ABSTRAK
Judul penelitian ini adalah Perancangan dan Uji Coba Pelatihan Active Listening Untuk Meningkatkan Kemampuan Active Listening Pada Guru Sekolah Minggu Gereja “X” Bandung. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah menyusun modul pelatihan Active Listening sehingga siap digunakan untuk meningkatkan kemampuan active listening pada guru Sekolah Minggu Gereja “X” Bandung.
Sampel penelitian ini adalah 11 orang guru Sekolah Minggu Gereja “X” Bandung yang sudah dinyatakan lulus PEA dan sudah disahkan oleh Gereja sebagai guru Sekolah Minggu. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner active listening yang disusun oleh peneliti dan terdiri dari 28 item. Validitas item berkisar antara 0,328-0,697. Sedangkan reliabilitasnya sebesar 0,766.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh guru Sekolah Minggu yang mengikuti pelatihan mengalami peningkatan skor dan kategori kemampuan active listening dari yang berada pada kategori rendah ke sedang khusus pada aspek processing, kategori sedang ke tinggi pada ketiga aspek dan beberapa guru Sekolah Minggu yang tetap berada pada kategori tinggi di semua aspek. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa modul pelatihan active listening dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan active listening.
ABSTRACT
The title of this observation is The Programme and The Experiment of The Active Listening Training to Develop Active Listening For Sunday School Teachers at Church “X” Bandung. The purpose of doing this observation is to make the module of the active listening training, as a result; this module can be used in purpose of developing active listening skill for sunday school teachers at church “X” Bandung.
The sample of this observation is 11 sunday school teachers at church “X” Bandung, who had stated for passing the PEA and already official by church as a school sunday teacher. The measure device using on this observation is questionnaires about the active listening that made by the observer and consist of 28 items. The validity items are about 0,328-0,697. Whereas, its reliability is about 0,776.
The result of this observation shows that all the Sunday School teachers who follow the training are happen to get an increased score and then the category of active listening skill changed. From low category to medium for processing aspect in particular, from medium to high for the three aspects and several Sunday School teachers who are in the high category for all aspects. This result shows that the module of the active listening training is appropriate to use, with the intention to develop the active listening skill.
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan...i
Kata Pengantar...ii
Abstrak...vii
Abstract...viii
Daftar Isi...ix
Daftar Tabel...xiv
Daftar Bagan...xv
Daftar Lampiran...xvi
BAB I PENDAHULUAN 1.1LATAR BELAKANG PENELITIAN...1
1.2IDENTIFIKASI MASALAH...9
1.3MAKSUD, TUJUAN dan KEGUNAAN PENELITIAN...10
1.3.1 MAKSUD PENELITIAN...10
1.3.2 TUJUAN PENELITIAN...10
1.4 KEGUNAAN PENELITIAN...10
1.5 METODOLOGI...11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TEORI LISTENING 2.1.1 LISTENING MERUPAKAN BAGIAN DARI PROSES KOMUNIKASI...12
2.1.2 PENGERTIAN LISTENING...15
2.1.3 DIMENSI LISTENING...16
2.1.4 ACTIVE LISTENING PENTING DALAM PROSES KOMUNIKASI.20 2.1.5 HAMBATAN DALAM EFFECTIVE LISTENING...22
2.1.6 KARAKTERISTIK ACTIVE LISTENING...23
2.1.7 KOMUNIKASI NONVERBAL...25
2.1.8 TARAF KEDALAMAN KOMUNIKASI...26
2.1.9 SELF-AWARENESS...29
2.2 GURU SEKOLAH MINGGU...34
2.2.1 DEFINISI GURU SEKOLAH MINGGU...34
2.2.4 TANGGUNG JAWAB GURU...38
2.2.5 CIRI-CIRI GURU SEKOLAH MINGGU YANG EFEKTIF...39
2.3 KOMUNIKASI HORISONTAL...40
2.3.1 TUJUAN KOMUNIKASI HORISONTAL...40
2.3.2 METODE KOMUNIKASI HORISONTAL...41
2.4 PEMBELAJARAN EKSPERIENSIAL...42
2.5 MENGEMBANGKAN TUJUAN PELATIHAN AKTIF...45
2.5.1 MENGEMBANGKAN TUJUAN UMUM...46
2.5.2 MENGEMBANGKAN TUJUAN KHUSUS...47
2.5.3 MENGINFORMASIKAN MATERI PELATIHAN...50
2.5.4 PEDOMAN UMUM MERANCANG PROGRAM PELATIHAN OLEH SILBERMAN (1990)...51
2.6. EVALUASI PROGRAM PELATIHAN...52
2.6.1 PENERAPAN MODEL EVALUASI EMPAT LEVEL...53
2.7 INSTRUKTUR...56
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 METODE PENELITIAN...75
3.2 VARIABEL PENELITIAN...76
3.2.1 DEFINISI KONSEPTUAL...76
3.2.2 DEFINISI OPERASIONAL...76
3.3 SUBJEK PENELITIAN...77
3.4 MODUL PENELITIAN...77
3.5 ALAT UKUR...79
3.5.1 KISI-KISI ALAT UKUR...80
3.5.2 UJI RELIABILITAS DAN VALIDITAS ALAT UKUR...82
3.6 TEKNIK ANALISIS DATA...84
3.6.1 HIPOTESIS STATISTIK...85
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 GAMBARAN UMUM RESPONDEN...86
4.2 HASIL PENELITIAN...86
4.2.2 HASIL PENELITIAN BERDASARKAN SKOR SEBELUM DAN
SESUDAH PELATIHAN...87
4.3 PEMBAHASAN...90
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 SIMPULAN...100
5.2 SARAN PENELITIAN...101
5.2.1 SARAN TEORETIS...101
5.2.2 SARAN PRAKTIS...102
DAFTAR PUSTAKA ...103
DAFTAR RUJUKAN...105
DAFTAR TABEL
TABEL 2.2 PROSES PENGUKURAN DAN PENGUMPULAN DATA
EVALUASI
TABEL 3.4 TABEL MODUL PELATIHAN
TABEL 3.5.1 TABEL ALAT UKUR ACTIVE LISTENING
TABEL 3.5.2 BOBOT NILAI ALAT UKUR
TABEL 4.1 GAMBARAN RESPONDEN BERDASARKAN JENIS
KELAMIN DAN USIA
TABEL 4.2 UJI STATISTIK KEMAMPUAN ACTIVE LISTENING
TABEL 4.3 GAMBARAN KEMAMPUAN ACTIVE LISTENING SEBELUM
DAN SESUDAH PELATIHAN
TABEL 4.4 HASIL PRETEST DAN POSTTEST ASPEK SENSING
TABEL 4.5 HASIL PRETEST DAN POSTTEST ASPEK PROCESSING
DAFTAR BAGAN & SKEMA
BAGAN 1.4 RANCANGAN PENELITIAN
BAGAN 2.1 PROSES KOMUNIKASI
SKEMA 2.2 SIKLUS PEMBELAJARAN EKSPERIENSIAL
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A : HASIL PENELITIAN BERDASARKAN EVALUASI
REAKSI PESERTA PELATIHAN (REACTION)
LAMPIRAN B : UJI STATISTIK
LAMPIRAN C : INFORM CONSENT
LAMPIRAN D : DATA PRIBADI DAN DATA PENUNJANG
LAMPIRAN E : ALAT UKUR
LAMPIRAN F : LEMBAR EVALUASI SESI
LAMPIRAN G : LEMBAR EVALUASI KESELURUHAN
LAMPIRAN H : VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT UKUR
LAMPIRAN I : MODUL PELATIHAN
LAMPIRAN J : HANDOUT MATERI PELATIHAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sekolah Minggu merupakan kegiatan bersekolah yang diadakan pada hari
Minggu. Banyak denominasi Kristen yang mengajarkan pelajaran keagamaan di
Sekolah Minggu. Biasanya kegiatan Sekolah Minggu diadakan di dalam gereja.
Guru yang mengajar terdiri dari orang-orang Kristen awam yang sebelumnya
mengikuti pelatihan atau penataran. Guru-guru ini dinamakan guru Sekolah
Minggu. (http://id.wikipedia.org/wiki/Sekolah_Minggu). Guru Sekolah Minggu
adalah seorang pengajar Kristen yang terpanggil secara rohani untuk mengajar
anak-anak Sekolah Minggu (Yahya, 2011). Untuk merekrut guru Sekolah
Minggu, biasanya gereja mengeluarkan pengumuman secara lisan maupun tulisan.
Pengumuman lisan disampaikan ketika ibadah, pengumuman tertulis disampaikan
melalui warta jemaat. Salah satu gereja yang melakukan perekrutan guru Sekolah
Minggu adalah gereja “X” yang bertempat di Bandung.
Tidak ada prosedur pasti mengenai persyaratan yang harus dipenuhi untuk
menjadi guru Sekolah Minggu, namun untuk menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan seperti kurangnya komitmen menjadi guru Sekolah Minggu, BPH
(Badan Pengurus Harian) dari seksi Sekolah Minggu Gereja “X” mengajukan
2
Menteri Agama dalam pembinaan anak) dan memiliki motivasi yang kuat untuk
melayani anak Sekolah Minggu. Diharapkan dengan adanya berbagai persyaratan
tersebut, setiap calon guru Sekolah Minggu akan mampu menjadi guru Sekolah
Minggu yang efektif dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan tugasnya.
Dalam pelaksanaan tugas setelah disahkan menjadi guru Sekolah Minggu,
gereja “X” menyediakan satu hari khusus dimana guru Sekolah Minggu bertemu
dalam rapat untuk mempersiapkan materi pengajaran yang akan disampaikan pada
hari Minggu kepada anak Sekolah Minggu. Rapat persiapan mengajar ini
didampingi oleh pendeta atau penatua gereja yang bertugas untuk memberikan
uraian atau penjelasan kepada guru Sekolah Minggu yang kemudian
dikembangkan oleh masing-masing guru Sekolah Minggu melalui diskusi agar
menghasilkan kesepakatan mengenai materi dan metode yang digunakan pada hari
Minggu di masing-masing kelas. Menurut jadwal yang ditetapkan oleh gereja,
rapat persiapan berlangsung dua jam. Diharapkan rapat persiapan mengajar dapat
berlangsung dengan efektif, sehingga keputusan-keputusan yang ditetapkan bisa
tepat sasaran dan anak Sekolah Minggu mendapatkan pendidikan rohani yang
tepat.
Rapat persiapan mengajar anak Sekolah Minggu diadakan pada hari Jumat
dengan agenda sebagai berikut: doa pembuka, pembacaan Alkitab disertai dengan
pengarahan dari pendeta atau penatua, diskusi materi oleh guru-guru Sekolah
Minggu sesuai dengan kurikulum yang sudah ditetapkan dan ditutup dengan doa.
Dalam rapat persiapan mengajar, guru-guru Sekolah Minggu memiliki
3
disampaikan dan bagaimana metode yang akan diterapkan di masing-masing kelas
untuk kemudian ditanggapi oleh rekan guru Sekolah Minggu yang hadir.
Guru-guru terlibat dalam komunikasi untuk bertukar pikiran, pesan dan informasi.
Dengan komunikasi yang tepat setiap guru Sekolah Minggu yang terlibat di
dalamnya akan memperoleh informasi yang sama. Komunikasi kemudian akan
berkembang jika guru-guru Sekolah Minggu yang terlibat dalam komunikasi
memiliki kesediaan yang sama untuk saling mendengarkan dan berbicara (De
Janasz, 2012).
Berdasarkan hasil wawancara pada awal bulan Mei 2013 terhadap tiga
guru Sekolah Minggu, mereka mengatakan bahwa beberapa rekannya tidak
memberikan perhatian secara penuh untuk mendengarkan temannya berbicara
dalam rapat persiapan mengajar. Ketika temannya sedang berbicara, mereka
melakukan kegiatan lain seperti memainkan handphone, mengobrol dengan teman yang lain, dan membaca buku yang tidak berkaitan dengan yang disampaikan oleh
rekannya, padahal mendengarkan adalah komponen yang sangat penting dalam
proses komunikasi. Komunikasi yang efektif tidak sekadar membutuhkan listener yang mampu mendengarkan saja, tapi juga mampu menjadi pendengar yang aktif
(De Janasz, 2012). Dengan active listening, setiap pihak yang terlibat di dalam komunikasi akan lebih mudah mencapai kesamaan persepsi, menghindari bias,
dan mendorong berkembangnya komunikasi. Active listening mendukung
4
Dari hasil wawancara awal terhadap lima orang guru Sekolah Minggu
pada bulan Januari 2013 mengenai kemampuan mendengarkan aktif dalam
komunikasi di rapat persiapan, empat di antaranya mengatakan bahwa terdapat
beberapa guru Sekolah Minggu yang sering menginterupsi ketika rekannya
berbicara dan melakukan kegiatan lain ketika ada yang sedang menyampaikan
informasi. Ketika guru Sekolah Minggu tidak fokus mendengarkan rekannya yang
sedang berbicara, berarti ia tidak sedang mendengarkan secara aktif. Karakteristik
dari mendengarkan aktif adalah menunjukkan ketertarikan dan cermat dalam
mendengar, mengajukan pertanyaan ketika pesan yang disampaikan tidak
sepenuhnya dimengerti, mengabaikan distraksi, melakukan kontak mata, tidak
menginterupsi, melakukan sensing dengan tepat, empati, memparafrasekan,
mengevaluasi pesan, berkonsentrasi, memberikan feedback, dan tidak terlalu
banyak bicara. Banyak karakteristik dari active listener yang masih tidak
dilakukan oleh guru-guru Sekolah Minggu Gereja “X” ketika berkomunikasi
dengan rekannya dalam rapat persiapan mengajar, sehingga diasumsikan bahwa
kemampuan active listening yang dimiliki belum cukup untuk menghasilkan
komunikasi yang efektif. Empat guru Sekolah Minggu dan seorang mantan ketua
seksi Sekolah Minggu Gereja “X mengemukakan bahwa komunikasi merupakan
hal paling penting yang harus dibenahi dalam relasi antar guru Sekolah Minggu,
khususnya mendengarkan secara aktif.
Mendengarkan secara aktif sangat penting dilakukan dalam rapat
persiapan mengajar guru Sekolah Minggu agar rapat ini berlangsung dengan
5
ketika waktu yang digunakan sesuai dengan jadwal yang ditetapkan, yaitu dua
jam. Sedangkan rapat persiapan guru Sekolah Minggu disebut tepat sasaran ketika
guru Sekolah Minggu memperoleh pemahaman yang sama mengenai materi dan
metoda yang akan digunakan pada hari Minggu sehingga pengajaran yang
dilakukan menjadi terencana dan sistematis. Ketika rapat guru Sekolah Minggu
tidak efektif dan tidak tepat sasaran, maka pengajaran yang dilakukan pada hari
Minggu akan menjadi tidak terencana dan tidak sistematis. Guru-guru Sekolah
Minggu akan memberikan materi yang berbeda-beda yang bisa saja tidak sesuai
dengan ajaran Kristiani. Hal ini harus sangat diwaspadai mengingat anak-anak
Sekolah Minggu akan menerima setiap informasi yang diberikan oleh guru-guru
Sekolah Minggu. Anak-anak Sekolah Minggu tidak akan terdidik dengan benar
sesuai dengan visi dan misi pelayanan Anak Sekolah Minggu di gereja “X”.
Tiga dimensi active listening yang harus dilakukan guru Sekolah Minggu agar efektif dalam berkomunikasi yaitu sensing, processing/evaluating, dan responding (De Janasz, 2012). Sensing meliputi kegiatan mendengarkan kata-kata yang diucapkan dan menangkap tanda-tanda nonverbal seperti bahasa tubuh dan
ekspresi wajah. Berdasarkan hasil survei awal terhadap 9 guru Sekolah Minggu
Gereja “X” pada rapat persiapan mengajar, ditemukan 55,5% guru Sekolah
Minggu yang masih kesulitan dalam menangkap isyarat nonverbal dari pihak yang
diajak berkomunikasi. Guru-guru ini mengatakan bahwa mereka sulit
6
ketika mendengarkan rekannya yang berbicara. Mereka mudah terdistraksi dan
sulit berkonsentrasi sehingga banyak pesan verbal dan nonverbal yang diterima
menjadi tidak utuh. Ketika seorang guru Sekolah Minggu sedang berbicara di
rapat persiapan dan memakan waktu cukup lama, rekannya mulai melakukan
aktivitas lain, misalnya mengobrol, memainkan alat tulis, membuka buku dan
menulis hal-hal yang tidak berkaitan dengan pesan yang disampaikan oleh
rekannya. Dari data tersebut peneliti berasumsi bahwa banyak pesan yang
disampaikan oleh rekannya terlewat begitu saja karena guru Sekolah Minggu
tidak mampu untuk fokus pada isi pesan yang disampaikan. Pesan yang diterima
oleh listener akan menjadi sangat minim untuk diolah dalam dimensi processing. Dimensi yang berikutnya adalah processing/evaluating. Pada dimensi ini, listener mengolah informasi yang telah ia peroleh dari tahap sensing. De Janasz
(2012) mendefinisikan processing sebagai proses pemahaman tentang makna
yang disampaikan secara verbal maupun nonverbal, kemudian diinterpretasikan,
dievaluasi, dan diingat keseluruhan isi pesannya. Berdasarkan hasil survei awal
terhadap 9 guru Sekolah Minggu Gereja “X” pada rapat persiapan mengajar,
ditemukan 55,5% guru Sekolah Minggu seringkali salah dalam mempersepsi
pesan yang disampaikan oleh rekannya. Hal ini disadari oleh guru Sekolah
Minggu yang mendengarkan namun mengabaikan perbedaan persepsi tersebut,
sehingga secara sadar guru Sekolah Minggu tersebut memberikan materi yang
tidak sama dengan hasil kesepakatan dalam rapat. Badan Pengurus Harian (BPH)
Guru Sekolah Minggu menjelaskan dengan lebih lanjut, ketika dilakukan
7
dengan hasil rapat. Tahap processing dalam active listening ketika mendengarkan rekan guru Sekolah Minggu berbicara akan keliru ketika guru Sekolah Minggu
yang menjadi listener berusaha memberikan makna terhadap pesan yang diterima sebagian. Informasi yang diterima sebagian oleh guru Sekolah Minggu yang
menjadi listener dikarenakan guru Sekolah Minggu tersebut tidak berkonsentrasi dan tidak memberikan perhatian secara penuh kepada rekan yang sedang
berbicara. Menurut asumsi peneliti, pemberian makna terhadap informasi yang
tidak utuh cenderung akan bercampur dengan prasangka sehingga processing
menjadi tidak tepat.
Dimensi yang ketiga adalah responding. Responding (berespons) adalah memberi umpan balik atas informasi yang diterima, baik secara verbal maupun
nonverbal. Ketika seorang listener memahami isi pesan yang disampaikan oleh speaker, anggukan kepala adalah salah satu umpan balik yang sering dilakukan oleh listener. Berdasarkan hasil survei awal terhadap 9 guru Sekolah Minggu Gereja “X” pada ibadah persiapan mengajar, ditemukan 55,5% tidak menanggapi
rekannya sebagai bentuk respons mendengarkan secara aktif. Sekitar 66,6% dari guru Sekolah Minggu tersebut berespons dengan cara yang negatif, yaitu
interupsi. Interupsi dapat membuat speaker merasa tidak dihargai dan
menghambatnya untuk memberikan informasi lebih detil. Dengan interupsi,
komunikasi menjadi tidak berkembang. De Janasz (2012) menekankan bahwa
8
atau memberikan respons terhadap speaker bukan dengan cara interupsi. Data observasi yang juga dilakukan pada guru Sekolah Minggu dalam rapat persiapan
mengajar di bulan Mei 2013 menunjukkan bahwa masih banyak guru Sekolah
Minggu yang tidak berespons setelah rekannya menyampaikan informasi. Mereka
cenderung diam dan tidak menanggapi baik dengan parafrase, perception
checking ataupun dengan pemberian umpan balik. Beberapa dari mereka berespons tetapi respons yang ditampilkan tidak tepat, seperti interupsi atau salah
memproses informasi sehingga respons yang diberikan tidak tepat.
Kenyataan bahwa terdapat guru Sekolah Minggu yang tidak menunjukkan
kemampuan dalam mendengarkan secara aktif dapat menghambat proses
komunikasi yang terjadi di organisasi guru Sekolah Minggu. Hal ini disampaikan
oleh mantan ketua guru Sekolah Minggu Gereja periode 2010-2011, bahwa terjadi
hambatan dalam proses komunikasi antar guru-guru Sekolah Minggu. Beberapa
guru Sekolah Minggu berbicara atau sibuk sendiri ketika rekannya berbicara,
merupakan hambatan yang paling jelas terlihat. Sebagai upaya untuk mengatasi
hal tersebut, kendala-kendala dalam mendengarkan aktif perlu diatasi dan diubah
ke arah kemampuan yang dapat mendukung keberhasilan dalam organisasi guru
Sekolah Minggu, yaitu komunikasi efektif dengan kemampuan mendengarkan
aktif sebagai hal yang paling penting untuk dimiliki.
Selama 5 tahun terakhir, guru Sekolah Minggu sudah empat kali
memperoleh materi mengenai komunikasi melalui metode ceramah, namun tidak
disertai dengan aplikasi dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari terutama
9
individual atau kelompok dirasakan kurang sesuai karena yang perlu
dikembangkan dari guru-guru Sekolah Minggu adalah kemampuan mendengarkan
secara aktif. Sehingga untuk mengembangkan guru-guru Sekolah Minggu agar
memiliki kemampuan active listening, peneliti memilih metode pelatihan
(experiential learning approach). Dalam pelatihan, guru-guru Sekolah Minggu belajar melalui pengalaman langsung dari kegiatan (games, diskusi, tugas pribadi dan tugas kelompok) yang diikutinya. Asumsinya ketika guru-guru Sekolah
Minggu belajar dari pengalaman yang diperoleh, mengartikan pengalaman
tersebut sesuai dengan tujuan, arah, dan harapan yang telah ditetapkan, guru-guru
Sekolah Minggu akan mendapatkan insight, temuan dan pengertian baru yang
kemudian dapat diterapkan dalam situasi baru untuk meningkatkan kemampuan
mendengarkan secara aktif (Lewin, 1951).
Berangkat dari pemikiran yang diuraikan di atas, peneliti tertarik untuk
menyusun modul pelatihan mendengarkan secara aktif dan mengamati sejauh
mana modul tersebut dapat meningkatkan kemampuan active listening pada guru-guru Sekolah Minggu Gereja “X” Bandung.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang dikemukakan di atas,
rumusan permasalahan penelitian ini adalah apakah modul pelatihan active
10
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1. Maksud Penelitian
Maksud penelitian ini adalah untuk merancang dan mengujicobakan
modul pelatihan active listening guna meningkatkan kemampuan active listening guru Sekolah Minggu Gereja “X” Bandung.
1.3.2. Tujuan Penelitian
Tujuan jangka pendek penelitian adalah untuk mengujicobakan modul
pelatihan sehingga siap digunakan untuk meningkatkan kemampuan active
listening pada guru-guru Sekolah Minggu gereja “X”.
1.4. Kegunaan Penelitian
1.4.1. Kegunaan Ilmiah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat:
1. Memberikan informasi empiris bagi bidang Psikologi khususnya Psikologi
Industri dan Organisasi mengenai pelatihan active listening pada guru Sekolah Minggu.
2. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain, jika ingin melakukan penelitian
11
1.4.2. Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat:
1. Membantu guru Sekolah Minggu dalam mengatasi hambatan active listening sehingga terdorong untuk melakukannya dalam menciptakan komunikasi yang
efektif.
2. Membantu gereja dalam merancang pelatihan bagi guru Sekolah Minggu
untuk meningkatkan active listening agar dapat berkomunikasi secara efektif dengan pihak-pihak terkait.
1.5. Metodologi
Penelitian ini menggunakan metode One-Group Before-After
(PreTest-PostTest) Design. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling, yaitu sampel diambil dari unit populasi yang ada pada saat penelitian dan individu
yang memenuhi karakteristik populasi.
Pre – Test Post – Test
Bagan 1. 1. Rancangan Penelitian
Peningkatan kemampuan mendengarkan secara aktif guru Sekolah Minggu Kemampuan
mendengarkan secara aktif guru Sekolah Minggu
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data yang diperoleh dari pelatihan active listening pada guru Sekolah Minggu Gereja “X” Bandung, diperoleh simpulan sebagai berikut :
1. Modul Pelatihan Active Listening dapat digunakan untuk meningkatkan
kemampuan active listening guru-guru Sekolah Minggu.
2. Peserta mengalami peningkatan kemampuan active listening secara
keseluruhan maupun pada masing-masing aspek yaitu sensing, processing dan responding setelah mengikuti pelatihan.
3. Berdasarkan evaluasi tahap reaksi, peserta memberikan penilaian positif
terhadap seluruh rangkaian pelatihan, baik dari sisi materi, pelaksanaan, trainer dan fasilitator.
4. Berdasarkan evaluasi tahap reaksi, ditemukan bahwa sesi “One-Way, Two-Way Communication” adalah sesi yang dihayati paling menarik dan bermanfaat. Sesi simulasi “Mendarat di Bulan” adalah sesi yang dihayati paling tidak
bermanfaat oleh 45,4% karena ketidaksetaraan materi simulasi dengan materi
rapat sehari-hari di Sekolah Minggu.
5. Metode penyampaian materi dengan simulasi dan games dihayati peserta
101
5.2 Saran Penelitian
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan di bab sebelumnya,
ada beberapa saran yang dapat diajukan, yaitu :
5.2.1. Saran Teoretis
Untuk peneliti yang berminat melakukan penelitian lebih lanjut disarankan :
1. Mencantumkan faktor apa saja yang memengaruhi kemampuan active listening pada guru Sekolah Minggu dan menelitinya sehingga dapat diketahui
dampaknya dalam meningkatkan kemampuan active listening.
2. Meneliti efektivitas pelatihan active listening pada guru-guru Sekolah Minggu di gereja lain dengan fenomena yang sama di rapat.
3. Melakukan revisi pada materi di simulasi sesi 1 “Mendarat di Bulan”.
Sebaiknya situasi yang digambarkan adalah situasi yang bisa dipahami,
dimengerti dan setara dengan materi di Sekolah Minggu, sehingga guru
Sekolah Minggu tidak mengalami kesulitan dalam pengolahan materi rapat.
4. Melakukan revisi pada TIK sesi “Mendarat di Bulan”, “Self Awareness” dan “One Way – Two Way Communication” untuk lebih difokuskan dalam melatih aspek sensing, processing dan responding.
5. Melakukan penelitian dengan metode time series agar dapat diketahui efek pelatihan dalam jangka waktu tertentu.
102
5.2.2 Saran Praktis
1. Untuk pihak gereja “X”, modul pelatihan Active Listening dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk diberikan kepada guru Sekolah Minggu yang tidak
mengikuti pelatihan pada saat ini agar kemampuan active listeningnya meningkat, sehingga komunikasi yang terjadi pada saat rapat guru Sekolah Minggu lebih efektif.
2. Dilakukan pengamatan lebih lanjut untuk membandingkan guru Sekolah
Minggu yang senior dan yang baru disahkan menjadi guru Sekolah Minggu
agar dapat diketahui perbedaan kemampuan active listening nya.
3. Untuk pihak gereja “X”, modul pelatihan Active Listening dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk diberikan kepada pekerja lain yang berada di gereja
DAFTAR PUSTAKA
Anastasi, A & Susana Urbina. 1997. Psychological Testing. New Jersey : Prentice-Hall Inc.
Aw, Suranto. 2011. Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Benson, Clarence. H. 1983. Teknik Mengajar : Asas-asas Penuntun Bagi
Pelayanan Pendidikan di Gereja. Malang : Gandum Mas.
Brammer, Lawrence M & Ginger MacDonald. 2003. The Helping Relationship – Process and Skills. Washington : Pearson Education.
De Janasz, Suzanne. 2012. Interpersonal Skills in Organizations, Fourth Edition. New York : McGraw-Hill Education.
DeVito, Joseph. A. 1997. Komunikasi Antarmanusia Edisi Kelima, Alih Bahasa oleh Ir. Agus Maulana MSM. Jakarta : Proffesional Books.
DeVito, Joseph. A. 2012. Human Communication : The Basic Course. New York : Pearson.
Friedenberg, Lisa. 1995. Psychological Testing: Design, Analysis, and Use.
Massachusetts: Allyn & Bacon A Simon & Schuster Company.
Graziano, Anthony. M. 2000. Research Methods: A Process of Inquiry. New York : Allyn & Bacon.
Johnson, David. W, Frank P. Johnson. 1975. Joining Together – Group Theory and Group Skills. New Jersey : Prentice-Hall, Inc.
Kirpatrick, Donald. 2006. Evaluating Training Programs The Four Level Third Edition. San Fransisco : Berrett – Koehler Publishers, Inc.
Lie, Paulus. 2003. Mereformasi Sekolah Minggu : 8 Kiat Praktis Menjadikan
Sekolah Minggu Berpusat pada Anak. Yogyakarta : Andi.
Pfeiffer, J. William, John E. Jones. 1974. A Handbook of Stuctured Experiences for Human Relations Training, Volume 1. California : University Associates, Inc.
Rakhmat, Jalaluddin. 2012. Psikologi Komunikasi. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Santrock. 2003. Life Span Development, 9th edition. New York : Mc Graw – Hill. Silberman, Mel. 1990. Active Training, a Handbook of Techniques Designs, Case
Example and Tips. New York : Lexington Books.
Supraktiknya, A. 1999. Mengenal Perilaku Abnormal. Yogyakarta : Kanisius.
Wiryanto. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Grasindo.
DAFTAR RUJUKAN
Amin, Grace. 2011. Uji Coba Modul Pelatihan Komunikasi Interpersonal Dalam Usaha Meningkatkan Ketrampilan Komunikasi Pasangan Suami Istri di Gereja “X”. Usulan Penelitian. Bandung : Universitas Kristen Maranatha.
Hermaya, Dewi Anggraeni. 2007. Efektivitas Pelatihan Komunikasi Interpersonal Terhadap Kesiapan Bintara Polri Untuk Berkomunikasi Dengan Masyarakat Dalam Rangka Perpolisian Masyarakat di Polres Bantim. Tesis. Bandung : Universitas Kristen Maranatha.