• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI SIKLUS AIR MELALUI PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNING DI KELAS V SD SANTA MARIA KOTA SELATAN KOTA GORONTALO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI SIKLUS AIR MELALUI PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNING DI KELAS V SD SANTA MARIA KOTA SELATAN KOTA GORONTALO"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI SIKLUS AIR

MELALUI PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNING DI KELAS V SD SANTA

MARIA KOTA SELATAN KOTA GORONTALO

FATMAWATY

(Mahasiswa Jurusan S1 PGSD FIP UNG) Pembimbing

Prof. Dr. H. Abdul Haris PanaI,S. Pd,M.Pd

Irvin Novita Arivin S.Pd, M. Pd.

ABSTRAK

Fatmawaty,2013. Meningkatkan hasil belajar siswa pada materi siklus air Melalui Pendekatan Brain Based Learning di kelas V SD Katolik Santa Maria Kota Selatan Kota Gorontalo. Skripsi,

Pendidikan Guru Sekolah dasar. Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Gorontalo. Pembimbing I : Prof. Dr. H. Abdul Haris PanaI,S. Pd,M.Pd Pembimbing II.: Irvin Novita Arivin S.Pd, M. Pd. Permasalahan dalam penelitian ini apakah penggunaan pendekatan brain based learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi siklus air di kelas V SD Katolik Santa maria Kota Selatan Kota Gorontalo ?. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa melalui Pendekatan brain based learning terhadap hasil belajar siswa pada materi Siklus Air di kelas V SD Katolik Santa Maria Kota Selatan Kota Gorontalo kelas. Adapun hipotesis tindakan pada penelitian ini adalah Jika dalam pembelajaran tentang siklus air digunakan pendekatan brain based learning maka hasil belajar siswa di kelas V SD. Katolik Santa Maria Kota Gorontalo akan meningkat. Hasil penelitian menunjukkan pada siklus I, dari jumlah siswa sebanyak 19 orang, siswa yang memperoleh nilai yang mencapai ketuntasan sesuai indikator kinerja mencapai 75%. Kesimpulan dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan penggunaan pendekatan brain based learning pada materi siklus air di kelas V SD Katolik Santa Maria Kota Selatan Kota Gorontalo telah menunjukkan keberhasilan sesuai indikator yang diharapkan.

Kata Kunci :Hasil Belajar, siklus air, pendekatan pembelajaran brain based learning BAB I

PENDAHULUAN

IPA adalah salah satu mata pelajaran yang sulit bagi siswa. Hal ini dikarenakan IPA adalah salah satu mata pelajaran yang bersifat khayalan sehingga dibutuhkan pendekatan - pendekatan yang sesuai dan memudahkan siswa memahami serta merangsang peserta didik agar lebih aktif pada saat proses pembelajaran. Salah satu pendekatan yang dapat memfasilitasi cara kerja otak yaitu pendekatan Brain Based Learning khususnya dalam pembelajara IPA tentang siklus air yang membutuhkan tingkat konsentrasi yang cukup tinggi untuk memahaminya.

Berdasarkan hasil pengamatan awal yang dilakukan pada siswa kelas V SD Katolik Santa Maria Kota Gorontalo masih banyak siswa yang belum paham tentang siklus air. Hal ini terlihat dengan hasil rata-rata yang diperoleh siswa tidak mencapai KKM ( Kriteria Ketuntasan Minimal ) yaitu tidak mencapai nilai 75. Dari 19 siswa, 12 siswa belum paham tentang siklus air apabila dipresentasikan sekitar 40 %. Hal ini bisa terjadi karena disebabkan kurang tepatnya penggunaan metode atau model pembelajaran yang dilakukan guru sehingga tidak melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar.

Untuk menghindari hal tersebut maka guru harus menggunakan sebuah pendekatan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam materi siklus air salah satunya pendekatan Brain Based Learning . Menurut Erik Jensen ( Mubiar Agustin, 2011 : 85) Pendekatan Brain Based Learning adalah pembelajaran yang diselaraskan dengan cara otak yang didesain secara alamiah untuk belajar

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Hakikat Pendekatan Brain Based Learning Pada Materi Siklus Air 2.2.1 Pengertian Brain Based Learning

Menurut Erik Jensen ( Mubiar Agustin, 2011 : 85) Pendekatan Brain Based Learning adalah pembelajaran yang diselaraskan dengan cara otak yang didesain secara alamiah untuk belajar. Pada pendekatan ini dibutuhkan sebuah pendekatan pembelajaran yang mengoptimalkan kerja otak serta

(2)

diperkirakan dapat meningkatkan hasil belajar. Karena sekarang ini kemampuan berpikir siswa pun kadang kurang memperhatikan fakta pentingnya penggunaan otak dalam proses pembelajaran.

Sapa’at ( 2009 ) juga mengungkapkan bahwa Brain Based Learning menawarkan sebuah konsep untuk menciptakan pembelajaran yang berorientasi pada upaya pemberdayaan potensi otak siswa. Yaitu potensi pada otak kanan dan otak kiri digunakan secara seimbang.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pada proses pembelajaran dengan pendekatan Brain Based Learning ini menitikberatkan pada pemberdayaan potensi otak sebagai modal utama siswa dalam belajar secara optimal. Artinya penggunaan otak kiri dan otak kanan dalam proses pembelajaran harus seimbang sehingga pembelajaran lebih bermakna. Karena mayoritas guru masih menggunakan model pembelajaran yang memanfaatkan kemampuan otak kiri saja dimana guru memberikan informasi dan siswa mencatat serta menghapalkan materi pembelajaran. Pada proses pembelajaran seperti ini kadang – kadang konsentrasi siswa terpecah dengan hal lainnya, akibatnya siswa kurang memahami materi yang disampaikan guru. .

Pada dasarnya Brain Based Learning memfungsikan pengalaman sesungguhnya dalam proses pembelajaran. Caine (Tang, 2009) mengungkapkan adanya keterlibatan lima komponen dalam system pembelajaran alamiah otak, yaitu:

1. The Curious Brain

2. The Meaningful Brain

3. The Emotional Brain

4. The Social Brain

5. The Conscious and Subconscious Brain

Dapat disimpulkan bahwa pendekatan Brain Based Learning adalah proses pembelajaran berlangsung dimana penggunaan otak kiri dan otak kanan diseimbangkan agar pembelajaran menjadi lebih bermakna. Untuk memastikan terjadinya pembelajaran optimal, kita harus memfasilitasi aktivitas pembelajaran yang melibatkan kekuatan dari kedua belahan otak idealnya upaya yang kita lakukan harus berfokus pada pembelajaran seluruh otak. Pendekatan Brain Based Learning ini juga pada dasarnya memfungsikan pengalaman sesungguhnya dalam proses pembelajaran.

Otak juga sangat berperan dalam pembentukan memori. Berdasarkan kamus umum Bahasa Indonesia (Badudu dan Zain 1995 : 885 ) memori adalah ingatan atau daya ingat. Memori ini sangat penting dalam pembelajaran. Semua yang kita pelajari. Saat proses pembelajaran melibatkan seluruh bagian tubuh, otak bertindak sebagai stimuli yang datang. Semua input disortir, diprioritaskan, diproses, disimpan atau dibuang kedalam ruang bawah sadar sembari diproses oleh otak.

Eric Jensen ( 2008 : 33 ) membagi sistem otak kiri dan otak kanan menjadi 1. Pelajar yang dominan pada otak kiri biasanya akan :

a.

Memilih sesuatu yang berurutan

b.

Belajar lebih baik dari bagian – bagian kemudian keseluruhan

c.

Lebih memilih sistem membaca fonetik

d.

Menyukai kata-kata, simbol dan huruf

e.

Lebih memilih membaca subjeknya lebih dulu

f.

Mau berbagi informasi faktual yang berhubungan

g.

Lebih memilih instruksi yang berurutan secra detail

h.

Mengalami fokus internal lebih besar

i.

Menginginkan struktur dan prediktabilitas

2.

Pelajar yan g dominan menggunakan otak kanan biasanya akan :

a.

Merasa lebih nyaman dengan sesuatu yang acak

b.

Paling baik belajar dari keseluruhan kmudian bagian – bagian

c.

Lebih memilih sesuatu yang spontan

d.

Lebih memilih sistem membaca seluruh bahasa

e.

Menyukai gambar, grafik dan diagram

f.

Mengalami fokus eksternal yang lebih besar

g.

Menginginkan pendekatan yang terbatas, baru dan mengejutkan Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa masing-masing belahan memiliki fungsi yang berbeda. Otak kiri berfungsi dalam hal-hal yang berhubungan dengan logika, rasio,

(3)

kemampuan menulis dan membaca. Sedangkan otak kanan berfungsi dalam perkembangan emosional Misalnya sosialisasi, komunikasi, interaksi dengan manusia serta pengendalian emosi. Orang yang dominan otak kirinya biasanya pandai dalam pengetahuan sedangkan yang dominan otak kanannya pandai bergaul atau bersosialisasi. Keadaan semacam ini disebabkan ketidakseimbangan antara otak kanan dan otak kiri.

Pembelajaran merupakan proses sederhana yang harus mereka lakukan dan alami sendiri untuk membangun pengetahuan dan kebermaknaan belajar yang kelak akan mereka dapatkan. Dan pendekatan brain based learning sangat cocok dalam membangun pengetahuan dengan menyelaraskan cara kerja otak kiri dan otak kanan.

2.2.2. Prinsip – Prinsip Pembelajaran Brain Based Learning

Prinsip – prinsip Pembelajaran Brain Based Learning

1. Otak adalah prosesor paralel, yang berarti dapat melakukan beberapa kegiatan sekaligus, seperti rasa dan bau.

2. Belajar melibatkan seluruh fisiologi 3. Pencarian makna adalah bawaan 4. Pencarian makna datang melalui pola 5. Emosi sangat penting untuk pola

6. Keseluruhan proses otak dan bagian – bagian secara bersamaan 7. Belajar melibatkan kedua memusatkan perhatian dan perifer persepsi

8. Belajar melibatkan kedua proses sadar dan tak sadar. Otak memiliki dua jenis memori: spasial dan hapalan,

9. Otak memahami fakta terbaik ketika tertanam di alam, memori spasial 10. Belajar ditingkatkan oleh dihambat oleh tantangan dan ancaman 11. Setiap otak adalah unik

Berdasarkan prinsip diatas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya pendekatan Brain Based Learning mengaplikasikan model pembelajaran berbasis otak kiri dan otak kanan untuk membantu cara memahami materi yang disajikan.Otak merupakan sistem saraf yang paling vital dan suatu modalitas lam pembelajaraan yang perlu dioptimalkan sebaik mungkin. Karena pada prosesnya pendekatan ini merangsang serta mendorong anak untuk menyukai pelajaran yang disajikan guru, sangat sedikit pembelajaran terjadi ketika para siswa tertekan, dikecewakan atau berada dalam kondisi terganggu lainnya.

Selanjutnya Caine ( Tang, 2009) memaparkan dua belas prinsip Brain Based Learning beserta implikasinya dalam belajar yaitu:

1. Otak adalah sebuah prosesor paralel. Otak dapat menyajikan berbagai aktivitas, menggabungkan emosi, imajinasi, melibatkan sistem kesehatan dan memproses informasi untuk pengetahuan dan kecerdasan dalam satu waktu. Pendidikan harus mencakup dan menggunakan semua dimensi dari proses parallel tersebut.

2. Belajar dipengaruhi oleh fisiologi. Belajar adalah sebuah proses alamiah sealamiah organ tubuh saat bernafas dan memungkinkan organ lain untuk memfasilitasinya.

3. Pencarian makna adalah pembawaan. Proses mengambil hikmah dari pengalaman yang didapat adalah pertahanan diri yang mendasar pada otak manusia. Otak membutuhkan dan secara otomatis merekam hal-hal yang menjadi kebiasaan serentak dengan pencarian dan merespon stimulus baru. Hal-hal yang telah menjadi kebiasaan dan hal yang baru, keduanya harus dikombinasikan dalam sebuah lingkungan belajar.

4. Pencarian makna terjadi dengan meniru. Otak berusaha membedakan dan memahami hal-hal yang dicontohkan sebagaimana hal tersebut dapat terjadi dan mengekspresikannya dalam bentuk yang unik dan reatif agar dapat dipahami dengan sendirinya. Pendidikan yang efektif harus memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memahami dengan caranya sendiri. Itu berarti para pembelajar memerlukan kesempatan untk menyatukan kemampuan dan ide mereka sendiri dalam caranya untuk memahami.

5. Emosi sangat mempengaruhi proses meniru. Apa yang kita pelajari dipengaruhi dan diatur oleh emosi dan perasaan serta melibatkanp harapan dan prasangka pribadi, egoisme, dan kebutuhan akan interaksi sosial. Emosi dan pemikiran saling terikat satu sama lain dan tidak bisa dipisahkan. Suatu iklim emosi buatan tidak bisa dihindari untuk menyuarakan pendidikan.

6. Setiap otak secara serempak mengamati dan menciptakan bagian-bagian dan keseluruhan pengetahuan yang didapat. Meskipun otak kanan dan otak kiri berbeda, namun kedua belahan otak tersebut berinteraksi dalam setiap aktivitas. Doktrin mengenai ‘dua bagian otak’ lebih berguna untk mengingatkan kita bahwa otak menyaring informasi ke dalam bagian-bagian dan

(4)

mengamatinya pada satu waktu. Pendidikan yang baik akan memperhatikan prinsip ini. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan mengenalkan materi secara global juga ide-idenya sedari awal proses pembelajaran.

7. Belajar melibatkan perhatian yang fokus dan persepsi yang meluas. Otak menyerap informasi yang diterima secara langsung dan juga menyerap informasi dari hal-hal yang terjadi secara mendadak di luar fokus perhatian. Faktanya, otak merespon seluruh hubungan sensorik selama terjadinya pengajaran dan komunikasi. ‘Persepsi meluas’ ini sangatlah berpotensi. Para pendidik harus bisa memperhatikan semua emungkinan yang terjadi dalam lingkungan belajar.

8. Belajar selalu melibatkan proses sadar dan tidak sadar. Kebanyakan pembelajaran kita adalah hasil proses yang tidak kita sadari. Lebih jauh lagi, ia merupakan keseluruhan pemahaman yang berproses. Artinya, kebanyakan pemahaman mungkin tidak terjadi selama di kelas tetapi mungkin terjadi berjam-jam, berminggu - minggu, bertahun-tahun kemudian. Para pendidik harus mengatur apa yang akan dilakukannya sehingga dapat memfasilitasi proses selanjutnya yang terjadi secara tidak sadar melalui pengalaman yang akan didapat oleh pembelajar.

9. Kita memiliki setidaknya dua sistem memori, yaitu spasial dan hafalan. Sistem memori spasial atau memori otobiografi alamiah yang kita miliki merekam semua yang terjadi pada tubuh, misalnya makanan yang kita makan. Kita juga memiliki system hafalan yang merecall informasi. Sistem-sistem ini termotivasi oleh reward dan hukuman. Dengan demikian, informasi yang berarti dan tak berarti diatur dan disimpan secara terpisah. Satu-satunya cara agar orang-orang dapat menerimu sebegitu banyaknya informasi secara efektif adalah dengan belajar memahami. 10. Otak memahami dan mengingat paling baik saat kenyataan dan kemampuan menyatu dalam

memori spasial alami. Bahasa ibu yang kita miliki dipelajari melalui multi pengalaman yang interaktif. Ini dibentuk oleh proses internal dan interaksi sosial. Subjek yang kompleks dapat dipahami dengan mudah saat terjadi pada pengalaman yang nyata.

11. Belajar dapat berkembang oleh adanya tantangan dan terhalangi oleh ancaman. Otak dapat belajar secara optimal dan menciptakan koneksi maksimum saat menerima tantangan. Sebaliknya, otak menjadi tidak fleksibel dan kembali pada kelakuan primitif ketika di bawah ancaman. Para pendidik harus mengatur dan menciptakan atmosfir belajar yang rileks, melibatkan ancaman seminimal mungkin, dan tantangan semaksimal mungkin.

12. Setiap otak adalah unik. Kita semua memiliki sistem otak yang sama, namun secara keseluruhan kita berbeda. Pilihan, variasi, dan proses multi sensor merupakan hal yang mendasar untuk Brain - Based Learning. Pembelajaran berbasis kemampuan otak adalah sebuah pendekatan yang tidak menuntut.

Dapat disimpulkan bahwa apabila kedua belahan otak berfungsi secara maksimal maka proses pembelajaran akan lebih bermakna artinya siswa dapat belajar dengan cepat, mudah memahami, lebih kreatif bebas stres dan konsentrasi semakin baik sehingga akan berpengaruh pada hasil yang dicapai siswa pada evaluasi pembelajaran.

2.2.3 Langkah – Langkah pendekatan Brain Based Learning

Menurut Jensen (2007 : 484 ) terdapat tujuh tahap garis besar perencanaan kemampuan berbasis otak, antara lain :

Tahap 1 : Pra-Pemaparan

Fase ini memberikan sebuah ulasan kepada otak tentang pembelajaran baru sebelum benar-benar menggali lebih jauh. Pra-pemaparan membantu otak membangun peta konseptual yang lebih baik Sebenarnya, tahap pra-pemaparan ini dilakukan sejak beberapa hari sebelum pembelajaran dimulai. Hal–hal yang dilakukan pada tahap ini sebelum pembelajaran dimulai adalah guru memajang peta konsep mengenai materi yang akan dipelajari. Selain itu, guru juga melakukan pendekatan dan membangun hubungan yang positif dengan siswa. Hal ini dilakukan agar ketika pembelajaran berlangsung nanti siswa sudah merasa nyaman belajar dengan guru yang akan mengajar mereka. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan membimbing siswa untuk melakukan senam otak (brain gym). Kegiatan senam otak bisa dilakukan dengan cara menyuruh siswa menuliskan nama mereka pada sebuah kertas dengan menggunakan tangan kanan dan tangan kirinya secara bersamaan. Kemudian, guru memberikan beberapa pertanyaan apersepsi yang dapat menstimulus siswa.

Tahap 2 : Persiapan

Pada tahap persiapan, guru memberikan penjelasan awal mengenai materi yang akan dipelajari dan mengaitkan materi tersebut dengan kehidupan sehari–hari. Siswa menangapi apa yang disampaikan oleh guru.

(5)

Tahap 3 : Inisiasi dan Akusisi

Tahap ini merupakan penciptaan koneksi atau pada saat neuron-neuron itu saling “berkomunikasi” satu sama lain.

Pada tahap inisiasi dan akusisi, guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok. Siswa bergabung dengan teman-teman kelompoknya. Kemudian, guru membagikan Lembar Kerja Siswa (LKS) pada setiap kelompok dan Lembar Kerja Siswa (LKS) tersebut dipelajari oleh siswa terlebih dahulu sebelum diisi. Setelah itu, siswa berdikusi dengan teman-teman kelompoknya untuk mengisi Lembar Kerja Siswa (LKS) tersebut.

Tahap 4 : Elaborasi

Tahap elaborasi memberikan kesempatan pada otak untuk menyortir, menyelidiki, menganalisis, menguji, dan memperdalam pembelajaran.Pada tahap elaborasi, siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok didepan kelas, sedangkan siswa yang lain memperhatikan, mengungkapkan pendapat, atau memberikan pertanyaan. Dari hasil presentasi yang dilakukan pada tahap ini, diharapkan siswa dapat menemukan jawaban yang tepat dari permasalahan yang ada pada Lembar Kerja Siswa (LKS). Oleh karena itu, guru harus membimbing siswa dalam berdiskusi agar proses diskusi berjalan dengan lancar.

Tahap 5 : Inkubasi dan Formasi memori

Tahap ini menekankan bahwa waktu istirahat dan waktu untuk mengulang kembali merupakan suatu hal yang penting. Pada tahap inkubasi dan memasukkan memori, siswa melakukan perengangan sambil menonton video yang dapat memotivasi mereka untuk belajar. Selain itu, guru juga memberikan soal-soal latihan sederhana berupa soal-soal pemahaman yang berkaitan dengan materi yang baru saja dipelajari. Siswa mengerjakan soal-soal latihan tersebut tanpa bimbingan guru.

Tahap 6 : Verifikasi dan Pengecekan Keyakinan

Dalam tahap ini, guru mengecek apakah siswa sudah paham dengan materi yang telah dipelajari atau belum. Siswa juga perlu tahu apakah dirinya sudah memahami materi atau belum.

Pada tahap verifikasi dan pengecekan keyakinan, guru memberikan soal-soal latihan yang setingkat lebih rumit. Siswa mengerjakan soal-soal tersebut dengan bimbingan guru. Setelah itu, guru bersama dengan siswa mengecek pekerjaan siswa. Jika siswa belum selesai mengerjakan soal-soal tersebut, biasanya guru menugaskan siswa untuk menyelesaikannya di rumah.

Tahap 7 : Perayaan dan Integrasi

Dalam fase ini perayaan sangat penting untuk melibatkan emosi. Buatlah fase ini ceria, dan menyenangkan. Tahap ini menanamkan semua arti penting dari kecintaan terhadap belajar.

Pada tahap perayaan dan integritas, siswa, dengan bimbingan guru, menyimpulkan materi yang baru saja dipelajari. Kemudian, guru memberikan PR (Pekerjaan Rumah) untuk siswa dan memberi tahu siswa tentang materi apa yang akan dipelajari pada pertemuan selanjutnya. Sebagai penutup, guru bersama dengan siswa melakukan perayaan kecil, seperti bersorak dan bertepuk tangan bersama.

2.2.4 Kegunaan Pembelajaran Brain Based Learning

Kegunaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning yang diungkapkan Jensen dalam bukunya yaitu:

1. Pra-Pemaparan : Pra-pemaparan membantu otak membangun peta konseptual yang lebih baik (Jensen, 2008: 484).

2. Persiapan : Dalam tahap ini, guru menciptakan keingintahuan dan kesenangan (Jensen, 2008: 486).\

3. Inisiasi dan akuisisi : Tahap ini merupakan tahap penciptaan koneksi atau pada saat neuron-neuron itu saling “berkomunikasi” satu sama lain (Jensen, 2008: 53).

4. Elaborasi : Tahap elaborasi memberikan kesempatan kepada otak untuk menyortir, menyelidiki, menganalisis, menguji, dan memperdalam pembelajaran (Jensen, 2008: 58).

5. Inkubasi dan memasukkan memori : Tahap ini menekankan bahwa waktu istirahat dan waktu untuk mengulang kembali merupakan suatu hal yang penting (Jensen, 2008: 488).

6. Verifikasi dan pengecekan keyakinan : Dalam tahap ini, guru mengecek apakah siswa sudah paham dengan materi yang telah dipelajari atau belum. Siswa juga perlu tahu apakah dirinya sudah memahami materi atau belum.

7. Perayaan dan integrasi : Tahap ini menanamkan semua arti penting dari kecintaan terhadap belajar (Jensen, 2008: 490).

2.2.5 Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Brain Based Learning

(6)

a. Belajar melalui otak menghasilkan life skill

b. Memberikan efek yang sangat ampuh pada waktu singkat baik dalam pembelajaran akademik maupun skill

c. Memberikn efek yang menyenangkan dan berssma-sama mengembangkan skill bersosial dan berempati terhadap orang lain.

d. Mengajak siswa berpikir kreatif

e. Siswa diberi kesempatan untuk memiliki karya sendiri

f. Merangsang bekerjanya otak kiri dan otak kanan secara sinergis

g. Membebaskan diri dari seluruh jeratan aturan ketika menulis atau menggambar h. Membantu seseorang mengalirkan apapun yang ada pada diri tanpa hambatan 2. Kekurangan Pendekatan Brain Based Learning

a. Pembelajaran yang aktif dan menyenangkan hanya apabila ssiswa secara fisik maupun psikis beraktifitas secara optimal.

b. Guru harus merancang soal seatraktif mungkin

c. Membutuhkan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai.

d. Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan banyak tenaga pemikiran dan waktu.

e. Penilaian kelompok dapat memabatalkan penilaian secara individu apabila guru tidak jeli dan pelaksanaannya.

2.2.6 Pendekatan Brain Based Learning pada Materi Siklus Air 1. Tahap pra pembelajaran

1.Guru memperlihatkan peta konsep tentang materi baru yang akan dipelajari

2.Siswa diberi penjelasan oleh guru untuk membawa air minum dan makanan untuk membawa air minum dan makanan yang bergizi sebagai nutrisi otak

3.Guru membuat lingkungan belajar yang menarik 4.Guru mengatur waktu belajar

5.Siswa diminta untuk menentukan sasaran dari pembelajaran yang akan dilakukan 6.Guru menyapkan alat peraga yang dapat mendukung materi.

7.Guru mengatur ruangan kelas sedemikian sehinggan merasa nyaman berada didalamnya. 8.Siswa beri kesempatan untuk berpendapat

9.Guru membangun positif dengan para siswa. 1. Tahap persiapan

1. Siswa diberi penjelasan awal mengenai materi 2. Guru mengaitkan materi dengan dunia nyata

3.Siswa didorong untuk mengganapi relevan atau tidaknya materi dengan dunia nyata 4. Guru memberikan hal – hal yang melibatkan emosi siswa.

2. Tahap Inisiasi dan akuisisi

1.Menyajikan materi dengan gambar siklus air

2.Siswa dibagi dalam beberapa kelompok, mengerjakan tugas kelompok dan berdiskusi 3.Siswa diberi pengalaman pemvelajaran yang nyata

3. Tahap Elaborasi

1. Siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok didepan kelas 2. Siswa melakukan tanya jawab terbuka mengenai materi 3. Siswa diminta membuat peta pikiran ( mind mipping) 4. Siswa diperlihatkan video siklus air

4. Tahap Inkubasi ( memasukkan materi)

1. Guru menyediakan waktu untuk perenungan tanpa bimbingan 2. Siswa dibiarkan waktu mendiskusikan materi yang sedang dipelajari 3. Guru menyediakan arena untuk mendengarkan musik

(7)

1. Siswa dipacu untuk bertanya

2. Siswa menulis tentang apa yang telah dipelajari secara individu 3. Guru mengadakan kuis

6. Tahap perayaan dan integrasi

1.Siswa bersama guru bersorak atau toast lima jari sebagai bentuk perayaan terhadap pembelajaran yang dilakukan.

2.Siswa dibertitahu waktu untuk saling berbagi 3.Siswa diberi penghargaan

4.Siswa diberitahu materi yang akan dipelajari selanjutnya

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

3.1 Deskripsi Hasil Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, dilakukan selama kurang lebih 3 bulan yakni sejak bulan maret sampai dengan bulan mei 2013 yang dilaksanakan di di SD Katolik Santa Maria

3.1.2 Hasil Pengamatan Observasi Awal

NO NILAI JUMLAH

SISWA CAPAIAN PERSENTASE

TUNTAS YA TIDAK 1 100 - -2 90 1 orang 90 10,53 %  3 80 2 orang 160 21,05 %  4 70 4 orang 280 21,05 %  5 60 6 orang 360 31,57 %  6 50 3 orang 150 15,79 %  JUMLAH 1040 100 % NILAI 70 KE ATAS 21.05 % DAYA SERAP 54,7 %

3.1.3 Hasil pengamatan siklus I

NO JUMLAH SISWA

NILAI CAPAIAN PERSENTASE TUNTASYA TIDAK

1 2 orang 100 200 10,53 %  2 2 orang 92 184 10,53 %  3 2 orang 83 166 10,53 %  4 2 orang 75 150 10,53 %  5 4 orang 67 268 21,05 %  6 7 orang 50 350 10,34 %  JUMLAH 1318 100 % NILAI 70 KE ATAS 42,10 % DAYA SERAP 69,37 %

3.1.4 Hasil belajar siklus I

Dari data tersebut guru melaksanakan refleksi yang dilaksanakan pada akhir siklus dengan tujuan untuk mengetahui hasil yang telah diperoleh apakah tindakan yang telah dilakukan telah mempengaruhi peningkatan hasil belajar siswa atau belum mencukupi standar indikator kinerja, maka peneliti bekerjasama dengan guru sebagai mitra mengadakan kegiatan refleksi untuk menilai kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan pada siklus I. Pada data diatas siswa yang mencapai nilai 70 ke atas yaitu 42.10 % sehingga masih terdapat 27.9 % yang masih akan dikenai tindakan pembelajaran pada siklus II.

3.1.5 Hasil pengamatan siklus II

N

JUMLAH

NILAI

CAPAIAN

PERSENTASE

TUNTAS

YA

TIDAK

(8)

O

SISWA

1

3 orang

100

300

15,79 %

2

3 orang

92

276

15,79 %

3

5 orang

85

425

26,32 %

4

5 orang

77

385

26,32 %

5

2 orang

69

138

10,53 %

6

1 orang

61

61

05,26 %

JUMLAH

1585

100 %

NILAI 70 KE ATAS

84,21 %

DAYA SERAP

83,42 %

3.1.6 Hasil belajar siklus II

Dari hasil analisis data dari siklus I sampai pada perbaikan siklus II persentase kemampuan siswa telah mencapai 84,21 %. Dengan demikian telah terjadi peningktan Setelah dilaksanakan tindakan pada siklus II, maka peneliti dan guru mitra mengadakan kegiatan refleksi.

3.2 Pembahasan

Dari kegiatan pembelajaran yang diuraikan tersebut, maka hasil belajar siswa pada yang dilaksanakan pada siklus I mengalami peningkatan dari observasi awal yang hanya 21,05 % atau 2 siswa yang menguasai materi menjadi 42,10 %. Namun hasil ini belum mencapai indikator kinerja yang didarapkan sehingga peneliti melanjutkan ke siklus II dan pada siklus II ini sudah banyak siswa yang menguasai materi dilihat dari ketiga aspek yang menguasai mencapai 84,21. Dengan demikian, capaian ini sudah memenuhi indikator yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga siswa telah menguasai/memahami materi dalam siklus air

Deskripsi data tersebut menjelaskan bahwa kemampuan siswa dalam memahami materi siklus air di skolah ini telah berhasil . Pernyataan ini didasarkan atas capaian nilai siswa yang telah mencapai bahkan melebihi indikator kinerja yang telah ditentukan. Tercapainya indikator ini didukung oleh proses belajar mengajar yang dilaksanakan secara maksimal dalam setiap aspek kegiatannya.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa hipotesis “Jika dalam pembelajaran tentang

siklus air digunakan pendekatan brain based learning maka hasil belajar siswa di kelas V SD.

Katolik Santa Maria Kota Selatan Kota Gorontalo akan meningkat.”.terbukti dan dinyatakan

diterima.

BAB IV PENUTUP 4.1 Simpulan

Dalam penelitian ini penulis menarik simpulan sebagai berikut peningkatan hasil belajar siswa, siklus I menunjukan bahwa masih terdapat 11 orang siswa atau 57.89% yang memperoleh nilai 70 kebawah dan yang tuntas mencapai nilai 70 ke atas diperoleh 8 orang siswa atau 42.10 % sedangkan daya serap mencapai 69.37 %. Setelah diadakan refleksi dan dilanjutkan dengan tindakan siklus II, menunjukan nilai diperoleh nilai maksimal 70 ke bawah berjumlah 3 orang atau 15.79 %, Siswa yang memperoleh nilai 70 keatas 16 orang siswa atau 84.21 %, dan daya serap mencapai 83.42 %. Tindakan Siklus II nampak sekali terjadi peningkatan pemahaman belajar yang ditunjukan. Artinya bahwa dengan menggunakan pendekatan Brain Based Learning hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA meningkat, dengan demikian hipotesis tindakan pada penelitian dapat diterima.

4.2 Saran

Kaitannya dengan simpulan yang telah dikemukakan di atas, maka penulis mengemukakan saran-saran sebagai berikut:

1) Pemahaman mengenai penerapan pendekatan Brain Based Learning pada mata pelajaran IPA diharapkan tidak hanya terbatas pada kerangka teoritisnya, tetapi yang dipelukan adalah bagaimana mengimplementasikan pendekatan tersebut dalam proses pembelajaran.

2) Guna meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA, maka yang perlu dilakukan oleh pihak sekolah adalah menyediakan fasilitas yang memadai sehubungan dengan sarana yang dibutuhkan dalam pembelajaran IPA, baik itu kelengkapan media ataupun kelengkapan penunjang sumber belajar IPA.

3) Diharapkan kepada guru dan orang tua siswa kiranya selalu memberikan dorongan kepada siswa agar mereka selalu termotivasi untuk melakukan kegiatan belajar secara mandiri, baik itu di rumah maupun di sekolah.

(9)

Agustin, Mubiar.2011. Permasalahan Belajar dan Inovasi pembelajaran. Bandung:PT.Refika Aditama Hamalik, Oemar. 2006. Proses Belajar Mengajar. Bandung : Bumi Aksara

Hannaforl, Carla.2009 / fungsi-otak-kiri-dan-kanan.html diakses tanggal 5 januari 2013 23.30

Jacobs, Bob,2012. Optimalisasi Potensi Anak Usia Dini dengan Brain Based Learning. (Oneline),diakses pada 16 Desember 2012/ 20.00

Jensen, Eric. 2007. Brain Based Learning.Terj. Pembelajaran Berbasis Otak. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007

Jensen, E.2008. Pembelajaran Berbasis Kemampuan Otak: Cara Baru dalam Pengajaran dan Pelatihan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Makmun syamsudin Abin. 2003 Psikologi Pendidikan.Bandung : PT Remaja Rosikarya

Munawan, 2009. the conditioning of learning. Http://edukasi.kompasiana. com Diakses pada 6 januari 2013

Nasution, 2006 Berbagai pendekatan dalam proses belajar mengajar diakses pada

http://tarmizi.wordpress.com/2008/11/09/perbuatan-dan-hasil-belajar/

Nurhadyani, Dini.2011 ”Penerapan Brain Based Learning dalam Pembelajaran matematika untuk meningkatkan Motivasi Belajar dn kemampuan koneksi matematis siswa.Diakses /2011/01/04

Sapa’at, A. 2009 Brain-based Learning diakses dari http ://httpmatematika .upi.edu/index.php.brain-based learning/

Subroto, Suryo.2004.Proses Belajar Mengajar di Sekolah.diakses di http ://model=pembelajaran+menurut+b. Suryosubroto.di akses tanggal 17 Januari 2013

Sudjana, 2005. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Rosikarya

Tang, Caine. 2009. Sistem Pembelajaran Alamiah Otak. Diakses pada http://sahabatguru.wordpress.com/2007/07/10/brain-based-learning

Sapa’at, A. 2009 Brain-based Learning diakses dari http ://httpmatematika .upi.edu/index.php.brain-based learning/

Subroto, Suryo.2004. Proses Belajar Mengajar di Sekolah.diakses di http ://model=pembelajaran+menurut+b. Suryosubroto.di akses tanggal 17 Januari 2013

Sudjana, 2005. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Rosikarya

Tang, Caine. 2009. Sistem Pembelajaran Alamiah Otak. Diakses pada http://sahabatguru.wordpress.com/2007/07/10/brain-based-learning

Referensi

Dokumen terkait

Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Tanjung Agung, maka peserta yang masuk dalam calon daftar pendek konsultan dan telah melakukan pembuktian

[r]

Menentukan modus dari data yang disajikan dalam bentuk diagram, tabel, atau data acak. Modus dari data di atas

penyelenggaraan CEAPAD II merupakan penegasan komitmen dan dukungan.. Pemerintah Indonesia terhadap Palestina, serta memperjelas posisi Indonesia Indonesia

1. Beberapa dari para ahli ekonomi Eropa tahun 1870-an yang dikelompokkan dalam Mashab Austria, mengemukakan teori tentang perilaku konsumen dan teori itu dikenal sebagai

Penetapan kadar tramadol HCl kapsul dengan menggunakan metode titrasi semi bebas air dapat digunakan dan memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia Edisi IV tahun 1995.. Kata kunci :

Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama R.I, menyatakan bahwa lembaga di bawah ini telah melakukan updating data Pendidikan Islam (EMIS) Periode Semester GENAP

Dari hasil pengujian yang telah dilakukan pada alat uji, dapat dipastikan.. bahwa performance dari mesin Air Conditioner yang telah