PEMBERIAN OBAT MELALUI INTRAVENA, INTRAMUSKULAR, SUBCUTAN, INTRACUTAN DAN INTRAOSEOUS
MAKALAH
Oleh :
DESTI ELZA MUSLIMAH 0406881517017
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA INDRALAYA (OKTOBER, 2015)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah berjudul “ Pemberian Obat IV, IM, SC, IC, dan IO”dapat diselesaikan.
Penyusunan makalah ini bertujuan memberi informasi kepada pembaca agar lebih memahami tentang pemberian obat secara parenteral dan standar operasional prosedurnya.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan kita semua.
Penyusun juga meminta maaf apabila banyak kesalahan dalam penyusunan makalah ini.
Indralaya, Oktober 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...i
DAFTAR ISI...ii
BAB 1 PENDAHULUAN...1
A. Latar Belakang...1
B. Rumusan Masalah...3
C. Tujuan...3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...4
A. Pemberian obat parenteral...4
B. Prinsif 12 benar obat...15
C. Prosedur Pelaksanaan Pemberian Obat...16
BAB III PEMBAHASAN...18
A. Standar Operasional Prosedur Pemberian Obat Intravena...18
B. Standar Operasional Prosedur Pemberian Obat Intramuscular...21
C. Standar Operasional Prosedur Pemberian Obat Subcutan...23
D. Standar Operasional Prosedur Pemberian Obat Intracutan...26
E. Standar Operasional Prosedur Pemberian Obat Intraosseous...29
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN...33
A. Simpulan...33
B. Saran...33
DAFTAR PUSTAKA...34
1
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Keperawatan adalah pelayanan profesional yang merupakan bagian dari pelayanan kesehatan berdasarkan pada keilmuan dan kiat keperawatan.
Keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif dan ditujukan kepada individu, kelompok dan masyarakat baik sakit maupun sehat. Perawat pada dasarnya mempunyai fungsi keperawatan yaitu fungsi mandiri (independen), fungsi ketergantungan (dependen), fungsi kolaboratif (interdependen) yang ditujukan untuk memfokuskan pemberian pelayanan kesehatan yang profesional (Kozier, 1991 dikutip Kusnanto, 2004) .
Fungsi perawat yang memiliki resiko dalam pelaksanaannya adalah fungsi dependen, hal ini dikarenakan fungsi dependen merupakan pengalihan tugas
dari dokter kepada perawat yang mana tanggung jawab akan kesalahan dipegang oleh dokter, tetapi kesalahan dalam setiap tindakan dipegang oleh perawat. Fungsi dependen ini umumnya berupa tindakan yang bersifat invasif sehingga kesalahan pada tindakan ini dapat menyebabkan kerugian bagi klien.
Salah satu contoh tindakan keperawatan dengan lingkup fungsi dependen adalah pemberian obat secara parenteral. Menurut (Sanders, et.al., 2012) pemberian obat secara parienteral berupa pemberian obat melalui subkutan (SC), muscular (IM), vena (IV), dermal atau kutan (IC), dan osteo (IO).
Perawat dalam melaksanakan fungsi dependen ini juga memperhatikan fungsi independent, karena setiap tindakannya perawat mempunyai tanggung
2
jawab sendiri misalnya perawat harus mematuhi standar prosedur tetap dalam pemberian obat, dan mematuhi prinsip benar yang menjadi pedoman dalam pemberian obat, sehingga resiko terjadinya kesalahan dapat diminimalisir.
Menurut Kee dan Hayes (2006, dikutip Maynafi et. al., 2012) terdapat 10 prinsip benar dalam pemberian obat, dikenal dengan five plus five rights yaitu:
benar pasien, benar obat, benar dosis, benar waktu, benar rute, benar pengkajian, benar pencatatan, hak klien mendapatkan pendidikan atau informasi, benar evaluasi, dan hak pasien untuk menolak. Sedangkan, Cathleen Mcgovern (1988, dikutip Maynafi et. al., 2012) menambahkan 2 benar obat lainnya yaitu waspada terhadap interaksi obat-obat dan waspada terhadap interaksi obat-makanan, sehingga prinsip pemberian obat menjadi 12 benar obat.
Tindakan keperawatan yang diberikan perawat sebagai bagian dari pemberi pelayanan yang profesional harus memperhatikan peran dan fungsi dalam setiap tindakan keperawatan untuk memberikan kualitas pelayanan yang optimal dan meminimalisir kesalahan dalam setiap tindakan terutama dalam tindakan keperawatan yang bersifat invasif seperti tindakan pemberian obat secara parenteral. Sehingga diperlukan sumber pengetahuan dan keterampilan dalam pelaksanaan pemberian obat baik melalui vena, muscular, subcutan, cutan dan osteo dalam bentuk teoritis atau Standar Operasional Prosedur (SOP) dengan juga memperhatikan 12 prinsip benar dalam pemberian obat secara parenteral.
3
B. Rumusan Masalah
Tindakan keperawatan yang bersifat invasif cenderung memiliki resiko dalam pelaksanaannya, sehingga rumusan masalah dalam makalah ini adalah : 1. Bagaimana Standar Operasional Prosedur pemberian obat intravena (IV) ? 2. Bagaimana Standar Operasional Prosedur pemberian obat intramuscular (IM) ?
3. Bagaimana Standar Operasional Prosedur pemberian obat Subcutan (SC) ? 4. Bagaimana Standar Operasional Prosedur pemberian obat Intracutan (IC) ? 5. Bagaimana Standar Operasional Prosedur pemberian obat Intraosseous (IO) ?
C. Tujuan
1. Mengetahui Standar Operasional Prosedur pemberian obat intravena (IV) 2. Mengetahui Standar Operasional Prosedur pemberian obat intramuscular (IM) 3. Mengetahui Standar Operasional Prosedur pemberian obat Subcutan (SC) 4. Mengetahui Standar Operasional Prosedur pemberian obat Intracutan (IC) 5. Mengetahui Standar Operasional Prosedur pemberian obat Intraosseous (IO)
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Pemberian obat parenteral
1. Pengertian Obat
Obat adalah semua bahan tunggal atau campuran yang dipergunakan oleh semua mahluk untuk bagian dalam dan luar tubuh guna mencegah, meringankan dan menyembuhkan penyakit (Syamsuni, 2006). Obat adalah zat aktif alami maupun sintesis dalam bentuk sediaan seperti pil, tablet, kapsul, sirup, suspensi, supositoria, salep dan lain-lain dengan dosis atau kadar tertentu dapat dipergunakan untuk preventif (profilaksis), rehabilitasi, terapi, diagnosa terhadap suatu keadaan penyakit pada manusia maupun hewan.
2. Jenis pemberian obat
Cara pemberian obat mempengaruhi tingkat onset obat terhadap efek yang terja, tidak hanya itu rute pemberian juga dapat mempengaruhi hasil respon terapinya. Adapun rute yang pemberian obat menurut Sanders et al. (2012) adalah sebagai berikut :
a. Enteral route : pemberian obat ini melibatkan saluran pencernaan (oral, rectal atau melalui Gastric Tube )
b. Parenteral route : pemberian obat tanpa melalui saluran pencernaan
5
(Intravena, Intramuscular, Subcutan, Intracutan, dan Intraosseous)
c. Pulmonary route : pemberian melalui inhalasi atau melalui endotraceal tube.
d. Topical route : pemberian obat melalui permukaan kulit atau membaran mukosa.
3. Pemberian obat parenteral a. Intravena (IV)
1) Pengertian
Memasukkan cairan obat langsung kedalam pembuluh darah vena sehingga obat langsung masuk ke dalam sistem sirkulasi darah. Menurut Sanders et al. (2012) rute intarvena diberikan secara langsung kedalam aliran darah. Adapun waktu pemberian obat intravena sampai mendapatkan efeknya yaitu sekitar 30-60 detik.
2) Lokasi
Memberikan obat atau injeksi melaui vena dapat secara langsung, di berikan pada daerah berikut : vena medianan cubitus/cephalika (daerah lengan), vena saphenous (tungkai), vena jugularis (leher) ,vena frontalis/temporalis di daerah frontalis dan temporal dari kepala.
3) Indikasi
Indikasi pemberian obat melalui vena yaitu sebagai berikut :
a) Klien dengan penyakit berat seperti sepsis. Tujuan pemberian obat intravena pada kasus ini agar obat langsung masuk ke dalam jalur
6
peredaran darah. Sehingga memberikan efek lebih cepat dibandingkan memberikan obat oral.
b) Obat tersebut memiliki bioavailabilitas oral yang terbatas (efektivitas dalam darah jika dimasukkan melalui mulut) atau hanya tersedia dalam sediaan intravena (sebagai obat suntik).
c) Pasien tidak dapat minum karena muntah atau memang tidak dapat menelan obat (ada sumbatan di saluran cerna atas).
d) Kesadaran menurun dan berisiko terjadi aspirasi (tersedak – obat masuk ke pernapasan), sehingga pemberian melalui jalur lain dipertimbangkan.
e) Klien dengan kejang-kejang.
f) Memasukkan obat secara cepat dengan tujuan kadar puncak obat dalam darah perlu segera dicapai, sehingga diberikan melalui injeksi bolus (suntikan langsung ke pembuluh balik/vena). Peningkatan cepat konsentrasi obat dalam darah tercapai.
4) Kontraindikasi
Kontraindikasi dalam pemberian obat intravena dalah sebagai berikut : a) Inflamasi atau infeksi di lokasi injeksi intravena.
b) Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan digunakan untuk pemasangan fistula arteri – vena (A – V shunt) pada tindakan hemodaliasis (cuci darah).
c) Obat – obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh darah vena kecil yang aliran darahnya lambat (misalnya pembulah vena di tungkai dan kaki).
7
5) Bahaya
Bahaya yang mungkin terjadi dalam Pemberian obat atau injeksi intravena adalah sebagai berikut:
a) Pasien alergi terhadap obat (misalnya mengigil, urticaria, shock, collaps dll).
b) Pemberian obat intravena juga dapat menyebabkan emboli, infeksi akibat jarum suntik yang tidak steril dan pembuluh darah pecah.
c) Pada bekas suntikan dapat terjadi abses, nekrose atau hematoma d) Dapat menimbulkan kelumpuhan.
6) Keuntungan dan Kerugian
a) Keuntungan : Tidak mengalami tahap absorbsi, maka kadar obat dalam darah diperoleh secara cepat, tepat dan dapat disesuaikam langsung dengan respon penderita. Larutan tertentu yang iriatif hanya dapat diberikan dengan cara ini karena dinding pembuluh darah relative tidak sensitive dan bila di suntikkan perlahan – lahan obat segera diencerkan oleh darah.
b) Kerugian : Efek toksik mudah terjadi karena keadaan obat yang tinggi segera mencapai darah dan jaringan. Disamping itu, obat yang di suntikkan tidak dapat ditarik kembali. Obat dalam larutan minyak yang mengendapkan konstituen darah dan yang menyebakan hemolisis.