PENGARUH PERTUKARAN ION TERHADAP FLY ASH UNTUK MEMBUAT
ADITIF OIL WELL CEMENT DARI SEMEN TIPE “A”
Rahmat Hidayat
1dan M.Nasikin
21Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia
2Riset Grup Rekayasa Produk Kimia dan Bahan Alam, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik,
Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia E-mail: rahmat.hidayat92@ui.ac.id
Abstrak
Proses cementing pada pengeboran minyak bumi menggunakan semen tipe “G” atau oil well cement.
Untuk mendapatkannya di lakukan penambahan aditif pada semen tipe “A”. Salah satu aditif yang
bisa dipakai ialah fly ash dari pembakaran batubara. Meskipun Indonesia memiliki unit
pembakaran batubara namun fly ash-nya belum memiliki kriteria sebagai aditif oil well cement
karena memiliki porositas yang rendah serta densitas yang tinggi. Densitas yang tinggi dari fly ash
ditandai dengan tenggelamnya fly ash dalam air. Hal ini diakibatkan oleh tingginya kadar kalsium.
Penelitian ini bertujuan membuat aditif untuk oil well cement dari fly ash dengan cara menggantikan
kalsium dengan aluminium melalui metode pertukaran ion. Jari-jari atom aluminium yang lebih
kecil dari kalsium dapat membuat rongga antar kristal dan meningkatkan porositas yang ditandai
dengan mengapungnya fly ash. Analisa ICP dan AAS dipakai untuk menentukan kadar kalsium dan
aluminium dalam fly ash. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertukaran ion ammonium karbonat
berhasil menukar kalsium sebesar 1.9 µg/g fly ash. Sedangkan pertukaran aluminium nitrat berhasil
menukar aluminium hingga 1885 µg/g fly ash yang juga terindikasi dengan adanya 30% fly ash
yang mengapung.
Kata Kunci : aluminium; daya apung; fly ash; kalsium; pertukaran ion
Abstract
Cementing process on petroleum drilling use cement type “G” or oil well cement. It can be obtained
by adding additives to cement type “A”. One of the additives which can be used is fly ash from coal
combustion. Although Indonesia has coal burning units, but the fly ash not a criteria as additives oil
well cement due to low porosity and high density to sink in water. It is caused by high calcium
levels. This research aims to make the cavity between the crystal and increase porosity marked with
floating fly ash. ICP and AAS analysis used to determine the rate of calcium and aluminium in the
fly ash. The result showed that calcium ion exchange successfully convert 1.9 µg/g fly ash with
1885 µg/g fly ash aluminium and 30% fly ash that float.
Keywords : aluminium; calcium; fly ash; ion exchange; floacity
1. Pendahuluan
Kegiatan penyemenan (cementing) selubung sumur minyak bumi adalah salah satu faktor penting dari
aktifitas pengeboran sumur minyak bumi. Pentingnya penyemenan berkaitan dengan keberhasilan produksi, keselamatan dan biaya, hal ini sesuai dengan tujuan dari kegiatan penyemenan. Semen yang digunakan adalah
oil well cement yang biasa dibuat dengan menambahkan aditif kepada semen biasa agar menjadi oil well cement. Salah satu aditif yang bisa digunakan ialah fly ash. Pembuatan oil well cement dengan menggunakan fly ash import telah dilakukan dan telah menunjukkan produk komersil. Akan tetapi, fly ash yang dihasilkan dari pembakaran batubara Indonesia tidak bisa digunakan sebagai aditif oil well cement. Oleh karena itu perlu dilakukan pengolahan fly ash Indonesia agar memenuhi spesifikasi aditif oil well cement.
Perbedaan fly ash import dan yang dari Indonesia disebabkan oleh jenis batubara yang digunakan untuk menghasilkan fly ash tersebut. Perbedaan jenis ini menghasilkan berbedanya densitas dan porositas sehingga menyebabkan fly ash Indonesia menjadi lebih berat dan tenggelam ke dalam air dibandingkan fly ash import yang bisa mengapung di air. Fly ash yang memiliki porositas yang tinggi dan densitas yang rendah jika dicampurkan kedalam semen biasa membuat semen memenuhi kriteria oil well cement dalam hal densitas. Perbedaan densitas antara fly ash import dan dalam negeri bisa disebabkan oleh perbedaan komposisi senyawa pada kedua fly ash. Atas dasar perbedaan komposisi, maka diperlukan adanya suatu usaha agar fly ash di Indonesia bisa menjadi fly ash yang dapat digunakan sebagai aditif proses cementing seperti fly ash yang di import dari Australia.
Fly ash adalah senyawa yang dominan berisi silika (sekitar 60%) dan aluminium oksida (sekitar 35%). Komposisi ini berbeda untuk masing-masing tingkatan fly ash yang bertingkat dari kelas A sampai N. Pada penelitian ini, jika mengacu pada tulisan Heidrich [1] yang membagi fly ash berdasarkan kandungan kalsiumnya maka fly ash Suralaya sekelas dengan fly ash Australia yaitu kelas F dengan kandungan kalsium kurang dari 5%. Meskipun telah tergolong setipe, tetapi fly ash Suralaya tetap tenggelam di air. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan kalsium pada dua jenis fly ash ini tidaklah berpengaruh begitu besar kepada porositas dan densitas. Yang menjadi perbedaan kedua fly ash ini adalah komposisi antara kalsium dan aluminium. Pada fly ash Suralaya kandungan kalsium sebesar 3.7% dan aluminium 17.69%, sementara pada fly ash Australia, kalsium terdapat sebesar 1.3% dan aluminium 30.69%.
Pencampuran fly ash dengan semen untuk
meningkatkan mutu semen telah dilakukan oleh Prihatmaji [2], Reiner and Rans [3], dan lain-lain. Penelitian ini ditujukan untuk mendapatkan semen yang memiliki kekuatan sebagai bahan konstruksi bangunan, sementara oil well cement memiliki karakteristik yang berbeda dari semen beton. Penelitian ini bertujuan untuk membuat fly ash Indonesia bisa digunakan sebagai aditif oil well cement menggunakan proses pertukaran ion..
Komponen yang sangat diperhatikan dalam fly ash ada 3 yaitu silika, aluminium, dan kalsium. Silika sebagai
aluminium adalah ion-ion yang ada pada fly ash. Ion kalsium memiliki jari-jari sebesar 1 pm, sementara ion aluminum memiliki jari-jari yang lebih kecil yaitu sebesar 0.5 pm. Apabila atom kalsium diganti dengan aluminum membuat fly ash menjadi lebih berongga serta membuat densitas menjadi lebih berkurang Pada penelitian ini, penggantian ion kalsium dengan aluminium menggunakan metode pertukaran ion. Kadar kalsium ditentukan dengan metode ICP (Inductively Coupled Plasma), sedangkan kadar aluminium ditentukan dengan metode AAS.
2. Metode Penelitian
2.1 Bahan
Bahan yang digunakan adalah fly ash, ammonium karbonat, aluminium nitrat, serta aquadest sebagai pelarut.
2.2 Tahap A
Fly ash dilarutkan kedalm ammonium karbonat untuk
terjadi pertukaran ion kalsium. Sampel kemudian dikalsinasi berdasarkan penelitian Syamsudin [4] dan dilarutkan lagi ke dalam aluminium nitrat.
3. Hasil dan Pembahasan
Penelitian ini didasarkan pada porositas yang rendah dari fly ash yang berasal dari PLTU Suralaya akibat kadar kalsium yang tinggi. Pertukaran ion dilakukan untuk menurunkan kadar kalsium digantikan dengan aluminium. Bab pembahasan ini akan mendiskusikan tentang pengaruh pertukaran ion terhadap porositas fly ash yang ditandai dengan kemampuannya untuk mengapung. Selain itu, untuk melihat perubahan struktur kristal dan jarak dari kristal fly ash dilakukan dengan XRD.
3.1 Pertukaran Ion Kalsium Dalam Fly Ash Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
CaO (s) + (NH4)2CO3 (aq) à CaCO3 (s) + (NH4)2O (aq)
(4.1)
Dari hasil dari analisa ICP yang dilakukan terhadap sampel fly ash dengan waktu variasi 1 jam, 2 jam, dan 3 jam. Didapat data berikut:
Tabel 1 Kandungan Kalsium yang Tertukar
No Waktu
Sampel (jam)
Kalsium yang Tertukar (µg/g fly ash)
1 1 1.9
2 2 0.55
3 3 0.6
Berdasarkan dari data yang didapat maka dapat diindikasikan bahwa terjadi reaksi antara ammonium karbonat dan kalsiumdari fly ash sehingga ammonium
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat peristiwa pertukaran ion antara fly ash dan ammonium karbonat pada waktu 2 jam dan 3 jam dapat dilihat bahwa semakin tinggi waktu pertukaran ion maka akan membuat banyaknya ion kalsium yang terlarut menjadi kalsium karbonat menjadi rendah.
Berdasarkan data yang didapat dari fly ash Suralaya, kandungan kalsium oksida dari fly ash adalah sebesar 3.7 persen massa, maka berdasarkan reaksi ion:
CaO àCa2+ + O2- (4.2)
Massa kalsium oksidanya adalah dari 20 gram fly ash adalah 0.74 gram. Dengan nilai mol sebesar 0.013 mol. Maka massa kalsium yang ada adalah sebesar 0.53 gram. Berdasarkan data sebelumnya, maka massa kandungan kalsium dari sisa fly ash adalah sebesar:
Tabel 2 Data Keseluruhan Masssa Kalsium N o Wak tu samp el (jam ) Massa Kalsi um Awal (g) Massa Kalsi um Hasil ICP (g) Massa Kalsiu m Sisa (g) Persent ase Peubah an Massa (%) 1 1 0.53 3.8 x 10-5 0.5299 62 0.0072 2 2 0.53 1.1 x 10-5 0.529989 0.0021 3 3 0.53 1.2 x 10-5 0.5299 88 0.0023
Berdasarkan data persentase perubahan massa, maka pada kondisi ini seolah-olah hampir tidak terjadi proses pertukaran ion antara kalsium pada fly ash dan ammonium karbonat karena sangat sedikitnya kalsium yang terangkat di larutan.
3.2 Proses Pertukaran Ion Aluminium
Fly ash yang telah dikalsinasi direaksikan dengan aluminium nitrat sehingga membentuk aluminum oksida. Aluminium oksida berasal dari reaksi ammonium oksida hasil dari proses pertukaran ion sebelumnya dengan aluminium nitrat. Pada reaksi ini akan terbentuk aluminium oksida yang kemudian masuk dalam fly ash memenuhi senyawa dari fly ash itu sendiri. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
2Al(NO3)3 (aq) + 3(NH4)2O (aq) à Al2O3 (s) +
6NH4NO3 (aq) (4.3)
Berdasarkan data AAS yang didapat, maka kandungan aluminium hasil analisa AAS adalah sebagai berikut:
Tabel 3 Data Kandungan Aluminium hasil AAS
No Waktu Kandungan Aluminium
(µg/mL)
1 1 jam 203.42
2 2 jam 186.32
3 3 jam 181.99
Dengan menggunakan aluminium sebanyak 70
mL, maka grafik perubahan massa aluminium
yang tertukar adalah:
Gambar 1 Pengaruh Waktu Terhadap Jumlah Aluminium
Berdasarkan teori semakin lama waktu pertukaran ion antara fly ash dan aluminium nitrat maka akan membuat banyaknya ion aluminium yang tersisa semakin kecil. Hal ini disebabkan adanya ion aluminium yang bereaksi dengan ammonium oksida yang kemudian akan membentuk aluminium oksida. Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa
aluminium bereaksi dari berkurangnya massa
aluminium. Aluminium nitrat yang digunakan sebanyak 0.0019 mol. Dengan reaksi ionnya:
Al(NO3)3 àAl3+ + 3NO3- (4.5)
Maka massa aluminium yang diketahui dari perbandingan mol sebesar 0.0504 gram. Berdasarkan data hasil AAS, maka didapatkan perubahan massa aluminium sebagai jumlah alumunium yang bereaksi dan masuk ke dalam fly ash yaitu:
Tabel 4. Massa Aluminium Keseluruhan Wakt u Samp el (jam) Massa Aluminiu m Awal (g) Massa Aluminiu m Hasil AAS (g) Massa Aluminiu m Yang Tertukar (g) Aluminiu m yang Tertukar (%) 1 0.0504 0.0142 0.0364 72.22 2 0.0504 0.013 0.0374 74.29 3 0.0504 0.0127 0.0377 74.80
Berdasarkan Tabel.4 terindikasi bahwa semakin bertambahnya waktu membuat semakin banyak aluminium yang bereaksi dan ikut tercampur ke dalam fly ash. Aluminium inilah yang berperan penting dalam membuat banyaknya fly ash bisa mengapung di air. 3.3 Massa fly ash yang Mengapung
Analisa kandungan massa menggunakan massa dihitung berdasarkan fly ash sisa yang tidak mengapung yang dikurangi terhadap massa fly ash awal. Massa fly ash yang digunakan adalah 100 gram. Berdasarkan percobaan, didapatkan persentase massa yang berkurang sebagai berikut:
Tabel 4. Massa yang Mengapung
Waktu (jam) Massa (%)
1 jam 19.5061
2 jam 22.91817
3 jam 33.86718
Sehingga bisa didapatkan grafik berikut:
Gambar 2. Pengaruh Waktu Terhadap Massa Berdasarkan teori sebelumnya maka semakin lama waktu pertukaran ion maka juga akan membuat semakin banyak perubahan massa yang terjadi karena fly ash yang telah mengalami proses pertukaran ion akan
3.4 Hubungan Kalsium dan Aluminium dengan Massa yang Mengapung
Berdasarkan analisa ICP terhadap kalsium yang mengalami proses pertukaran ion serta analisa terhadap perubahan massa maka bisa dibandingkan sesuai gambar berikut:
Gambar 3. Hubungan Antara Kalsium Yang Tertukar dengan Massa Fly Ash yang Mengapung Berdasarkan analisa pada subbab 4.2 sebelumnya,untuk pertukaran ion menggunakan ammonium karbonat tidak terjadi. Pertukaran ion yang sangat kecil karena perubahan persentase perubahan massa yang terlalu kecil, hanya berkisar dari 0.002% hingga 0.007%. Namun demikian, pertukaran ion yang kecil telah membuat fly ash menjadi meningkat porositasnya sehingga mengapung di dalam air.
Berdasarkan analisa AAS terhadap aluminium yang mengalami proses pertukaran ion serta analisa terhadap perubahan massa maka bisa dibandingkan sesuai gambar berikut:
Gambar 4 Hubungan Antara Aluminium Yang Tertukar dengan Massa Fly Ash yang Mengapung Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa semakin lama waktu reaksi maka akan membuat semakin banyaknya ion aluminium yang bercampur ke dalam fly ash dan semakin lama waktu reaksi juga membuat persentase pengurangan massa juga menjadi semakin besar. Hal ini berarti bisa dilihat bahwa semakin bertambahnya waktu juga terjadi suatu proses terhadap aluminium yang ternyata bisa membuat fly ash mengapung.
Proses pertukaran ion antara kalsium dan fly ash dalam penelitian ini bisa saja tidak terjadi dalam dalam rentang waktu tersebut. Akan tetapi dengan adanya penambahan aluminium nitrat saja juga bisa membuat fly ash bisa mengapung. Dengan kata lain dengan adanya penambahan aluminium oksida saja sudah bisa membuat fly ash ini terapung. Berdasarkan pengamatan visual langsung hal ini juga terjadi, dimana saat proses pertuakaran ion pertama tidak banyak fly ash yang mengapung. Akan tetapi saat proses pertukaran ion kedua fly ash yang mengapung sangat banyak. Terlebih lagi sehabis proses kalsinasi selesai membuat fly ash yang mengapung juga banyak.
Hal ini kemungkinan disebabkan kristal aluminium oksida serta semua proses perlakuan panas yang diberikan pada fly ash. Aluminium oksida yang masuk kedalam fly ash terdapat dalam bentuk kristal corundum sesuai dengan gambar 5 berikut:
Gambar 5. Corundum Aluminium
Berdasarkan gambar terlihat bahwa system kristal
corundum memang terlihat berongga. Jadi
dimungkinkan dengan adanya penambahan aluminium oksida ini akan membuat daya apung lebih tinggi karena porositasnya lebih besar. Dengan kelarutan aluminium sebesar 72% - 74% bisa membuat fly ash mengapung 19% - 33%.
4. Kesimpulan
1. Dalam waktu 1 sampai 3 jam didapatkan fly ash yang mengapung mencapai 19 hingga 33%. Proses selama 1 hingga 3 jam juga membuat jarak antar bidang juga berubah dari 0.00429 A hinga 0.00666 A.
2. Pertukaran ion menggunakan ammonium karbonat hanya menukar kalsium sebanyak 1.9 µg/g fly ash, sedangkan dengan aluminium nitrat menukar aluminium sebanyak 1885 µg/g fly ash yang menyebabkan fly ash mengapung sebanyak 19% hingga 33%.
3. Dengan parameter daya apung atau dengan kata lain densitas fly ash lebih rendah daripada densitas air digunakan sebagai penanda porositas, proses ini bisa mendapatkan fly ash sebagai aditif oil well cement.
Daftar Acuan
[1] Heidrich, C. (2003). Ash Utilitation – an Australian Perspective. Wollongong: International Ash Utilization Symposium. 4-6
[2] Prihatmaji, F. (2009). Karakteristik Mekanik Uji Optimum Panel Bangunan dari Komposit Limbah Fly Ash-Sekam Padi-Ijuk-PC-PVAc dalam Kondisi Normal dan Diberi Perlakuan Air Panas dan Api. Jurnal Penelitian, Yogyakarta : Universitas Islam Indonesia. 1-3
[3] Reiner, M., And Rens, K. (2006). High Volume Fly Ash Concentrate: Analysis and Application. Practice Periodical on Structural Design and Construction. Science. 58-64
[4] Syamsuddin, Y (2001). Pembuatan Katalis Padat ZrO2/Al2O3 Untuk Produksi Biodiesel dari Minyak Jarak. Skripsi, Departmen Teknik Kimia Universitas Indonesia. 35-38