan terhadap perbankan syariah di Indonesia secara signifikan.
DAFTAR PUSTAKA
Agustianto. Dewan pengawas syariah dan
manajemen resiko di bank syariah. AZ Zahra. Jakarta
Antonio, M. Syafi’i. 1999. Bank syariah wacana ulama dan cendikiawan. Tazkia Institute. Jakarta
Huda, Maslakul. 2010. Optimalisasi dewan
pengawas syariah perbankan syariah. jakarta
IAI, 2004. kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan bank syariah. IAI. Jakarta
IAI. 2004. Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan Akuntansi perbankan Syariah (PSAK No. 59). IAI. Jakarta
Idat, Dhani Gunawan. 2003. trend bank Syariah : Penurunan Terhadap Kepatuhan Prinsip Syari’ah, Media Akuntansi, Edisi 33, Mei, p. 30-31
Ikhsan, Arfan & A.K Prasetyaningrum. 2004. “Aspek Religiusitas dan Independensi Auditor Eksternal serta Dewan Pengawas Syariah pada Bank-bank Syariah di Indonesia”.
Purwataatmadja, K & Antonio. 1992. apa dan bagaimana Bank Islam. Dana Bhakti Wakaf, yogyakarta.
Sunandar, Heri. 2005. Peran dan fngsi dewan
pengawas syariah dalam perbankan
syariah di Indonesia. Hokum Islam, Vol. IV, No. 2.
Tomkins, C. & Karim, R.A.A. 1987. The Sharia and Its Implications For Financial Analysis : An Opportunity to Study Interactions Between Society,. “Organizations and Society”. The
American Journal of Islamic Social