• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INVESTASI SEKTOR PERDAGANGAN DAN SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR DI JAWA TIMUR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INVESTASI SEKTOR PERDAGANGAN DAN SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR DI JAWA TIMUR."

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Jurusan Ilmu Ekonomi

Oleh :

WINA PRESTY NARASTURI 0611010008/ FE/ IE

Kepada

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

(2)

Assalamu’ alaikum Wr. Wb.

Pertama-tama peneliti panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah

SWT serta sholawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW,

yang telah melimpahkan berkah, rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi yang

peneliti susun dengan judul

“Analisis Faktor Yang Mempengaruhi

Investasi Sektor Perdagangan dan Sektor Industri Manufaktur

di Jawa Timur”

ini dapat terselesaikan.

Skripsi ini peneliti susun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ekonomi Jurusan Ilmu Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional

“Veteran” Jawa Timur.

Peneliti menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini sering kali

menghadapi hambatan dan keterbatasan dalam berbagai hal. Oleh karena itu

dalam kesempatan ini peneliti ucapkan terima kasih tak terhingga kepada Bapak

Drs. Ec. Marseto, DS, Msi, selaku dosen pembimbing utama telah banyak

meluangkan waktunya dalam memberikan suatu bimbingan, pengarahan,

dorongan, masukan-masukan, dan saran dengan tidak bosan-bosannya kepada

peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini. Selain itu peneliti juga menyampaikan

rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur yang telah memberikan

(3)

3. Bapak Drs. Ec. Marseto, DS, Msi, selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4. Ayahanda, Ibunda, beserta keluarga tercinta yang telah memberikan

motivasi, do’a, semangat dan dorongan moral serta spiritualnya yang telah

tulus kepada peneliti, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan sebaik-baiknya.

5. Bapak-bapak dan ibu-ibu dosen serta staf karyawan Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur yang telah

dengan ikhlas memberikan banyak ilmu pengetahuannya selama masa

perkuliahan dan pelayanan akademik bagi peneliti.

6. Bapak-bapak dan ibu-ibu staf instansi Badan Pusat Statistik cabang Kota

Surabaya (BPS), Bank Indonesia (BI) cabang Kota Surabaya, dan

Departemen Perindustrian dan Perdagangan (DISPERINDAG) Provinsi

Jawa Timur, yang telah memberikan banyak informasi dan data-data yang

dibutuhkan untuk mengadakan penelitian dalam penyusunan skripsi ini.

7. Seluruh mahasiswa dari Jurusan Ilmu Ekonomi Universitas Pembangunan

Nasional “Veteran” Jawa Timur, serta semua pihak yang tidak bisa peneliti

sebutkan satu persatu yang selalu memotivasi, membantu, dan mendukung

peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

(4)

iii

Akhir kata, besar harapan bagi peneliti semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi pembaca, baik sebagai bahan kajian maupun sebagai salah satu

sumber informasi dan bagi pihak-pihak lain yang membutuhkan.

Wassalamu’ alaikum Wr. Wb

Surabaya, April 2010

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

ABSTRAKSI... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1

1.2.Perumusan Masalah... 5

1.3.Tujuan Penelitian... 6

1.4 Manfaat Penelitian... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu... 8

2.2. Landasan Teori ... 12

2.2.1. Pengertian Investasi ... 12

2.2.1.1. Faktor yang menentukan Investasi... 15

2.2.1.2. Fungsi Investasi... 17

2.2.1.3. Cara Pembagian Investasi ... 17

(6)

2.2.2. Pengertian Investasi Sektor Perdagangan... 19

2.2.2.1. Definisi Perdagangan ... 19

2.2.2.2. Tujuan Perdagangan ... 21

2.2.2.3. Manfaat Perdagangan ... 22

2.2.3. Pengertian Investasi Sektor Industri Manufaktur ... 23

2.2.3.1. Definisi Industri ... 23

2.2.3.2. Klasifikasi Industri ... 24

2.2.3.3. Definisi Industri Manufaktur... 27

2.2.3.4. Klasifikasi Umum Industri Manufaktur ... 28

2.2.4. Inflasi ... 29

2.2.4.1. Pengertian Inflasi ... 29

2.2.4.2. Efek Inflasi ...30

2.2.4.3. Jenis-Jenis Inflasi...31

2.2.4.4. Dampak Inflasi Terhadap Investasi...34

2.2.4.5. Hubungan Inflasi dengan Investasi Sektor Perdagangan dan Sektor Industri Manufaktur...35

2.2.5. Tingkat Suku Bunga... 36

2.2.5.1. Pengertian Tingkat Suku Bunga... 36

2.2.5.2. Teori Tentang Tingkat Suku Bunga... 36

2.2.5.3. Fungsi Tingkat Bunga Dalam Perekonomian ... 39

(7)

2.2.5.4. Hubungan Tingkat Suku Bunga

dengan Investasi Sektor Perdagangan

dan Sektor Industri Manufaktur ... 40

2.2.6. Produk Domestik Regional Bruto ... 41

2.2.6.1. Pengertian PDRB ... 41

2.2.6.2. Kegunaan Statistik PDRB... 43

2.2.6.3. Hubungan PDRB dengan Investasi Sektor Perdagangan dan Sektor Industri Manufaktur ... 45

2.3. Kerangka Pikir ... 46

2.4. Hipotesis ... 48

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 50

3.2. Teknik Penentuan Sampel ... 51

3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 52

3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 52

3.4.1. Teknik Analisis Data ... 52

3.4.2. Uji Hipotesis ... 54

3.5. Uji Asumsi Klasik... 58

(8)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Obyek Penelitian ... 64

4.1.1. Kondisi Perkembangan Investasi Jawa Timur... 64

4.1.2 . Keadaan Perekonomian di Jawa Timur ... 65

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian... 66

4.2.1. Perkembangan Investasi Sektor Perdagangan... 66

4.2.2. Perkembangan Investasi Sektor Industri   Manufaktur... 67

4.2.3. Perkembangan Tingkat Inflasi ... 68

4.2.4. Perkembangan Tingkat Suku Bunga... 69

4.2.5. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto .... 70

4.3. Hasil Analisis Asumsi Regresi Klasik (Blue / Best Linier Unbiased Estimator). ... 71

4.3.1. Analisis dan Pengujian hipotesis ... 76

4.3.2. Uji Hipotesis Secara Parsial ... 76

4.3.3. Pembahasan... 77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 82

5.2. Saran... 82

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 : Kurva Demand Pull Inflation……...32

Gambar 2 : Kurva Cost Push Inflation...33

Gambar 2.1 : Teori Klasik Tingkat Suku Bunga...37

Gambar 2.2 : Teori Keynes Tingkat Suku Bunga...39

Gambar 4 : Kerangka Pikir...48

Gambar 3.1 : Kurva Distribusi Penolakan / Penerimaan Hipotesis Secara Simultan...56

Gambar 3.2 : Kurva Distribusi Penolakan / Penerimaan Hipotesis Secara parsial...57

Gambar 3.3 : Kurva Durbin-Watson...60

Gambar 4.1 : Kurva Statistik Durbin-Watson...73

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 : Autokorelasi Durbin-Watson...61

Tabel 2 : Perkembangan Investasi Sektor Perdagangan di Jawa Timur Tahun 1994-2008...67

Tabel 3 : Perkembangan Investasi Sektor Industri Manufaktur di Jawa Timur Tahun 1994-2008...68

Tabel 4 : Perkembangan Inflasi di Jawa Timur Tahun 1994-2008...69

Tabel 5 : Perkembangan Tingkat Suku Bunga di Jawa Timur Tahun 1994-2008...70

Tabel 6 : Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto di Jawa Timur Tahun 1994-2008...71

Tabel 7 : Tes Autokorelasi...73

Tabel 8 : Tes Multikolinearitas...74

Tabel 9 : Tes Heterokedastisitas dengan Korelasi Rank Spearman...75

Tabel 10 : Analisis Varian (ANOVA)...76

Tabel 11 : Hasil Analisis Variabel Inflasi (X1), Tingkat Suku Bunga (X2), dan Produk Domestik Regional Bruto (X3), terhadap Investasi Sektor Perdagangan dan Investasi Sektor Industri Manufaktur di Jawa Timur.………...…...77

Tabel 12 : Hasil Koefisien Variabel Independen...77

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Data Input Provinsi Jawa Timur

Lampiran 2 : Output pengolahan data (Regresi linier berganda investasi sektor

perdagangan)

Lampiran 3 : Output pengolahan data (Nonparamatic Corelations Sektor

Perdagangan)

Lampiran 4 : Output pengolahan data (Regresi Linier berganda investasi sektor

industri manufaktur)

Lampiran 5 : Output pengolahan data (Nonparamatic Corelations Sektor Industri

Manufaktur)

Lampiran 6 : Tabel Pengujian Nilai F

Lampiran 7 : Tabel Pengujian Nilai t

Lampiran 8 : Tabel Pengujian Nilai Durban-Watson

(12)

xi

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INVESTASI SEKTOR PERDAGANGAN DAN SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR

DI JAWA TIMUR Oleh:

Wina Presty Narasturi

Abstraksi

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari tingkat inflasi, tingkat suku bunga Bank Indonesia, PDRB jawa timur terhadap investasi sektor perdagangan dan investasi sektor industri manufaktur di jawa timur periode 1994 sampai dengan 2008. Sehingga dapat diketahui faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi pertumbuhan investasi sektor perdagangan dan investasi sektor industri manufaktur di jawa timur baik secara agregat maupun parsial, yang pada akhirnya dapat diketahui pula kebijakan apa yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah Jawa Timur beserta investor untuk meningkatkan dan memperluas investasi sektor perdagangan dan industri manufaktur di jawa timur dengan pertimbangan variabel tersebut di atas.

Metodologi penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan ekonometrika. Model yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan model regresi linier berganda dengan asumsi BLUE (Best Linier

Unbiased Estimate). Adapun tujuan penggunaan model tersebut adalah untuk

melihat pengaruh dalam jangka panjang dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Hasil penelitian ini diharapkan memperoleh kesimpulan untuk setiap variabel memiliki pengaruh yang berbeda, baik secara parsial maupun secara agregat.

Kata Kunci : Sektor Perdagangan dan Investasi Sektor Industri Manufaktur di

(13)

1.1. Latar Belakang

Jawa Timur sebagai Propinsi berkembang dalam menyelenggarakan pembangunan daerah membutuhkan dana yang cukup besar. Pembangunan daerah merupakan salah satu pencerminan untuk terus menerus meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Jawa Timur. Dewasa ini kesempatan untuk berinvestasi di Jawa Timur semakin terbuka dalam rangka menghadapi perdagangan bebas yang akan dihadapi mulai tahun 2020 mendatang. (Anonim, 2005 : 10).

Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan produksi. Dengan posisi semacam ini investasi pada hakekat nya juga merupakan langkah awal kegiatan ekonomi. Dinamika penanaman modal mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi, mencerminkan marak lesunya perekonomian. Dalam upaya menumbuhkan perekonomian setiap daerah senantiasa berusaha menciptakan iklim yang dapat menggairahkan investasi. Sasaran yang dituju bukan hanya masyarakat atau kalangan swasta dalam negeri, tetapi juga investor asing. (Anonim, 2005 : 15).

Sejak timbulnya krisis ekonomi yang dipicu oleh krisis moneter pada pertengahan tahun 1997, pertumbuhan ekonomi terhenti dan tingkat suku bunga meningkat pesat yang mengakibatkan taraf hidup masyarakat

(14)

Jawa Timur merosot tajam, jumlah penduduk miskin dan pengangguran meningkat. (Rosyidi, 2002 : 12).

Masih tertinggalnya perekonomian Jawa Timur mendorong pemerintah untuk mencari sumber- sumber pembiayaan pembangunan baik yang berasal dari dalam maupun yang berasal dari luar negeri. Investasi merupakan salah satu sumber yang menjadi sasaran pemerintah untuk membantu proses pembangunan, terutama pembangunan pada sektor- sektor yang ada di Jawa Timur.

Dalam rangka mempercepat pemulihan perekonomian daerah, semua pemanfaatan potensi sumber daya, baik yang dimiliki oleh pemerintah (Badan Usaha Milik Negara / BUMN) maupun swasta dalam bentuk investasi, memegang peranan penting. Keberhasilan investasi tentunya juga bergantung dari sejauh mana dan berapa lama berbagai kendala yang menimpa perekonomian daerah dapat diatasi. (Sarwedi, 2002 : 18).

(15)

Dalam kurun waktu 10 tahun, antara tahun 1998 – 2002 investasi (PMA dan PMDN) munurut sektor ekonomi sebesar Rp.876.830,3 miliar. Pada investasi dalam negeri perkembangan tertinggi terdapat pada tahun 2000 dengan jumlah proyek 392 dan jumlah investasi sebesar Rp.93.897,1 miliar. Sedangkan pada investasi asing, perkembangan tertinggi terdapat pada tahun 2000 dengan jumlah proyek yang mencapai 1541 dengan nilai Rp.154.248,2 miliar.

Antara tahun 2003 – 2007, jumlah investasi (PMA dan PMDN) sebesar Rp.1,3 Triliun. Perkembangan tertinggi terjadi pada tahun 2007 dengan jumlah proyek 2065 dengan nilai Rp.536.664,9 miliar. Sektor industri merupakan sektor yang paling banyak menarik investasi, sedangkan sektor kehutanan merupakan sektor yang paling sedikit menarik investasi. (Anonim, 2005 : 501).

Permasalahan yang harus dipahami adalah sesungguhnya investor asing sudah memahami karakteristik dan kondisi suatu propinsi, sehingga kebijakan apapun yang digulirkan oleh satu propinsi akan terpantau oleh investor. (Sarwedi, 2005 : 31).

(16)

produk domestik regional bruto sebesar 228.884.458,54 juta rupiah. Pada tahun 2004 perkembangan produk domestik regional bruto semakin membaik yaitu sebesar 242.228.892,17 juta rupiah dan pada tahun 2005 meningkat menjadi 256.005.845,23 juta rupiah. (Anonim, 2005 : 501).

Seluruh sektor ekonomi pada tahun 2005 mencatat perkembangan yang positif. Bila diurutkan perkembangan PDRB menurut sektor ekonomi dari yang tertinggi dan yang terendah, pertumbuhan tertinggi dihasilkan oleh sektor pengangkutan dan komunikasi sekitar 12,97%, diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran sekitar 8,59%, sektor kontruksi sekitar 7,34%, sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan sekitar 7,12%, sektor listrik, gas dan air bersih sekitar 6,49%, dan sektor jasa – jasa 5,16%. Sektor berikutnya adalah industri pengolahan, pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian masing – masing tumbuh sekitar 4,63%, 2,449% dan 1,59%. (Anonim, 2005 : 501).

(17)

– jasa dengan andil sekitar 10,44% dan 10,10% pada tahun yang sama. Adapun sumbangan dari empat sektor lainnya kurang dari 10%, dengan penyumbang terkecil adalah sektor listrik, gas dan air bersih yaitu hanya sekitar 0,92%. (Anonim, 2005 : 501).

Berdasarkan fakta – fakta diatas, maka perlu diadakan penelitian dimana pengaruh Inflasi, Tingkat Suku Bunga dan PDRB berpengaruh terhadap perkembangan investasi di sektor perdagangan dan sektor industri manufaktur di jawa timur?

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di uraikan di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1) Apakah Inflasi, Tingkat Suku Bunga, Produk Domestik Regional Bruto, berpengaruh terhadap investasi sektor perdagangan dan investasi sektor industri manufaktur di jawa timur ?

2) Dari ketiga variabel di atas, variabel manakah yang paling dominan pengaruhnya terhadap investasi sektor perdagangan dan investasi sektor industri manufaktur di jawa timur ?

(18)

1.3. Tujuan Penelitian

1) Untuk mengetahui pengaruh Inflasi, Tingkat Suku Bunga, PDRB terhadap investasi sektor perdagangan dan investasi sektor industri manufaktur di Jawa Timur.

2) Untuk mengetahui variabel manakah yang paling dominan pengaruhnya terhadap investasi sektor perdagangan dan sektor industri manufaktur di Jawa Timur.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak antara lain: a. Bagi Pengembangan Keilmuan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan sesuatu yang berharga bagi pihak universitas khususnya Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur sekaligus sebagai koleksi pembendaharaan referensi dan tambahan wacana pengetahuan untuk perpustakaan Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur.

b. Bagi Pemerintah

(19)

c. Bagi Peneliti

(20)

2.1. Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh pihak yang dapat

dipakai sebagai bahan masukan serta pengkajian dalam penelitian ini

dilakukan oleh :

1. Mastijah (2005 : xi). dengan judul penelitian “Analisis Faktor Yang

Mempengaruhi Investasi Di Jawa Timur”. Dari hasil analisis

menunjukkan bahwa secara simultan variabel Produk Domestik

Regional Bruto berpengaruh nyata terhadap investasi di jawa timur

yaitu dengan uji F dimana Fhitung = 83,628 > Ftabel 3,48. Secara

parsial menunjukkan bahwa variabel Produk Domestik Regional

Bruto berpengaruh nyata terhadap investasi di jawa timur dengan

thitung 2,484. Hal ini di karenakan apabila PDRB mengalami

kenaikan akan memberikan rangsangan investor, karena

permintaan produk meningkat sehingga keuntungan meningkat.

Variabel inflasi tidak berpengaruh nyata terhadap investasi di jawa

timur dengan thitung 1,527 < ttabel 2,228, karena walaupun terjadi

inflasi pengusaha tetap membutuhkan modal untuk menambah

produksi disebabkan keuntungan besar. Variabel tingkat suku

bunga kredit berpengaruh nyata terhadap investasi di Jawa Timur

dengan thitung 1,758 < ttabel 2,228 hal ini disebabkan walaupun

(21)

tingkat suku bunga kredit naik tidak mempengaruhi kemampuan

untuk berinvestasi karena tetap membutuhkan dana untuk

berproduksi disebabkan permintaan produksi besar sehingga

keuntungan akan besar. Variabel total ekspor berpengaruh nyata

terhadap invesatsi di Jawa Timur dengan thitung 2,521 > ttabel 2,228,

hal ini disebabkan jika ekspor mengalami kenaikan secara tidak

langsung akan meningkatkan devisa suatu negara. Kondisi

demikian akan mendorong beberapa investor untuk berinvestasi.

2. Rasyid (2000 : xi) Jurnal ekonomi dan bisnis dengan judul “Kinerja

sektor industri manufaktur di Jawa Timur pasca krisis ekonomi “.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kinerja

industri manufaktur di Jawa Timur pasca krisis ekonomi 1997.

Analisis dalam artikel ini di dasarkan pada data hasil survey

industri besar dan sedang tahun 2002 yang dilakukan oleh badan

pusat statistik (BPS) Jawa Timur. Fungsi produktivitas yang di

turunkan dari fungsi produksi Constant Elasticity of Substitution

(CES) digunakan sebagai model estimasi. Melalui metode prinsip

kuadrat terkecil, diperoleh hasil penting mengenai kaitannya

dengan koefisien elastisitas substitusi dan hasil skala. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa hasil skala tidaklah constant

tetapi meningkat dan elastisitas substitusi adalah relatif rendah.

Disamping itu ditunjukkan bahwa tingkat upah, produksi dan

(22)

terhadap produktivitas tenaga kerja.

3. Wahyu Ramadhan (2008 : xi) dengan judul “ Analisis Beberapa

Faktor Yang Mempengaruhi Investasi Industri Pengolahan di Jawa

Timur “. Dalam penelitian tersebut menunjukan bahwa adanya

pengaruh yang nyata antara variabel tenaga kerja (X1), suku bunga

kredit Investasi (X2), PDRB (X3), Industri Pengolahan (X4)

berpengaruh terhadap nilai Investasi Industri Pengolahan di Jawa

Timur, hal ini di uji dengan uji F yaitu diperoleh Fhitung 7,701 >

Ftabel 3,48. Sedangkan secara parsial variabel jumlah tenaga kerja

(X1) tidak berpengaruh terhadap Investasi Industri Pengolahan (Y)

dengan menggunakan uji t dimana thitung 0,614 < ttabel 2,262 dengan

tingkat bunga (X2) berpengaruh terhadap investasi Industri

Pengolahan (Y) karena thitung 4,110 > ttabel 2,262. Sedangkan PDRB

(X3) tidak berpengaruh terhadap Investasi Industri Pengolahan (Y)

karena thitung 1,013 > ttabel -2,262. Dan dengan ekspor Industri (X4)

pengolahan juga tidak berpengaruh terhadap Investasi Industri

Pengolahan (Y) karena thitung 1,995 < ttabel 2,262.

4. Desi (2000 : 111) “Pengaruh Penyaluran Kredit Perbankan

Terhadap Sektor Perdagangan Di Jawa Timur”. Menyimpulkan

bahwa hasil pengujian secara simultan menunjukkan variabel

terikat (Y) yaitu PDRB sektor perdagangan dan ada tiga variabel

bebas yaitu : Jumlah kantor bank (X1), Tingkat Suku Bunga (X2),

(23)

> Ftabel (3,59) diperoleh kesimpulan bahwa ketiga variabel bebas

tersebut secara bersama- sama berpengaruh terhadap PDRB sektor

perdagangan. Dari pengolahan data tersebut diperoleh Thitung

variabel jumlah kantor bank = 0,840 berarti tidak berpengaruh

terhadap PDRB sektor perdagangan dan variabel tingkat suku

bunga kredit = -4,724 berarti berpengaruh positif tetapi

hubungannya negatif terhadap PDRB sektor perdagangan

sedangkan variabel penyaluran kredit = 3,187 berpengaruh posiif

terhadap PDRB sektor perdagangan. Dan diketahui nilai R²

(koefisien determinan) sebesar 95,1% yang berarti besarnya ketiga

variabel bebas dapat menjelaskan variabel terikat secara

bersama-sama.

5. Rahardhan (2007 : xi) Jurnal ekonomi dan bisnis yang berjudul “

Pengaruh Asean Trade Facilitation terhadap volume Perdagangan

Di Jawa Timur”. Berkaitan dengan kemampuan Jawa Timur dalam

menghasilkan produk yang siap diekspor ke negara- negara

ASEAN tersebut, penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh

dari fasilitas perdagangan ASEAN (ASEAN Trede Facilities)

terhadap volume perdagangan produk unggulan Jawa Timur di

pasar ASEAN. Analisis dalam penelitian menggunakan pendekatan

Model Gravitasi (Gravity model) yang merupakan suatu model

untuk mengukur laju perdagangan antar daerah atau negara secara

(24)

2007 nilai ekspor jawa timur mencapai 2,5 Milyar Dollar Amerika.

Sejak tahun 2000, produk Jawa Timur terutama dijual untuk negara

tujuan Malaysia. Adapun arus perdagangan internasional produk

Jawa Timur, dari hasil olah statistik diketahui naik sebesar 0,99 US

Dollar sejak diberlakukannya fasilitasi perdagangan ASEAN.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu :

 Pada penelitian ini menggunakan 3 veriabel bebas yaitu :Inflasi

(X1), Tingkat suku bunga (X2), PDRB (X3). Penelitian dilakukan

untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi investasi sektor

perdagangan dan sektor industri manufaktur di Jawa Timur.

 Pada penelitian terdahulu, penelitian dilakukan untuk menganalisis

faktor- faktor yang mempengaruhi investasi swasta maupun yang

mempengaruhi investasi di Jawa Timur. Dengan menggunakan

variabel yang berbeda.

2.2. Landasan Teori 2.2.1. Pengertian Investasi

Investasi disebut juga penanaman modal yaitu penanaman

modal- modal baru (Nopirin, 1990 : 133). Investasi adalah pengeluaran yang disediakan untuk meningkatkan atau mempertahankan barang-

barang modal. (Dornsbush dan Stanley, 1999 : 236)

Dorongan untuk mengadakan investasi tergantung pada

(25)

senantiasa mengalami fluktuasi, karena harapan untuk memperoleh

keuntungan yang akan didapat didasarkan atas penaksiran yang tidak

pasti. Artinya, jika keadaan menampakkan bahwa harapan memperoleh

keuntungan tidak ada maka investasi akan berkurang begitupun

sebaliknya. (Manullang, 1993 : 103)

Investasi atau penanaman modal merupakan suatu hal yang sangat

penting bagi kelangsungan hidup suatu kegiatan usaha, karena investasi

sangat dibutuhkan sebagai faktor penunjang dalam memperlancar proses

produksi.

Menurut penggunaannya, pengeluaran untuk investasi dibagi

menjadi tiga bagian yaitu : untuk keperluan kontruksi, rehabilitasi atau

perbaikan, dan ekspansi atau perluasan kontruksi adalah pembangunan

atau pendirian sesuatu yang sama sekali baru. Salah satu contohnya

adalah pendirian bangunan baru. Apabila bangunan itu pada suatu saat

rusak dan kemudian diperbaiki, maka pengeluaran ini adalah pengeluaran

untuk keperluan rehabilitasi. Sedangkan apabila bangunan tadi diperluas,

maka perluasan inilah yang dimaksud dengan ekspansi. (Rosyidi, 1995 : 168).

Investasi merupakan pengeluaran atau pembelanjaan penanaman-

penanaman modal atau perusahaan- perusahaan untuk membeli barang-

barang modal dan perlengkapan- perlengkapan produksi atau menambah

kemampuan memproduksi barang- barang dan jasa yang tersedia dalam

(26)

Jadi dapat dikatakan bahwa investasi adalah merupakan suatu

pengeluaran untuk pembelian barang- barang modal dalam meningkatkan

kapasitas produksi. Adanya tingkat produksi yang tinggi sehingga dapat

terhimpun dana yang lebih besar untuk investasi yang dibutuhkan.

Dalam prakteknya, dalam usaha untuk mencatat nilai

penanaman modal yang dilakukan satu tahun tertentu yang digolongkan

sebagai investasi (pembentukan modal atau penanaman modal) meliputi

pengeluaran atau pembelanjaan yang sebagai berikut:

A. Pembelanjaan berbagai jenis barang modal, yaitu mesin – mesin

dan peralatan produksi lainnya untuk berbagai jenis industri dan

perusahaan.

B. Pembelanjaan untuk membangun rumah tinggal, bangunan kantor

atau bangunan–bangunan lainnya.

C. Pertumbuhan nilai stok barang–barang yang belum terjual bahan mentah dan barang–barang yang masih dalam proses produksi pada

akhir tahun perhitungan pendapatan nasional (Soekirno, 2002 : 107)

Investasi pada hakekatnya merupakan penempatan sejumlah dana

pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan dimasa

mendatang. Umumnya investasi dibedakan menjadi 2, yaitu :

1. Financial Assets

Dilakukan di pasar uang, misalnya : berupa sertifikat deposito,

(27)

dilakukan di pasar modal misalnya berupa saham, obligasi, iuran,

opsi dan lainnya.

2. Real Assets

Diwujudkan dalam bentuk pembelian assets produktif, penelitian

pabrik, pembukuan pertambangan, pembukuan perkebunan dan

lainnya (Halim, 2003 : 2).

Pengertian Investasi dari kedua pendapat tersebut kiranya dapat

disimpulkan bahwa Investasi atau penanaman modal itu merupakan

penanaman modal atau pengguna uang bagi peningkatan kapasitas sistem

produksi atau peningkatan kapasitas asset dengan harapan modal yang

ditanamkan akan memperoleh keuntungan yang sebesar–besarnya dimasa

mendatang.

2.2.1.1. Faktor – Faktor yang Menentukan Investasi

Apabila seorang pemilik modal atau para pengusaha menggunakan

uangnya membeli barang – barang modal maka pembelanjaan itu

dinamakan investasi akan tetapi berhasil tidaknya pemilik modal dalam

menjalankan usahanya dalam kenyataan akan di pengaruhi oleh beberapa

faktor yang dapat menentukan, yaitu :

 Ramalan Mengenai Keadaan Ekonomi di Masa Depan.

Kegiatan perusahaan untuk mendirikan industri dan memasang

barang–barang modal baru dinamakan kegiatan memakan waktu.

(28)

industri / perusahaan itu sudah mulai menghasilkan barang atau

jasa yang menjadi hasil produksinya) maka pemilik modal akan

melakukan kegiatan terus selama beberapa waktu.

 Perubahan dan Perkembangan Tekhnologi.

Pada umumnya semakin banyak perkembangan ilmu dan

pengeluaran terhadap kegiatan industri, maka semakin banyak pula

jumlah kegiatan yang dilakukan oleh para pengusaha.

 Tingkat Pendapatan Nasional dan Perubahan–Perubahannya.

Kenyataan yang ada menggambarkan bahwa hubungan antara

pendapatan nasional dan investasi merupakan hal yang saling

berkaitan dimana investasi itu pada umumnya cenderung untuk

mencapai tingkat yang lebih besar apabila pendapatan nasional.

 Keuntungan yang Dicapai oleh Perusahaan.

Apabila perusahaan – perusahaan itu melakukan investasi dengan

menggunakan tabungan atau modal kas, maka perusahaan yang

dimaksud tidak lagi dikenai biaya – biaya yang harus dibayar untuk

jangka waktu berikutnya.

 Tingkat Bunga.

Tingkat bunga menentukan jenis-jenis investasi yang akan

memberikan keuntungan para pengusaha dan dapat dilaksanakan

para pengusaha hanya akan melaksanakan keinginan untuk

menanam modal apabila tingkat pengembalian modal dari penanam

(29)

dikurangi bunga uang yang dibayar) modal yang diperoleh lebih

besar dari tingkat bunga (Soekirno, 2002 : 109).

2.2.1.2. Fungsi Investasi

Bentuk fungsi investasi dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :

1. Sejajar dengan sumbu datar

2. Bentuk nilai ke atas ke sebelah kanan (yang berarti semakin tinggi

pendapatan nasional, makin tinggi investasi).

Fungsi atau kurva investasi yang sejajar dengan sumbu datar

dinamakan investasi otonomi dan fungsi investasi yang semakin tinggi

apabila pendapatan nasional meningkat dinamakan investasi terpengaruh.

Dalam analisis makro ekonomi biasanya dimisalkan bahwa investasi

perusahaan bersifat investasi otonomi.

Investasi otonomi adalah pembentukan modal yang tidak

dipengaruhi pendapatan nasional. Dengan kata lain tinggi rendahnya

pendapatan nasional tidak menentukan jumlah investasi yang dilakukan

oleh perusahaan–perusahaan atau setiap daerah.

2.2.1.3. Cara Pembagian Investasi

Cara pembagian investasi menurut jenisnya :

a. Autonomous investment dan Induced invesment

Autonomous invesment (investasi otonom) adalah investasi yang

(30)

oleh karena adanya perubahan faktor diluar pendapatan. Misal

tingkat teknologi, kebijakan para pengusaha dan sebagainya.

Induced investment (investasi terimbas) adalah bersebelahan

dengan investasi otonom. Investasi ini dipengaruhi oleh tingkat

pendapatan.

b. Public investment dan Private investment

Public investment adalah investasi atau penanaman modal yang

dilakukan oleh pemerintah. Yang dimaksud ialah pemerintah pusat,

maupun pemerintah daerah tingkat satu, tingkat dua, kecamatan,

maupun desa. Private investment adalah investasi yang dilakukan

oleh pihak swasta.

c. Domestic investment dan Foreign investment

Domestic investment adalah penanaman modal dalam negeri.

Foreign investment adalah penanaman modal luar negeri.

d. Gross investment dan Net investment

Gross investment (investasi bruto) adalah total seluruh investasi

yang diadakan atau dilaksanakan pada suatu ketika. Atau investasi

yang dilakukan pada suatu Negara (daerah tertentu) pada atau

selama suatu periode tertentu.

e. Net investment (investasi netto) adalah selisih antara investasi bruto

(31)

2.2.2. Pengertian Investasi Sektor Perdagangan 2.2.2.1. Definisi Perdagangan

Pengertian perdagangan itu sendiri adalah kegiatan jual beli barang

atau jasa yang dilakukan secara terus menerus dengan tujuan

mengalihkan hak atas barang dan jasa dengan disertai imbalan atau

kompensasi. Perdagangan meliputi semua perdagangan barang dan jasa

yang dilakukan secara insidentil, misalnya dalam pasar amal, ikhlas

amal, bazar pasar malam yang kegiatan usahanya memakan waktu tidak

lebih dari 3 bulan. (Kansil, 1989 : 30)

Sedangkan menurut Boediono pengertian perdagangan adalah

sebagai proses tukar menukar yang didasarkan atas kehendak sukarela

dari masing- masing pihak. (Boediono, 1981 : 10)

Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

pengertian perdagangan adalah proses tukar menukar barang atau jasa

yang disertai imbalan dari masing- masing pihak.

Kegiatan usaha perdagangan di bedakan antara bidang perdagangan

barang dan bidang perdagangan jasa mengingat pada kenyataan bahwa

yang di perdagangkan adalah barang dan jasa yang masing- masing

mempunyai ciri- ciri khusus, misalnya dalam bidang usaha perdagangan

jasa. Pihak pemakai selalu berhubungan dengan pihak penjual. Selain itu

ada kegiatan jasa- jasa yang tidak dapat dilakukan bersama dengan

(32)

Bidang usaha perdagangan dibedakan dalam 2 kategori, yaitu :

a. Bidang usaha Perdagangan Partai Besar

Yaitu bidang usaha perdagangan yang tidak melayani secara

langsung konsumen akhir seperti kegiatan- kegiatan perdagangan

ekspor, impor, keagenan tunggal, penyalur utama, penyalur,

perdagangan jasa dan dalam hal perdagangan pengumpulan tidak

berhubungan langsung dengan produsen kecil perorangan.

b. Bidang usaha Perdagangan Eceran

Yaitu bidang usaha perdagangan yang melayani secara

langsung konsumen akhir seperti kegiatan- kegiatan perdagangan

supermarket, pertokoan serba ada, pertokoan besar, pertokoan

biasa, pedagang eceran dikios pedagang keliling dan dalam hal

perdagangan pengumpulan berhubungan langsung dengan prosedur

kecil.

Penggolongan usaha perdagangan didasarkan pada besarnya

modal dan nilai penjualan per tahun sebagai faktor serta bidang

usaha dan jenis barang yang diperdagangkan sebagai faktor

pendukung. Untuk melakukan kegiatan usaha perdagangan partai

besar atau partai kecil, pengusaha yang bersangkutan wajib

memiliki ijin usaha perdagangan tersendiri sesuai dengan bidang

usahanya. Surat ijin usaha perdagangan (SIUP) adalah surat ijin

(33)

pengusaha untuk melaksanakan kegiatan usaha perdagangan

(Kansil, 1990 : 36)

Agar sektor perdagangan lebih mendukung pelaksanaan

program pemerintah dalam arti dapat menjamin kelancaran arus

barang, baik untuk keperluan ekspor, impor maupun perdagangan

dalam negeri perlu menyempurnakan dan menyederhanakan

ketentuan dan prosedur perizinan di bidang usaha perdagangan. Ijin

perdaganagn dapat dijadikan alat untuk keperluan penertiban,

pengarahan, pembinaan dan pengawasan kegiatan usaha

perdagangan dalam rangka mencapai sasaran tersebut.

2.2.2.2 Tujuan Perdagangan

Perdagangan memiliki beberapa tujuan, diantaranya adalah sebagai

berikut :

1. Meningkatkan kemakmuran nasional, namun keuntungan dan

kerugian akibat perdagangan tidak terbagi rata.

2. Meningkatkan produksi dan ekspor barang yang memiliki suatu

keunggulan komparatif sehingga diharapkan akan menghasilkan

devisa suatu Negara.

3. Untuk mencapai tingkat output dan konsumsi yang efisien di

(34)

Dalam model perdagangan dasar, impor dan ekspor meluas secara

serempak menuju keseimbangan perdagangan. Dalam kenyataannya para

produsen domestik dalam industri ekspor dari suatu Negara biasanya

tidak bisa meluaskan produksi dan ekspornya secepat produksi barang

impor dunia yang menembus pasar negeri tersebut.

Suatu defisit perdagangan jangka pendek yang terjadi hampir tidak

dapat dihindarkan. Defisit ini dapat buruk pengaruhnya terhadap

pertumbuhan, tingkat bunga, kesempatan kerja, pembentukan modal dan

hutang luar negeri. Semua itu adalah biaya penyesuaian terhadap

perdagangan jangka pendek dan harus dievaluasi terhadap keuntungan

perdagangan jangka panjang.

2.2.2.3 Manfaat Perdagangan

Manfaat perdagangan adalah sebagai berikut :

1. Perdagangan dapat meningkatkan kesejahteraan nasional secara

keseluruhan.

2. Perdagangan dapat menyamakan semua harga faktor dalam

perdagangan, seperti : harga barang yang diperdagangkan, laba

modal serta tarif upah akan sama disemua Negara (perdagangan

bebas).

3. Perdagangan dapat mengontrol tingkat laju inflasi serta nilai kurs

tengah dari mata uang suatu Negara terhadap Negara lain.

(35)

5. Perdagangan memacu kemajuan teknologi.

6. Perdagangan dapat merubah laju pertumbuhan dan preferensi konsumen (Boediono, 1991 : 15)

2.2.3. Pengertian Investasi Sektor Industri Manufaktur 2.2.3.1 Definisi Industri

Industri adalah usaha produktif terutama dalam bidang produksi

atau perusahaan tertentu untuk menyelenggarakan jasa-jasa misalnya

transportasi dan peralatan perhubungan yang menggunakan modal tenaga

kerja dalam jumlah relatif besar. (Nisjar dan Winardi, 1997 : 181). Industri adalah tiap usaha yang merupakan unit produksi yang

membuat barang atau yang mengerjakan sesuatu barang atau bahan untuk

masyarakat disuatu tempat tertentu. (Arsyad, 1992 : 57).

Menurut Undang-Undang RI No. 5 tahun 1984 pasal 1 tentang

perindustrian adalah kegiatan ekonomi yang mengelola bahan mentah,

bahan baku, barang setengah jadi dan barang jadi menjadi barang yang

bernilai lebih tinggi, untuk penggunaannya termasuk kegiatan rancang

bangun dan perekayasa industri. (Anonim, 1994 : 21).

Berdasarkan definisi diatas ternyata ada suatu kesamaan yaitu

mengenai proses produksi yang merupakan rangkaian kegiatan dalam

meningkatkan guna atau manfaat dari suatu bahan baku. Industri juga

berarti sebagai keseluruhan dari perusahaan-perusahaan yang

(36)

2.2.3.2. Klasifikasi Industri

Aktivitas yang dijalankan industri sangat beraneka ragam. Apabila

digolongkan akan diperoleh delapan kelompok utama yaitu :

a. Industri perburuan.

b. Industri pengumpulan bahan dari hutan.

c. Industri penambangan mineral.

d. Industri peternakan.

e. Industri pertanian.

f. Industri manufaktur.

g. Industri perdagangan.

h. Industri jasa. (Kuncoro, 2001 : 195).

Kemudian oleh Kuncoro macam-macam industri utama tersebut

diatas dikelompokkan berdasarkan fungsi industri yang terdiri dari empat

kelas yaitu :

a. Industri Ekstratif

Yaitu kegiatan ekonomi yang berurusan dengan pengurusan

sumber daya alam yang cadangannya tidak diusahakan atau tidak

mungkin diusahakan pembaharuannya misal perburuhan

pengumpulan bahan, pertambangan dan bentuk-bentuk pertanian.

b. Industri Reproduktif

Yaitu yang produksinya tidak akan habis, terus mengalir karena

barang-barang yang dihasilkan dan dipungut akan diganti dengan

(37)

c. Industri Manufaktur

Yaitu industri yang memproduksi barang-barang dagang dari

bahan–bahan industri lain, misalnya produk peleburan, penyulingan

makanan kaleng dan lain-lain.

d. Industri Fasilitas

Yaitu industri yang menangani urusan-urusan yang berhubungan

dengan perdagangan dan jasa seperti transportasi, penyuluhan,

distribusi barang dan pelayanan kepada konsumen. (Kuncoro, 2001 : 196).

Menurut Winardi, macam-macam industri terdiri dari:

a. Industri muda.

b. Industri yang sedang tumbuh.

c. Industri yang stabil.

d. Industri tua.

e. Industri yang sedang mengalami kemunduran. (Winardi, 1993 : 119).

Dalam pengelompokan jenis industri nasional menurut Departemen

Perindustrian secara garis besar maka industri dapat digolongkan menjadi

tiga kelompok yaitu :

a. Industri Dasar

Yaitu meliputi dua sub kelompok. Sub kelompok pertama adalah

industri mesin dan logam dasar serta elektronik. Sedangkan sub

kelompok kedua adalah industri kimia dasar yang mempunyai dua

(38)

yang dipergunakan adalah teknologi maju dan teruji serta tidak

padat karya.

b. Industri Hilir

Yaitu aneka industri, dengan misi pertumbuhan ekonomi dan

pemerataan. Sedangkan teknologi yang dipergunakan adalah

teknologi maju, teruji serta tidak padat karya.

c. Industri Kecil

Yaitu dengan misi pemerataan dengan menggunakan teknologi

madya atau sederhana serta padat karya. (Anonim, 1994 : 56). Ada beberapa kriteria dalam penggolongan industri yang

berdasarkan jumlah orang yang bekerja serta jumlah investasi yang

ditanamkan diantaranya yaitu:

a. Industri Besar

Yaitu kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang

mempekerjakan lebih dari 100 orang, pada umumnya industri yang

dapat modal atau capital intensive serta menggunakan teknologi

tinggi dan kurang menyerap tenaga kerja. Sasaran utama yang ingin

dicapai adalah peningkatan pertumbuhan ekonomi dalam jangka

panjang dan mempunyai investasi lebih dari Rp.100.000.000,00

b. Industri Menengah

Yaitu perusahaan-perusahaan industri yang mempekerjakan

sekitar 20 sampai dengan 99 orang yang pada umumnya investasi

(39)

c. Industri Kecil

Yaitu kumpulan dari unit–unit perusahaan yang

mempekerjakan antara 5 sampai dengan 9 orang yang berdasarkan

keterampilan dengan mempunyai investasi maksimal tidak boleh

lebih dari Rp. 70.000.000,00. (Arsyad, 1992 : 306).

2.2.3.3 Definisi Industri Manufaktur

Sektor industri manufaktur (manufacturing industry) atau industri

pengolahan adalah mencakup semua perusahaan atau usaha yang

melakukan kegiatan mengubah barang dasar menjadi barang jadi dan

atau dari barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi

nilainya. Termasuk ke dalam sektor ini adalah perusahaan yang

melakukan kegiatan jasa industri penunjang perakitan (assembling) dari

bagian suatu industri. (Anonim, 2005 : 255).

Industri manufaktur didefinisikan sabagai industri yang membuat

produk dari bahan mentah (raw material) atau komponen menjadi bahan

jadi atau komponen lainnya, dengan menggunakan tenaga mesin atau tenaga

manusia, yang dilakukan secara sistematis dangan cara pembagian pekerjaan.

(Sinambela, 2008 : 2).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa industri

manufaktur (manufacturing industry) atau perusahaaan industri

pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan

mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, dan dengan tangan

(40)

nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih

dekat kepada pemakai akhir. Termasuk ini adalah kegiatan jasa industri

dan pekerjaan perakitan.

Apapun hasil produknya, dari definisi diatas dapat ditarik

karakteristik umum industri manufaktur sebagai barikut :

a. Mengubah satu bentuk bahan menjadi bantuk produk lainnya, baik

berupa komponan yang kemudian diserahkan ke pihak manufaktur

lain untuk dirakit, ataupun produk jadi yang siap untuk

digunakan oleh konsumen.

b. Proses tersebut melibatkan panggunaan mesin dan tenaga manusia,

dan dilakukan secara bertahap sehingga diperlukan perencanaan dan

pengendalian agar diperoleh hasil yang optimal.

c. Bahan mentah atau bahan setengah jadi yang diperlukan oleh

manufaktur tersebut harus dikelola dengan optimal agar prosesnya

menjadi lebih efisien. (Sinambela, 2008 : 3).

2.2.3.4. Klasifikasi Umum Industri Manufaktur

Adapun klasifikasi industri manufaktur atau pengolahan adalah

sebagai berikut :

a. Industri makanan, minuman dan tembakau.

b. Industri tekstil, pakaian jadi dan kulit.

c. Industri kayu dan sejenisnya.

d. Industri kertas, percetakan dan penerbitan.

(41)

f. Industri barang galian non logam, kecuali minyak bumi dan batu

bara.

g. Industri logam dasar.

h. Industri barang dari logam, mesin dan peralatan.

i. Industri pengolahan lainnya. (Anonim, 2000 : 71)

2.2.4. Inflasi

2.2.4.1. Pengertian Inflasi Definisi inflasi

a. Gejala kenaikan harga barang – barang yang bersifat umum dan

terus menerus. (Rahardja dan Manurung, 2000 : 155)

b. Inflasi dapat diartikan sebagai suatu kecenderungan harga – harga

umum mengalami kenaikan secara terus menerus dan menyeluruh.

(Yuliati, 2001 : 98)

c. Inflasi dapat didefinisikan sebagai proses kenaikan harga – harga

yang berlaku dalam suatu perekonomian.(Sukirno, 2002 : 15) d. Proses kenaikan harga-harga umum barang-barang secara terus

menerus. (Boediono, 2001: 155).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa inflasi adalah proses

kenaikan harga - harga umum barang – barang secara terus menerus, ini

tidak berarti bahwa harga – harga berbagai macam barang itu naik

(42)

tidaklah bersamaan, yang penting terdapat kenaikan harga umum secara

terus menerus selama satu periode tertentu.

2.2.4.2. Efek inflasi

Inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan. Alokasi faktor

produksi serta output. Dibawah ini ke tiga nya akan dibahas satu demi

satu :

a. Efek terhadap pendapatan (equity effect)

Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang

dirugikan ada pula yang diuntungkan. Demikian juga orang yang

menempuh kekayaan dalam bentuk uang kas akan menderita

kerugian karena adanya inflasi. sebaliknya pihak – pihak yang

mendapatkan keuntungan dengan adanya inflasi adalah mereka

yang memperoleh kenaikan pendapatan dengan presentase lebih

besar dari pada laju inflasi. Dengan demikian inflasi dapat

menyebabkan terjadinya perubahan dalam pola pembagian

kekayaan masyarakat. Inflasi seolah-olah merupakan pajak bagi

seseorang dan merupakan subsidi bagi orang lain.

b. Efek terhadap Efisiensi (efficiency effect)

Inflasi dapat pula merubah pola alokasi faktor – faktor

produksi, perubahan ini dapat terjadi melalui kenaikan permintaan

karena berbagai macam barang yang kemudian mendorong

(43)

ini akan menyebabkan kenaikan produksi barang sehingga akan

merubah pola produksi lebih efisien.

c. Efek terhadap output (output effect)

Efek terhadap output mempertanyakan bagaimana efek

inflasi terhadap produksi. Artinya apakah akan mengakibatkan

kenaikan atau menurunkan output. Inflasi dapat menyebabkan

kenaikan produksi alasan nya dalam keadaan inflasi biasanya

kenaikan harga barang mendahului kenaikan upah sehingga

keuntungan pengusaha baik. Kenaikan keuntungan ini akan

mendorong kenaikan produksi. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa tidak ada hubungan langsung antara inflasi

dengan output. Inflasi bisa dibarengi dengan punurunan output.

(Nopirin 1993 ; 32-33).

2.2.4.3. Jenis-Jenis Inflasi

Inflasi bisa ditinjau dari tiga segi. Pertama, berdasarkan tingkat

keparahannya. Kedua, berdasarkan penyebabnya, yang sangat berkaitan

erat dengan arus uang dan barang. Ketiga, berdasarkan asalnya.

a. Berdasarkan Tingkat Keparahannya

Berdasarkan tingkat keparahannya inflasi dibedakan atas beberapa

macam, yaitu :

• Inflasi ringan (dibawah 10% setahun).

(44)

• Inflasi berat (antara 30-100% setahun).

• Hiperinflasi (diatas 100% setahun).

b. Berdasarkan Penyebab

Berdasarkan penyebabnya, inflasi dapat dibedakan menjadi dua

macam, yaitu :

1. Inflasi Tarikan Permintaan (Demand Pull Inflation)

Inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan

berbagai barang bertambah terlalu kuat akibat tingkat harga

umum naik (misalnya karena bertambahnya pengeluaran

perusahaan).

Gambar 1 : Terjadinya Demand Pull Inflation

Harga D2 S

P2 D1

P1 D2

D 1

Q1 Q2 Output

Sumber : Boediono, 2001, Pengantar Ilmu Ekonomi Makro,

Penerbit BPFE UGM,Yogyakarta, Halaman 156.

Sebagaimana dalam gambar perekonomian dimulai

pada P1 dan tingkat output riil dimana (P1,Q1) berada pada

perpotongan antara kurva permintaan D1 dan kurva

(45)

pergeseran seperti itu dapat berasal dari faktor kelebihan

pengeluaran permintaan.

Pergeseran kurva permintaan menaikkan output riil

(dari Q1 ke Q2) dan tingkat harga (dari P1 ke P2) maka

inilah yang disebut demand pull inflation (inflasi tarikan

permintaan) yang disebabkan penggeseran kurva

permintaan menarik keatas tingkat harga dan menyebabkan

inflasi.

2. Inflasi Dorongan Penawaran (Cost Push Inflation)

Inflasi yang timbul karena kenaikkan biaya produksi

biasanya ditandai dengan kenaikkan harga barang serta

turunnya produksi (misalnya kenaikkan harga barang baku

yang didatangkan dari luar negeri, kenaikkan harga harga

BBM).

Gambar 2 :Terjadinya Cost Push Inflation

Harga S2

P2 S1

P1

D

Q1 Q2 Output

Sumber : Boediono, 2001, Pengantar Ilmu Ekonomi Makro,

(46)

Pada gambar diatas bahwa bila ongkos produksi naik

(misalnya kenaikan sarana produksi naik dari luar negeri

atau karena harga bahan bakar minyak) maka kurva

penawaran masyarakat bergeser dari S1 ke S2, harga tentu

saja naik dan menyebabkan inflasi dorongan biaya.

c. Berdasarkan Asal dari Inflasi

Dari segi asalnya, inflasi dapat dibedakan atas :

1. Inflasi yang berasal dari dalam negeri (Domestic Inflation)

Inflasi yang berasal dari dalam negeri timbul misalnya

karena defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan

pencetakan uang baru, panenan yang gagal dan sebagainya.

2. Inflasi yang berasal dari luar negri (Imported Inflation)

Inflasi yang berasal dari luar negri adalah inflasi yang

timbul karena kenaikan harga-harga yaitu inflasi diluar

negri atau di negara-negara langganan berdagang negara

kita.

2.2.4.4. Dampak inflasi terhadap investasi

Inflasi merupakan salah satu penyakit perekonomian suatu negara.

Agar inflasi dapat digunakan sebagai salah satu tolak ukur perekonomian

secara umum, karna angka inflasi ini mencerminkan kondisi stabilitas

perekonomian suatu negara. Angka laju inflasi yang tinggi menunjukkan

(47)

yang menurun karena turunnya daya saing, menurunnya tabungan dan

investasi maupun gangguan – gangguan lainnya (Sukendar, 2000 : 166).

Pada saat tingkat inflasi tinggi, maka kondisi perekonomian

menjadi lesu. Hal ini secara otomatis akan berpengaruh terhadap

kegairahan usaha diberbagai bidang. Pelaksanaan investasi menjadi

terhambat, sehingga produksi nasional akan menurun. Menurunnya

produksi secara nasional dapat menurunkan pendapatan nasional.

Turunnya pendapatan nasional suatu Negara menunjukan bahwa

perkembangan ekonomi Negara tersebut mengalami penurunan. Oleh

karena itu, pada tingkat inflasi tinggi, maka pemerintah harus cepat

tanggap dalam menentukan kebijakan dalam melakukan pengendalian

tingkat inflasi.

2.2.4.5. Hubungan Inflasi dengan Investasi Sektor Perdagangan dan Sektor Industri Manufaktur

Masalah tinggi rendahnya inflasi akan menjadi faktor penting yang

akan menjadi pertimbangan calon investor yang akan menanamkan

modalnya, karna hal ini akan berpengaruh terhadap meningkatnya biaya

produksi barang dan jasa yang dikeluarkan atau dihasilkan dan

menyebabkan harga – harga cenderung bertambah naik. Kenaikan barang

tersebut akan mengakibatkan tingkat konsumsi masyarakat menurun, dan

(48)

2.2.5. Tingkat Suku Bunga

2.2.5.1. Pengertian Tingkat Suku Bunga

Suku bunga adalah harga yang dibebankan oleh unit ekonomi yang

mengalami surplus pada unit ekonomi yang mengalami defisit atas

pinjaman yang diberikan dari tabungannya. (Diulio, 1993 : 42)

Suku bunga adalah harga dari meminjam untuk menggunakan daya

belinya. (Puspopranoto, 2004 : 70). Tingkat suku bunga adalah harga dari penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu. (Boediono, 1985 : 75)

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat suku bunga

adalah harga yang dibebankan oleh unit ekonomi yang mengalami

surplus ke unit ekonomi yang mengalami defisit untuk penggunaan daya

beli uang dalam jangka waktu tertentu.

2.2.5.2. Teori Tentang Tingkat Suku Bunga A. Teori Klasik

Tabungan menurut teori klasik adalah fungsi dari tingkat

bunga. Makin tinggi bunga makin tinggi pula keinginan masyarakat

untuk menabung. Investasi juga merupakan fungsi dari tingkat

bunga. Makin tinggi tingkat bunga, keinginan untuk melakukan

investasi juga semakin kecil. Alasannya, seorang pengusaha akan

menambah pengeluaran investasinya apabila keuntungan yang

(49)

dibayar oleh investor untuk dana investasi tersebut yang merupakan

ongkos untuk penggunaan dana. Makin rendah tingkat bunga, maka

investor akan lebih terdorong untuk melakukan investasi, sebab

biaya penggunaan dana juga semakin kecil.

Tingkat bunga dalam keadaan seimbang akan tercapai apabila

keinginan menabung masyarakat sama dengan keinginan investor

untuk melakukan investasi. Secara grafik, keseimbangan tingkat

suku bunga dapat digambarkan pada Gambar : 2.1 berikut ini.

Gambar 2.1 Teori Klasik tentang Tingkat Suku Bunga

Tabungan

i1

io Investasi i

Investasi o

Jumlah Rp

yang ditabung dan

So S1 diinvestasikan

Sumber: Norpirin, 1992, Ekonomi Moneter, Edisi Keempat, Penerbit BPFE UGM, Yogyakarta, hal72.

Keseimbangan tingkat bunga ada pada io dimana jumlah

tabungan sama dengan investasi. Apabila tingkat bunga diatas io,

jumlah tabungan melebihi keinginan investor untuk melakukan

(50)

dananya dan ini akan menekan tingkat bunga kembali ke posisi io.

Sebaliknya apabila suku bunga dibawah io, para investor akan

saling bersaing untuk memperoleh dana yang jumlahnya lebih kecil

dan ini akan mendorong tingkat bunga kembali naik pada posisi io.

Pada tingkat bunga yang sama dengan tingkat investasi,

investor bersedia meminjam dana lebih besar untuk membiayai

investasinya. Keadaan ini dalam gambar, ditunjukkan dengan

bergesernya kurva permintaan investasi ke kanan atas, dan

keseimbangan tingkat bunga yang baru pada titik io. (Norpin, 1992 : 70-72)

B. Teori Keynes

Tingkat bunga merupakan suatu fenomena moneter. Artinya,

tingkat bunga ditentukan oleh penawaran dan permintaan akan

uang (ditentukan dalam pasar uang). Perubahan tingkat bunga

selanjutnya akan mempengaruhi keinginan untuk mengadakan

investasi. Permintaan akan uang, oleh keynes disebut ”Liquidity

Preference” (permintaan uang) tergantung pada tingkat bunga.

Dalam gambar, sumbu horizontal mengukur jumlah dan permintaan

uang dan sumbu vertikal untuk tingkat bunga.

Tingkat bunga dalam keseimbangan (dalam gambar), apabila

jumlah uang kas yang diminta sama dengan penawarannya (jumlah

uang beredar). Apabila tingkat bunga dibawah tingkat

(51)

dengan cara menjual surat berharga yang dipegang sehingga hal ini

akan mendorong harganya turun ( tingkat bunga naik).

Sebaliknya, apabila tingkat bunga diatas keseimbangan,

masyarakat menginginkan uang kas lebih sedikit dengan cara

membeli surat berharga, hal ini akan mengakibatkan naik harga

surat berharga (tingkat bunga turun 0 sampai keseimbangan

terjadi). (Nopirin, 1992 : 90-93)

Gambar 2.2: Teori Keynes tentang Tingkat Bunga

Tingkat

Bunga

(%)

Jumlah Uang

req

Liquidity Preference

Jumlah Uang

dan Permintaan Uang

Sumber: Norpirin, 1992, Ekonomie Moneter, Edisi Keempat, Penerbit BPFE UGM, Yogyakarta, hal72.

2.2.5.3. Fungsi Tingkat Bunga Dalam Perekonomian

Tingkat bunga mempunyai beberapa fungsi dalam perekonomian,

(52)

1. Membantu mengalirnya tabungan berjalan kearah investasi guna

mendukung pertumbuhan perekonomian.

2. Mendistribusikan jumlah kredit yang tersedia, pada umumnya

memberikan dana kredit kepada proyek investasi yang menjanjikan

hasil tertinggi.

3. Menyeimbangkan jumlah uang beredar dengan permintaan akan

uang dari suatu Negara.

4. Merupakan alat penting menyangkut kebijakan pemerintah melalui

pengaruhnya terhadap jumlah tabungan dan investasi.

(Puspopranoto,2004:71)

2.2.5.4. Hubungan Tingkat Suku Bunga Dengan Investasi Sektor Perdagangan dan Sektor Industri Manufaktur

Investor akan mempertimbangkan dan membandingkan beban

bunga yang harus dibayarkannya dengan harapan keuntungan yang akan

diperoleh dari investasi yang dilakukannya tersebut. Apabila tingkat suku

bunga tinggi, pengusaha akan menunda pinjaman tersebut sampai tingkat

suku bunganya turun. Maka terdapat hubungan berkebalikan antara

tingkat suku bunga dan investasi, yaitu semakin tinggi tingkat suku

bunga, maka semakin rendah keinginan pengusaha untuk melakukan

investasi.

Sebaliknya, apabila tingkat suku bunga rendah, maka investor akan

(53)

dengan harapan investasi tersebut menghasilakan keuntungan yang

nilainya lebih besar dari pada yang harus ditanggung oleh investor.

(Suparmono, 2004 : 88)

Dalam kata lain apabila tingkat bunga lebih tinggi dari tingkat

pengembalian modal, investasi yang direncanakan tidak menguntungkan.

Kegiatan investasi hanya akan dilaksanakan apabila tingkat

pengembalian modal lebih besar atau sama dengan tingkat bunga.

(Sukirno, 2003 : 113)

2.2.6. PDRB

2.2.6.1. Pengertian Produk Domestik Regional Bruto

Pengertian Domestik Regional Bruto adalah suatu indicator untuk

menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi suatu daerah secara sektoral,

sehingga dapat dilihat penyebab pertumbuhan ekonomi suatu wilayah

tersebut. Selain daripada itu PDRB juga alat ukur untuk menganalisa

perubahan tingkat kemakmuran secara riil atas harga konstan. (Anonim 2001)

Cara perhitungan Produk Domestik Regional Bruto dapat

digunakan melalui 3 pendekatan, antara lain :

1. Pendekatan produksi ; Produk Domestik Regional Bruto adalah

jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai

unit produksi disuatu wilayah dalam jangka waktu tertentu (satu

(54)

Unit-unit produksi tersebut dalam penyajiannya

dikelompokkan menjadi 9 sektor lapangan usaha yaitu :

a. Pertanian

b. Pertambangan dan penggalian

c. Industri pengolahan

d. Listrik, gas dan air bersih

e. Bangunan

f. Perdagangan, hotel dan restoran

g. Pengangkutan dan Komunikasi

h. Jasa keuangan, persewaan dan jasa perusahaan

i. Jasa lain-lain. (Rosyidi, 2000 : 140)

2. Pendekatan pengeluaran ; Produk Domestik Regional Bruto adalah

penjumlahan semua komponen permintaan akhir, yaitu :

a. Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta

yang tidak mencari untung

b. Konsumsi pemerintahan

c. Pembentukan modal tetap domestik bruto

d. Perubahan stock

e. Ekspor netto, (ekspor dikurangi impor). (Sukirno 2002 : 38) 3. Pendekatan pendapatan ; Produk Domestik Regional Bruto

merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor produksi

(55)

waktu tertentu (biasanya satu tahun). Balas jasa faktor produksi

yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan

keuntungan. Semua hitungan tersebut sebelum dipotong pajak

penghasilan dan pajak langsung lainnya.

Dalam pengertian Produk Domestik Regional Bruto, kecuali faktor

pendapatan, termasuk pula komponen penyusutan dan pajak tidak

langsung netto. Jumlah semua komponen pendapatan ini menurut sektor

tersebut disebut sebagai nilai tambah bruto seluruh sektor atau lapangan

usaha. (Sukirno 2002 : 247)

Produk Domestik Bruto menurut atas harga yang berlaku

menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung

menggunakan harga yang berlaku setiap tahun.

Produk Domestik Bruto dapat diartikan satu persatu yaitu : produk,

domestik, dan bruto. Dinamakan produk, karena yang dihitung adalah

produk barang dan jasa. Dinamakan domestik, karena batasnya adalah

wilayah suatu negara, termasuk didalamnya orang- orang dan perusahaan

asing. Dinamakan bruto karena mengalami penyusutan.

Produk Domestik Bruto adalah sebagai nilai barang- barang dan

jasa- jasa yang diproduksi di dalam negara tersebut dalam satu tahun

tertentu. (Sukirno 2002 : 33)

(56)

1. Tingkat pertumbuhan ekonomi

Mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi regional baik secara

menyeluruh maupun sektoral, dengan melihat presentase

pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan (tahun tertentu) dapat

dilihat laju pertumbuhan ekonomi.

2. Tingkat kemakmuran

Mengetahui tingkat kemakmuran daerah, baik tingkat pertumbuhan

maupun tingkat kemakmuran dibanding dengan daerah lain.

Tingkat kemakmuran suatu wilayah biasanya diukur dengan

besarnya pendapatan perkapita penduduknya.

3. Tingkat inflasi atau deflasi

Mengetahui tingkat inflasi atau deflasi yang terjadi dalam jangka

waktu tertentu (tahunan), dengan membandingkan antara PDRB

atas dasar harga konstan (tahun tertentu), dapat diperoleh suatu

indeks implicit yang bias menggambarkan kenaikan atau penurunan

harga barang dan jasa.

4. Struktur ekonomi

Mengetahui gambaran struktur ekonomi daerah daerah, PDRB

dapat di gunakan sebagai indikator tentang komposisi struktur

perekonomian suatu wilayah, yaitu dengan menyusun peranan

masing- masing sektor atau lapangan usaha.

5. Potensi suatu daerah

(57)

keseluruhan maupun sektoral. Dengan melihat peranan sektoral

dalam suatu wilayah Kabupaten atau peranan keseluruhan suatu

wilayah terhadap wilayah propinsi bisa diketahui potensi suatu

wilayah.

Dengan demikian, maka statistik pendapatan daerah sangat

bermanfaat bagi para perencana maupun pengambil keputusan, baik yang

berhubungan dengan rencana pembangunan jangka pendek maupun

jangka panjang. (Anonim 2004 : 3)

2.2.6.3. Hubungan PDRB dengan Investasi sektor perdagangan dan sektor industri manufaktur

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah suatu indikator

untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi suatu daerah secara

sektoral. Oleh karena itu perlu disadari bahwa suatu daerah yang PDRB

nya tinggi maka akan semakin tinggi pula produksi barang dan jasa yang

dihasilkan.

Hal tersebut membuat keuntungan perusahaan akan meningkat

semakin besar dan hal ini akan mendorong dilakukannya lebih banyak

investasi untuk lebih memperbesar keuntungan perusahaan. Dengan kata

lain apabila PDRB bertambah besar atau tinggi maka Investasi bertambah

(58)

2.3. Kerangka Pikir

Investasi merupakan salah satu unsur dalam meningkatkan kinerja

ekonomi suatu negara. Investasi yang dialokasikan secara optimal dapat

meningkatkan nilai tambah, yaitu berupa peningkatan pertumbuhan

ekonomi.

Selain ketepatan dan alokasi yang optimal maka mekanisme

investasi akan mewujudkan nilai tambah yang tergantung pada kondisi

ekonomi yang ada di suatu negara.

Diketahui kondisi tersebut berupa faktor yang dapat mempengaruhi

perkembangan investasi. Faktor tersebut adalah Inflasi, Tingkat Suku

Bunga, PDRB. Berdasarkan pemikiran di atas maka dapat dijelaskan

mengenai hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terikat

sebagai berikut :

 Inflasi (X1)

Inflasi adalah kecenderungan terjadinya peningkatan harga- harga

produk secara keseluruhan. Jika tingkat inflasi mengalami

penurunan maka dapat mengakibatkan meningkatnya ekspektasi

minat investor untuk berinvestasi, sehingga investor akan

memproduksi barang dan jasa lebih banyak (Suparmoko, 1992 : 84)

(59)

Tingkat Suku Bunga adalah untuk jangka waktu tertentu atau bisa

dipandang sebagai sewa atas penggunaan uang untuk jangka waktu

tertentu (Boediono, 2000 : 2)

Tingkat bunga merupakan faktor yang sangat penting di dalam

menentukan tingkat investasi yang akan di lakukan para pengusaha pada

suatu waktu tertentu.

Jadi, jika tingkat suku bunga rendah, maka hal ini biasanya di ikuti

dengan pulihnya kondisi ekonomi, sehingga mendorong para investor

untuk menambah biaya modalnya. (Sukirno, 1995 : 186)

 PDRB (X3)

Produk Domestik Regional Bruto merupakan salah satu indicator

makro ekonomi dimana dari total turunnya dapat diketahui

pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi dimana dari total

turunnya dapat diketahui pertumbuhan ekonomi dan pendapatan

perkapita suatu daerah (Anonim : 2001).

Kenaikan Produk Domestik Bruto akan mempengaruhi

naiknya produksi barang dan jasa. Dengan demikian naiknya

produksi barang dan jasa mendorong para pengusaha untuk

menambah atau menanamkan investasinya.

Sebaliknya, jika PDRB turun maka akan mempengaruhi

penurunan permintaan barang dan jasa yang tidak menghasilkan

pendapatan bagi kalangan pengusaha untuk tidak melakukan

(60)

Gambar 4 : Kerangka Pikir Analisis Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Investasi Sektor Perdagangan dan Sektor Industri Manufaktur di Jawa Timur

Tingkat Suku Bunga

(X2) Inflasi

(X1)

Permintaan Barang dan Jasa

Biaya Modal Ekspektasi Minat Investasi

Investasi Sektor Perdagangan (Y1)

dan Sektor Industri Manufaktur (Y2)

PDRB (X3)

Sumber : Peneliti

2.4. Hipotesis

Hipotesis merupakan dugaan sementara yang masih belum teruji

(61)

fakta-fakta yang ada. Hipotesis akan ditolak jika memang salah atau

diterima jika fakta-fakta membenarkan. Berdasarkan pokok-pokok

permasalahan yang telah dikemukakan diatas maka dapat dirumuskan

hipotesis yang merupakan kesimpulan sementara terhadap permasalahan

dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Diduga bahwa Inflasi, Tingkat Suku Bunga, dan PDRB

berpengaruh terhadap Investasi di Sektor Perdagangan dan

Investasi di Sektor Industri Manufaktur di Jawa Timur.

2. Diduga PDRB mempunyai pengaruh paling dominan terhadap

Investasi Sektor Perdagangan dan Investasi Sektor Industri

(62)

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Definisi operasional dan pengukuran variabel adalah pernyataan

tentang definisi dan pengukuran variabel-variabel penelitian secara

operasional berdasarkan teori yang ada maupun pengalaman-pengalaman

empiris.

Untuk memperjelas terhadap masing-masing variabel yang diamati,

maka pengukuran terhadap variabel-variabel tersebut dapat diuraikan

sebagai berikut :

a. Variabel terikat (Dependent Variable) :

 Yang menjadi variabel terikat (Y1) dalam penelitian ini

adalah Investasi Sektor Perdagangan di Jawa Timur yaitu

investasi yang berasal dari dalam negeri (PMDN) yang

tujuannya untuk memperluas usaha dan mengembangkan

perdagangan dan perekonomian negara. Di ukur dalam Jutaan

rupiah (Juta Rupiah).

 Yang menjadi variabel terikat (Y2) dalam penelitian ini

adalah Investasi Sektor Industri Manufaktur di Jawa Timur

yaitu pengeluaran sejumlah uang dari investor dari

penanaman modal dalam negeri (PMDN) yang digunakan

untuk pembelian barang-barang modal dalam rangka

Gambar

Gambar 1 : Terjadinya Demand Pull Inflation
Gambar 2 :Terjadinya Cost Push Inflation
Gambar 2.1 Teori Klasik tentang Tingkat Suku Bunga
Gambar 2.2: Teori Keynes tentang Tingkat Bunga
+7

Referensi

Dokumen terkait

kesehatan Puskesmas Kelurahan Pondok Bambu II Januari  –  Desember Penanggung  jawab upaya KIA 7. Kunjungan ibu nifas

• Heuristik tidak menjamin selalu dapat memecahkan masalah, tetapi seringkali memecahkan masalah dengan cukup baik untuk kebanyakan masalah, dan seringkali pula lebih cepat

Dari penelitian terdahulu yang menemukan bahwa terdapat beberapa variabel – variabel yang mampu mempengaruhi terhadap purchase intention, seperti pada penelitian

Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, juga karena pada diri manusia ada dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan (interaksi) dengan orang lain, manusia juga

Setelah mengikuti perkuliahan ini, mahasiswa program pendidikan bahasa arab semester 7 (tujuh) UPI mampu mengetahui, memahami hadits-hadits nabi tentang tujuan pendidikan3.

Pengendalian Internal terhadap Aset Tetap pada PT Jasa Raharja (Persero) Cabang Sulawesi Utara saat ini sudah cukup baik, namun akan berjalan dengan efektif dan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian konsumen pada minimarket di Semarang, maka dapat

Dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank dapat berupa giro, tabungan dan deposito (Sulistya &amp; Wirakusuma, 2015, hal. 667) menyatakan bahwa setiap