SEJARAH PERKEMBANGAN DAN PERANAN RADIO SIARAN
RRI STASIUN MEDAN (1945-1970)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan
OLEH:
HARUN
308121071
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
ii
KATA PENGANTAR
Dengan kerendahan hati penulis menghaturkan segala hormat dan syukur
kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayahnya sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi ini, sebab tanpa ridho-Nya semua ini tidaklah terlaksana.
Adalah menjadi salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh setiap mahasiswa untuk
menyusun skripsi guna menyelesaikan perkuliahan dan mendapatkan gelar sarjana.
Untuk memenuhi syarat tersebut diatas penulis mengangkat sebuah permasalahan
yang ditulis menjadi sebuah skripsi, yang berjudul “Sejarah Perkembangan dan
Peranan Radio Siaran RRI Stasiun Medan (1945-1970)”.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis mengumpulkan berbagai sumber
yang relevan dengan penelitian. Disamping itu penulis melakukan wawancara dengan
orang–orang yang mengetahui penelitian yang sedang dilakukan oleh penulis.
Kendala yang dihadapi selama penulisan ini adalah sulitnya mencari literatur sebagai
bahan rujukan dalam penyelesaian skripsi ini.
Di dalam penulisan ini, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih
banyak kekurangan baik dari tata bahasa, penyajian, maupun dari segi isi. Hal
tersebut disebabkan karena penulis masih dalam tahap belajar. Maka dengan ini
penulis dengan hati terbuka menerima kritik yang bersifat konstruktif terhadap
penyempurnaan skripsi ini. Penulis juga menyadari betapa besar bantuan dan
dorongan dari berbagai pihak, sehingga masalah yang dihadapi penulis sejak awal
penelitian dapat teratasi. Tanpa dorongan berbagai pihak, kiranya penulis tidak akan
dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tak
iii
1. Almarhum dan Almarhumah Orangtua saya, Mama’ dan Ayah yang sangat
saya cintai dan kagumi. Semoga Allah SWT memberikan tempat yang paling
indah di sisinya. Amiin ya rabbal ‘alamin. Tiada anugerah terindah selain
menjadi buah hati kalian. Ananda selalu mendoakan kalian.
2. Kepada abang saya Fuad, Denin, Arifin, SP, MHD. Yusuf. SS dan kakak saya
Tri wahyuni. S.Pd, dan Almarhumah Siti Lestari. SH. Semoga kita kelak
menjadi orang sukses dan bahagia dunia akhirat. Amiin ya rabbal alamin
Adinda sayang kalian.
3. Kepada Dekan Fakultas Ilmu Sosial, Bapak Drs. Restu MS, beserta seluruh
staf nya.
4. Kepada Ibu Lukitaningsih, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah yang
banyak membantu dalam menempuh pendidikan di Jurusan Pendidikan
Sejarah. Semoga ibu selalu dilindungi oleh Allah SWT
5. Kepada Ibu Flores Tanjung, selaku Dosen Pembimbing Akademik saya, yang
telah memberikan banyak bimbingan kepada saya agar menjadi lebih baik.
Semoga Ibu selalu dianugerahi kesehatan dari Allah SWT.
6. Kepada Ibu Hafnita Sari Dewi Lubis, selaku Dosen Pembimbing Skripsi saya,
yang telah rela meluangkan waktunya untuk membimbing saya sebagai
Mahasiswa dan tiada henti-hentinya memberikan dorongan dan semangat
kepada saya. Semoga Allah membalas segala kebaikan Ibu.
7. Kepada Ibu Syamsidar Tanjung, Bapak Yushar Tanjung, Bapak Pristi
Suhendro dan dosen-dosen inspiratif lainnya di Jurusan Pendidikan Sejarah.
Terima kasih atas segala bimbingannya, semoga Allah memberikan nikmat
dunia dan akhirat kepada kalian.
8. Kepada seluruh Dosen di Jurusan Pendidikan Sejarah. Terima kasih atas
iv
9. Kepada Kekasihku, adinda Manda Cinnamon, A.Md yang selalu memberikan
doa dan semangat di setiap hari saya. Kamu adalah anugerah terindah dari
Allah SWT.
10.Kepada para guru SD, SMP dan SMA yang telah banyak memberikan ilmu
dan pengetahuan yang banyak kepada saya.
11.Kepada para guru MDA dan MDW saya yang telah banyak mengajarkan saya
tentang pengertahuan agama dan akhlakul karimah.
12.Kepada teman – teman saya Haris, , Tarmizi, Rio, Surahman, Duo Maya
(Afriyani/Wowo, Siti Khadijah/Icha), Trio Macan (Isma, Hera, Yani), anggota
Cherrybelle (Betha, Desy, Yulida, Nova) serta semua rekan – rekan kelas
B-Reguler stambuk 2008 yang tidak mungkin disebutkan satu persatu. Terima
kasih atas segala pengalaman yang kalian bagi dengan saya. Sukses untuk kita
semua.
13.Kepada teman – teman satu angkatan Sofyan, Alfin, Airul Azwan, Sutan,
Dini, Mulyani. Dan semua rekan-rekan baik Reguler maupun Ekstensi, .
Terima kasih karena kalian telah menjadi bagian hidup saya.
Tidak ada kata yang lebih baik selain ucapan terima kasih banyak kepada
yang tersebut namanya di atas, Semoga Allah SWT memberikan balasan atas
kebaikan yang lebih bagi mereka. Harapan penulis semoga hasil penelitian ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca.
Penulis
DAFTAR PUSTAKA
Ardianto,Elviro. 2007. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung. Penerrbit Simbiosa Rekatama Media
Berry, David. 2003. Pokok-Pokok Pikiran dalam Sosiologi. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada (disunting oleh Dr.Paulus Wirutomo)
Cangara,Hafied. 2007. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada
DeVito, Josep.,(1997), Komunikasi Antar Manusia, Professional Books, Jakarta
Fakultas Ilmu Sosial,. (2011). Buku Pedoman Penulisan Skripsi dan Proposal penelitian
Mahasiswa Program Studi Penndidikan Sejarah. Medan.
Haris, Abdul., 2012. Perkembangan Program Acara Televisi Republik Indonesia (TVRI) SUMUT (1970-2005). Medan. FIS Unimed. Skripsi
Iriantara, Yosal., 2006. Literasi Media. Jakarta. Penerbit Gramedia
Kuswandi, Wawan,. 1993. Komunikasi Massa Sebuah Analisis Media Televisi. Jakarta.
Penerbit Rineka Cipta
Morrisan,. 2007. Media penyiaran. Jakarta. Alumni
Mufid, Muhamad., 2007. Komunikasi dan Regulasi Penyiaran. Jakarta. Prenada Media Group.
Munaawar., 2005. Psikologi Perkembangan. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.
Nurudin. 2004. Sistem Komunikasi Indonesia. Jakarta. PT Raja Grafindo persada
Nurudin., 2003. Komunikasi Massa. Malang. Penerbit Cespur
Poerwadarminta, W.J.S., 1993. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta. Pusat Pembinaaan Dan Pengembangan Bahasa Depdikbud.
Puspito, Hendro., (1985). Sosiologi Sistematik. Bandung. Penerbit Remaja Rosdakarya.
Rakhmat,Jalaludin. 2003. Sosiologi Sistematik. Bandung. Penerbit Remaja Rosdakarya
Sjamsudin,Helius. 2007. Metodologi Sejarah. Jakarta. Penerbit Ombak.
Soekanto, Soerdjono.1983. Kamus Sosiologi. Jakarta. Penerbit Rajawali
Grafindo Persada. .
Suyana.,(2002), Peranan Radio Pada Masa Perang Mempertahankan Kemerdekaan Di
Keresidenan Sumatera Timur Dan Aceh 1945-1949. Medan. FIS Unimed. Skripsi
TWH, Muhammad,.(2000). Peranan Radio Pada Masa Perang Kemerdekaan Di Sumatera
Utara. Medan. Pelestarian Fakta Perjuangan Kemerdekaan RI.
Widjaja, H.A.W. Drs. Prof. 2008. Komunikasi Dan Hubungan Masyarakat. Jakarta.Bumi Aksara
Sumber Lain ( Internet )
09:35. Wib)
Google Maps (di akses tanggal 21-06-2012. Pukul 10.35. Wib)
Daftar Narasumber
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Pembatasan Masalah ... 5
D. Perumusan Masalah ... 6
E. Tujuan Penelitian ... 6
F. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II. KAJIAN PUSTAKA ... 8
A. Kerangka Konseptual ... 8
B. Kerangka Berfikir ... 21
BAB III. METODE PENELITIAN ... 23
A. Metode Penelitian ... 23
B. Lokasi Penelitian ... 24
C. Sumber Data ... 24
D. Teknik Pengumpulan Data ... 24
E. Teknik Analilsa Data ... 24
BAB IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 26
A. Sejarah berdirinya Radio Siaran RRI Stasiun Medan ... 26
vi
C. Peranan Radio Siaran RRI Stasiun Medan... 62
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 73
A. Kesimpulan ... 73
B. Saran ... 82
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Radio adalah media massa elektronik tertua dan sangat luwes. Selama hampir satu abad
lebih keberadaanya, radio siaran telah berhasil mengatasi persaingan keras dengan bioskop,
rekaman kaset, televise, electronic games. Radio telah beradaptasi dengan perubahan dunia,
dengan mengembangkan hubungan saling menguntungkan dan melengkapi dengan media
lainnya Dominick dalam Ardianto (2007:123). Keunggulan radio siaran adalah berada
dimana saja ditempat tidur (ketika orang akan tidur atau bangun tidur), didapur, didalam
mobil, dikantor, dan berbagai tempat lainnya.
Perkembangan radio siaran di Indonesia dimulai dari massa penjajahan Belanda,
penjajahan Jepang, zaman kemerdekaan dan Zaman Orde baru. Pada zaman penjajahan
Belanda radio siaran pertama di Indonesia ialah Bataviase Radio Vereniging ( BRV ) di
Batavia ( sekarang Jakarta )
Ketika Belanda menyerah kepada Jepang pada tahun 1942 secara otomatis Hindia
Belanda atau yang sekarang disebut Indonesia dikuasai oleh Jepang, sebagai konskuensinnya,
Jepang menerapkan salah satu kebijakannya berupa, radio siaran yang tadinya berstatus
perkumpulan swasta dinonaktifkan dan diurus oleh jawatan khusus bernama Hoso Kyoku di
bandung, Purwakarta, Yogyakarta, Semarang, Surabaya dan Malang. Pada masa ini rakyat
Indonesia hanya boleh mendengarkan siaran dari Hoso Kyoku saja. Namun demikian
dikalangan pemuda terdapat beberapa orang dengan resiko kehilangan jiwa, secara
sembunyi-sembunyi mendengarkan siaran luar negeri, sehingga mereka dapat mengetahui
bahwa pada tanggal 14 Agustus 1945 pasukan Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu
Jepang yang kalah perang dan telah menyerah kepada sekutu berusaha mematuhi segala
perintah sekutu untuk menyerahkan pemancar dan studio kepada sekutu. Kemudian pihak
Jepang mendaftarkan segala alat-alat penting yang berada dibawah penguasaan Medan Hoso
Kyoku seperti, pemancar, pesawat radio, perkakas-perkakas, untuk diserahkan kepada pikah
sekutu, Suyana (2002:35-36 ).
Akan tetapi para pegawai radio di Medan yang berkebangsaan Indonesia menolak
menyerahkan perangkat-perangkat radio tersebut kepada Jepang. Mereka mengetahui akan
penting nya radio selain sebagai sarana komunikasi dan informasi juga sebagai alat untuk
menghadapi propaganda musuh. Dalam usahanya, ternyata pegawai-pegawai radio tersebut
berhasil menyelamatkan pemancar kecil, walaupun kecil mereka tetap berusaha untuk bisa
mengudarakannya. Dalam masa percobaan ini pasukan sekutu berhasil mengepung tempat
yang digunakan oleh pegawai radio sebagai studio pemancar, gedung tersebut dihancurkan
oleh sekutu sehingga semua peralatan menjadi hancur lebur dan gedung mengalami
kerusakan berat.
Diakhir tahun 1945 para pejuang berusaha untuk membangun pemancar untuk kedua
kalinya, selanjutnya dijalan Asia Medan dibangun kembali antena, pemancar, studio, kantor
dan lainnya. Mereka bekerja siang dan malam untuk membuat sebuah pemancar darurat.
Namun belum sempat RRI stasiun Medan ini mengumandangkan suaranya, suasana politik di
Medan sangat genting sehingga seluruh aparat pemerintah propinsi Sumatera diperintahkan
untuk mengungsi ke Pematang Siantar. Dengan suasana seperti ini maka RRI stasiun Medan
memindahkan pemancar dan alat-alat lainnya ke Pematang Siantar sebagai Ibukota propinsi
baru, Suyana (2002:39)
Atas bantuan dari berbagai instansi pemerintah diperoleh lah sebuah gedung dan
alat-alat untuk keperluan siaran, tiang-tiang antena segera didirikan maka pada pertengahan tahun
radio ini diresmikan oleh Gubernur sumatera T. Muhammad Hasan yang dihadiri pejabat
terkait. RRI stasiun Medan yang didirikan di Pematang Siantar berperan untuk memupuk
semangat bangsa menentang maksud penjajah Belanda untuk kembali berkuasa di Indonesia.
Tahun 1947 Belanda melancarkan Agresi Militer nya yang ke I dan berhasil menduduki
kota Pematang Siantar yang menjadi Ibukota propinsi Sumatera. Akan tetapi sehari sebelum
kota Pematang Siantar dikuasai oleh Belanda, Wakil Presiden RI, Moh. Hatta mengucapkan
pidato melalui corong radio RRI stasiun Medan yang yang ada di Pematang Siantar, dalam
pidatonya Bung Hatta memperingatkan Belanda bahwa rakyat Indonesia yang telah
memerdekakan diri dari penjajahan,tidak mudah dijajah lagi. Akhirnya Bung Hatta
menyerukan “ Marilah kita berjuang sebagai rakyat yang bersatu sampai kemerdekaan kita
diakui nyata-nyata dan sampai kita mencapai kemenangan” , Suyana (2002:42).
Kondisi yang sama terulang kembali RRI stasiun Medan yang ada di Pematang Siantar
kembali dihancurkan Belanda, seluruh peralatan yang ada distudio dihancurkan Belanda,
pegawai-pegawai radio berusaha menyelamatkan diri untuk menghindari kekejaman Belanda.
Sebahagian pegawai RRI melanjutkan perjuangan dan melakukan perjalanan ke pusat
pemerintahan RI di Bukit Tinggi. Dengan demikian tanggal 29 Juli 1947 adalah tanggal
berakhirnya riwayat RRI stasiun Medan dibawah pimpinan Loetan Soetan Toenaro di
Pematang siantar, Suyana (2002:42)
Kemudian pada bulan September 1947 Belanda mendatangkan sebuah pemancar untuk
mendirikan stasiun Radio. Radio milik Belanda ini dinamakan ROIO. Radio ini semata-mata
didirikan Belanda sebagai alat propaganda untuk membantu usahanya memecah belah
persatuan rakyat dalam usahanya melemahkan Republik Indonesia, namun usaha ini tidak
berhasil karena pada tahun 1949 adanya pengakuan kedaulatan dari pihak Belanda kepada
Dengan adanya pengakuan kedaulatan tersebut mengakibatkan siaran-siaran radio, baik
RRI maupun ROIO difungsikan menjadi Radio Republik Indonesia Serikat, dengan
penggabungan ini seluruh siaran-siaran diselenggarakan oleh radio RIS. Adapun bekas
pegawai RRI yang belum bekerja, pimpinan jawatan segera mengeluarkan pengumuman
untuk kembali masuk kerja kepada Jawatan RRI stasiun Medan, maka susunan kepegawaian
RRI di Medan segera disempurnakan, maka tahun 1950 RRI Medan berdiri kembali, Suyana
(2000:45).
Kemudian pada tahun 1970 pemerintah Indonesia mendirikan televisi pertama diluar
pulau jawa, dengan nama TVRI Sumut yang diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia
Bapak Soeharto, selanjutnya ada dua media elektronik yang beroperasi di Sumut yang
keduanya merupakan milik pemerintah. Dengan adanya stasiun televisi TVRI di Sumut, hal
ini mengakibatkan radio siaran RRI stasiun Medan mengalami kemunduran.
Dengan demikian penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang radio di kota
Medan dari persepktif sejarah. Mengingat sangat minim sekali literatur yang memuat ataupun
membahas masalah tersebut sehingga penulis merasa tertantang untuk mengadakan penelitian
dengan judul “Sejarah Perkembangan Dan Peranan Radio Siaran RRI Stasiun Medan
1945-1970”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis dapat mengidentifikasi masalah yaitu
:
1. Sejarah berdirinya RRI stasiun Medan 1945-1970.
2. Perkembangan positif dan negatif RRI stasiun Medan 1945-1970.
C. Pembatasan Masalah
Karena luasnya cakupan masalah yang akan di teliti, maka penulis membatasi
permasalahan yang akan di teliti agar dapat lebih terarah dan fokus, untuk itu peneliti
difokuskan dan di batasi pada Sejarah Perkembangan Dan Peranan Radio RRI Stasiun Medan
1945-1970.
D. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana sejarah berdirinya radio siaran RRI stasiun Medan 1945-1970.
2. Bagaimana perkembangan positif dan negatif radio siaran RRI stasiun Medan
1945-1970.
3. Bagaimana peranan radio siaran RRI stasiun Medan 1945-1970.
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan sejarah berdirinya radio siaran RRI stasiun
Medan 1945-1970.
2. Untuk mengetahui perkembangan positif dan negatif radio siaran RRI stasiun
Medan 1945-1970.
3. Untuk mengetahui apa saja peranan radio siaran RRI stasiun Medan 1945-1970.
F. Manfaat Penelitian
1. Untuk memberikan informasi kepada para pembaca mengenai sejarah
perkembangan dan peranan radio RRI stasiun Medan 1945-1970 khususnya
masyarakat kota Medan.
2. Sebagai bahan bacaan untuk penelitian lanjutan bagi peneliti yang ingin meneliti
pada permasalahan yang sama atau berhubungan dengan masalah dalam penelitian
ini.
3. Sebagai bahan pembelajaran bagi penulis dalam menuangkan pikiran kedalam
bentuk tulisan karya ilmiah.
4. Sebagai penambah perbendaharaan perpustakaan Universitas Negeri Medan
i
ABSTRAK
HARUN.NIM 308121071.SEJARAH PERKEMBANGAN DAN PERANAN RADIO SIARAN RRI STASIUN MEDAN (1945-1970).SKRIPSI JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH, FAKULTAS ILMU SOSIAL, UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2012.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang berdirinya Radio Siaran RRI Stasiun Medan, perkembangan radio siaran RRI stasiun Medan dari tahun 1945 sampai dengan tahun 1970, kemudian mengetahui peranan radio siaran RRI stasiun Medan pada tahun 1945 sampai tahun 1970.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian kualitatif deskriptif. Dengan teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan penelitian lapangan di RRI stasiun Medan yang merupakan objek penelitian dan studi literatur yang berhubungan dengan sejarah berdirinya, perkembangan dan peranan radio siaran RRI stasiun Medan. Kemudian dilakukan wawancara dengan pihak yang mengerti tentang latar belakang berdirinya, perkembangan dan peranan radio siaran RRI Medan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Latar Belakang Berdirinya Radio Siaran RRI Stasiun Medan
Radio siaran sebagai salah satu unsur komunikasi massa yang berfungsi mengoper
lambang-lambang kata yang dapat dimengerti oleh orang lain. Masuknya radio ke Indonesia
dimulai sejak zaman penjajahan Belanda. Pemerintah Hindia Belanda pertama kali
mendirikan radio siaran di Batavia atau sekarang lebih dikenal dengan sebutan Jakarta pada
tahun 1925 dengan nama Radio Vereniging (BRV). Sejak adanya radio BRV di Indonesia
secara perlahan-lahan muncul radio-radio siaran lainnya seperti Nederlandsch Indishe Radio
Omroep Mij (NIROM) di Jakarta, Bandung, dan Medan, Solossche Radio Vereniging (SRV)
di Surakarta, Mataramse Vereniging Voor Radio Omroep (MAVRO), Eerste Madiunse Radio
Omroep (EMRO) di Madiun, dan lain sebagainya. Sedangkan di Medan selain NIROM
terdapat juga radio swasta lainnya yaitu Meyers Omroep Voor Allen (MOVA) yang
diusahakan oleh tuan Meyers dan Algeemene Vereniging Radio Omroep Medan (AVROM).
Akan tetapi diantara sekian banyak radio yang ada di Medan, NIROM adalah radio yang
terbesar dan terlengkap, karena radio tersebut mendapat bantuan penuh dari pemerintah
Hindia Belanda.
Sejak lahirnya Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 pergerakan kebangsaan
semakin meningkat, pemerintah Hindia Belanda menyadari bahwa pergerakan kebangsaan
sangat membahayakan kekuasaan kolonial oleh karena itu harus dihancurkan. Pemerintah
Hindia Belanda berusaha mengalihkan perhatian masyarakat dari masalah-masalah politik
melalui program-program siaran yang menarik yang disiarkan lewat radio NIROM. Semangat
mendirikan radio-radio siaran yang dijadikan sebagai alat perjuangan menuju cita-cita
kemerdekaan.
Pada tanggal 1 April 1933 berdirilah radio siaran milik bangsa Indonesia dengan nama
Soloshe Radio Vereniging (SRV). Akan tetapi radio NIROM yang merupakan radio milik
pemerintah Hindia Belanda berusaha menjepit ruang gerak radio siaran milik pribumi bahkan
berusaha mematikannya. Melihat kenyataan yang demikian bangsa Indonesia tidak tinggal
diam, maka pada tanggal 29 Maret 1937 dilangsungkan wakil-wakil dari radio Ketimuran di
Bandung, yang melahirkan Perserikatan Perkumpulan Radio Ketimuran (PPRK) yang
bertujuan memajukan kesenian dan kebudayaan nasional guna kemajuan masyarakat
Indonesia rohani dan jasmani.
Kemudian ketika Belanda menyerah kepada Jepang pada tanggal 8 Maret 1942. Maka
sejak saat itu terjadi perpindahan kekuasaan dari pihak Belanda kepada Pihak Jepang, hal ini
juga diikuti dengan perubahan dalam sistem penyiaran radio siaran. Pihak Jepang segera
mengadakan pengawasan yang ketat terhadap siaran dan daya tangkap. Siaran radio hanya
dapat menerima siaran dari stasiun radio Jepang. Radio siaran yang tadinya berstatus
perkumpulan swasta dimatikan dan diurus oleh jawatan khusus bernama Hoso Kanry Kyoku
merupakan pusat radio yang berkedudukan di Jakarta, sedangkan cabang-cabangnya
dinamakan Hoso Kyoku yang terdapat di Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya,
Malang, dan Medan. Selain itu setiap Hoso Kyoku mempunyai cabang kantor bernama
Shodanso yang terdapat dikabupaten.
Pada tanggal 13 Maret 1942 Jepang masuk ke kota Medan. Sebelum Jepang mendarat
di Sumatera Timur dan memduduki kota Medan, pihak Belanda telah lebih dahulu
menghancurkan sarana vital di kota Medan seperti alat pemancar radio NIROM beserta
seluruh peralatan siaran, yang terlihat hanya serpihan-serihan dan puing-puing yang
tahun 1942 Jepang membangun sebuah pemancar di sebuah gedung milik Deli Maskapai.
Penyiaran berkumandang dari gedung Deli Maskapai melalui gelombang 214 meter dengan
kekuatan 50 watt. Politik siaran Jepang pada waktu itu adalah menanamkan kedalam jiwa
bangsa Indonesia yang dikenal sebagai Nippon Seisin yaitu mempropaganda agar rakyat
Indonesia menyumbangkan tenaga dan pikiran untuk kemenangan Jepang dalam Perang
Pasifik.
Pada masa pemerintahan Jepang di Indonesia, seluruh pesawat radio milik penduduk
Indonesia di sita oleh Jepang dan tidak dikembalikan. Penduduk kota Medan pada waktu itu
hanya disediakan 25 buah pesawat radio umum yang diletakkan ditempat-tempat strategis
untuk didengar secara bersama-sama, antara lain ditempatkan diatas REX Bioskop, di
Kampung Keling, di kedai-kedai kopi yang terletak didekat Jembatan Sei Kera, Jalan
Serdang, persimpangan Jalan Sisingamangaraja, di Jalan Cemara, Kota Matsum, dan
lain-lain. Meskipun terbatas tetapi masyarakat cukup banyak yang mengikuti dan menikmatinya,
bukan karena keterbatasan media informasi yang tersedia tetapi juga karena kurangnya
masyarakat akan hiburan-hiburan.
Kemudian setelah Jepang menyerah kalah kepada Sekutu tahum 1945 dan Indonesia
memproklamasikan kemerdekaannya, atas perintah Sekutu, Jepang segera menyerahkan
pemancar radio dan mendaftarkan segala alat penting yang berada dibawah pengawasan
Medan Hoso Kyoku, namun para pegawai yang berkebangsaan Indonesia menolak
menyerahkannya. Para pegawai akan menggunakan radio sebagai alat perjuangan membela
dan mempertahankan kemerdekaan.
Setelah berhasil mengamankan pemancar kecil maka mereka segera melakukan
pembangunan radio siaran di Kampung baru lebih kurang 5 km dari pusat kota Medan.
Namun belum sempat mengudara, tentara Sekutu telah lebih dahulu mengetahuinya dan
siaran RRI di Jalan Asia, lagi-lagi usaha tersebut gagal karena situasi dan kondisi kota Medan
yang sangat mencekam dan mengharuskan untuk mengungsi ke Pematang Siantar. Pada
tahun 1946 di kota Pematang siantar radio siaran RRI stasiun Medan untuk pertama kalinya
dapat berkumandang, bahkan Wakil Presiden Republik Indonesia Moh. Hatta sempat
berpidato mengajak rakyat untuk terus berjuang mengusir penjajah Belanda dari Indonesia.
Pada tahun 1947 Belanda melakukan Agresi Militer I dan berhasil menduduki kota Pematang
siantar, sasaran utama penghancuran oleh pihak Belanda adalah Gedung radio RRI stasiun
Medan. Dengan dihancurkannya gedung studio RRI dan seluruh peralatan pendukung
penyiaran lainnya, maka berakhirlah peran radio siaran RRI stasiun Medan sebagai alat
perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan RI.
Pada saat genting seperti itu, maka muncullah Radio Rimba Raya di Aceh
menggantikan peran dari Radio siaran RRI stasiun Medan yang telah dihancurkan Belanda.
Sebagai radio perjuangan Radio Rimba Raya berperan dalam melakukan propaganda
terhadap musuh dan menangkis serangan dari pihak musuh terhadap berita-berita bohong
yang disiarkan oleh radio milik Belanda. Peran Radio Rimba Raya sangat ital sekali pada saat
itu, berkali-kali Belanda berusaha melakukan propaganda tetapi berhasil dipatahkan oleh
Radio Rimba Raya.
Setelah RI kembali ke Negara Kesatuan pada tahun 1950, maka radio siaran RRI
stasiun Medan dapat kembali mengudara dengan peran dan tugas yang berbeda pula dan
hingga saat ini masih tetap eksis mengudara, walaupun pada tahun 1970 telah berdiri TVRI
Sumut, televisi pertama diluar pulau Jawa, namun tidak menggoyahkan eksistensinya untuk
terus mengudara, meskipun secara perlahan-lahan msyarakat mulai beralih ke media televisi,
tetapi radio siaran RRI stasiun Medan memiliki penggemar setia sehingga tetap berdiri dan
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penulis dapat menyimpulkan,
beberapa faktor yang melatar belakangi berdirinya siaran radio RRI stasiun Medan yaitu:
Menurut penulis faktor pertama yaitu tumbuhnya kesadaran masyarakan atau para
pejuang akan pentingnya media komunikasi elektronik berupa radio dalam upaya
mempertahankan kemerdekaan RI dari usaha Belanda untuk menduduki Indonesia kembali,
mengingat vitalnya fungsi radio pada saat itu maka tumbuh kesadaran dalam diri
masing-masing para pejuang untuk menolak menyerahkan alat-alat dan pemancar radio tersebut
kepada Jepang untuk diserahkan kepada pihak Sekutu sebagai negara pemenang PD II,
bahkan mereka berusa menyelamatkan alat-alat maupun pemancar tersebut dan membangun
radio siaran sendiri untuk digunakan sebagai alat perjuangan dan propaganda kepada musuh.
Faktor kedua menurut penulis yang menjadi latar belakang berdirinya radio siaran
RRI stasiun Medan yaitu semangat yang luar biasa yang tidak pernah putus asa dalam diri
para pejuang, dimana dalam setiap usahanya membangun pemancar radio selalu saja
mendapat halangan, gangguan, dan penghancuran alat-alat maupun gedung studio radio,
bahkan nyawa mereka menjadi taruhan dalam setiap upayanya membangun siaran radio.
Berkali-kali mereka harus pindah tempat dari daerah yang satu ke daerah yang lainnya,
berkali-kali juga mereka hampir kehilangan nyawa akibat serangan dari pihak Sekutu untuk
menghancurkan studio radio yang mereka bangun. Tapi semua itu tidak pernah menyurutkan
semangat ataupun menyiutkan nyali para pejuang radio. Mereka tetap berusaha
membangunnya apapun resikonya, dalam benak mereka yang terpenting adalah radio siaran
yang mereka bangun dapat mengudara dan berkumandang tanpa memikirkan resiko apa yang
bakal mereka terima setelah itu.
Faktor ketiga menurut penulis yang menjadi latar belakang berdirinya radio siaran
RRI stasiun Medan adalah, adanya kerjasama yang baik antara para pejuang dan pemerintah
pejuang untuk mendirikan radio siaran RRI. Izin yang mereka ajukan pada saat akan
mendirikan radio siaran RRI stasiun Medan seperti di jalan Asia mendapat persetujuan dari
pemerintah daerah, sama hal nya yang terjadi di Pematang Siantar, Kepala Daerah Kabupaten
Simalungun khususnya Bupati Simalungun sangat mendukung usaha para pejuang untuk
mendirikan radio siaran di Pematang Siantar, bahkan Bupati Simalungun pada saat itu
memberikan bantuan dan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan para pejuang seperti, gedung
studio, alat-alat untuk keperluan siaran, tempat pemancar, piano, piring hitam, dan lain-lain.
Kerjasama yang baik antara pemerintah dengan masyarakat dalam hal ini para pejuang
melahirkan sebuah karya yang luar biasa seperti radio siaran RRI stasiun Medan yang sangat
berguna dalam upaya perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI dari penjajah Belanda.
2. Perkembangan Radio Siaran RRI Stasiun Medan 1945-1970
Dalam perkembangannya radio siaran RRI stasiun Medan diawal kemerdekaan tidak
pernah mengudara di kota Medan, radio RRI stasiun Medan pertama kali berkumandang
menyiarkan siarannya di kota Pematang Siantar. Di kota Pematang Siantar radio siaran RRI
lebih memfokuskan siarannya dalam berita yang berkaitan dengan pergerakan kemerdekaan
selain itu digunakan sebagai alat propaganda dalam menghadapi penjajah Belanda. Radio
siaran RRI stasiun Medan dapat mengudara di kota Pematang Siantar kurang lebih satu tahun
sebelum akhirnya di hancurkan oleh pasukan Belanda.
Kemudian radio siaran RRI stasiun Medan dapat mengudara kembali pada tahun 1950
setelah Indonesia kembali ke Negara Kesatuan, radio RRI stasiun medan mulai memperbaiki
siaran-siarannya, di era kepemimpinan Loetan Soetan Toenaro (1950-1954) radio siaran RRI
pernah meliput acara PON III. Kemudian ketika terjadi pemberontakan, radio RRI stasiun
bantuan dari ABRI. Selanjutnya selain warta berita radio siaran RRI stasiun Medan juga
menyiarkan acara-acara hiburan seperti acara musik, pembacaan puisi, dan sandiwara radio.
3. Peranan Radio Siaran RRI Stasiun Medan 1945-1970
Diawal kemerdekaan Indonesia radio siaran RRI stasiun Medan selain digunakan
untuk menyiarkan berita, juga digunakan oleh para pejuang sebagai alat perjuangan sekaligus
alat propaganda terhadap musuh. Radio siaran RRI stasiun Medan yang berada di Pematang
Siantar pernah digunakan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX untuk mengadakan hubungan
radio telefoni dengan pusat pemerintahan di Yogyakarta ketika beliau berkunjung ke
Sumatera. Selain itu sehari sebelum penghancuran studio radio RRI stasiun Medan di
Pematang Siantar Wakil Presiden Republik Indonesia, Moh. Hatta pernah berpidato melalui
corong radio RRI stasiun Medan untuk membangkitkan semangat para pejuang RI dalam
mempertahankan kemerdekaan sekaligus mengusir panjajah Belanda.
Sejak penghancuran studio radio RRI stasiun Medan di Pematang Siantar oleh
Belanda maka untuk sementara radio siaran RRI stasiun Medan tidak dapat beroperasi, peran
radio RRI stasiun Medan di isi oleh Radio Rimba Raya yang berada di Aceh. Radio Rimba
Raya sangat berperan dalam menghalau setiap manuver propaganda Belanda, setiap kali
Belanda melakukan Propaganda, Radio Rimba Raya selalu mematahkan berita-berita bohong
yang disiarkan Belanda sehingga para pejuang baik di dalam negeri maupun yang berada di
luar negeri yang berjuang lewat jalur diplomasi mencari dukungan negara-negara lain demi
mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia dapat lebih tenang dan lebih
berkonsentrasi. Radio Rimba raya di masa kemerdekaan juga berperan dalam melakukan
hubungan dengan perwakilan Indonesia yang berada di luar negeri, lewat Radio Rimba Raya
yang memiliki jangkauan yang sangat luas hingga ke Eropa, perwakilan Indonesia yang
berada diluar dapat dengan mudah memantau perkembangan yang terjadi di tanah air, bahkan
India yang ditangkap oleh siaran radio All India Radio yang kemudian disampaikan ke
perwakilan Indonesia yang berada di New Delhi, India.
Kemudian tahun 1950 ketika RI telah kembali ke Negara Kesatuan dan Belanda dapat
di usir dari Indonesia, maka sejak saat itu radio siaran RRI stasiun Medan dapat kembali
beroperasi. Setelah RI kembali ke NKRI maka peran RRI berubah, tidak lagi sebagai alat
perjuangan atau alat propaganda terhadap musuh. Radio siaran RRI stasiun Medan mulai
memperbaiki program-program yang baku, terencana dan terarah. Siaran-siarannnya sangat
mendidik dan dalam setiap siarannya mengangkat dan mengembangkan
kebudayaan-kebudayan daerah, selain menyiarkan warta berita radio RRI stasiun Medan juga menyiarkan
acara-acara hiburan seperti musik, puisi, sandiwara radio, dan lain-lain. Tetapi ketika di
Sumatera terjadi pergolakan tahun 1956, dimana para pemimpin militer saat itu melakukan
pemberontakan terhadap pemerintah pusat, karena rasa tidak puas mereka terhadap
kebijakan-kebijakan yang dijalankan, mereka merasa di anak tirikan dan dilupakan. Radio
siaran RRI stasiun Medan ikut membantu pemerintah pusat dalam menumpas pemberontakan
tersebut. Sejak munculnya televisi di Sumatera Utara yaitu TVRI Sumut pada tahun 1970
peran radio siaran RRI stasiun Medan perlahan-lahan mulai diambil alih oleh TVRI.
Orang-rang mulai beralih ke televisi sebagai sarana informasi juga sebagai media hiburan mereka.
B. Saran
Di era yang serba modern dan semakin canggihnya teknologi di abad ini,
sarana-sarana hiburan maupun media-media elektronik begitu banyak bermunculan seperti jamur di
musim penghujan, lahir nya terobosan-terobasan baru di dunia elektronik seperti Internet
yang mempermudah orang untuk mencari informasi-informasi yang dibutuhkan ditambah
lagi dengan layanan game online yang sangat di minati para kawula muda, Handphone yang
berbagai macam fitur-fitur yang sangat canggih didalamnya seperti kamera, video, bahkan
dapat mengakses jaringan internet yang sangat memanjakan penggunanya, kemudian
Televisi, dengan berbagai macam tayangan acara yang sangat menarik, apalagi sudah banyak
bermunculan televisi swasta, yang membuat orang terkadang dapat meninggalkan
pekerjaannya karena tidak mau melewatkan tayangan acara televisi favoritnya.
Melihat kenyataan yang ada sekarang ini, radio kalah bersaing dengan kehadiran
internet, televisi, dan handphone. Orang-orang lebih suka melihat televisi atau memainkan
internet dan hanphone dari pada mendengarkan radio, padahal keberadaan radio sangat vital
pada masa awal kemerdekaan. Kita tidak menutup diri dengan semua perkembangan
tekhnologi yang semakin hari semakin membuat kita terpukau, bahkan dapat mempermudah
kinerja kita sehari-hari, akan tetapi janganlah kita sampai mengesampingkan radio atau
bahkan melupakannya. Karena radio sangat besar peranannya dalam membantu perjuangan
mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Di Sumatera Timur atau sekarang lebih
dikenal dengan Sumatera Utara, radio siaran RRI stasiun Medan memiliki peran dan jasa
yang sangat besar, para pejuang RI pada waktu itu menggunakan radio siaran RRI stasiun
Medan sebagai alat perjuangan untuk membantu mereka melawan penjajah Belanda.
Selain itu kita juga harus menghargai dan mengenang jasa-jasa dari para pejuang radio
yang dengan begitu semangat berusaha mendirikan radio padahal mereka mengetahui resiko
yang akan mereka terima jika apa yang mereka lakukan itu diketahui pihak Sekutu, nyawa
mereka lah yang menjadi taruhan nya, dalam 3 kali usahanya untuk mendirikan radio, 3 kali
pula mereka harus menghadapi maut, hampir saja nyawa mereka melayang satu persatu, jika
saja mereka terlambat menyelamatkan diri dari serangan pihak Sekutu yang membabi buta.
Marilah sama-sama mulai sekarang hendaknya kita mulai lebih menghargai keberadaan radio
di tengah-tengah kita dan jagan lupakan pula jasa dari pejuang radio yang tidak kalah
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
Proposal penelitian ini diajukan oleh Harun, NIM 308121071 Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Medan
Telah Diperiksa dan Disetujui Untuk Mempertahankan Skripsi
Medan, September 2012 Mengetahui
Ketua Jurusan Dosen Pembimbing
Pendidikan Sejarah
Dra. Lukitaningsih,M.Hum Dra. Hafnita SD Lubis, M.Si