SKRIPSI
Diajukan Untuk memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Ilmu Ekonomi
Oleh :
WINA PRESTY NARASTURI 0611010008/ FE/ IE
Kepada
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
Assalamu’ alaikum Wr. Wb.
Pertama-tama peneliti panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah
SWT serta sholawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW,
yang telah melimpahkan berkah, rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi yang
peneliti susun dengan judul
“Analisis Faktor Yang Mempengaruhi
Investasi Sektor Perdagangan dan Sektor Industri Manufaktur
di Jawa Timur”
ini dapat terselesaikan.Skripsi ini peneliti susun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi Jurusan Ilmu Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur.
Peneliti menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini sering kali
menghadapi hambatan dan keterbatasan dalam berbagai hal. Oleh karena itu
dalam kesempatan ini peneliti ucapkan terima kasih tak terhingga kepada Bapak
Drs. Ec. Marseto, DS, Msi, selaku dosen pembimbing utama telah banyak
meluangkan waktunya dalam memberikan suatu bimbingan, pengarahan,
dorongan, masukan-masukan, dan saran dengan tidak bosan-bosannya kepada
peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini. Selain itu peneliti juga menyampaikan
rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur yang telah memberikan
3. Bapak Drs. Ec. Marseto, DS, Msi, selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Ayahanda, Ibunda, beserta keluarga tercinta yang telah memberikan
motivasi, do’a, semangat dan dorongan moral serta spiritualnya yang telah
tulus kepada peneliti, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan sebaik-baiknya.
5. Bapak-bapak dan ibu-ibu dosen serta staf karyawan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur yang telah
dengan ikhlas memberikan banyak ilmu pengetahuannya selama masa
perkuliahan dan pelayanan akademik bagi peneliti.
6. Bapak-bapak dan ibu-ibu staf instansi Badan Pusat Statistik cabang Kota
Surabaya (BPS), Bank Indonesia (BI) cabang Kota Surabaya, dan
Departemen Perindustrian dan Perdagangan (DISPERINDAG) Provinsi
Jawa Timur, yang telah memberikan banyak informasi dan data-data yang
dibutuhkan untuk mengadakan penelitian dalam penyusunan skripsi ini.
7. Seluruh mahasiswa dari Jurusan Ilmu Ekonomi Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur, serta semua pihak yang tidak bisa peneliti
sebutkan satu persatu yang selalu memotivasi, membantu, dan mendukung
peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
iii
Akhir kata, besar harapan bagi peneliti semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi pembaca, baik sebagai bahan kajian maupun sebagai salah satu
sumber informasi dan bagi pihak-pihak lain yang membutuhkan.
Wassalamu’ alaikum Wr. Wb
Surabaya, April 2010
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR... i
DAFTAR ISI... iv
DAFTAR GAMBAR... viii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
ABSTRAKSI... xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1
1.2.Perumusan Masalah... 5
1.3.Tujuan Penelitian... 6
1.4 Manfaat Penelitian... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu... 8
2.2. Landasan Teori ... 12
2.2.1. Pengertian Investasi ... 12
2.2.1.1. Faktor yang menentukan Investasi... 15
2.2.1.2. Fungsi Investasi... 17
2.2.1.3. Cara Pembagian Investasi ... 17
2.2.2. Pengertian Investasi Sektor Perdagangan... 19
2.2.2.1. Definisi Perdagangan ... 19
2.2.2.2. Tujuan Perdagangan ... 21
2.2.2.3. Manfaat Perdagangan ... 22
2.2.3. Pengertian Investasi Sektor Industri Manufaktur ... 23
2.2.3.1. Definisi Industri ... 23
2.2.3.2. Klasifikasi Industri ... 24
2.2.3.3. Definisi Industri Manufaktur... 27
2.2.3.4. Klasifikasi Umum Industri Manufaktur ... 28
2.2.4. Inflasi ... 29
2.2.4.1. Pengertian Inflasi ... 29
2.2.4.2. Efek Inflasi ...30
2.2.4.3. Jenis-Jenis Inflasi...31
2.2.4.4. Dampak Inflasi Terhadap Investasi...34
2.2.4.5. Hubungan Inflasi dengan Investasi Sektor Perdagangan dan Sektor Industri Manufaktur...35
2.2.5. Tingkat Suku Bunga... 36
2.2.5.1. Pengertian Tingkat Suku Bunga... 36
2.2.5.2. Teori Tentang Tingkat Suku Bunga... 36
2.2.5.3. Fungsi Tingkat Bunga Dalam Perekonomian ... 39
2.2.5.4. Hubungan Tingkat Suku Bunga
dengan Investasi Sektor Perdagangan
dan Sektor Industri Manufaktur ... 40
2.2.6. Produk Domestik Regional Bruto ... 41
2.2.6.1. Pengertian PDRB ... 41
2.2.6.2. Kegunaan Statistik PDRB... 43
2.2.6.3. Hubungan PDRB dengan Investasi Sektor Perdagangan dan Sektor Industri Manufaktur ... 45
2.3. Kerangka Pikir ... 46
2.4. Hipotesis ... 48
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 50
3.2. Teknik Penentuan Sampel ... 51
3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 52
3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 52
3.4.1. Teknik Analisis Data ... 52
3.4.2. Uji Hipotesis ... 54
3.5. Uji Asumsi Klasik... 58
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Obyek Penelitian ... 64
4.1.1. Kondisi Perkembangan Investasi Jawa Timur... 64
4.1.2 . Keadaan Perekonomian di Jawa Timur ... 65
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian... 66
4.2.1. Perkembangan Investasi Sektor Perdagangan... 66
4.2.2. Perkembangan Investasi Sektor Industri Manufaktur... 67
4.2.3. Perkembangan Tingkat Inflasi ... 68
4.2.4. Perkembangan Tingkat Suku Bunga... 69
4.2.5. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto .... 70
4.3. Hasil Analisis Asumsi Regresi Klasik (Blue / Best Linier Unbiased Estimator). ... 71
4.3.1. Analisis dan Pengujian hipotesis ... 76
4.3.2. Uji Hipotesis Secara Parsial ... 76
4.3.3. Pembahasan... 77
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 82
5.2. Saran... 82
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 : Kurva Demand Pull Inflation……...32
Gambar 2 : Kurva Cost Push Inflation...33
Gambar 2.1 : Teori Klasik Tingkat Suku Bunga...37
Gambar 2.2 : Teori Keynes Tingkat Suku Bunga...39
Gambar 4 : Kerangka Pikir...48
Gambar 3.1 : Kurva Distribusi Penolakan / Penerimaan Hipotesis Secara Simultan...56
Gambar 3.2 : Kurva Distribusi Penolakan / Penerimaan Hipotesis Secara parsial...57
Gambar 3.3 : Kurva Durbin-Watson...60
Gambar 4.1 : Kurva Statistik Durbin-Watson...73
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 : Autokorelasi Durbin-Watson...61
Tabel 2 : Perkembangan Investasi Sektor Perdagangan di Jawa Timur Tahun 1994-2008...67
Tabel 3 : Perkembangan Investasi Sektor Industri Manufaktur di Jawa Timur Tahun 1994-2008...68
Tabel 4 : Perkembangan Inflasi di Jawa Timur Tahun 1994-2008...69
Tabel 5 : Perkembangan Tingkat Suku Bunga di Jawa Timur Tahun 1994-2008...70
Tabel 6 : Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto di Jawa Timur Tahun 1994-2008...71
Tabel 7 : Tes Autokorelasi...73
Tabel 8 : Tes Multikolinearitas...74
Tabel 9 : Tes Heterokedastisitas dengan Korelasi Rank Spearman...75
Tabel 10 : Analisis Varian (ANOVA)...76
Tabel 11 : Hasil Analisis Variabel Inflasi (X1), Tingkat Suku Bunga (X2), dan Produk Domestik Regional Bruto (X3), terhadap Investasi Sektor Perdagangan dan Investasi Sektor Industri Manufaktur di Jawa Timur.………...…...77
Tabel 12 : Hasil Koefisien Variabel Independen...77
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Data Input Provinsi Jawa Timur
Lampiran 2 : Output pengolahan data (Regresi linier berganda investasi sektor
perdagangan)
Lampiran 3 : Output pengolahan data (Nonparamatic Corelations Sektor
Perdagangan)
Lampiran 4 : Output pengolahan data (Regresi Linier berganda investasi sektor
industri manufaktur)
Lampiran 5 : Output pengolahan data (Nonparamatic Corelations Sektor Industri
Manufaktur)
Lampiran 6 : Tabel Pengujian Nilai F
Lampiran 7 : Tabel Pengujian Nilai t
Lampiran 8 : Tabel Pengujian Nilai Durban-Watson
xi
ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INVESTASI SEKTOR PERDAGANGAN DAN SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR
DI JAWA TIMUR Oleh:
Wina Presty Narasturi
Abstraksi
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari tingkat inflasi, tingkat suku bunga Bank Indonesia, PDRB jawa timur terhadap investasi sektor perdagangan dan investasi sektor industri manufaktur di jawa timur periode 1994 sampai dengan 2008. Sehingga dapat diketahui faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi pertumbuhan investasi sektor perdagangan dan investasi sektor industri manufaktur di jawa timur baik secara agregat maupun parsial, yang pada akhirnya dapat diketahui pula kebijakan apa yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah Jawa Timur beserta investor untuk meningkatkan dan memperluas investasi sektor perdagangan dan industri manufaktur di jawa timur dengan pertimbangan variabel tersebut di atas.
Metodologi penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan ekonometrika. Model yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan model regresi linier berganda dengan asumsi BLUE (Best Linier
Unbiased Estimate). Adapun tujuan penggunaan model tersebut adalah untuk
melihat pengaruh dalam jangka panjang dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Hasil penelitian ini diharapkan memperoleh kesimpulan untuk setiap variabel memiliki pengaruh yang berbeda, baik secara parsial maupun secara agregat.
Kata Kunci : Sektor Perdagangan dan Investasi Sektor Industri Manufaktur di
1.1. Latar Belakang
Jawa Timur sebagai Propinsi berkembang dalam menyelenggarakan pembangunan daerah membutuhkan dana yang cukup besar. Pembangunan daerah merupakan salah satu pencerminan untuk terus menerus meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Jawa Timur. Dewasa ini kesempatan untuk berinvestasi di Jawa Timur semakin terbuka dalam rangka menghadapi perdagangan bebas yang akan dihadapi mulai tahun 2020 mendatang. (Anonim, 2005 : 10).
Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan produksi. Dengan posisi semacam ini investasi pada hakekat nya juga merupakan langkah awal kegiatan ekonomi. Dinamika penanaman modal mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi, mencerminkan marak lesunya perekonomian. Dalam upaya menumbuhkan perekonomian setiap daerah senantiasa berusaha menciptakan iklim yang dapat menggairahkan investasi. Sasaran yang dituju bukan hanya masyarakat atau kalangan swasta dalam negeri, tetapi juga investor asing. (Anonim, 2005 : 15).
Sejak timbulnya krisis ekonomi yang dipicu oleh krisis moneter pada pertengahan tahun 1997, pertumbuhan ekonomi terhenti dan tingkat suku bunga meningkat pesat yang mengakibatkan taraf hidup masyarakat
Jawa Timur merosot tajam, jumlah penduduk miskin dan pengangguran meningkat. (Rosyidi, 2002 : 12).
Masih tertinggalnya perekonomian Jawa Timur mendorong pemerintah untuk mencari sumber- sumber pembiayaan pembangunan baik yang berasal dari dalam maupun yang berasal dari luar negeri. Investasi merupakan salah satu sumber yang menjadi sasaran pemerintah untuk membantu proses pembangunan, terutama pembangunan pada sektor- sektor yang ada di Jawa Timur.
Dalam rangka mempercepat pemulihan perekonomian daerah, semua pemanfaatan potensi sumber daya, baik yang dimiliki oleh pemerintah (Badan Usaha Milik Negara / BUMN) maupun swasta dalam bentuk investasi, memegang peranan penting. Keberhasilan investasi tentunya juga bergantung dari sejauh mana dan berapa lama berbagai kendala yang menimpa perekonomian daerah dapat diatasi. (Sarwedi, 2002 : 18).
Dalam kurun waktu 10 tahun, antara tahun 1998 – 2002 investasi (PMA dan PMDN) munurut sektor ekonomi sebesar Rp.876.830,3 miliar. Pada investasi dalam negeri perkembangan tertinggi terdapat pada tahun 2000 dengan jumlah proyek 392 dan jumlah investasi sebesar Rp.93.897,1 miliar. Sedangkan pada investasi asing, perkembangan tertinggi terdapat pada tahun 2000 dengan jumlah proyek yang mencapai 1541 dengan nilai Rp.154.248,2 miliar.
Antara tahun 2003 – 2007, jumlah investasi (PMA dan PMDN) sebesar Rp.1,3 Triliun. Perkembangan tertinggi terjadi pada tahun 2007 dengan jumlah proyek 2065 dengan nilai Rp.536.664,9 miliar. Sektor industri merupakan sektor yang paling banyak menarik investasi, sedangkan sektor kehutanan merupakan sektor yang paling sedikit menarik investasi. (Anonim, 2005 : 501).
Permasalahan yang harus dipahami adalah sesungguhnya investor asing sudah memahami karakteristik dan kondisi suatu propinsi, sehingga kebijakan apapun yang digulirkan oleh satu propinsi akan terpantau oleh investor. (Sarwedi, 2005 : 31).
produk domestik regional bruto sebesar 228.884.458,54 juta rupiah. Pada tahun 2004 perkembangan produk domestik regional bruto semakin membaik yaitu sebesar 242.228.892,17 juta rupiah dan pada tahun 2005 meningkat menjadi 256.005.845,23 juta rupiah. (Anonim, 2005 : 501).
Seluruh sektor ekonomi pada tahun 2005 mencatat perkembangan yang positif. Bila diurutkan perkembangan PDRB menurut sektor ekonomi dari yang tertinggi dan yang terendah, pertumbuhan tertinggi dihasilkan oleh sektor pengangkutan dan komunikasi sekitar 12,97%, diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran sekitar 8,59%, sektor kontruksi sekitar 7,34%, sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan sekitar 7,12%, sektor listrik, gas dan air bersih sekitar 6,49%, dan sektor jasa – jasa 5,16%. Sektor berikutnya adalah industri pengolahan, pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian masing – masing tumbuh sekitar 4,63%, 2,449% dan 1,59%. (Anonim, 2005 : 501).
– jasa dengan andil sekitar 10,44% dan 10,10% pada tahun yang sama. Adapun sumbangan dari empat sektor lainnya kurang dari 10%, dengan penyumbang terkecil adalah sektor listrik, gas dan air bersih yaitu hanya sekitar 0,92%. (Anonim, 2005 : 501).
Berdasarkan fakta – fakta diatas, maka perlu diadakan penelitian dimana pengaruh Inflasi, Tingkat Suku Bunga dan PDRB berpengaruh terhadap perkembangan investasi di sektor perdagangan dan sektor industri manufaktur di jawa timur?
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di uraikan di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1) Apakah Inflasi, Tingkat Suku Bunga, Produk Domestik Regional Bruto, berpengaruh terhadap investasi sektor perdagangan dan investasi sektor industri manufaktur di jawa timur ?
2) Dari ketiga variabel di atas, variabel manakah yang paling dominan pengaruhnya terhadap investasi sektor perdagangan dan investasi sektor industri manufaktur di jawa timur ?
1.3. Tujuan Penelitian
1) Untuk mengetahui pengaruh Inflasi, Tingkat Suku Bunga, PDRB terhadap investasi sektor perdagangan dan investasi sektor industri manufaktur di Jawa Timur.
2) Untuk mengetahui variabel manakah yang paling dominan pengaruhnya terhadap investasi sektor perdagangan dan sektor industri manufaktur di Jawa Timur.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak antara lain: a. Bagi Pengembangan Keilmuan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan sesuatu yang berharga bagi pihak universitas khususnya Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur sekaligus sebagai koleksi pembendaharaan referensi dan tambahan wacana pengetahuan untuk perpustakaan Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur.
b. Bagi Pemerintah
c. Bagi Peneliti
2.1. Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh pihak yang dapat
dipakai sebagai bahan masukan serta pengkajian dalam penelitian ini
dilakukan oleh :
1. Mastijah (2005 : xi). dengan judul penelitian “Analisis Faktor Yang
Mempengaruhi Investasi Di Jawa Timur”. Dari hasil analisis
menunjukkan bahwa secara simultan variabel Produk Domestik
Regional Bruto berpengaruh nyata terhadap investasi di jawa timur
yaitu dengan uji F dimana Fhitung = 83,628 > Ftabel 3,48. Secara
parsial menunjukkan bahwa variabel Produk Domestik Regional
Bruto berpengaruh nyata terhadap investasi di jawa timur dengan
thitung 2,484. Hal ini di karenakan apabila PDRB mengalami
kenaikan akan memberikan rangsangan investor, karena
permintaan produk meningkat sehingga keuntungan meningkat.
Variabel inflasi tidak berpengaruh nyata terhadap investasi di jawa
timur dengan thitung 1,527 < ttabel 2,228, karena walaupun terjadi
inflasi pengusaha tetap membutuhkan modal untuk menambah
produksi disebabkan keuntungan besar. Variabel tingkat suku
bunga kredit berpengaruh nyata terhadap investasi di Jawa Timur
dengan thitung 1,758 < ttabel 2,228 hal ini disebabkan walaupun
tingkat suku bunga kredit naik tidak mempengaruhi kemampuan
untuk berinvestasi karena tetap membutuhkan dana untuk
berproduksi disebabkan permintaan produksi besar sehingga
keuntungan akan besar. Variabel total ekspor berpengaruh nyata
terhadap invesatsi di Jawa Timur dengan thitung 2,521 > ttabel 2,228,
hal ini disebabkan jika ekspor mengalami kenaikan secara tidak
langsung akan meningkatkan devisa suatu negara. Kondisi
demikian akan mendorong beberapa investor untuk berinvestasi.
2. Rasyid (2000 : xi) Jurnal ekonomi dan bisnis dengan judul “Kinerja
sektor industri manufaktur di Jawa Timur pasca krisis ekonomi “.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kinerja
industri manufaktur di Jawa Timur pasca krisis ekonomi 1997.
Analisis dalam artikel ini di dasarkan pada data hasil survey
industri besar dan sedang tahun 2002 yang dilakukan oleh badan
pusat statistik (BPS) Jawa Timur. Fungsi produktivitas yang di
turunkan dari fungsi produksi Constant Elasticity of Substitution
(CES) digunakan sebagai model estimasi. Melalui metode prinsip
kuadrat terkecil, diperoleh hasil penting mengenai kaitannya
dengan koefisien elastisitas substitusi dan hasil skala. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa hasil skala tidaklah constant
tetapi meningkat dan elastisitas substitusi adalah relatif rendah.
Disamping itu ditunjukkan bahwa tingkat upah, produksi dan
terhadap produktivitas tenaga kerja.
3. Wahyu Ramadhan (2008 : xi) dengan judul “ Analisis Beberapa
Faktor Yang Mempengaruhi Investasi Industri Pengolahan di Jawa
Timur “. Dalam penelitian tersebut menunjukan bahwa adanya
pengaruh yang nyata antara variabel tenaga kerja (X1), suku bunga
kredit Investasi (X2), PDRB (X3), Industri Pengolahan (X4)
berpengaruh terhadap nilai Investasi Industri Pengolahan di Jawa
Timur, hal ini di uji dengan uji F yaitu diperoleh Fhitung 7,701 >
Ftabel 3,48. Sedangkan secara parsial variabel jumlah tenaga kerja
(X1) tidak berpengaruh terhadap Investasi Industri Pengolahan (Y)
dengan menggunakan uji t dimana thitung 0,614 < ttabel 2,262 dengan
tingkat bunga (X2) berpengaruh terhadap investasi Industri
Pengolahan (Y) karena thitung 4,110 > ttabel 2,262. Sedangkan PDRB
(X3) tidak berpengaruh terhadap Investasi Industri Pengolahan (Y)
karena thitung 1,013 > ttabel -2,262. Dan dengan ekspor Industri (X4)
pengolahan juga tidak berpengaruh terhadap Investasi Industri
Pengolahan (Y) karena thitung 1,995 < ttabel 2,262.
4. Desi (2000 : 111) “Pengaruh Penyaluran Kredit Perbankan
Terhadap Sektor Perdagangan Di Jawa Timur”. Menyimpulkan
bahwa hasil pengujian secara simultan menunjukkan variabel
terikat (Y) yaitu PDRB sektor perdagangan dan ada tiga variabel
bebas yaitu : Jumlah kantor bank (X1), Tingkat Suku Bunga (X2),
> Ftabel (3,59) diperoleh kesimpulan bahwa ketiga variabel bebas
tersebut secara bersama- sama berpengaruh terhadap PDRB sektor
perdagangan. Dari pengolahan data tersebut diperoleh Thitung
variabel jumlah kantor bank = 0,840 berarti tidak berpengaruh
terhadap PDRB sektor perdagangan dan variabel tingkat suku
bunga kredit = -4,724 berarti berpengaruh positif tetapi
hubungannya negatif terhadap PDRB sektor perdagangan
sedangkan variabel penyaluran kredit = 3,187 berpengaruh posiif
terhadap PDRB sektor perdagangan. Dan diketahui nilai R²
(koefisien determinan) sebesar 95,1% yang berarti besarnya ketiga
variabel bebas dapat menjelaskan variabel terikat secara
bersama-sama.
5. Rahardhan (2007 : xi) Jurnal ekonomi dan bisnis yang berjudul “
Pengaruh Asean Trade Facilitation terhadap volume Perdagangan
Di Jawa Timur”. Berkaitan dengan kemampuan Jawa Timur dalam
menghasilkan produk yang siap diekspor ke negara- negara
ASEAN tersebut, penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh
dari fasilitas perdagangan ASEAN (ASEAN Trede Facilities)
terhadap volume perdagangan produk unggulan Jawa Timur di
pasar ASEAN. Analisis dalam penelitian menggunakan pendekatan
Model Gravitasi (Gravity model) yang merupakan suatu model
untuk mengukur laju perdagangan antar daerah atau negara secara
2007 nilai ekspor jawa timur mencapai 2,5 Milyar Dollar Amerika.
Sejak tahun 2000, produk Jawa Timur terutama dijual untuk negara
tujuan Malaysia. Adapun arus perdagangan internasional produk
Jawa Timur, dari hasil olah statistik diketahui naik sebesar 0,99 US
Dollar sejak diberlakukannya fasilitasi perdagangan ASEAN.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu :
Pada penelitian ini menggunakan 3 veriabel bebas yaitu :Inflasi
(X1), Tingkat suku bunga (X2), PDRB (X3). Penelitian dilakukan
untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi investasi sektor
perdagangan dan sektor industri manufaktur di Jawa Timur.
Pada penelitian terdahulu, penelitian dilakukan untuk menganalisis
faktor- faktor yang mempengaruhi investasi swasta maupun yang
mempengaruhi investasi di Jawa Timur. Dengan menggunakan
variabel yang berbeda.
2.2. Landasan Teori 2.2.1. Pengertian Investasi
Investasi disebut juga penanaman modal yaitu penanaman
modal- modal baru (Nopirin, 1990 : 133). Investasi adalah pengeluaran yang disediakan untuk meningkatkan atau mempertahankan barang-
barang modal. (Dornsbush dan Stanley, 1999 : 236)
Dorongan untuk mengadakan investasi tergantung pada
senantiasa mengalami fluktuasi, karena harapan untuk memperoleh
keuntungan yang akan didapat didasarkan atas penaksiran yang tidak
pasti. Artinya, jika keadaan menampakkan bahwa harapan memperoleh
keuntungan tidak ada maka investasi akan berkurang begitupun
sebaliknya. (Manullang, 1993 : 103)
Investasi atau penanaman modal merupakan suatu hal yang sangat
penting bagi kelangsungan hidup suatu kegiatan usaha, karena investasi
sangat dibutuhkan sebagai faktor penunjang dalam memperlancar proses
produksi.
Menurut penggunaannya, pengeluaran untuk investasi dibagi
menjadi tiga bagian yaitu : untuk keperluan kontruksi, rehabilitasi atau
perbaikan, dan ekspansi atau perluasan kontruksi adalah pembangunan
atau pendirian sesuatu yang sama sekali baru. Salah satu contohnya
adalah pendirian bangunan baru. Apabila bangunan itu pada suatu saat
rusak dan kemudian diperbaiki, maka pengeluaran ini adalah pengeluaran
untuk keperluan rehabilitasi. Sedangkan apabila bangunan tadi diperluas,
maka perluasan inilah yang dimaksud dengan ekspansi. (Rosyidi, 1995 : 168).
Investasi merupakan pengeluaran atau pembelanjaan penanaman-
penanaman modal atau perusahaan- perusahaan untuk membeli barang-
barang modal dan perlengkapan- perlengkapan produksi atau menambah
kemampuan memproduksi barang- barang dan jasa yang tersedia dalam
Jadi dapat dikatakan bahwa investasi adalah merupakan suatu
pengeluaran untuk pembelian barang- barang modal dalam meningkatkan
kapasitas produksi. Adanya tingkat produksi yang tinggi sehingga dapat
terhimpun dana yang lebih besar untuk investasi yang dibutuhkan.
Dalam prakteknya, dalam usaha untuk mencatat nilai
penanaman modal yang dilakukan satu tahun tertentu yang digolongkan
sebagai investasi (pembentukan modal atau penanaman modal) meliputi
pengeluaran atau pembelanjaan yang sebagai berikut:
A. Pembelanjaan berbagai jenis barang modal, yaitu mesin – mesin
dan peralatan produksi lainnya untuk berbagai jenis industri dan
perusahaan.
B. Pembelanjaan untuk membangun rumah tinggal, bangunan kantor
atau bangunan–bangunan lainnya.
C. Pertumbuhan nilai stok barang–barang yang belum terjual bahan mentah dan barang–barang yang masih dalam proses produksi pada
akhir tahun perhitungan pendapatan nasional (Soekirno, 2002 : 107)
Investasi pada hakekatnya merupakan penempatan sejumlah dana
pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan dimasa
mendatang. Umumnya investasi dibedakan menjadi 2, yaitu :
1. Financial Assets
Dilakukan di pasar uang, misalnya : berupa sertifikat deposito,
dilakukan di pasar modal misalnya berupa saham, obligasi, iuran,
opsi dan lainnya.
2. Real Assets
Diwujudkan dalam bentuk pembelian assets produktif, penelitian
pabrik, pembukuan pertambangan, pembukuan perkebunan dan
lainnya (Halim, 2003 : 2).
Pengertian Investasi dari kedua pendapat tersebut kiranya dapat
disimpulkan bahwa Investasi atau penanaman modal itu merupakan
penanaman modal atau pengguna uang bagi peningkatan kapasitas sistem
produksi atau peningkatan kapasitas asset dengan harapan modal yang
ditanamkan akan memperoleh keuntungan yang sebesar–besarnya dimasa
mendatang.
2.2.1.1. Faktor – Faktor yang Menentukan Investasi
Apabila seorang pemilik modal atau para pengusaha menggunakan
uangnya membeli barang – barang modal maka pembelanjaan itu
dinamakan investasi akan tetapi berhasil tidaknya pemilik modal dalam
menjalankan usahanya dalam kenyataan akan di pengaruhi oleh beberapa
faktor yang dapat menentukan, yaitu :
Ramalan Mengenai Keadaan Ekonomi di Masa Depan.
Kegiatan perusahaan untuk mendirikan industri dan memasang
barang–barang modal baru dinamakan kegiatan memakan waktu.
industri / perusahaan itu sudah mulai menghasilkan barang atau
jasa yang menjadi hasil produksinya) maka pemilik modal akan
melakukan kegiatan terus selama beberapa waktu.
Perubahan dan Perkembangan Tekhnologi.
Pada umumnya semakin banyak perkembangan ilmu dan
pengeluaran terhadap kegiatan industri, maka semakin banyak pula
jumlah kegiatan yang dilakukan oleh para pengusaha.
Tingkat Pendapatan Nasional dan Perubahan–Perubahannya.
Kenyataan yang ada menggambarkan bahwa hubungan antara
pendapatan nasional dan investasi merupakan hal yang saling
berkaitan dimana investasi itu pada umumnya cenderung untuk
mencapai tingkat yang lebih besar apabila pendapatan nasional.
Keuntungan yang Dicapai oleh Perusahaan.
Apabila perusahaan – perusahaan itu melakukan investasi dengan
menggunakan tabungan atau modal kas, maka perusahaan yang
dimaksud tidak lagi dikenai biaya – biaya yang harus dibayar untuk
jangka waktu berikutnya.
Tingkat Bunga.
Tingkat bunga menentukan jenis-jenis investasi yang akan
memberikan keuntungan para pengusaha dan dapat dilaksanakan
para pengusaha hanya akan melaksanakan keinginan untuk
menanam modal apabila tingkat pengembalian modal dari penanam
dikurangi bunga uang yang dibayar) modal yang diperoleh lebih
besar dari tingkat bunga (Soekirno, 2002 : 109).
2.2.1.2. Fungsi Investasi
Bentuk fungsi investasi dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :
1. Sejajar dengan sumbu datar
2. Bentuk nilai ke atas ke sebelah kanan (yang berarti semakin tinggi
pendapatan nasional, makin tinggi investasi).
Fungsi atau kurva investasi yang sejajar dengan sumbu datar
dinamakan investasi otonomi dan fungsi investasi yang semakin tinggi
apabila pendapatan nasional meningkat dinamakan investasi terpengaruh.
Dalam analisis makro ekonomi biasanya dimisalkan bahwa investasi
perusahaan bersifat investasi otonomi.
Investasi otonomi adalah pembentukan modal yang tidak
dipengaruhi pendapatan nasional. Dengan kata lain tinggi rendahnya
pendapatan nasional tidak menentukan jumlah investasi yang dilakukan
oleh perusahaan–perusahaan atau setiap daerah.
2.2.1.3. Cara Pembagian Investasi
Cara pembagian investasi menurut jenisnya :
a. Autonomous investment dan Induced invesment
Autonomous invesment (investasi otonom) adalah investasi yang
oleh karena adanya perubahan faktor diluar pendapatan. Misal
tingkat teknologi, kebijakan para pengusaha dan sebagainya.
Induced investment (investasi terimbas) adalah bersebelahan
dengan investasi otonom. Investasi ini dipengaruhi oleh tingkat
pendapatan.
b. Public investment dan Private investment
Public investment adalah investasi atau penanaman modal yang
dilakukan oleh pemerintah. Yang dimaksud ialah pemerintah pusat,
maupun pemerintah daerah tingkat satu, tingkat dua, kecamatan,
maupun desa. Private investment adalah investasi yang dilakukan
oleh pihak swasta.
c. Domestic investment dan Foreign investment
Domestic investment adalah penanaman modal dalam negeri.
Foreign investment adalah penanaman modal luar negeri.
d. Gross investment dan Net investment
Gross investment (investasi bruto) adalah total seluruh investasi
yang diadakan atau dilaksanakan pada suatu ketika. Atau investasi
yang dilakukan pada suatu Negara (daerah tertentu) pada atau
selama suatu periode tertentu.
e. Net investment (investasi netto) adalah selisih antara investasi bruto
2.2.2. Pengertian Investasi Sektor Perdagangan 2.2.2.1. Definisi Perdagangan
Pengertian perdagangan itu sendiri adalah kegiatan jual beli barang
atau jasa yang dilakukan secara terus menerus dengan tujuan
mengalihkan hak atas barang dan jasa dengan disertai imbalan atau
kompensasi. Perdagangan meliputi semua perdagangan barang dan jasa
yang dilakukan secara insidentil, misalnya dalam pasar amal, ikhlas
amal, bazar pasar malam yang kegiatan usahanya memakan waktu tidak
lebih dari 3 bulan. (Kansil, 1989 : 30)
Sedangkan menurut Boediono pengertian perdagangan adalah
sebagai proses tukar menukar yang didasarkan atas kehendak sukarela
dari masing- masing pihak. (Boediono, 1981 : 10)
Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
pengertian perdagangan adalah proses tukar menukar barang atau jasa
yang disertai imbalan dari masing- masing pihak.
Kegiatan usaha perdagangan di bedakan antara bidang perdagangan
barang dan bidang perdagangan jasa mengingat pada kenyataan bahwa
yang di perdagangkan adalah barang dan jasa yang masing- masing
mempunyai ciri- ciri khusus, misalnya dalam bidang usaha perdagangan
jasa. Pihak pemakai selalu berhubungan dengan pihak penjual. Selain itu
ada kegiatan jasa- jasa yang tidak dapat dilakukan bersama dengan
Bidang usaha perdagangan dibedakan dalam 2 kategori, yaitu :
a. Bidang usaha Perdagangan Partai Besar
Yaitu bidang usaha perdagangan yang tidak melayani secara
langsung konsumen akhir seperti kegiatan- kegiatan perdagangan
ekspor, impor, keagenan tunggal, penyalur utama, penyalur,
perdagangan jasa dan dalam hal perdagangan pengumpulan tidak
berhubungan langsung dengan produsen kecil perorangan.
b. Bidang usaha Perdagangan Eceran
Yaitu bidang usaha perdagangan yang melayani secara
langsung konsumen akhir seperti kegiatan- kegiatan perdagangan
supermarket, pertokoan serba ada, pertokoan besar, pertokoan
biasa, pedagang eceran dikios pedagang keliling dan dalam hal
perdagangan pengumpulan berhubungan langsung dengan prosedur
kecil.
Penggolongan usaha perdagangan didasarkan pada besarnya
modal dan nilai penjualan per tahun sebagai faktor serta bidang
usaha dan jenis barang yang diperdagangkan sebagai faktor
pendukung. Untuk melakukan kegiatan usaha perdagangan partai
besar atau partai kecil, pengusaha yang bersangkutan wajib
memiliki ijin usaha perdagangan tersendiri sesuai dengan bidang
usahanya. Surat ijin usaha perdagangan (SIUP) adalah surat ijin
pengusaha untuk melaksanakan kegiatan usaha perdagangan
(Kansil, 1990 : 36)
Agar sektor perdagangan lebih mendukung pelaksanaan
program pemerintah dalam arti dapat menjamin kelancaran arus
barang, baik untuk keperluan ekspor, impor maupun perdagangan
dalam negeri perlu menyempurnakan dan menyederhanakan
ketentuan dan prosedur perizinan di bidang usaha perdagangan. Ijin
perdaganagn dapat dijadikan alat untuk keperluan penertiban,
pengarahan, pembinaan dan pengawasan kegiatan usaha
perdagangan dalam rangka mencapai sasaran tersebut.
2.2.2.2 Tujuan Perdagangan
Perdagangan memiliki beberapa tujuan, diantaranya adalah sebagai
berikut :
1. Meningkatkan kemakmuran nasional, namun keuntungan dan
kerugian akibat perdagangan tidak terbagi rata.
2. Meningkatkan produksi dan ekspor barang yang memiliki suatu
keunggulan komparatif sehingga diharapkan akan menghasilkan
devisa suatu Negara.
3. Untuk mencapai tingkat output dan konsumsi yang efisien di
Dalam model perdagangan dasar, impor dan ekspor meluas secara
serempak menuju keseimbangan perdagangan. Dalam kenyataannya para
produsen domestik dalam industri ekspor dari suatu Negara biasanya
tidak bisa meluaskan produksi dan ekspornya secepat produksi barang
impor dunia yang menembus pasar negeri tersebut.
Suatu defisit perdagangan jangka pendek yang terjadi hampir tidak
dapat dihindarkan. Defisit ini dapat buruk pengaruhnya terhadap
pertumbuhan, tingkat bunga, kesempatan kerja, pembentukan modal dan
hutang luar negeri. Semua itu adalah biaya penyesuaian terhadap
perdagangan jangka pendek dan harus dievaluasi terhadap keuntungan
perdagangan jangka panjang.
2.2.2.3 Manfaat Perdagangan
Manfaat perdagangan adalah sebagai berikut :
1. Perdagangan dapat meningkatkan kesejahteraan nasional secara
keseluruhan.
2. Perdagangan dapat menyamakan semua harga faktor dalam
perdagangan, seperti : harga barang yang diperdagangkan, laba
modal serta tarif upah akan sama disemua Negara (perdagangan
bebas).
3. Perdagangan dapat mengontrol tingkat laju inflasi serta nilai kurs
tengah dari mata uang suatu Negara terhadap Negara lain.
5. Perdagangan memacu kemajuan teknologi.
6. Perdagangan dapat merubah laju pertumbuhan dan preferensi konsumen (Boediono, 1991 : 15)
2.2.3. Pengertian Investasi Sektor Industri Manufaktur 2.2.3.1 Definisi Industri
Industri adalah usaha produktif terutama dalam bidang produksi
atau perusahaan tertentu untuk menyelenggarakan jasa-jasa misalnya
transportasi dan peralatan perhubungan yang menggunakan modal tenaga
kerja dalam jumlah relatif besar. (Nisjar dan Winardi, 1997 : 181). Industri adalah tiap usaha yang merupakan unit produksi yang
membuat barang atau yang mengerjakan sesuatu barang atau bahan untuk
masyarakat disuatu tempat tertentu. (Arsyad, 1992 : 57).
Menurut Undang-Undang RI No. 5 tahun 1984 pasal 1 tentang
perindustrian adalah kegiatan ekonomi yang mengelola bahan mentah,
bahan baku, barang setengah jadi dan barang jadi menjadi barang yang
bernilai lebih tinggi, untuk penggunaannya termasuk kegiatan rancang
bangun dan perekayasa industri. (Anonim, 1994 : 21).
Berdasarkan definisi diatas ternyata ada suatu kesamaan yaitu
mengenai proses produksi yang merupakan rangkaian kegiatan dalam
meningkatkan guna atau manfaat dari suatu bahan baku. Industri juga
berarti sebagai keseluruhan dari perusahaan-perusahaan yang
2.2.3.2. Klasifikasi Industri
Aktivitas yang dijalankan industri sangat beraneka ragam. Apabila
digolongkan akan diperoleh delapan kelompok utama yaitu :
a. Industri perburuan.
b. Industri pengumpulan bahan dari hutan.
c. Industri penambangan mineral.
d. Industri peternakan.
e. Industri pertanian.
f. Industri manufaktur.
g. Industri perdagangan.
h. Industri jasa. (Kuncoro, 2001 : 195).
Kemudian oleh Kuncoro macam-macam industri utama tersebut
diatas dikelompokkan berdasarkan fungsi industri yang terdiri dari empat
kelas yaitu :
a. Industri Ekstratif
Yaitu kegiatan ekonomi yang berurusan dengan pengurusan
sumber daya alam yang cadangannya tidak diusahakan atau tidak
mungkin diusahakan pembaharuannya misal perburuhan
pengumpulan bahan, pertambangan dan bentuk-bentuk pertanian.
b. Industri Reproduktif
Yaitu yang produksinya tidak akan habis, terus mengalir karena
barang-barang yang dihasilkan dan dipungut akan diganti dengan
c. Industri Manufaktur
Yaitu industri yang memproduksi barang-barang dagang dari
bahan–bahan industri lain, misalnya produk peleburan, penyulingan
makanan kaleng dan lain-lain.
d. Industri Fasilitas
Yaitu industri yang menangani urusan-urusan yang berhubungan
dengan perdagangan dan jasa seperti transportasi, penyuluhan,
distribusi barang dan pelayanan kepada konsumen. (Kuncoro, 2001 : 196).
Menurut Winardi, macam-macam industri terdiri dari:
a. Industri muda.
b. Industri yang sedang tumbuh.
c. Industri yang stabil.
d. Industri tua.
e. Industri yang sedang mengalami kemunduran. (Winardi, 1993 : 119).
Dalam pengelompokan jenis industri nasional menurut Departemen
Perindustrian secara garis besar maka industri dapat digolongkan menjadi
tiga kelompok yaitu :
a. Industri Dasar
Yaitu meliputi dua sub kelompok. Sub kelompok pertama adalah
industri mesin dan logam dasar serta elektronik. Sedangkan sub
kelompok kedua adalah industri kimia dasar yang mempunyai dua
yang dipergunakan adalah teknologi maju dan teruji serta tidak
padat karya.
b. Industri Hilir
Yaitu aneka industri, dengan misi pertumbuhan ekonomi dan
pemerataan. Sedangkan teknologi yang dipergunakan adalah
teknologi maju, teruji serta tidak padat karya.
c. Industri Kecil
Yaitu dengan misi pemerataan dengan menggunakan teknologi
madya atau sederhana serta padat karya. (Anonim, 1994 : 56). Ada beberapa kriteria dalam penggolongan industri yang
berdasarkan jumlah orang yang bekerja serta jumlah investasi yang
ditanamkan diantaranya yaitu:
a. Industri Besar
Yaitu kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang
mempekerjakan lebih dari 100 orang, pada umumnya industri yang
dapat modal atau capital intensive serta menggunakan teknologi
tinggi dan kurang menyerap tenaga kerja. Sasaran utama yang ingin
dicapai adalah peningkatan pertumbuhan ekonomi dalam jangka
panjang dan mempunyai investasi lebih dari Rp.100.000.000,00
b. Industri Menengah
Yaitu perusahaan-perusahaan industri yang mempekerjakan
sekitar 20 sampai dengan 99 orang yang pada umumnya investasi
c. Industri Kecil
Yaitu kumpulan dari unit–unit perusahaan yang
mempekerjakan antara 5 sampai dengan 9 orang yang berdasarkan
keterampilan dengan mempunyai investasi maksimal tidak boleh
lebih dari Rp. 70.000.000,00. (Arsyad, 1992 : 306).
2.2.3.3 Definisi Industri Manufaktur
Sektor industri manufaktur (manufacturing industry) atau industri
pengolahan adalah mencakup semua perusahaan atau usaha yang
melakukan kegiatan mengubah barang dasar menjadi barang jadi dan
atau dari barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi
nilainya. Termasuk ke dalam sektor ini adalah perusahaan yang
melakukan kegiatan jasa industri penunjang perakitan (assembling) dari
bagian suatu industri. (Anonim, 2005 : 255).
Industri manufaktur didefinisikan sabagai industri yang membuat
produk dari bahan mentah (raw material) atau komponen menjadi bahan
jadi atau komponen lainnya, dengan menggunakan tenaga mesin atau tenaga
manusia, yang dilakukan secara sistematis dangan cara pembagian pekerjaan.
(Sinambela, 2008 : 2).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa industri
manufaktur (manufacturing industry) atau perusahaaan industri
pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan
mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, dan dengan tangan
nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih
dekat kepada pemakai akhir. Termasuk ini adalah kegiatan jasa industri
dan pekerjaan perakitan.
Apapun hasil produknya, dari definisi diatas dapat ditarik
karakteristik umum industri manufaktur sebagai barikut :
a. Mengubah satu bentuk bahan menjadi bantuk produk lainnya, baik
berupa komponan yang kemudian diserahkan ke pihak manufaktur
lain untuk dirakit, ataupun produk jadi yang siap untuk
digunakan oleh konsumen.
b. Proses tersebut melibatkan panggunaan mesin dan tenaga manusia,
dan dilakukan secara bertahap sehingga diperlukan perencanaan dan
pengendalian agar diperoleh hasil yang optimal.
c. Bahan mentah atau bahan setengah jadi yang diperlukan oleh
manufaktur tersebut harus dikelola dengan optimal agar prosesnya
menjadi lebih efisien. (Sinambela, 2008 : 3).
2.2.3.4. Klasifikasi Umum Industri Manufaktur
Adapun klasifikasi industri manufaktur atau pengolahan adalah
sebagai berikut :
a. Industri makanan, minuman dan tembakau.
b. Industri tekstil, pakaian jadi dan kulit.
c. Industri kayu dan sejenisnya.
d. Industri kertas, percetakan dan penerbitan.
f. Industri barang galian non logam, kecuali minyak bumi dan batu
bara.
g. Industri logam dasar.
h. Industri barang dari logam, mesin dan peralatan.
i. Industri pengolahan lainnya. (Anonim, 2000 : 71)
2.2.4. Inflasi
2.2.4.1. Pengertian Inflasi Definisi inflasi
a. Gejala kenaikan harga barang – barang yang bersifat umum dan
terus menerus. (Rahardja dan Manurung, 2000 : 155)
b. Inflasi dapat diartikan sebagai suatu kecenderungan harga – harga
umum mengalami kenaikan secara terus menerus dan menyeluruh.
(Yuliati, 2001 : 98)
c. Inflasi dapat didefinisikan sebagai proses kenaikan harga – harga
yang berlaku dalam suatu perekonomian.(Sukirno, 2002 : 15) d. Proses kenaikan harga-harga umum barang-barang secara terus
menerus. (Boediono, 2001: 155).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa inflasi adalah proses
kenaikan harga - harga umum barang – barang secara terus menerus, ini
tidak berarti bahwa harga – harga berbagai macam barang itu naik
tidaklah bersamaan, yang penting terdapat kenaikan harga umum secara
terus menerus selama satu periode tertentu.
2.2.4.2. Efek inflasi
Inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan. Alokasi faktor
produksi serta output. Dibawah ini ke tiga nya akan dibahas satu demi
satu :
a. Efek terhadap pendapatan (equity effect)
Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang
dirugikan ada pula yang diuntungkan. Demikian juga orang yang
menempuh kekayaan dalam bentuk uang kas akan menderita
kerugian karena adanya inflasi. sebaliknya pihak – pihak yang
mendapatkan keuntungan dengan adanya inflasi adalah mereka
yang memperoleh kenaikan pendapatan dengan presentase lebih
besar dari pada laju inflasi. Dengan demikian inflasi dapat
menyebabkan terjadinya perubahan dalam pola pembagian
kekayaan masyarakat. Inflasi seolah-olah merupakan pajak bagi
seseorang dan merupakan subsidi bagi orang lain.
b. Efek terhadap Efisiensi (efficiency effect)
Inflasi dapat pula merubah pola alokasi faktor – faktor
produksi, perubahan ini dapat terjadi melalui kenaikan permintaan
karena berbagai macam barang yang kemudian mendorong
ini akan menyebabkan kenaikan produksi barang sehingga akan
merubah pola produksi lebih efisien.
c. Efek terhadap output (output effect)
Efek terhadap output mempertanyakan bagaimana efek
inflasi terhadap produksi. Artinya apakah akan mengakibatkan
kenaikan atau menurunkan output. Inflasi dapat menyebabkan
kenaikan produksi alasan nya dalam keadaan inflasi biasanya
kenaikan harga barang mendahului kenaikan upah sehingga
keuntungan pengusaha baik. Kenaikan keuntungan ini akan
mendorong kenaikan produksi. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan langsung antara inflasi
dengan output. Inflasi bisa dibarengi dengan punurunan output.
(Nopirin 1993 ; 32-33).
2.2.4.3. Jenis-Jenis Inflasi
Inflasi bisa ditinjau dari tiga segi. Pertama, berdasarkan tingkat
keparahannya. Kedua, berdasarkan penyebabnya, yang sangat berkaitan
erat dengan arus uang dan barang. Ketiga, berdasarkan asalnya.
a. Berdasarkan Tingkat Keparahannya
Berdasarkan tingkat keparahannya inflasi dibedakan atas beberapa
macam, yaitu :
• Inflasi ringan (dibawah 10% setahun).
• Inflasi berat (antara 30-100% setahun).
• Hiperinflasi (diatas 100% setahun).
b. Berdasarkan Penyebab
Berdasarkan penyebabnya, inflasi dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu :
1. Inflasi Tarikan Permintaan (Demand Pull Inflation)
Inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan
berbagai barang bertambah terlalu kuat akibat tingkat harga
umum naik (misalnya karena bertambahnya pengeluaran
perusahaan).
Gambar 1 : Terjadinya Demand Pull Inflation
Harga D2 S
P2 D1
P1 D2
D 1
Q1 Q2 Output
Sumber : Boediono, 2001, Pengantar Ilmu Ekonomi Makro,
Penerbit BPFE UGM,Yogyakarta, Halaman 156.
Sebagaimana dalam gambar perekonomian dimulai
pada P1 dan tingkat output riil dimana (P1,Q1) berada pada
perpotongan antara kurva permintaan D1 dan kurva
pergeseran seperti itu dapat berasal dari faktor kelebihan
pengeluaran permintaan.
Pergeseran kurva permintaan menaikkan output riil
(dari Q1 ke Q2) dan tingkat harga (dari P1 ke P2) maka
inilah yang disebut demand pull inflation (inflasi tarikan
permintaan) yang disebabkan penggeseran kurva
permintaan menarik keatas tingkat harga dan menyebabkan
inflasi.
2. Inflasi Dorongan Penawaran (Cost Push Inflation)
Inflasi yang timbul karena kenaikkan biaya produksi
biasanya ditandai dengan kenaikkan harga barang serta
turunnya produksi (misalnya kenaikkan harga barang baku
yang didatangkan dari luar negeri, kenaikkan harga harga
BBM).
Gambar 2 :Terjadinya Cost Push Inflation
Harga S2
P2 S1
P1
D
Q1 Q2 Output
Sumber : Boediono, 2001, Pengantar Ilmu Ekonomi Makro,
Pada gambar diatas bahwa bila ongkos produksi naik
(misalnya kenaikan sarana produksi naik dari luar negeri
atau karena harga bahan bakar minyak) maka kurva
penawaran masyarakat bergeser dari S1 ke S2, harga tentu
saja naik dan menyebabkan inflasi dorongan biaya.
c. Berdasarkan Asal dari Inflasi
Dari segi asalnya, inflasi dapat dibedakan atas :
1. Inflasi yang berasal dari dalam negeri (Domestic Inflation)
Inflasi yang berasal dari dalam negeri timbul misalnya
karena defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan
pencetakan uang baru, panenan yang gagal dan sebagainya.
2. Inflasi yang berasal dari luar negri (Imported Inflation)
Inflasi yang berasal dari luar negri adalah inflasi yang
timbul karena kenaikan harga-harga yaitu inflasi diluar
negri atau di negara-negara langganan berdagang negara
kita.
2.2.4.4. Dampak inflasi terhadap investasi
Inflasi merupakan salah satu penyakit perekonomian suatu negara.
Agar inflasi dapat digunakan sebagai salah satu tolak ukur perekonomian
secara umum, karna angka inflasi ini mencerminkan kondisi stabilitas
perekonomian suatu negara. Angka laju inflasi yang tinggi menunjukkan
yang menurun karena turunnya daya saing, menurunnya tabungan dan
investasi maupun gangguan – gangguan lainnya (Sukendar, 2000 : 166).
Pada saat tingkat inflasi tinggi, maka kondisi perekonomian
menjadi lesu. Hal ini secara otomatis akan berpengaruh terhadap
kegairahan usaha diberbagai bidang. Pelaksanaan investasi menjadi
terhambat, sehingga produksi nasional akan menurun. Menurunnya
produksi secara nasional dapat menurunkan pendapatan nasional.
Turunnya pendapatan nasional suatu Negara menunjukan bahwa
perkembangan ekonomi Negara tersebut mengalami penurunan. Oleh
karena itu, pada tingkat inflasi tinggi, maka pemerintah harus cepat
tanggap dalam menentukan kebijakan dalam melakukan pengendalian
tingkat inflasi.
2.2.4.5. Hubungan Inflasi dengan Investasi Sektor Perdagangan dan Sektor Industri Manufaktur
Masalah tinggi rendahnya inflasi akan menjadi faktor penting yang
akan menjadi pertimbangan calon investor yang akan menanamkan
modalnya, karna hal ini akan berpengaruh terhadap meningkatnya biaya
produksi barang dan jasa yang dikeluarkan atau dihasilkan dan
menyebabkan harga – harga cenderung bertambah naik. Kenaikan barang
tersebut akan mengakibatkan tingkat konsumsi masyarakat menurun, dan
2.2.5. Tingkat Suku Bunga
2.2.5.1. Pengertian Tingkat Suku Bunga
Suku bunga adalah harga yang dibebankan oleh unit ekonomi yang
mengalami surplus pada unit ekonomi yang mengalami defisit atas
pinjaman yang diberikan dari tabungannya. (Diulio, 1993 : 42)
Suku bunga adalah harga dari meminjam untuk menggunakan daya
belinya. (Puspopranoto, 2004 : 70). Tingkat suku bunga adalah harga dari penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu. (Boediono, 1985 : 75)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat suku bunga
adalah harga yang dibebankan oleh unit ekonomi yang mengalami
surplus ke unit ekonomi yang mengalami defisit untuk penggunaan daya
beli uang dalam jangka waktu tertentu.
2.2.5.2. Teori Tentang Tingkat Suku Bunga A. Teori Klasik
Tabungan menurut teori klasik adalah fungsi dari tingkat
bunga. Makin tinggi bunga makin tinggi pula keinginan masyarakat
untuk menabung. Investasi juga merupakan fungsi dari tingkat
bunga. Makin tinggi tingkat bunga, keinginan untuk melakukan
investasi juga semakin kecil. Alasannya, seorang pengusaha akan
menambah pengeluaran investasinya apabila keuntungan yang
dibayar oleh investor untuk dana investasi tersebut yang merupakan
ongkos untuk penggunaan dana. Makin rendah tingkat bunga, maka
investor akan lebih terdorong untuk melakukan investasi, sebab
biaya penggunaan dana juga semakin kecil.
Tingkat bunga dalam keadaan seimbang akan tercapai apabila
keinginan menabung masyarakat sama dengan keinginan investor
untuk melakukan investasi. Secara grafik, keseimbangan tingkat
suku bunga dapat digambarkan pada Gambar : 2.1 berikut ini.
Gambar 2.1 Teori Klasik tentang Tingkat Suku Bunga
Tabungan
i1
io Investasi i
Investasi o
Jumlah Rp
yang ditabung dan
So S1 diinvestasikan
Sumber: Norpirin, 1992, Ekonomi Moneter, Edisi Keempat, Penerbit BPFE UGM, Yogyakarta, hal72.
Keseimbangan tingkat bunga ada pada io dimana jumlah
tabungan sama dengan investasi. Apabila tingkat bunga diatas io,
jumlah tabungan melebihi keinginan investor untuk melakukan
dananya dan ini akan menekan tingkat bunga kembali ke posisi io.
Sebaliknya apabila suku bunga dibawah io, para investor akan
saling bersaing untuk memperoleh dana yang jumlahnya lebih kecil
dan ini akan mendorong tingkat bunga kembali naik pada posisi io.
Pada tingkat bunga yang sama dengan tingkat investasi,
investor bersedia meminjam dana lebih besar untuk membiayai
investasinya. Keadaan ini dalam gambar, ditunjukkan dengan
bergesernya kurva permintaan investasi ke kanan atas, dan
keseimbangan tingkat bunga yang baru pada titik io. (Norpin, 1992 : 70-72)
B. Teori Keynes
Tingkat bunga merupakan suatu fenomena moneter. Artinya,
tingkat bunga ditentukan oleh penawaran dan permintaan akan
uang (ditentukan dalam pasar uang). Perubahan tingkat bunga
selanjutnya akan mempengaruhi keinginan untuk mengadakan
investasi. Permintaan akan uang, oleh keynes disebut ”Liquidity
Preference” (permintaan uang) tergantung pada tingkat bunga.
Dalam gambar, sumbu horizontal mengukur jumlah dan permintaan
uang dan sumbu vertikal untuk tingkat bunga.
Tingkat bunga dalam keseimbangan (dalam gambar), apabila
jumlah uang kas yang diminta sama dengan penawarannya (jumlah
uang beredar). Apabila tingkat bunga dibawah tingkat
dengan cara menjual surat berharga yang dipegang sehingga hal ini
akan mendorong harganya turun ( tingkat bunga naik).
Sebaliknya, apabila tingkat bunga diatas keseimbangan,
masyarakat menginginkan uang kas lebih sedikit dengan cara
membeli surat berharga, hal ini akan mengakibatkan naik harga
surat berharga (tingkat bunga turun 0 sampai keseimbangan
terjadi). (Nopirin, 1992 : 90-93)
Gambar 2.2: Teori Keynes tentang Tingkat Bunga
Tingkat
Bunga
(%)
Jumlah Uang
req
Liquidity Preference
Jumlah Uang
dan Permintaan Uang
Sumber: Norpirin, 1992, Ekonomie Moneter, Edisi Keempat, Penerbit BPFE UGM, Yogyakarta, hal72.
2.2.5.3. Fungsi Tingkat Bunga Dalam Perekonomian
Tingkat bunga mempunyai beberapa fungsi dalam perekonomian,
1. Membantu mengalirnya tabungan berjalan kearah investasi guna
mendukung pertumbuhan perekonomian.
2. Mendistribusikan jumlah kredit yang tersedia, pada umumnya
memberikan dana kredit kepada proyek investasi yang menjanjikan
hasil tertinggi.
3. Menyeimbangkan jumlah uang beredar dengan permintaan akan
uang dari suatu Negara.
4. Merupakan alat penting menyangkut kebijakan pemerintah melalui
pengaruhnya terhadap jumlah tabungan dan investasi.
(Puspopranoto,2004:71)
2.2.5.4. Hubungan Tingkat Suku Bunga Dengan Investasi Sektor Perdagangan dan Sektor Industri Manufaktur
Investor akan mempertimbangkan dan membandingkan beban
bunga yang harus dibayarkannya dengan harapan keuntungan yang akan
diperoleh dari investasi yang dilakukannya tersebut. Apabila tingkat suku
bunga tinggi, pengusaha akan menunda pinjaman tersebut sampai tingkat
suku bunganya turun. Maka terdapat hubungan berkebalikan antara
tingkat suku bunga dan investasi, yaitu semakin tinggi tingkat suku
bunga, maka semakin rendah keinginan pengusaha untuk melakukan
investasi.
Sebaliknya, apabila tingkat suku bunga rendah, maka investor akan
dengan harapan investasi tersebut menghasilakan keuntungan yang
nilainya lebih besar dari pada yang harus ditanggung oleh investor.
(Suparmono, 2004 : 88)
Dalam kata lain apabila tingkat bunga lebih tinggi dari tingkat
pengembalian modal, investasi yang direncanakan tidak menguntungkan.
Kegiatan investasi hanya akan dilaksanakan apabila tingkat
pengembalian modal lebih besar atau sama dengan tingkat bunga.
(Sukirno, 2003 : 113)
2.2.6. PDRB
2.2.6.1. Pengertian Produk Domestik Regional Bruto
Pengertian Domestik Regional Bruto adalah suatu indicator untuk
menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi suatu daerah secara sektoral,
sehingga dapat dilihat penyebab pertumbuhan ekonomi suatu wilayah
tersebut. Selain daripada itu PDRB juga alat ukur untuk menganalisa
perubahan tingkat kemakmuran secara riil atas harga konstan. (Anonim 2001)
Cara perhitungan Produk Domestik Regional Bruto dapat
digunakan melalui 3 pendekatan, antara lain :
1. Pendekatan produksi ; Produk Domestik Regional Bruto adalah
jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai
unit produksi disuatu wilayah dalam jangka waktu tertentu (satu
Unit-unit produksi tersebut dalam penyajiannya
dikelompokkan menjadi 9 sektor lapangan usaha yaitu :
a. Pertanian
b. Pertambangan dan penggalian
c. Industri pengolahan
d. Listrik, gas dan air bersih
e. Bangunan
f. Perdagangan, hotel dan restoran
g. Pengangkutan dan Komunikasi
h. Jasa keuangan, persewaan dan jasa perusahaan
i. Jasa lain-lain. (Rosyidi, 2000 : 140)
2. Pendekatan pengeluaran ; Produk Domestik Regional Bruto adalah
penjumlahan semua komponen permintaan akhir, yaitu :
a. Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta
yang tidak mencari untung
b. Konsumsi pemerintahan
c. Pembentukan modal tetap domestik bruto
d. Perubahan stock
e. Ekspor netto, (ekspor dikurangi impor). (Sukirno 2002 : 38) 3. Pendekatan pendapatan ; Produk Domestik Regional Bruto
merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor produksi
waktu tertentu (biasanya satu tahun). Balas jasa faktor produksi
yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan
keuntungan. Semua hitungan tersebut sebelum dipotong pajak
penghasilan dan pajak langsung lainnya.
Dalam pengertian Produk Domestik Regional Bruto, kecuali faktor
pendapatan, termasuk pula komponen penyusutan dan pajak tidak
langsung netto. Jumlah semua komponen pendapatan ini menurut sektor
tersebut disebut sebagai nilai tambah bruto seluruh sektor atau lapangan
usaha. (Sukirno 2002 : 247)
Produk Domestik Bruto menurut atas harga yang berlaku
menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung
menggunakan harga yang berlaku setiap tahun.
Produk Domestik Bruto dapat diartikan satu persatu yaitu : produk,
domestik, dan bruto. Dinamakan produk, karena yang dihitung adalah
produk barang dan jasa. Dinamakan domestik, karena batasnya adalah
wilayah suatu negara, termasuk didalamnya orang- orang dan perusahaan
asing. Dinamakan bruto karena mengalami penyusutan.
Produk Domestik Bruto adalah sebagai nilai barang- barang dan
jasa- jasa yang diproduksi di dalam negara tersebut dalam satu tahun
tertentu. (Sukirno 2002 : 33)
1. Tingkat pertumbuhan ekonomi
Mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi regional baik secara
menyeluruh maupun sektoral, dengan melihat presentase
pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan (tahun tertentu) dapat
dilihat laju pertumbuhan ekonomi.
2. Tingkat kemakmuran
Mengetahui tingkat kemakmuran daerah, baik tingkat pertumbuhan
maupun tingkat kemakmuran dibanding dengan daerah lain.
Tingkat kemakmuran suatu wilayah biasanya diukur dengan
besarnya pendapatan perkapita penduduknya.
3. Tingkat inflasi atau deflasi
Mengetahui tingkat inflasi atau deflasi yang terjadi dalam jangka
waktu tertentu (tahunan), dengan membandingkan antara PDRB
atas dasar harga konstan (tahun tertentu), dapat diperoleh suatu
indeks implicit yang bias menggambarkan kenaikan atau penurunan
harga barang dan jasa.
4. Struktur ekonomi
Mengetahui gambaran struktur ekonomi daerah daerah, PDRB
dapat di gunakan sebagai indikator tentang komposisi struktur
perekonomian suatu wilayah, yaitu dengan menyusun peranan
masing- masing sektor atau lapangan usaha.
5. Potensi suatu daerah
keseluruhan maupun sektoral. Dengan melihat peranan sektoral
dalam suatu wilayah Kabupaten atau peranan keseluruhan suatu
wilayah terhadap wilayah propinsi bisa diketahui potensi suatu
wilayah.
Dengan demikian, maka statistik pendapatan daerah sangat
bermanfaat bagi para perencana maupun pengambil keputusan, baik yang
berhubungan dengan rencana pembangunan jangka pendek maupun
jangka panjang. (Anonim 2004 : 3)
2.2.6.3. Hubungan PDRB dengan Investasi sektor perdagangan dan sektor industri manufaktur
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah suatu indikator
untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi suatu daerah secara
sektoral. Oleh karena itu perlu disadari bahwa suatu daerah yang PDRB
nya tinggi maka akan semakin tinggi pula produksi barang dan jasa yang
dihasilkan.
Hal tersebut membuat keuntungan perusahaan akan meningkat
semakin besar dan hal ini akan mendorong dilakukannya lebih banyak
investasi untuk lebih memperbesar keuntungan perusahaan. Dengan kata
lain apabila PDRB bertambah besar atau tinggi maka Investasi bertambah
2.3. Kerangka Pikir
Investasi merupakan salah satu unsur dalam meningkatkan kinerja
ekonomi suatu negara. Investasi yang dialokasikan secara optimal dapat
meningkatkan nilai tambah, yaitu berupa peningkatan pertumbuhan
ekonomi.
Selain ketepatan dan alokasi yang optimal maka mekanisme
investasi akan mewujudkan nilai tambah yang tergantung pada kondisi
ekonomi yang ada di suatu negara.
Diketahui kondisi tersebut berupa faktor yang dapat mempengaruhi
perkembangan investasi. Faktor tersebut adalah Inflasi, Tingkat Suku
Bunga, PDRB. Berdasarkan pemikiran di atas maka dapat dijelaskan
mengenai hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terikat
sebagai berikut :
Inflasi (X1)
Inflasi adalah kecenderungan terjadinya peningkatan harga- harga
produk secara keseluruhan. Jika tingkat inflasi mengalami
penurunan maka dapat mengakibatkan meningkatnya ekspektasi
minat investor untuk berinvestasi, sehingga investor akan
memproduksi barang dan jasa lebih banyak (Suparmoko, 1992 : 84)
Tingkat Suku Bunga adalah untuk jangka waktu tertentu atau bisa
dipandang sebagai sewa atas penggunaan uang untuk jangka waktu
tertentu (Boediono, 2000 : 2)
Tingkat bunga merupakan faktor yang sangat penting di dalam
menentukan tingkat investasi yang akan di lakukan para pengusaha pada
suatu waktu tertentu.
Jadi, jika tingkat suku bunga rendah, maka hal ini biasanya di ikuti
dengan pulihnya kondisi ekonomi, sehingga mendorong para investor
untuk menambah biaya modalnya. (Sukirno, 1995 : 186)
PDRB (X3)
Produk Domestik Regional Bruto merupakan salah satu indicator
makro ekonomi dimana dari total turunnya dapat diketahui
pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi dimana dari total
turunnya dapat diketahui pertumbuhan ekonomi dan pendapatan
perkapita suatu daerah (Anonim : 2001).
Kenaikan Produk Domestik Bruto akan mempengaruhi
naiknya produksi barang dan jasa. Dengan demikian naiknya
produksi barang dan jasa mendorong para pengusaha untuk
menambah atau menanamkan investasinya.
Sebaliknya, jika PDRB turun maka akan mempengaruhi
penurunan permintaan barang dan jasa yang tidak menghasilkan
pendapatan bagi kalangan pengusaha untuk tidak melakukan
Gambar 4 : Kerangka Pikir Analisis Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Investasi Sektor Perdagangan dan Sektor Industri Manufaktur di Jawa Timur
Tingkat Suku Bunga
(X2) Inflasi
(X1)
Permintaan Barang dan Jasa
Biaya Modal Ekspektasi Minat Investasi
Investasi Sektor Perdagangan (Y1)
dan Sektor Industri Manufaktur (Y2)
PDRB (X3)
Sumber : Peneliti
2.4. Hipotesis
Hipotesis merupakan dugaan sementara yang masih belum teruji
fakta-fakta yang ada. Hipotesis akan ditolak jika memang salah atau
diterima jika fakta-fakta membenarkan. Berdasarkan pokok-pokok
permasalahan yang telah dikemukakan diatas maka dapat dirumuskan
hipotesis yang merupakan kesimpulan sementara terhadap permasalahan
dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Diduga bahwa Inflasi, Tingkat Suku Bunga, dan PDRB
berpengaruh terhadap Investasi di Sektor Perdagangan dan
Investasi di Sektor Industri Manufaktur di Jawa Timur.
2. Diduga PDRB mempunyai pengaruh paling dominan terhadap
Investasi Sektor Perdagangan dan Investasi Sektor Industri
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Definisi operasional dan pengukuran variabel adalah pernyataan
tentang definisi dan pengukuran variabel-variabel penelitian secara
operasional berdasarkan teori yang ada maupun pengalaman-pengalaman
empiris.
Untuk memperjelas terhadap masing-masing variabel yang diamati,
maka pengukuran terhadap variabel-variabel tersebut dapat diuraikan
sebagai berikut :
a. Variabel terikat (Dependent Variable) :
Yang menjadi variabel terikat (Y1) dalam penelitian ini
adalah Investasi Sektor Perdagangan di Jawa Timur yaitu
investasi yang berasal dari dalam negeri (PMDN) yang
tujuannya untuk memperluas usaha dan mengembangkan
perdagangan dan perekonomian negara. Di ukur dalam Jutaan
rupiah (Juta Rupiah).
Yang menjadi variabel terikat (Y2) dalam penelitian ini
adalah Investasi Sektor Industri Manufaktur di Jawa Timur
yaitu pengeluaran sejumlah uang dari investor dari
penanaman modal dalam negeri (PMDN) yang digunakan
untuk pembelian barang-barang modal dalam rangka