TESIS
Diajukan Kepada Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Raden Intan Lampung
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Magister Dalam Ilmu Pendidikan Islam
Oleh M. SIDIK NPM 1422010125
PROGRAM STUDI ILMU TARBIYAH KONSENTRASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan satu istilah yang sering dilontarkan oleh berbagai
pihak sebagai alat ampuh untuk melakukan perubahan terhadap kehidupan suatu
masyarakat ke arah yang lebih baik. Bagi masyarakat yang kurang maju atau
tertinggal dari masyarakat lainnya, pembangunan di bidang pendidikan
merupakan upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang diharapkan
berdampak positif bagi peningkatan berbagai aspek kehidupan lainnya.
Pembangunan pendidikan digunakan sebagai suatu wahana proses transisi yang
disengaja atau terencana agar berbagai segi kehidupan sistem sosial yang
terkenanya dapat meningkat atau menjadi lebih baik.
Hal itu sejalan dengan yang dikemukakan oleh Inkeles dan Smith melalui
penelitiannya: “Saya percaya bagaimanapun juga manusia bisa diubah secara
mendasar setelah dia menjadi dewasa, dan karena itu tidak ada manusia yang
tetap menjadi manusia tradisional dalam pandangan dan kepribadiannya hanya
karena dia dibesarkan dalam sebuah masyarakat tradisional”.1
1 Iskandar Agung, Menghasilkan Guru Kompeten dan Profesional, (Jakarta: Bee Media
Definisi lain tentang pendidikan bahwa: “Belajar adalah berubah”.2 Dalam hal ini yang dimaksud belajar berarti usaha mengubah tingkah laku. Jadi
belajar akan membawa suatu perubahan bagi individu-individu yang belajar.
Perubahan tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi
juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat,
watak, penyesuaian diri. Jelasnya menyangkut segala aspek organisme dan
tingkah laku pribadi seseorang. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa
belajar itu sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga, psiko-fisik untuk menuju ke
perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang berarti menyangkut unsur cipta,
rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Dari konsep belajar tersebut, pada perkembangannya akan melahirkan
teori belajar yang bertumpu pada konsep pembentukan super ego, yakni suatu proses belajar melalui suatu peniruan, proses interaksi, antara pribadi sesorang
dengan pihak lain dalam hal ini adalah guru sebagai tokoh yang akan ditiru oleh
siswanya.
Sehubungan dengan hal itu, tenaga pendidik (guru) haruslah disiapkan
untuk memenuhi layanan interaksi dengan siswa. Hal ini sebagaimana
diamanatkan oleh UU No. 14 tahun 2005 tentang guru dan Dosen pasal 1 ayat (1)
“Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik
2 Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
padapendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah."3
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia sehat berilmu cakap kreatif, mandiri dan menjadi warga negara
demokratis serta bertanggung jawab.”4
Tujuan utama pendidikan dalam Islam adalah mencari ridha Allah swt.
Dengan pendidikan, diharapkan akan lahir individu-indidivu yang baik,
bermoral, berkualitas, sehingga bermanfaat kepada dirinya, keluarganya,
masyarakatnya, negaranya dan umat manusia secara keseluruhan.
Firman Allah dalam Surat An-Nisa ayat 162:
Artinya: Tetapi orang-orang yang ilmunya mendalam diantara mereka, dan orang-orang yang beriman, mereka beriman kepada Al-Qur’an) yang diturunkan kepadamu (Muhammad), dan kepada (kitab-kitab) yang diturunkan sebelummu, begitu pula mereka yang melaksanakan shalat dan menunaikan zakat dan beriman kepada Allah dan hari kemudian. Kepada mereka akan kami berikan pahala yang besar.5
3
Redaksi Sinar Grafika, Undang-Undang Guru dan Dosen UU RI No. 14 Th. 2005, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), Cet. 2, h. 3
4 Dokumen, Undang-UndangRepublik Indonesia nomor 9 tahun 2009 Tentang Badan Hukum
Pendidikan (BHP), (Jakarta: CV. Novindo Pustaka Mandiri, 2009), Cet.ke-3, h.174
5Departemen Agama RI, Qur’an Tajwid dan Terjemah, (Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2006),
Guru sebagai tenaga pendidik yang tugas utamanya mengajar, memiliki
karakteristik kepribadian yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
pengembangan sumber daya manusia. Kepribadian yang mantap dari sosok
seorang guru akan memberikan teladan yang baik terhadap anak didik maupun
masyarakatnya. Pada dasarnya perubahan perilaku yang dapat ditunjukkan oleh
peserta didik harus dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan dan pengalaman
yang dimikliki oleh seorang guru. Atau dengan perkataan lain, guru mempunyai
pengaruh terhadap perubahan perilaku siswa.
Untuk itulah guru harus dapat menjadi contoh (suri teladan) bagi siswa,
karena pada dasarnya guru adalah representasi dari sekelompok orang pada suatu
komunitas atau masyarakat yang diharapkan dapat menjadi teladan yang baik.
Guru adalah sosok yang digugudan ditiru.Diguguartinya diindahkan atau
dipercayai. Sedangkan ditiru artinya dicontoh atau diikuti. “Dilihat dan ditelusuri
dari bahasa aslinya, sanskerta, kata guru adalah gabungan dari kata gu dan ru. Gu artinya kegelapan, kejumudan, atau kekelaman. Sedangkan ru artinya
melepaskan, menyingkirkan atau membebaskan.”6
Jadi guru adalah manusia yang berjuang terus menerus dan secara gradual
(perlahan-lahan, sedikit demi sedikit) untuk melepaskan manusia dari kegelapan.
Untuk itu “Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, Sertifikat
6 Hamka Abdul Aziz, Karakter Guru Profesional, (Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2012), cet. 1,
Pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional.”7
(1) Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 merupakan seperangkat
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai,
dan diaktualisasikan oleh Guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.”8
Sejalan dengan pendapat berikut ini yang mengatakan bahwa “Beberapa kompetensi kepribadian yang semestinya ada pada seorang guru, yaitu memiliki
pengetahuan yang dalam tentang materi pelajaran yang menjadi tanggung
jawabnya”.9
Hal ini dengan sendirinya berkaitan erat dengan falsafah hidup yang
mengharapkan guru menjadi model manusia yang memiliki nilai-nilai luhur.
(2)Kompetensi Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.”10
Keempat kompetensi tersebut yaitu: pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi profesional sangat penting untuk dimiliki oleh
setiap guru terutama guru Pendidikan Agama Islam, akan tetapai dalam
kesempatan ini penulis hanya akan meneliti pada satu kompetensi saja yaitu
kompetensi kepribadian dan penerapannya dalam meningkatkan motivasi belajar
siswa.
7 Dokumen, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Badan Hukum
Pendidikan, ( Jakarta: Media Karya Utama, 2009), h. 135
8
Ibid.
9 Hamzah B, Uno, Profesi Kependidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), cet. 5, h. 19
10
Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam Undang-Undang RI Nomor
14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta PP No. 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan dinyatakan bahwa sebagai tenaga profesional guru
harus memenuhi sejumlah persyaratan di antaranya memiliki kompetensi.11
Dalam UU RI No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada Bab IV pasal 10
dinyatakan bahwa kompetensi yang harus dimiliki seorang guru diantaranya
adalah kompetensi kepribadian.12
Yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah “Kemampuan
kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi
teladan peserta didik.”13 Pendapat yang hampir sama mendefinisikan kompetensi
kepribadian adalah “Memiliki sikap kepribadian yang mantap atau matang
sehingga mampu berfungsi sebagai tokoh identitas bagi peserta didik, serta dapat
menjadi panutan bagi peserta didik dan masyarakatnya.”14
Gemelar dan Dahyat merujuk pada pendapat Asian Institut for teacher
Education, mengemukakan kompetensi pribadi meliputi: 1) memiliki
pengetahuan tentang adat istiadat baik sosial maupun agama, 2) memiliki
pengetahuan tentang akhlak, 3) memiliki kesadaran sosial, 4) memiliki sikap
yang benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan, 5) menjunjung tinggi harkat dan
11 Farida Sarimaya, Sertifikasi Guru; Apa, Mengapa dan Bagaimana, (Bandung: Yrama Widya, 2008),
h. 14
12
Redaksi Sinar Grafika, Undang-Undang Guru dan Dosen UU RI No. 14 Th. 2005, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), cet. 2, h. 9
13 Departemen Agama RI, Undang-Undang Guru dan Dosen UU RI No. 14 Th. 2005, (Jakarta:
Depag RI, 2008), h.11
14 Direktorat Pendidikan Luar Biasa,Pengadaan dan Pembinaan Tenaga Kependidikan dalam
martabat manusia, 6) bersikap empati, terbuka, 7) berwibawa, 8) bertanggung
jawab dan 9) mampu menilai diri pribadi.15
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat dipahami bahwa yang
dimaksud kompetensi kepribadian ini mencakup kemampuan pribadi yang
berkenaan dengan pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri, dan
perwujudan diri, baik dalam pola pikir, sikap, perbuatan, tindakan maupun
perkataan yang menunjukkan akhlak yang mulia sehingga dapat menjadi teladan
yang baik bagi para siswanya.
Diputuskan dalam PP. No. 74 Th. 2008 tentang guru, bahwa kompetensi
kepribadian sekurang-kurangnya mencakup kepribadian yang:
a. beriman dan bertakwa; b. berakhlak mulia; c. arif dan bijaksana; d. demokratis; e. mantap; f. berwibawa; g. stabil; h. dewasa; i. jujur; j. sportif;
k. menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat; l. secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri; dan
m. mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.16
Dalam Al-Qur'an ada beberapa ayat yang secara langsung menjelaskan
hal-hal yang harus dimiliki oleh seorang murabbi, dengan melalui penafsiran
15 Rasto, Kompetensi Guru,http://www.wordpress.com/25 Oktober 2012, h. 5-6
16
tematik yang berkaitan dengan kompetensi guru maka ada tiga hal besar yang
seyogyanya dimiliki oleh seorang pendidik, ketiga hal itu adalah:
Pertama, Kompetensi ilmiyyah kompetensi ini adalah kemampuan
seorang guru atau pendidik dalam hal penalaran, pemahaman artinya seorang
guru harus menguasai materi-materi dan metode yang akan diajarkan kepada
anak didik. Dengan mengetahui materi dan metode pendidikan tentu seorang
guru akan lebih mampu dan layak dalam melaksanakan proses pendidikan
terhadap anak didik. Bagaimana mungkin seorang guru yang tidak mengetahui
banyak materi dan metode pengajaran akan mampu melaksanakan proses
pendidikan dan pengajaran dengan baik. Hal ini sesuai dengan firman Allah
Surat Al-Baqarah ayat 247:
Artinya: Dan nabi mereka berkata kepada mereka, “Sesungguhnya Allah telah mengangkat Talut menjadi rajamu.” Mereka menjawab, “Bagaimana Talut
memperoleh kerajaan atas kami, sedangkan kami lebih berhak atas kerajaan itu dari padanya, dan dia tidak diberi kekayaan yang banyak?” (Nabi) menjawab,
“Allah telah memilihnya (menjadi raja) kamu dan memberikan kelebihan ilmu
dan fisik.” Allah memberikan kerajaan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha luas, Maha mengetahui.17
17
Guru merupakan suatu komponen yang paling penting dalam
penyelenggaraan pendidikan yang bertugas menyelenggarakan kegiatan belajar
mengajar melatih, meneliti mengembangkan, mengelola dan memberikan
petunjuk dalam bidang pendidikan. Dengan demikian guru harus menguasai ilmu
pengetahuan yang akan dia ajarkan kepada anak didik juga harus mengetahui
metode-metode apa yang harus dipraktikan dalam pengajarannya. Dalam ayat itu
Allah mengisyaratkan tentang kompetensi ilmiyyah ini dengan kalimat
basthathanfil’ilmi artinya Allah menganugerahkan kepada Nabi Daud keluasan
dalam pengetahuan. Kata basthathan berasal dari kata yang berarti
memperluas,18 lapang, lebar dan mendalam. Maksud basthathan pada ayat
tersebut adalah adanya keluasan pada sosok Nabi Daud dalam hal pengetahuan.
Dia adalah Nabi yang sangat mendalam, luas dalam pengetahuannya. Sedangkan
kata al-„ilm berasal dari kata yang berarti mengajar,19 mengetahui.
Jadi kata „ilm adalah semua jenis pengetahuan yang ada di alam ini baik
pengetahuan agama, filsafat maupun sains. Dalam hal ini yang dikatakan orang
alim adalah orang yang mendalam pengetahuannya. Berarti seorang guru harus
benar-benar kompeten dalam hal pengetahuannya sebab dia yang akan
mengajarkan, mentransformasi pengetahuan kepada anak didiknya baik secara
langsung ataupun tidak langsung.
18 Ahmad Najieh, Kamus Arab, (Surakarta: Insan Kamil, 2010), cet. 1, h. 33
19 Achmad Sunarto, Percakapan Tiga Bahasa Al-Mahir, (Surabaya: Halim Jaya, 2008), cet. 2,
Dalam ilmu pendidikan Islam, guru tidak hanya mentransfer pengetahuan
kepada anak didik saja tapi harus mampu mengarahkan kemana seharusnya bakat
dan kemampuan anak didik itu dikembangkan. Hal ini menunjukan betapa
pentingnya posisi guru dalam proses belajar mengajar dan merupakan pemegang
utama serta penentu keberhasilan dalam proses belajar mengajar yang kondusif
sehingga akan menghasilkan out put yang baik sesuai dengan tujuan yang
dicita-citakan. Karena itu guru harus mampu mengelola proses belajar-mengajar
dengan baik.
Kedua. kompetensi khuluqiyyah, kompetensi ini berkaitan dengan aspek penghayatan seorang guru terhadap seluruh materi yang diajarkan. Kompetensi
ini bersifat abstrak karena berkaitan dengan hati. Kompetensi ini paling banyak
dijelaskan dalam Al-Qur’an karena meliputi seluruh sikap, minat dan penghayatan seseorang terhadap ilmu. Kompetensi ini diambil dari ayat
Al-Qur’an surat Al-Qalam ayat 4 yaitu:
--Artinya: Dan sesungguhnya engkau benar-benar, berbudi pekerti yang luhur.20
Juga dikutip dari Al- Qur’an surat Al- Syu’araa ayat 137:
Artinya: (Agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang-orangterdahulu.21
20
Kata khuluq adalah bentuk mufrad (tunggal) bentuk pluralnya adalah
akhlaq. Kata khuluq seakar dengan kata kholq yang berarti ciptaan. Kesemuanya
berasal dari akar kata yang sama yaitu dari kata kerja khalaqa yang berarti
menciptakan, membuat, mendesain, mengadakan sesuatu dari yang tiada. Dalam
hal ini kata khuluq sudah memiliki arti khusus yaitu tingkah laku, perilaku,
karakter, sifat dan lain sebagainya. Kalau direnungkan kata khuluq masih
memiliki kaitan dengan kata asalnya yaitu ciptaan, yang berarti khuluq adalah
semua tingkah laku, sifat atau perbuatan yang telah Allah ciptakan pada diri
manusia yang muncul dengan perasaan reflektif (kebiasaan yang sudah terjiwai).
Kompetensi khuluqiyah ini adalah kompetensi yang paling banyak dijelaskan
dalam Al-Qur’an sebab kompetensi ini meliputi semua sikap, tingkah laku, perbuatan, perasaan dan lain sebagainya yang berhubungan dengan ranah rasa.
Ketiga, kompetensi jismiyyah. Kompetensi ini berkaitan dengan fisik.
Seorang guru harus memiliki kemampuan dalam hal yang berkaitan dengan fisik
artinya penerapan dan praktek dari setiap materi yang ada. Maka dalam
kompetensi ini seorang guru dituntut untuk sehat jasmaninya. Kompetensi ini
diisyaratkan dalam Surat Al-Baqarah ayat 247 yang artinya:
“Dan nabi mereka berkata kepada mereka, “Sesungguhnya Allah telah mengangkat Talut menjadi rajamu.” Mereka menjawab, “Bagaimana Talut
memperoleh kerajaan atas kami, sedangkan kami lebih berhak atas kerajaan
itu dari padanya, dan dia tidak diberi kekayaan yang banyak?” (Nabi) menjawab, “Allah telah memilihnya (menjadi raja) kamu dan memberikan
21
kelebihan ilmu dan fisik.” Allah memberikan kerajaan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha luas, Maha mengetahui.”22
Guru memegang peranan strategis terutama dalam upaya membentuk
watak bangsa melalui pengembangan kepribadian dan nilai-nilai yang luhur.
“Peranan guru masih dominan meskipun teknologi yang dapat dimanfaatkan
dalam proses pembelajaran berkembang amat cepat.” Hal ini disebabkan karena
ada dimensi-dimensi proses pendidikan, atau lebih khusus lagi proses
pembelajaran, yang diperankan oleh guru yang tidak dapat digantikan oleh
teknologi. Fungsi guru tidak akan bisa seluruhnya dihilangkan sebagai pendidik
dan pengajar bagi siswanya. Tugas dan kewajiban seorang guru tidak hanya
mentransfer ilmu pengetahuan dan keterampilan kepada siswanya akan tetapi
juga bertanggung jawab untuk meningkatkan motivasi belajar siswa agar terjadi
perubahan pola dan hasil belajar yang lebih baik.
Firman Allah dalam surat Ar- Ra’d ayat 11:
Artinya: Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu menjaganya bergiliran, dari depan dan belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.23
22Ibid., h. 40
23
Berdasarkan ayat tersebut dapat dipahami bahwa yang dapat mengubah
keadaan kita dari tidak baik menjadi baik, dari tidak tau menjadi tau, dari tidak
mengerti menjadi mengerti dan sebagainya adalah diri kita sendiri. Oleh karena
itu perlu adanya pelaksanaan kompetensi kepribadian guru Pendidikan Agama
Islam untuk meningkatkan motivasi belajar siswa.
Istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai
kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut
bertindak atau berbuat. Motif tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat
diinterpretasikan dalam tingkah lakunya, berupa rangsangan, dorongan, atau
pembangkit tenaga munculnya suatu tingkah laku tertentu.24
Motif dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu (1) motif biogenetis,
yaitu motif-motif yang berasal dari kebutuhan-kebutuhan organisme demi
kelanjutan hidupnya, misalnya lapar, haus, kebutuhan akan kegiatan dan istirahat,
mengambil nafas, seksualitas, dan sebagainya; (2) motif sosiogenetis, yaitu
motif-motif yang berkembang berasal dari lingkungan kebudayaan tempat orang
tersebut berada. Jadi, motif ini tidak berkembang dengan sendirinya tetapi
dipengaruhi oleh lingkungan kebudayaan setempat. Misalnya keinginan
mendengarkan musik, makan pecel, makan cokelat, dan lain-lain; (3) motif
teologis, dalam motif ini manusia adalah sebagai makhluk yang berketuhanan,
sehingga ada interaksi antara manusia dengan Tuhan-Nya, seperti ibadahnya
24 Isbandi Rukminto Adi, Psikologi, Pekerjaan Sosial, dan Ilmu Kesejahteraan Sosial: Dasar
dalam kehidupan sehari-hari, misalnya keinginan untuk mengabdi kepada Tuhan
Yang Maha Esa, untuk merealisasikan norma-norma sesuai agamanya.25
Sebelum mengacu pada pengertian motivasi, terlebih dahulu kita
menelaah pengidentifikasian kata motif dan kata motivasi. Motif adalah daya
penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan aktifitas tertentu, demi
mencapai tujuan tertentu.26 Dengan demikian motivasi merupakan dorongan
yang terdapat dalam diri seseorang untuk berusaha mengadakan perubahan
tingkah laku yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhannya.
Untuk meningkatkan motivasi belajar siswa bukanlah hal yang mudah,
perlu upaya dan kinerja yang baik dari para guru. Hal yang paling pokok yang
harus diingat oleh setiap guru dalam meningkatkan motivasi belajar siswa adalah
menjadikan dirinya sebagai teladan yang baik bagi siswa. Untuk itu apabila
seorang guru ingin berhasil, maka guru harus memiliki akhlak yang baik
sehingga ia dapat menjadi contoh yang baik bagi para siswanya. Siswa akan
patuh dan menuruti apa yang diajarkan dan diperintahkan gurunya apabila
mereka melihat gurunya pun melakukan apa yang diajarkan dan
diperintahkannya tersebut. Dalam hal ini Allah berfirman dalam surat
Al- Baqarah ayat 44 sebagai berikut:
25 W.A. Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: PT Erisco, 1996), h. 142-144
26
Artinya: Mengapa kamu menyuruh orang lain(mengerjakan) kebajikan, sedangkan
kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca kitab (Taurot)? Tidakkah
kamu mengerti?27
Artinya: (Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yangtidak kamu kerjakan. 28
Untuk dapat meningkatkan motivasi belajar pada siswa guru hendaknya
memiliki kompetensi kepribadian yang baik karena hal itu besar sekali
pengaruhnya pada siswa.
Keutamaan seorang guru terutama Guru Pendidikan Agama Islam
disebabkan oleh tugas mulia yang diembannya. Tugas yang diemban seorang
guru hampir sama dengan tugas seorang Rasul.
a. Tugas secara umum, adalah:
Sebagai warasat al- anbiya, yang pada hakikatnya mengemban misi
rahmat li al- „alamin, yakni suatu misi yang mengajak manusia untuk tunduk dan patuh pada hukum-hukum Allah, guna memperoleh keselamatan dunia
dan akhirat. Kemudian misi ini dikembangkan kepada pembentukan
kepribadian yang berjiwa tauhid, kreatif, beramal saleh dan bermoral tinggi.
27 Departemen Agama RI, Op.cit., h. 7
28
Abd al- Rahman al- Nahlawi menyebutkan tugas pendidik sebagai
berikut: Pertama, fungsi penyucian yakni berfungsi sebagai pembersih,
pemelihara, dan pengembang fitrah manusia. Kedua, fungsi pengajaran yakni
meng-internalisasikan dan mentransformasikan pengetahuan dan nilai-nilai
agama kepada manusia.29
b. Tugas secara khusus, adalah:
1) Sebagai pengajar (instruksional) yang bertugas merencanakan program
pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun, dan penilaian
setelah program itu dilaksanakan.
2) Sebagai pendidik (edukator) yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan yang berkepribadian insan kamil, seiring dengan tujuan Allah Allah menciptakan manusia.
3) Sebagai pemimpin (managerial), yang memimpin dan mengendalikan diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait. Menyangkut upaya
pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, partisipasi atas
program yang dilakukan itu.30
Berdasarkan pendapat tersebut jelaslah bahwaKompetensi Kepribadian
Guru Pendidikan Agama Islambesar sekali pengaruhnya dalam Meningkatkan
Motivasi Belajar Siswa.
29 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), cet. 8., h. 63
30
Hasil prasurvai peneliti di Madrasah Tsanawiyah Nurul Huda Kecamatan
Natar tentang Kompetensi kepribadian yang dimiliki guru Pendidikan Agama
Islam dan motivasi para siswanya, diperoleh fakta bahwa para guru PAI di
MTsNurul Huda Kecamatan Natar memiliki kompetensi kepribadian yang cukup
baik, seperti: bersikap konsisten pada keputusan yang telah diambilnya, sabar,
tidak mudah marah, memiliki prilaku yang disegani para siswa, taat beribadah,
mau instropeksi diri, menghargai orang lain dan para siswanya, dan mampu
menjadikan dirinya sebagai teladan bagi para siswa (peserta didiknya).31
Berikut hasil prasurvai penelitian tentang motivasi belajar siswa
MTsNurul Huda Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan Kelas IX TP.
[image:18.612.126.530.228.561.2]2015/2016: Selengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 1
Motivasi Belajar Siswa MTsNurul Huda Kelas IX TP. 2015/2016
No Motivasi Belajar F %
1 Baik 5 9,80
2 Cukup Baik 11 21,57
3 Kurang Baik 35 68,63
Jumlah 51 100
Sumber: Hasil Observasi Awal Motivasi Belajar Siswa MTsNurul Huda Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan Kelas IX TP. 2015/2016.
Kriteria Penilaian dan Petunjuk Penggunaan
Keterangan Dengan Angka
10 = Istimewa 5 = Hampir cukup
9 = Baik sekali 4 = Kurang
31
8 = Baik 3 = Kurang sekali
7 = Lebih dari cukup 2 = Buruk
6 = Cukup 1 = Buruk sekali
Dengan Huruf
A = Baik Sekali
B = Baik
C = Cukup
D = Kurang
Sumber: Dokumen MTsNurul Huda Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan TP. 2015/2016.
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa masih banyak siswa kelas IX
MTsNurul Huda Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan motivasi
belajarnya tergolong kurang, seperti: Kurangnya hasrat dan keinginan berhasil,
kurangnya dorongan dan kebutuhan dalam belajar, kurangnya harapan dan
cita-cita masa depan, kurangnya penghargaan dalam belajar, kurangnya kegiatan yang
menarik dalam belajar, kurangnya lingkungan belajar yang kondusif.
Berdasarkan fakta yang ditemukan peneliti di MTsNurul Huda Kecamatan
Natar Kabupaten Lampung Selatan tersebut, timbul permasalahan yaitu walaupun
kompetensi kepribadian guru PAI di MTs tersebut cukup baik, akan tetapi
motivasi belajar siswa di MTs tersebut masih kurang baik. Untuk itu peneliti
tertarik meneliti lebih lanjut tentang ada tidaknya
kompetensi kepribadian guru PAI dalam meningkatkan motivasi belajar
B. Identifikasi dan Batasan Masalah 1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut, maka
dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut:
a. Guru Pendidikan Agama Islam di MTs. Nurul Huda kecamatan Natar
Kabupaten Lampung Selatan rajin mengerjakan shalat lima waktu, tetapi
siswanya masih banyak yang malas mengerjakan shalat lima waktu.
b. Guru Pendidikan Agama Islam di MTs. Nurul Huda Kecamatan Natar
Kabupaten Lampung Selatan memiliki sikap yang penyabar dan tidak
mudah tersinggung, tetapi siswanya mudah marah dan bersikap kasar
pada teman-teman yang berujung pada perkelahian.
c. Guru Pendidikan Agama Islam di MTs. Nurul Huda Kecamatan Natar
Kabupaten Lampung Selatan memiliki sikap dan perilaku menghargai
orang lain, akan tetapi siswanya suka meremehkan orang lain.
d. Guru Pendidikan Agama Islam di MTs. Nurul Huda Kecamatan Natar
Kabupaten Lampung Selatan bertanggung jawab atas profesinya (sportif),
tetapi siswanya kurang mematuhi guru dan tidak mengerjakan tugas yang
diberikan gurunya.
e. Guru Pendidikan Agama Islam di MTs. Nurul Huda Kecamatan Natar
Kabupaten Lampung Selatan datang tepat waktu ke madrasah, akan tetapi
f. Guru Pendidikan Agama Islam di MTs. Nurul Huda Kecamatan Natar
Kabupaten Lampung Selatan selalu memberikan motivasi dan pengarahan
kepada siswa, akan tetapi siswanya masih banyak yang malas belajar.
2. Pembatasan Masalah
Dari identifikasi masalah tersebut, agar tidak terjadi pelebaran
wilayah pembahasan, maka dibatasi dalam permasalahan:
a. Kompetensi kepribadian guru PAI
b. Motivasi belajar siswa.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut : “Bagaimana kompetensi kepribadian Guru Pendidikan Agama Islam dalam meningkatkan motivasi belajar siswa di
Madrasah Tsanawiyah Nurul HudaKecamatan Natar Kabupaten Lampung
Selatan”?
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan
atau pelaksanaan kompetensi kepribadian guru Pendidikan Agama Islam
dalam meningkatkan motivasi belajar siswa di Madrasah Tsanawiyah Nurul
2. Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan Teoritis
1) Sebagai sumbangan penting dalam memperluas wawasan bagi kajian
ilmu pendidikan dan meningkatkan kompetensi guru PAI, khususnya
kompetensi kepribadian guru, sehingga dapat dijadikan rujukan untuk
pengembangan penelitian peningkatan mutu sumber daya guru
mendatang.
2) Menambah konsep baru yang dapat dijadikan bahan rujukan
penelitian lebih lanjut bagi pengembangan ilmu pendidikan.
3) Bermanfaat bagi pengembangan wacana ilmu-ilmu pendidikan Islam.
b. Kegunaan Praktis
1) Memberikan informasi mengenai kompetensi kepribadian guru
Pendidikan Agama Islam dalam meningkatkan motivasi belajar siswa
di MTs. Nurul Huda Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan,
serta faktor penghambat kompetensi kepribadian guru Pendidikan
Agama Islam dalam meningkatkan motivasi belajar siswa di MTs.
Nurul Huda Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.
2) Memberikan sumbangan pikiran yang konkrit dan aplikatif bagi
pembaca terutama bagi guru Pendidikan Agama Islam dalam
memahami dan menerapkan kompetensi kepribadian, sehingga
3) Penelitian ini dapat berguna sebagai tolok ukur sekaligus media
komunikasi bagi perencana, pelaksana dan pengambilan keputusan
untuk menetapkan standar kompetensi yang harus dimiliki oleh
seorang guru Pendidikan Agama Islam.
E. Kerangka Pikir
Yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah “Kemampuan
kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi
teladan peserta didik.”32 Pendapat yang hampir sama mendefinisikan kompetensi
kepribadian adalah “Memiliki sikap kepribadian yang mantap atau matang
sehingga mampu berfungsi sebagai tokoh identitas bagi peserta didik, serta dapat
menjadi panutan bagi peserta didik dan masyarakatnya.”33
Gemelar dan Dahyat merujuk pada pendapat Asian Institut for teacher
Education, mengemukakan kompetensi pribadi meliputi: 1) memiliki
pengetahuan tentang adat istiadat baik sosial maupun agama, 2) memiliki
pengetahuan tentang akhlak, 3) memiliki kesadaran sosial, 4) memiliki sikap
yang benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan, 5) menjunjung tinggi harkat
danmartabat manusia, 6) bersikap empati, terbuka, 7) berwibawa, 8) bertanggung
jawab dan 9) mampu menilai diri pribadi.34
32 Departemen Agama RI, Op.cit., h.11
33
Direktorat Pendidikan Luar Biasa,Op.cit., h. 5-6
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat dipahami bahwa yang
dimaksud kompetensi kepribadian ini mencakup kemampuan pribadi yang
berkenaan dengan pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri, dan
perwujudan diri, baik dalam pola pikir, sikap, perbuatan, tindakan maupun
perkataan yang menunjukkan akhlak yang mulia sehingga dapat menjadi teladan
yang baik bagi para siswanya.
Diputuskan dalam PP. No. 74 Th. 2008 tentang guru, bahwa kompetensi
kepribadian sekurang-kurangnya mencakup kepribadian yang:
a. beriman dan bertakwa; b. berakhlak mulia; c. arif dan bijaksana; d. demokratis; e. mantap; f. berwibawa; g. stabil; h. dewasa; i. jujur; j. sportif;
k. menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat; l. secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri; dan
m. mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.35
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka dalam penelitian ini dapat
ditentukan beberapa karakteristik atau indikator kompetensi kepribadian guru
adalah sebagai berikut:
1. Beriman dan bertakwa
2. Berakhlak mulia
3. Arif dan bijaksana
35
4. Demokratis
5. Mantap
6. Berwibawa
7. Stabil
8. Dewasa
9. Jujur
10. Sportif
11. Menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat
12. Secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri
13. Mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.
Adapun yang dimaksud dengan motivasi belajar Istilah motivasi berasal
dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri
individu, yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat. Motif
tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat diinterpretasikan dalam tingkah
lakunya, berupa rangsangan, dorongan, atau pembangkit tenaga munculnya suatu
tingkah laku tertentu.36
Motif dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu (1) motif biogenetis,
yaitu motif-motif yang berasal dari kebutuhan-kebutuhan organisme demi
kelanjutan hidupnya, misalnya lapar, haus, kebutuhan akan kegiatan dan istirahat,
mengambil nafas, seksualitas, dan sebagainya; (2) motif sosiogenetis, yaitu
motif-motif yang berkembang berasal dari lingkungan kebudayaan tempat orang
36
tersebut berada. Jadi, motif ini tidak berkembang dengan sendirinya tetapi
dipengaruhi oleh lingkungan kebudayaan setempat. Misalnya keinginan
mendengarkan musik, makan nasi, makan cokelat, dan lain-lain; (3) motif
teologis, dalam motif ini manusia adalah sebagai makhluk yang berketuhanan,
sehingga ada interaksi antara manusia dengan Tuhan-Nya, seperti ibadahnya
dalam kehidupan sehari-hari, misalnya keinginan untuk mengabdi kepada Tuhan
Yang Maha Esa, untuk merealisasikan norma-norma sesuai agamanya.37Motif
adalah daya penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan aktifitas tertentu,
demi mencapai tujuan tertentu.38
Hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada
siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku,
pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung. Hal itu
mempunyai peranan besar dalam keberhasilan seseorang dalam belajar.
Indikator motivasi belajar dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1) adanya
hasrat dan keinginan berhasil; (2) adanya dorongan dan kebutuhan dalam
belajar; (3) adanya harapan dan cita-cita masa depan; (4) adanya penghargaan
dalam belajar; (5) adanya kegiatan yang menarik dalam belajar; (6) adanya
lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan seseorang siswa
dapat belajar dengan baik.39
37 W.A. Gerungan, Op.cit., h. 142-144
38 W.S. Winkel, Op.cit., h. 151
39
Ada beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam
kegiatan belajar di sekolah:
1. Memberi angka
2. Hadiah
3. Saingan/kompetisi
4. Ego-involvement
5. Memberi ulangan
6. Mengetahui hasil
7. Pujian
8. Hukuman
9. Hasrat untuk belajar
10. Minat
11. Tujuan yang diakui40
Motivasi siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah motivasi
eksternal. Oleh karena itu dari dua keterangan tentang motivasi yang
disampaikan oleh: 1) Hamzah B. Uno, tentang Indikator motivasi belajar terdiri
dari enam item yang dikemukakan penulis mengutip item yang ke 6 yang
termasuk motivasi eksternal yaitu: Adanya lingkungan belajar yang kondusif,
sebagaimana yang disebutkan dalam kolom motivasi item yang ke 10 di bawah
ini. 2) Sardiman A.M., tentang beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan
40 Sardiman A.M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT RajaGrafindo
motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah dari sebelas item penulis mengutip
sembilan item yang termasuk motivasi eksternal, yaitu item yang ke 1, 2, 3, 4, 5,
6, 7, 8 dan 11, sebagaimana yang disebutkan dalam kolom motivasi item yang ke
1 s.d. 9 di bawah ini.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, jelaslah bahwa kompetensi
kepribadian guru sangat penting dalam meningkatkan motivasi belajar
siswa.Untuk memudahkan dalam memahami arah penelitian ini, maka dapat
dilihat pada gambar di bawah ini:
KOMPETENSI KEPRIBADIAN GURU PAI
1. Beriman dan bertakwa 2. Berakhlak mulia 3. Arif dan bijaksana 4. Demokratis 5. Mantap 6. Berwibawa 7. Stabil 8. Dewasa 9. Jujur
MOTIVASI BELAJAR SISWA
1. Adanya hasrat dan
keinginan berhasil
2. Adanya dorongan dan
kebutuhan dalam belajar
3. Adanya harapan dan
cita-cita masa depan
4. Adanya penghargaan
dalam belajar
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Guru Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Pendidikan Islam
a. Tinjauan Etimologi (menurut bahasa)
Pengertian Pendidikan Islam menurut bahasa sebagai mana
beberapa pendapat di bawah ini:
Menurut Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, dalam bukunya yang
berjudul Ilmu Pendidikan Islam disebutkan bahwa dalam leksikologi1
Al-Qur’an dan As-Sunnah tidak ditemukan istilah al-tarbiyah, namun terdapat beberapa istilah kunci yang seakan dengannya, yaitu al-rabb, rabbayani, nurabbi, yurbi, dan rabbani. Dalam mu’jam bahasa Arab, kata
al-tarbiyahmemiliki tiga akar kebahasaan, yaitu:
1) Rabba, yarbu, tarbiyah: yang memiliki makna “tambah” (zad) dan berkembang (nama). Pengertian ini juga didasarkan Q.S. al-Rum ayat 39: “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah.” Artinya, pendidikan
2) Rabba, yurbi, tarbiyah: yang memiliki makna tumbuh (nasya’a) dan menjadi besar atau dewasa (tara’ra’a). Artinya pendidikan (tarbiyah)
1
merupakan usaha untuk menumbuhkan dan mendewasakan peserta
didik, baik secara fisik, psikis, sosial maupun spiritual.
3) Rabba, yarubbu, tarbiyah: yang memiliki makna memperbaiki (ashlaha), menguasai urusan, memelihara dan merawat, memperindah, memberi makna, mengasuh, tuan, memiliki, mengatur dan menjaga
kelestarian maupun eksistensinya. Artinya, pendidikan (tarbiyah) merupakan usaha untuk memelihara, mengasuh, merawat,
memperbaiki dan mengatur kehidupan peserta didik, agar ia dapat
lebih baik dalam kehidupannya.2
Menurut Abul A’la al-Maududi kata rabbun ( ) terdiri dari dua
huruf “ra” dan “ba” tasydid yang merupakan pecahan dari kata tarbiyah yang berarti “pendidikan, pengasuhan, dan sebagainya. Selain itu kata ini
mancakup banyak arti seperti “kekuasaan, perlengkapan,
pertanggungjawaban, perbaikan, penyempurnaan, dan lain-lain. Kata ini
juga merupakan prediket bagi suatu kebesaran, keagungan, kekuasaan, dan
kepemimpinan.”3
Istilah lain dari pendidikan adalah Ta’lim, merupakan masdar dari kata „allama yang berarti pengajaran yang bersifat pemberian atau
penyampaian pengertian, pengetahuan dan keterampilan.
2 Abdul Mujib, Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media,
2010), ed. 1, cet. 3, h. 10-11
3
Penunjukan kata ta’lim pada pengertian pendidikan, sesuai dengan
firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 31:
Artinya: Dan Dia ajarkan kepada Adam semua nama-nama (benda),
kemudian Dia perlihatkan kepada para malaikat, seraya berfirman.
“Sebutkan kepada-Ku nama semua benda ini, jika kamu yang benar!”4
Berdasarkan pengertian yang ditawarkan dari kata ta’lim dan ayat di
atas, terlihat pengertian pendidikan yang dimaksudkan mengandung makna
yang terlalu sempit. Pengertian ta’lim hanya sebatas proses pentransferan
seperangkat nilai antara manusia. Ia hanya dituntut untuk menguasai nilai
yang ditransfer secara kognitif dan psikomotorik, akan tetapi tidak dituntut
pada domain afektif.5 Ia hanya sekedar memberi tahu atau memberi
pengetahuan, tidak mengandung arti pembinaan kepribadian, karena sedikit
sekali kemungkinan ke arah pembentukan kepribadian yang disebabkan
pemberian pengetahuan.
Pada masa sekarang istilah yang paling populer dipakai orang
adalah “tarbiyah” karena menurut M. Athhiyah al-Abrasyi term yang
4 Departemen Agama RI, Qur’an Tajwid dan Terjemah, (Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2006),
h. 6
5
mencakup keseluruhan kegiatan pendidikan tarbiyah merupakan upaya yang mempersiapkan individu untuk kehidupan yang lebih sempurna etika,
sistematis dalam berpikir, memiliki ketajaman intuisi, giat dalam berkreasi,
memiliki toleransi pada yang lain, berkompetensi dalam mengungkap
bahasa lisan dan tulisan, serta memiliki beberapa keterampilan. Sedangkan
istilah yang lain merupakan bagian dari kegiatan tarbiyah. Dengan demikian maka istilah pendidikan Islam disebut Tarbiyah Islamiyah.
b. Tinjauan Terminologi (menurut istilah)
1) Tarbiyah
Mushtafa al-Maraghiy membagi kegiatan al-tarbiyah dengan dua macam. Pertama tarbiyah khalqiyah, yaitu penciptaan, pembinaan dan pengembangan jasmani peserta didik agar dapat dijadikan sebagai
sarana bagi pengembangan jiwanya. Kedua tarbiyah diniyah tahzibiyah,
yaitu pembinaan jiwa manusia dan kesempurnaannya melalui petunjuk
wahyu Ilahi. Berdasarkan pembagian tersebut, maka ruang lingkup al-tarbiyah mencakup berbagai kebutuhan manusia, baik jasmani dan rohani, kebutuhan dunia dan akhirat, serta kebutuhan terhadap
kelestarian diri sendiri, sesamanya, alam lingkungan dan relasinya
dengan Tuhan.6
6
Al-Abrasyi memberikan pengertian bahwa tarbiyah adalah mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia,
mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya
(akhlaknya), teratur pikirannya, halus perasaannya, manis tutur katanya
baik dengan lisan atau tulisan.7
2) Ta’lim
Menurut Rasyid Ridha adalah proses transmisi berbagai ilmu
pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan
tertentu. Kemudian menurut al-Maraghi pengajaran dilaksanakan
bertahap, sebagaimana tahapan Adam As. Mempelajari, menyaksikan
dan menganalisa asma-asma yang diajarkan oleh Allah kepadanya.8 Ini berarti bahwa al-ta’lim mencakup aspek kognitif belaka, belum mencapai pada domain lainnya.
3) Ta’dib
Menurut Al-Naquib al-Attas, al-ta’dib adalah pengenalan dan pengakuan tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu yang di dalam
tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga membimbing kearah
7 Ramayulis, Ibid., h.16
8
pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan di dalam
tatanan wujud dan keberadaannya.9
4) Al-Riadhah
Al-Ghazali yang menawarkan istilah al-riyadhah, Baginya, al-riyadhah adalah proses pelatihan individu pada masa kanak-kanak.10 Berdasarkan pengertian tersebut, al-Ghazali hanya mengkhususkan
penggunaan al-riyadhah untuk fase kanak-kanak, sedang fase yang lain
tidak tercakup di dalamnya.
2. Pengertian Guru Pendidikan Agama Islam
Di negara-negara Timur sejak dahulu kala guru itu dihormati oleh
masyarakat. Orang India dahulu menganggap guru itu sebagai orang suci dan
sakti. Di Jepang, guru disebut sensei, artinya “yang lebih dahulu lahir”,“yang lebih tua”. Di Inggris, guru dikatakan “teacher” dan di Jerman “der Leher”,
keduanya berarti “pengajar”. Sedangkan dalam literatur pendidikan Islam,
seorang guru biasa disebut sebagai ustadz, mu’allim, murabby, mursyid,
mudaris, dan mu’addib. Akan tetapi kata guru sebenarnya bukan saja mengandung arti pengajar melainkan juga pendidik, baik di dalam maupun di
luar sekolah. Ia harus menjadi penyuluh masyarakat.
9
Ibid., h.17
10
Menurut Zakiah Darajat, guru adalah pendidikan profesional,
karenanya secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul
sebagian tanggung jawab pendidikan yang terpikul dipundak para orang tua.11
Sedangkan menurut A. Samana, pengertian guru adalah “pribadi dewasa yang mempersiapkan diri secara khusus melalui lembaga pendidikan guru, agar
dengan keahliannya mampu mengajar sekaligus mendidik peserta didiknya
untuk menjadi warga negara yang baik, berilmu, produktif, sosial, sehat, dan
mampu berperan aktif dalam peningkatan sumber daya manusia.”12
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat dipahami bahwa yang
dimaksud dengan guru adalah seseorang yang bertugas sebagai pengajar,
pembimbing, pengarah, motivator, dan pendidikan seseorang sehingga terjadi
perubahan yang lebih baik dalam diri siswanya.
Adapun yang dimaksud dengan Pendidikan Agama Islam adalah
“membimbing jasmani dan rohani berdasarkan hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran Islam.”13
Pendapat lain mendefinisikan Pendidikan Agama Islam adalah
“segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta
11 Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), cet.8, h. 39
12 A. Samana, Profesionalisme Keguruan, (Yogyakarta: Kanisius, 1994) h. 15
13 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif, 1974), h.
sumberdaya insani yang ada padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya
(insan kamil) sesuai dengan norma Islam.”14
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat diambil suatu
kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan Pendidikan Agama Islam adalah
suatu usaha manusia untuk mendidik atau menjadikan seseorang itu beriman,
bertakwa dan memiliki akhlak yang mulia.
Dengan demikian dari pengertian tersebut, maka yang dimaksud
dengan guru Pendidikan Agama Islam adalah seseorang yang mengabdikan
dirinya untuk melaksanakan pengajaran dan pendidikan agar seseorang
menjadi pribadi yang beriman, bertakwa dan memiliki akhlak yang mulia
sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.
3. Syarat-Syarat Guru Pendidikan Agama Islam
Berdasarkan pengertian guru Pendidikan Agama Islam tersebut,
dapat dipahami bahwa tugas dan tanggung jawab seorang guru Pendidikan
Agama Islam sangatlah berat. Oleh karena itu agar guru Pendidikan Agama
Islam mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik untuk
menjadi pengajar dan pendidik seseorang agar menjadi pribadi yang beriman,
bertakwa dan berakhlak mulia, maka hendaklah memiliki atau memenuhi
beberapa syarat sebagai berikut:
14 Ahmadi, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Aditya Media, 2001), h.
a. Beriman dan Bertakwa
Guru Pendidikan Agama Islam, sesuai dengan tujuan pendidikan
Islam, tidak mungkin mendidik peserta didiknya agar beriman dan
bertakwa kepada Allah, jika ia sendiri tidak beriman dan bertakwa
kepada-Nya. Sebab ia adalah teladan bagi peserta didiknya sebagaimana Rasulullah
SAW menjadi teladan bagi umatnya. Bertakwa maksudnya “mampu menjaga diri agar selalu mengerjakan perintah Allah dan meninggalkan
larangan-Nya serta merasa takut kepada-Nya baik secara sembunyi maupun
secara terang-terangan.”15
Iman dan takwa bukan merupakan suatu konsep teori, dia
memerlukan kenyataan dalam karya, gerak dan interaksi. Untuk
memperoleh iman dan takwa tidak cukup berupa pernyataan percaya dan
cinta kepada Allah, akan tetapi juga memerlukan pengakuan terhadap Allah
berupa peribadatan, pelayanan dan perhatian kepada orang lain melalui
kebenaran, kejujuran dan keikhlasan.16
b. Berakhlak Mulia
Seorang pendidik haruslah mempunyai akhlak yang mulia.
Seseorang yang berakhlak mulia adalah seseorang yang mengisi dirinya
dengan sifat-sifat yang terpuji dan menjauhkan dirinya dari sifat yang
15
Ramayulis, Op.cit., h. 38
tercela. Dengan memiliki akhlak yang mulia, maka guru dapat menjadi
teladan yang baik bagi para siswanya.
c. Ikhlas dan Bertanggung Jawab
Pendidik yang ikhlas hendaklah berniat semata-mata karena Allah
dalam seluruh pekerjaannya, baik berupa perintah, larangan, nasehat,
pengawasan atau hukuman yang dilakukannya. Ikhlas bukan berarti ia tidak
boleh menerima imbalan jasa, akan tetapi jangan berniat di dalam hati
bahwa pekerjaan mendidik yang dilakukannya karena mengharapkan
materi, akan tetapi semata-mata sebagai pengabdian kepada Allah SWT.
Guru Pendidikan Agama Islam yang ikhlas dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya tidak akan merasa berat dan akan sungguh-sungguh
dalam melaksanakan semua kewajibannya tersebut.
Seorang guru Pendidikan Agama Islam harus juga memiliki sikap
bertanggung jawab akan semua tugas-tugasnya. Dari tanggung jawab akan
muncul sikap sungguh-sungguh dan selalu menginginkan yang terbaik.
Tanggung jawab guru Pendidikan Agama Islam ialah keyakinannya bahwa
segala tindakannya dalam melaksanakan tugas dan kewajiban didasarkan
atas pertimbangan profesional secara tepat. Pekerjaan guru Pendidikan
Agama Islam menuntut kesungguhan dalam berbagai hal, sebagaimana
Artinya: Sungguh Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum diantara
manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah
sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha
Mendengar, Maha Melihat.17
d. Berilmu
Ijazah bukan semata-mata secarik kertas, tetapi sebagai bukti
bahwa pemiliknya telah mempunyai ilmu pengetahuan dan kesanggupan
tertentu yang diperlukannya untuk suatu jabatan. Sebagaimana yang
dikemukakan Wina Sanjaya bahwa guru merupakan pekerjaan profesional
yang ditunjang oleh suatu ilmu tertentu secara mendalam yang hanya
mungkin didapatkan dari lembaga-lembaga pendidikan yang sesuai,
sehingga kinerjanya didasarkan kepada keilmuan yang dimilikinya yang
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.18
17 Departemen Agama RI, Op.cit., h. 87
18
e. Sehat Jasmani
Seorang guru Pendidikan Agama Islam haruslah sehat jasmani
dan tidak berpenyakit yang menular yang membahayakan para siswanya
atau orang lain di sekitarnya. Selain itu guru Pendidikan Agama Islam
hendaknya tidak memiliki cacat tubuh yang dapat mengganggu kelancaran
tugas-tugasnya. Guru yang berpenyakit tidak akan bergairah mengajar.19
Kita kenal ucapan “Mens sana in corpore sano”, yang artinya dalam
tubuh yang sehat terkandung jiwa yang sehat. Walaupun pepatah itu tidak
benar secara menyeluruh, akan tetapi bahwa kesehatan badan sangat
mempengaruhi semangat bekerja.
f. Berkompetensi
Kompetensi guru adalah kemampuan seorang guru dalam
melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan
layak.20 Pendapat lain juga menyatakan bahwa kompetensi guru adalah
kapasitas internal yang dimiliki guru dalam melaksanakan tugas
profesinya.21 Kompetensi guru dapat dimaknai pula sebagai kebulatan
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang berwujud tindakan cerdas dan
19 Zakiyah Darajat, Op.cit., h. 41
20Muhibbinsyah,Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru,(Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1999), h. 229
21
penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas sebagai agen
pembelajaran.22
Menurut Sardiman guru terikat dengan berbagai syarat, yang
diantaranya guru disyaratkan untuk memiliki sepuluh kemampuan dasar
yaitu:
1. menguasai bahan
2. mengelola program belajar mengajar 3. mengelola kelas
4. menguasai media atau sumber belajar 5. menguasai landasan kependidikan 6. mengelola interaksi belajar mengajar 7. menilai prestasi peserta didik
8. mengenal fungsi dan program bimbingan penyuluhan 9. mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah
10. memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian untuk keperluan pendidikan dan pengajaran.23
Keberhasilan guru dalam melaksanakan peranannya dalam bidang
pendidikan sebagian besar terletak pada kemampuannya melaksanakan
berbagai peranan yang bersifat khusus dalam situasi mengajar dan belajar.
Berdasarkan hasil studi literatur terhadap pandangan Adams dan Dickey
dalam bukunya Basic Principles of Student Teaching, dapat diambil kesimpuilan bahwa paling tidak terdapat 13 peranan kompetensi guru di
kelas, yaitu:
a. Guru sebagai pengajar, menyampaikan ilmu pengetahuan, perlu memiliki keterampilan memberikan informasi kepada peserta didik
22 Farid Sarimaya, Sertifikasi Guru, Apa, Mengapa dan Bagaimana, (Bandung: Yrama Widya,
2008), h. 17
23 Sardiman, AM., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rajawali Press, 2007),
b. Guru sebagai pemimpin kelas, perlu memiliki keterampilan cara memimpin kelompok-kelompok peserta didik
c. Guru sebagai pembimbing, perlu memiliki keterampilan cara mengarahkan dan mendorong kegiatan belajar peserta didik
d. Guru sebagai pengatur lingkungan, perlu memiliki keterampilan mempersiapkan dan menyediakan alat dan bahan pelajaran
e. Guru sebagai partisipan, perlu memiliki keterampilan cara memberikan saran, mengarahkan pemikiran kelas, dan memberikan penjelasan
f. Guru sebagai ekspeditur, perlu memiliki keterampilan menyelidiki sumber-sumber masyarakat yang akan digunakan
g. Guru sebagai perencana, perlu memiliki keterampilan dalam cara memilih dan meramu bahan pelajaran secara profesional
h. Guru sebagai supervisor, perlu memiliki keterampilan mengawasi kegiatan anak dan ketertiban kelas
i. Guru sebagai motivator, perlu memiliki keterampilan dalam mendorong motivasi belajar peserta didik
j. Guru sebaghai penanya, perlu memiliki keterampilan cara bertanya yang merangsang peserta didik berpikir dan cara memecahkan masalah
k. Guru sebagai pengajar, perlu memiliki keterampilan cara memberikan penghargaan terhadap anak-anak yang berprestasi l. Guru sebagai evaluator, perlu memiliki keterampilan dalam menilai
anak-anak secara objektif, kontinu, dan komprehensif
m. Guru sebagai konselor, perlu memiliki keterampilan cara membantu peserta didik yang mengalami kesulitan tertentu.24
Apabila dilihat ketiga belas peranan kompetensi guru tersebut
memang benar-benar menuntut kompetensi seorang guru. Guru tidak akan
dapat mengajar dengan baik apabila dalam menyampaikan materi ia tidak
dapat melakukannya dengan baik karena kurang memiliki menguasai
bahan atau materi pelajaran dan kurang terampil dalam menggunakan
metode pembelajaran.
24 Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, (Jakarta: Bumi
Begitu juga guru sebagai pemimpin, partisipan, perencana,
motivator, penanya, pengajar, dan evaluator, tidak akan dapat
melaksanakan peranannya tersebut apabila ia tidak memi